Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH PROFESIONALISME ISLAM

PROFIL APOTEKER PROFESIONAL DAN ISLAMI

DISUSUN OLEH :
NURLIKA MAHARANI
2008020089

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2020
BAB 1

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Islam adalah Agama yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad
SAW untuk mengatur hubungan manusia dengan Penciptanya, dirinya sendiri dan
sesama manusia. Pada dasarnya Islam adalah Rahmatan Lil ‘Alamin, rahmat untuk
semesta alam, untuk urusan dunia dan akhirat, maka dari itu Islam mengatur segala
aspek kehidupan manusia mulai dari segi ideologi, politik, ekonomi, sosial, dan
budaya. Islam adalah agama yang menekankan penghayatan atau realisasi
ajarannya dalam kehidupan, mengutamakan pengungkapan pengalaman
keagamaan (religious experience) pada para pemeluknya. Sesungguhnya Allah
tidak akan mengubah nasib suatu kaum sampai mereka mengubah nasib mereka
sendiri (QS. Ar Ra’du: 11). Tepat seperti dikatakan Ismail al Faruqi (Al Tawhid:
Its Implication for Thought and Life, 1995) bahwa Islam lebih merupakan a
religion of action dari pada a religion of faith. Sejarah peradaban Islam yang
bertahan berabad-abad (abad ke-9 s/d ke-13) adalah bukti profesionalisme
masyarakat Islam dalam menjalankan roda kehidupan bermasyarakat dan
bernegara.
Pandangan islam tentang sains dan teknologi dapat diketahui prinsip-
prinsipnya dari analisis wahyu pertama yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW.
Di Indonesia pemaikaian obat oleh masyarakat paling banyak di peroleh dari resep
yang ditulis oleh Dokter dan Dokter gigi. Sedangkan pemberian obat secara
langsung biasanya dilakukan oleh Bidan & Mantri di ruang prakteknya ataupun
Apoteker melalui apotek. Karenanya penggunaan obat yang rasional tidak dapat
dilepaskan dari peresepan dan pemberian obat yang rasional pula.
Dalam hadist Nabi dianjurkan berobat tetapi jangan berobat dengan yang
haram (al-Muharram), racum, dan dalam hadist yang lain digunakan kosa kata al-
Khubuts, antara lain. Nabi berkata : “Bahwa Allah-lah yang menurunkan penyakit
dan obatnya, dia yang menjadikan setiap penyakit ada obatnya, berobatlah, dan
jangan berobat dengan yang haram.” (HR. Abu Dawud)
BAB 2

PEMBAHASAN

1. Prefosionalisme Islam
Profesionalisme biasa diartikan secara sederhana adalah suatu pandangan
untuk selalu berfikir, berpendirian, bersikap dan bekerja sungguh-sungguh, dengan
disiplin, jujur, dan penuh dedikasi untuk mencapai hasil kerja yang memuaskan.
Sebagai sebuah konsepsi masyarakat modern, profesionalisme paling tidak memiliki
dua karakteristik. Karaketeristik pertama meniscayakan adanya pengetahuan dan
ketrampilan spesifik yang terspesialisai, sedang karakteristik kedua bersumber dari
integritas moral dan budaya. Profesionalisme Islam adalah perwujudan aktif dari
tindakan suatu keahlian berdasarkan nilai- nilai Islam. Profesi Apoteker Islami
merupakan kemauan individu apoteker untuk melakukan praktek kefarmasian sesuai
syarat legal yang berlaku serta memenuhi syarat kompetensi apoteker dan etik
kefarmasian berdasarkan nilai – nilai Islam.
Kata “profesi” diadaptasi dari bahasa Inggris, yaitu “profession” yang berasal
dari bahasa Latin “professus”. Kedua kata tersebut memiliki arti yang sama, yaitu
mampu atau ahli di bidang tertentu. Sehingga pengertian profesi adalah suatu
pekerjaan yang membutuhkan keahlian tertentu yang didapat dari pendidikan tinggi,
dimana umumnya mencakup pekerjaan mental yang didukung dengan kepribadian
dan sikap profesional. Menurut Dedi Supriyadi (1998:95) profesi adalah suatu
pekerjaan atau jabatan yang menuntuk keahlian khusus, tanggungjawab, serta
kesetiaan terhadap pekerjaan tersebut. Berikut ciri ciri profesi :
 Terdapat keahlian atau pengetahuan khusus yang sesuai dengan

bidang pekerjaan, dimana keahlian atau pengetahuan tersebut

didapatkan dari pendidikan atau pengalaman.

 Terdapat kaidah dan standar moral yang sangat tinggi yang berlaku

bagi para profesional berdasarkan kegiatan pada kode etik profesi.

 Dalam pelaksanaan profesi harus lebih mengutamakan kepentingan

masyarakat di atas kepentingan pribadi.


 Seorang profesional harus memiliki izin khusus agar dapat

menjalankan pekerjaan sesuai profesinya.

 Pada umumnya seorang profesional merupakan anggota suatu

organisasi profesi di bidang tertentu.


Terdapat 3 ruang lingkup Islam diantaranya :
1) Manusia dengan Allah SWT
Tujuannya untuk meningkatkan hubungan manusia kepada Allah
ditunjukkan dengan ketaatan manusia kepada aturan-aturan Allah. Sifat
hubungan antara manusia dengan Allah SWT dalam ajaran Islam bersifat
timbal-balik, yaitu bahwa manusia melakukan hubungan dengan Tuhan dan
Tuhan juga melakukan hubungan dengan manusia. Sebagaimana firman
Allah swt dalam Al-Quran surat Adz-Dzariat ayat 56 yang artinya :

“Dan tidak aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
menyembah kepadaku”
2) Manusia dengan diri sendiri
Islam mengatur bagaimana manusia memperlakukan diri sendiri. Pada
dasarnya, kepribadian seseorang dengan sendirinya terbentuk. Selain itu,
perlu pula diketahui bahwa manusia punya kewajiban secara moral sebagai
wujud dari akhlak individu yang harus dipegang, seperti memelihara
kesucian diri baik jasmani maupun rohani. Seperti yang tercantum dalam
QS. At-Taubah ayat 108 yang Artinya :
“Janganlah kamu bersembahyang dalam mesjid itu selama-lamanya.
Sesungguhnya mesjid yang didirikan atas dasar takwa (mesjid Quba), sejak
hari pertama adalah lebih patut kamu sholat di dalamnya. Di dalamnya
mesjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan
sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersih”.
3) Manusia dengan manusia
Adanya interaksi memungkinkan adanya masalah muncul. Pada dasarnya
etika terhadap manusia itu mencakup perkataan dan perbuatan.
Ketergantungan manusia dengan manusia lain itu adalah sebuah
keniscayaan, karena sadar atau tidak manusia tidak akan pernah mampu
hidup sendiri tanpa bantuan manusia lain. Sebagaimana tergambar dari
proses penciptaan Adam as. yang merasakan kesendirian tanpa manusia
lain, sehingga Tuhan dengan Kehendaknya menciptakan Hawa sebagai
pendamping dan juga sebagai perwujudan Adam sebagai makhluk sosial.

2. Peran dan Kompetensi Apoteker


Seorang apoteker termasuk pemimpin dalam suatu organisai yang dalam hal
ini seperti instalasi farmasi. Apoteker adalah mereka yang berdasarkan peraturan
perundangundangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di
Indonesia sebagai apoteker. Berdasarkan peraturan pemerintah Republik Indonesia
nomor 51 tahun 2009, pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk
pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan
pendistribusi atau penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep
dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat
tradisional. Adanya paradigma baru mengenai konsep pelayanan kefarmasian yang
pada masa sebelumnya hanya terfokus pada pengolaan obat( drug oriented) sekarang
ini telah beralih menjadi pelayanan yang bersifat patient-oriented yaitu pelayanan
menyeluruh terhadap pasien melalui kegiatan Pharmaceutical Care. Pharmaceutical
Care atau yang disebut juga Asuhan Kefarmasian bertujuan untuk memastikan pasien
mendapat terapi obat rasional (aman, tepat, dan cost effective) serta memastikan
bahwa terapi yang diberikan adalah yang diinginkan pasien, dengan tujuan akhir
untuk memperoleh outcome yang dapat meningkatkan kualitas hidup pasien.
Seseorang dikatakan profesional jika ia mahir dalam bidang pekerjaannya
dimana ia mendapatkan penghasilan dari sana. Kemahiran ini didukung dengan
beberapa indikator dan kriteria diantaranya adalah latar belakang pendidikan.
Apoteker yang professional yang memiliki landasan praktik profesi yaitu ilmu
kefarmasian,hukum dan etika profesi yang mutlak dibutuhkan dalam usaha untuk
meningkatkan upaya kesehatan di tengah masyarakat, maka sebagai seorang Apoteker
harus memiliki bekal ilmu pengetahuan, dan keterampilan yang cukup di bidang
kefarmasian baik dalam teori maupun praktek. Dalam pengabdian profesinya seorang
apoteker harus berpedoman pada satu ikatan moral yaitu kode etik apoteker terdiri
dari kewajiban umum, kewajiban terhadap masyarakat, kewajiban terhadap apoteker
lain (sejawat) dan kewajiban terhadap tenaga kesehatan lain.
Peran profesional yang mencangkup laporan kompetensi, unit, dan elemen
yang menggambarkan pengetahuan profesional, atribut, dan diharapkan kinerja
farmasi diperluas dan diatur peran profesional. Profil keselamatan pasien, penyediaan
perawatan yang optimal, undang-undang, profesional dan kolaboratif hubungan,
berpikir kritis, pengambilan keputusan dan keterampilan pemecahan masalah, dan
professional penilaian. Profil ini menggambarkan pengetahuan khusus, keterampilan,
kemampuan, dan sikap yang diperlukan untuk performa yang kompetem dan
mencerminkan peran farmasi dalam situasi yang beragam dan pengaturan praktik
farmasi.
Berikut ciri-ciri Apoteker yang ikhlas dalam bekerja sesuai syariat islam :
- Bekerja secara profesional
- Berpegang teguh pada etika profesi
- Berorientasi pada nilai-nilai kemanusian
- Prinsip tolong menolong
- Tidak diskriminatif
- Beriorientasi pada ibadah.
3. Kepribadian Islam
Kepribadian Islam merupakan akumulasi dari berbagai karakter dan sifat yang
melekat pada diri individu yang berwujud pada perilaku sehari-hari yang mengarah
pada nilai-nilai Islami. Kepribadian Islami terbentuk ketika individu memasuki tahap
usia dini, yaitu dengan penanaman berbagai macam pengasuhan dari orang tua
(Muallifah, 2009). Kepribadian Islam akan menghasilkan berbagai macam kecerdasan
mulai dari kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual itu
sendiri. Pembentukan kepribadian Islami tidak hanya terjadi di keluarga tetapi juga di
lingkungan sekolah, masyarakat bahkan di lingkungan kerja. Allah SWT memberikan
karunia kepada manusia akal, jasmani dan naluri.
a. Akal (Reason)
Allah SWT menghadirkan akal atau pola pikir pada diri manusia agar bisa
memahami hukum Allah SWT atas apa yang dilakukannya, dapat memahami baik
dan buruknya sesuatu. Manusia untuk bisa memiliki akal atau pola pikir
memerlukan 4 (empat) komponen yaitu fakta, indera, otak, dan informasi awal.
Empat hal tersebut merupakan modal awal manusia untuk menjadi pribadi yang
baik.
b. Jasmani
Kebtuhan jasmani akan mendorong manusia untuk melakukan sesuatu yang
membentuk suatu perilaku, tetapi merujuk pada apa yang dipahami. Contohnya
yaitu ketika merasakan lapar saat kondisi puasa. Maka manusia yang memiliki
pemahaman islam yang baik akan menahan lapar karena mengetahui hukumnya.
Hal tersebut merupakan contoh kebutuhan jasmani menjadi pendorong untuk
melakukan suatu perbuatan yang membentuk suatu perilaku.
c. Naluri
Naluri dalam tubuh manusia ada 3 (tiga), yaitu:
- Naluri untuk beragama, karena pada dasarnya manusia memiliki
kecenderungan untuk menuhankan sesuatu.
- Naluri mempertahankan jenis (seksualitas)
- Naluri mempertahankan diri
Kemuliaan dan kepribadian seseorang di hadapan Allah SWT ditentukan oleh :
1) Pola pikir islami (aqliyah)
Aqliyyah adalah metode seseorang memahami sesuatu atau
memikirkan sesuatu didasarkan pada asas tertentu. Metode yang mampu
untuk memahami segala sesuatu (benda-benda) dan aktivitas-aktivitas serta
mampu menghukumi atas semuanya sesuai dengan kaidah “pemikiran
mendasar” bagi setiap muslim. Dengan ungkapan lain ‘aqliyah (pola pikir)
adalah cara yang digunakan untuk mengaitkan fakta dengan ma’lumat, atau
ma’lumat dengan fakta, berdasarkan suatu landasan atau beberapa kaedah
tertentu. Dari sinilah munculnya perbedaan pola pikir (‘aqliyah), seperti pola
pikir islami, sosialis, kapitalis, marxis dan pola pikir lainnya. Pola pikir pada
manusia pasti melibatkan fungsi akal dan Taqiyuddin An Nabhani
mengartikan akal adalah pemindahan penginderaan terhadap fakta melalui
panca indera ke dalam otak yang disertai adanya informasi-informasi
terdahulu yang akan digunakan untuk menafsirkan fakta tersebut (An-
Nabhani, 2003).
2) Pola sikap (nafsiyah)
Nafsiyah (pola sikap) Islam adalah menjadikan seluruh kecenderungan
bertumpu pada asas Islam, yaitu menjadikan Islam sebagai satu-satunya tolak
ukur umum terhadap seluruh pemenuhan (kebutuhan jasmani maupun
naluri). Jadi bukan hanya bersikap keras atau menjauhkan diri dari dunia.
Selama seseorang menjadikan hanya Islam saja sebagai tolak ukur atas
seluruh pemenuhan (kebutuhan jasmani maupun naluri)nya secara praktis
dan secara riil, berarti dia telah memiliki nafsiyah (pola sikap) Islam (An
Nabhani, 2003). Namun, ketika pemenuhan tersebut tidak dilakukan dengan
cara seperti itu, berarti nafsiyah (pola sikap)nya merupakan nafsiyah (pola
sikap) yang lain (An Nabhani, 2003).

4. Nilai nilai Islam yang Mendasari Profesionalisme


Ajaran agama islam sebagai agamauniversal atau sangatkaya akan peran-peran yang
mendidik bagi muslim untuk menjadi umat terbaik, menjadi khalifa yang mengatur
dengan baik bumi dan seisinya. Pesan-pesan sangat mendorong kepada setiap muslim
untuk berbuat dan bekerja secara profesional. Adapun sifat-sifat akhlak yang
mendasari nilai profesinalisme dalam bekerja:
a. Sifat tanggung jawab (amanah), merupakan sifat akhlak yang sangat
diperlukanunuk membangun profesionalisme. Suatu perusahaan/organisasi apapun
hancur bila orang-orang terlibat tidak amanah.
b. Sifat komunikatif (tabligh) dengan sifat komunikatif seorang penanggung jawab
suatu pekerjaan dapat menjalin kerjasama dengan orang lain lebih lancar. Ia dapat
meyakinkan rekannya untuk melakukan kerjasama.
c. Sifat cerdas (fatanah) dengan kecerdasan seorang yang profesional akan dpat
melihat peluang dan menangkap peluang dengan cepat dan tepat.

Berikut adalah 7 strategi atau cara menjadi seorang yang profesional :

a. Kembangkan keahlian (expert)


Untuk menjadi seorang yang profesional tidak cukup hanya lewat pendidikan
formal, diperlkukan lebih dari sekedar gelar akademis, Kita perlu melalui proses
pembelajaran dan pengembangan diri yang terus menerus. Kita harus menggali
potensi dan kemampuan kita dan terus dikembangkan sampai kita menjadi ahli.
b. Mahir membangun hubungan (Relationship)
Kemampuan kita membangun hubungan (bersosialisasi) dengan orang lain sangat
menentukan keberhasilan kita dalam kehidupan. Ini berlaku dalam setiap aspek
kehidupan seperti : pergaulan, organisasi, dunia usaha, pekerjaan dan keluarga.
c. Tingkatan kemampuan berkomunikasi (Comunitator)
Seberapa jauh dan dalamnya suatu hubungan dapat terjalin ditentukan oleh
komunikasi. 90% penyebab hancurnya suatu hubungan pernikahan, pertemanan,
organisasi, bisnis diakibatkan komunikasi yang salah. Komunikasi yang baik
harus bersifat dua arah. Seorang komunikator yang handal adalah seorang
pendengar yang baik. Seorang yang profesional harus mampu
mengkomunikasikan suatu hal dengan jelas dan tepat pada sasaran.
d. Hasilkan yang terbaik (Excellent)
Seorang profesional sejati akan selalu berusaha menghasilkan karya yang
berkualitas tinggi dan kinerja yang maksimal. "Profesional dont do different thing,
they do thing differently". Untuk menjadi profesional kita harus terus mencoba
memberikan dan mengerjakan lebih dari apa yang diharapkan.
e. Berpenampilan menarik (Good looking)
First impression is very important! karena orang akan menilai kita 10 detik
pertama apakah mereka bisa menerima kita atau tidak. Sama halnya kalau kita
mau beli barang lihat packaging dulu, mau nonton film lihat preview dulu, mau
masuk toko lihat dekor yang paling menarik.
f. Kehidupan yang seimbang (Balcance of life)
Seorang profesional harus mampu atur prioritas dan menjalankan berbagai peran.
Setiap kita mungkin memiliki banyak peran dalam hidup ini seperti : Sebagai
anak, ayah, anggota organisasi, ketua, sales, karyawan. Kita harus dapat berfungsi
dengan benar sesuai dengan peran yang kita jalankan jangan sampai tercampur
aduk. Hidup ini harus dijaga agar seimbang dalam berbagai aspek.
g. Memiliki nilai moral yang tinggi (Strong Value)
Untuk menjadi seorang yang profesional sejadi kita harus memiliki nilai moral
yang tinggi. Hal ini yang akan membedakan setiap kinerja, usaha, karya dan
kegiatan yang akan kita lakukan dengan orang lain.
Kesimpulan

Menjadi seorang apoteker muslim menjaga intergrias sebagai muslim dan sebagai
apoteker yang profesional,Apoteker harus bekerja secara ikhlas dan profesional yang
merupakan ciri insan yang cerdas dan ahli dalam melakukan sesuatu dan ahli dalam
pekerjaannya, mampu menunaikan tugas yang diberikan kepadanya secara profesional
dan sempurna serta diiringi adanya perasaan selalu diawasi oleh Allah dalam setiap
pekerjannya dan semangat yang penuh dalam meraih keridhaan Allah dibalik
pekerjaannya.
Daftar Pustaka

An-Nabhani, T. (2003). Hakekat Berpikir. Bogor: Pustaka Thariqul Izzah.

Asmani, Jamal Ma’mur. 2007. Fiqh Sosial: Kiai Sahal Mahfudh. Surabaya:Khalista.

Kepmenkes no.1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di


Apotek.

Qardhawi, Yusuf. 2007. Halal & Haram Dalam Islam. Jakarta: PT. Bina Ilmu Offset.

Anda mungkin juga menyukai