Anda di halaman 1dari 11

ANALISIS KETERCAPAIAN INDIKATOR STANDAR PENDIDIKAN DAN

TENAGA KEPENDIDIKAN PADA SMP NEGERI 18 KOTA BANDUNG

Oleh:
N.Dede Maryam1), Sinta Nurhayati2), Dan Setyo Aji3)

(Mahasiswa Prodi PAI Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati )


Email : dmaryam811@gmail.com
Email : Sintahayati01@gmail.com
Email : Setyoaji96@gmail.com

ABSTRACT
This article aims to find out the achievement of the standards of educators and
education staff in SMP Negeri 18 Bandung. This research is a descriptive qualitative
study with data collection in the form of observation, interviews and documentation.
The results of this study indicate that the standard achievement of Educators and
education personnel in SMP Negeri 18 Bandung is 89.424% when compared with
the entire maximum score that should be achieved in standard forms of educators
and education staff. This study recommends exploring the indicators that have not
been optimally achieved, especially indicators of guidance and counseling educators
and library staff. Even though it has been good, the service for students at school
must be improved. This is inten ded to improve the quality of education services and
satisfaction of community expectations.
Keywords: Profile of achievement of indicators, standards of educators and
education

ABSTRAK
Artikel ini bertujuan untuk mengetahui ketercapaian standar pendidik dan
tenaga kependidikan di SMP Negeri 18 Bandung. Penelitian ini merupakan
penelitian kualitatif deskriptif dengan pengumpulan data berupa observasi,
wawancara dan dokumentasi. Adapun hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
pencapaian standar Pendidik dan tenaga kependidikan di SMP Negeri 18 Bandung
89,424 % jika dibanding dengan seluruh skor maksimum yang seharusnya dicapai
pada borang standar pendidik dan tenaga kependidikan. Penelitian ini
merekomendasikan untuk mendalami indikator-indikator yang belum tercapai
dengan optimal khususnya indikator tenaga pendidik bimbingan dan konseling serta
tenaga perpustakaan. Walaupun sudah baik, namun pelayanan, terhadap peserta
didik disekolah harus ditingkatkan. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan mutu
pelayanan pendidikan dan pemuasan harapan masyarakat.
Kata Kunci: Profil ketercapaian indikator, standar pendidik dan tenaga
kependidikan

181
A. PENDAHULUAN

Regulasi mutu pendidikan ditandai dengan adanya Standar Nasional Pendidikan


(SNP). Pengaturan standar nasional pendidikan meliputi standar isi, standar proses,
standar kompetensi kelulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar
sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan dan standar penilaian
pendidikan. Hakekatnya, pengaturan standar pendidikan dimaksudkan untuk
memastikan setiap lembaga pendidikan memiliki kelayakan sebagai lembaga yang
memberikan pelayanan yang optimal. Sehingga setiap lembaga pendidikan wajib
memiliki semua layanan dengan mengacu kepada depalan standar nasional
pendidikan. Karena standar tersebut berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan,
pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan
nasional yang bermutu. Lembaga pendidikan yang bermutu ditandai dengan kualitas
tenaga pendidik yang bersertifikasi. Diketahui bahwa tenaga kependidikan yang
bersertifikasi pendidik dan tenaga kependidikan yang bersertifikasi non-
kependidikan, dan untuk melaksanakan tugas kedua tenaga kepandidikan tersebut,
diperlukan pengaturan, pengendalian atau pengelolaan melalui manajemen
kependidikan dengan wawasan sumber daya kependidikan (SDK) (Khumaidi, 2014).
Salah satu factor yang mempengaruhi kualitas pendidik dan tenaga
kependidikan adalah profesionalisme kepala sekolah/madrasah (Novianti, 2017).
Sesuai dengan penjelasan permendikbud no 16 tahun 2007 tentang kompetensi
profesional guru, maka seorang guru agama islam baik yang mengajar di madrasah
maupun di sekolah umum wajib memiliki wawasan keilmuan yang terkait dengan
mata pelajaran pendidikan agama islam yaitu mata pelajaran Al-Quran-Hadits,
Fikih, Akidah-Akhlak, dan Sejarah Islam. Perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi telah membawa perubahan di hampir semua aspek kehidupan manusia
dimana berbagai permasalahan hanya dapat dipecahkan kecuali dengan upaya
penguasaan dan peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain manfaat bagi
kehidupan manusia di satu sisi perubahan tersebut juga telah membawa manusia ke
dalam era persaingan global yang semakin ketat. Agar mampu berperan dalam
persaingan global, maka sebagai bangsa kita perlu terus mengembangkan dan
meningkatkan kualitas sumber daya manusianya. Oleh karena itu, peningkatan
kualitas sumber daya manusia merupakan kenyataan yang harus dilakukan secara
terencana, terarah, intensif, efektif dan efisien dalam proses pembangunan, kalau
tidak ingin bangsa ini kalah bersaing dalam menjalani era globalisasi tersebut.
Rumusan tujuan pendidikan tersebut mendapat legal formal dengan adanya Undang
Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dimana
implementasinya dijabarkan ke dalam sejumlah peraturan antara lain Peraturan

182
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 yang sekarang diganti dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP).
Peraturan Pemerintah ini memberikan arahan tentang perlunya disusun dan
dilaksanakan delapan standar nasional pendidikan, dimana salah satu standarnya
adalah standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Secara sederhana implementasi
bisa diartikan pelaksanaan atau penerapan. Impelentasi juga bisa diartikan sebagai
suatu tindakan atau pelaksanaan dari sebuah rencana yang sudah disusun secara
matang dan terperinci. Implementasi biasanya dilakukan setelah perencanaaan sudah
dianggap fix. Di bawah ini ada beberapa definisi tentang implementasi. Menurut
Van Meter dan Van Horn dalam Wahab (2005:65) Implementasi adalah tindakan-
tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu/pejabat-pejabat atau kelompok-
kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan
yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan. Kemudian menurut Mulyasa
(2015:178) Implementasi merupakan suatu proses penerapan ide, konsep, kebijakan,
atau inovasi dalam suatu tindakan praktis sehingga memberikan dampak, baik
berupa perubahan pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap. Kemudian Erwan
Agus Purwanto dan Diah Ratih Sulistyastuti (2015:21) Mengatakan bahwa
Implementasi adalah kegiatan untuk mendistribusikan keluaran kebijakan (to deliver
policy output) yang dilakukan oleh para implementer kepada kelompok sasaran
(target group) sebagai upaya untuk mewujudkan tujuan kebijakan.

B. Pembahasan
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang berarti
mendeskripsikan data disertai dengan interpretasi atau gambaran terhadap
ketercapaian standar pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah. Dalam penelitian
ini digunakan 3 teknik pengumpulan data, yaitu: 1) Observasi, melakukan penelitian
lapangan. 2) wawancara, yakni metode pengumpulan informasi yang dilakukan
dengan memberi pertanyaan langsung kepada responden berkaitan dengan 19
indikator pendidik dan tenaga kependidikan kepada pendidik dan tenaga
kependidikan di sekolah. 3) Dokumentasi. Dokumentasi digunakan untuk mencari
data melalui beberapa arsip dan dokumentasi, surat kabar, majalah, jurnal, dan buku
yang relevan.
Jenis data dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data
primer adalah data yang diperoleh langsung oleh peneliti, yaitu data pendidik dan
tenaga kependidikan yang diperoleh melalui observasi menggunakan lembar
pengamatan pendidik dan tenaga kependidikan. Data sekunder adalah data yang
diperoleh peneliti dari sumber yang sudah ada, yaitu dokumentasi, data administrasi
sekolah dan wawancara dengan pihak sekolah. Data dikumpulkan dengan teknik

183
observasi dan analisis dokumen. Analisis data hasil observasi dilakukan dengan cara
mengkompilasi dan menginterpretasikan secara kualitatif.
Analisis data hasil wawancara diberi skor sehingga diperoleh skor total yang
menunjukkan tingkat ketercapaian indikator-indikator pada standar pendidik dan
tenaga kependidikan. Analisis data hasil pengumpulan dokumen dilakukan untuk
melengkapi hasil pengolahan data observasi dan wawancara. Hasil analisis data secara
keseluruhan akan dijadikan bahan untuk menyusun kesimpulan dan rekomendasi.
Data pendidik dan tenaga kependidikan ini, selanjutnya dibandingkan dengan standar
minimum pendidik dan tenaga kependidikan yang tertuang dalam permen nomor 16
tahun 2007 tentang standar pendidik dan tenaga kependidikan untuk dianalisis
kelayakannya.
C. TEMUAN DAN PEMBAHASAN
Temuan
Berdasarkan hasil pengambilan dan analisis data tentang ketercapaian indikator pada
Standar Pendidik dan tenaga kependidikan pada SMPN 18 Bandung maka dapat
disajikan profil ketercapaian indikator Standar Pendidik dan tenaga kependidikan,
Distribusi Indikator Standar Pendidik dan kependidikan, dan masalah serta tindak lanjut
perbaikan capaian indikator Standar Pendidik dan Tenaga kependidikan sebagai
berikut: (1) Profil Ketercapaian Indikator Standar Pendidik dan Tenaga kependidikan
Profil ketercapaian indikator standar pendidik dan tenaga kependidikan pada SMPN
18 Bandung dapat ditunjukkan dengan grafik pada gambar 1 berikut.
Gambar 1 menunjukkan profil ketercapaian indikator standar pendidik dan tenaga
kependidikan pada SMPN 18 Bandung. Dari 19 indikator, ada 5 indikator yang
perolehan

6
5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
5
4 4
4
3 3
3
2
1
1
0

184
Skor kurang dari 5, yaitu indikator 1, 3, 9, 16 dan 17. Indikator 9 pada standar
pendidik dan tenaga kependidian ini menyangkut aspek jumlah guru BK rasionya satu
orang guru BK itu membimbing 150 siswa maksimal dalam satu sekolah Sedangkan
indikator 16 dan 17 menyangkut tenaga perpustakaan sekolah yang belum memiliki
sertifikat Jumlah skor total yang dicapai pada standar pendidik dan tenaga kependidikan
di atas adalah 85 dari skor maksimal 95. Sehingga secara keseluruhan capaian standar
pendidik dan tenaga kependidikan adalah 89,474
Berdasarkan analisis data di atas, diketahui bahwa indikator yang belum mencapai
skor optimal adalah jumlah rasio guru BK dalam satu sekolah Seperti halnya
disimpulkan oleh kamaludin, (2011) bahwa jumlah guru BK sangat mempengaruhi
terhadap pelayanan kepada siswa dimana bimbingan konseling memainkan peranan
penting dalam sistem pendidikan dan mereka dianggap sebagai psikolog sekolah.
Penyuluh harus mencakup dan mempunyai sasaran untuk mengembangkan serta
memperluas potensi siswa. Demikian pula menurut Zamroni dan Raharjo,S (2015)
bahwa mendayagunaan secara optimal semua komponen atau sumber daya tenaga untuk
menyelenggarakan bimbingan konseling dalam rangka mencapai tujuan yang telah
ditentukan. Senada dengan kedua hasil di atas, Bakti (2017) bahwa rasio guru BK akan
mempengaruhi terhadap implementasi program bimbingan konseling karena harus
didukung oleh ketersediaan sumber daya manusia. yang mendukung pelaksanaan
program. Keahlian konselor adalah berkoordinasi dengan berbagai pihak dalam
melaksanakan program bimbingan dan konseling. Konselor memiliki kepemimpinan
yang kuat dalam menjalankan program bimbingan, dan memiliki keterampilan
manajemen waktu yang proporsional yaitu 80% dari waktu layanan bimbingan dan
konseling direktif pada peserta didik sedangkan 20% dari waktu layanan adalah untuk
kegiatan manajemen program dan dukungan sistem. Bakhan Hearne & Galvin (2015)
menyimpulkan pelayanan bimbingan konseling menjadi tugas seluruh pendidik.
Indikator yang belum optimal dicapai oleh sekolah SMPN 18 Bandung adalah indikator
keenambelas dan ketujuhbelas yaitu menyangkut standar Tenaga perpustakaan sekolah .
Seperti halnya BNSP (2006) pasal 29 tenaga perpustakaan terdiri atas pustakawan dan
tenaga teknis perpustakaan. Pustakawan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
memenuhi kualifikasi sesuai dengan standar nasional perpustakaan. Widiasa, (2007)
bahwa pengelolaan perpustakaan di sekolah masih mengalami berbagai hambatan,
sehingga belum bisa berjalan sebagaimana mestinya. Hambatan tersebut berasal dari dua
aspek. Pertama aspek struktural, dalam arti keberadaan perpustakaan sekolah kurang
memperoleh perhatian dari pihak manajemen sekolah.
Kedua aspek teknis, artinya keberadaan perpustakaan sekolah belum ditunjang
aspek-aspek bersifat teknis yang sangat di butuhkan oleh perpustakaan sekolah seperti
tenaga, dana serta sarana dan prasarana. Demikian pula Nashihuddin, & Aulianto

185
(2016) Pustakawan dituntut untuk senantisa meningkatkan kompetensi profesionalisme
dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Berdasarkan analisis data hasil penelitian-
penelitian ini, maka ketersediaan guru BK akan meningkatkan aktifitas layanan kepada
peserta didik, sedangkan pelayanan perpustakaan hasil pengambilan dan analisis data
tentang ketercapaian indikator pada standar pendidik dan tenaga kependidikan pada
SMPN 18 Bandung maka dapat dijelaskan terkait dengan profil ketercapaian dan
alternative pemecahan masalah sebagai berikut.
Grafik 1 menunjukan komposisi jumlah guru yang memenuhi indiaktor dari standar
pendidik dan tenaga kependidikan yang berjumlah 19 indikator. ada lima indikator
perolehan skornya kurang dari 5, yaitu indikator 1, 3, 9,16 dan 17. Pada indikator 9 di
SMPN 18 hanya memiliki 2 orang guru BK, sedangkan jumlah siswa di SMPN 18
Bandung sebanyak 1052 siswa. Menurut indikator standar pendidik dan tenaga
kependidikan rasio 1 orang guru BK melayani maksimal 150 siswa. Berdasarkan analisis
data di atas diketahui bahwa indikator yang belum mancapai skor optimal adalah jumlah
guru BK yaitu aspek tidak sesuai dengan rasio jumlah siswa. Indikator yang belum
optimal dicapai oleh sekolah SMPN 18 Bandung adalah indikator 16 dan 17. Sedangkan
indikator 9 skore nilainya kurang dari 5 Indiaktor yang paling rendah adalah 5,26 % yang
tidak memenuhi kualifikasi indikator.
Berdasarkan hasil analisis data dan beberapa hasil penelitian indikator rasio guru BK
kemudian berkaitan dengan hasil wawancara, dokumentasi dan observasi tentang
keberhasilan pengelolaan sekolah dapat dicapai, hal ini dapat ditunjukkan oleh antara
lain; tingkat kelulusan, pencapaian ketuntasan belajar dan lulusan yang melanjutkan
sekolah sudah 100% semuanya, pencapaian nilai akreditasi sekolah A, dan beberapa
prestasi yang diraih sekolah mulai tingkat kabupaten, provinsi maupun sampai tingkat
nasional. Berdasarkan hasil wawancara dan dokumentasi dengan kepala sekolah dan
pendidik tentang kemampuan kewirausahaan kepala sekolah dalam menyelenggarakan
kegiatan usaha-usaha sekolah yang dipergunakan untuk pusat sumber belajar peserta
didik juga terlaksana dengan baik. Komposisi kualifikasi Ketercapaian Standar pendidik
dan tenaga kependidikan. Adapun komposisi kualifikasi standar pendidik dan tenaga
kependidikan dapat ditunjukkan dengan diagram grafik berikut:

186
Gambar 2 Komposisi kualifikasi dari Standar PTK. Komposisi kualifikasi dari
standar pendidik dan tenaga kependidikan menunjukkan komposisi kualifikasi
pemecahan masalah dan kesulitan.
Gambar: 2 menunjukan komposisi kualifikasi pemecahan masalah kesulitan dalam
mencapai indiaktor standar pendidik. Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas, terdapat
perbandingan yang signifikan. Dimana tingkat ketercapaian standar pendidik dan tenaga
kependidikan dengan skor maksimal dilambangkan dengan A yakni mendapat persentase
sejumlah 73,3%, sedangkan kualifikasi pendidik dengan skor 4 dilambangkan dengan
B yakni mendapat persentase sejumlah 10,5%. Sisanya yakni 5,25% ialah jumlah rasio
guru BK dengan skor 1 yang dilambangkan dengan E.
Adapun indikator yang tergolong dalam kelompok B yakni indikator 4, indikator 6
sedangkan yang tergolong dalam kelompok C, indikator 16, dan indikator 17. Indikator
9 merupakan pembahasan mengenai rasio guru BK dalam memberikan pelayanan
bimbingan konseling kepada peserta didik, dimana sekolah berusaha memberikan
pelayanan bimbingan konseling kepada peserta didik dengan baik dibantu oleh kepala
sekolah dan Wali kelas ini dirasa cukup membantu guru BK dalam memberikan
pelayanan kepada peserta didik. Sedangkan Indikator 16 dan 17 merupakan pembahasan
mengenai kualifikasi kepala perpustakan dan tenaga perpustakaan serta sarana dan
prasarana berserta kelengkapannya, dimana terdapat pustakawan yang belum mempunyai
sertifikat dan ruang perpustakaan di sekolah ini belum memadai, sehingga
pelayanananya tidak optimal. Sedangkan Indikator 4 merupakan pembahasan mengenai
kualifikasi pendidik yang masih belum S1 atau D4 , kesulitan dalam menyelesaikan
skripsi, karena ketidak mampuan menggunakan IT, tapi sudah mempunyai sertifikat
pendidik, dalam hal ini untuk meningkatkan kompetensinya dengan mengikuti program
MGMP sekolah, seminar, workshop, pelatihan dan lain sebagainya.
Indikator 6 membahas mengenai, kualifikasi pendidik yang tidak sesuai dengan mata
pelajaran yang diampunya dimana sekolah ini, ada 6 orang guru yang tidak memenuhi
standar kualifikasi pendidik dengan matapelajaran yang diampunya, mereka kesulitan
dalam memahami konsep dasar teori pembelajaran, dan berusaha untuk meningkatkan
kompetensi tersebut dengan cara membaca buku,browsing dari internet, bertanya kepada
teman sejawat, serta mengikuti seminar, workhop dan pelatihan. Sedangkan Indikator
187
yang sangat kurang, sehingga memperoleh skor 1 yakni indikator ke 9 yakni membahas
jumlah rasio guru BK dengan jumlah siswa, dimana di sekolah ini hanya ada 2 orang
guru BK, sedangkan jumlah siswa sebanyak 1052 siswa, sehingga guru BK kewalahan
dalam menangani dan melayani peserta didik, untuk menutupi hal tersebut guru BK di
bantu oleh kepala sekolah dan wali kelas, dimana masalah pelayanan kepada peserta
didik di sekolah ini belum terlayani dengan optimal khususnya apabila peserta didik
membutuhkan pelayanan yang menyangkut bimbingan karir. Sedangkan Indikator yang
sangat dirasa kurang, sehingga memperoleh skor 1 yakni indikator ke 16 dan 17 yakni
membahas standar tenaga perpustakaan, dimana di sekolah ini tenaga perpustakaan
belum mempunyai sertifikat sebagai standar minimal tenaga perpustakaan.
Indikator yang belum optimal dicapai dalam penelitian ini adalah indikator 9 yaitu
menyangkut jumlah rasio guru BK dengan siswa dan pelayananannya. Seperti halnya
disimpulkan Kamaluddin, (2011). Rendahnya mutu layanan bimbingan konseling di
sekolah disebabkan jumlah guru BK belum sesuai dengan rasio 1:150 siswa. Demikian
pula. Bhakti, (2017). Implementasi program bimbingan konseling harus didukung oleh
ketersediaan sumber daya manusia yang terampil. Hearne & Galvin (2015) menegaskan
bahwa Pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah menjadi tugas seluruh pendidik
dan tenaga kependidikan.
Berkaitan dengan standar tenaga perpustakaan, Dewi & Suhardini, (2014).
Mengatakan bahwa peran perpustakaan sangat penting disekolah untuk meningkatkan
kualitas proses pembelajaran, namun tenaga perpustakaan sekolah masih dibawah
standar yang ditetapkan pemerintah, maka perlu meningkatkan kemampuan tenaga
perpustakaan melalui pelatihan pengelolaan perpustakaan sekolah. Demikian pula Johan,
(2018). Pustakawan harus kompeten dalam menggunakan TIK, dan mampu mengatur,
menafsirkan informasi yang dibutuhkan guru dan siswa. Anggraeni,
(2016).menyimpulkan perpustakaan sekolah mempunyai peran penting untuk
meningkatkan gemar membaca siswa.
Berdasarkan analisis data dan hasil penelitian-penelitian ini, maka jumlah rasio guru
BK 1:150 siswa dan tenaga perpustakaan yang kompeten (profesional) dalam mengelola
perpustakaan menjadi penting dalam pengelolaan pendidikan di Sekolah. Adanya guru
BK yang sesuai dengan jumlah rasio siswa dapat meningkatkan aktifitas pelayanan
kepada peserta didik. Sedangkan tenaga perpustakaan yang kompeten dalam mengelola
perpustakaan dapat meningkatkan teknis pelayanan yang prima kepada peserta didik,
sehingga siswa nyaman dan senang ketika membaca buku. (1) Alternative solusi untuk
menjawab tantangan. Berdasarkan hasil data ketercapaian ini, (masalah/kekurangan,
hasil triangulasi) kepala sekolah dan wali kelas berupaya untuk membantu guru BK
dalam menangani masalah-masalah yang berkaitan dengan peserta didik, dan sekolah

188
berupaya mengajukan usulan penambahan guru BK kepada Pemerintah Kota Bandung
melalui dinas pendidikan.
Sedangkan yang berkaitan dengan standar kompetensi dan sertifikasi tenaga
perpustakaan, sekolah berupaya untuk meningkatkan kompetensi dan pelayanan
perpustakaan melalui pelatihan, workshop, seminar dan lain sebagainya. Selain itu
strategi kepala sekolah agar siswa gemar membaca buku melalui program literasi dengan
cara membuat perpustakaan kelas, pohon literasi dan membuat peta konsep setiap
membaca buku yang sudah dibacanya. Untuk meningkatkan kualifikasi dan kompetensi
pendidik, sekolah menugaskan pendidik untuk mengikuti seminar, workshop dan
pelatihan juga diharapkan untuk kuliah lagi sesuai dengan mata pelajaran yang
diampunya.

D. SIMPULAN
Jumlah rasio guru BK 1:150 sangat penting dalam melayani peserta didik, karena
kalau tidak sesuai dengan rasio tersebut guru BK akan kewalahan ketika melayani
peserta didik. Implementasi program bimbingan konseling harus didukung oleh sumber
daya manusia yang terampil. Untuk menutupi kekurangan guru BK tersebut sebagaimana
di simpulkan oleh Hearne dan Gavin bahwa bimbingan konseling di sekolah menjadi
tugas seluruh pendidik dan tenaga kependidikan, sehingga semua bersinergi dalam
menangani permasalahan peserta didik. Strategi sekolah dalam meningkatkan
kompetensi dan sertifikasi tenaga perpustakaan adalah dengan mengikutsertakan tenaga
perpustakaan untuk mengikuti seminar, workshop dan pelatihan. Selain itu juga untuk
meningkatkan kebiasaan gemar membaca bagi peseta didik dengan cara membuat
perpustakaan kelas, pohon literasi dan membuat peta konsep dari buku yang sudah di
baca.

189
DAFTAR PUSTAKA
Anggraeni, I. (2016). Strategi Kepala Sekolah Untuk Meningkatkan Gemar Membaca
Siswa di SMP Negeri 2 Balongbendo Sidoarjo. Inspirasi Manajemen Pendidikan,
4(1).
Arikunto, Suharsim. 2000. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Penerbit: Bumi
Aksara Jakarta.
BNSP. 2006. Standar Isi. Jakarta
Bhakti, C. P. (2017). Program bimbingan dan konseling komprehensif untuk
mengembangkan standar kompetensi siswa. JURKAM: Jurnal Konseling Andi
Matappa, 1(2), 131-132.
Efendi, M. (2013). Pengembangan Media Blog Dalam Layanan Informasi Bimbingan
Dan Konseling. Jurnal BK UNESA
Hadis, Abdul, dan Nurhayati. 2010. Manajemen Mutu Pendidikan. Penerbit:
Alfabeta Bandung.
Hearne, L., & Galvin, J. (2015). The role of the regular teacher in a whole school
approach to guidance counselling in Ireland. British Journal of Guidance &
Counselling, 43(2), 229-240.
Irawan, Suhartono. 2000. Metode Penelitian Sosial. Penerbit: PT. Rosda Karya
Johan, R. C. (2018). Analisis Kebutuhan Pelatihan untuk Memenuhi Kompetensi
Literasi Informasi Pengelola Perpustakaan Sekolah. Edulib, 2(2).
Kamaluddin, H.2011. Bimbingan dan konseling sekolah. Jurnal Pendidikan dan
Kebudayaan, 2011, 17.4: 447-454
Khumaidi, "Tenaga Kependidikan Dalam Sistem Pendidikan Nasional (Analisis:
Aspek Sumber Daya Pendidikan)." Edu-Math 4 (2014).
Nashihuddin, W., & Aulianto, D. R. (2016). Strategi Peningkatan Kompetensi dan
Profesionalisme Pustakawan di Perpustakaan Khusus. Jurnal Perpustakaan
Pertanian, 24(2), 51-58.
Novianti, . "Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Profesionalisme
Guru Pendidikan Agama Islam Di SMA Negeri 5 Kendari." Phd Diss., Iain
Kendari, 2017.
Undang- undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Widiasa, I. K. (2007). Manajemen Perpustakaan Sekolah. Jurnal Perpustakaan
Sekolah, Tahun, 1, 1-14
Zamroni, E., & Rahardjo, S. (2015). Manajemen bimbingan dan konseling berbasis
permendikbud nomor 111 tahun 2014. Jurnal konseling gusjigang, 1(1)

190
191

Anda mungkin juga menyukai