Anda di halaman 1dari 9

Uretritis Non Spesifik

URETRITIS NON SPESIFIK


Penulis : Irnizarifka
Erika Khairani
Pendahuluan
Sebelum tahun 1970 hampir 90% kasus uretritis belum diketahui penyebabnya, sedangkan 10%
sudah diketahui penyebabnya, yaitu Gonokok, Trichomonas vaginalis, Candida albicans dan
benda asing. Dengan semakin majunya fasilitas diagnostik sesudah tahun 1970, penyebab
uretritis sudah diketahui 75%, sedangkan sisanya 25% lagi masih dalam taraf penelitian2.
Uretritis merupakan kondisi urologis yang normal terjadi dan sulit ditegakkan diagnosanya oleh
dokter, sehingga mempersulit pemberian pengobatan yang tepat. Organisme seperti Trichomonas
vaginalis, Neiserria gonorrheae, Chlamydial trachomatis dan Mycoplasma spp dilaporkan
menjadi penyebab terjadinya uretritis. Meski demikian, sebagian pasien dengan uretritis tidak
memiliki organisme tersebut. Dengan demikian, diagnosa uretritis khususnya pada pria dengan
tidak adanya penanda inflamasi uretra menjadi sulit, karena belum adanya informasi yang jelas
mengenai komposisi flora uretra pada pria normal maupun penderita uretritis5.
Pada sebuah studi yang dilakukan, didapatkan beberapa mikroorganisme gram positif yang
menjadi mikroflora pada uretra seseorang yang normal. Lactobacilli, Coagulase negative
staphylococci dan Streptococci dilaporkan juga menjadi bagian dari flora normal. Partisipasi dari
beberapa flora normal ini diyakini menjadi bagian untuk mencegah invasi mikroorganisme
oportunistik5.
Uretritis merupakan kondisi inflamasi yang terjadi pada uretra yang dapat disebabkan oleh
proses infeksi atau non infeksi dengan manifestasi discar, disuria, atau gatal pada ujung uretra.
Temuan fisik yang paling sering ditemukan berupa discar uretra, sedangkan temuan laboratorium
menunjukkan adanya peningkatan jumlah leukosit polimorfonuklear dengan pengecatan Gram
pada usapan uretra atau dari sedimen pancaran urin awal. Untuk memudahkan dalam perawatan,
seringkali infeksi uretritis diklasifikasikankan menjadi Uretritis Gonococcal dan Uretritis Non-
gonococcal (disebut pula uretritis non spesifik)3.
Disebut sebagai uretritis gonococcal jika pada pemeriksaan laboratorium ditemukan Neisseria
gonorrhea, sebaliknya jika tidak ditemukan N.gonorrhea disebut sebagai urethritia non
gonococcal atau uretritis non spesifik. Kedua klasifikasi diatas termasuk dalam kategori penyakit
dengan transmisi secara seksual7.
Infeksi Chlamidya trachomatis pada banyak negara merupakan penyebab utama infeksi yang
ditularkan melalui hubungan seksual. Laporan WHO tahun 1995 menunjukkan bahwa infeksi
oleh C. trachomatis diperkirakan 89 juta orang. Di Indonesia sendiri sampai saat ini belum ada
angka yang pasti mengenai infeksi C. trachomatis6.
Definisi
Uretritis Non Spesifik (UNS) memiliki pengertian yang lebih sempit dari Infeksi Genital Non
Spesifik, dimana peradangan hanya pada uretra yang disebabkan oleh kuman non spesifik. Yang
dimaksud dengan kuman spesifik adalah kuman yang dengan fasilitas laboratorium biasa atau
sederhana dapat ditemukan seketika, misalnya gonokok, Candida albicans, Trichomonas
vaginalis dan Gardnerella vaginalis2.
Uretritis Non Spesifik ditandai dengan keluarnya sekret dan/atau disuria, tetapi mungkin juga
asmtomatik. Chlamydial trachomatis merupakan mikroorganisme tersering di negara maju yang
menular melalui kontak seksual. Mikroorganisme ini utamanya menyerang traktus genitalia4.
Epidemiologi
Uretritis Non Spesifik banyak ditemukan pada orang dengan keadaan sosial ekonomi lebih
tinggi, usia lebih tua dan aktivitas seksual yang lebih tinggi. Juga ternyata pria lebih banyak
daripada wanita dan golongan heteroseksual lebih banyak daripada golongan homoseksual2.
Chlamydia trachomatis merupakan penyebab Uretritis Non Spesifik (UNS) terbanyak dibanding
dengan organisme lain. Dari berbagai studi dilaporkan bahwa 30 – 60 % dari penderita UNS
dapat diisolasi C. trachomatis, selanjutnya 4 – 43 % dari pria penderita gonore dan 0 – 7 % dari
pria dengan uretritis asimtomatik6.
Etiologi
Uretritis non spesifik adalah inflamsi pada uretra yang disebabkan oleh infeksi selain
gonococcal. Etiologi dari uretritis non spesifik dapat disebabkan oleh bakterial, viral, ataupun
parasit. Banyak organisme berbeda yang berperan dalam terjadinya uretritis terutama agen
bakteri basil Gram negative seperti E.Coli, Proteus, Klebsiella atau Enterobacter. Namun pada
kasus uretritis non spesifik yang dapat ditularkan secara seksual agen yang sangat berperan
adalah8 :
Bakteri : Chlamydia trachomatis, Ureaplasma urealyticum, Haemophylus vaginalis, dan
Mycoplasma genitalium.
Viral : Herpes simpleks, Adenovirus.
Parasit : Trichomonas vaginalis.
Tabel I. Etiologi Uretritis Menular Seksual
Gonococcal :
N. gonorrhea
Nongonococcal :
C. trachomatis, 15-40%
M. genitalium, 15-25 %
Lain-lain, 20-50 %
T. vaginalis, 5-15%
U. urealyticum. <15%
HSV, 2-3%
Adenovirus, 2-4%
Haemophilus sp., jarang
Tidak diketahui
1. Infeksi Chlamydial trachomatis
Telah terbukti bahwa lebih dari 50% kasus Uretritis Non Spesifik disebabkan oleh kuman ini.
Chlamydial trachomatis merupakan parasit intraobligat, menyerupai bakteri gram negatif.
Chlamydial trachomatis penyebab Uretritis Non Spesifik ini termasuk subgroup A dan
mempunyai tipe serologic D-K2.
Mikroorganisme ini menginfeksi 3-5% wanita muda yang secara seksual aktif. Prevalensi
kejadian pada pria tidak diketahui tetapi diperkirakan rendah. Prevalensi secara keseluruhan
diyakini meningkat, dikarenakan terdapat banyak infeksi yang tidak diketahui sehingga tidak
mendapatkan terapi. Terhitung 89 juta infeksi terjadi di dunia setiap tahunnya, dengan 4-5 juta
penderita berada di USA. Infeksi klamidial terjadi lebih banyak pada kelompok usia di bawah 25
tahun, dengan 1 atau lebih partner seksual, minim kontrasepsi, pengguna pil kontrasepsi dan
pelaku aborsi kehamilan4.
Dalam perkembangannya, Chlamydial trachomatis mengalami 2 fase. Fase pertama (non
infeksiosa) terjadi keadaan laten yang dapat ditemukan pada genitalia maupun konjungtiva. Pada
saat ini, kuman bersifat intraseluler dan berada di dalam vakuol yang letaknya melekat pada inti
sel hospes (disebut badan inklusi). Sedangkan fase kedua (penularan) bila vakuola pecah kuman
keluar dalam bentuk badan elementer yang dapat menimbulkan infeksi pada sel hospes yang
baru2.
Species C. trachomatis mempunyai 515 serovar, dimana serovar A,B dan C menyebabkan
tarchoma, serovar D sampai K menyebabkan infeksi genital, serovar L1 sampai L3 menyebabkan
limfogranuloma venereum (LGV) 6.7. Chlamydia merupakan bakteri obligat intraselular, hanya
dapat berkembang biak di dalam sel eukariot hidup dengan membentuk semacam koloni atau
mikrokoloni yang disebut Badan Inklusi (BI). Chlamydia membelah secara benary fision dalam
badan intrasitoplasma. C. trachomatis berbeda dari kebanyakkan bakteri karena berkembang
mengikuti suatu siklus pertumbuhan yang unik dalam dua bentuk yang berbeda, yaitu berupa
Badan Inisial6.
Chlamydial trachomatis merupakan bakteri pathogen intraseluler yang mengakibatkan reaksi
inflamasi. Pathogenesis dari sekuel inflamasi kronis dipercaya dimediasi oleh agen imunologis.
Tetapi hal ini masih dalam penelitian4.
Chlamydial trachomatis adalah bakteri Gram negatif obligat intraseluler, dan merupakan
penyebab penyakit menular seksual yang paling sering terjadi. Diperkirakan terjadi 4 juta kasus
infeksi Chlamydia tiap tahunnya dengan angka prevalensi > 10 %, atau 15-40% dari kasus
uretritis non spesifik atau dua kali prevalensi dari kasus Gonorrhea. Traktus urogenital
merupakan daerah yang paling sering terinfeksi oleh C. trachomatis. Transmisi terjadi melalui
rute oral, anal, atau melalui hubungan seksual. Gejala terjadi dalam 1-3 minggu setelah infeksi.
Namun demikian, sering terjadi infeksi asimtomatik sebesar 80% pada wanita dan 50 % pada
pria. Co-infeksi dengan penyakit menular seksual lainnya sering kali terjadi terutama gonorrhea7.
Manifestasi penyakit yang paling umum terjadi pada infeksi C. trachomatis adalah uretritis,
ditandai dengan discharge encer atau mukoid pada uretra, dapat disertai dengan disuria. Pada
infeksi rectum menyebabkan proktitis pada wanita maupun pria. Infeksi juga dapat termanifestasi
sebagai Lymphogranuloma venerum3.
Infeksi menular melalui kontak penetrasi seksual termasuk seks oral. Pada beberapa kasus
didapatkan penularan non kontak seksual, tetapi sangat jarang terjadi. Kebanyakan wanita yang
terinfeksi akan mengalami periode asimtomatik dalam hitungan bulan hingga tahun, tetapi 10-
40% akan mengalami penyakit peradangan pelvis. Masa inkubasinya tidak diketahui. Bayi yang
lahir dari ibu yang terinfeksi akan mengalami konjungtivitis klamidial (30-50%) atau pneumonia.
Pada pria, uretritis dikeluhkan dalam kurun waktu 1 bulan setelah mendapat pajanan infeksi,
tetapi sekitar 50% kasus asimtomatik4.
Terapi yang direkomendasikan adalah doksisiklin 100 mg bd untuk 7 hari atau azitromisin 1
gram per oral dosis tunggal. Keduanya sama secara klinis sama efektif. Pada wanita hamil,
eritromisin 500 md bd untuk 14 hari atau amoksisilin 500 mg td adalah obat pilihan, tetapi
penggunaan amoksisilin masih dalam perdebatan4.
2. Infeksi Ureaplasma urealyticum dan Mycoplasma hominis
Ureaplasma urealyticum merupakan 25% sebagai penyebab Uretritis Non Spesifik dan sering
bersamaan dengan infeksi Chlamydial trachomatis. Dahulu dikenal dengan nama T-strain
mycoplasma. Mycoplasma hominis juga sering bersama-sama dengan infeksi Ureaplasma
urealyticum. Mycoplasma hominis sebagai penyebab Uretritis Non Spesifik masih diragukan,
karena kuman ini bersifat komensal yang dapat menjadi pathogen dalam kondisi tertentu.
Ureaplasma urealyticum merupakan mikroorganisme paling kecil, gram negative dan sangat
pleomorfik karena tidak memiliki dinding sel yang kaku2.
3. Infeksi Mycoplasma genitalium
Mycoplasma sp. merupakan salah satu mikroorganisme terkecil yang dapt berkoloni di traktur
respirasi dan urogenital. Mycoplasma memiliki 13 spesies, 4 diantaranya menginfeksi traktus
genital, yaitu Mycoplasma hominis, M. genitalium, Ureaplasma parvum, dan U. urealyticum.
Sekitar 40-80 % wanita yang aktif secara seksual mengalami kolonisasi genital dari ureaplasma.
Organisme ini juga berperan dalam 20-30% kasus uretritis nonspesifik8.
Pasien dengan infeksi mycoplasma genital sering tidak terdiagnosis, karena gejala yang timbul
biasanya dikaitkan dengan patogen lain yang lebih umum seperti Chlamydia. Seperti halnya
Chlamydia, infeksi mycoplasma genital mengakibatkan uretritis, cervicitis, PID, endometritis,
salpingitis, dan chorioamnionitis. Spesies lainnya dpat menyebabkan infeksi pernapasan, arthritis
septic, pneumonia neonatal, dan meningitis8.
4. Infeksi Trichomonas vaginalis
Organisme lain seperti Trichomonas vaginalis dan virus herpes simpleks hanya berperan kecil
dalam kejadian kasus uretritis non spesifik. T. vaginalis merupakan protozoa yang menyebabkan
kondisi yang dinamakan trikomoniasis. T. vaginalis menginfeksi epitel vagina dan uretra,
menyebabkan ulserasi. Infeksi pada wanita menyebabkan timbulnya keputihan yang berbau,
berwarna kuning kehijauan, disertai pruritus, eritema dan dispareunia. Pada pria seringkali
asimtomatis, keluhan yang muncul berupa discar uretra, nyeri berkemih yang terasa panas, dan
frekuensi8.
5. Alergi
Ada dugaan bahwa Uretritis Non Spesifik disebabkan oleh reaksi alergi terhadap komponen
sekret alat urogenital pasangan seksualnya. Alasan ini dikemukakan karena pada pemeriksaan
sekret Uretritis Non Spesifik tersebut ternyata steril dan pemberian obat antihistamin dan
kortikosteroid mengurangi gejala penyakit2.
6. Bakteri
Mikroorganisme penyebab Uretritis Non Spesifik ini adalah Staphylococcus dan Diphteroid.
Sesungguhnya bakteri ini dapat tumbuh komensal dan menyebabkan uretritis hanya pada
beberapa kasus2.
Gejala Klinis
Tanda dan gejala Uretritis Gonococcal (UG) dan Uretritis Non-Gonococcal (UNG) pada
dasarnya adalah sama, namun berbeda pada derajat keparahan gejala yang timbul. Kedua uretritis
baik gonococcal maupun non-gonococcal menyebabkan adanya lendir, dysuria, dan gatal pada
uretra. Lendir yang sangat banyak, dan purulen lebih sering pada gonorrhea, sedangkan pada
kondisi UNG, lendir yang dihasilkan lebih sedikit dan mukoid. Pada UNG, lendir sering hanya
muncul pada pagi hari, atau hanya terlihat seperti krusta yang melekat di meatus atau terlihat
seperti bercak pada pakaian dalam. frekuensi, hematuria, dan urgensi sering terjadi pada kedua
jenis infeksi. Masa inkubasi jauh lebih pendek pada infeksi gonorrhea, yaitu dalam 2-6 hari,
sedangkan pada UNG, gejala muncul dalam 1-5 minggu setelah infeksi, dengan masa inkubasi
rata-rata 2-3 minggu7.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Kreiger yang membandingkan manifestasi klinis uretritis
gonococcal, chlamydial, dan trichomonal. Hanya 55% pria dengan trichomoniasis yang
mengalami lendir uretra, dibandingkan pada infeksi Chlamydia 82%, dan 93% pada gonorrhea.
Lendir yang dihasilkan pada infeksi N. gonorrhea, 82% berjumlah sangat banyak dan purulen.
Berbeda dengan infeksi Chlamydia dan Trichomonal dengan sedikit lendir berwarna jernih atau
mukoid7.
Tanda pada Pria
Gejala baru mulai timbul biasanya setelah 1-3 minggu kontak seksual dan umumnya tidak
seberat gonore. Gejalanya berupa disuria ringan, perasaan tidak enak di uretra, sering kencing
dan keluarnya duh tubuh seropurulen. Dibandingkan dengan gonore, perjalanan penyakit lebih
lama karena masa inkubasi yang lebih lama dan ada kecenderungan kambuh kembali. Pada
beberapa keadaan tidak terlihat keluarnya cairan duh tubuh, sehingga menyulitkan diagnosis.
Dalam keadaan demikian sangat diperlukan pemeriksaan laboratorium. Komplikasi yang dapat
terjadi berupa prostatitis, vesikulitis, epididimitis dan striktur uretra2.
Tanda pada Wanita
Infeksi lebih ringan terjadi di serviks bila dibandingkan dengan vagina, kelenjar Bartholin atau
uretra sendiri. Sama seperti pada gonore, umumnya wanita tidak menunjukkan adanya gejala.
Sebagian kecil dengan keluhan keluarnya duh tubuh vagina, disuria ringan, sering kencing, nyeri
daerah pelvis dan dispareunia. Pada pemeriksaan serviks dapat dilihat tanda-tanda servisitis yang
disertai adanya folikel-folikel kecil yang mudah berdarah. Komplikasi dapat berupa bartholinitis,
proktitis, salfingitis dan sistitis. Peritonitis dan perihepatitis juga pernah dilaporkan2.
Diagnosis
Diagnosis secara klinis sukar untuk membedakan infeksi karena gonore atau non-gonore.
Menegakkan diagnosis servisitis atau uretritis oleh klamidia, perlu pemeriksaan khusus untuk
menemukan atau menentukan adanya C. trachomatis. Pemeriksaan laboratorium yang umum
digunakan sejak lama adalah pemeriksaan sediaan sitologi langsung dan biakan dari inokulum
yang diambil dari specimen urogenital. Baru pada tahun 1980an ditemukan tehnologi
pemeriksaan terhadap antigen dan asam nukleat C. trachomatis2.
Pemeriksaan menyeluruh pada pasien dengan penyakit menular seksual, termasuk uretritis,
sangat penting dalam mengarahkan terapi yang tepat. Kuantitas discar pada uretritis dapat
dikategorikan “banyak” (mengalir secara spontan dari uretra), “sedikit” (keluar hanya jika uretra
di ekspos), “sedang” (keluar secara spontan, namun hanya sedikit). Warna dan karakter
discharge uretra harus diperhatikan. Lendir berwarna kekuningan atau hijau disebut sebagai
lender purulen. Lendir berwarna putih yang bercampur cairan jernih dinamakan lender
“mukoid”. Jika hanya lendir bening, dinamakan “jernih”. Adanya inflamasi pada meatus uretra,
edema penis, dan pembesaran kelenjar limfe juga harus diperhatikan7.
Pemeriksaan sitologi langsung dengan pewarnaan giemsa memiliki sensitivitas tinggi untuk
konjungtivitis (95%), sedangkan untuk infeksi genital rendah (pria 15%, wanita 41%). Sitologi
dengan Papaniculou sensitivitasnya juga rendah, 62%. Hingga saat ini pemeriksaan biakan masih
menjadi baku emas pemeriksaan klamidia. Spesifitasnya mencapai 100%, tetapi sensitivitasnya
bervariasi bergantung pada laboratorium yang digunakan (nilai berkisar 75-85%). Prosedur,
tehnik dan biaya pemeriksaan biakan ini tinggi serta perlu waktu 3 hingga 7 hari2.
Metode pendeteksian antigen ada beberapa cara, yaitu Direct Fluorescent Antibody (DFA) yang
menggunakan antibodi monoklonal atau poliklonal dengan mikroskop imunofluoresen dan
Enzyme Immuno Assay (EIA) atau Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA) yang
menggunakan antibodi monoklonal atau poliklonal dengan alat spektrofotometri. Metode
pendeteksian terbaru adalah dengan cara mendeteksi asam nukleat C. trachomatis. Hibridisasi
DNA Probe (Gen Probe) mendeteksi DNA CT lebih sensitive dibanding Elisa karena dapat
mendeteksi DNA dalam jumlah kecil melalui proses hibridisasi. Cara lain menggunakan
Amplifikasi Asam Nukleat (Polimerase Chain Reaction dan Ligase Chain Reaction) 2.
Dalam sebuah studi yang dilakukan pada tahun 2008, didapatkan hasil bahwa tidak diperlukan
adanya investigasi lebih lanjut menggunakan mikroskopi pada penderita yang asimtomatik
karena hanya presentase kecil penderita didapatkan hasil yang positif akan bakteri patogen1.
Penegakan diagnosis uretritis didasarkan pada tanda klinis serta pemeriksaan laboratorium,
sebagai berikut:
1. Discar purulen atau mukopurulen.
2. Pengecatan Gram pada sekresi uretra menunjukkan adanya >5 leukosit per lapang
pandang. Pengecatan Gram merupakan tes diagnostik yang umum digunakan untuk
mengevaluasi uretritis. Pemeriksaan ini cukup sensitif dan spesifik untuk menentukan
adanya uretritis dan ada tidaknya infeksi gonococcal. Infeksi gonococcal ditegakkan jika
ditemukan diplococcus intraseluler pada leukosit.
3. Tes leukosit esterase pada pancaran urin pertama yang menunjukkan hasil positif atau
pemeriksaan mikroskopis pancaran urin pertama menunjukkan ≥10 leukosit per lapang
pandang besar.
Jika tidak ada kriteria diatas yang positif, pasien harus di tes untuk konfirmasi infeksi N.
gonorrhea atau C. trachomatis. Jika hasil tes menunjukkan infeksi N. gonorrhea atau
C.trachomatis, pasien harus diberikan perawatan yang sesuai, pasangan seksual ikut untuk
menjalani tes7.
Penatalaksanaan
Secara umum, manajemen obat yang paling efektif adalah golongan tetrasiklin dan eritromisin.
Di samping itu dapat juga digunakan gabungan sulfa-trimetoprim, spiramisin dan kuinolon2.
Beberapa dosis obat yang dapat digunakan sebagai pada tabel berikut.
Tabel II. Medikamentosa
Medikasi Dosis
Tetrasiklin HCl 4 x 500mg sehari
selama 1 minggu atau
4 x 250mg sehari
selama 2 minggu
Oksitertrasiklin 4 x 250mg sehari
selama 2 minggu
Doksisiklin 2 x 100mg sehari
selama 1 minggu
Eritromisin 4 x 500mg sehari
selama 1 minggu atau
4 x 250mg sehari
selama 2 minggu
(untuk penderita tidak
tahan tetrasiklin, hamil,
atau < 12 tahun)
Sulfa- 2 x 2 tablet sehari
trimetoprim selama 1 minggu
Azitromisin 1 gram dosis tunggal
Spiramisin 4 x 500mg sehari
selama 1 minggu
Ofloksasin 2 x 200 mg sehari
selama 10 hari
Pasien dengan infeksi klamidia harus dimonitor selama 2 minggu. Pemberian informasi kepada
pasangan, pencegahan hubungan seksual sementara serta penyelesaian terapi dengan benar harus
dicek. Dalam hal ini pasangan maupun semua orang yang memiliki kontak seksual langsung
dengan penderita harus diidentifikasi dan diberikan saran untuk mendapatkan terapi serupa4.
Pengobatan untuk infeksi mycoplasma genital, sama dengan pengobatan pada chlamydia.
Fluorokuinolon dapat digunakan sebagai terapi alternatif untuk M. Hominis dan Ureaplasma sp.
pada kondisi resistensi terhadap antibiotik lain3.
Prognosis
Kadang-kadang tanpa pengobatan, penyakit lambat laun berkurang dan akhirnya sembuh sendiri
(50-70% dalam waktu sekitar 3 bulan). Setelah pengobatan, kira-kira 10% penderita akan
mengalami eksaserbasi atau rekurensi2.
REFERENSI
1. Blume A. et al, 2008. Should Men with Asymptomatic Non Specific Uretritis be
Identified and Treated. International Journal of STD and AIDS.
2. Djuanda A. dkk, 2008. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 5. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Indonesia.
3. Fauci K.B., Jameson H.B., 2005. Harrison’s Principles of Internal Medicine 16th Edition.
USA : Mc Graw Hill Companies.
4. Horner P., 2002. Chlamydia and Nonspecific Uretritis. Journal of Paediatrics, Obstetrics
and Gynaecology.
5. Ivanov Y.B., 2005. Microbiological Features of Persistent Nonspecific Uretritis in Men.
Journal of Microbiology, Immunology and Infection 2007;40:157-161.
6. Karmila N., 2001. Infeksi Chlamidia Trachomatis. Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatra Utara.
7. Odom R.B., 2000. Andrew’s Diseases of the Skin Clinical Dermatology 9th Edition.
Saunders Philadelpia.
8. Wolff K. et al, 2008. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 7th Edition Volume
1 and 2. McGraw Hill Medical.

Rate This

Masukan ini dipos pada Agustus 15, 2010 1:38 am dan disimpan pada Tak Berkategori . Anda dapat mengikuti
semua aliran respons RSS 2.0 dari masukan ini Anda dapat memberikan tanggapan, atau trackback dari situs anda.
Tinggalkan Balasan
Klik di sini untuk membatalkan balasan.
Top of Form

Nama (wajib)

E-mail (wajib)

Situs web

Kirim Komentar 29 0

1286031705

Beritahu saya mengenai komentar-komentar selanjutnya melalui surel.

Beritahu saya tulisan-tulisan baru melalui surel.


Bottom of Form

Blog pada WordPress.com. Theme: Black Letterhead by Ulysses Ronquillo.

Anda mungkin juga menyukai