Anda di halaman 1dari 4

MUTIARA DI UJUNG SUMATERA

Pagi itu matahari sudah naik sepenggalah dan seperti biasanya sayapun sudah bersiap
untuk melakukan berbagai aktifitas dihari itu. Kukayuh “Onthel Tua” yang menyusuri Jln.
Asparaga yang waktu itu sudah banyak orang berlalu-lalang dengan bersepeda. Sepeda
merupakan alat transportasi favorit dari hampir ratusan orang yang setiap hari melintasi jalan
itu dengan berbagai kesibukan nya. Kebanyakan dari mereka adalah Peserta/Member dari
puluhan lembaga kursus yang ada disekitar Kampung Inggris Pare. Iya, waktu itu sudah
hampir 4 bulan lamanya semenjak saya meninggalkan kota kelahiran tercinta “Lampung” dan
tinggal di Kampung Inggris, Kec. Pare, Kab. Kediri Jawa Timur. Sebuah Kampung yang
terkenal bahkan sampai ke Negara tetangga sebagai tempat untuk memperdalam kemampuan
berbahasa Inggris, karena terdapat puluhan bahkan ratusan Lembaga Kursus / Pelatihan
Bahasa Inggris, sayapun termasuk peserta yang mengikuti kursus Bahasa Inggris disalah satu
lembaga kursus yang ada disana.

Oh yaa,, sebelum saya lanjutkan cerita ini, Perkenalkan nama saya Feri Andesfa, saya
lahir dan tumbuh disebuah kabupaten paling bungsu di Lampung, yakni Pesisir Barat.
Sebuah kabupaten yang sudah dikenal oleh berbagai pelancong dari Australia, Eropa bahkan
Amerika sebagai tempat ‘Surganya Surfing” di Sumatra. Keindahan alam dan pantai serta
ketinggian gelombang mencapai 5-10 meter menjadi daya tarik tersendiri bagi para surfer
dari berbagai dunia. Saya mengenyam pendidikan Sekolah Dasar sampai Menengah Atas di
sekolah yang ada di Pesisir Barat, Kemudian pada Agustus 2009 saya melanjutkan Pedidikan
di salah satu Perguruan Tinggi Negeri yang ada di Bandar Lampung yakni Institut Agama
Islam Negeri Raden Intan Lampung (IAIN Raden Intan) yang pada saat ini berganti
Nomenklatur menjadi Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung (UIN RI Lampung).
Di IAIN Raden Intan Lampung saya mengambil Program Study Pendidikan Biologi Fakultas
Tarbiyah dan Keguruan, yang saya selesaikan studinya pada Februari 2014. Alhamdulilah, 2
bulan setelah saya menyelesaikan studi, saya diterima bekerja pada sebuah Perusahaan
Budidaya Udang terbesar di Indonesia yaitu PT. Central Proteins Prima Grup. Saya diterima
di anak perusahaan PT.CPP yang ada di Lampung yaitu PT. Central Pertiwi Bahari, menjadi
staf Research & Development Department. Jobdesk saya pada Perusahaan ini adalah
melakukan Research, Application and Monitoring pada product obat penyakit Udang seperti
Bakteri, Virus dan Jamur. Singkat cerita, pada tahun 2016 PT. Central Pertiwi Bahari
mengalami Collaps sehingga 2000 orang lebih karyawan harus dirumahkan (PHK) termasuk
saya, Per November 2016 semua karyawan di OFF kan. Untuk mengisi waktu setelah
berhenti bekerja saya memutuskan untuk pergi ke Kampung Inggris Pare, Kediri.

Hari itu pertengahan Maret 2017 seperti biasa saya sedang berada didalam kelas
mengikuti program bimbingan dari lembaga kursus di Kampung Inggris Pare, tiba-tiba
terdengar suara ringtone dari HP menandakan sebuah pesan masuk yang kebetulan saat itu
HP saya letakan di dalam tas. Beberapa menit kemudian saya membuka Pesan tersebut yang
ternyata adalah sebuah pesan di grup whatsapp, didalam pesan tersebut seorang teman
mengirimkan sebuah pamflet pengumuman dari Dinas Pendidikan Dan Kebudayaan
Lampung terkait Rekrutmen Para Sarjana Muda Untuk dijadikan Guru di daerah terpencil,
terluar dan terisolir pada Program Lampung Mengajar. Berawal dari pesan whatsapp tersebut
cerita ini dimulai. Saya memutuskan untuk pulang ke Lampung dan mendaftarkan diri pada
Program Lampung Mengajar.

Singkat cerita, pada tanggal 20 April 2017 diumumkan hasil seleksi tahap akhir
peserta Lampung Mengajar yang diumumkan melalui website DISDIKBUD Lampung. Dari
500an orang yang mendaftar menjadi peserta program Lampung Mengajar, pada
pengumuman tersebut hanya terdapat 73 nama peserta yang dinyatakan lulus sampai tahap
akhir, dan alhamdullilah nama saya termasuk yang tertulis di pengumuman tersebut. Setelah
dinyatakan lulus menjadi peserta program Lampung Mengajar, kami para peserta Lampung
Mengajar di berikan Pendidikan dan Pelatihan (DIKLAT) selama satu bulan. Ditambah
dengan peserta Lampung Mengajar tahun sebelumnya, total ada 120 orang yang mengikuti
Pelatihan dan Pendidikan ini.

Selama satu bulan penuh, kami para peserta Lampung Mengajar mendapatkan
pelatihan baik secara teori maupun praktik tentang bagaimana menjadi seorang guru yang
professional yang tidak hanya mampu mentransfer pengetahuan tetapi juga mampu mendidik
dan menjadi inspirasi bagi peserta didik. Dikarenakan lokasi tugas Lampung Mengajar adalah
daerah-daerah terluar, terpencil dan terisolasi dilampung, kami juga dibekali pengetahuan
tentang bagaimana cara bersosialisasi, mengenal adat istiadat, serta cara survive pada
keadaan tertentu.

Pada suatu malam di minggu terkhir masa DIKLAT, panitia Lampung Mengajar
mengumumkan Lokasi sekolah Penempatan Lampung Mengajar untuk melakukan survey
lokasi. Penentuan lokasi tugas ini adalah hak dari panitia Lampung Mengajar jadi kami tidak
diperkenankan memilih lokasi tugas masing-masing. Satu persatu nama peserta dan lokasi
sekolah tempat bertugas disebutkan oleh panitia, yang kala itu di umumkan oleh bpk. Liyus
Gustian. Setelah hampir semua peserta Lampung Mengajar disebutkan nama dan lokasi
sekolahnya, nama saya tak kunjung disebut, sehingga membuat rasa penasaran dan deg-
degan. Beberapa saat kemudian, bpk. Liyus berkata “ Siapa yang belum disebutkan namanya,
Silahkan maju kedepan !”, mendengar ucapan dari bpk. Liyus secara spontan sya langsung
bagnkit dari tempat duduk dan menuju kedepan, sembari berjalan saya melihat ada dua orang
yang ikut bangkit dan kedepan ruang pertemuan malam itu. Mereka berdua adalah Reki
Fahlevi dan M. Eko Setiawan yang nantinya akan menjadi Partner saya dilokasi tugas.
Setelah kami bertiga ada didepan, bpk Liyus kembali berkata “ Berikan tepuk tangan untuk
mereka bertiga ini “ secara serentak semua yang hadir di ruangan itu memberikan applause,
sedangkan kami bertiga merasa kebingungan dan was-was akan ditugaskan dimana. “Kalian
bertiga saya tugaskan di SMAN 2 Bangkunat Belimbing” bpk. Liyus menambahkan. Setelah
kami diberikan nama dan no Hp dari Kepala Sekolah SMAN 2 Bangkunat Belimbing, kami
dipersilahkan untuk kembali ketempat duduk semula.

Malam itu menjadi malam yang sangat membuat penasaran, karena tidak satupun dari
kami bertiga yang tahu dimana lokasi dan keadaan sekolah yang akan kami survey dan
nantinya menjadi tempat kami bertugas. Sempat mencari informasi mengenai lokasi dan
kondisi sekolah di google tetapi informasi yang kami dapat sangat tidak memuaskan, jika
melihat dari gambar yang ditampilkan di google keadaan sekolah sudah cukup bagus,
halaman sekolah sudah di Paping block, tempat parkir yang luas, dan lingkungan sekolah
yang asri, tetapi yang membuat kami ragu saat itu adalah tidak adanya plang sekolah yang
bertuliskan “SMAN 2 Bangkunat Belimbing. Dalam pikiran saya saat itu,kalau melihat dari
nama sekolahnya “Bangkunat Belimbing” berarti sekolah tersebut berada di kec. Bangkunat
Belimbing salah satu kecamatan yang ada di kabupaten Pesisir Barat, kabupaten tempat
kelahiran saya, artinya tidaklah terlalu jauh dari rumah.

Keesokan harinya kami menelpon Kepala Sekolah SMAN 2 Bangkunat Belimbing


bpk. Atik, S.Pd MM., untuk mengkonfirmasi bahwa kami akan melakukan survey kesekolah
dan meminta arahan bagaimana transportasi ke lokasi sekolah. Kebetulan saat itu saya yang
menelpon langsung beliau, setelah memperkenalkan diri dan menjelaskan maksud kami
untuk survey, saya menanyakan transportasi ke sekolah.

“ Jadi gimana kami kesekolah pak ?“ Tanyaku melalui Hp,


“Ya.. kalian bisa naik Bis, atau travel kearah Krui, kemudian nanti berhenti dipasar Way
Heni, setelah sampai di pasar Way Heni nanti dalanjutkan naik ojek “ jawab beliau.
“tapi kalau bisa kalian harus sudah berada di Pasar Way Heni sebelum zuhur, karena laut
surutnya zuhur” tambah beliau.
Mendengar jawaban dari beliau tentang laut surut, membuat saya bertanya, “ kok harus
nunggu laut surut pak, emang nyebrang laut ya pak ? “ tanyaku.
“Enggak nyebrang laut, cuma jalannya itu lewat pinggir pantai dan ada beberapa muara yang
belum ada jembatannya, jadi kalau laut pasang ya muaranya gk bisa dilewati motor” jawab
beliau.
‘Wah bakal seru nih perjalanan nya” pikirku dalam hati, “berapa jam ya pak perjalanan
kesekolah naik ojek ?” tanyaku lagi.
“ Satu sampai dua jam, tergantung kondisi jalan dan lautnya” timpal beliau.
“Lumayan lama ya pak, ongkosnya biasanya berapa ya pak ?” memberanikan diri bertanya.
“Biasanya kalau musim hujan begini ongkos ojek 200 ribu per orang sekali jalan, jadi PP 400
ribu”, Jawab beliau.
Mendengar jawaban beliau, membuat kami bertiga kaget dengan mahalnya ongkos ojeknya,
semakin penasaran dengan lokasi sekolah dan kondisi jalan yang akan dilalui, kemudian saya
menutup percakapan dihp sembari mengucapkan terima kasih.
Keesokan harinya, kami beserta 3 orang peserta lain yang di tugaskan satu kabupaten
dengan kami berangkat menuju Pesisir Barat Menggunakan Travel yang sudah saya hubungi
hari sebelumnya. Sekitar pukul 05.00 pagi setelah sholat subuh dan menyiapkan beberapa
keperluan, kami berangkat ke Pesisir Barat. Setelah menempuh perjalanan beberapa jam,
sekitar pukul 10.00 kami tiba di Pasar Way Heni. Saya bersama Reki dan Eko, turun dipasar
Way Heni sedangkan 3 peserta yang lain melanjutkan perjalanan, kami langsung mencari
motor ojek yang bersedia mengantarkan kami ke lokasi sekolah. Beberapa saat kemudian,
kami mendapat 3 motor ojek, setelah bernegosiasi dengan ojek, mereka akan mengantarkan
setelah siang dan menjemput pada keesokan harinya dengan biaya 400 ribu perorang.

Anda mungkin juga menyukai