AlBaqarah 159 New
AlBaqarah 159 New
Referensi: https://tafsirweb.com/632-surat-al-baqarah-ayat-159.html
Nabi s.a.w. juga pernah bersabda:
ِ ِ ِ ِِ
ضاً اب أ َْرَ َص َ َمثَ ُل َما َب َعثَيِن َ اهللُ َعَّز َو َج َّل بِه م َن اهْلَُدى َو الْع ْل ِم َك َمثَ ِل الْغَْيث الْ َكثرْيِ أ
ًت ِمْن َها بُ ْق َعة ِ
ْ َ َو َكان،ب الْ َكثْيَر َ شْ ع
ُ ل
ْ ا وَ َ أَلكَ ل
ْ ا ت َ ََ
ِ َفَ َكانَت ِمْنها ب ْقعةً قَبِل
ِ َت الْماء فَأَْنبت
َُ َ ْ
ِ ت الْماء َفَن َفع اهلل عَّز و ج َّل هِب ِ
ْ َ َو َكان،َّاس فَ َش ِربُ ْوا مْن َها َو َس ُق ْوا َو َز َرعُ ْوا
ت َ َ َ َ َ ُ َ َ َ أ َْم َس َك
ن ال ا
ِ
ُ ِك َماءً َو الَ ُتْنب
َ ت َكأَل ُ ِمْن َها طَائَِفةً قْي َعا ٌن الَ مُتْ ِس
“Perumpamaan Allah ‘azza wa jalla mengutus aku dengan petunjuk (hidayah) dan ilmu laksana hujan
lebat yang menyirami bumi. Ada tanah yang bisa menerima (menyerap) air hujan, lalu menumbuhkan
rumput maupun tumbuhan lainnya. Ada pula tanah yang dapat menampung air hujan itu, sehingga
tersimpan berbentuk seperti sungai atau laut. Lalu Allah ‘azza wa jalla memberi manusia karunia untuk
memanfaatkannya. Maka manusia bisa minum, mencuci dan bercocok tanam dari air-air tersebut. Dan
ada pula tanah yang gersang, tidak mampu menahan air, dan tidak pula bisa menumbuhkan rumput
maupun tumbuhan lainnya.” (8013).
“Permisalan petunjuk dan ilmu yang Allah mengutusku dengannya adalah bagai ghaits (hujan
yang bermanfaat) yang mengenai tanah. Maka ada tanah yang baik, yang bisa menyerap air
sehingga menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dan rerumputan yang banyak. Di antaranya juga
ada tanah yang ajadib (tanah yang bisa menampung air, namun tidak bisa menyerap ke
dalamnya), maka dengan genangan air tersebut Allah memberi manfaat untuk banyak orang,
sehingga manusia dapat mengambil air minum dari tanah ini. Lalu manusia dapat memberi
minum untuk hewan ternaknya, dan manusia dapat mengairi tanah pertaniannya. Jenis tanah
ketiga adalah tanah qi’an (tanah yang tidak bisa menampung dan tidak bisa menyerap air).
Inilah permisalan orang yang memahami agama Allah, bermanfaat baginya ajaran yang Allah
mengutusku untuk membawanya. Dia mengetahui ajaran Allah dan dia mengajarkan kepada
orang lain. Dan demikianlah orang yang tidak mengangkat kepalanya terhadap wahyu, dia
tidak mau menerima petunjuk yang Allah mengutusku untuk membawanya.” (HR. Bukhari dan
Muslim).
Bukhari membawakan hadits ini dalam kitab shahihnya pada Bab “Orang yang berilmu dan
mengajarkan ilmu.” An Nawawi membawakan hadits ini dalam Shahih Muslim pada Bab
“Permisalan petunjuk dan ilmu yang Allah mengutus Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
dengannya.”
Keterangan Hadits:
ِ ِ ِ ِِ
: قال.م. عن النيب ص,عن أيب موسى، ضا ً اب أ َْر
َ َص َ َمثَ ُل َما َب َعثَىِن اللَّهُ بِه م َن اهْلَُدى َوالْع ْل ِم َك َمثَ ِل الْغَْيث الْ َكث ِري أ
َفَن َف َع اللَّهُ هِبَا، َت الْ َماءِ ت ِمْنها أَج ِادب أَمس َك ِ ِ ِ ِ ِ ِ
َ ْ ُ َ َ ْ َ َو َكان، ب الْ َكث َري َ فَأَْنبَتَت الْ َكألَ َوالْعُ ْش، َفَ َكا َن مْن َها نَقيَّةٌ قَبلَت الْ َماء
ِ ِ
، ًت َكأل ُ ِ َوالَ ُتْنب، ًك َماء ُ إِمَّنَا ه َى ق َيعا ٌن الَ مُتْ ِس، ُخَرى ِ ِ وأَصاب، فَ َش ِربوا وس َقوا وزرعوا، النَّاس
ْ ت مْن َها طَائ َفةً أ ْ َ َ َ ُ َََ ْ َ َ ُ َ
ِ ِ ِ ِ ِ
َومَلْ َي ْقبَ ْل، ك َرأْ ًسا َ َو َمثَ ُل َم ْن مَلْ َيْرفَ ْع بِ َذل، َف َعل َم َو َعلَّ َم، ك َمثَ ُل َم ْن فَقهَ ىِف دي ِن اللَّ ِه َونَ َف َعهُ َما َب َعثَىِن اللَّهُ بِِه
َ فَ َذل
) (أخرجه الشيخان و أمحد وهده.ت بِِه ِ ِ ِ
ُ ُه َدى اللَّه الَّذى أ ُْرس ْل
Perumpamaan yang dimaksudkan adalah, gambaran yang menakjubkan dan bukan kata-
kata biasa pada umumnya.
ْالهُدَىadalah petunjuk yang mengantarkan kepada yang diinginkan, sedangkan ilmu yang
dimaksud adalah pengetahuan tentang dalil-dalil syariah.
ٌ( نَقِيَّةSubur). Dalam riwayat Al Khaththabi dan Humaidi dalam kitab Hasyiah, Abu Dzarr
menggunakan kata-kata ثعبةyang berarti tempat tergenangnya air di pegunungan dan padang
pasir. Menurut Al Khathabi, Al-Qadhi Iyadh mengatakan “Ini adalah sebuah kesalahan dan
dapat menyalahi makna, karena kata ٌ( نَقِيَّةSubur), merupakan sifat bagian tanah yang pertama
yanh bisa menumbuhkan sesuatu. Sedangkan apa yang disebutkan ثعبةcocok untuk sifat bagian
tanah yang kedua yang tergenang airnya.” Dia mengatakan, “Dapat kita pastikan dalam semua
jalur riwayat Bukhari menggunakan kata-kata ٌ( نَقِيَّةSubur), yaitu seperti dalam riwayat Muslim
( طائفة صيبةbagian yang baik).”
( قَبِلَتmenyerap) tapi dalam riwayat Ushaili menggunakan lafadz قَبِلَتdan ini merupakan
kesalahan dalam penulisan seperti yang akan disebutkan nanti.
Dalam menyebutkan lafadz ب ْ ( ْالعrumput ) setelah lafadz َ ْال َكألtermasuk metode
َ ُشـــ
penyebutan yang lebih spesifik, karena َ ْال َكألmencakup tumbuhan yang kering dan tumbuhan yang
َ ْال ُع ْشhanya untuk tumbuhan yang kering saja.
basah, sedangkan ب
Dalam riwayat Abu Dzarr menggunakan lafadz اخــاذاتyang artinya tanah yang tidak
menyerap air sebagai ganti lafadz ُأَ َجا ِدب. Sedangkan dalam riwayat selain Abu Dzarr atau dalam
Shahih Muslim menggunakan lafadz ُ أَ َجا ِدبyang berarti tanah yang keras yang tidak menyerap
air. Adapun Ismail meriwayatkannya dari Abu Ya'la dari Abu Karib dengan menggunakan ُأَ َجا ِدب
dan sebagian juga mengatakan أجاردyang artinya tanah lapang yang tidak ditumbuhi tumbuhan.
( وزرعوdan bercocok tanam), sedangkan Muslim dan Nasa'i dan Abu Karib menggunakan
lafadz ( ورعوdan menggembala). Menurut Imam Nawawi, kedua lafadz tersebut dapat
dibenarkan. Al Qadhi lebih mengutamakan riwayat Muslim tanpa alasan, karena riwayat dengan
lafadz وزرعواmenunjukkan cocok tanam yang dilakukan secara langsung sehingga sesuai dengan
anjuran untuk menuntut ilmu dengan segera. Walaupun riwayat وزرعواsangat tepat dengan kata
( فأنبتتmenumbuhkan), namun yang dimaksudkan adalah sesuatu yang layak tumbuh. Kemudian
Al-Qadhi mengatakan, bahwa perkataan وزرعواkembali kepada tanah yang subur karena tanah
yang keras tidak bisa menghasilkan tumbuh-tumbuhan.
ٌ قِي َعyaitu tanah datar yang licin dan tidak bisa menumbuhkan tumbuh-tumbuhan.
ان
فقهdengan mendhammahkan huruf qaf yang berarti menjadikan dia sebagai orang yang
mengerti dan memahami.
Al-Qurtubi dan yang lain-lain mengatakan, bahwa Rasulullah ketika datang membawa
ajaran agama, beliau mengumpamakannya dengan hujan yang diperlukan ketika mereka
membutuhkannya. Demikianlah kondisi manusia sebelum Rasulullah diutus. Seperti hujan
menghidupkan tanah yang mati, demikian pula ilmu agama dapat menghidupkan hati yang mati.
Kemudian beliau mengumpamakan orang yang mendengarkan ilmu agama dengan
berbagai macam tanah yang terkena air hujan, diantara mereka adalah orang alim yang
mengamalkan ilmunya dan mengajar. Orang ini seperti tanah subur yang menyerap air sehingga
dapat memberi manfaat bagi dirinya, kemudian tanah tersebut dapat menumbuhkan tumbuh-
tumbuhan sehingga dapat memberi manfaat bagi yang lain.
Diantara mereka ada juga orang yang menghabiskan waktunya untuk menuntut ilmu
namun dia tidak mengerjakan, akan tetapi dia mengajarkannya untuk orang lain, maka dia
bagaikan tanah yang tergenangi air sehingga manusia dapat memanfaatkannya. Orang inilah
yang diindikasikan dalam sabda beliau, "Allah mempermudah seseorang yang mendengar
perkataan-perkataanku dan dia mengerjakannya seperti yang dia dengar" Diantara mereka ada
juga yang mendengar ilmu namun tidak menghafal atau menjaganya serta mengamalkannya dan
tidak pula mengajarkannya kepada orang lain, maka dia seperti tanah yang tidak dapat menerima
air sehingga merusak tanah yang ada di sekelilingnya.
Dikumpulkannya perumpamaan bagian pertama dan kedua, adalah karena keduanya
sama-sama bermanfaat. Sedangkan dipisahkannya bagian ketiga karena tercela dan tidak
bermanfaat.
Kemudian dalam setiap perumpamaan terdiri dari dua kelompok. Perumpamaan pertama
telah kita jelaskan tadi, sedang perumpamaan kedua, bagian pertamanya adalah orang yang
masuk agama (Islam) namun tidak mendengarkan ilmu atau mendengarkan tapi tidak
mengamalkan dan tidak mengajarkannya. Kelompok ini diumpamakan dengan tanah tandus
sebagaimana yang diisyaratkan oleh Nabi Shallalahu Alaihi Wasallam dalam sabdanya: “(Orang
yang tidak mau memikirkan) atau dia berpaling dari ilmu sehingga dia tidak bisa
memanfaatkannya dan tidak pula dapat memberi manfaat kepada orang lain.”
Adapun bagian kedua adalah orang yang sama sekali tidak memeluk agama, bahkan telah
disampaikan kepadanya pengetahuan tentang agama Islam, tapi ia mengingkari dan kufur
kepadanya. Kelompok ini diumpamakan dengan tanah datar yang keras, dimana air mengalir di
atasnya tapi tidak dapat memanfaatkannya. Hal ini diisyaratkan dengan perkataan beliau, ولم يقبل
( هدى هللا الذي أرسلت بهDan tidak peduli dengan petunjuk Allah). At-Thibi mengatakan, "Manusia
terbagi menjadi dua. Pertama, manusia yang memanfaatkan ilmu untuk dirinya namun tidak
mengajarkannya kepada orang lain. Kedua, manusia yang tidak memanfaatkan untuk dirinya,
tapi ia mengajarkan kepada orang lain. Menurut saya kategori pertama masuk dalam kelompok
pertama, karena secara umum manfaatnya ada walaupun tingkatnya berbeda. Begitu juga dengan
tanaman yang tumbuh, diantaranya ada yang subur dan memberi manfaat kepada manusia dan
ada juga yang kering. Adapun kategori kedua walaupun dia mengerjakan hal-hal yang wajib dan
meninggalkan yang sunnah, sebenarnya dia termasuk dalam kelompok kedua seperti yang telah
kita jelaskan; dan seandainya dia meninggalkan hal-hal wajib, maka dia adalah orang fasik dan
kita tidak boleh mengambil ilmu darinya. Orang semacam ini termasuk dalam, من لم يرفع بذينك رأسا.
Wallahu A’lam.
(Ishaq berkata. "Dan ada diantara bagian bumi yang digenangi air). Ishaq adalah Ibnu
Rahawaih. Dia meriwayatkan hadits ini dari Abu Usamah dengan menyangkal keberadaan
kalimat ini. Al-Ushaili mengatakan hal tersebut merupakan kekeliruan dari lshaq. Yang lain
mengatakan, “Kalimat itu benar, dan artinya adalah menyerap. Sedangkan Al-Qailu artinya
minum di tengah hari.” Al Qurthubi membantah, karena maksudnya tidak terbatas minum di
tengah hari. Menurut saya. “Itu adalah makna asal dari kata tersebut, dan tidak ada larangan
untuk menggunakannya selain makna aslinya.”
(Tanah yang digenangi air). Lafadz ini terdapat dalam riwayat Al-Mustamli. Lafadz قيعان
dalam hadits diatas adalah bentuk plural dari قيناعyaitu lembah yang tidak menampung air.
Catatan: Dalam riwayat Karimah terdapat kalimat tersebut "Ibnu lshaq berkata...'' Sesungguhnya
Syaikh Al-lraqi menguatkan lafadz ini (Ibnu Ishaq), walaupun saya belum pernah mendengar
hal itu dari beliau. Sedangkan dalam riwayat Ash-Shaghani juga ada, "Ishaq berkata dari Abu
Usamah." Riwayat ini telah menguatkan riwayat yang pertama.