Anda di halaman 1dari 92

1.

TEORI PENEGAKAN HUKUM


Menurul Satjipto Rahardjo. penegakan hukum adalah
suatuprosesuntuk mewujudkan keinginan-keinginan hukum (yaitu pikiran-
pikiran badan pembuat Undang-Undang yang dirumuskan dalamperaturan-
peraturan hukum) menjadi kenyataan.1
Sedangkan Joseph Goldslein2 membedakan penegakanhukum pidana
menjadi 3 (tiga) bagian yaitu:
a. Total enforcement, yakni ruang lingkup penegakan hukumpidana
sebagaimana yang dirumuskan oleh hukum pidanasubstantif
(subtantive law of crime). Penegakan hukumpidana secara total ini
tidak mungkin dilakukan sebab parapenegak hukum dibatasi secara
ketat oleh hukum acarapidana yang anara lain: mencakup aturan-
aturanpenangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan dan
pemeriksaan pendahuluan. Disamping itu mungkin terjadihukum
pidana substantif sendiri memberikan batasan-batasan. Misalnya
dibutuhkan aduan lerlebih dahulu sabagaisyarat penuntultn pada
detik~detik aduan (klachtdelicten).Ruang Iingkup yang dibatasi ini
disebut sebagai area of noenforcement.
b. Full enforcement, setelah mang Iingkup penegakan hukumpidana yang
bersifattotal tersebut dikurangi area of no enforcement dalarn
penegakan hukum ini para penegak hukum diharapkan penegakan
hukurn secara maksimal.
c. Actual enforcement. menurut Joseph Goldstein full enforcementini
dinggap not a realistic expectation, sebabadanya keterbatasan-
keterbatasan dalam bentuk waktu,personel, alat-alat investigasi, dana
dan sebagainya, yang kesemuanya mengakibatkan keharusan
dilakukannya discretion dan sisanya inilah yang disebut dengan actual
enforcement.
Teoriini penulis gunakan dalam merumuskan Bab Ill kondisisaat
ini, Bab V kondisi yang diharapkan, dan Bab VI sebagai
upayapemecahan masalah melalui suatu proses yang dijabarkan

1
Satjipto Rahardjo,1983,Masalah Penegakkan Hukum, Sinar Baru, Bandung:hlm 24
2
Digilib.unila.ac.id/2827/12/BAB%20II.pdf

1
denganlangkah-langkah sistematis dalam menerapkan strategi
optimalisasipenegakan hukum tindak pidana korporasi.

2. TEORI MANAJEMEN ORGANISASI


Dalam penulisan naskah ini, penulis mengambil salah
satupendapat pakar manajemen tarkait sumber daya organisasi, yang
dikemukakan oleh James F. Stoner, bahwa proses
manajemenmerupakan suatu daur yang berulang dan tidak pernah
berhentisampai organisasi tersebut tidak ada Iagi, sehingga ditemukan
teknik dan taktik, strategi, siasat serta cara bertindak dalam
memecahkanmasalah. Untuk rnencapal tujuan, diperlukan sarana
(tools). yaitu:man, money, material, method. 3
a. Man (Sumber Daya Manusia), merujuk pada SDM
organisasi.Dalam manajemem faktor manusia adalah yang
palingmenentukan. Manusia yang mernbuat tujuan,
sekaligusmelakukan proses untuk mancapai tujuan.
b. Money (Aanggaran). merupakan basis perhitungan
rasional,dalam hal ongkos tenaga kerja, alal-alat yang
dibutuhkan danharu dibeli, serta berapa hasil yang diperoleh.
c. Material (Sarana dan Prasarana), adalah pelengkap bagi unsur
Man. Materi dan manusia tidak dapat dipisahkan; tanpa materi
tidakakan tercapai hasil yang dikehendaki.
d. Metode (Sistem dan Metode), adalah suatu tata cara kerjayang
memperlancar jalannya pekerjaan yang dilaksanakanuntuk
mencapai tujuan organisasi dimana antara satu samalainnya
saling terkait clan saling rnempengaruhi.

3. TEORI KOMPETENSI
Pengertian kompetensi menurut Spencer adalah
karakteristikyang mendasari seseorang berkaitan dengan efaktifitas
kinerjaindividu dalam pekerjaannya atau karakteristik dasar individu
yangmemiliki hubungan kausal atau sebagai sebab akibat dangan

3
James AF Stoner, 1988, et.al.Manajemen (edisi Indonesia) jilid I. Jakarta, Prenhallindo.

2
kriteriayang dijadikan acuan, efektif atau berkinerja prirna atau superior
ditempat kerja atau pada situasi tertentu.
Teori Kompetensi Spencer membagi kompetensi ke dalam
5(lima) karakteristik, yaitu:
a. Motif, adalah sesuatu yang secara konsisten dipikirkan
ataudiinginikan orang yang menyebabkan tindakan.
Motifmendorong, mengarahkan dan mernilih perilaku
menujutindakan atau tujuan tertentu.
b. Sifat, adalah karakteristik fisik dan respons yang
konsistenterhadap siiuasi atau informasi. Kecepatan reaksi
danketajaman mata merupakan ciri fisik kompetensi.
c. Konsep diri, adalah sikap, nilai atau citra diri seseorang.Percaya
diri merupakan keyakinan orang bahwa meraka dapat efekiif
dalam hampir setiap situasi adalah bagian dari konsep diri
orang.
d. Pengetahuan, adalah infomasi yang dimiliki orang dalambidang
spesifik. Pengetahuan adalah kompetensi yangkomplek. Nilai
pada test pengetahuan sering gagalrnemprediksi prestasi kerja
karena gagal mengukurpengetahuan dan keterampiian dengan
cara yangsebenarnya dipergunakan dalam pekerjaan.
e. Keterampiian, adalah kemampuan mengerjakan tugas fisikatau
mental tertentu. Kompetensi mental atau keterampilan kognitif
termasuk berpikir analitis dan konseptual.4
Berdasarkan dari definisi kompetensi ini maka beberapamakna
yang terkandung di dalamnya adalah Kemampuan(Competency)
adalah karakteristik dasar yang ditampilkan dalampengetahuan,
keterampilan, sikap, manajerial dan kapemimpinanyang
memungkinkan individu menunjukkan kinerja terbaiknya.Manajemen
Sumber Daya Manusia Berbasis Kompetensi jugadikenal dengan
CBHRM (Competency Based Human ResourceManagement) adalah
merupakan proses pengelolaan surnber dayarnanusia dengan
menyelaraskan, mengarahkan danmengembangkan kepemilikan
kompetensi individu dalam organisasi tersebut. Pendekatan
4
Wibowo, Prof, DR, SE, M, Phil, 2007, Manajemen Kinerja, PT. Raja Graffindo Persada, Jakarta:hlm 87

3
Menajemen Sumber DayaManusia BerbasisKompetensi disusun
dengan pendekatan pengetahuan (Knowledge). Keterarnpilan (Skill)
dan sikap (Attitude) atau disebut KSA. Dasarpenggunaan pendekatan
ini adalah dengan pertimbangan bahwapengetahuan, keterampilan dan
sikap merupakan elemen-elemenutama untuk menghasilkan kinerja
(performance) yang terbaik.
Teori ini digunakan penulis sebagai pisau analisis dalam Bab Ill
tentang kondisi saat ini dan Bab tentang kondisi yang diharapkanuntuk
menggambarkan tentang kualitas SDM penyidik Polriterkaitoptimalisasi
penegakan hukum tindak pidana korporasi dalammengantisipasi
dampak negatif ekonomi global.

4. TEORI ANALISIS SWOT DAN ANALYTICAL HIERARCHI PROCESS (AHP)


DR. Setyo Riyanto, SE, MM menyampaikan bahwa analisaSWOT
adalah suatu metoda penyusunan strateg| perusahaan atauorganisasi yang
bersifat satu unit bisnis tunggal. Ruang Iingkupbisnis tunggal tersebut dapat
berupa domestik maupunmultinasionai. SWOT merupakan singkatan dari
Strength (S) sebagai kekuatan, Weakness (W) sebagai kelemahan.
Opportunities(O) sebagai peluang, dan Threats (T) sebagai ancaman
ataukendala.
DR. Setyo Riyanto mengemukakan, bahwa Analytic HierarchyProcess
(AHP) merupakan sistem pengambilan keputusan denganmulti kriteria yang
dikembangkan oleh Dr. Thomas L. Saety. AnalyticHierarchy Process
dipergunakan untuk memecahkan dan membantupengambilan keputusan
atas dasar permasalahan yang kompleksdengan rnenggunakan software
expert choice. Anaiytic HierarchyProcess dapat diaplikasikan pada berbagai
kepentingan seperti perencanaan strategis, pengalokasian sumber daya,
kegiatanseleksi sumber, kebijakan publik dan bisnis, pembobotan dalam
EFAS dan IFAS.5

Menurut DR Setyo Riyanto Penggunaan teori AHP didasarkan kepada


teori SWOT analisis dengan model EFAS danIFAS, dan SFAS dengan
langkah sebagai berikut:
5
Setyo Riyanto, DR., 2017, Analytic Hierarchy Process, Lembang

4
a. Analisis IFAS, yakni metode analisis yang mengkuantifikasi seluruh
faktor internal (Kekuatan dan Kelemahan), dengan pemberian bobot-
bobot tertentu serta penetapan rating atas sub-subfaktor yang ada,
untuk kemudian diintegrasikan kedalam proses pengambilan
keputusan.
b. Analisis EFAS, yakni metode analisis yang mengkuantifikasi seluruh
faktor eksternal (Peluang dan Kendala), denganpemberianbobot-
bobottertentu serta penetapan rating atas sub-sub faktor yang ada,
untuk kemudian diintegrasikan ke dalam proses pengambilan
keputusan.
c. Analisis SFAS, yakni metode analisis yang megnkuantifikasi seluruh
faktor, baik internal maupun eksternal, dengan pemberian bobot-bobot
tertentu serta penetapan peringkat atas sub-sub faktor yang ada, untuk
kemudian diintegrasikan kedalam proses pengambilan keputusan
untuk menentukan penetapan implementasi jangka pendek, jangka
sedang dan jangka panjang sesuai dengan visi, misi dan tujuan dari
organisasi atau institusi.
Teoriinidigunakan penulis sebagai pisau analisis dalam BabIV tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi dan Bab VI yangdigunakan sebagai analisa
dalam upaya pemecahan masalah.

5. TEORI MANAJAMEN STRATEGI


Sondang siagian mengemukakan manajemen strategis sebagai
serangkaian tindakan dan keputusan mendasar yang dibuat oleh manajemen
puncak dan diimplementasikan oleh seluruh jajaran suatu organisasi dalam
rangka pencapaian tujuan organisasi tersebut. Benang merah yang harus
tampak dalam pembahasan tentang manajemen strategis ialah bahwa
manajemen puncak dalam suatu organisasi harus mampu merumuskan dan
menentukan strategi organisasi sehingga organisasi yang bersangkutan tidak
hanya mampu mempertahankan eksistensinya, akan tetapi tangguh
melakukan penyesuaian dan perubahan yang diperlukan sehingga organisasi
semakin meningkat efektifitas dan produktivitasnya.
Untuk mewujudkan situasi demikian, para anggota manajemen puncak
harus menguasai teknik-teknik desain atau rancang bangun system

5
manajemen strategis yang tepat dan cocok bagi organisasi yang dipimpinnya.
Faktor-faktor yang harus dikenali dan diperhitungkan antara lain adalah : a.
tipe dan struktur organisasi; b. gaya manajerial; c. kopleksitas lingkungan
eksternal; d. kompleksitas proses produksi, dan ; e. hakikat berbagai masalah
yang dihadapi. Adapun dalam merumuskan dn menetapkan suatu strategi
berbagai tahap harus dilalui antara lain :
a. Perumusan misi organisasi.
b. Penentuan profil organisasi.
c. Analisis dan pilihan strategis.
d. Penetapan sasaran jangka panjang.
e. Penentuan strategi induk.
f. Penentuan strategi operasional.
g. Penentuan sasaran jangka pendek, seperti sasaran tahunan.
h. Perumusan kebijaksanaan.
i. Pelembagaan strategi.
j. Penciptaan system pengawasan.
k. Penciptaan system penilaian.
l. Penciptaan system umpan balik.
Berdasarkan teori diatas, maka perumusan manajemen strategis
dalam naskahini akan dibatasi pada perumusan visi, misk, tujuan, sasaran,
kebijakan, strategi dan action plan.

6. TEORI MANAJEMEN

George R. Terry dalam bukunya (Principle og management)


mengemukakan bahwa Manajemen adalah suatu proses untu mencapai
tujuan-tujuan organisasi yang telah ditetapkan melalui kegiatan perencanaan
(Planning), pengorganisasian (Organizing), pelaksanaan (actuating) dan
pengendalian/pengawasan (controlling)6, dimana kegiatan-kegiatan
merupakan proses yang sumultan. George R. Terry menjabarkan fungsi
manajemen sebagai berikut :

a. Perencanaan (Planning) adalah pemikiran yang logis dan rasional


berdasarkan data atau informasi dasar kegiatan atau aktifitas
6
Terry, George R.1972, Principle of Management. Illionis:Richard D. Irwin

6
organisasi, manajemen, maupun individu dalam upaya mencapai
tujuan;

b. Pengorganisasian (Organizing) merupakan proses penyusunan struktur


organisasi yang sesuai dengan tujuan organisasi, sumber daya-sumber
daya yang dimilikinya dan lingkungan yang melingkupinya;

c. Pengarahan (Actuating) adalah hubungan manusia dalam


kepemimpinan yang mengikat para bawahan agar bersedia mengerti
dan menyumbangkan tenaganya secara efektif serta efisien dalam
pencapaian tujuan suatu organisasi;

d. Pengawasan (Controlling) ialah proses pengamatan dari pelaksanaan


seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar semua pekerjaan
yang sedang dilakukan berjalan sesuai rencana yang telah ditetapkan.

Dalam prosesnya manajemen merupakan suatu daur yang berulang


dan tidak pernah berhenti sampai organisasi tersebut tidak ada lagi,
sehingga dapat ditemukan teknik, taktik, strategi dan siasat serta cara
bertindak yang tepat sebagai konsepsi pemecahan masalah. Untuk
mencapai tujuan yang telah ditentukan diperlukan alat-alat sarana
(tools), dimana tools merupakan syarat suatu usaha untuk mencapai
hasil yang ditetapkan. Tools tersebut dikenal dengan 4 M yaitu man,
money, materials dan methods7, hal tersebut sebagaimana yang
diuraikan berikut ini :

1) Man (manusia), merujuk pada sumber daya manusia yang


dimiliki oleh organisasi. Dalam manajemen, faktor manusia
aalah faktor yang paling menentukan, dimana manusia yang
membuat tujuan danmanusia pula yang melakukan proses
untuk mencapai tujuan, tanpa ada manusia tidak ada proses
kerja, sebab pada dasarnya manusia adalah makhluk kerja.
Oleh karena itu, manajemen timbul karena adanya orang-orang
yang bekerjasama untuk mencapai tujuan;

7
Stoner, James AF. DKK 1996 Manajemen (edisi bahasa Indonesia) jilid I. Jakarta

7
2) Money (anggaran/uang), merupakan salah satu unsur yang
tidak dapat diabaikan. Uang merupakan alat tukat dan alat
pengukur nilai. Besar-kecilnya hasil kegiatan dapat diukur dari
jumlah uang yang beredar dalam organisasi. Oleh karena itu,
karena segala sesuatu harus diperhitungkan secara rasional.
Hal ini akan berhubungan dengan berapa uang yang harus
disediakan untuk mebiayai gaji tenaga kerja, alat-alat yang
dibutuhkan dab harus dibeli serta berapa hasil yang akan
dicapai dari suatu organisasi;

3) Material (material), dalam organisasi untuk mencapai hasil yang


lebih baik, selain manusia yag ahli dalam bidangnya juga harus
dapat menggunakan bahan/materi-materi sebagai saah satu
sarana, sebab materi dan manusia tidak dapat dipisahkan,
tanpa materi tidak akan tercapai hasil yang dikehendaki.

4) Methods (metode), merupakan suatu tata cara kerja yang


memperlancar jalannya pekerjaan manajer. Sebuah metode
dapat dinyatakan sebagai penetapan cara pelaksanaan kerja
suatu tugas dengan memberikan berbagai pertimbangan-
pertimbangan kepada sasaran, fasilitas-fasilitas yang tersedia
dan penggunaan waktu, serta uang dan kegiatan usaha. Perlu
diingat meskipun metode berjalan baik, namun orang yang
melaksanakannya tidak mengerti atau tidak mempunyai
pengalaman maka hasilnya tidak akan memuaskan. Dengan
demikian, peranan utama dalam manajemen tetap manusianya
sendiri.Sedn Stoner, sebagaimana dikutip oleh T. hani handoko
mengemukakan bahwa: Manejemen adalah proses
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan
usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber
daya-sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan
organisasi yang telah ditetapkan8

7. TEORI PENGEMBANGAN ORGANISASI

8
Stoner, James AF. Dkk. 1996 Manajemen (edisi bahasa Indonesia) jilid I. Jakarta

8
Ekonomi global mendorong terjadinya berbagai perubahan pada
lingkungan strategis. Organisasi yang berhasil adalah organisasi yang dapat
merubah sesuai dengan tantangan yang dihadapi. Perubahan dipahami
sebagai membuat sesuatu menjadi lain. Perubahan organisasi harus
dilaksanakan secara terencana. Perubahan terencan adalah kegiatan
perubahan yang dilaksanakan secara sengaja dan berorirntasi papa tujuan.
Sasaran dari perubahan organisasi meliputi (1) perubahan itu
mengupayakan perbaikan kemampuan organisasi menyesuaikan diri
terhadap peubahan lingkungan, dan (2) perubahan itu mengupayakan
perubahan perilaku karyawan. Perubahan organisasi membutuhkan agen
perubahan. Agen perubahan merupakan orang yag bertindak sebagai katalis
dan memikul tanggung jawab mengelola kegiatan perubahan.
Perubahan organisasi seringkali mendapatkan penolakan baik dari
organisasi maupun anggota. Penolakan secara individu disebabkan berbagai
faktor seperti kebiasaan, keamanan, faktor-faktor ekonomi, rasa takut
terhadap haal yang tidk diketahui dan pengolahan informasi selektif.
Sedangkan penolakan dari organisasi meliputi; kelembaman struktural, fokus
perubahan terbatas, kelembaman kelompok, ancaman terhadap keahlian,
ancaman terhadap kekuasaan yang mapan, ancaman terhadap alokasi
sumber daya yang mapan.
Pengelolaan perubahan tidak akaan terlepas dari pengembangan
organisasi. Pengembangan organisasi (Organizational Developmenti : DV)
adalah sekumpulan intervensi perubahan terencana yang dibayangi atas
dasar nilai-nilai humanistic-demkratik yang berupaya memperbaiki keefektifan
organisasi dan kesejahteraan karyawan. Berbagai teknik intervensi (OD) yang
dapat dilakukan dalam membangkitkan perubahan meliputi:
a. Pelatihan kepekaan yaitu kelompok pelatihan yang berupaya merubah
perilaku lewat interaksi kelompok tidak terstruktur;
b. Umpan Balik Survey yaitu penggunaan kuesioner untuk mengenali
penyimpangan persepsi antar-anggota, diikuti dengan pembahasan
dan saran perbaikam;
c. Konsultasi proses yaitu konsultan membantu klien memahami
kejadian-kejadian pada proses yang harus dia tangani dan
mengidenifikasi proses yaitu memerlukan perbaikan;

9
d. Pembinaan tim yaitu interaksi tinggi dikalangan anggota tim untuk
meningkatkan kepercayaan dan keterbukaan;
e. Pengembangan antar kelompok yaitu upaya OD mengubah sikap
streotip dan persepsi satu kelompok terhadap kelompok yang lain;
f. Penyelidikan apresiatif yang berusaha mengidentifikasi sifat-sifat unik
dan kekuatan-kekuatan khusus organisasi yang kemudian
dimanfaatkan untuk memperbaiki kinerja.9

8. TEORI SUMBER DAYA ORGANISASI


Secara etimologis kata manajemen berasal dari bahasa Perancis Kuno
management, yang berarti seni melaksanakan dan mengatur. Secara umum
aktivitas manajemen dalam organisasi diarahkan untuk mencapai tujuan
organisasi secara efektif dan efisien. Manajemen adalaah proses bekerja
sama antara individu dan kelompok serta sumber daya lainyya dalam
mencapai tujuan, organisasi adalah sebagai aktivitas manajemen. Sedangkan
secara terminologis pada pakar mendefinisikan manajemen secara beragam.
Stoner mengartikan manajemen adalah proses perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan usaha-usaha para anggota
dan penggunaan sumber daya manusia organisasi lainnya agar mencapaai
tujuan organisasi yag telah ditetapkan. 10 Terry memberi pengertian
manajemen merupakan suatu proses atau kerangka kerja, yang melibatkan
bimbingan atau pengarahan suatu kelompok orang-orang kearah tujuan-
tujuan organisasional atau maksud-maksud yang nyata 11. Hal tersebut
meliputi pengetahuan tentang apa yang harus dilakukan, menetapkan cara
bagaimana melakukannya, memahami bagaimana mereka harus
melakukannya dan mengukur efektivitas dan efisiensi dari usaha-usaha yang
telah dilakukan.
Efektivitas adalah ukuran keberhasilan tujuan organisasi. Etzioni
mengatakan bahwa “keefektifan adalah derajat dimana organisasi mencapai

9
Stephen P. Robbins. 2003. Perilaku Organisasi. Jakarta PT Indeks Gramedia. Halaman 762-784
10
Irine Diana Sari Wijayanti, Manajemen. (Yogyakarta: Mitra Cendekia Press, 2008).
11
George R; rue Terry, Dasar-dasar Manajemen/George R. Terry dan Leslie W. Rue (Bumi Aksara, 2011),
Jakarta

10
tujuannya”12. Sedangkan menurut Sergiovabi yaitu, “kesesuaian hasil yang
dicapai organisasi dengan tujuan”13.
Efisiensi berkaitan dengan cara yaitu membuat sesuatu dengan betul
(doing thing right) sementara efektifitas adalah menyangkut tujuan (doing the
right thing) atau efektivitas adalah perbandingan antara rencana dan tujuan
yang akan dicapai, efesiensi lebih ditekankan pada perbandingan antara
input sumber daya dengan output. Suatu kegiatan dikatakan efisien bila
tujuan dapat dicapai secara optimal dengan penggunaan atau pemakaian
sumber daya yang minimal.
Upaya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan membutuhkan
sarana manajemen yang disebut dengan unsur manajemen. Setidaknya ada
empat unsur-unsur manajemen yang menjadi perhatian, seperti dibawah ini. 14
a. Manusia (Mani). Sarana penting atau sarana utama setiap manajer
untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan oleh individu-individu
tersendiri atau manusianya. Berbagai kegiatan-kegiatan yang dapat
diperbuat dalam mencapai tujuan seperti yang dapat ditinjau dari sudut
pandang proses, perencanaan, pengorganisasian, staffing,
pengarahan dan pengawasan. Man atau m anusia ataupun juga sering
diistilahkan dengan sumber daya manusia dalam dunia manajemen
merupakan faktor yang sangat penting dan menentukan. Manusia yang
merancang tujuan, menetapkan tujuan dan manusia jugalah yang
nantinya akan menjalankan proses dalam mencapai tujuan yang
ditetapkan tersebut. Sudahjelas, tanpa adanya manusia maka tidak
akan pernah ada proses kerja karena manusia pada dasarnya adalah
mahluk kerja.
b. Material (Material). Dalam proses pelaksanan kegiatan, manusia
menggunakan matrial atau bahan-bahan. Oleh karena itu,
metrialdianggap pula sebagai alat atau sarana manajemen untuk
mencapai tujuan.
c. Metode (iMethod). Untukmelakukan kegiatan secara guna dan berhasil
guna, manusia dihadapkan kepada berbagai alternatif metode cara
12
Amitai Etzioni, Modern Organizations i(Englewood Cliffs., N.,J.:Prentice-Hall, 1964).
13
Thomas J. Sergiovani and others, Educational Governance and Administration, 2 Sub edition (Englewood
Cliffs, N.J: Prentice Hall College Div, 1987).
14
Agustini, Pengelolaan Dan Unsur-UnsurMmanajemen (Jakarta: Citra Pustaka, 2013).

11
menjalankan pekerjaan tersebut sehingga cara yang dilakukannya
dapat menjadi sarana atau alat manajemen untuk mencapai tujuan.
d. uang (Money). Uang sebagai sarana manajemen harus digunakan
sedemikian rupa agar tujuan yang diinginkan tercapai. Kegiatan dan
ketidaklancaran manajemen sedikit banyak dipengaruhi oleh
pengelolaan keuangan.

9. TEORI KERJASAMA
Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis, menyangkut
hubungan antara individu, antara kelompok maupun antara individu dengan
kelompok. Suatu interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi apabila tidak
memenuhi dua syarat, yaitu adanya kontak sosial dan adanya komunikasi.
Yang dapat berlangsung dalam tiga bentuk, yaitu : Antara orang-perorang;
antara orang-perorang dengan suatu kelompok manusia atau sebaliknya;
dan antara suatu kelompok manusia dengan kelompok manusia lainnya.
Kerjasama memiliki derajat yang berbeda, mulai dari komunikasi dan
koordinasi sampai pada derajat yang lebih tinggi yaitu kolaborasi.Dimana
perbedaan terletak pada kedalaman interaksi, integrasi, komitmen dab
kompleksitas.Communication terletak pada tingkatan yang paling rendah
sedangkan collaboration pada tingkatan yang paling tinggi.Kerjasama timbul
karena orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan-
kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai
kepentingan tersebut; kesadaran akan adanya kepentingan-kepentingan
yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta-fakta penting dalam
kerjasama yang berguna. Adapun bentuk-bentuk kerjasama tersebut
meliputi:
a. Kerukunan yang mencakup gotong royong dan tolong menolong.
b. Bergaining, yaitu pelaksanaan perjanjian mengenai pertukaran barang
dan jasa antara dua organisasi atau lebih.
c. Kooptasi (Co-optation), yakni suatu proses penerimaan unsure baru
dalam kepemimpinan atau pelaksanaan politik alam suatu organisasi,
sebagai salah satu cara untuk menghindari terjadinya kegoncangan
dalam stabilitas organisasi yang bersangkutan.

12
d. Koalisi (Coalition), yaitu kombinasi antara dua organisasi atau lebih
yang mempunyai tujuan yang sama. Koalisi dapat menghasilkan
keadaan yang tidak stabil untuk sementara waktu karena dua
organisasi atau lebih dengan lainnya. Akan tetapi karena maksud
utama adalah untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama,
maka sifatnya adalah kooperatif.
e. Join-Venture, yaitu kerjasama dalam pengusahaan proyek-proyek
tertentu, misalnya pemboran minyak, pertambangan batubara,
perfileman, perhotelan, dan sebagainya.

10. TEORI SCENARIO LEARNING


Nusyirwan Zen mernyatakan bahwa scenario learning
sangatdiperlukan oleh para manager/pimpinan organisasl dalam
rangkamenghadapi perubahan di masa depan 15. Setidaknya terdapat 3 (tiga)
alasan mengapa scenario learning diperlukan adalahdikarenakan: Pertama,
Konteks bisnis masa depan secara signifikanamat berbeda dengan apa yang
dialami saat lni. Kedua,seperangkat alternatif masa-depan harus
dipertimbangkan sebagaibagian dari pengambilan keputusan slrategis.
Ketiga, meskipunmasa-depan itu amat jelas dibentuk oleh kecenderungan
saat ini,namun banyak hal yang secara signifikan mempengaruhilingkungan
strategis organisasi.
Konsepsi scenario learning adalah konsep yang dipakaiuntuk
mengembangkan skenario dan pengintegrasiannya ke dalamproses
pengambilan keputusan pada manajemen strategis. Tujuanpembuatan
scenario learning adalah untuk memperkuatpemahaman para pengambil
keputusan mengenai plausibililasrnasa-depan dan untuk meningkatkan mutu
pengambilankeputusan. Secara teknis. Iangkah-langkah penyusunan
ScenarioLearning adalah sebagai berikut 16 : Menetapkan Focal Concern(FC),
suatu kerangka waktu (lime frame) yang jelas yang menjadi pilar
pembicaraan; Mengidentifikasikan Driving Force (DP), faktoryang mendorong
perubahan yang mengidetlifikasikan halsebanyak mungkin dan diyakini akan

15
Nusyirwan Zen, ‘Scenario Learning Suatu Pengantar Untuk Merangkai Plaisibilotas Masa Depan’ (Bandung,
Sespati Polri, 2008).
16
ibid

13
mempengaruhi FC; Analisishubungan antar Driving Forces, petakan
hubungan seluruh DFdengan FC dan bagaimana DF mempengaruhi FC;
Memilih CriticalDriving Force (CDF), suatu faktor DF yang paling kritis dan
palingberpengaruh terhadap FC; Menyusun matrik skenario
yangdlkembangkan dari dua DF yang terpilih untuk menentukan
sumbuordinat dan aksis dengan setiap kuadrannya berisi inti
skenario;Menentukan ciri kunci setiap skanario, menentukan simbol atau
frase untuk masing-masing skenario dangan menentukan implikasidan
bertemunya ciri-ciri yang relevan pada satu DF dengan DF intinya: Menyusun
narasi skenario, barisi deskripsi alaboratif yangmenekankan proses peristiwa
hingga pada akhirnya rnenjelaskanakibat yang akan terjadi.

11. TEORI SYSTEM THINKING SEBAGAI ALAT ANALISIS STRATEGI


Sistem sebagai sesuatu hal (kejadian) yang saling terkait (connect)
satudengan yang lain membentuk pola tertentu dan masing-masing hal
(kejadian)mempengaruhi hal (kejadian) lainnya. Pengertian ini menjadi
landasan dalamberpikir sistem dimana melihat suatu kejadian tidak dilihat
sebagai suatukejadian yang berdiri sendiri, tetapi dilihat saling terkait dalam
pota tertentu.
System thinking atau berpikir serba sistem merupakan alat anatisis
yangdidasarkan pada cara berpikir secara sistem. Alat analisis ini
dipergunakanuntuk mengetahui dan mendeflnisikan hubungan antar variabel
dalam suaturealitas. Hubungan antar variabel ini membentuk suatu struktur
yang secaraumum memiliki pola dasar yang terdiri dart tiga blok yaitu proses
penguatan(reinforcing process), proses penyeimbang (balancing process)
dan penundaan(delay). Analisis hubungan variabei didalam struktur
digambarkan dalam suatudiagram yang disebut dengan casual loop diagram
(CLD). Analisis CLDmenggunakan pendekatan kualitatif. CLD ditransformasi
menjadi stock flow diagram (SFD)17 dihitung berdasarkan software vensim
sebagai suatu analisisdengan pendekatan persamaan matematis. Berikut
contoh hubunganantara variabel:

17
Sterman, D., John. Business Dynamics: System Thinking and Modeling for a Complex Word. Irwin McGraw-
Hill. USA. 2000. Hal 191 dan 407

14
Hubungan antara tiga variabel yaitu birth rate(rata-rata angka
kelahiran), population (Jumlah penduduk), death rate (rata-rataangka
kematian). Hubungan antara birth rate dan population yang
salingmempengaruhi membentuk reinforcing loop (lingkaran penguat)
sedangkanhubungan antara population dengan death rate merupakan
hubungan balancingloop (lingkaran penyeimbang).
Hubungan sebab akibat (causal link) bersifat positif apabila naik
atauturunnya variabel penyebab diikuti naik atau turunnya variabel akibat.
Lihathubungan birth rate dan population pada gambar di atas. Hubungan
bersifat negatif apabila kondisi berlawanan.Lihat hubungan death rate dan
population.Pada suatu hubungan yang bersifat sistemik terdapat variabel
leverage(pengungkit), yaitu suatu tempat dimana tindakan yang kecil (small
well focusedaction) memberikan perubahan yang sangat signifikan. “The
bottom line ofsystem thinking is leverage seeing where action and changes ln
structure canlead to significant, enduring improvements". 18Leverage terlelak
pada Iingkarpenyeimbang (leverage lies in the balancing loop),19 bukan pada
lingkarpenguatan.
Menurut Nusyirwaan Zen20 pengungkit (leverage) ditemukan
denganmemperhatikan pertama; Subsistem Balancing, dengan perhatikan
variabel-variabel yang paling banyak mempengaruhi, ditandai dengan jumlah
panahyang keluar dan juga banyak dipengaruhl (jumlah panah yang masuk),
kedua; subsislem Reinforcing yang negatif (Negative Reinforcing Loop);
perhatikanpula variabel-variabel yang banyak mempengaruhi dan
dipengaruhidan ketiga;sub-sislem yang paling logis dalam sistem yang
sedang dianalisis. Variabel yang ditemukan sebagai leverage menjadi dasar
dalam merumuskan suatustrategi dengan melakukan intervensi terhadap
variabel tersebut untukmenciptakan suatu realitas yang diinginkan dalam
suatu sistem.

12. TEORI DAN KONSEPSI TEAM LEARNING

18
Peter M. Senge, The Fifth Discipline : The art & Practice of the learning Organization, Currency Doubleday,
New York, 1990, hal 114.
19
Ibid, hal 101
20
Nusyirwan Zen, Hanjar system thinking, 2017, Sespimti, Lembang Bandung

15
Tim adalah microcosms dari organisasi yang lebih besar.
Kesadaranpembelajaran di dalam organisasi maupun tim terjadi karena
adanyaparadigma yang Iahir dari pemikiran kritis tentang banyaknya
perusahaan yang tidak mampu bertahan hidup lebih dari umur manusia. Ada
satuperusahaan yang mampu survive yaitu ShelI karena "The ability lo learn
fasterthan your competitors," menurut Arie De Geus, head of planning for
RoyalDutch/Shell. Berkaitan dengan learning didalam organisasi khususnya
teamlearning (Pembelajaran tim) Peter senge 21 menyampaikan:
"Team learning is the process of aligning and developing the capacity
of ateam to create the results its members truly desire. It builds on the
discipline of developing shared vision. It also builds on personal
mastery, for talented teams are made up of talented individuals. But
shared visionand talent are not enough. what really matters is that.
know how to playtogether".
Pandangan Peter Senge ini dimaknai sebagai proses
menyatukan(aligning) dan mengembangkan (developing) kapasitas team
untukmenciptakan hasil yang diinginkan para anggota tim. Pada berbagai
timtermasuk cross-functional task forces-teams, “people who need one
anotherto act," merupakan kunci pembelajaran didalam organisasi.
Team learning tersebut direalisasikan melalui, pertama;
metodePembelajaran. Perhatian yang penting dalam belajar disini adalah
"continuallylearning how to learn togethef 22" dan sebagaian besar tidak
mengetahuibagaimana cara belajar yang harus dilakukan (yet most people do
not know how to learn23). Pembelajaran tim akan menularkan pembelajaran
yang lebih luas didalam organisasi dengan menerapkan konsep pembelajaran
melaluipraktik lima disiplin24 yaitu personal mastery, team learning, mental
model,building shared vision dan system thinking. Bekerjanya kelima disiplin
ini akanmenghasilkan pembelajaran organisasi.
21
Peter Senge, The fifth Discipline : The art and Practice of the learning Organization, 1990, Currency
Doubleday, Newyorkpage, 236.
22
Peter M. Senge, The fifth Discipline : The art and Practice of the learning Organization. Currency
Doubleday. New York. 1994 : page 1
23
Argyris, C,”Orgnizational Learning, 2nd ed, Blackwell”, Oxpord. 1999, page 127
24
Peter Senge, Op.cit,. Kata disiplin yang dimaksud disini adalah a body of theory and technique that must be
studied and mastered to be put into practice. A disipline is a develovment path for ecquiring certain skills or
competencies. Berdasarkan pemahaman ini maka disiplin diartikan sebagai suatu metode atau cara yang
memerlukan keterampilan dan kompetensi.

16
Marquardt mengemukakan pembelajaran akan menghasilkan
entitaspembelajaran, baik itu tingkat organisasi, tim maupun individu.
Iamenambahkan bahwa pembelajaran sebagai suatu subsistem perlu
dilengkapioleh subsistem yang Iain agar entitas menjadi pembelajar yaitu
subsistemrganisasi, orang, pengetahuan dan subsistem teknologi.
Berdasarkan tipenyapembelajaran melipuli tipe adaptif, antisipatif dan aksi. 25
Indikator keberhasilandalam pembelajaran yaitu terjadi shift of mind
(metanoia) pada setiap individudalam ikatan organisasi maupun tim terkait
realitas yang saat ini terjadi danmemahami berbagai faktor yang dapat
menciptakan realitas yang diinginkan.
Kedua; pembelajaran diterapkan pada level tim. Pembelajaran
didalamorganisasi berlangsung mulai dari pembelajaran individu (individual
learning),pembelajaran tim (team learning) dan pembelajaran organisasi
(organizationallearning). Learning pada tim digambarkan bahwa individu
didalam timmengalami suatu siklus pembelajaran dimana seseorang
menyerap, mengambildan memahami data baru, merefleksi berbagai
pengalaman Iama, menarikkesimpulan dan kemudian bertindak.
Pada level pembelajaran tingkat tim atau organisasi, keterlibatan dan
keterikatan anggota organisasi pembelajaran lebih banyak. Beberapa individu
belajar dan salingterikat oleh karena itu skill atau keterampilan berinteraksi
(Marquardt 2002:41) sebagai suatu tim harus dimiliki oleh masing-masing
individu agar pembelajaran yang dilakukan tim atau organisasi dapat
mengarahdan mencapai tujuan tertentu.Team learning develops the skills of
groups ofpeople to lookfor the larger picture that lies beyond individual
perspectives. Peter Senge (1990 238). Skills atau keterampilan (dislpilin)
yang dimiliki tim dalam melakukan pembelajaran yaitu pertama; menangani
secara kreatifthe the powerful forces yang menentang dialog dan diskusi yang
produktif di dalamteam kerja, kedua; mengatasi defensive routines yaitu cara-
cara yang biasadilakukan dalam berinteraksi yang melindungi anggota tim
dan yang lain dari ancaman (threat) dan rasa malu (embarrassment) namun
hat tersebutmencegah untuk belajar, ketiga memahami our action, create our
reality,keempat mampu melihat permasalahan yang penting secara sistemik.

25
Marquardt, Michael J, Building the learning Organization : Mastering The 5 element For Corporate
Learning, Davieds Publishing, Palo Alto CA, 2002

17
Ketiga, karakteristik tim yang diperlukan dalam pembelajaran yaitu,
memiliki kekuatan dan pengetahuan yang seimbang serta pemikiran
kolektif,anggota tim memiliki kualitas excellence dan spesialisasi, memiliki
tata caratersendiri dalam membangun kombinasi antara anggota tim dan
memiliki kritikaldemensi yang meliputi kebutuhan untuk berpikir lnsighfully
tentang isu yang komplek, kebutuhan untuk innovative dan coordinative
action dan peran darianggota team terhadap teem yang lain.
Berdasarkan teori dan konsep di atas maka team learning menurut
penulisadalah sualu proses yang diwujudkan dengan serangkaian aktivitas
atau tindakan agar suatu tim yang terdiri dari berbagai individu atau
kelompokdengan berbagai keahlian, pengetahuan dan kewenangan dapat
memainkanperannya secara terpadu, sinergi dan harmoni serta meningkat
kapasitasnya yang ditandai dengan terjadinya shift of mind (metanoia) untuk
menciptakanrealitas yang diinginkan.

13. TEORI DAN KONSEPSI STAKEHOLDER


R. Edward Freeman (1984) dalam bukunya Strategic Management;
AStakeholcter approach menyampaikan konsep teori pemangku
kepentingan(stakeholder theory). Pada teori ini disampaikan bahwa
kelangsunganorganisasi tergantung pada berbagai pihak pemangku
kepentingan, yang tidakhanya terbatas pada pemilik dan manajemen tetapi
juga pihak lain yangmendukung.
Pokok pikiran Freeman mengenai pendekatan pemangku
kepentinganadalah we were taking the viewpoint of senior management and
our view wasthat if a group of individual could affect the firm (or be affected
by it and reciprocate) then managers should worry about that group in the
sense that itneeded an explicit strategy for dealing with the stakeholder.
Pandangan inimenegaskan bahwa organisasi mempengaruhi dan dipengaruhi
oleh sekelompok orang sehingga memerlukan strategi dalam menjalin
hubungandengan kelompok tersebut.
Pada pendekatan teori pemangku kepentingan, suatu
kelompokdipandang sebagai stakeholders oleh suatu organisasi didasarkan
pada tigahal, yaitu pertama; memiliki peran pada siklus tahapan bisnis.
Kedua;mempunyai hubungan empiris antara manajemen kelompok-

18
kelompokkepentingan dengan pencapaian tujuan organisasi, dan ketiga; ada
hubungansebab akibat antara organisasi dengan pemangku kepentingan
tersebut.Selanjutnya stakeholder diartikan Freeman (1984) sebagai kelompok
atauindividu manapun yang dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh
upayaorganisasi dalam merealisasikan tujuannya (Gudono, 2016, hal 269).
Berdasarkan teori dan konsep tentang stakeholder di atas maka
penulismendifinisikan stakeholder sebagai suatu kelompok atau organisasi
yangmemiliki kepentingan baik Iangsung maupun tidak Iangsung dengan
organisasilainnya didasarkan pada eksistensi dirinya agar dapat terus hidup
danberkembang didalam lingkungannya sedangkan Polri dan stakeholders
yangdimaksud dalam tulisan ini adalah Polri dan beberapa institusi
dipandangsebagai suatu entitas yang mempunyai kepentingan langsung
dalam tugaspenerimaan perpajakan berdasarkan perannya masing-masing
sesuai denganperaturan dan ketentuan yang berlaku. Beberapa institusi
tersebut adalahKementerian Keuangan (Ditjen Pajak), Kejaksaan RI, BIN,
BPK, BPKP, KPK,PPATK, DPR dan OJK.

14. TEORI REVITALISASI


Menurut Bryson (2007, hlm 23) revitalisasi organisasisektor publik
dalam pelayanan publik berdasarkan rencanastrategis. 26Kemampuan
organisasi dalam merevitalisasitergantung pada kemampuan organisasi
melaksanakan tujuanberdasarkan rencana strategis yang telah ditetapkan.
Untuk itu,upaya merevitalisasi organisasi dapat dilakukan
denganmemperhatikan hal-hal berikut.
a. Lingkungan eksternal sebagai sumber energi hiduporganisasi, yaitu:
1) Tekanan yang dihadapi organisasi meliputi politik,ekonomi,
teknologi, customer serta kemampuan.
2) Kerjasama dengan organisasi Iain yang didasarkanpada
kalkulasi rasional. Dalam hal ini, menurutCharles (Soekanto,
2012, hlm. 80) disebutkan bahwakerjasama adalah kesepakatan
yang timbul apabilaorang menyadari bahwa mereka
mempunyaikepentingan kepentingan yang sama. 27

26
Bryson, Jhon M. (2007). Perencanaan Strategis Bagi Organisasi Sosial. Cet 8. Ypgyakarta : Pustaka Belajar
27
Soekanto, S. (2012). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta :Rajawali Pers.

19
Kerjasamayang efektif dicerminkan dengan adanya
komunikasikedua belah pihak yang intens, persepsi yang
samatentang hal yang dikerjasamakan, adanya
koordinasi,integrasi dan kolaborasi.
3) Kompetitif, yaitu kemampuan organisasi untukbersaing dengan
kompetitor.

b. Merevitalisasi Iingkungan internal organisasi


denganmenggunakananalisis SWOT (kekuatan, kelemahan,Peluang
dan kendala) guna merekomendasi perubahanorganisasi.
1) Mengidentifikasi existing condition organisasi, yaitu:sumber
daya manusia yang dimiliki, teknologi yangdigunakan, serta
menempatkan kompetensi personil.
2) Menganalisis perubahan bersifat fungsional.
3) Konteks perubahan berdasar pada sejarah atauoutcomes(hasil).
c. Melakukan diagnosis kinerja, dengan cara sebagai berikut.
1) Mendiagnosis karakteristik organisasi (internal
daneksternal),situasi dan budaya organisasi.
2) Mendiagnosis karakteristik pembuatan keputusanmelalui
konsensus dan harapan, serta situasi khusus.
3) Workplaces Ieaming, yaitu pendidikan dan traininguntuk
meningkatkan kinerja individu.

15. TEORI KEPEMIMPINAN


Kepemimpinan Democratic Policing artinya menerapkan
strategipemecahan masalah keamanan dan ketertiban di tengah masyarakat
dengan menggunakanbatasan nilai-nilai demokratis. Untukmengaplikasikan
batasan nilai-nilai demokratis tersebut, seorangpimpinan dalam tubuh
kepolisian harus memiliki wawasan mengenaidemokrasi dan segala
aspeknya. Kepemimpinan democratic policingdalam pengelolaan konflik di
Papua membutuhkan prasyaratkemampuan kepemimpinan yang memiliki
kapasitas sosial, kapasitaspolitik, kapasitas ekonomi, dan memiliki
kemampuan strategik. :

20
a. Kapasitas Sosial
Kapasilas sosial artinya adalah seorang pemimpin harus
memiliki kemampuan dalam melakukan proses komunikasi secara
ekternal-internal, maupun horizontal-vertikal (Susanto,2010). Proses
komunikasi yang dijalankan secara vertikal dapatdiartikansebagai
kemampuan untuk mengkomunikasikankendala, peluang, dan hal lain
yang konstruktif denganpumpmannya yang Iebih tinggi.
b. Kapasitas politik
Kapasitas Politik adalah kapasitas kepemimpinan yangdapat
dipahami sebagai kemampuan seorang pimpinan dalammembuat
kebijakan publik atau kebijakan politik yang dibutuhkan.
c. Kapasitas ekonomi
Kapasitas ekonomi berkaitan dengan kemampuanmelakukan
manajemen sumber daya yang berkaitan dengankemampuan ekonomi
personal maupun organisasi.
d. Kapasitas Strategik.
Kapasitas strategik dalam implementasi
kepemimpinandemocraticpolicing dapat dipahami sebagai suatu
bentukkemampuan pimpinan untuk menciptakan strategi yang
rasionaldengan asas-asas demokrasi dan kemanusiaan.

16. TEORI PERAN


Peran merupakan aspek yang dinamis dalam kedudukan terhadap
sesuatu. Apabila seseorang melakukan hak dan kewajibannya sesuai dengan
kedudukannya, maka ia menjalankan suatu peran (Soeharto, 2002;
Soekamto,1984: 237).
Teori peran (Role Theory) adalah teori yang merupakan perpaduan
teori, orientasi, maupun disiplin ilmu, selain dari psikologi, teori peran berawal
dari dan masih tetap digunakan dalam sosiologi dan antropologi (Sarwono,
2002). Dalam ketiga ilmu tersebut, istilah “peran” diambil dari dari dunia
teater. Dalam teater, seorang actor harus bermain sebagai seorang tokoh

21
tertentu dan dalam posisinya sebagai tokoh itu ia mengharapkan berperilaku
secara tertentu.
Dari sudut pandang inilah disusun teori-teori peran. Menurut Biddle
dan Thomas (1966) teori peran terbagi menjadi empat golongan yaitu yang
menyangkut :
a. Orang-orang yang mengambil bagian dalam interaksi sosial;
b. Perilaku yang muncul dalam interaksi tersebut;
c. Kedudukan orang-orang dalam perilaku;
d. Kaitan antara orang dan perilaku.

Beberapa dimensi peran sebagai berikut :


a. Peran sebagai suatu kebijakan. Penganut paham ini berpendapat
bahwa peran merupakan suatu kebijkasanaan yang tepat dan baik
untuk dilaksanakan;
b. Peran sebagai strategi. Penganut paham ini mendalilkan bahwa peran
merupakan strategi untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat
(public supports);
c. Peran sebagai alat komunikasi. Peran didayagunakan sebagai
instrumen atau alat untuk mendapatkan masukan berupa informasi
dalam proses pengambilam keputusan. Persepsi ini dilandaskan oleh
suatu pemikiran bahwa pemerintahan dirancang untuk melayani
masyarakat, sehingga pandangan dan preferensi dari masyarakat
tersebut adalah masukan yang bernilai guna mewujudkan keputusan
yang responsif dan responsibel;
d. Peran sebagai alat penyelesaian sengketa, peran didayagunakan
sebagai suatu cara untuk mengurangi atau meredam konflik melalui 8
usaha pencapaian konsesus dari pendapat-pendapat yang ada.
Asumsi yang melandasi persepsi ini adalah bertukar pikiran dan
pandangan dapat meningkatkan pengertian dan toleransi serta
mengurangi rasa ketidakpercayaan dan kerancuan;
e. Peran sebagai terapi. Menurut persepsi ini, peran diakukan sebagai
upaya masalah-masalah psikologis masyarakat seperti halnya
perasaan ketidakberdayaan , tidak percaya diri dan perasaan bahwa

22
diri mereka bukan komponen penting dalam masyarakat (Horoepoetri,
Arimbi dan Santosa, 2003),
Sosiolog yang bernama Glen Elder (dalam Sarwono, 2002) membantu
memperluas penggunaan teori peran menggunakan pendekatan yang
dinamakan “life-course” yang artinya bahwa setiap masyarakat mempunyai
perilaku tertentu sesuai dengan kategori-kategori usia yang berlaku dalam
masyarakat tersebut

“Teori peran menggambarkan interaksi sosial dalam terminology aktor-


aktor yang bermain sesuai dengan apa-apa yang ditetapkan oleh
budaya. Sesuai dengan teori ini, harapan-harapan peran merupakan
pemahaman bersama yang menuntun kita untuk berperilaku dalam
kehidupan sehari-hari. Menurut teori ini, seseorang yang mempunyai
peran tertentu misalnya sebagai dokter, mahasiswa, orang tua, wanita,
dan lain sebagainya, diharapkan agar seseorang tadi berperilaku
sesuai dengan peran tersebut. Seorang mengobati dokter. Jadi karena
statusnya adalah dokter maka ia harus mengobati pasien yang datang
kepadanya dan perilaku ditentukan oleh peran sosialnya (Sarwono,
2002:89)”.

Sebagaimana yang telah dipaparan oleh Sarwono di atas dimana


seseoran/organisasi yang mempunyai peran tertentu diharapkan agar
seseorang/organisasi tadi berperilaku sesuai dengan peran tersebut, lebih
lanjut penulis menarik sebuah kesimpulan bahwa peran pemerintah berarti
sebagai pelayan publik dan bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan
dasar dan hak-hak sipil setiap warga demi kesejahteraanya, seperti Biro
Pemerintahan Umum Setda Jawa Barat yang memiliki tujuan dalam fasilitasi
Pilkada di Provinsi Jawa Barat yang juga merupakan salah satu pelayanan
publik yang pemerintah berikan.
17. TEORI PEMBANGUNAN
a. Pembangunan dan Pembangunan Nasional
Pembangunan berkaitan erat dengan arus perubahanglobal
(globalisasi). Pembangunan nasional, menurutDjojonegoro (1996)
adalah suatu proses transformasimasyarakat dari suatu keadaan pada
keadaan yang lain yangmakin mendekati tata masyarakat yang dicita-
citakan; dalamproses transformasi itu ada dua hal yang perlu
diperhatikan,yaitu keberlanjutan (continuity) dan perubahan
(change),tarikan antara keduanya menimbulkan dinamika

23
dalamperkembangan masyarakat. Untuk mencapai
pembangunannasional yang progresif, maka diperlukan kekuatan
padatingkat struktur sosial ningga tingkat masyarakat.
Prosespembangunan menghendaki adanya pertumbuhan
secaraekonomi yang diikuti dengan perubahan (growth plus
change)dalam perubahan struktur ekonomi, dari pertanian ke
industriatau jasa, perubahan kelembagaan, baik lewat regulasimaupun
reformasi kelembagaan. Pembangunan terencanadirasakan sebagai
suatu usaha yang Iebih rasional dan teraturbagi pembangunan
masyarakat yang belum atau baruberkembang (Subandi: 2011).

b. Pembangunan dan Disintegrasi Sosial


Secara teoritis, disintegrasi sosial muncul akibatpembangunan
yang tidak merata. Negara-negara dalam masaperkembangan,
cenderung mengalami tingkat disintegrasisosial yang lebih tinggi,
akibat ketidaksiapan pemerintahdalam mengelola arus perubahan
global. Spesialisasiinternasional yang tidak merata terwujud oleh
distorsi-distorsikegiatan ekspor, birokrasi, dan industri ringan di batas
luaratau tingkat global (Chilcote, 2007).
Fernando Henrique Cardoso (1972) setuju,
bahwaperekonomian internasional yang dikuasai oleh negara
majutelah menjadi basis bagi negara berkembang dalammenentukan
agenda nasionalnya. Oleh karena itu, Indonesiayang merupakan
negara berkembang, masih memilikiketergantungan global yang clapat
mengakibatkan disintegrasi sosial. Menghadapi hal tersebut perlu bagi
pemerintahansuatu negara untuk me-nyusun strategi
menghadapiperubahan sosial agar meminimalisir resistensi
danmenghindari disintegrasi sosial dalam masyarakat.

18. TEORI 4-C DIAMOND MODEL


Teori yang berfungsi untuk mengetahui harapan dan tuntutan customer
serta kekuatan dan kelemahan daripaa competitor/pesaing dalang rangka

24
mencapai superior organizational performance (keunggulan organisasi)28.
Teori yang digunakan untuk melakukan analisis agar organisasi Polri selalu
sustain, diantaranya sebagai berikut :
a. Melakukan analisis terhadap kompetitor Polri yang akan bermunculan
dan berperan sebagai pengawas, koordinator dan enegak hukum yang
akan mengancam upaya Polri untuk meningkatkan perannya dalam
Tim Pengendali Inflasi guna mendukung stabilitas ekonomi dalam
rangka terwujudnya pembangunan nasional.
b. Melakukan analisis Customer dimana Polri harus memahami apa yang
diinginkan masyarakat karena masyarakat tidak saja merupakan obyek
tetapi juga Polri harus memberikan pertanggung jawaban tugasnyaa
kepada masyarakat.
c. Analisis Change/perubahan, dimana Polri harus memperhatikan
perubahan di lingkungan luar organisasi anrata lain sosio kultural
masyarakat, political legal, teknologi, ekonomi dan lain-lain.
d. Selanjutnya melakukan analisis SWOT terkait dengan tugas dan peran
Polri sebagai Tim Pengendali Inflasi guna mendukung stabilitas
ekonomi dalam rangka terwujudnya pembangunan nasional.

Relevansi teori 4-C Diamond Sub Model ini adalah digunakan untuk
menggambarkan harapan dan tuntutan masyarakat terhadap pelaksanaan
tugas Polri serta mengkaji kekuatan dan kelemahan daripada
competitor/pesaing dalam rangka mencapai superior organizational
performance (keunggulan organisasi) Polri yang berperan sebagai Tim
Pengendali Inflasi guna mendukung stabilitas ekonomi dalam rangka
terwujudnya pembangunan nasional.
19. TEORI POSITIONING, DIFFERENTIATION, BRAND (PDB)
Kartajaya (2005) menyatakan Positioning merupakan proses
menempatkan suatu produk (program dalam konteks Polri) agaar endapatkan
atensi yang sesuai dengan keinginan. Kriteria keunggulan positioning produk
menurut Jobber (2004) adalah; Clarity yaitu posisi produk harus jelas dalam
menggambarkan target pasar dan kekuatan diferensiasi; Consistency yaitu

28
Hermawan Kartajaya, 2002, Hermawan Kartajaya on Marketing, Cetakan ke Enam, Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama

25
pesan yang konsisten dari Positioning produk penting untuk memberi
kekuatan bersaing bagi produk; Credibility yaitu kekuatan diferensiasi harus
kedibel dalam benak target pasar; Competitiveness yaitu kekuatan
diferensiasi harus menggambarkan nilai produk untuk sasaran yang tidak
dapat ditawarkan oleh program pesaing. Dalam hal ini Positioning adalah
segala upaya untuk memposisikan Polri di benak masyarakat secara luas.
Diferensiasi menurut Kartajaya (2005), adalah upaaya
mengintegrasikan konten, konteks, dan infrastruktur pada penawaran produk
kepada konsumen. Atau upaya untuk membedakan diri dan mencapai
keunggulan-keunggulan Polri dibandingkan institusi-institusi sejenis.
Sementara brand (merek) akan tercipta jika positioning yang tepat
direalisasikan dalam sebuah diferensiasi yang kokoh. Positioning adalah janji,
sedangkan diferensiasi adalah bagaimana memenuhi janji tersebut dengan
keunggulan-keunggulan yang dimiliki. Proses saling menguatkan antar 3
elemen ini akan menciptakan self-reinforcing mechaanism (proses penguatan
secara terus menerus). Self-reinforcing mechanism yang mampu berjalan
dengan baik disebut virtuous circle.
Model PDB Triangle (Positioning-Diferentiation-Brand) menurut
Kartajaya (2007) merupakan salah satu langkah strategi awal dalam rangka
mereposisi dan merekontruksi tugas pokok, fungsi dan peran aparat penegak
hukum kepada masyarakat.29
Hal ini sangat penting bagi kepemimpinan Polri dalam membangun
brand/citra yang baik dan positif di tengah-tengah masyarakat. Komunikasi
yang semakin baik dan intensif antara Polri dan masyarakat dalam
mendapatkan informasi dan membangun hubungan yang harmonis
merupakan pelaksanaan program dengan melibatkan masyarakat dan
bentuk-bentuk kegiatan bersama masyarakat lainnya merupakan bentuk
strategi differentiation yang menjadi nilai-nilai keunggulan dibandingkan
dengan masa lalu. Pada akhirnya, brand Polri sebagai pelindung, pelayan,
dan pengayom masyarakat yang tercermin dari tampilan anggota Polri akan
meningkat dengan sendirinya sebagai kontribusi pelaksanaan positioning dan
differntiation yang tepat.

29
Kartajayaa, H. 2007. Boosting loyalty Marketing Performance : Menggunakan Teknik Penjualan, Customer
Relationship Management, dan Servis untuk Mendongkrak Laba. Bandung : Mizan Pustaka

26
Hal ini berarti bahwa sosok pemimpin Polri transformatif harus bisa
membangkitkan kepercayaan masyarakat dengan menampilkan kemampuan
dan potensi diri dan organisasin yang sudah profesional dan modern dalam
pelaksanaaan tugas melindungi dan melayani masyarakat. Selain itu, juga
harus mampu membuktikan Polri sebagai organisasi yang unggul dengan
berbagai bentuk kinerjanya dalam mengantisipasi dampak globalisasi dan
tantangan era milenia. Semua ini akan menjadi bukti dan track record positif
yang secara terus menerus terbangun hingga paa akhirnya meningkatkan
kepercayaan masyarakat terhadap Polri.

20. TEORI AKUNTABILITAS

Konsep akuntabilitas berawal dari pemikiran bahwa, setiap kegiatan


harusdipertanggungjawabkan kepada orang atauinstansi yang
memberikewenangan untuk melaksanakan suatu program. Menurut
Mardiasmo (2004), menerangkan bahwa akuntabilitas adalah kewajiban pihak
pemegang amanah (agent) untuk memberikan pertanggung jawaban,
menyajikan, melaporkan, dan mengungkapkan segala aktifitas dan kegiatan
yang menjadi tanggung jawabnya kepada pihak pemberi amanah (prinscipal)
yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta pertanggung jawaban
30
tersebut . Dengan demikian akuntabilitas merupakan pertanggungjawaban
atas segala yang dilakukan oleh pimpinan atau lembaga yang memberi
wewenang dan akuntabilitas merupakan prinsip yang menjamin bahwa setiap
kegiatan suatu organisasiatau perorangan dapat dipertangungjawabkan
secara terbuka kepada masyarakat.

21. TEORI KINERJA


Menurut Edison, Anwar (2016) kinerja adalah hasil dari suatu proses
yang mengacu dan diukur selama periode waktu tertentu berdasarkan
ketentuan atau kesepakatan yang telah ditetapkan sebelumnya. Menurut
Mangkunegara (2007) dalam jurnal Haryani (2016)mengemukakan bahwa
istilah kinerja dari kata “job performance atau actual performance” (prestasi

30
Mardiasmo.2004, Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah.Yogyakarta.

27
kerja atau prestasi sesungguhnya) yaitu hasil kerja secara kualitas dan
kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya
sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.Kinerja menjadi
cerminan kemampuan dan ketrampilannya dalam pekerjaan tertentu yang
akan berdampak pada reward dari organisasinya31.

Bernardin dan  Russel  (dalam  Ruky,  2002)  memberikan pengertian


atau kinerja sebagai berikut : “performance is defined as the record of
outcomes produced on a specified job function or activity during time period. 
Prestasi atau kinerja adalah catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari
fungsi-fungsi  pekerjaan  tertentu  atau kegiatan  selama  kurun  waktu 
tertentu.32

Pengertian kinerja lainnya dikemukakan oleh Payaman Simanjuntak


(2005) yang mengemukakan kinerja adalah tingkat pencapaian hasil atas
pelaksanaan tugas tertentu.Kinerja perusahaan adalah tingkat pencapaian
hasil dalam rangka mewujudkan tujuan perusahaan.Manajemen kinerja
adalah keseluruhan kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan kinerja
perusahaan atau organisasi, termasuk kinerja masing-masing individu dan
kelompok kerja di perusahaan tersebut. 33

Dessler (2009) berpendapat : Kinerja (prestasi kerja) karyawan adalah


prestasi aktual karyawan dibandingkan dengan prestasi yang diharapkan dari
karyawan. Prestasi kerja yang diharapkan adalah prestasi standar yang
disusun sebagai acuan sehingga dapat melihat kinerja karyawan sesuai
dengan posisinya dibandingkan dengan standar yang dibuat.Selain itu dapat
juga dilihat kinerja dari karyawan tersebut terhadap karyawan lainnya. 34

Berdasarkan beberapa pendapat tentang kinerja dan prestasi kerja


dapat disimpulkan bahwa pengertian kinerja maupun prestasi kerja
mengandung substansi pencapaian hasil kerja oleh seseorang.Dengan
demikian bahwa kinerja maupun prestasi kerja merupakan cerminan hasil

31
Kumbul KS (2018). Pengaruh gaya kepemimpinan, lingkungan kerja dan kompetensi terhadap
kinerja Penyidik dan Penyidik Pembantu di Ditresnarkoba Polda sumbar.TesisSTIE.Padang.
32
Ruky. , Ahmad. 2002. Sistem Manajemen Kinerja. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
33
Simanjuntak, Payaman J. 2005. Manajemen dan Evaluasi Kerja. Lembaga Penerbit FEUI, Jakarta.
34
Dessler, Gary. 2009. Manajemen SDM buku 1. Jakarta : Indeks

28
yang dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang.Kinerja perorangan
(individual performance) dengan kinerja lembaga (institutional performance)
atau kinrja perusahaan (corporate performance) terdapat hubungan yang
erat. Dengan perkataan lain bila kinerja karyawan (individual performance)
baik maka kemungkinan besar kinerja perusahaan (corporate performance)
juga baik.

22. TEORI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KARAKTER


Muslich (2011:75) dan Lickona (1992) menjelaskan 3 (tiga) komponen
karakter yang baik, yaitu moral knowing atau pengetahuan tentang moral,
moral feeling atau perasaan tentang moral dan moral action atau perbuatan
moral.35 Selanjutnya faktor-faktor yang mempengaruhi karakter adalah faktor
dari dalam dan luar dirinya. Faktor dari dalam diri meliputi insting,
kepercayaan, keinginan, hati nurani dan hawa nafsu.Sedangkan faktor dari
luar diri adalah lingkungan, rumah tangga dan sekolah, pergaulan teman dan
sahabat, serta penguasa/pemimpin. Faktor-faktor tersebut selanjutnya akan
diidentifikasi, dipilih dan dimasukan dalam SWOT.

23. TEORI MANAJEMEN SARPRAS


Menurut Hanjar, manajemen logistik merupakan serangkaian kegiatan
perencanaan, pengorganisasian dan pengawasan terhadap kegiatan
pengadaan, pencatatan, pendistribusian, penyimpanan, pemeliharaan dan
penghapusan logistic guna mendukung efektivitas dan efisiensi dalam upaya
pencapaian tujuan organisasi..36Dari pengertian tersebut, maka manajemen
Sarpras adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan mulai perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan terhadap pengelolaan
Sarpras yang meliputi semua aspek siklusnya, guna mendukung efektivitas
dan efisiensi pelaksanaan tugas mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

24. TEORI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MANAJEMEN

Suparno, 2018, Analisis Faktor-Faktor Pembentuk Karakter SMART Siswa di Sekolah Islam
35

Terpadu, Jurnal UNY.

36
Manajemen Sarpras, Modul Dikbangspes Sarpras Polri, hlm. : 24-25.

29
Faktor-faktor yang mempengaruhi manajemen terdiri dari faktor
lingkungan internal dan eksternal.Faktor lingkungan internal adalah suatu
kondisi umum yang berada di dalam lingkungan organisasi tersebut, meliputi
karyawan atau pegawai serta pemimpin manajemen.Sedangkan faktor
lingkungan eksternal adalah sesuatu di luar batasan dari organisasi itu sendiri
yang mungkin mempengaruhinya, di mana ada faktor yang berpengaruh
secara langsung dan tidak langsung.Lingkungan eksternal mikro yang
merupakan faktor lingkungan yang secara langsung meliputi penyedia
(supliers), langganan, pemilik/pemegang saham, pesaing (kompetitor),
pekerja, lembaga keuangan dan pemerintah. Selanjutnya lingkungan
eksternal makro yang merupakan faktor lingkungan yang secara tidak
langsung meliputi perkembangan teknologi, variable-variabel ekonomi,
lingkungan sosial budaya dan variable politik hokum.. 37Faktor-faktor tersebut
selanjutnya akan diidentifikasi, dipilih dan dimasukan dalam strenght,
weaknesses, opportunities dan threats(SWOT).

25. TEORI PEMBINAAN


Pembinaan karier merupakan usaha formal untuk mengubah nasib di
lingkungan suatu organisasi dimana terdapat usaha pengkaderan atau
kaderisasi anggota untuk dipromosikan (Kadarisman, 2017). Program
kaderisasi sesungguhnya memiiki dua sisi yang saling berkaitan, yaitu
inventarisasi kualifikasi individu karyawan dan inventarisasi kualifikasi yang
dipersyaratkan pada setiap posisi atau jabatan. Perancangan program
kaderisasi yang dilakukan pada pekerjaan tersebut terutama difokuskan pada
perumusan kualifikasi yang dipersyaratkan pada setiap posisi atau jabatan
dalam organisasi. Pembinaan karier sangat penting bagi suatu organisasi,
karena karier merupakan kebutuhan yang harus terus dikembangkan dalam
diri seorang anggota sehingga mampu memotivasi anggota untuk
meningkatkan kinerjanya.

26. TEORI MANAJEMEN PERTAHANAN NEGARA


Adam Smith (1776),38 menyatakan, bahwa tugas pertama dari suatu
negara berdaulat adalah melindungi warga negaranya dari tindak kekerasan
https://www.susanfokus.com, 2017, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Manajemen, diunduh pada
37

hari senin, 15 Juli 2019, pukul 19.00 WIB.

30
dan invasi dari negara lain.Hal tersebut mendorong banyak negara untuk
membangun dan membina sebuah kekuatan militer. Dalam
perkembangannya, manajemen pertahanan negara diperlukan dalam rangka
mengembangkan metoda-metoda baru di bidang manajemen pertahanan
negara. Salah satu kunci strategis yang menjadi bagian dari manajemen
pertahanan negara adalah manajemen bidang SDM atau personel militer.
Profesionalisme SDM dalam suatu organisasi adalah sebuah
keniscayaan, termasuk pada organisasi pertahanan negara (TNI).
Profesionalisme bertumpu pada pengawak organisasi dhi. personel TNI.
Keberhasilan tata kelola bidang SDM bersifat strategis sebagai salah satu
Critical Success Factor (CSF) yang menjadi menjadi penentu keberhasilan
pelaksanaan tugas pokok organisasi TNI.

27. TEORIPENGENDALIAN INTERNAL


PierreAeplimengatakanbahwapengendalianmerupakan platform
bagimanajemenuntukmengawasiberjalannyafungsi-fungsidalamorganisasi,
mengawasikemajuan dan perkembangandarisuatukegiatan dan
mengenalikelemahandalamorganisasi.Lebihlanjut Pierre
Aeplimengemukakanbahwaterdapatempattujuanumumdarikegiatanpengendali
an:

a. Mendeteksiadanyaperbedaan dan perubahanterhadapstandar,


perencanaan dan atautujuan;

b. Menjadidasarbagitindakanperbaikan yang diperlukan;

c. Menilaihasil yang telahdicapai;

d. Memperkaya proses pembelajarandalamorganisasi.

Secarakhususdalamorganisasikepolisian, Pierre menjabarkan 5 (lima)


aspeksasaranpengendalianyaitu:

a. Efektifitas: Apakahtujuantelahterpenuhi?
38
Smith, Adam. (1776, 2009). An Inquiry into the Wealth of Nation. New York: Thrifty Books. Hal. 564. “The first
duty of the sovereign, that of protecting the society from the violence and invasion of other independent societies,
can be performed only by means of a military force. But the expense both of preparing this military force in time
of peace, and of employing it in time of war, is very different in the different states of society, in the different
periods of improvement.”

31
b. Effisiensi: Apakah output sudahsepadandengan input atauinvestasi
yang telahdikeluarkan?

c. Legitimasi:
Apakahtindakanpengukuransudahdilakukansesuaikaidahperundang-
undangan dan proporsional?

d. Akuntabilitas: Apakahpengukurantanggungjawabpekerjaan yang


telahdilakukan oleh para pelaksanadari operator
hinggatingkatpimpinan?

e. Imparsialitas:
Apakahsemuasubyekdarikegiatanpemolisiantelahdiperlakukandengana
dil dan setara?39

Pierre juga mengatakanbahwakegiatanpengendalianmerupakan


subsistemdarikeseluruhansistem yang
salingterkaitdalamlingkupmanajemenuntukmencapaitujuanorganisasi yang
dapatdilakukandarieksternal (luarorganisasi) dan internal(dalamorganisasi).

Salah satubentukkeberhasilanpengendalian internal


adalahterbentuknyaperilaku yang menciptakanself controldan dijelaskan oleh
Smith and Gray denganmembagiperilakupolisimenjaditigayaituworking rules,
inhibitory rules dan presentational rules3.

Di dalamkontekspemerintahan, Agung
Damarsasongkomenjelaskanbahwasistempengendalian internal adalah
proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang
dilakukansecaraterusmenerus oleh pimpinan dan
seluruhpegawaiuntukmemberikankeyakinanmemadaiatastercapainyatujuanor
ganisasimelaluikegiatan yang efektif dan efisien,
keandalanpelaporankeuangan, pengamananaset negara dan
ketaatanterhadapperaturanperundang-undangan (PP 60/2008, Bab I Ps. 1
butir 1).

39
Pierre Aepli, 2011, Decision Making in Policing, EPFL Press, Switzerland
3
Trevor Jones, 1994, Democracy and Policing, Police Studies Institute, UK

32
Berdasarkanuraian di atas,
makaperumusankebijakanstrategisdalamnaskahiniakandifokuskan pada
akuntabilitasdan kultur akuntabilitassumberdaya yang akandibahas pada Bab
VI.

28. TEORI MANAJEMEN SISTEM INFORMASI


Sistem Informasi adalah suatu sistem terintegrasi yang mampu
menyediakan informasi yang bermanfaat bagi penggunanya atau orang lain.
Sistem Informasi memiliki komponen fisik, antara lain : Perangkat keras
komputer, perangkat lunak komputer, basis data, prosedur, personil untuk
pengelolaan operasi. Pengelola sistem Informasi memiliki tingkatakan
manajemen yang telah terstruktur.

Menurut Robert A. Leitch dalam buku Jogiyanto HM., (1999 : 11) 40,
sistem informasi adalah “suatu sistem di dalam suatu organisasi yang
mempertemukan kebutuhan pengolahan transaksi harian, mendukung
operasi, bersifat manajerial dan kegiatan strategi dari suatu organisasi dan
menyediakan pihak luar tertentu dengan laporan-laporan yang diperlukan”.

Pengelola sistem informasi terorganisasi dalam suatu struktur


manajemen. Oleh karena itu bentuk / jenis sistem informasi serta jumlah
orang yang diperlukan sesuai dengan level manajemennya yaitu :

a. Manajemen Level Atas: untuk perencanaan strategis, kebijakan dan


pengambilan keputusan.
b. Manejemen Level Menengah: untuk perencanaan taktis.
c. Manejemen Level Bawah: untuk perencanan dan pengawasan operasi
d. Operator: untuk pemrosesan transaksi dan merespon permintaan.
Untuk pengembangan sebuah sistem informasi diperlukan struktur
manajemen organisasi personil.
29. TEORI DISRUPSI (Disruption Theory)
Mengenai disruption theory, ada dua pengertian yang hendak
dipaparkan dalam bagian ini. Pertama adalah pemahaman disruption menurut
Francis Fukuyuma, seorang futuris yang mengajar politik-ekonomi
international di Paul H. Nize School of Advance International Studies, Johns
40
Jogiyanto H.M, 1999, Analisis dan Disain Sistem Informasi, Andi, Yogyakarta.

33
Hopkins University dan berikutnya adalah teori disruption menurut Clayton M.
Christensen, guru besar di Harvard Business School.
Keduanya menguturakan pemahaman disrupsi yang masing-masing
mereka pahami, dan semua tertuang dalam buku-buku mereka. Masing-
masing melihat disruption sebagai gangguan dan sebuah keuntungan yang
perlu dihadapi dan dimanfaatkan. Berikut pandangan disruption dari
Fukuyuma dan Christensen:
a. Disruption Menurut Francis Fukuyama
Francis Fukyuma, penulis buku The Great Disruption,
melihat sebuah gejala dan peristiwa disruption sebagaimana arti
leksikal dari kata tersebut. Disruption dipandang sebagai sebuah
guncangan yang mengacaubalaukan tatanan sosial dalam masyarakat.
Perkembangan teknologi informasi yang semakin radikal menjadi
indikator yang membuat Fukuyuma melihat era ini sebagai sebuah era
disrupsi. Segala sesuatu terasa dekat dan serba tersedia. Fukuyuma
tidak mengharamkan teknologi informasi. Fukuyuma memandang
bahwa masyarakat yang dikuasai oleh kekuatan informasi pada era ini
cenderung menghargai nilai-nilai yang dijunjung tinggi dalam
demokrasi, yaitu kebebasan (freedom) dan kesetaraan (equality).
Kebebasan memilih mencuat tinggi sebagai hak, sementara semua
jenis hirarki (dalam agama, politik, pemerintah, bisnis dan lain-lain)
digerogoti daya regulasi dan kecenderungan koersifnya. Di mana-
mana terjadi kekacauan sosial yang membuat orang merasa tidak
nyaman berada di mana pun, bahkan di kota-kota besar yang
dikatakan maju. Kekerabatan dan keluarga sebagai institusi sosial
yang paling primer terguncang, tingkat perceraian meningkat dan
jumlah kehamilan di luar nikah tak bisa dibendung. Dari sini
Fukuyuma mengangkat isu penting yang menjadi landasan teorinya
mengenai modal sosial (social capital) dan kapitalisme. Ia
mendefinisikan modal sosial yang dilihatnya sebagai perangkat nilai-
nilai informal atau norma-norma yang diperuntukan bagi anggota
kelompok dalam sebuah lingkungan tertentu yang dianggap kooperatif.
Ia memberi contoh keluarga sebagai salah satu modal sosial yang
paling penting.

34
b. Disruption Menurut Clayton M. Christensen
Chirstensen melihat ada peluang besar untuk berinovasi pada
masa ini. Di mata Christensen, guncangan yang terjadi berkaitan erat
dengan industri, bisnis dan keuangan. Dalam perjalanan waktu hingga
tahun ini, pandangan Chirstensen memang lebih populer dibandingkan
dengan Fukuyuma. Pemikirannya menjadi sangat kontekstual karena
menyangkut perkembangan teknologi yang semakin canggih, contoh
yang paling nyata ialah tumbuhnya beragam aplikasi-aplikasi smart-
phone yang menjawab berbagai kebutuhan, dan kemudian
menghancurkan para pelaku ekonomi lama (incumbent) yang tak bisa
membaca perubahan yang terjadi. Disrupsi bagi Christensen adalah
inovasi yang memberikan keuntungan, bukan karena suatu perusahan
memiliki highly regulated procedures, melainkan karena suatu
penyangkalan (deception) atau pengabaian terhadap apa yang
dianggap remeh. Renald Kasali dalam tulisannya yang berjudul
Disruption (Gramedia: 2017), menegaskan pandangan ini. Ada
kecenderungan oleh para pelaku ekonomi yang sudah mapan, merasa
nyaman dengan sistem yang mereka miliki. Kekuasaan yang besar
dianggap paling kuat dan aman, sehingga diyakini akan terus
mendatangkan keuntungan.41

30. TEORI OPTIMALISASI

Menurut kamus besar bahasa Indonesia tahun 1994 (Jakarta: Balai


Pustaka) pengertian optimalisasi berasal dari kata dasar optimal yang berarti
terbaik, tertinggi, paling menguntungkan, menjadikan paling baik, menjadikan
paling tinggi, pengoptimalan proses, cara, perbuatan mengoptimalkan

41
https://www.kompasiana.com/wiliamsroja/disruption sebagaigangguan dan
inovasisertapengaruhnyabagiperkebanganilmupengetahuan  diakses 5 Juni 2018 pukul 22:20.

35
(menjadikan paling baik, paling tinggi, dan sebagainya) sehingga optimalisasi
adalah suatu tindakan, proses, atau metodologi untuk membuat sesuatu
(sebagai sebuah desain, sistem, atau keputusan) menjadi lebih/sepenuhnya
sempurna, fungsional, atau lebih efektif. Menurut Winardi (1996:363)
optimalisasi adalah ukuran yang menyebabkan tercapainya tujuan. Secara
umum optimalisasi adalah pencarian nilai terbaik dari yang tersedia dari
beberapa fungsi yang diberikan pada suatu konteks.Jika melirik pemahaman
dari teori optimalisasi ini maka wujud pembinaan satuan dibutuhkan dalam
rangka mendukung pelaksanaan tugas pokok satuan.

31. TEORI SINERGITAS

Sinergitasmerupakan hubungan antara dua pihak dapat menghasilkan


tingkatan komunikasi apabila saling dihadapkan kepada elemen kerjasama
dan kepercayaan. Sedangkan Sinergi, menurut Hanssens dan Johansson
Inti dari ide sinergi (synergy) adalah melibatkan seluruh potensi akan lebih
baik daripada sebagian- sebagian (the whole is more than the sum of the
parts). Merujuk pendapat tersebut, sinergi merupakan tingkat kinerja yang
dihasilkan oleh perpaduan Satuan Kerja dari lembaga-lembaga pemerintah
maupun non pemerintah yang terpisah yang berasal dari satu negara yang
sama, dimana masing-masing melakukan tindakan-tindakan yang independen
di dalam mencapai tujuan organisasi. Intinya adalah perpaduan potensi dari
masing-masing kelembagaan yang terlibat untuk meraih tujuan yang sama.
Suatu kegiatan penanggulangan bencana yang disinergikan antar lembaga
pemerintah dalam hal ini TNI dengan instansi-instansi terkait akan mampu
menghasilkan atau meningkatkan kinerja optimal dari setiap elemen
organisasi dan efektivitas dalam pencapaian tujuan dan sasaran
penanggulangan bencana.

32. TEORI PROFESIONALISME


Berdasarkan buku “Panduan Hak Azasi Manusia untuk personel Polri”,
Profesional berarti melakukan suatu keahlian sebagai pekerjaan pokok.
Sekalipun demikian “Profesional“ lebih dari pada sekedar ahli. Seseorang
dapat dikatakan Profesional bila ia dapat memadukan antara ketajaman

36
intelektual (Intellegence quetion), ketajaman emosional (Emotional quetion)
dan ketajaman spiritual (Spiritual Quetion). Terdapat 4 (empat) indikator yang
dapat dilihat dalam diri seorang Profesional yaitu:
a. Kompeten adalah memiliki pengetahuan,keterampilan, dan sikap
emosional yang matang.
b. Keterkaitan (connection) adalah keterkaitan antara pengetahuan, sikap
dan keterampilan, dengan pekerjaan yang dilakukan.
c. Konsisten (consistence) adalah satu kata dengan perbuatan secara
berkesinambungan.
d. Komitmen (commitment) adalah mencintai bidang tugas yang
dilakukan.
Sedangkan Soedijarto (1990:57) mendefinisikan profesionalisme
sebagai perangkat atribut-atribut yang diperlukan guna menunjang suatu
tugas agar sesuai dengan standar kerja yang diinginkan. 

33. TEORI PRODUKTIFITAS KINERJA


Menurut Payaman Simanjuntak mengemukakan bahwa Secara
filosofis, produktivitas mengandung pandangan hidup dan sikap mental yang
selalu berusaha untuk meningkatkan mutu kehidupan. Keadaan hari ini harus
lebih baik dari kemarin, dan mutu kehidupan besok harus lebih baik dari hari
ini. Pandangan hidup dan sikap mental yang demikian akan mendorong
manusia untuk tidak cepat merasa puas, akan tetapi terus mengembangkan
diri untuk meningkatkan kemampuan sehingga akan dihasilkan produktivitas
yang tinggi.
Menurut Henry Simamora (2004: 612) faktor-faktor yang digunakan
dalam pengukuran produktivitas kerja meliputi kuantitas kerja, kualitas kerja
dan ketepatan waktu.

34. TEORI MANAJEMEN LOGISTIK


Manajemen adalah suatu proses perencanaan yang dilakukan oleh
sebuah organisasi untuk mencapai suatu tujuan tertentu, sedangkan logistik
adalah seni dan ilmu mengatur dan mengontrol arus barang, energi, informasi

37
dan sumber daya lainnya, seperti produk, jasa dan manusia dari sumber
produksi ke pasar dengan tujuan menoptimalkan penggunaan modal.
Menurut Subagya pakar logistik Indonesia bahwa manajemen
logistik adalah suatu penerapan prinsip-prinsip manajemen dalam kegiatan
logistik dengan tujuan agar pergerakan personil dan barang dapat dilakukan
secara efektif dan efisien.
Manajemen logistik adalah bagian dari proses supply chain
management yang memiliki fungsi penting dalam perencanaan,
pelaksanaan, dan pengendalian efektifitas dan efisiensi penyimpanan dan
aliran barang, pelayanan dan informasi, hingga ke titik konsumsi untuk
memenuhi keperluan konsumen.

35. TEORI BUDAYA ORGANISASI


Definisi Budaya Organisasi menurut Stanley Davis (1984), dalam buku
“Managing Corporate Culture”, adalah keyakinan dan nilai bersama yang
memberikan makna bagi anggota sebuah institusi dan menjadikan keyakinan
dan nilai tersebut sebagai aturan / pedoman berperilaku di dalam organisasi”.
Budaya organisasi di ajarkan baik secara formal maupun informal pada
seluruh karyawan dan kepatuhan terhadap budaya organisasi tersebut
menjadi acuan dalam penentuan reward and punishment (Robbins,1991).

Budaya organisasi terwujud dalam unsur-unsur / elemen budaya


organisasi. Secara umum elemen budaya organisasi terdiri dari dua elemen
pokok yaitu elemen yang bersifat idealistik dan elemen yang bersifat
behavioral (Sobirin, 2007).Salah satu elemen idealistik adalah nilai-nilai
organisasi (organisation value). Nilai-nilai organisasi diterima apa adanya
sebagai bagian dari kehidupan mereka dan bahkan mempengaruhi perilaku
mereka dan perilaku organisasi secara keseluruhan. Adapun elemen yang
bersifat behavioral adalah artefak organisasi yaitu berupa perilaku / cara kerja
yang dapat diamati secara kasat mata. Elemen artefak sangat dipengaruhi
oleh elemen idealistic

38
- SIMBOL
ARTEFAK - PERILAKU

- NILAI2 ORGANISASI
IDEALISTIK - SIKAP

36. TEORI SIKAP DAN PERILAKU (Attitude and Behaviour Theory)


Sikap merupakan suatu reaksi untuk menyukai atau tidak menyukai
sesuatu dan muncul dalam bentuk kepercayaan, perasaan atau prilaku yang
diinginkan (Myers, dalam Sarwono, 1996).Sikap adalah suatu sistem evaluasi
positif atau negatif, yakni suatu kecenderungan untuk menyetujui atau
menolak. Sikap positif akan terbentuk apabila rangsangan yang datang pada
seseorang memberi pengalaman yang menyenangkan. Sebaliknya sikap
negatif akan timbul, bila rangsangan yang datang memberi pengalaman yang
tidak menyenangkan (Suharyat, 2009).
Sikap mengadung 3 bagian domain, yaitu kognitif, afektif dan konatif
(Sarwono, 1996; Suharyat, 2009).Komponen kognitif merupakan aspek sikap
yang berkenaan dengan pengetahuan individu terhadap obyek atau subyek.
Informasi yang masuk ke dalam otak manusia, melalui proses analisis,
sintesis, dan evaluasi akan menghasilkan nilai baru yang akan diakomodasi
atau diasimilasikan dengan pengetahuan yang telah ada di dalam otak
manusia. Komponen Afektif adalah perasaan (emosi) individu terhadap obyek
atau subyek, yang sejalan dengan hasil penilaiannya.Sedang komponen
konatif adalah berkenaan dengan kesadaran individu untuk melakukan
perbuatan sesuai dengan keyakinan dan keinginannya.Ketiga komponen
sikap tersebut berkaitan satu dengan yang lainnya dan menentukan sikap
individu. Dengan adanya ikatan atara ketiga domain tersebut maka bila kita
mengetahui tentang sikap maka kita akan dapat meramalkan prilaku
seseorang (Sarwono, 1996).
Hubungan antara kognitif, afektif dan konatif terhadap sikap terlihat
pada gambar di bawah ini:

COGNITIVE
39

AFFECTIVE ATTITUDE BEHAVIOUR


CONATIVE

37. TEORIMANAJEMEN ANGGARAN


Manajemen anggaran merupakan seluruh proses kegiatan yang
direncanakan dan dilaksanakan secara sengaja dan sungguh-sungguh, serta
pembinaan secara kontinu terhadap biaya operasional, sehingga kegiatan
operasional semakin efektif dan efisien, demi membantu tercapainya tujuan
yang telah ditetapkan. Anggaran Polri terdiri dari 3 jenis yaitu: pertama,
belanja pegawai; kedua, belanja barang; dan ketiga, belanja modal.
Sementara money follows program menegaskan perlunya pendekatan
penganggaran yang berdasarkan pada bobot program/ kegiatan sesuai
dengan tujuan yang ditetapkan oleh pemerintah. Pada konsep Money Follow
Program juga menegaskan adanya fase penilaian atas program-program
yang akan diajukan. Program-program yang memberi manfaat yang besar
pada rakyat akan mendapatkan prioritas utama dalam pengalokasian
anggaran, baru berikutnya diikuti pengalokasian anggaran pada program-
program dengan bobot di bawahnya (lebih rendah). Sebaliknya jika terjadi
efisiensi (penghematan) anggaran maka program-program yang memiliki
bobot yang memberikan manfaat lebih rendah kepada rakyat yang harus
dihemat (dipotong) terlebih dahulu.Prinsipnya tidak semua fungsi
pemerintahan yang didanai, jika memang tidak memberikan manfaat yang
lebih besar kepada rakyat, maka tidak perlu didanai.

38. TEORI KONFLIK


Konflik merupakan serapan dari bahasa Inggris conflict yang berarti
percekcokan, perselisihan, pertentangan. Conflict sendiri berasal dari kata

40
kerja Latin configure yang berarti saling memukul atau ada juga yang
berpendapat berasal dari kata Latin “conflictus”, yang berarti tabrakan atau
bentrokan42 . Longman Dictionary of Contemporary English, mengartikan
sebagai:
“A state of disagreement or argument between opposing groups or
opposing ideas or principles, war or battle, struggle to be in opposition;
disagree”
Otomar J. Bartos seperti dikutip Novri Susan (2010), mengartikan
konflik sebagai situasi dimana para aktor menggunakan perilaku konflik
melawan satu sama lain dalam menyelesaikan tujuan yang berseberangan
atau mengekspresikan naluri permusuhan 43. Dalam perkembangannya, arti
kata konflik digunakan untuk menggambarkan suatu masalah sosial yang
timbul karena ada perbedaan pendapat maupun pandangan yang terjadi
dalam masyarakat dan negara44.

39. TEORI PENANGGULANGAN


Penanggulangan adalah segala daya dan upaya yang dilakukan oleh
setiap orang maupun lembaga pemerintahan ataupun swasta yang bertujuan
mengusahakan pengamanan, penguasaan dan kesejahteraan hidup sesuai
dengan hak-hak asasi manusia yang ada 45. Penanggulangan kejahatan
Emperik yang terdiri dari tiga bagian pokok, yaitu: pertama, preemtif, yang
merupakan upaya-upaya awal yang dilakukan oleh pihak kepolisian untuk
mencegah terjadinya tindak pidana. Usaha-usaha yang dilakukan dalam
penanggulangan kejahatan secara preemtif adalah menanamkan nilai-
nilai/norma-norma yang baik sehingga norma-norma tersebut terinternalisasi
dalam diri seseorang; kedua, preventif merupakan tindak lanjut dari upaya
preemtif yang masih dalam tataran pencegahan sebelum terjadinya
kejahatan.Dalam upaya preventif yang ditekankan adalah menghilangkan
kesempatan untuk melakukan kejahatan; dan ketiga, represif, yaitu upaya

42
St. Aisyah BM, Konflik Sosial Dalam Hubungan Antar Umat Beragama, Jurnal Dakwah Tabligh,
Vol. 15, No. 2, Desember 2014 : 189 – 208
43
Susan, Novri, Pengantar Sosiologi Konflik dan Isu-Isu Konflik Kontemporer, Cet. 2; Jakarta:
Kencana, 2010
44
Ibid
45
Barda Nawawi Arief,Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana dalam
Penanggulangan Kejahatan , Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2014, hlm 49

41
pada saat telah terjadi tindak pidana / kejahatan yang tindakannya berupa
penegakan hukum (law enforcement) dengan menjatuhkan hukuman.

40. TEORI AGENDA SETTING DAN MEDIA FRAMING

Teori Penentuan Agenda (bahasa Inggris: Agenda Setting Theory)


adalah teori yang menyatakan bahwa media massa adalah merupakan pusat
penentu kebenaran dengan kemampuannya untuk mentransfer kesadaran
dan informasi ke dalam masyarakat / publik dengan mengarahkan kesadaran
publik serta perhatiannya kepada isu-isu yang dianggap penting oleh media
massa. Teori Agenda Setting pertama dikemukakan oleh Bernard Cohen
(1963) dengan mengatakan bahwa “Media mungkin tidak berhasil memberi
tahu pembacanya tentang apa yang harus dipikirkan, tetapi media berhasil
memberi tahu pembacanya tentang apa yang dipertimbangkan” 46 Dengan
fungsi agenda-setting maka media massa bertanggung jawab terhadap
hampir semua hal yang dianggap penting oleh publik. Karena hal yang
dianggap prioritas oleh media menjadi prioritas juga bagi publik atau
masyarakat. Hal tersebut lebih jelasnya sebagaimana gambar dibawah ini

Gambar 2.6 : Teori Agenda Setting

Penjelasan dari gambar tersebut adalah

a. Dari berbagai fakta / Kenyataan (reality) yang ada oleh media untuk
ditentukan fakta mana yang akan diangkat dan diketahui oleh public

46
Eriyanto (2018), Media dan Opini Publik, Rajawali Pers, Depok

42
b. Fakta tersebut kemudian diolah oleh media untuk ditentukan unsur-
unsur apa yang perlu diketahui oleh public. Dengan demikian berarti
ada unsur fakta yang ditonjolkan, dan ada unsur fakta yang ditutupi atau
tidak dimunculkan. Hal tersebut dilakukan oleh media untuk membentuk
opini / pendapat public atas fakta / reality tersebut.
c. Apa yang disuguhkan oleh media kemudian itu yang dipercayai oleh
public dan dianggap sebagai suatu kebenaran serta pada akhirnya akan
membentuk opini public
Konsep agenda setting sering digabungkan dengan media
framing. Konsep media framing digunakan untuk menggambarkan
proses seleksi dan penonjolan aspek tertentu dari realitas / fakta oleh
media. Framing dapat dipandang sebagai penempatan informasi-
informasi dalam konteks yang khas sehingga isu tertentu mendapatkan
alokasi lebih besar daripada isu yang lain.

41. TEORI BIROKRASI


Organisasi birokratik digambarkan sebagai system otoritas manajemen
terpusat berdasarkan perintah hirarki dari atas ke bawah (Weber, 1947).
Organisasi yang bersifat birokratik akan mencapai tingkat efisiensi dan
efektifitas yang tinggi dibanding dengan bentuk organisasi lainnya (More,
2006).

42. TEORI PROBLEM ORIENTED POLICING


Problem Oriented Policing (POP) adalah sebuah pemolisian yang
berorientasi pada pemecahan masalah - masalah masyarakat POP
diperkenalkan pertama kali oleh Herman Goldstein pada tahun 1979.
Secara umum dalam strategi POP, polisi harus lebih memusatkan
perhatian pada masalah, dibandingkan dengan insiden / kejadian (Goldstein,
1990).Dengan lebih berfokus pada masalah daripada pada insiden, polisi
dapat mengatasi penyebab daripada sekadar akibat / gejala dari sebuah
kejadian.
POP berbeda dengan beberapa gaya pemolisian lainnya yaitu
Reactive Policing, Proactive Policing, Community Policing. Sebagaimana
digambarkan dengan table 1 di bawah ini.

43
Tabel 2.1

Perbedaan Strategi Pemolisian Modern47


REACTIVE PROACTIVE COMMUNITY PROBLEM ORIENT
POLICING POLICING POLICING POLICING

PRIMARY Rapid Law Positive Police – Solving Recurring


OBJECTIVE Response To Call Enforcement Community Relation Problem

CORE Call Handling Stop, Arrest Community Sara Model


FUNCTION Investigation Engagement

DISTINGUISH Reactive, Proactive, Collaborative Analytical Creative


CHARACTERISTIC Response Aggressive Preventive

MEASURE OF Process - Response Process – Process – Process– Problems


SUCCESS Time, Impact – Citation Arrest, Meeting, Contacts Identified and
Clearance Rate Impact – Impact – Addressed
Crime Rate Public Opinions, Impact –
Fear of Crime Problem Reduced

Dalam memecahkan masalah masyarakat POP menggunakan


prosedur yang disebut dengan SARA Model , yang menjelaskan 4 tahap
dalam POP yaitu Scanning (pemetaan permasalahan), Analysing (Analisa
terhadap masalah), Respons (tanggapan atau upaya penanggulangan
masalah) dan Assessment (Penilaian terhadap upaya yang dilakukan, efektif
atau tidak, atau malah menimbulkan permasalahan baru). Ke 4 tahap tersebut
merupakan sebuah siklus yang terus berulang sampai dengan masalah /
konflik betul-betul selesai tuntas48.

Tabel 2.2
Siklus SARA Model Dalam POP

Assesment Scanning

Response Analysis

43. TEORI KEPEMIMPINAN TRANSFORMATIF

47
Stewart, James K. Research and the police administrator: Working smarter, not harder dalam Jack
Greene and Stephen Mastrofski (eds.), Community Policing: Rhetoric or Reality. New York:
Praeger, 1985.
48
Bailey, William G, The Encyclopedia of Police Science, Edisi Bahasa Indonesia, YPKIK, 2005

44
Menurut Chryshnanda dalam Hanjar Kepemimpinan dan manajemen
strategi Polri, Sespimti Polri 2019. Pemimpin yang transformasional mampu
belajar dan memberbaiki kesalahan masa lalu, siap menghadapi tuntutan,
tantangan, ancaman, harapan di masa kini dengan mengedepankan nilai-nilai
kepemimpinan yang bertakwa, visioner, berani, jujur, menginspirasi, tekun,
menjadi role model / panutan, berwawasan luas, memberdayakan, jujur,
motivator dan menjadi konsultan.

44. TEORI PENGAWASAN


Menurut Basu Swasta (1996) "Pengawasan merupakan fungsi yang
menjamin bahwa kegiatan-kegiatan dilakukan dengan benar dan dapat
memberikan hasil seperti yang diinginkan". Sedangkan menurut Sule dan
Saefullah (2005) mendefinisikan bahwa: ”Pengawasan sebagai proses dalam
menetapkan ukuran kinerja dan pengambilan tindakan yang dapat
mendukung pencapaian hasil yang diharapkan sesuai dengan kinerja yang
telah ditetapkan tersebut”. Reksohadiprodjo (2008) mengemukakan bahwa
Pengawasan merupakan usaha memberikan petunjuk pada para pelaksana
agar mereka selalu bertindak sesuai dengan rencana.
Berdasarkan definisi yang telah dikemukakan di atas dapat disimpulkan
bahwa pengawasan sebagai salah satu fungsi manajemen. Kepentingannya
tidak diragukan lagi seperti halnya dengan fungsi-fungsi manajemen lainnya,
karena pengawasan dapat menentukan apakah dalam proses pencapaian
tujuan telah sesuai dengan apa yang direncanakan ataukah belum. Kaitannya
dengan kajian ini, pengawasan ditujukan pada kegiatan proses penyidikan
tindak pidana, unsur-unsur yang melakukan penyidikan yaitu penyidik yang
melakukan penyidikan, administrasi penyidikan, pengendalian pada saat
penyidikan, pemberian arahan dan petunjuk serta analisa dan evaluasi
termasuk gelar perkara dari satu kasus yang sedang di sidik. Sasaran
pengawasan adalah temuan yang menyatakan terjadinya penyimpangan atas
rencana atau target. Sementara itu, tindakan yang dapat dilakukan adalah:
1. Mengarahkan atau merekomendasikan perbaikan;
2. Menyarankan agar ditekan adanya pemborosan;
3. Mengoptimalkan pekerjaan untuk mencapai sasaran rencana.

45. TEORI SUMBER DAYA MANUSIA

45
Dalam suatu organisasi, unsur SDM (sumber daya manusia) merupakan
asset terpenting dan sangat strategis dalam pencapaian tujuan organisasi.
Sebab, SDM dengan segala aspeknya adalah roda penggerak organisasi.
Karena itu efektivitas organisasi sangat ditentukan oleh manajemen terhadap
SDM yang dimilikinya.
Salah satu model atau pendekatan terbaru dalam manajemen SDM
adalah manajemen SDM berbasis kompetensi (Competency Based Human
Resource Management), yaitu suatu manajemen SDM yang menawarkan
metode baru untuk merumuskan model kompetensi yang terintegrasi dengan
visi dan strategi organisasi untuk kemudian diimplementasikan dalam
berbagai sistem MSDM yang berlaku dalam organisasi.
Seiring dengan trend manajemen berbasis kompetensi, pelatihan dan
pengembangan hendaknya digerakkan oleh pertanyaan “Apa sesungguhnya
kompetensi yang perlu dibangun oleh organisasi/perusahaan?. Atas dasar ini,
dalam kaitan dengan pelatihan Darwin Ahmad Palia (2006) menyatakan
bahwa sudah saatnya perusahaan membangun pelatihan berbasis
kompetensi agar memiliki kompas, pedoman, fokus, dan arah yang jelas
dalam mendesain sistem pelatihan karyawan, dengan mengikuti prinsip-
prinsip, meliputi :
1. Meningkatkan koordinasi dan desentralisasi fungsi pelatihan.
2. Mereformasi, merekayasa ulang, atau menata kembali kurikulum
pelatihan ke arah pelatihan berbasis kompetensi (competent base
training), guna mempeprcepat akuisisi kompetensi.
3. Meningkatkan kualitas pengelolaan pelatihan dengan mengaitkan isu-isu
nyata kinerja individu, kelompok maupun organisasi (training for
performance improvement).
4. Meningkatkan sebanyak mungkin individu atau kelompok kerja yang
mampu melakukan pembelajaran mandiri (self directed learning team).
5. Memunculkan proses transfer belajar (transfer of learning) melalui
berbagai variasi mode.
Menumbuhkan budaya pada setiap unsur perusahaan bahwa pelatihan
merupakan proses yang terjadi seumur hidup (lifelong learning culture).

46. TEORI MANAJEMEN PERTAHANAN NEGARA.

46
Adam Smith (1776),49 menyatakan, bahwa tugas pertama dari suatu
negara berdaulat adalah melindungi warga negaranya dari tindak kekerasan
dan invasi dari negara lain.Hal tersebut mendorong banyak negara untuk
membangun dan membina sebuah kekuatan militer. Dalam
perkembangannya, manajemen pertahanan negara diperlukan dalam rangka
mengembangkan metoda-metoda baru di bidang manajemen pertahanan
negara. Salah satu kunci strategis yang menjadi bagian dari manajemen
pertahanan negara adalah manajemen bidang SDM atau personel militer.
Profesionalisme SDM dalam suatu organisasi adalah sebuah
keniscayaan, termasuk pada organisasi pertahanan negara (TNI).
Profesionalisme bertumpu pada pengawak organisasi dhi. personel TNI.
Keberhasilan tata kelola bidang SDM bersifat strategis sebagai salah satu
Critical Success Factor (CSF) yang menjadi menjadi penentu keberhasilan
pelaksanaan tugas pokok organisasi TNI.

47. TEORI PENGAMBILAN KEPUTUSAN STRATEGIS BERDASARKAN


EFAS, IFAS, SFAS DAN AHP

Analythical Hierarchy Process merupakan proses untuk memperoleh


keputusan yang lebih baik. Dalam penggunaannya, Analytical Hierarchy
Process dapat dituangkan dalam model EFAS (External Factors Analysis
Summary ) dan IFAS ( Internal Factors Analysis Summary) melalui langkah-
langlah berikut :

1. Tetapkan faktor yang terkait langsung/tidak terkait langsung dengan


permasalahan;

2. Upayakan sebanyak mungkin faktor yang bersifat strategis dan taktis;

3. Pisahkan berdasarkan jenis faktornya baik eksternal maupun internal;

4. Bobot ditetapkan berdasarkan tingkat kepentingan dengan


menggunakan AHP.

49
Smith, Adam. (1776, 2009). An Inquiry into the Wealth of Nation. New York: Thrifty Books. Hal. 564. “The first
duty of the sovereign, that of protecting the society from the violence and invasion of other independent societies,
can be performed only by means of a military force. But the expense both of preparing this military force in time
of peace, and of employing it in time of war, is very different in the different states of society, in the different
periods of improvement.”

47
Setelah mendapat jumlah skor dari IFAS dan EFAS maka dibuat sel
atau mapping posisi organisasi dalam lingkungan internal dan eksternal. Pada
mapping posisi organisasi ini, terdapat beberapa sel yang memuat strategi
berdasarkan posisi organisasi tersebut Growth, Carefully dan Retrenchement.
Setelah mengumpulkan semua informasi yang berpengaruh terhadap
kelangsungan organisasi, maka tahap selanjutnya adalah penetapan”time
frame” dalam SFAS dengan cara :

1. Hitung range , caranya dengan mengurangkan nilai tertinggi dengan


nilai terendah;

2. Hasilnya dibagi dengan angka 3 (tiga);

3. Nilai terendah ditambah dengan hasil perhitungan merupakan hasil


jangka pendek;

4. Nilai tertinggi dikurangi hasil perhitungan merupakan jangka panjang;

Sisanya adalah jangka menengah.

48. TEORI PENEGAKAN HUKUM LALU LINTAS

Menurut Satjipto Rahardjo, penegakan hukum merupakan satu usaha


untuk mewujudkan ide-ide dan konsep-konsep menjadi kenyataan.
Penegakan hukum adalah suatu proses untuk mewujudkan keinginan-
keinginan hukum menjadi kenyataan. Keinginan-keinginan hukum merupakan
pikiran-pikiran badan pembuat undang-undang yang dirumuskan dalam
peraturan-peraturan hukum.
Firman Freaddy Busroh, Tehnik Perundang- undangan (Suatu
Pengantar), Jakarta; Cintya Press, 2016, hal 55
Dalam hal penegakan hukum berlalu lintas di jalan raya berdasarkan
Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan Raya, klasifikasi pelanggaran terhadap undang-undang tersebut
merupakan tergolong sebagai tindak pidana. Dengan demikian sebagai suatu
proses yang bersifat sistemik dalam penegakan hukumnya, maka penegakan
hukum pidana harus diwujudkan sebagai penerapan hukum pidana yang
melibatkan belbagai sub sistem 4 5

48
struktural yakni aparat kepolisian, kejaksaan, lembaga pengadilan dan
pemasyarakatan, termasuk dalam hal penegakan hukum lalu lintas di jalan
raya yang dilakukan oleh polantas.
Dalam hal kapasitas penegakan hukum lalu lintas di jalan raya maka
penerapan hukum haruslah dipandang dari 3 aspek :
1. Penerapan hukum dipandang sebagai sistem normatif yaitu penerapan
keseluruhan aturan hukum yang menggambarkan nilai-nilai sosial yang
didukung oleh sanksi pidana.
2. Penerapan hukum dipandang sebagai sistem administratif yakni
mencakup interaksi antara berbagai aparatur penegak hukum yang
merupakan sub sistem peradilan pidana.
3. Penerapan hukum pidana sebagai sistem sosial, dalam arti bahwa
dalam mendefinisikan tindak pidana harus pula diperhitungkan
berbagai perspektif pemikiran yang ada dalam lapisan masyarakat.

49. TEORI AKUNTABILITASKINERJA


Nilaiakuntabilitas sangat penting diadopsi dalam penyelenggaraan
pelayanan publik karena eksistensi atau keberadaan sebuah negara
tergantung pada masyarakatnya.Oleh karena itu, sudah menjadi kewajiban
bagi negara untuk memberikan pelayanan dengan baik dan bertanggung
jawab.Akuntabilitas menurut Mardiasmo (2006:3) 50 adalah sebagai bentuk
kewajiban mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan
pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah
ditetapkan sebelumnya, melalui suatu media pertanggungjawaban yang
dilaksanakan secara periodik.
Dalam rangka menjamin akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, telah
dikembangkan sistem pertanggungjawaban yang jelas, tepat, teratur, dan
efektif yang dikenal dengan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
(SAKIP). SAKIP tersebut kemudian diterapkan melalui pembuatan target
kinerja disertai dengan indikator kinerja yang menggambarkan keberhasilan
instansi pemerintah (Wakhyudi, 2007)51.
50
Mardiasmo, (2006), (Jurnal Akuntansi Pemerintahan Vol. 2, No. 1 Mei), Perwujudan Transparansi dan
Akuntabilitas Publik Melalui Akuntansi Sektor Publik: Suatu Sarana Governance.
51
Sopanah dan Wahyudi Isa. 2007.Pengaruh Akuntabilitas Publik, Partisipasi Masyarakat dan Transparansi
Kebijakan Publik Terhadap Hubungan antara Pengetahuan Anggaran dengan Pengawasan Keuangan Daerah

49
50. TEORI PERKEMBANGAN KARIER
Donald E. Super mencanangkan suatu pandangan tentang
perkembangan karier yang lingkupnya sangat luas, karena perkembangan
jabatan itu dipandang sebagai suatu proses yang mencakup banyak faktor.
Faktor tersebut sebagian terdapat pada individu sendiri dan untuk sebagian
terdapat dalam lingkungan hidupnya yang semuanya berinteraksi satu sama
lain dan bersama-sama membentuk proses perkembangan karier seseorang.
Pilihan jabatan merupakan suatu perpaduan dari aneka faktor pada individu
sendiri seperti kebutuhan sifat-sifat kepribadian, kemampuan intelektual, dan
banyak faktor di luar individu, seperti taraf kehidupan sosial-ekonomi
keluarga, variasi tuntutan lingkungan kebudayaan, dan
kesempatan/kelonggaran yang muncul. Titik berat dari hal-hal tersebut di atas
terletak pada faktor-faktor pada individu sendiri.
Unsur yang mendasar dalam pandangan Donald E. Super adalah
konsep diri atau gambaran diri sehubungan dengan pekerjaan yang akan
dilakukan dan jabatan yang akan dipegang (vocational self-concept). Konsep
diri vokasional merupakan sebagian dari keseluruhan gambaran tentang diri
sendiri. Data hasil penelitian memberikan indikasi yang kuat bahwa konsep
diri vokasional berkembang selama pertumbuhan fisik dan perkembangan
kognitif; perkembangan ini berlangsung melalui observasi terhadap orang-
orang yang memegang jabatan tertentu, melalui identifikasi dengan orang-
orang dewasa yang sudah bekerja, melalui penghayatan pengalaman hidup,
dan melalui pengaruh yang diterima dari lingkungan. Penyadaran kesamaan
dan perbedaan di antara diri sendiri dan semua orang lain, akhirnya terbentuk
suatu gambaran diri yang vokasional. Gambaran diri ini menumbuhkan
dorongan internal yang mengarahkan seseorang ke suatu bidang jabatan
yang memungkinkan untuk mencapai sukses dan merasa puas (vocational
satisfication). Hal ini menyebabkan seseorang mampu mewujudkan
gambaran diri dalam suatu bidang jabatan yang paling memungkinkan untuk
mengekspresikan diri sendiri.

51. TEORISISTEM HUKUM

(APBD). Malang.

50
Lawrence M. Friedman mengemukakan bahwa efektif dan berhasil
tidaknya penegakan hukum tergantung tiga unsur sistem hukum, yakni
struktur hukum (struktur of law), substansi hukum (substance of the law) dan
budaya hukum (legal culture).Struktur hukum menyangkut aparat penegak
hukum, substansi hukum meliputi perangkat perundang-undangan dan
budaya hukum merupakan hukum yang hidup / dianut dalam suatu
masyarakat.
Struktur adalah pola yang menunjukkan tentang bagaimana hukum
dijalankan menurut ketentuan-ketentuan formalnya.Di Indonesia jika kita
berbicara tentang struktur sistem hukum Indonesia, maka termasuk di
dalamnya struktur institusi-institusi penegakan hukum seperti
kepolisian.Aspek lain dari sistem hukum adalah substansinya adalah aturan,
norma, dan pola perilaku nyata manusia yang berada dalam system itu.
Sedangkan mengenai budaya hukum, merupakan sikap manusia (termasuk
budaya hukum aparat penegak hukumnya) terhadap hukum dan sistem
hukum52.
Teori Sistem Hukum ini merupakan Applied Theory yang digunakan
untuk menganalisa persoalan yang akan dijelaskan pada bab III dan bab V
tulisan ini.

52. TEORI MOTIVASI


Menurut Wayne F. Cascio yang dikutip oleh Hasibuan (2007:96)
mendefinisikan motivasi sebagai daya pendorong yang mengakibatkan
sesorang anggota organisasi mau dan rela untuk menggerakan kemampuan
dalam bentuk keahlian dan keterampilan tenaga dan waktunya untuk
menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya
dalam menunaikan kewajibannya dalam rangka pencapaian tujuan dan
berbagai sasaran organisasi yang telah ditentukan sebelumnya. Adapun teori
ini akan digunakan sebagai pisau analisa pada bab III.

53. TEORI INFORMASI

52
Friedman, Lawrence M, (terjemahan Yusuf Effendi). 2009. Sistem Hukum :Perspektif Ilmu Sosial,  Penerbit
Nusa Media, Jakarta.

51
Informasi Menurut Raymond Mc.leod53  Informasi adalah data yang
telah diolah menjadi bentuk yang memiliki arti bagi si penerima dan
bermanfaat bagi pengambilan keputusan. Sedangkan Informasi Menurut Tata
Sutabri, S.Kom., MM adalah data yang telah diklasifikasikan atau diolah atau
diinterpretasikan untuk digunakan dalam proses pengambilan keputusan yang
ditunjang dengan kualitas sarana informasi yang digunakan. Kajian teori ini
akan dipakai sebagai pisau analisa yang akan dipergunakan pada Bab VI
strategi pemecahan masalah.

54. TEORI KOMUNIKSI


Dani Vardiansyah (2004) menyatakan bahwa komunikasi merupakan
sebuah proses interaksi pertukaran lambang. Lambang juga disebut tanda,
kode atau symbol. Manusia berbeda dengan makhluk lainnya, selalu
mrnggunakan symbol serta memaknai symbol-simbol yang digunakannya,
membuat manusia disebut animal symbolicum 54.Hakikat komunikasi adalah
suatu proses pernyataan antar manusia, yang dikatakan itu adalah pikiran
atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan Bahasa
sebagai alat penyalurnya.55:

55. TEORI KOOORDINASI


Sutisna (1989) medefinisikan koordinasi ialah proses mempersatukan
sumbangan-sumbangan dari orang-orang, bahan, dan sumber-sumber lain
kearah tercapainya maksud-maksud yang telah ditetapkan.. 56Menurut G.R.
Terry, koordinasi adalah suatu usaha yang sinkron dan teratur untuk
menyediakan jumlah dan waktu yang tepat dan mengarahkan pelaksanaan
untuk menghasilkan suatu tindakan yang seragam dan harmonis pada
sasaran yang telah ditentukan57

56. TEORI KOLABORASI

53
Mcleod, Raymond, 2001, Sistem  Informasi Manajemen, Jakarta, PT. Prenhallindo
54
Komala, Lukiati. 2009. Ilmu Komunikasi: Perspektif, Proses, dan Konteks. Bandung: Widya Padjadjaran, hal.7
55
Ibid., hal.28
56
Husaini Usman, Manajemen Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan, (Dikutip dari Sutisna,
1989), (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), h. 439
57
Malayu S.P. Hasibuan, Manajemen Dasar, Pengertian, dan Masalah, (Jakarta: PT Bumi
Aksara, 2014), h. 85

52
Kolaborasi merupakan salah satu bentuk interaksi sosial. Menurut
Abdulsyani, Kolaborasi adalah suatu bentuk proses sosial, dimana
didalamnya terdapat aktivitas tertentu yang ditujukan untuk mencapai tujuan
bersama dengan saling membantu dan saling memahami aktivitas masing-
masing.58Abdulsyani, Roucek dan Warren, mengatakan bahwa kolaborasi
berarti bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan bersama. 59

57. TEORI PROBLEM SOLVING


Problem solving adalah suatu proses mental dan intelektual dalam
menemukan masalah dan memecahkan berdasarkan data dan informasi yang
akurat, sehingga dapat diambil kesimpulan yang tepat dan cermat (Hamalik,
1994:151). Problem solving yaitu suatu pendekatan dengan cara problem
identifikation untuk ketahap syntesis kemudian dianalisis yaitu pemilahan
seluruh masalah sehingga mencapai tahap application selajutnya
komprehension untuk mendapatkan solution dalam penyelesaian masalah
tersebut.

58. TEORI REKRUTMEN


Rekrutmen merupakan proses mencari, menemukan, dan menarik
para pelamar untuk di perkerjakan dalam suatu organisasi. Proses ini dimulai
ketika para pelamar dicari dan berakhir ketika lamaran-lamaran mereka
diserahkan. Hasilnya merupakan sekumpulan pelamar calon karyawan baru
untuk diseleksi dan dipilih.60
Perekrutan menjadi salah satu kegiatan yang sangat penting dalam
manajemen sumber daya manusia sebab sebagai awal dari kegiatan untuk
mendapatkan pegawai yang tepat untuk mengisi jabatan yang kosong, hal ini
menjadi sangat penting, khususnya supply sumber daya manusia terbatas, di
mana hanya sedikit jumlah pegawai yang tersedia sedangkan banyak
perusahaan yang membutuhkan tenaga kerja tersebu. 61

59. TEORI PEMBINAAN SUMBER DAYA MANUSIA


58
Abdulsyani, Sosiologi Skematika, Teori, dan Terapan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), hlm. 156
59
Abdulsyani, op cit hlm.159
60
Gita Danupranata, Manajemen Perbankan Syariah. Jakarta: Salemba Empat, 2013, hal.64
61
Marihor Hariandja, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: PT Grasindo, 2002, hal.97

53
Widjaja (2000:14) menyatakan bahwa pembinaan adalah suatu proses
atau pengembangan yang mencakup urutan-urutan pengertian, diawali
dengan mendirikan, membutuhkan, memelihara pertumbuhan tersebut yang
disertai usaha-usaha perbaikan, menyempurnakan, dan
mengembangkannya. Pembinaan tersebut menyangkut kegiatan
perencanaan, pengorganisasian, pembiayaan, koordinasi, pelaksanaan, dan
pengawasan suatu pekerjaan unutk mencapai tujuan hasil yang
maksimal.62Dikaitkan dengan penulisan naskah karya perorangan ini
pengelolaan terhadap sumber daya manusia Polri berdasarkan Keputusan
Kapolri No.Pol. : Kep/74/XI/2003 tanggal 10 Nopember 2003 tentang Pokok-
Pokok Penyusunan Lapis-Lapis Pembinaan Sumber Daya Manusia Polri tidak
6
lepas dari proses pengendalian personel, pembinaan personel dan perwatan
personel.

60. TEORI PARTISIPASI MASYARAKAT


Salah satu kata kunci untuk mengoptimalkan e-policing di era revolusi
industri 4.0 agar dapat membangun kesadaran dan partisipasi masyarakat
terhadap kamtibmasadalah perlunya partisipasi luas dari masyarakat. Terkait
dengan hal tersebut, guna melakukan analisis terhadap fenomena spesifik
yang akan melahirkan gagasan atau ide saling berhubungan dan berfokus
pada satu dimensi terbatas yaitu realitas pemolisian/perpolisian berbasis
teknologi informasi , penulis menggunakan TEORI PARTISIPASI sebagai
middle range theory.
Menurut Canter (dalam Arimbi, 1993:1) mendefinisikan partisipasi
sebagai proses komunikasi dua arah yang terus menerus dapat diartikan
bahwa partisipasi masyarakat merupakan komunikasi antara pihak
pemerintah sebagai pemegang kebijakan dan masyarakat di pihak lain
sebagai pihak yang merasakan langsung dampak dari kebijakan
tersebut.Bahwa masyarakat dapat memberikan respon positif dalam artian
mendukung atau memberikan masukan terhadap program atau
kebijakan yang diambil, namun dapat juga menolak kebijakan. Menurut
pendapat Mubyarto (1997:35),partisipasi sebagai kesediaan untuk membantu

62
Widjaja, A.W. 2000. Administrasi kepegawaian. Jakarta: Raja Wali

54
keberhasilan setiap programsesuai dengan kemampuan setiap orang tanpa
berartimengorbankan kepentingan diri sendiri.

61. TEORI PEMOLISIAN MASYARAKAT (COMMUNITY POLICING)


Untuk menganalisis sekaligus memecahkan masalah mikro yang
terkait dengan pembahasan e-policing di era revolusi industri 4.0. Pemolisian
masyarakat (community policing) adalah sebuah usaha kolaboratif antara
polisi dan komunitas yang mengidentifikasi permasalahan dari pelanggaran
dan kejahatan dengan melibatkan semua elemen dari masyarakat untuk
mencari solusi dari permasalahan tersebut. Pemolisian masyarakat berangkat
dari adagium bahwa polisi tidak dapat sendirian mengontrol kejahatan dan
pelanggaran serta meningkatkan kualitas hidup masyarakat (Community
Policing Consortium, 1994).  Lebih lanjut dijelaskan bahwa pemolisian
masyarakat juga memperluas peran polisi lebih luas dari hanya sekedar
membasmi kejahatan, menuju kepada menjaga ketertiban dan
mengusahakan peningkatan kualitas hidup masyarakat.Tujuan dari
pemolisian masyarakat adalah untuk mengurangi kejahatan dan pelanggaran,
meningkatkan kualitas hidup masyarakat, mengurangi rasa ketakutan akan
kejahatan (fear of crime), dan meningkatkan hubungan antara polisi dan
masyarakat. Dijelaskan bahwa pemolisian masyarakat terdiri dari dua
komponen utama yaitu kemitraan dan pemecahan masalah yang bermakna
bahwa "polisi adalah masyarakat dan masyarakat adalah polisi" (Braiden,
1992) serta pemecahan masalah dalam pemolisian masyarakat adalah
sebuah proses yang dimulai dengan mengidentifikasi permasalahan
komunitas yang utama kemudian mencari solusi dari masalah
tersebut. Herman Goldstein (1993:5), bapak dari problem-oriented
policing (POP) menjelaskan bahwa sebuah usaha pemolisian yang
berkelanjutan untuk mencari permasalahan substansial, harus menggunakan
media informasi massal dan data spesifik atas permasalahan yang
dikumpulkan oleh institusi kepolisian, untuk diaplikasikan kepada beberapa
alternatif penyelesaian masalah, kemudian mengevaluasi hasilnya dan
kemudian membagi hasilnya ke jajarannya.

62. TEORI PERENCANAAN STRATEGIS DAN PEMBANGUNAN KEKUATAN

55
Beberapa teori yang digunakan dalam penyusunan MEF TNI AL
ini merupakan teori yang dikembangkan oleh Naval War CollegeNewport,
Rhode Island terkait dengan pembangunan kekuatan pertahanan dan
perencanaan strategis (StrategyAndForcePlanning). Adapun teori yang
digunakan adalah:
a. The StrategyandForcePlanningFramework dari PH Liotta dan
Richmond M Lloyd, yang menjelaskan alur/ kerangka berfikir secara
konseptual untuk menyelenggarakan dan mengevaluasi faktor-faktor
penentu dalam perencanaan pembangunan kekuatan serta
pengambilan keputusan di masa yang akan datang.
b. The Art ofStrategyandForcePlanningdari Henry C Bartlett, G Paul
HalmanJr, Timothy E Somes, yang men-jelaskan tentang beberapa
pendekatan yang digunakan dalam penyusunan rencana
pembangunan kekuatan.

63. TEORI NEGARA HUKUM


Istilah negara hukum dalam bahasa Belanda disebut rechtsstaat,
Francis mempergunakan istilah etat de droit, di Jerman digunakan istilah yang
sama dengan Belanda, yaitu rechtsstaat. Menurut Friedrich Julius Stahl
negara harus menjadi negara hukum, itulah semboyan dan sebenarnya juga
daya pendorong daripada perkembangan pada zaman baru ini.Inilah
pengertian negara hukum, bukannya misalnya, bahwa negara itu hanya
mempertahankan tata hukum saja tanpa tujuan pemerintahan, atau hanya
melindungi hak-hak dari perseorangan. Negara hukum pada umumnya tidak
berarti tujuan dan isi daripada negara, melainkan hanya cara dan untuk
mewujudkannya.

64. TEORI HUKUM PROGRESIF


Pengertian hukum progresif ini tidak berbeda dengan apa yang telah
diperkenalkan oleh Philippe Nonet dan Philip Selznick yang dinamakan
dengan hukum responsif, yaitu hukum yang berfungsi melayani kebutuhan
dan kepentingan sosial.8 Hukum progresif dimulai dari suatu asumsi dasar,

56
hukum adalah institusi yang bertujuan mengantarkan manusia kepada
kehidupan yang adil sejahtera dan membuat manusia bahagia. Hukum
tersebut tidak mencerminkan hukum sebagai institusi yang mutlak serta final,
melainkan ditentukan oleh kemampuannya untuk mengabdi kepada manusia.

65. TEORI ANALISIS SWOT (IFAS, EFAS DAN SFAS)


Untuk mengetahui posisi organisasi dan memilih strategi yang akan
digunakan dalam manajemen strategic, para pimpinan, manajer baik pada
organisasi bisnis maupun pemerintahan (publik0 sering menggunakan
analisis External Factors Analysis Summary (EFAS) dan Internal Factors
Analysis Summary (IFAS). Analisis External-Internal dikembangkan dari
Model General Relectric (GE Model), dengan tujuan memperoleh strategi
pengembangan organisasi, dan menetapkan letak dimana strategi akan
dimulai, serta hal-hal apa kunci utama yang akan dilakukan. Sedangkan
Analisis SWOT digunakan untuk memilih alternative-alternatif strategi yang
akan dilakukan dalam merencanakan kegiatan jangka pendek, jangka
menengah dan jangka panjang.
Baik analisis matriks internal eksternal maupun Analisis SWOT
didasarkan pada analisis factor-faktor eksternal (EFAS) yang terdiri dari
peluang (opportunities) dan kendala (Threats).Serta analisis Faktor-faktor
Internal (IFAS), yang terdiri dari kekuatan (strengths) dan kelemahan
(weakness). Dalam analisis factor eksternal (peluang dan kendala)
daninternal (kekuatan da kelemahan) ditetapkan dalam bentuk table EFAS-
IFAS, yang kemudian diberi bobot dan rating sesuai dengan pengamatan dan
hasil penelitian yang diperoleh, selanjutnya diberi skor. Hasil skor ini akan
menunjukkan terletak pada posisi mana organisasi yang ada sekarang. Pada
Matriks Eksternal-Internal, diidentifikasi 9 sel strategi organisasi, yang
dikelompokkan menjadi 3 strategi utama, yaitu :
a. Growth Strategy, yaitu strategi yang diterapkan pada pertumbuhan
organisasi sendiri (Sel 1,2, 5a) atau upaya dibersifikasi (Sel 7 dan 8):
1) Sel 2 dan 5a, dimana posisi Organisasi berada pada
pertumbuhan (Growth), dengan strategi Konsentrasi melalui
Integrasi Horizontal, maka langkah yang dilakukan :
a) Mengungguli pesaing atau merangkul pesaing.

57
b) Meningkatkan dukungan dari instansi/potensi samping.
c) Memantapkan dukungan masyarakat.
2) Sel 1, dimana posisi Organisasi berada pada Pertumbuhan
(Growth), dengan strategi Konsentrasi melalui Integrasi Vertikal,
maka langkah yang dilakukan :
a) Memantapkan pembinaan internal (mengintegrasikan
pelaksanaan tugas antar fungsi, penyamaan persepsi
dan lain-lain);
b) Mengefektifkan tugas operasional secara professional
untuk meningkatkan kepercayaan public;
c) Sel 7 dan 8, dimana posisi Organisasi berada pada
Pertumbuhan (Growth), dengan strategi Diversifikasi
Konsentrik, maka langkah yang dilakukan adalah
organisasi mengembangkan metode yang telah ada agar
lebih memiliki diferensiasi di bidang competitor.
3) Stability Strategy adalah strategi yang diterapkan tanpa
mengubah arah strategi yang telah ditetapkan (sel 6 dan 5b).
Posisi Organisasi berada pada posisi Stabilitas, dengan
demikian strategi yang dilakukan Carrefully (hati-hati), dengan
langkah yang harus dilakukan antara lain organisasi
melaksanakan aktivitas rutin, untuk sementara tidak melakukan
perubahan signifikan, namun tetap waspada terhadap upaya-
upaya competitor.
4) Retrenchment Strategy (sel 3, 6, 9) adalah usaha memperbaiki
atau mengurangi usaha yang dilakukan perusahaan. Hl ini
mengingat posisi organisasi berada pada retrenchment, maka
strategi yang dilakukan adalah Turn Around, dengan langkah-
langkah kegiatan melakukan pembinaan atau penataan.
66. TEORI KEPEMIMPINAN DEMOKRATIS

Ambar Teguh Sulistiyani berpendapat bahwa kepemimpinan dapat


berjalan dengan lancar dan berhasil dalam melakukan inisiasi terhadap
kelompok perlu didukung oleh kemampuan pemimpin.Kemampuan pemimpin
memegang peranan utama untuk menentukan efektivitas kepemimpinan

58
seseorang. Sejumlah kemampuan umum sebagai unsur dasar kepemimpinan
berupa: a. kapasitas b. kapabilitas c. kepribadian pemimpin. Pertama,
Kapasitas (kemampuan) adalah merupakan background yang dimiliki oleh
pemimpin mengenai tingkat kemampuan yang dapat meliputi keahlian,
pengetahuan, dan keterampilan baik yang diperoleh secara formal, non
formal maupun bersumber dari pengalaman pribadi, yang bermanfaat bagi
kepemimpinannya.
Kedua, Kapabilitas (kesanggupan) merupakan kondisi mental
psikologis seseorang pemimpin yang mencerminkan kemantapan dan
kesanggupan penuh serta tanggung jawab untuk memikul segala
konsekuensi jabatan, dan kepemimpinan. Sedangkan yang terakhir yang
ketiga adalah kepribadian pemimpin (Personality), lebih merupakan pancaran
dari karakter pemimpin itu sendiri, yang menyangkut sifat atau watak yang
melekat pada dirinya. Pemimpin yang memiliki karakter yang baik akan dapat
menjadi teladan bagi anak buah, cenderung disegani dan dihormati 63.
Kepemimpinan demokratis adalah kepemimpinan yang aktif, dinamis
dan terarah. Kepemimpinan tipe ini dalam mengambil keputusan sangat
mementingkan musyawarah, yang diwujudkan pada setiap jenjang dan di
dalam unit masing-masing.Filsafat demokratis yang mendasari pandangan
tipe dan semua gaya kepemimpinan ini adalah pengakuan dan penerimaan
bahwa manusia merupakan makhluk yang memiliki harkat dan martabat yang
mulia dengan hak asasi yang sama64.
Sehubungan dengan itu Sondang P.Siagian mengatakan bahwa tipe
kepemimpinan yang tepat bagi seorang pemimpin adalah tipe yang
demokratik dengan karakteristik sebagai berikut 65 :
1. Kemampuan pemimpin mengintegrasikan organisasi pada peranan dan
porsi yang tepat.
2. Mempunyai persepsi yang holistik
3. Menggunakan pendekatan yang integralistik
4. Organisasi secara keseluruhan

63
Sulistyani, Ambar Teguh, 2008. Kepemimpinan Profesional Pendekatan Leadership
Games, Gava Media: Yogyakarta, hlm. 21.
64
Modul Off Campus, 2019, Kepemimpinan, Bahan Pelajaran Peserta Sespimti Dikreg Ke-
28 T.A. 2019, Lembang, Bandung.
65
Siagian, Sondang P. 1989. Teori Motivasi dan Aplikasinya. Bina Aksara, Jakarta, hlm. 18.

59
5. Menjunjung tinggi harkat dan martabat bawahan
6. Bawahan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan
7. Terbuka terhadap ide, pandangan dan saran bawahannya.
8. Teladan
9. Bersifat rasional dan obyektif
10. Memelihara kondisi kerja yang kondusif, inovatif, dan kreatif

67. TEORI KUALITAS PELAYANAN


Dalam “Delivering Service Quality: Balancing Customer Perceptions
and Expectations”, menurut Valarie A. Zeithaml, A. Parasuraman, dan
Leonard L. Berry (1990), kualitas pelayanan dikategorikan sebagaiRATER
(Reliability, Assurance, Tangibles, Empathy, Responsiveness).
Teori ini digunakan sebagai landasan kajian 3 pokok persoalan
sebagaimanadimana pembahasan dibatasi pada Tangibels, Reliability dan
Responsiveness dengan berdasar pada teori manajemen dan teori
kompetensi.

68. TEORI / KONSEP PENGUMPULAN DATA


Konsep Strategic Analisys (OHA-ES) menjadi dasar dalam
mengumpulkan dan mengolah data/fakta dalam penulisan NKP ini.
(Strategic Analisys) adalah sutau keterampilan dalam menganalisa
secara strategis terhadap faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh
terhadap organisasi dan menganalisa kekuatan dan kelemahan organisasi
sendiri. Sehingga berdasar analisa kedua bidang tersebut dapat
dibuatscenario profiling (scenario tentang masa depan yang akan kita hadapi)
yang pada akhirnya dapat mempraktekan hal-hal yang menguntungkan
(opportunity) dan hal-hal yang merupakan ancaman (Threats).

69. TEORI PENINGKATAN ORGANISASI


Meningkatkan kemampuan organisasi mengandung pengertian
menciptakan Superioritas Organisasi. Superioritas merupakan suatu indikator
kemampuan organisasi melaksanakan tugas dan fungsi pokoknya.
Superioritas organisasi ditunjukan oleh kemampuan organisasi di bidang
manajemen, taktis dan teknis pelaksanaan fungsi, meningkatnya kualitas

60
pelayanan, dan para anggotanya memiliki integritas yang tinggi (Gomes, 1995
: 145).
Menurut A Kadarmata (2007) superioritas organisasi memiliki
keterkaitan dengan kultur kinerja organisasi, superioritas organisasi akan
terwujud bilamana organisasi memiliki kultur kinerja organisasi yang kuat.
Menurut Blumberg seperti dikutip oleh Stephen P Robbins seperti dikutip
Gomes (1995), bahwa kualitas kinerja sangat dipengaruhi oleh kemampuan
(ability), motivasi (motivation), dan peluang yang ada (opportunity),
”Performance is the function of Ability x Motivation x Oppotunity”. Jadi
semakin tinggi kemampuan, motivasi, dan peluang maka semakin tinggi
kinerja. Oleh karena itu, maka organisasi yang berkinerja tinggi dituntut untuk
memiliki sumber daya manusia yang berkualitas tinggi.
Bila kinerja adalah input maka produktivitas adalah output. Beberapa
penelitian menunjukan bahwa produktivitas dipengaruhi (Gomes, 1995: 160)
: Knowledge (pengetahuan); Skills (keterampilan), Abilities
(kecakapan/Kemampuan), Attitudes (sikap), Behaviors (perilaku).

70. TEORI JENDELA PECAH (BROKEN WINDOW THEORY).


Satu teori yang relevan digunakan untuk mengkaji pemolisian
masyarakat yang digagas ilmuwan sosial James Q. Wilson dan George L.
Kelling. Teori ini berargumen bahwa apabila kejahatan atau ketidakteraturan
kecil dibiarkan tanpa ditindaklanjuti dengan tindakan yang tepat maka akan
lebih banyak orang melakukan hal yang sama dan bahkan menyebabkan
terjadinya kejahatan atau kerusakan dalam skala yang lebih besar. Satu hal
negatif di tengah masyarakat harus segera disentuh dan dituntaskan agar
tidak berkembang menjadi hal negatif yang lebih besar.

71. TEORI KONFLIK SOSIAL


Teori konflik social yang da di masyarakat sangat beragam.Salah
satunya dikemukakan oleh Lewis A. Coser. Menurut Coser, konflik yang
terjadi di masyarakat dikarenakan adanya kelompok lapisan bawah yang
semakin mempertanyakan legitimasi dari keberadaan distribusi sumber-
sujmber langka. Coser menilai bahwa konflik tidak selalu bersifat negative,

61
namun konflik dapat mempererat dan menjalin kerukunan dalam suatu
kelompok.
Suatu konflik dapat berlangsung lam atau cepat dapat dipengaruhi oleh
beberapa factor, begitu juga menurut Coser. Ada tiga factor yang
mempengaruhi lama tidaknya suatu konflik di masyarakat, yaitu sebagai
berikut :
a. Luas semputnya tujuan konflik.
b. Adanya pengetahuan bagi pemimpin mengenai symbol kemenangan
maupun kekalahan dalam konflik.
c. Adanya peranan pemimpin dalam memahami biaya konflik dan
persuasi pengikutnya.
Konflik yang dinilai memiliki pengaruh negative, namun menurut Coser
konflik dapat bersifat instrumental dalam pembentukan, penyatuan, dan
pemeliharaan struktur social.Konflik dapat menjaga hubungan antar kelompok
dan memperkuat kembali identitas kelompok. Adapun manfaat konflik
menurut Coser, adalah sebagai berikut :
a. Konflik dapat menjadi media untuk berkomunikasi.
b. Konflik dapat memperkuat solidaritas kelompok.
c. Konflik dengan kelompk lain dapat mengahsilkan solidaritas di dalam
kelompok tersebut dan solidaritas tersebut dapat mengantarkan
kepada aliansi dengan kelompok lain.
d. Konflik dapat menyebabkan anggota masyarakat yang terisolasi
menjadi berperan aktif.
Coser mengelompokkan konflik social menjadi dua macam, yaitu
konflik realistis dan konflik nonrealistis.
a. Konflik Realistis
Dalam Kamus Sosiologi, konflik realistis ialah konflik yang
berasal dari kekecewaan individu atau kelompok atas tuntutan maupun
perkiraan-perkiraan keuntungan yag terjadi dalam hubungan sosial.
Contoh konflik realistis, misalnya para karyawan yang melakukan
pemogokan kerja melawan manajemen perusahaan sebagai aksi
menuntut kenaikan gaji.
b. Konflik Nonrealistis

62
Konflik norealistis merupakan konflik yang bukan berasal dari
tujuan-tujuan saingan yang bertentangan, sebagai contoh konflik
norealistis ialah pada masyarakat buta huruf, ada ilmu gaib yang
digunakan untuk melakukan pembalasan.

72. TEORI MANAJEMEN KONFLIK


Manajemen konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara
pelaku maupun pihak luar dalam suatu konflik. Manajemen konflik termasuk
pada suatu pendekatan yang berorientasi pada proses yang mengarahkan
pada bentuk komunikasi (termasuk tingkah laku) dari pelaku maupun pihak
luar dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan (interest) dan
interpretasi. Bagi pihak luar (di luar yang berkonflik) sebagai pihak ketiga,
yang diperlukannya adalah informasi yang akurat tentang situasi konflik.Hal
ini karena komunikasi efektif di antara pelaku dapat terjadi jika ada
kepercayaan terhadap pihak ketiga.Menurut Ross (1993) bahwa manajemen
konflik merupakan langkah-langkah yang diambil pada pelaku atau pihak
ketiga dalam rangka mengarahkan perselisihan kearah hasil tertentu yang
mungkin atau tidak mungkin menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif,
bermufakat, atau agresif.Manajemen konflik dapat melibatkan dapat
melibatkan bantuan diri sendiri, kerjasama dalam memecahkan masalaha
(dengan atau tanpa bantuan pihak ketiga) atau pengambilan keputusan oleh
pihak ketiga. Suatu pendekatan yang berorientasi pada prosesmanajemen
konflik menunjuk apda pola komunikasi (termasuk perilaku) para pelaku dan
bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan dan penafsiran terhadap
konflik.

73. TEORI HIERARKI KEBUTUHAN


Teori yang dikembangkan Maslow dalam Richardson (1997)
menyatakan bahwa manusia memiliki lima urutan kebutuhan dasar sebagai
individu. Saat seseorang telah memenuhi kepuasan pada level tertentu maka
akan berlanjut pada kebutuhan level di atasnya. Disebutkan di dalamnya dari
level pertama terdapat kebutuhan bertahan hidup (physiology needs), pada
level kedua kebutuhan akan rasa aman (safety needs), pada level ketiga
kebutuhan akan sosial (social needs), pada level keempat kebutuhan akan

63
pengakuan (esteem needs), dan level puncak adalah kebutuhan atas
aktualisasi atau pengembangan potensi diri (needs for self actualization).

Gambar 2.1
Hierarki kebutuhan manusia (Maslow)

Need for
Self- Kompetensi, prestasi,
actualization
tantangankerja,
Aktualisasipotensidiri
Esteem Needs Status, pengakuan, pengaruh,
penghargaan
Social Needs
Persatuan&grupkerja,
kepemilikan,
Safety Needs Kegiatanorganisasi
Kondisikerja yang aman,
privasi,
Physiological Physical, or Pension, senioritas
Survival Needs Uang, hiburan, makan,
lingkungan
Yang sesuai

Sumber : Richardson, 1997

74. TEORI LEARNING ORGANIZATION DAN SCENARIN LEARNING66


Nusyirwan Zen menyampaikan bahwa sala satu factor yang dapat
meningkatkan kemampuan staf dan pimpinan tingkat tinggi adalah melalui
pembelajaran sepanjang hayat (life long learning), dan membangun
organisasi menjasi learning organization, yang diperoleh melalui observasi
dan studi yang menimbulkan perubahan pada sikap perilaku, yang diperlukan
untuk mengantisipasi, mengendalikan, serta memanfaatkan perubahan
lingkungan strategis yang sangat cepat dan semakin kompleks, serta psnuh
dengan ketidakpastian.
Sedangkan Scenario Learning diperlukan untuk membuat berbagai
proyeksi tentangnasa depan yang potensial, yang diwujudkan dalam suatu

66
Nusyirwan Zen, 2016, Paradigma Pembelajaran dan Organisasi Pembelajaran, Hanjar Sespimti Polri Dikreg
ke-25, Lembang : Sespim Polri

64
narasi deskriptif dari berbagai alternative yang plausible (reasonable and
probable, atau didasari alas an yang kuat / credible / terpercaya, relevan dan
sangat mungkin terjadi) dan diintegrasikan kedalam proses pengambilan
keputusan pada manajemen strategis. Yang bertujuan untuk :
a. Memperkuat pemahaman para pengambil keputusan mengenai
plausible masa-depan; dan
b. Meningkatkan mutu pengambilan keputusan.
Penyusunan scenario learning diawali dengan Menetapkan focal
concern (FC), yang menjadi pilar pembicaraan dengan suatu kerangka waktu
(time fame); Mengidentifikasikan Driving Force (DF) dengan mengidentifikasi
sebanyak mungkin hal-hal yang diyakini akan mempengaruhi FC : Analisis
hubungan antar Driving Forces, dengan memetakan hubungan seluruh DF itu
mempengaruhi FC; Memilih Critical Driving Force (CDF), yaitu suatu factor
DF yang paling kritis dan paling berpengaruh terhadap FC; Menyusun matrik
scenario yang terdiri atas sumbu ordinat dan aksis yang dikembangkan dari
dua DF terpilih, dengan setiap kuadrannya berisi inti scenario; Menentukan
ciri kunci setiap scenario, yang dilakukan dengan cara menentukan cirri
masing-masing kutub yang relevan pada satu DF, dan kutub yang relevan
masing-masing scenario; Menyusun narasi scenario, dengan
mengembangkan sebuah narasi bagi setiap scenario, yang berisi deskripsi
elaborative tentang implikasi bertemunya cirri-ciri kunci yang relevan 67.

75. TEORI PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA


E.A. Sturgis Hiller, Jr68mengatakan :
Prinsip manajemen yang baik, dalam bentuknya yang paling
sederhana, dapat dinyatakan sebagai berikut : berbuatlah kepada
orang lain sebagaimana anda mengharapkan mereka berbuat kepada
anda.

Keberhasilan suatu organisasi tergantung pada jumlah orang yang


dimilikinya, yang cukup untuk pekerjaan yang benar pada waktu yang tepat,
yang semuanya menghasilkan pada kapasitas mereka tertinggi.Jika

67
Nusyirwan Zen, 2016, Scenario Learning Suatu Pengantar Untuk Merangkai Plausibilitas masa depan, Hanjar
Sespimti Polri Dikreg ke-25, Lembang : Sespim Polri.
68
E.A. Sturgis Hiller, Jr, dalam A. Dale Timpe, 2002, Memimpin Manusia (Managing People), Seri Manajemen

65
manajemen tidak begitu mementingkat perkembangan unsure manusia,
keberhasilan organisasi tersebut diragukan.
Manajemen telah didefinisikan dalam istilah yang sangat sederhana,
sebagai “mengerjakan segala sesuatu dengan melalui upaya orang lain”, dan
fungsi tersebut dibagi menjadi dua tanggung jawab utama, perencanaan dan
pengendalian.
Perencanaan terdiri dari keputusan apa yang diinginkan agar dapat
dilakukan oleh karyawan. Hal ini melibatkan penentuan kebutuhan,
penentuan sasaran, dan membuat garis besar prosedur dengan teliti yang
akan mencapai sasaran tersbut, serta penugasan tanggung jawab dengan
tepat kepada setiap individu atau kelompok individu.
Pengendalian menurut penggunaan berbagai metode yang akan
mendorong orang di dalam organisasi agar bekerja sesuai rencana.
Sedikitnya, ada dua faktor pengendalian yang memerlukan perhatian, yaitu :
struktur organisasi dan pengawasan.
Kecuali jika strultur organisasi sederhana, dan semua orang yang
menjadi bagian memahaminya, itu akan mengalahkan maksudnya sendiri,
yaitu agar setiap orang dapat bekerja bersama-sama dalam kelompok sama
efektifnya seperti jika mereka bekerja sendiri-sendiri. Tidak boleh ada
kesalahfahaman mengenai wewenang seseorang atau departemen dan
tanggung jawab, atau mengenai hubungan antara individu dengan unit-unit
organisasi.
Fungsi pengawasan adalah untuk menutup kesenjangan antara
prestasi kerja yang dikehendaki dengan prestasi kerja manusia
sesungguhnya. Jika pengeluaran pengaturan dan instruksi akan membuat
orang-orang bekerja sebagaimana diharapkan, maka pengawasan tidak akan
diperlukan.
Setelah membagi kegiatan manajemen menjadi dua unsur dasar,
perencanaan dan pengendalian, sangat mudah untuk menyimpulkan fungsi
utama para eksekutif – untuk menentukan apa yang diinginkan agar dilakukan
orang, mencari dan melatih orang-orang yang cakap untuk melakukan
pekerjaan tersebut, untuk memastikan bahwa beberapa metode dibuat agar
orang-orang tersebut bekerja lebih efektif, dan memeriksa secara berkala
seberapa baik mereka melakukannya.

66
Karena itu, Manajemen adalah pengembangan orang, bukan
pengarahan segala sesuatu. Jika kenyataan ini diterima, banyak kesulitan
manajemen akan menghilang. Manajer yang mengatakan bahwa dia lebih
suka bersusah payah melakukan sendiri segala sesuatu dengan benar,
daripada membuang waktu dan bersabar agar orang lain melakikannya
dengan benar, maka dia mengakui bahwa dia tidak mampu memimpin.
Dapat disimpulkan bahwa administrasi manajemen dan sumber daya
manusia adalah satu dan sama, yang tidak boleh dipisahkan. Manajemen
adalah administrasi sumber daya manusia.\

76. TEORI FAKTOR GANDA HERZBERG


Teori ini memberikan dua sumbangan penting pada keterampilan
manajer dalam memotivasi orang lain yang lebih eksplisit daripada Teori
Maslow yang mengelompokkan semua kebutuhan dalam lima kategori : a.
Fisiologis (Physiology needs); b. Keselamatan (security needs); c. Sosial
(sosiological needs); d. Penghargaan (esteem meeds); dan e. Perwujudan diri
(self actualization needs).
Freederick Herzberg menyatakan bahwa ada faktor-faktor tertentu di
tempat kerja yang menyebabkan kepuasan kerja, sementara pada bagian lain
ada pula faktor lain yang menyebabkan ketidakpuasan. Dengan kata lain
kepuasan dan ketidakpuasan kerja berhubungan satu sama lain.
Faktor-faktor tertentu di tempat kerja tersbut oleh Freederick Herzberg
diidentifikasi sebagai hygiene factors (faktor kesehatan), yang meliputi :
kebijakan administratif, kebersihan tempat kerja, hubungan antar pegawai,
manfaat sampingan dan peningkatan dalam memperoleh biaya hidup (gaji).
Dan motivation factors (faktor pemuas), atau tugas itu sendiri, apakah
tugas itu memberikan perasaan telah mencapai sesuatu dan pengakuan atas
pencapaian tersebut ? apakah tugas itu cukup menarik dan bisa dikenang
sepanjang masa ? apakah tuga tersebut memberikan tantangan, sehingga
menimbulkan perasaan bahwa telah diperoleh peningkatan kemampuan dari
tugas yang dihadapinya.
Hygiene factors terdiri dari tingkat terendah pada hierarki kebutuhan
Maslow, sedangkan motivation factors berada pada tingkatan yang lebih
tinggi. Yang perlu dipenuhi pertama kali oleh seorang manajer adalam

67
menciptakan suasana dimana individu memperoleh kepuasan untuk
kebutuhan tingkat rendahnya, sehingga kebutuhan tingkat tinggi dapat
diaktifkan. Jika manager menciptakan suasana yang mencekam, atau
menghalangi hubungan sosial, maka bawahan kemungkinan besar berdiam
pada tingkat kebutuhan rendah (keselamatan dan sosial).
Selanjutnya, manajer harus yakin bahwa tugas itu cukup menantang
dan menarik sehingga menjadi sasaran pemuasan kebutuhan untuk tingkat
lebih tinggi, jika tidak demikian, pekerja dengan tingkat kebutuhan lebih tinggi
aktif, akan mencari pemuasannya di tempat lain (biasanya diluar pekerjaan).

77. TEORI SUSTAINABILITY LOOP


Teori sustainability loop digunakan untuk menjelaskan berbagai
perubahan yang terjadi pada organisasi. Dalam buku ini, Divisi Humas Polri
setiap saat harus dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan dan
perubahan masyarakat. Menurut teori ini, terdapat beberapa fase dalam
proses penyesuaian sebuah organisasi dengan perubahan, yaitu :
a. Masa constrained, yakni masa pengerdilan.
b. Masa crisis, yakni terjadinya krisis organisasi.
c. Masa Creative destruction, yakni tumbuhnya kesadaran untuk
menghilangkan nilai-nilai lama.
d. Masa renewal, yakni masa Polri membentuk nilai-nilai baru.
e. Tiba di titik choice, yakni momen memilih nilai-nilai yang akan
ditetapkan.
f. Setelah pilihan ditetapkan, mulailah maa star up atau masa
exploitation, yakni menjalankan seluruh struktur, instrumen, dan kultur
untuk menjalankan tugas.
g. Masa conservation, pembinaan Polri dilakukan dengan meneruskan
masa star up. Namun, nilai-nilai yang tidak sejalan dibuang.

Emergent Rational Constrained

RENEWAL CONSERVATION

FOLLOWERSHIP FOLLOWERSHIP

CHOICE CRISIS
68
LEADERSHIP LEADERSHIP

Performing Transforming
Cycle
EXPLOIITATION CREATIVE DESTRUCTION

Gambar 2.1. Teori Sustainability Loop

78. TEORI PENCITRAAN DAN KEHUMASAN


Alma, seperti diungkapkan dalam Suwandi (2005), memberikan
pandangan bahwa pencitraan adalah kesan yang diperoleh sesuai dengan
pengetahuan dan pengalaman seseorang tentang suatu objek. Kasali (2003
dalam Suwandi, 2005) menjelaskan pencitraan sebagai kesan yang timbul
karena pemahaman akan suatu kenyataan.
Citra, lebih jauh memiliki kemampuan untuk mempengaruhi persepsi
pelanggan terhadap barang dan jasa yang ditawarkan (Danuparta, 2007).
Sikap dan tindakan seseorang terhadap suatu objek sangat ditentukan oleh
pencitraan objek tersebut. Dalam industri barang maupun jasa, merek
merupakan hal yang dibangun dari pencitraan suatu perusahaan (Danuparta,
2007). Sementara pencitraan itu sendiri merupakan keseluruhan persepsi
yang terbentuk berdasarkan informasi dan pengalaman masa lalu konsumen
dengan objek yang dikonsumsinya.
Ketika mengingat suatu merek tertentu, shimp (2003) menjelaskan, di
benak konsumen muncul asosiasi. Asosiasi dalam benak inilah yang disebut
Shimp sebagai pencitraan. Asosiasi itu secara sederhana dapat muncul
dalam bentuk pemikiran arau citra tertentu yang dikaitkan dengan suatu
merek, sama halnya ketika seseorang berpikir tentang orang lain. Asosiasi itu
dapat dikonseptualisasikan berdasarkan jenis, dukungan, kekuatan, dan
keunikan. Jenis asosiasi itu meliputi atribut, manfaat, dan sikap.
Atribut terdiri dari yang berhubungan dengan produk atau jasa,
misalnya harga, pemakai, dan citra penggunaan. Sementara mencakup
manfaat secara fungsional, simbolis, dan pengalaman.
Sutisna (2001) memaparkan bahwa ada beberapa manfaat apabila
suatu institusi atau perusahaan menampilkan citra positif. Pertama, dengan
citra positif terhadap suatu peoduk atau jasa, akan timbul kepercayaan pada

69
benak konsumen. Kedua, kebijakan family branding dan leverage branding
dapat dilakukan jika citra perusahaan telah positif.
Kotler (2000) mendefinisikan citra sebagai “seperangkat keyakinan,
ide, dan kesan yang dimiliki seseorang terhadap suatu objek”. Selanjutnya ia
mengatakan, “sikap dan tindakan seseorang terhadap suatu objek sangat
dikondisikan oleh citra objek tersebut”. Ini memberi arti bahwa kepercayaan,
ide, dan impresi seseorang sangat besar pengaruhnya terhadap sikap dan
perilaku, serta respons yang mungkin akan dilakukannya. Seseorang yang
mempunyai impresi dan kepercayaan tinggi terhadap suatu produk tidak akan
berpikir panjang untuk membeli dan menggunakan produk tersebut. Bahkan
boleh jadi, ia akan menjadi pelanggan yang loyal. Kemampuan menjaga
loyalitas pelanggan dan relasi bisnis, mempertahankan posisi yang
menguntungkan bergantung pada citra produk yang melekat di pikiran
pelanggan.
Suatu perusahaan dapat dilihat dari citranya, baik citra negatif maupun
positif. Citra positif akan memberikan arti yang baik terhadap produk
perusahaan tersebut, dan seterusnya dapat meningkatkan jumlah penjualan
produk dan jasa. Sebaliknya, penjualan produk suatu perusahaan akan jatuh
atau mengalami kerugian jika citranya dipandang negatif oleh masyarakat
(Yusoff, 1995 dalam Nurkholis, 2004).
Dari telaah pustaka ini, dapat ditarik benang merah bahwa definisi dari
pencitraan adalah penilaian yang diberikan masyarakat atau konsumen pada
perusahaan sehingga timbul suatu persepsi tentang kegiatan yang dilakukan
perusahaan selama ini. Menurut Tjiptono (1999), citra perusahaan merupakan
bagian dari konsep kualitas total jasa. Citra adalah penghargaan yang
didapatkan oleh perusahaan karena adanya keunggulan pada perusahaan
tersebut, seperti kemampuan yang dimiliki perusahaan sehingga perusahaan
dapat terus mengembangkan dirinya untuk terus menciptakan hal-hal baru
demi pemenuhan kebutuhan konsumen (Herbig dan Milewicz, 1999, dalam
Nurkholis, 2004).
Citra perusahaan dapat dilihat dari kompetensi dan keunggulan
perusahaan yang dibandingkan. Kompetensi dan keunggulan yang dimiliki
oleh suatu perusahaan dapat dilihat dari berbagai aspek, antara lain sebagai
berikut.

70
a. Staf dan karyawan yang dimiliki perusahaan tersebut
Perusahaan bergantung pada kinerja staf dankaryawan dalam bekerja
dan melayani konsumen. Staf dan karyawan yang berkompeten dan
berkualitas membuat kinerja perusahaan menjadi maksimal dan dapat
melayani konsumen secara optimal. Apabila konsumen merasa puas
terhadap pelayanan staf dan karyawan suatu perusahaan, akan timbul
respons positif sehingga konsumen mampu menggambarkan
perusahaan tersebut memiliki citra yang baik di mata masyarakat.
b. Perusahaan memiliki suatu kredibilitas
Kredibilitas ini lebih mengarah pada komitmen perusahaan agar dapat
memberikan pelayanan maksimal kepada komsumen. Perusahaan
yang memiliki tingkat kredibilitas baik adalah mereka yang berusaha
semaksimal mungkin membuat pelanggan puas terhadap pelayanan
yang diberikan.
c. Memiliki manajemen yang berpengalaman
Manajemen di dalam suatu perusahaan ibarat sebagai penggerak
kelangsungan hidup perusahaan. Perusahaan yang memiliki
manajemen baik, berpengalaman, dan berkompeten, merupakan
jaminan bahwa perusahaan tersebut memiliki basic yang baik dalam
menjalankan suatu usaha, dan pada intinya sebagai konseptor dalam
memberikan pelayanan kepada konsumen.
d. Tingkat reputasi yang lebih baik daripada pesaing
Persaingan dalam dunia usaha merupakan suatu tantangan yang
harus dihadapi oleh setiap perusahaan. Perusahaan akan berlomba-
lomba untuk menjadi yang terbaik dalam suatu persaingan dengan
harapan perusahaan tersebut mendapat respons positif dari
konsumen. Jika suatu perusahaan memiliki reputasi lebih unggul
daripada pesaingnya, perusahaan tersebut akan memiliki kesempatan
lebih besar untuk memperoleh konsumen yang lebih luas.
e. Dikenal oleh masyarakat luas
Pencitraan suatu perusahaan timbul apabila masyarakat atau konsume
mendapatkan informasi yang jelas tentang perusahaan tersebut. Akses
informasi tersebut dapat berupa kelebihan dan kelemahan

71
perusahaan, dan menjadi tolak ukur apakah suatu perusahaan telah
dikenal masyarakat luas.

Sementara itu, Indikator untuk pencitraan yang baik


Dalam penelitian ini meliputi:

a. Memiliki anggota Polri yang


Profesional;

b. Memiliki kredibilitas tinggi;

c. Dijalankan oleh manajemen yang


Berpengalaman;

d. Memiliki reputasi yang baik daripada


Pesaing;

e. Memiliki popularitas tinggi atau


Dikenal masyarakat luas.

Salah satu kegiatan untuk memperkenalkan perusahaan atau


organisasi agar citra terbangun lebih luas dan dikenal orang adalah promosi.
Promosi merupakan kegiatan mengomunikasikan informasi dari penjual
kepada pembeli atau pihak lain untuk mempengaruhi sikap dan perilaku (E.
Jerome McCarthy dan william D. Perreault, 1993). Tugas perusahaan dalam
promosi adalah memberi tahu pelanggan target tentang ketersediaan produk
yang tepat pada tempat yang tepat dan harga yang tepat pula.
Organisasi sebagai suatu sistem kemanusiaan harus berhubungan
dengan lingkungannya, baik secara luas (nasional, regianal, internasional)
maupun secara sempit (dalam hubungan kerja atau perwakilan). Untuk
menjaga mutu hubungan tersebut,diperlukan komunikasi yang tepat.
Peningkatan mutu dalam komunikasi merupakan lahan kegiatan hubungan
masyarakat (humas). Setiap organisasi dari kegiatan awal sampai akhir akan
melalui berbagai bentuk dan tahapan kegiatan yang harus menyatu dan
terpadu guna mencapai mutu terbaik. Perekat dari tahap semua pelanggan

72
dan usaha itulah yang disebut bidang kegiatan kehumasan (Edo Sagara,
2010:11).
Pada era komunikasi sekarang, banyak instansi (lembaga) yang
menempatkan humas sebagai struktur resmi yang penting. Tidak hanya
lembaga laba, tetapi juga lembaga nirlaba. Menurut Edo Sagara (2010:12),
pentingnya humas disebabkan oleh hal-hal berikut :
a. Persaingan ketat menuntut adanya pengaturan arus lalu lintas
informasi secara cepat, jelas, tepat, dan akurat. Humaslah yang
memegang peran di bidang ini.
b. Peran komunikasi timbal balik dalam organisasi adalah hal yang
mutlak, dan biasanya peran tersebut diserahkan kepada humas.
Humas harus mampu mengemban fungsi dan tugasnya dalam
melaksanakan hubungan komunikasi, baik ke dalam (internal) maupun
keluar (eksternal).
c. Humas menentukan kesan positif sebuah organisasi di mata
masyarakat. Hubungan dengan masyarakat akan menentukan
bagaimana organisasi tersebut bersosialisasi dengan masyarakat.

Menurut prof. Dr. Bachtiar aly, pada acara workshop humas Polri
tanggal 16 November 2009, terdapat tiga peran humas, yakni (1) public trust;
(2) public confident; (3) image building. Humas sangat berperan dalam
membangun kepercayaan publik, membangun kepercayaan diri di hadapan
publik, dan membangun citra (image).
Namun demikian, sebagaimana diingatkan Edo sagara (2010: 69),
kerja humas bukan hanya tugas humas organik atau biro/departemen humas,
melainkan melekat pada tubuh atau anggota organisasi secara keseluruhan.
Menurut Sagara, citra utama organisasi terbentuk bukan dari siaran pers yang
dibuat oleh humas organik ataupun keluwesannya dalam membina hubungan
baik dengan wartawan, organisasi lain, atau pemerintah. Citra utama
terbentuk dari aksi/kegiatan yang ditunjukkannya, sikap yang dinyatakannya,
tokoh yang diidolakannya, atau apa sebenarnya yang menjadi tujuannya.

79. TEORI PARTISIPASI

73
Dalam teori partisipasi menurut Fuller and Myers, suatu masalah social
adalah sesuatu yang memang dianggap sebagai masalah oleh orang-orang
yang terlibat di dalamnya, maka kondisi tersebut tidaklah merupakan masalah
bagi orang-orang yang bersangkutan walaupun mungkin saja kondisi tersebut
sebagai satu masalah sosial.
Definisi tersebut berkaitan dengan kegiatan kolektif dalam hal
keikutsertakan anggota masyarakat dalam usaha pencegahan kejahatan
yang diperlukan untuk membantu tugas Kepolisian. Namun hal tersebut
paling tidak harus memenuhi 3 hal, yaitu :
a. Dilakukan atas nama hukum.
b. Dilakukan dengan alas an moral dan pragmatis serta pertimbangan
rasa keamanan bagi masyarakat itu sendiri.
c. Bermakna sebagai pertanggung jawaban kolektif.
Partisipasi anggota masyarakat aalah keterlibatan anggota masyarakat
dalam pembangunan, meliputi kegiatan dalam perencanaan dan pelaksanaan
(implementasi) program/proyek pembangunan yang dikerjakan di dalam
masyarakat local (Adisasmita, 2006).
Partisipasi atau peran serta masyarakat dalam pembangunan
(pedesaan) merupakan aktualisai dari kesediaan dan kemampuan anggota
masyarakat untuk berkorban dan berkontribusi dalam implementasi
program/proyek yang dilaksanakan.
Dimaklumi bahwa anggaran pembangunan yang tersedia aalah relative
terbatas sedangkan program/proyek pembangunan yang dibutuhkan (yang
telah direncanakan) jumlahnya relatif banyak.Maka perlu dilakukan
peningkatan partisipasi masyarakat untuk menunjang implementasi
pembangunan program/proyek di masyarakat.
Peningkatan partisipasi merupakan salah satu bentuk pemberdayaan
masyarakat (social empowerment) secara aktif yang berorientasi pada
pencapaian hasil pembangunan yang dilakukan dalam masyarakat
(pedesaan). Pemberayaan mayarakat adalah upaya pemanfaatan dan
pengelolaan sumber daya masyarakat pedesaan secara lebih efektif dan
efisien, baik dari (a) aspek masukan/input (SDM, dana peralatan/sarana,
data, rencana, dan teknologi), (b) dari aspek proses (pelaksanaan,

74
monitoring, dan pengawasan), (c) dari aspek keluaran/ output (pencapaian
sasaran, efektivitas dan efisiensi).
Dengan partisipasi masyarakat, perencanaan pembangunan
diupayakan menjadi lebih terarah, disusun dengan yang kebutuhan
masyarakat.Dalam penyusunan rencana/program pembangunan dilakukan
penentuan prioritas (urutan berdasarkan besar kecilnya tingkat
kepentingannya). Dengan demikian pelaksanaan (implementasi) program
pembangunan akan terlaksana secara efektif dan efisien.
Dengan penyusunan rencana/program pembangunan secara terarah
dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan pelaksanaan (implementasi)
program pembangunan secara efektif dan efisien, berarti distribusi dan
alokasi factor-faktor produksi dapat dilaksanakan secara optimal, pencapaian
sasaran peningkatan produksi dan pendapatan masyarakat, perluasan
lapangan kerja (pengurangan pengangguran), berkembangnya kegiatan local
baru, peningkatan Pendidikan dan kesehatan masyarakat, peningkatan
kebudayaan dan partisipasi masyarakat akan tercapai secara optimal.
Pentingnya kedudukan anggota masyarakat dapat diartikan bahwa
anggota masyarakat diajak untuk berperan secara lebih aktif, didorong untuk
berpartisipasi dalam membangun masyarakat, dalam menyusun perencanaan
dan implementasi program/proyek.
Alasan atau pertimbangan mengapa anggota masyarakat diajak untuk
berperan serta dan didorong untuk berpartisipasi adalah karena mereka
dianggap mengetahui sepenuhnya tentang permasalahan dan kepentingan
atau kebutuhan mereka. Hal ini didasari pada asumsi :
a. Mereka memahami sesungguhnya tentang keadaan lingkungan sosial
dan ekonomi masyarakatnya.
b. Mereka mampu menganalisis sebab dan akibat dari berbagai kejadian
yang terjadi yang terladi dalam masyarakat.
c. Mereka mampu merumuskan solusi untuk mengatasi permasalahan
dan kendala yang dihadapi masyarakat.
d. Mereka mampu memanfaatkan sumber daya pembangunan (SDA,
SDM, dan teknologi) yang dimiliki untuk meningkatkan produksi dan
produktivitas dalam rangka mencapai sasaran pembangunan
masyarakatnya.

75
e. Upaya meningkatkan kemauan dan kemampuan SDM-nya sehingga
dengan berlandaskan pada kepercayaan diri dan keswadayaan yang
kuat mampu menghilangkan sebagian besar ketergantungan terhadap
pihak luar.

80. TEORI EVALUASI KOGNITIF


Apabila perkembangan teori motivasi disimak dengan teliti akan terlihat
bahwa para ilmuwan yang mendalami motivasi menggunakan asumsi bahwa
faktor-faktor motivasional yang bersifat intrinsik seperti kemajuan, tanggung
jawab dan kompetensi tidak terikat kepada faktor-faktor motivasional yang
bersifat ekstrinsik sepertiupah atau gaji yang besar, promosi, hubungan yang
baik dengan atasan dan kondisi kerja yang menyenangkan. Artinya, stimulasi
faktor-faktor motivasional ekstrinsik tidak mempengaruhi faktor-faktor
motivasional intrinsik.
Akan tetapi pada tahun empatpuluhan berlangsung berbagai penelitian
yang menghasilkan pendapat (teori) bahwa anggapan yang berlaku pada
waktu itu diraakan tidak benar. Artinya penemuan dari berbagai hasil
penelitian mengatakan bahwa ada hubungan antara faktor-faktor yang
bersifat ekstrinsik. Teori inikemudian dikenal dengan istilah “evaluasi kognitif”.
Menurut teori ini, apabila faktor-faktor motivasional yang bersifat ekstrinsik
diperkenalkan, seperti upah atau gaji yang besar sebagai imbalan bagi usaha
penyelesaian tugas, yang tadinya memberikan kepuasan bagi pekerja yang
bersangkutan secara intrinsik akan cenderung mengurangi tingkat
motivasional seseorang . dengan perkataan lain, menurut teori ini, apabila
organisasi menggunakan imbalan yang merupakan motivasional intrinsik,
misalnya kepuasan karena seseorang menyenangi apa yang dikerjakan,
menjadi berkurang.
Pertanyaan yang tentunya segera timbul ialah mengapa demikian
jawaban yang biasanya diberikan untuk menjawab pertanyaan tersebut ialah
bahwa dengan faktor-faktor ekstrinsik, seseorang merasa kehilangan kendali
atas perilaku sendiri sehingga motivasi intrinsik yang tadinya kuat menjadi
lemah. Artinya, penghapusan imbalan ekstrinsik dapat menghasilkan
peralihan dalam persepsi seseorang tentang faktor penyebab ia melakukan
satu kegiatan tertentu dan mengakibatkannya mencari faktor-faktor intrinsik

76
yang terdapat dalam dirinya sendiri. Misalnya, jika seorang siswa berenang
selama dua jam seminggu sebagaisalah satu persyaratan agar lulus dari
mata pelajaran olah raga di sekolahnya, siswa tersebut hanya berenang
karena ada dorongan dari luar. Akan tetapi jika setelah luus mata pelajaran
tersebut siswa itu terus berenang dua jam seminggu, ia akan menjelaskan
perilakunya dengan mengatakan bahwa hal itu dilakukannya bukan karena
dorongan ekstrinsik, akan tetapi karena ia memang senang berenang. Dalam
situasi pertama perilaku dan motivasinya ditentukan dari luar dirinya,
sedangkan pada situasi kedua perilakunya dipengaruhi oleh faktor intrinsik,
yaitu berenang merupakan olah raga yang disenanginya. Jelasnya faktor
motivasional yang bersifat ekstrinsik dapat mengurangi sesuatu yang
dikerjakannya.

81. TEORI PENENTUAN TUJUAN


Ketika makin banyak ilmuwan sosial yang memberikan perhatian pada
pengembangan dan akumulasi teori motivasi, berbarengan dengan timbulnya
“Gerakan human Raltions” yang kemudian diikuti oleh “Gerakan
Keperilakuan”, pentingnya penentuan tujuan secara spesifik oleh mereka
yang melakukan kegiatan tertentu kurang mendapat perhatian. Artinya, tidak
jarang terdengar orang berkata kepada orang lain : “Bekerjalah sebaik
mungkin”. Kalimat demikian rupanya dipandang memadai sebagai penggerak
faktor-faktor instrinsik dalam arti akan mendorong seseorang berbuat sebatas
kemampuannya. Misalnya, seorang tua yang berusaha mendorong anaknya
untuk belajar keras pada umunya berkata : “Belajarlah baik-baik dan
berusaha sekuat tenaga”. Jarang orang tua yang berkata : “Usahakan
memperoleh nilai 75 atau lebih tinggi lagi”. Yang pertama bersifat umum,
sedangkan yang kedua bersifat spesifik. Para manajer yang mau
menggerakkan bawahannyapun pada umumnya cenderung hanya
memberikan dorongan yang bersifat umum dengan mengatakan :
“Kerjakanlah tugas Saudara dengan sebaik mungkin”. Suatu pernyataan yang
bersifat umum. Jika seorang manajer mengatakan kepada sekelompok
bawahannya : “Saya akan gembira apabila masing-masing Saudara dapat
merakit 15 unit radio dalam seminggu”, dorongan itu merupakan dorongan
yang spesifik.

77
Dorongan spesifik inilah yang menjadi inti teori penentuan tujuan.
Dorongan spesifik itu dapat bersifat intrinsik, akan tetapi dapat pula bersifat
ekstrinsik. Artinya, inti teori ini terletak pada pendapat yang mengatakan
bahwa kejelasan tujuan yang hendak dicapai oleh seseorang dalam
melaksanakan tugasnya akan menumbuhkan motivasi yang semakin besar.
Bahkan lebih jauh lagi. Tujuan yang sukar dicapai, emnurut teori ini apabila
ditetapkan oleh yang bersangkutan sendiri atau ditentukan oleh organisasi
tetapi diterima oleh pekerja sebagai tujuan yang pantas dan layak dicapai,
akan mengakibatkan prestasi kerja yang semakin tinggi.
Ditekankan dalam teori ini bahwa semakin tinggi tingkat penerimaan
para pelaksana atas kepantasan dan kelayakan tujuan tertentu untuk dicapai,
semakin tinggi pula motivasinya untuk mencapai tujuan tersebut. Ditekankan
pula bahwa semakin besar partisipasi seseorang dalam menentukan tujuan
itu, semakin besar pula motivasinya untuk meraih keberhasilan dan prestasi
kerja yang setinggi mungkin. Alasannya mudah dipahami, yaitu bahwa
apabila seseorang terlibat langsung dalam memutuskan sesuatu dalam hal ini
tujuan yang akan dicapai, ia akan merasa bahwa keputusan itu merupakan
keputusannya sendiri dan tidak sekedar pelaksana sesuatu keputusan yang
ditentukan oleh orang lain.

82. TEORI PENGUATAN


Dapat dikatakan bahwa teori penguatan merupakan kebalikan dari
teori penentuan tujuan yang telah disinggung di atas. Seperti telah terlihat di
atas, teori penentuan tujuan menggunakan pendekatan kognitif, sedangkan
teori penguatan menggunakan pendekatan keperilakuan, dalam arti bahwa
penguatan menentukan perilaku seseorang. Secara filsafat ke dua teori
tersebut berbeda. Para penganut teori penguatan melihat perilaku seseorang
sebagai akibat lingkungannya. Lebih jauh para penganut teori ini mengatakan
bahwa dalam kehidupan oragnisasional, seseorang manajer tidak perlu
memikirkan peristiwa-peristiwa internal yang bersifat kognitif karena yang
mengendalikan perilaku para bawahan adalah faktor-faktor penguatan. Yang
dimaksud dengan faktor-faktor penguatan adalah setiap konsekuensi yang
apabila timbul mengikuti suatu respons, memperbesar kemungkinan bahwa
tindakan itu akan diulangi.

78
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa inti teori ini terletak pada
pandangan yang mengatakan bahwa jika tindakan seseorang manajer oleh
bawahan dipandang mendorong perilaku positif tertentu, bawahan yang
bersangkutan akan cenderung mengulangi tindakan serupa. Misalnya,
seorang pekerja yang mendapat pujian karena melakukan tindakan tertentu
akan cenderung mengulangi tindakan tersebut. Sebaliknya, jika seorang
manajer menegur bawahannya ketika melakukan suatu hal yang tidak
seharusnya dilakukan, bawahan tersebut akan cenderung untuk tidak
mengulangi tindakan tersebut terlepas dari peristiwa-peristiwa kognitif yang
bersumber dari dalam diri orang yang bersangkutan. Singkatnya, motivasi
seorang bawahan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu sangat
dipengaruhi oleh faktor-faktor di luar dirinya seperti sikap pimpinan, pengaruh
rekan sekerja dan sejenisnya, bukan karena faktor-faktor kognitif yang
terdapat dalam diri orang yang bersangkutan sendiri. Dengan perkataan lain,
dalam bentuknya yang murni teori ini mengabaikan perasaan, sikap, harapan
dan variabel-variabel kognitif lainnya. Padahal faktor-faktor tersebut pasti
berpengaruh pada perilaku seseorang yang pada gilirannya akan tercermin
pada tinggi rendahnya motivasi intrinsiknya untuk berbuat atau tidak berbuat
sesuatu.

83. TEORI HARAPAN


Merupakan sebuah teori motivasi yang dicetuskan oleh Victor H.
Vroom yang menjelaskan bahwa motivasi kerja seseorang akan tinggi jika
jalan atau peluang untuk mencapai prestasi kerja terbuka lebar. Mereka akan
terdorong dan bekerja semaksimal mungkin untuk meraihnya, akan tetapi
begitu pula sebaliknya jika peluang itu kecil maka merendah pula motivasi
kerja yang baik untuk meraih prestasi tersebut.
Salah satu hasil usaha para ilmuwan yang mendalami teori motivasi
ialah dikembangkan apa yang dikenal dengan teori harapan. Dewasa ini,
dapat dilakukan bahwa teori harapan merupakan teori yang dipandang paling
baik menjelaskan motivasi seseorang dalam kehidupan organisasionalnya,
meskipun sudah barang tentu tidak diterima dengan universal. Artinya,
dengan segala kelbihannya, teori harapanpun mempunyai kelemahan-
kelehaman.

79
Teori ini mengandugn tiga variable, yaitu daya Tarik, hubungan antara
prestasi kerja dengan imbalan serta hubungan (kaitan) antara usaha dan
prestasi kerja.
Pendalaman teori harapan akan menunjukkan hal-hal sebagai berikut :
1. Kuatnya motivasi seseorang berprestasi (usahanya) tergantung pada
pandangannya tentang bertapa kuatnya keyakinan yang terdapat
dalam dirinya bahwa ia akan dapat mencapai apa yang diusahakannya
untuk dicapai.
2. Jika tujuan ini tercapai (prestasi kerja), timbul pertanyaan apakah ia
akan memperoleh imbalan yang memadai dan, apabila imbalan itu
diberikan oleh organisasi, apakah imbalan itu akan memuaskan
tujuannya atau kepentingannya?

84. TEORI KEADILAN


Telah umum diakui bahwa keadilan menyangkut persepsi seseorang
tentang perlakuan yang diterimanya dari orang lain. Biasanya seseorang akan
mengatakan bahwa dirinya diperlakukan dengan adil apabila perlakuan itu
menguntungkannya. Sebaliknya dia akan cenderung mengatakan bahwa dia
diperlakukan tidak adil apabila perlakuan yang diterima dirasakan
merugikannya. Dapat dipastikan bahwa persepsi seseorang tentangb
keadilan berpengaruh pada perilaku dan tindak tanduknya yang pada
gilirannya menetukan motivasinya, terutama yang bersifat intrinsic, yang
antara lain terlihat pada tingkat prestasi kerjanya.
Dalam menumbuhkan persepsi tertentu, seseorang biasanya
menggunakan tiga kategori referensi, yaitu orang lain, system yang berlaku
terutama yang menyangkut upah dan gaji dan diri sendiri.
Perbedaan perlakuan juga bisa terjadi karena pertimbangan asal-usul
seseorang. Misalnya, jika pimpinan puncak dalam suatu organisasi dating dari
satu daerah atau suku tertentu dan memperlakukan orang-orang yang satu
daerah atau suku dengannya lebih baik dari perlakuan yang diberikannya
kepada orang-orang yang berasal dari darah lain atau suku lain, orang-orang
lain itu akan merasa diperlakukan tidak adil dengan segala konsekuensinya.
Perlakuan yang tidak adil itu bisa menyangkut berbagai hal seperti
penempatan, promosi, penilaian prestasi kerja, pengenaan sanksi apabila

80
terjadi pelanggaran peraturan dan ketentuan yang berlaku dalam organisasi
yang bersangkutan.
Sistem yang berlaku sebagai pembanding. Dalam suatu organisasi
yang baik, biasanya terdapat terdapat dan berlaku suatu system tertentu yang
berkaitan dengan pengelolaan sumber daya manusia yang menjadi
anggotanya. Berbagai komponen dalam system tersebut bisa mempunyai dua
dasar, yaitu :
Pertama, peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh
pemerintah yang harus ditaati oleh setiap organisasi.
Kedua, ketentuan-ketentuan yang hanya berlaku bagi organisasi yang
bersangkutan yang didasarkan pada tradisi, kultur dan kepentingan
organisasi tersebut.
Sistem ini biasanya menyangkut seluruh segi kehidupan
organisasional. Teori keadilan menyoroti semua komponen itu, meskipun
biasanya perhatian utama diberikan pada system pengupahan dan
penggajian. Persepsi seseorang diwarnai oleh pandangannya tentang
perlakuan terhadap dirinya dalam rangka kerangka system yang berlaku itu.
Artinya, seorang karyawan mungkin tidak terlalu memperhitungkan apakah
system yang berlaku itu sudah baik atau tidak. Yang disoroti adalah
penerapannya. Dalam manajemen sumber daya manusia system ini biasanya
tercermin dalam apa yang dikenal sebagai prinsip “equal pay for equal work”
dengan syarat bahwa penerapannya adalah citeris paribus (semua factor
sama) seperti masa kerja, tingkat Pendidikan, usia dan factor-faktor lain yang
turut dipertimbangkan, kesemuanya sama.

85. TEORI PENANGGULANGAN KEJAHATAN


Menurut A.S. Alam, penanggulangan kejahatan empiric terdiri atas tiga
bagian pokok69, yaitu :
a. Pre-emtif : yang dimaksud dengan upaya pre-emtif disini adalah
upaya-upaya awal yang dilakukan oleh pihak kepolisian untuk
mencegah terjadinya tindak pidana. Usaha-usaha yang dilakukan
dalam penanggulangan kejahatan secara pre-emtif menanamkan nilai-

69
Hutapea, Parulian dan Nurianna Thoha. 2008. Kompetensi plus. Jakarta : Pt. Gramedia Pustaka Utama

81
nilai/norma-norma yang baik sehingga norma-norma tersebut
terinternalisasi dalam diri seseorang.
b. Preventif : Upaya-upaya preventif ini adalah merupakan tindak lanjut
dari upaya pre-emtif yang masih dalam tataran pencegahan sebelum
terjadinya kejahatan. Dalam upaya preventif ditekankan adalah
menghilangkan kesempatan untuk dilakukannya kejahatan.
c. Represif/Penegakan Hukum : Upaya ini dilakukan pada saat telah
terjadi pidana/kejahatan yang tindakan berupa penegakan hukum (law
enforcement) dengan menjatuhkan hukuman. Upaya represif adalah
suatu upaya penanggulangan kejahatan secara konsepsional yang
ditempuh setelah terjadinya kejahatan. Penanggulangan dengan upaya
represif untuk menindak para pelaku sesuai dengan perbuatannya
serta memperbaikinya kembali agar mereka sadar bahwa perbuatan
yang dilakukannya adalah perbuatan melanggar hukum dan merugikan
masyarakat, sehingga tidak mengulanginya dan orang lain juga tidak
akan melakukannya mengingat sanksi yang ditanggungnya sangat
berat.
Teori Penanggulangan Kejahatan ini merupakan applied Theory
yang digunakan untuk menganalisa persoalan yang akan dijelaskan
pada bab III dan bab V tulisan ini.
86. TEORI KAPABILITAS
Kapabilitas artinya juga hamper sama dengan kompetensi, yaitu
kemampuan. Namun, pemaknaan dari kapabilitas tidak hanya sebatas
mempunya keterampilan (Skill) saja, namun lebh dari itu, yakni lebih
memahami secara detail dan akurat, sehingga benar-benar menguasai
kemampuannya dari titik kelemahannya hingga cara mengatasinya. Pendapat
lain mengatakan bahwa kapabilitas merupakan perubahan memori pada diri
pembelajar yang memungkinkannya untuk mampu memprediksi banyak hal
dalam kinerja; merupakan hasil dari belajar. Sementara menurut Baker dan
sinkula (2002), kapabilitas merupakan kumpulan keterampilan yang lebih
spesifik, procedural maupun proses, yang mampu memanfaatkan sumber
daya secara maksimal kepada keunggulan kompetitif.

87. TEORI PENGELOLAAN

82
Marry Parker Follet (1997) mendefinisikan pengelolaan adalah seni
atau proses dalam menyelesaikan sesuatu yang terkait dengan pencapaian
tujuan. Dalam penyelesaian akan sesuatu tersebut, terdapat tiga factor yang
terlibat, yaitu :
a. Adanya penggunaan sumber daya organisasi, baik sumber daya
manusia maupun factor-faktor produksi lainnya.
b. Proses yang bertahap mulai dari perencanaan,pengorganisasian,
pengarahan dan pengimpplementasian, hingga pengendalian dan
pengawasan.
c. Adanya seni dalam penyelesaian pekerjaan.
Teori pengelolaan ini digunakan untuk membahas proses pengelolaan
senjata api dan bahan peledak yang akan diuraikan pada Bab III dan
Bab V.
88. TEORI SIFAT (TRAIT THEORY)
Teori awal tentang sifat ini dapat ditelusuri kembali pada zaman Yunani
kuno dan zaman Roma. Paa waktu itu orangpercaya bahwa pemimpin itu
dilahirkan, bukannya dibuat. Teori the great Man menyatakan bahwa
seseorang yang dilahirkan sebagai pemimpin ia akan menjadi pemimpin
apakah ia mempunyai sifat atau tidak mempunyai sifat sebagai pemimpin.
Contoh dalam sejarah ialah Napoleon. Ia dikatakan mempunyai kemampuan
alamiah sebagai pemimpin, yang dapat menjadikannya sebagai pemimpin
besar pad setiap situasi.
Teori “great man” barangkali dapat memberikan arti lebih realistic
terhadap pendekatan sifat dari pemimpin, setelah mendapat pengaruh dari
aliran perilaku pemikir psikologi. Adalah suatu kenyataan yang dapat diterima
bahwa sifat-sifat kepemimpinan itu tidak seluruhnya dilahirkan, tetapi dapat
juga dicapai lewat suatu pendidikan dan pengalaman. Dengan demikian maka
perhatian terhadap kepemimpinan dialihkan kepada sifat-sifat umum yang
dipunyai oleh pemimpin, tidak lagi menekankan apakah pemimpin itu
dilahirkan atau dibuat. Oleh karena itu, sejumlah sifat-sifat seperti fisik, mental
dan kepribadian menjadi pusat perhatian untuk diteliti disekitar tahun-tahun
1930-1950-an. Dari beberapa sifat kecerdasan kelihatannya selalu Nampak
pada setiap penelitian denga suatu derajat konsistensi yang tinggi. Suatu

83
kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian kepemimpinan tersebut
diketahui, bahwa :
a. kecerdasan muncul pada 10 penelitian;
b. inisiatif muncul pada 6 penelitian;
c. keterbukaan dan perasaan humor muncul pada 5 penelitian;
d. antusiasme, kejujuran, simpati, dan kepercayaan pada diri sendiri,
muncul pada 4 penelitian70
89. TEORI KELOMPOK
Teori kelompok dalam kepemimpinan ini dasar perkembangannya
berakar pada psikologis social. Dan teori pertukaran yang klasik
membantunya sebagai suatu dasar yang penting bagi pendekatan teori
kelompok.
Teori kelompok ini beranggapan agar kelompok dapat mencapai
tujuan-tujuannya, maka harus terdapat suatu pertukaran yang positif di antara
pemimpinan dan pengikut-pengikutnya. Kepemimpinan yang ditekankan pada
adanya suatu proses pertukaran antara pemimpin dan pengikutnya ini,
melibatkan pula konsep-konsep sosiologi tentang keinginan-keinginan
mengembangkan peranan. Penelitian psikologi social dapat dipergunakan
untuk mendukung konsep-konsep peranan dan pertukaran yang diterapkan
dakam kepemimpinan. Sebagai tambahan, hasil asli penemuan Universitas
Ohio, dan hasil penemuan-penemuan berikutnya beberapa tahun kemudian,
terutama dimensi pemberian perhatian kepada para pengikut, dapat
dikatakan memberikan dukungan yang positif terhadap perspektif teori
kelompok ini.
Sama pentingnya adalah hasil penemuan lainnya yang lebih belakang.
Penelitian ini menyatakan bahwa pengikut-pengikut dapat mempengaruhi
senyatanya pada pemimpinnya, demikian pula para pemimpin dapat
mempengaruhi pengikut-pengikutnya/para bawahannya. Suatu contoh,
penemuan Greene menyatakan bahwa ketika para bawahan tidak
melaksanakan pekerjaan secara baik, maka pemimpin cenderung
menekankan pada struktur pengambilan inisiatif (perilaku tugas). Tetapi ketika
para bawahan dapat melaksanakan pekerjaan secara baik, maka pemimpin
menaikkan penekanannya pada pemberian pada pemberian perhatian
70
Joe Kelly, Organizational Behaviour, Reviced., Homewood, Illinois, Richard D. Irwin, 1974, hlm. 363

84
(perilaku tata hubungan)71 Barrow dalam studi laboratoriumnya menemukan
bahwa produktivitas kelompok mempunyai pengaruh yang lebih besar
terhadap gaya kepemimpinan dibandingkan dengan pengaruh gaya
kepemimpinan terhadap produktivitas.72

90. TEORI SITUASIONAL DAN MODEL KONTIJENSI


Dimulai pada sekitar tahun 1940-an ahli-ahli psikologi social memulai
meneliti beberapa variable-situasional yang mempunyai pengaruh terhadap
peranan kepemimpinan, kecakapan, dan perilakunya, berikut pelaksanaan
kerja dan kepuasan para pengikutnya. Berbagai variable situasional
diidentifikasikan, tetapi tidak semua mampu ditarik oleh teori situasional ini.
Kemudian sekitar tahun 1967, Fred Fiedler mengusulkan suatu model
berdasarkan situasi untuk efektivitas kepemimpinan. Konsepsi model ini
dituangkan dalam bukunya yang terkenal A Theory of Leadership
Effectiverness.
Fider mengembangkan suatu teknik yang unik untuk mengukur gaya
kepemimpinan. Pengukuran ini diciptakan dengan memberikan suatu skor
yang dapat menunjukkan Dugaan Kesamaan di antara Keberlawanan
(Assumed Similarity between Opposites-ASo) dan Teman Kerja yang Paling
Sedikit Disukai (Least Preffered Coworker-LPC). ASO memperhitungkan
derajat kesamaan di antara persepsi-persepsi pemimpin mengenai
kesenangan yang paling banyak dan paling sedikit tentang kawan-kawan
kerjanya.
Dua pengukuran yang dipergunakan saling bergantian da nada
hubungannya dengan gaya kepemimpinan tersebut dapat diterangkan
sebagai berikut :
a. Hubungan kemanusiaan atau gaya yang lunak (lenient) dihubungkan
pemimpin yang tidak melihat perbedaan yang besar di antara teman
kerja yang paling banyak dan paling sedikit disukai (ASO) atau yang
memberikan suatu gambaran yang relative menyenangkan kepada
teman kerja yang paling sedikit disenangi (LPC);
71
Charles N. Greene, “The Reciprocal Nature of Influence Between Leader and Subordinates”, Journal of
Applied Psychology, vol. 60, 1975, hlm. 187-193
72
J.C. Barrow, “Worker Performance and Task Complexity as Causal Determint of Leader Behavior Style and
Flexibility” Journal of Applied Psychology, vol. 61, 1976, hlm. 433-440

85
b. Gaya yang berorientasi tugas atau “hard nosed” dihubungkan dengan
pemimpin yang melihat suatu perbedaan besar di antara teman kerja
yang paling banyak dan paling sedikit disenangi (ASO) dan
memberikan suatu gambaran yang paling tidak menyenangkan pada
teman kerja yang paling sedikit disukai (LPC).

91. TEORI JALAN KECIL-TUJUAN (PATH-GOAL THEORY)


Teori path-goal versi House, memasukkan empat tipe atau gaya utama
kepemimpinan sebagai berikut :
a. Kepemimpinan direktif. Tipe ini sama dengan model kepemimpinan
yang otokratis dari Lip[pit dan White. Bawahan tahu senyatanya apa
yang diharapkan darinya dan pengarahan yang khusus diberikan oleh
pemimpin. Dalam model ini tidak ada partisipasi dari bawahan.
b. Kepemimpinan yang mendukung (Supportive Leadership).
Kepemimpinan model ini mempunyai kesediaan untuk menjelaskan
sendiri, bersahabat, mudah didekati, dan mempunyai perhatian
kemanusiaan yang murni terhadap pada bawahannya.
c. Kepemimpinan partisipatif. Gaya kepemimpinan ini, pemimpin
berusaha meminta dan mempergunakan saran-saran dari para
bawahannya. Namun pengambilan keputusan masih tetap berada
padanya.
d. Kepemimpinan yang berorientasi pada prestasi. Gaya kepemimpinan
ini menetapkan serangkaian tujuan yang menantang para bawahannya
untuk berprestasi. Demikian pula pemimpin memberikan keyakinan
kepada mereka bahwa mereka mampu melaksanakan tugas pekerjaan
mencapai tujuan secara baik.

Untuk factor situasional kedua, teori fath-goal, menyatakan bahwa :


Perilaku pemimpin akan bisa menjadi factor motivasi (misalnya menaikkan
usaha-usaha para bawahan) terhadap para bawahan, jika :
a. Perilaku tersebut dapat memuaskan kebutuhan-kebutuhan bawahan
sehingga memungkinkan tercapainya efektivitas dalam pelaksanaan
kerja.

86
b. Perilaku tersebut merupakan komplemen dari lingkungan para
bawahan yang berupa memberikan latihan, dukungan, dfan
penghargaan yang diperlukan untuk mengefektifkan pelaksanaan
kerja. Dan jika tidak dengan cara demikian maka para bawahan dan
lingkungannya akan merasa kekurangan.

92. TEORI PELAYAN PRIMA


Pelayanan prima merupakan terjemahan istilah “excellence service”
yang secara harfiah berarti pelayanan terbaik atau sangat baik. Disebut
sangat baik atau terbaik karena sesuai dengan standard pelayanan yang
berlaku atau dimiliki instansi pemberi pelayanan. Hakekat pelayanan public
adalah pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang merupakan
perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat 73.
Teori pelayanan prima ini digunakan untuk membahas kinerja Polri
dalam pengelolaan senjata api dan bahan peledak.

93. TEORI ADMINISTRASI PENGAWASAN BAHAN PELEDAK KOMERSIAL


DI INDONESIA
Desertai yang disusun oleh Drs. Kasmen, M.Si. Ini membahgas
tentang regulasi pengawasan bahan peledak komersial pada tataran mako,
regulasi mengenaibahan peledak telah mengalami perkembaangan pada
awal kemerdekaan. Saat ini regulasi bahan peledak komersial pada level
makro dianggap kurang relevan dan harus diperbaharui.
Terkait struktur tata kelola pengawasan bahan peledak komersial pada
tataran meso yang dapat diberikan perhatian pada factor ekonomi dan
keamanan dalam negeri serta pembaharuan tata kelola pengawasan bahan
peledak yang ideal. Dalam pelaksanaan tugas dan fungsi Polri dalam
pengawasan bahan peledak komersial, seperti masalah-masalah sepeerti
kapasitas petugas, koordinasi dan efektivitas mekanisme pengawasan bahan
peledak masih terjadi tantangan bagi Polri. Untuk mengoptimalkan peran Polri
dalam pengawasan bahan peledak pada level meso, dilakukan pembaharuan
struktur tata kelola pengawasan bahan peledak.
73
Bintoro, Konsumen dan Pelayanan Prima, Cetakan 1, Yogyakarta: Gava Media, 2014, hlm. 107

87
94. TEORI ASSESSMENT CENTER
Assessment Center merupakan proses mengumpulkan dan
mendiskusikan informasi dari sumber-sumber yang beragam guna
mengembangkan pemahaman yang mendalam tentang apa yang diketahui
dan dipahami seseorang sebagai hasil dari pengalaman belajar, proses ini
akan menjadi penting untuk meningkatkan proses pembelajaran berikutnya
(Weimer, 2002)74. Rivai dan Sagala (2010) mendefinisikan Assessment
Center sebagai proses penilaian yang dilakukan oleh sejumlah penilai
(assessor) untuk mengetahui kompetensi seseorang dalam melakukan
tanggung jawab yang lebih besar.
Pendekatan Assessment Center memungkinkan yang untuk
memprediksikan tingkat kesuksesan seseorang yang dapat diraih dalam
posisi tertentu. Spencer Stuart75 menyatakan bahwa pendekatan penilaian
kompetensi memungkinkan kita untuk memprediksikan lebih akurat tingkat
kesuksesan yang bisa diraih seseorang pada jabatannya.
Assessment Center didefinisikan Alvin Lum (2005) sebagai suatu cara
untuk mengukur kemampuan manusia dengan memperkirakan perilaku di
masa depan melalui penggunaan simulasi perilaku yang dapat mengukur
kompetensi assessor dalam menangani tanggung jawab di masa depan 76.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas Assessment Center adalah
suatu cara untuk mengukur kompetensi seseorang dengan cara memprediksi
perilaku yang dapat mengukur kemampuan seseorang dalam menghadapi
tanggung jawab suatu jabatan.
Alvin Lum mengemukakan 4 bagian utama yang harus diperhatikan
agar penerapan penilaian kompetensi di suatu organisasi bisa berjalan
dengan baik yaitu sarana dan prasarana/piranti keras “hardware”,
materi/Tools Pelaksanaan “Courseware”, aplikasi Teknologi “Software” dan
sumber daya manusia “Peopleware”. Sedangkan Rivai, dkk (2005)
mengemukakan bahwa penilaian kompetensi dapat berjalan dengan baik atau

74
Weimer, M.G., Learner-centered teaching: Five key changes ti practice (San Francisco: Jossey-Bass, 2002),
diambil dari www.spencerstuart.com.
75
Spencer Stuart, Ibid., diambil dari www.spencerstuart.com
76
Alvin Lum, 2005, Assessment Center :Simulatorfor Organiozation Talents, Singapura : Eazi Printing Pte Ltd,
hlm.11

88
tidak tergantung pada infut (potensi), adanya standar penilaian, proses
pelaksanaan yang baik, dan output/hasil.

95. TEORI MOTIVASI KEBUTUHAN MC CLELLAND

Teori kebutuhan McClelland dikemukakan oleh David McClelland dan


kawan-kawannya. Teori ini berfocus pada tiga kebutuhan, yaitu : kebutuhan
akan prestasi : Dorongan untuk berprestasi dan mengungguli, Kebutuhan
akan Kekuasaan : kebutuhan untuk membuat orang lain berperilaku dalam
suatu cara yang orang-orang itu (tanpa dipaksa) tidak akan berperilaku
demikian, Kebutuhan akan afiliasi : Hasrat untuk hubungan antar pribadi yang
ramah dan akrab. Beberapa orang mempunyai dorongan yang kuat sekali
untuk berhasil. Mereka bergulat untuk prestasi pribadi bukannya untuk
ganjaran sukses itu semata-mata. Mereka mempunyai hasrat untuk
melakukan sesuatu dengan lebih baik atau lebih efisien daripada yang telah
dilakukan sebelumnya.

Selanjutnya, David McClelland (Mangkunegara, 2005:68)


mengemukakan 6 (enam) karakteristik orang yang mempunyai motivasi
berprestasi tinggi, yaitu : (1) Memiliki tingkat tanggung jawab pribadi yang
tinggi, (2) Berani mengambil dan memikul resiko, (3) Memiliki tujuan realistik,
(4) Memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang untuk
merealisasikan tujuan, (5) Memanfaatkan umpan balik yang konkrit dalam
semua kegiatan yang dilakukan, dan (6) Mencari kesempatan untuk
merealisasikan rencana yang telah diprogramkan.

96. TEORI PROSES PERUBAHAN


Mengubah sikap dan perilaku Propam Polri yang cenderung membela
korps dalam melayani masyarakat yang melaporkan perilaku negatif akan
membuat masyarakat apatis terhadap perilaku Polri, untuk itu perlu untuk
memperbaiki dan mengubah pelayanan Propam Polri kepaa masyarakat.
Menurut Lewin (Stoner, 1995) banyak usaha untuk merubah gagal karena :
pertama, orang tidak mau (atau tidak mampu) untuk mengubah sikap dan
tingkah laku yang sudah lama menjadi kebiasaan, kedua, setelah periode
singkat untuk mencoba cara kerja yang berbeda individu yang diberi

89
kebebasan cenderung untuk kembali ke pola tingkah laku yang sudah lama
menjadi kebiasaan77.
Untuk mengatasi permasalahan ini, Lewin mengembangkan model
proses perubahan tiga langkah berurutan, kemudian model ini dikembangkan
oleh Edger H Schein Dkk, dimana proses ini berlaku sama untuk mengatasi
perubahan individu, kelompok, dan seluruh organisasi, proses tersebut
adalah :
a. Pencarian, termasuk membuat kebutuhan terhadap perubahan
demikian jelas sehingga individu, kelompok, atau organisasi siap
melihat dan menerimanya.
b. Pengubahan, mencakup menemukan danmengadopsi sikap, nilai, dan
tingkah laku yang baru. Seorang agen perubahan terlatih memimpin
individu, kelompok atau seluruh organisasi lewat proses. Dalam proses
ini, agen perubah akan memperkuat nilai, sikap dan tingkah laku yang
baru lewat berbagai proses identifikasi dan internalisasi (penerimaan
gagasan orang lain). Anggota organisasi akan menyamakan dengan
nilai, sikap dan tingkah laku agen perubah, menerimanya setelah
mereka mengakui efektifitasnya dalam prestasi kerja.
c. Pemantapan, berarti meneguhkan pola tingkah laku baru pada
tempatnya dengan cara mekanisme mendukung atau memperkuat,
sehingga menjadi norma yang baru.

97. TEORI PENOLAKAN PERUBAHAN


Untuk mengubah perilaku personel Polri yang sudah biasa bekerja
dengan rutinitas yang dilakukan selama ini, dan personel tersebut merasa
nyaman dengan apa yang menjadi kebiasaannya bukan sesuatu yang
mudah, menurut Sondang siagian78 menyatakan, salah satu temuan para
pakar perilaku organisasi ialah bahwa organisasi dan para anggotanya
cenderung menolak perubahan. Penolakan pada tingkat individual tidak
senang pada lingkungan yang telah dikenalnya dan mengahdapi “medan”
yang tidak asing baginya, kecenderungan penolakan perubahan bersumber
pada

77
Stoner, James AF. 1995. “Management” Alih Bahasa Oleh Alexander Sidoro. Jakarta : PT. Prenhallindo.
78
Siagian, sondang. 1995. Teori Pengembangan Organisasi. Jakarta : Bumi aksara. Hal 77

90
98. TEORI DEPENDENSI EFEK KOMUNIKASI MASSA
Teori ini dikembangkan oleh Sandra Ball-Rokeach dan Melvin L.
DeFluer, yang memfocuskan pada kondisi struktural suatu masyarakat yang
mengatur kecenderungan terjadinya suatu efek media massa. Teori ini
berangkat dari sifat masyarakat modern, dimana media massa dianggap
sebagai sistem informasi yang memiliki peran penting dalam proses
memelihara, perubahan, dan konflik pada tataran masyarakat, kelompok,
danindividu dalam aktivitas sosial. Dan khalayak atau masyarakat menjadi
tergantung pada media massa sebagai sumber informasi bagi pengetahuan 79.
Secara ringkas kajian terhadap efek tersebut dapat dirumuskan
sebagai berikut :
a. Kognitif, menciptakan atau menghilangkan ambiguitas pembentukan
sikap, agenda-setting, perluasan sistem keyakinan masyarakat,
penegasan / penjelasan nilai-nilai.
b. Afektif, menciptakan ketakutan atau kecemasan, dan meningkatkan
atau menurunkan dukungan moral.
c. Behavioral, mengaktifkan atau menggerakkan atau meredakan,
pembentukan isu tertentu atau penyelesaiannya, menjangkau atau
menyediakan strategi untuk suatu aktivitas serta menyebabkan
perilaku dermawan.
99. TEORI PEMBERDAYAAN
Pemberdayaan atau empowerment dapat didefinisikan yaitu
Empowerment is defined as a group’s or individuals capacity to make
effective choice into desire actions and outcomes. 80 Proses pemberdayaan
akan berlangsung secara bertahap yaitu sebagai berikut : 1) Tahap
penyadaran dan pembentukan perilaku menuju perilaku sadar dan peduli
sehingga merasa membutuhkan peningkatan kapasitas diri; 2) Tahap
transformasi kemampuan berupa wawasan pengetahuan, kecakapan
keterampilan dasar sehingga dapat mengambil peran di dalam
pembangunan; 3) Tahap peningkatan kemampuan intelektual, kecakapan
79
Ball-Rokeach, Sandra J., 1985, The Origins Of Individuals Media System Dependency: A Sociological
Framework. Communication Research 12.4:485-510
80
Alsop, R., Bertelsen, M. & Holland, J. (2006) enpowerment in Practice : From Analysis to Implementation,
World Bank, Washington, D.C.p 10

91
keterampilan sehingga terbentuklah inisiatif dan kemampuan inovatif untuk
mengantarkan pada kemandirian.81

100. TEORI KOMITMEN PEGAWAI


Komitmen didefinisikan sebagai kekuatan relatif dari identifikasi dan
keterlibatan individu kepada organisasi tertentu 82. Komitmen dipengaruhi oleh
empat faktor utama, yaitu :
a. Visibilitas, merupakan perilaku yang dapat diamati oleh orang lain.
Cara sederhana untuk membuat individu mempunyai komitmen pada
organisasi adalah dengan melihat dukungannya kepada organisasi
beserta tujuan-tujuannya. Visibilitas harus dikombinasikan dengan
ketegasan.
b. Ketegasan, berarti individu tidak dapat mengangkal perilaku yang
terjadi. Ketegasan perilaku tergantung pada dua faktor, ialah dapat
diamati dan jelas atau tidak samar-samar. Kalam perilaku yang tidak
dapat diamati kecuali dengan cara merujuk maka hal ini kurang jelas.
c. Keteguhan perilaku, yakni perilaku adalah permanen, tidak dapat
ditarik kembali atau dibatalkan.
d. Kemauan pribadi yang mengikat karyawan pda tindakannya, yakni
tanggung jawab pribadi. Tingkat kemauan dari tindakan berhubungan
dengan (1) pilihan, (2) adanya tuntutan eksternal untuk betindak, (3)
adanya dasar ekstrinsik untuk bertindak, dan (4) adanya kontributor
lainnya untuk bertindak.

81
Sulistiyani, A.T. 2009, Kemitraan dan Model-model Pemberdayaan Masyarakat. Yogyakarta: Gava Media
82
Nawawi (2000:97) https://goenable.wordpress.com/tag/teori-manajemen-sumber-daya-manusia/

92

Anda mungkin juga menyukai