PBLK
PBLK
PENDAHULUAN
Penyakit ini pertama kali di deskripsikan oleh pecrival Pott pada tahun 1779
yang menemukan adanya hubungan antara kelemahan alat gerak bawah dengan
lumbosakral.
dari 8 juta penduduk di seluruh dunia meninggal oleh karena TB. Insiden spondilitis
Dalam laporan WHO tahun 2013 diperkirakan terdapat 8,6 juta kasus TB pada
tahun 2012 di mana 1,1 juta (13%) diantaranya adalah merupakan TB dengan HIV
persennya merupakan tuberkulosis ekstra paru. Satu hingga lima persen penderita
Indonesia adalah penyumbang terbesar ketiga setelah India dan China yaitu
dengan penemuan kasus baru 583.000 orang pertahun, kasus TB menular 262.000
sekitar 4000 kasus setiap tahun di Amerika, tempat yang paling sering terkena
TB. TB tulang dan sendi terjadi pada 5%-10% anak yang terinfeksi, dan paling
banyak terjadi dalam 1 tahun, namun dapat juga 2-3 tahun kemudian. Spondiolisis
TB sering terjadi pada pria, dan pada kondisi paraplegia non-traumatik sperti pada
lansia, wanita karena kehamilan, persalinan dan nifas dan kemunginan kecil pada
anak-anak tetapi rentan menyerang usia remaja. Pada pasien dengan HIV positif,
insiden spondiolis TB bisa meningkat 500 kali lebih tinggi daripada yang HIV
besar kelompok usia produktif dari kelompok sosioekonomi lemah. Walau upaya
TB dan tidak lepas mengenai pada tulang, dan kini Indonesia adalah negara
sekitar 14.158 kasus dan mengalami peningkatan menjadi 17.026 kasus pada tahun
2012 (Dinkes Sumut, 2015). Pada tahun 2013 juga mengalami peningkatan sebesar
17.459 kasus (82,57%) namun pada tahun 2014 terjadi penurunan menjadi 15.414
peningkatan dari tahun 2013. Angka penemuan TB pada tahun 2013 yaitu sebesar
21.079 kasus dengan 3.037 kasus spondiolisis TB, sedangkan pada tahun 2014
(74,74%) serta angka keberhasilan pengobatan sebesar 79,03%. Selain itu, dari 39
puskesmas yang ada di Kota Medan terdapat 764 penderita spondiolisis TB. Dari
Kesehatan Republik Indonesia tahun 2011 melaporkan bahwa Indonesia telah diakui
keberhasilannya dalam pengendalian TB, hal ini dibuktikan dalam laporan Global
Report Update tahun 2009 bahwa Indonesia berhasil menurunkan posisinya dari
dunia.
Berdasarkan observasi Praktik belajar lapangan, menemukan satu kasus atau
penyakit yaitu Spondiolisi pada pasien Ny.A di Ruangan I Rumah Sakit Tingkat II
Putri Hijau Medan. PBLK ini dilaksanakan di mulai bulan Februari 2020 sampai
dengan maret 2020. Kegiatan yang dilakukan selama praktek belajar lapangan
Desember) yaitu: Demam thypoid, Diare, Faringitis, TB Paru, Spondiolis TB, asma
Hijau Kesdam I/BB Medan bahwa banyak pasien dengan spondiolis TB yang
jadwal minum obat dan kurang pengetahuan tentang apa penyebab terjadinya
penyakit TB. Dari uraian diatas maka penulis tertarik membahas tentang Manajemen
Pada Pasien Ny. A Di Ruang I Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Kesdam I/BB
Medan.
1.2 Rumusan Masalah
1.3.1. TujuanUmum
terhadap pasien, sehingga dapat berkompetisi dalam menghadapi dunia kerja yang
nyata kelak.
adalah untuk menambah referensi terkait dengan konsep dan teori yang dibahas
sakit dapat menggunakan tenaga mahasiswa sebagai tukar pikiran. Selain itu juga
intervensi terbaru.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
dan sering dikenal dengan Pott’s disease of the spine atau tuberculousvertebral
Penyakit ini pertama kali dideskripsikan oleh pecrival Pott pada tahun 1779
yang menemukan adanya hubungan antara kelemahan alat gerak bawah dengan
kurtuva tulang belakang, tetapi hal tersebut tidak dihubungkan dengan basil
tuberkulosa hingga ditemukan hasil tersebut oleh Koch tahun 1882, sehingga etiologi
infeksi kuman lain. Proses radang tersebut merusak ruas tulang belakang sampai
membentuk tulang agak runcing ke depan. Tekanan gaya berat mengakibatkan tulang
(Hassan, 2016).
seorang pasien Tuberkulosis batuk dan percikan ludah yang mengandung bakteri
terutama malam hari, penurunan berat badan, kehilangan nafsu makan, mudah lelah,
batuk, nyeri dada,sesak nafas dan terdapat masa di tulang belakang, kiposis, kadang-
kadang berhubungan dengan kelemahan dari tungkai dan paraplegi (Crofton, 2016).
2.1.2. Etiologi
3. Basil TB mempunyai dinding sel lipoid sehingga tahan asam. Sifat ini
dimanfaatkan oleh robert Koch untuk mewarnainya secara khusus. Karena itu
4. Karena pada umumnya Mycobacterium tahan asam, secara teoritis BTA belum
tentu identik dengan basil TB. Namun, karena dalam keadaan normal jarang
6. Basil TB sangat rentan terhadap sinar matahari, sehingga dalam beberapa menit
saja akan mati. Ternyata ketentuan ini terutama terhadap gelombang cahaya ultra
violet. Basil TB juga rentan terhadap panas-basah, sehingga dalam 2 menit saja
basil TB yang berada dalam lingkungan basah sudah akan mati bila terkena air
bersuhu 100% oC. Basil TB juga akan mati dalam beberapa menit bila terkena
tempat lain tumbuh , 90-95 % di sebabkan oleh mikobakterium tuberkolosis tipik (2/3
dari human dan 1/3 dari tipe bovin) dan 5-10% oleh mikobakterium tuberkolosa
aseptik. Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap
asam pasa pewanaan.Oleh karena itu di sebut pula dengan basil tahan asam (BTA).
Kuman TB cepat mati dengan sinar matahari tetapi dapat bertahan hidup berberapa
jam 10 di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dominan
bawah dan lumbal atas, sehingga diduga adanya infeksi sekunder dari suatu
tuberkolosa traktus urinarius, yang penyebarannya melalui Pleksus batson pada vena
para vertebralis. Meskipun menular, tetapi orang tertular tuberkolosis tidak semudah
tertular flu penurana penyakit ini memerlukan waktu pemaparan yang cukup lama
dan intensive dengan sumber penyakit menurut mayoclinic, seseorang yang kesehatan
fisik nya baik memerlukan kontrak dengan penderita TB aktif setidaknya 8 jam sehari
a. Merokok
kronik & kanker kandung kemih. Adat merokok meningkatkan efek buat
Indonesia per orang per tahun yakni 230 batang, relatif lebih rendah bersama
430 batang/orang/tahun di Sierra Leon, 480 batang/orang/tahun di Ghana &
seluruh negeri berkembang lebih dari 50% berjalan terhadap cowok dewasa,
Kuman TB dapat serta-merta mati kalau terkena sinar matahari segera, namun
bakal berkukuh hidup sewaktu sekian banyak jam di area yang gelap dan
lembab.
c. Keadaan rumah
Keadaan rumah bakal jadi salah satu aspek dampak penularan penyakit TB.
Atap, dinding dan lantai mampu jadi ruang perkembang biakan kuman. Lantai
Luas lantai bangunan rumah sehat mesti pass buat penghuni di dalamnya,
artinya luas lantai bangunan rumah tersebut mesti disesuaikan bersama jumlah
e. Tingkah Laku
Tabiat bisa terdiri dari wawasan, sikap dan perbuatan. Wawasan penderita TB
berpengaruh kepada sikap dan prilaku yang merupakan orang sakit dan
f. Faktor Usia
adalah usia, type kelamin, ras, asal negeri bidang, juga infeksi AIDS. Dari
kebanyakan TB.
h. Tingkat Pendidikan
penyakit TB, maka bersama wawasan yang pass sehingga seorang dapat coba
buat memiliki tabiat hidup bersin dan sehat. diluar itu tingkat pedidikan
i. Ventilasi
menjaga supaya aliran hawa didalam rumah tersebut masihlah segar. Faktor
penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ini dapat yaitu
j. Pencahayaan
Utk mendapatkan cahaya pass kepada siang hri, digunakan luas jendela kaca
minimum 20% luas lantai. Bila peletakan jendela kurang baik atau kurang
leluasa sehingga akan dipasang genteng kaca. Cahaya ini amat sangat utama
dikarenakan sanggup membunuh bakteri-bakteri patogen di dalam rumah,
contohnya basil TB, sebab itu rumah yg sehat mesti memiliki jalan masuk
cahaya yg lumayan.
l. Status Gizi
memiliki dampak 3,7 kali utk menderita TB berat di bandingkan dengan orang
yang status gizinya lumayan atau lebih. Kekurangan gizi kepada satu orang
tuberkulosis beragam tergantung pada tingkat kondisi tubuh penderita, akan tetapi
gejala klinis yang paling sering ditemui pada penderita antara lain (Crofton, 2016).
1. Berat badan menurun selam 3 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas, atau
3. Demam lama yang berulang tanpa sebab yang jelas, disertai keringat di malam
hari
7. Gejala lanjut (jaringan paru-paru sudah banyak yang rusak), pucat, anemia
lemah.
penyakit secara perlahan. Gejala tuberkulosis primer dapat berupa demam yang
naik turun 1-2 minggu dengan atau tanpa batuk dan pilek.
merta muncul. Pada saat-saat awal, 4-8 minggu setelah infeksi, biasanya hanya
berikutnya (3-9 bulan setelah infeksi), tidak napsu makan, kurang gairah, dan berat
flek. Pada saat itu, kemungkinannya ada dua, apakah akan muncul gejala
Tuberkulosis yang benar-benar atau sama sekali tidak muncul. Ini tergantung
kekebalan. Kalau anak kebal (daya tahan tubuhnya bagus), Tuberkulosisnya tidak
muncul tapi bukan berarti sembuh. Setelah bertahun-tahun bisa saja muncul, bukan di
paru-paru lagi melainkan di tulang, ginjal, otak, dan sebagainya. Ini yang berbahaya
2.1.4 Klasifikasi
Spondilitis TB merupakan suatu tulang yang sifatnya sekunder dari TBC yang
penyakit ini sering karena penyebaran hematogen dari infeksi traktus irinarius
melaluai pleksus Batson, infeksi vertebra di tanda dengan proses desruksi tulang
progresif tetapi melambat di bagian depan, anterior vertebral body (Harsono, 2006).
granulasi TBC akan penetrasi ke korteks dan terbentuk abses paravertebral yang
dapat menjalar ke atas bawah lewat ligamentum longitudianl anterior dan posterior
(Savant, 2007).
(Savant,2007) yaitu :
a. Stadium Impalantasi
Setelah bakteri berada dalam tulang, apabila daya tahan tubuh penderita
selama 6-8 minggu, keadaan ini umumnya terjadi pada derah prasdikus.
b. Stadium destruksi
Tejadi destruksi korpus vertebra dan penyempitan yang ringan pada diskus
Pada stadium ini terjadi destruksi yang massif, kolpas vertebra, dan berbentuk
massa kaseosa serta pus yang berbentuk cold abses, yang terjadi 2-3 bulan
diskus intervertebralis. Pada saat ini terbentuk tulang baji terutama di depan
d. Stadium gangguan
paraplegia yaitu :
a) Derajat I
Kelemahan pada anggtoa gerak bawah setelah beraktivitas atau berjalan jauh.
Kelemahan pada anggota gerak bawah tetepi penderita masih dapat melakukan
pekerjannya.
c) Derajat III
Kelemahan pada anggota gerak bawah yang membatasi gerak atau aktivitas di
d) Derajat IV
Gangguan saraf sensoris dan mototris di sertai dengan gangguan defekasi dan
miksi. TBC paraplegia atau Poot paraplegia dapat terjadi secara dini atau
lambat tergantung dari keadaan penyakitnya. Pada penyakit yang masih aktif,
paraplegia terjadi karena ada tekanan ekstradural dari abses paravertebral atau
pada penyakit yang tidak aktif atau sembuh terjadi karena tekanan pada
perlahan dan dapat terjadi deruksi tulang di sertai angulasi dan gangguan
vaskuler vertebra.
Stadium ini terjadi kurang lebih 3-5 tahun setelah stadium implantasi kifosis
atau gibbus bersifat permanen karena kerusakan vertebra yang passif di depan.
2.1.5 Pemeriksaan Penunjang
2017) yaitu :
a. Pemeriksaan laboratorium
yang apa digunakan seperti sinar- X, CT- scan dan (MRI) Magnetic Resonane
Sinar-X merupakan radiologis awal yang paling sering dilakukan dan berguna
untuk penapisan awal. Proteksi yang di ambil sebaiknya dua jenis Ap dan
lateral. Pada fase awal, akan tampak lesi osteotik pada bagian anterior badan
b. CT- Scan
CT- Scan dapat juga berguna untuk memandu tindakan biopsi perkutan dan
(Nawas, 2010).
a. Terapi Konservaif
Dapat dilakukan dengan cara pergerakkan ringan pada tangan dan kaki yang
bertujuan untuk mengurangi nyeri dan spasme otot , serta mengurangi destrusi
b. Terapi Operatif
2.1.8Komplikasi
tuberkulosa yaitu :
a. Potts paraplegia
Muncul pada stadium awal di sebabkan tekanan eksradural oleh pus maupun
sequster atau invasi jaringan garnulasi pada medula spinalis. Paraplegia ini
saraf. Muncul pada stadium lanjut di sebabkan oleh terbentuknya fibrosis dari
Pada vetebra thorakal maka nanah akan turun ke dalam pleira sehingga
turun ke otot iliopsoas membentuk psoas abses yang merupakan cold abses.
Potts paraplegia, prognosa baik) atau dapat juga langsung karena keterlibatan
prognosa buruk). Jika cepat di terapi sering berespon baik (berbeda dengan
membedakan paraplegi karena tekanan atau karena invasi dura dan corda
spinalis.
2.1.9 Patofisologi
Jika tulang terinfeksi, bagian dalam tulang yang lunak (sumsum tulang
sebelah luar tulang yang kaku, maka pembuluh darah di dalam sumsum bisa tertekan,
menyebabkan berkurangnya aliran darah ketulang. Tanpa aliran darah yang memadai,
bagian dari tulang bisa mati. Tulang yang biasanya terlindung dengan baik dari
infeksi, bisa mengalami infeksi melalui 3 cara , aliran darah, penyebaran langsung,
Paru merupakan port d’entree lebih dari 98% kasus infeksi TB, karena ukuran
bakteri sangat kecil 1-5 μ, kuman TB yang terhirup mencapai alveolus dan segera
sehingga kuman yang tidak mati akan bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam
Diawali dari fokus primer kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju
ke kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke
limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus
primer terletak di lobus bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah
kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika fokus primer terletak di apeks paru, yang
antara fokus primer, kelenjar limfe regional yang membesar (limfadenitis) dan
rentang waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh
hingga mencapai jumlah 104 yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons
saluran pernapasan dan saluran cerna dengan perjalanan infeksi berlangsung dalam 4
fase:
dalam jaringan paru timbul reaksi radang yang melibatkan sistem imun
tubuh dan membentuk afek primer. Bila basil terbawa ke kelanjar limfe
dihilus akan timbul limfadenitis primer, suatu granuloma sel epiteloid dan
primer.
mungkin juga dapat sembuh sempurna atau menjadi laten atau dorman.
3. Fase Laten, Kompleks primer ataupun reaksi radang di tempat lain dapat
menjadi dorman. Fase ini terjadi pada semua organ selama bertahun-tahun.
mengalami reaktivasi.
4. Fase reaktivasi, Fase ini dapat terjadi di paru atau diluar paru. Reaktivasi
sarang infeksi dapat menyerang berbagai organ selain paru yaitu ginjal,
kelenjar limfe, tuba, tulang, otak, kelenjar adrenal, saluran cerna dan kelenjar
mammae.
Perjalanan infeksi pada vertebra melalui 2 jalur utama yaitu arteri dan vena,
serta jalur tambahan. Jalur utama berlangsung secara sistemik mengalir sepanjang
arteri ke perifer masuk ke dalam korpus vertebra, berasal dari arteri segmental lumbal
yang memberikan darah ke separuh dari korpus yang berdekatan, di mana setiap
korpus diberi nutrisi oleh 4 buah arteri. Di dalam korpus ini berakhir sebagai artery
korpus vertebra mengalir ke pleksus Batson pada daerah perivertebral. Pleksus ini
lumbal dan pelvis. Jika terjadi aliran balik akibat perubahan tekanan pada dinding
mikobakteriemia dari infeksi primernya. Fokus primer mungkin aktif atau hanya
diam, tampak nyata atau laten, baik di paru, kelenjar limfe mediastium, mesenterium,
atau di wilayah leher atau ginjal maupun organ dalam yang lain. Basil M. tuberculosis
mungkin berjalan dari paru ke spinal melalui pleksus venosus paravertebral Batson,
melalui drainase limfatik ke kelanjar paraaorta. Pada individu sehat respons imun
terjadi hyperemia, edema sumsum tulang belakang dan osteoporosis. Destruksi tulang
terjadi progresif, akibat lisis jaringan tulang di bagian anterior, serta adanya iskemi
Hal ini akan menyebabkan hilangnya kekuatan mekanis tulang untuk menahan berat
badan sehingga kemudian akan terjadi kolaps vertebra dengan sendi intervertebral
dengan lengkung saraf posterior yang tetap intak, jadi akan timbul deformitas
kerusakan, level lesi dan jumlah vertebra yang terlibat yang sering disebut sebagai
gibbus. Bila sudah timbul deformitas ini, maka hal tersebut merupakan tanda bahwa
Di regio torakal kifosis tampak nyata karena adanya kurvatura dorsal yang
normal; di area lumbar hanya tampak sedikit karena adanya normal lumbar lordosis
di mana sebagian besar dari berat badan ditransmisikan ke posterior sehingga akan
terjadi parsial kolaps; sedangkan di bagian servikal, kolaps hanya bersifat minimal,
kalaupun tampak hal itu disebabkan karena sebagian besar berat badan disalurkan
melalui prosesus artikular. Dengan adanya peningkatan sudut kifosis di regio torakal,
penyakit sistemik.
secara sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis.
Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh. Organ yang
dituju adalah organ yang mempunyai vaskularisasi baik, misalnya otak, tulang, ginjal,
dan paru sendiri, terutama apeks paru atau lobus atas paru. Bagian pada tulang
belakang yang sering terserang adalah peridiskal terjadi pada 33% kasus spondilitis
TB dan dimulai dari bagian metafisis tulang, dengan penyebaran melalui ligamentum
longitudinal. Anterior terjadi sekitar 2,1% kasus spondilitis TB. Penyakit dimulai dan
Menyebar
Dx : Ansietas kepembuluh darah
Femuralis Eksophagus
tersumbat eksodat
Dx : Gangguan
Mobilitas Fisik
Dx : Nutrisi Kurang dari Gangguan
kebutuhan Tubuh menelan
2.2.1 Pengkajian
1) Nama
2) Jenis kelamin
3) Umur
5) Alamat
6) Pekerjaan
b. Riwayat Kesehatan
b) Nyeri punggung
c) Batuk
d) Sputum
2). Kesehatan dahulu: Jenis gangguan kesehatan yang baru saja di alami,
hipertensi (-), diabetes (-),Tbc (+)
2) Pada usia lanjut perlu ditanya apakah ada perubahan pola pernapasan,
cepat lelah sewaktu naik tangga, sulit bernafas, sewaktu berbaring atau
apakah bila flu sembuhnya lama
1) Tentang pekerjaan
1) Gejala :
c) Kesulitan tidur pada malam atau demam malam hari, menggigil dan
atau berkeringat
2) Tanda :
1) Gejala :
2) Tanda :
h. Makanan / cairan
1) Gejala :
c) Penurunan BB
2) Tanda :
i. Nyeri / kenyamanan
1) Gejala :
2) Tanda :
j. Keamanan
1) Gejala :
2) Tanda :
k. Interaksi sosial
1) Gejala :
a) Perasaan isolasai / penolakan karena penyakit menular
1) Gejala :
m. Pertimbangan
n. Rencana pemulangan :
2. Pemeriksaan Fisik
N : 100x/menit, reguler
RR : 24x/menit
S : 36,8 0c
Skala nyeri : 7
c. Pemeriksaan Head to too
1. Kepala dan rambut
a. Kepala
Bentuk : Bulat, simetris ka/ki
Ubun-ubun : Trauma kepala tidak ada, tumor/ penonjolan massa
tidak ada
Kulit kepala : Bersih, tanda-tanda inflamasi tidak ada
b. Rambut
Penyebaran dan keadaan rambut : Rambut tipis, penyebaran
merata
Kebersihan : Rambut bersih, ketombe tidak ada
Jenis dan struktur rambut : Rambut keriting
c. Wajah
Warna kulit : Kuning sawo matang, tampak pucat
hipopigmentesi pada daerah ekstremitas atas dan thoraks,
rasanormal, hipestesi (-), anestesi (-)
Struktur wajah : Oval, simetris ka/ki
2. Mata
a. Bentuk : Simetris ka/ki
b. Palpebra : Tidak ada edema atau peradangan
c. Konjungtiva : anemis (+), skala ikterik (+)
d. Pupil : Isokor ka/ki isokor 3mm/3mm, refleks cahaya
langsung dan tidak langsung (+/+)
e. Kornea dan iris : Katarak tidak ada , peradangan tidak ada
f. Visus : Klien mampu membaca buku yang diberikan
(jarak ± 25cm)
3. Hidung
a. Tulang hidung dan posisi septum : Anatomis
b. Lubang hidung : Simetris ka/ki, secret tidak ada, edema tidak
ada, perdarahan tidak ada Deviasi septum (-), sekret (-/-),
epistaksis (-/-)
c. Cuping hidung : Gerakan cuping hidung tidak ada dalam
berusaha bernafas
4. Telinga
a. Bentuk telinga : Simetris ka/ki
b. Ukuran telinga : Anatomis
c. Lubang telinga : Simetris ka/ki, serumen dalam batas normal,
radang tidak ada, perdarahan tidak ada.
d. Ketajaman pendengaran : Mendengar dengan baik dan tanpa alat
bantu.
5. Mulut dan faring
a. Keadaan bibir : Pembengkakan tidak ada, lesi tidak ada,
mukosa bibir kering sianosis (-), bibir kering
b. Keadaan gusi / gigi : Lesi tidak ada, tidak terdapat karies gigi,
perdarahan gigi tidak ada
c. Keadaan lidah : Bersih, tidak ada peradangan
d. Orofaring : Tidak ada pembengkakan atau
peradangan
6. Leher
a. Posisi trakhea : Medial
b. Thyroid : Tidak terdapat Pembesaran kelenjar
c. Suara : Suara normal dan jelas
d. Kelenjar limfe : Kelenjar limfe teraba
e. Vena jugularis : Pembendungan vena jugularis tidak ada
f. Denyut nadi karotis : Peningkatan tekanan tidak ada
d. Pemeriksaan integument
ka/ki
clavicula
1. Inspeksi thoraks
b. Pernafasan
• Frekuensi : 24 x/i
c. Tanda dan kesulitan bernafas : dijumpai kesulitan bernafas
2. Pemeriksaan paru
a. Palpasi getaran suara : Getaran suara kiri dan kanan tidak sama
3. Pemeriksaan jantung
b. Palpasi
c. Perkusi
d. Auskultasi
tidak terdengar
Frekuensi : 97 x/I
g. Pemeriksaan abdomen
1. Inspeksi
darah
2. Auskultasi
3. Palpasi
4. Perkusi
h. Pemeriksaan genitalia
1. Genitalia
operasi
2. Anus perineum
a. Lubang anus : Tidak dikaji
i. Pemeriksaan muskuloskeletal/ekstremitas
kurang baik
belakang
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut
2. Hambatan Mobilitas Fisik
3. Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh
4. Gangguan Citra Tubuh
Perilaku menjaga
Fokus menyempit
Berfokus pada diri sendiri
Gangguan tidur
Keterbatasan rentang gerak keseimbangan dari posisi duduk ke untuk mengukur kelelahan
posisi berdiri Pilih intervensi untuk
Ketidaknyamanan
Mampu mempertahankan mengurangi kelelahan, baik
Penurunan kemampuan dalam
keseimbangan ketika berjalan secara farmakologis maupun
melakukan aktivitas
Mampu mempertahankan postur secara non farmakologi dengan
tubuh yang benar untuk berdiri, tepat.
Data Subjektif :
duduk dan berbaring Tentukan jenis dan banyaknya
Mempertahankan kekuatan otot aktivitas yang dibutuhkan
Mengungkapkan secara Mampu mengontrol gerakan untuk menjaga ketahanan
verbal Mampu berpindah dari tempat yang Peningkatan Latihan
Melaporkan bahwa tak satu ke tempat yang lain Lakukan skrining kesehatan
mampu menggerakan tbuh sebelum memulai latihan dan
dengan nyaman melengkapi pemeriksaan
Data Objektif : riwayat kesehatan dan fisik
Gerakan lambat Bantu pasien melakukan
Posisi/postur tubuh yang gerakan yang dianjurkan tanpa
tidak seimbang. beban terlebih dahulu sampai
Dibantu dalam melakukan gerakan benar sudah dipelajari
aktivitas Demonstrasikan sikap tubuh
yang baik, dan tingkat bentuk
latihan dalam setiap bentuk
kelompok otot.
Monitor respon pasien
terhadap program latihan,
dan sering dikenal dengan Pott’s disease of the spine atau tuberculous vertebral
vertebra servikal.
penuruan mobilitas dengan melakukan Range Of Motion atau latihan penguatan otot-
keseimbangan dan gerak akan menurunkan kemampuan aktivitas, oleh karena itu
Excersice adalah untuk mengatur posisi gerak dari trunk sampai ke pelvis dilakuan
gerak secara optimal untuk mempertahankan stabilitas dan gerak pada saat aktivitas.
Kerja Core Stability Excercise memberikan suatu pola adanya stabilitas proksimal ke
distal yang digunakan untuk mobilisasi. Tujuan penelitian ini untuk melakukan
analisis praktek klinik pada pasien Post PLF atas indikasi Spondilitis TB dengan
inovasi intervensi Range of Mution dan Care Stability Exercise terhadap Peningkatan
Kekuatan otot di ruang itensive care unit (ICU) RSUD A.W. Sjahranie Samarinda.
operasi PLf, tidak bisa mengerakkan kedua kaki dan didapatkan hasil pemeriksaan
muncul pada pasein nyeri akut agen cidera fisik , resiko infeksi dengan faktor resiko
otot, kerusakan integritas kulit berhubungan dengan fator mekanik. Hasil evaluasi
lebih baik dari 5 diagnosa 1 belum teratasi. Dan hasil analisa pada klien dengan
dilakukan Rangge of mution dan Care Stability Excersice didapatkan hasil tidak ada
terjadinya peningkatan signifikan pada kekuatan otot pada pasein Spondilitis TB.
a. Tujuan Umum
9. Pasien safety
1) Hak pasien
teknik non farmakologi seperti pemberian kompres hangat, teknik relaksasi nafas
dalam, distraksi dan massase, sebelum itu perawat terlebih dahulu melakukan
pengukuran skala nyeri terhadap yang dirasakan pasien. Pada diagnosa hambatan
mobilitas fisik, perawat dapat membantu pasien dengan mengarahkan pasien pada
posisi yang lebih nyaman dan melakukan skrining kesehatan sebelum memulai
membayakan keadaan posisi pasien. Pada diagnosa nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh, perawat dapat membantu pasien dengan memberikan gizi yang tepat dan
sesuai dengan kebutuhan dan selera pasien, sedikit tapi sering dapat meningkatkan
kebutuhan nutrisi pasien. Sedangkan pada diagnosa gangguan citra tubuh, perawat
dapat membantu pasien dengan memberi dukungan, motivasi kepada pasien untuk
mengubah perasaan dan memperbaiki citra diri , seperti merias dan merapikan diri
serta mendorong bersosialisasi dengan orang lain. Dan memberikan penkes pada
kolaborasi dengan dokter dalam pemerian obat analgetik untuk mengurangi nyeri.
Spondiolisis Tb. Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Indra dan
Pipit (2018) dengan judul jurnal “Analisis praktek klinik pada pasien Post PLF atas
indikasi Spondilitis TB dengan inovasi intervensi Range of Mution dan Care Stability
Exercise terhadap Peningkatan Kekuatan otot di ruang itensive care unit (ICU)
RSUD A.W. Sjahranie Samarinda”, dan Berdasarkan jurnal perawat diharapkan dapat
Myobacterium tubercalosis. Dan dalam penelitian yang dilakukan oleh Hesti (2016)
dengan judul jurnal “Upaya Penurunan Nyeri pada pasien Tn.S dengan Spondiolisis
intervensi yang dilakukan perawat pada kasus Spondiolisis Tb untuk mengatasi nyeri
yaitu melakukan teknik non farmakologi seperti pemberian kompres hangat, teknik
relaksasi nafas dalam, distraksi dan massase untuk mengurangi rasa nyeri.
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
bulan di Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Kesdam I/BB Medan, penulis banyak
konsep dan teori yang ada serta dengan lahan praktek yang dijumpai dilapangan.
pada pasien tersebut . Diagnosa yang timbul yang didapatkan penulis adalah Nyeri
akut, hambatan mobilitas fisik, nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, dan gangguan
citra tubuh. Setelah diagnosa, penulis baru lanjutkan pada tahap berikutnya yaitu
tahap perencanaan, tahap implementasi dan tahap evaluasi. Hasil evaluasi yang
diterapkan pada saat kegiatan PBLK ini cukup baik dan keluarga klien juga sangat
4.2 Saran
Diharapkan pihak dari rumah sakit lebih aktif dalam memberikan pendidikan
pasien.