Anda di halaman 1dari 7

Tanpa Tanda Titik

To : Adrian

I LOVE YOU ADRIAN

Ameli

Selembar surat usang dari kotak kecil berwarna biru bersimbol bintang itu duduk
dipangkuanku sembari berpelukan dengan uap chamomile tea malam ini,
memunculkan seberkas bayang dari retinaku, tampak sosok lelaki dengan wajah
khas Sunda disana. Waktu terus berjalan dan dingin menyelimuti hati seorang
wanita yang menginjak remaja, secarik kenangan telah lama ia pendam lalu Tuhan
menidurkan rasa cintanya. Kini ia hanya berjalan menunggu rasa yang muncul,
berharap Tuhan membangunkan rasa cintanya.

Bandung, 7 Juli 2008

“Adrian, aku suka sama kamu.”

“Oh yaudah kalo suka.”

“Terus kamu gak suka sama aku ?”

“Belum tahu Mel ?”

Bandung, 15 Juni 2009

“Mah, Ameli berangkat dulu, hari ini Ameli ujian, bye mom.”

“Iya hati-hati mel, jangan lupa bawa kunci rumah ya, nanti mama mau ada arisan .”

Ameli Aulia Tasya, mulai mengayuhkan sepedanya, jarak rumah dari sekolahnya
tidak terlalu jauh hanya 500 meter. Setiap pagi hanya satu yang ia tunggu yaitu
Adrian Wijaya Kesuma, untuk ukuran anak kelas 2 SMP wajahnya mungkin terlihat
tampan diantara yang lain dan untuk ukuran anak laki-laki Adrian memang cukup
pintar.

“Adrian…! (teriakku sambil menaruh sepeda diparkiran deket kelas 2A)

“Ngapa, tumben gak telat ?”

“Kan mau ketemu kamu, Adrian kamu udah baca belum?”

“Udah kok.”

“Terus mana buat aku ?”

“Nih, aku kasih permen coklat aja buat kamu.”


7
“Ihhhh… Adrian kok permen si.” (teriakku sambil mengejar Adrian)

Kepada siswa-siswi SMP Negeri 1 Bandung untuk segera ke lapangan karena


upacara segera dimulai.

Seluruh murid dari kelas 1-3 menuju lapangan upacara. Cuaca cukup mendung pagi
hari ini. Mungkin matahari masih ngantuk, atau bisa jadi lagi anemia karena kurang
tidur.

“Ameli nanti nyontek ya aku gak belajar soalnya.”

“Iyaaa Bel.”

Namanya Bela Zulfakarnia dia teman pertamaku, saat aku pindah kelas 1 semester
genap, aku adalah murid baru disini. Saat itu ayah di diagnosa penyakit apendicitis
dan vertigo. Mungkin ayah kelelahan karena harus kerja dari Bekasi ke Cimahi. Jadi
ayah memutuskan untuk pindah ke Bandung.

“Kamu ujian di ruang mana bel ?”

“Kita beda ruangan Mel, kamu ruang 2A aku di ruang 3B.”

Aku mulai melihat selembar kertas yang tertempel di pojok kiri atas papan
pengumuman. Benar kata Bela aku ujian diruang 2A. Ternyata ada nama Adrian di
bawah namaku. Dengan senang hati aku langsung mengambil tasku di kelas dan
pindah ke ruangan 2A. Sialnya aku duduk sebangku sama Sean, dan satu kelas
sama Jasen dan Tommy dan yang lebih menyebalkan, Adrian duduk sebangku
sama Alyssa. Dia memang lebih cantik dari pada aku tapi tidak lebih pintar dibanding
aku. Baik guru maupun teman-teman sering menjodohkan mereka.

“Sini Mel kamu duduk di samping aku.” (Sean menarik tanganku dengan kasar)

Badan ini mulai gemetar seluruh kakiku lemas, Sean menatapku tajam dan cukup
mengerikan .

“Kamu harus nyontekin aku awas kamu, pulang nanti kamu tahu akibatnya.”

Aku hanya mengiyakan saja, wajar kekuasan Sean memang tidak bisa ditandingkan
dengan yang lain tapi anehnya Sean takut dengan satu orang yaitu Adrian.

Soal matematika sudah berada di depan mata, aku mulai mengerjakan dan tidak
menghiraukan temanku yang mulai sibuk untuk menyontek, tapi bukan Sean jika dia
tidak membuat ulah, dia menarik lembar jawabanku dan dengan spontan aku ambil
lembar jawabanku dari tangannya.

“Mel aku liat nomor 15 si, jawabanya apa ?” (Pinta Adrian yang duduk tepat
dibelakang ku)

“Jawabannya A, kalo gak percaya itung aja sendiri.”

7
“Gila ya kamu mel, aku nyontek aja gak kamu kasih tapi Adrian kamu kasih, kamu
suka ya sama dia ?”

“Ya kenapa si Sen, terserah aku dong mau kasih jawaban ke siapa aja.”

“Bu… Ameli nyontek sama Adrian tuh bu.” (Teriak Sean kepada pengawas ujian)

Dengan gugup aku menundukan kepala ke bawah dan mulai meremas rok ku,
seluruh tubuhku dingin, kaku dan keringat sudah tidak terasa menetes.

Ibu dengan tubuh besar itu mulai menghampiriku dan menatap ku tajam.

“Ihhh… bau pesing, Ameli ngompol.” (teriak Sean diikuti seluruh tawa dari anak di
kelasku)

“Sana cepat kamu ke kamar mandi dan tinggalkan saja lembar jawaban kamu
disini.”

Wajahku mulai memerah sedikit terasa panas hingga air dari mataku mulai terjatuh
perlahan. Aku menangis di pojok toilet, rasa malu dan kesal serta amarah menjadi
satu saat itu hingga dadaku terasa sangat sesak. Aku mulai mengambil tas dan
sepeda ku, aku berencana untuk pulang dan tidak mengikuti Ujian IPA di hari
pertama .

“Ini permen coklat buat kamu, kamu kalo nangis manis, aku gak suka cewek manis.”

Seorang anak cowok tiba-tiba datang ke arahku, iya dia Adrian. Aku hanya menatap
nya kesal dan meninggalkan nya begitu saja, kalau bukan karena dia aku pasti tidak
begini.

Aku sudah tidak mengikuti ujian hari ini dan aku tidak akan menceritakan ini kepada
mama, aku takut jika mama dan ayah tahu mereka akan marah kepadaku.

To : Adrian

Sejak retina bertemu dengan retina, sejak pandang menyulam senyum. Cukup satu
ucapku. I Love You. Please bales dong Adrian ini udah yang ke-9.

Penuh Harap,

Ameli

Mata ini mulai menutup otomatis, tubuhku sudah terselimuti dengan rapih dan
tampak Adrian dimimpiku.

“Ameli bangun, ayok hari ini ujian ini udah jam 7.”

“iya mah Ameli siap-siap dulu.”

7
Seperti biasa pagi ini aku mulai mengayuhkan sepedaku, tidak ada yang istimewa
hari ini, selesai ujian aku berniat langsung pulang tapi bu Dewi meminta ku untuk
membersihkan UKS, karena anak kelas 3 sedang ujian praktik maka digantikan
dengan anak kelas 2.

Selesai membersihkan UKS, aku mulai mengayuhkan sepedaku, aku biarkan setiap
roda menyusuri setiap cekungan tanah, aroma padi serta kebun jagung menemaniku
sepanjang jalan, jika menjelang siang biasanya jalan utama sangat ramai. Jadi aku
memutuskan untuk lewat jalan belakang.

“Sean sepedanya jangan dipegangin aku jadi susah jalan.”

“Bodo amat, salah siapa lewat sini.”

“Sean balikin tas aku.” (pinta ku lirih)

Aku biarkan sepedaku jatuh di tanah, aku berusaha mengambil tas, yang mulai
dioper dari Jasen ke Tommy lalu ke Sean.

“Ehh Sean ada banyak surat disini.” (teriak Tommy sambil mengangkat suratnya)

Astaga itu surat untuk Adrian pasti mama tadi gak sengaja masukin ke tas. (Ucapku
dalam hati)

“Sean, Jasen kesiniin suratnya…… !”

Aku mulai takut dan tangis sudah lama memecah, sedikit aliran darah dari lututku
karena mencium aspal saat meminta mereka mengembalikan buku suratku, tapi
tampaknya sia-sia, mereka terlalu menikmati tangisku.

“Kok ada nama Adrian di amplopnya Mel.” Teriak Jasen

Dengan sigap Sean merampas surat-surat itu dan mulai membaca isinya keras-
keras dan mulai merobek surat itu didepanku.

“Ihh Sean kok dirobek si suratnya.” (ucapku lirih)

Mereka meninggalkan aku begitu saja. Perlahan aku mulai mengumpulkan selembar
demi selembar surat itu dan mulai merapihkan isi tasku yang sudah jatuh kemana-
mana. Aku mulai mengayuhkan sepeda menuju rumah. Seperti biasa rumah sepi
tidak ada orang, ayah kerja, kakak masih di sekolah dan mama menjaga toko di
pasar.

Aku mulai membersihkan luka, makan dan mengecek surat-suratku, hampir seluruh
surat untuk Adrian rusak karena Sean.

“Totalnya harusnya ada 10, tapi kok cuman 9.” (gumamku dengan panik sambil
mulai mencari di dalam tasku tapi hasilnya nihil)

SMP Negeri 1 Bandung,17 Juni 2009


7
To : Adrian

Ini mungkin surat terakhir untuk mu, aku mulai lelah mengungkapnya, hal yang tak
terbalas memang menyakitkan. Satu hal Adrian cinta ini sudah pada batas akhir. I
Love you

Penuh Harap, Ameli

Aku menemukan bacaan itu di pojok mading sekolah dan sudah di kerumuni oleh
banyak murid, dan satu mata yang menatapku tajam yaitu Alyssa tapi ada Adrian
juga di sampingnya. Aku baru tahu berita pagi ini bahwa ada kabar kalau Adrian
berpacaran dengan Alyssa. Pagi ini memang hal terburuk buatku. Hampir seluruh
anak kelas mengejekku bahkan sahabat dekatku Bela mulai menjauh karena ia malu
berteman denganku yang sudah menjadi bahan ejekan pagi ini. Dan ini pasti ulah
Sean. Aku datang ke kelas 2A, dan benar Sean sedang tertawa bersama Jasen dan
Tommy.

“Sean salahku apa si sama kamu, aku nakalin kamu juga gak pernah, ya kalo
masalah aku gak mau nyontekin kamu ya memang kenapa.” (Teriaku beriringan
dengan tangis)

“Ohhhh anaknya pak Purna Wijaya nangis kenapa malu yaa, apa sedih karena
Adrian sama Alyssa pacaran ?” (ledeknya dengan tawa) tangannya mulai
memegang tanganku erat sambil memojokkan aku ke tembok.

“Dengerin ya Ameli bukan aku pelakunya, inget itu baik-baik. Jadi jangan asal
nuduh.”

Aku berusaha melepasnya tapi aku tidak berdaya. Genggamannya cukup erat. Aku
hanya menatap ke satu arah yaitu Adrian, aku berharap ia mau menolongku. Tapi ia
malah menutup mata dan pergi ke kantin sama Alyssa.

“Kalau, bukan kamu siapa lagi Sean, yang tahu surat itu, ya cuman kamu, Jasen
sama Tommy…!” (teriak u sambil mendorong nya kuat)

“Yah, bodo amat bukan urusan aku, dah sana pulang aja bikin malu punya teman
kayak kamu, udah jelek, anak pindahan, belagu lagi.”

Rasanya kesialan terus menimpaku belakangan ini. Badan ini mulai terhuyung aku
merasa panas disekujur tubuhku, dan merasa ingin muntah. Tapi aku tidak berniat
cerita kepada mama, aku tahu pasti mama capek banget. Malam itu aku benar-
benar tidak bisa tidur, suhu tubuhku mencapai 39°C. Dan akhirnya aku dibawa ke
rumah sakit.

Ternyata setelah menjalankan beberapa pemeriksaan aku di diagnosa, terkena


ISPA dan gejala hepatitis. Dokter menyarankan aku untuk dirawat inap selama
seminggu.

7
“Ini Mel, ayah sudah urus surat kepindahan kamu, mulai kelas 3 semester 1 kamu
pindah ke SMP Kreatif Harapan Bangsa.” (sambil menyodorkan surat izin pindah)

“Kok ayah gak bilang mau pindahin aku, kan aku masih pingin sekolah di situ yah.”

“Ayah gak mau anak ayah dibuat nangis terus sama Sean, Tomy dan Jasen. Ayah
udah dapet laporan dari walikelas kamu.Hari ini kamu sudah dijinkan pulang sama
dokter dan besok ayah anterin kamu untuk pamitan sama guru dan teman-
temanmu.”

Aku hanya menurutinya, aku takut kalo aku melawan ayah akan marah.

Bandung, 24 Juni 2009

Hari ini adalah hari terakhir di SMP Negeri 1 Bandung. Aku menajamkan pandangan
ke setiap sudut sekolahku, Aku mulai menciptakan ilusi saat detik pertama retina
kami bertemu hingga benih cinta muncul pada diriku. Aku mulai masuk ke kelas di
sana sudah ada Bela yang tiba-tiba memeluk dan meminta maaf kepadaku,.disusul
dengan teman yang lainnya.

Hanya satu orang yang tidak tampak hadirnya tapi selalu ku tunggu, Adrian Wijaya
Kesuma. Tommy dan Jasen mereka sudah meminta maaf kepadaku. Sedangkan
Sean entah kemana anak itu pergi, hingga detik terakhir aku tidak melihatnya begitu
juga Adrian.

Akhirnya, aku memutuskan untuk meninggalkan kelas dan menuju pagar karena
ayah sudah menungguku di sana.

“ Ameli tunggu, ini buat kamu.”

“Makasih ya Adrian.”

“Satu lagi Mel, aku dan Alyssa hanya teman tidak lebih. Hati-hati ya kamu di sana.”

Bandung, 6 Juli 2015

10 surat yang ku tulis untuk Adrian dan 1 surat dari Adrian, tepat tersusun rapih di
dalam kotak kecil berwarna biru bersimbol bintang yang diberikan Adrian saat itu.
Surat dari Adrian memang cukup singkat dia hanya menggambar segitiga dengan
simbol hati di tengahnya dan setiap sudutnya bertuliskan Ameli, Adrian dan Sean.

“Pada akhirnya tak akan ada epilog untuk kisah ini, karena kita bahkan tidak pernah
menjadi satu bab yang utuh, aku dan kamu. Bukan aku dan kamu yang salah bukan
juga tangan Tuhan, dan bukan juga rasa kita. Mungkin memang Tuhan belum
ciptakan tanda titik diantara aku dan kamu. Mungkin Tuhan ingin menciptakan kisah
yang indah untuk kita. Atau mungkin Tuhan menginginkan kita menulis kisah kita
Seanri Adrian Wijaya Kesuma.”

- Masitoh –

7
DATA DIRI
Tabik pun, Saya Dwi Dewi Masitoh. Gadis berusia 20
tahun ini sangat menggemari menulis. Beberapa
puisinya telah diterbitkan dalam buku antologi puisi A
Voice of Flute, Menenun Rinai Hujan, Palet Warna,
Beranda, Tentang Aku (Tulisanku Adalah Diriku) dan
Purwarasa. Saat ini Dwi mengambil jurusan
Keperawatan di Poltekkes Tanjung Karang. Kalian
dapat menemui Dwi di instagram: @dwimasth.

Anda mungkin juga menyukai