1
Satjipto Rahardjo,1983,Masalah Penegakkan Hukum, Sinar Baru, Bandung:hlm 24
2
Digilib.unila.ac.id/2827/12/BAB%20II.pdf
1
denganlangkah-langkah sistematis dalam menerapkan strategi
optimalisasipenegakan hukum tindak pidana korporasi.
3. TEORI KOMPETENSI
Pengertian kompetensi menurut Spencer adalah
karakteristikyang mendasari seseorang berkaitan dengan efaktifitas
kinerjaindividu dalam pekerjaannya atau karakteristik dasar individu
yangmemiliki hubungan kausal atau sebagai sebab akibat dangan
3
James AF Stoner, 1988, et.al.Manajemen (edisi Indonesia) jilid I. Jakarta, Prenhallindo.
2
kriteriayang dijadikan acuan, efektif atau berkinerja prirna atau superior
ditempat kerja atau pada situasi tertentu.
Teori Kompetensi Spencer membagi kompetensi ke dalam
5(lima) karakteristik, yaitu:
a. Motif, adalah sesuatu yang secara konsisten dipikirkan
ataudiinginikan orang yang menyebabkan tindakan.
Motifmendorong, mengarahkan dan mernilih perilaku
menujutindakan atau tujuan tertentu.
b. Sifat, adalah karakteristik fisik dan respons yang
konsistenterhadap siiuasi atau informasi. Kecepatan reaksi
danketajaman mata merupakan ciri fisik kompetensi.
c. Konsep diri, adalah sikap, nilai atau citra diri seseorang.Percaya
diri merupakan keyakinan orang bahwa meraka dapat efekiif
dalam hampir setiap situasi adalah bagian dari konsep diri
orang.
d. Pengetahuan, adalah infomasi yang dimiliki orang dalambidang
spesifik. Pengetahuan adalah kompetensi yangkomplek. Nilai
pada test pengetahuan sering gagalrnemprediksi prestasi kerja
karena gagal mengukurpengetahuan dan keterampiian dengan
cara yangsebenarnya dipergunakan dalam pekerjaan.
e. Keterampiian, adalah kemampuan mengerjakan tugas fisikatau
mental tertentu. Kompetensi mental atau keterampilan kognitif
termasuk berpikir analitis dan konseptual.4
Berdasarkan dari definisi kompetensi ini maka beberapamakna
yang terkandung di dalamnya adalah Kemampuan(Competency)
adalah karakteristik dasar yang ditampilkan dalampengetahuan,
keterampilan, sikap, manajerial dan kapemimpinanyang
memungkinkan individu menunjukkan kinerja terbaiknya.Manajemen
Sumber Daya Manusia Berbasis Kompetensi jugadikenal dengan
CBHRM (Competency Based Human ResourceManagement) adalah
merupakan proses pengelolaan surnber dayarnanusia dengan
menyelaraskan, mengarahkan danmengembangkan kepemilikan
kompetensi individu dalam organisasi tersebut. Pendekatan
4
Wibowo, Prof, DR, SE, M, Phil, 2007, Manajemen Kinerja, PT. Raja Graffindo Persada, Jakarta:hlm 87
3
Menajemen Sumber DayaManusia BerbasisKompetensi disusun
dengan pendekatan pengetahuan (Knowledge). Keterarnpilan (Skill)
dan sikap (Attitude) atau disebut KSA. Dasarpenggunaan pendekatan
ini adalah dengan pertimbangan bahwapengetahuan, keterampilan dan
sikap merupakan elemen-elemenutama untuk menghasilkan kinerja
(performance) yang terbaik.
Teori ini digunakan penulis sebagai pisau analisis dalam Bab Ill
tentang kondisi saat ini dan Bab tentang kondisi yang diharapkanuntuk
menggambarkan tentang kualitas SDM penyidik Polriterkaitoptimalisasi
penegakan hukum tindak pidana korporasi dalammengantisipasi
dampak negatif ekonomi global.
4
a. Analisis IFAS, yakni metode analisis yang mengkuantifikasi seluruh
faktor internal (Kekuatan dan Kelemahan), dengan pemberian bobot-
bobot tertentu serta penetapan rating atas sub-subfaktor yang ada,
untuk kemudian diintegrasikan kedalam proses pengambilan
keputusan.
b. Analisis EFAS, yakni metode analisis yang mengkuantifikasi seluruh
faktor eksternal (Peluang dan Kendala), denganpemberianbobot-
bobottertentu serta penetapan rating atas sub-sub faktor yang ada,
untuk kemudian diintegrasikan ke dalam proses pengambilan
keputusan.
c. Analisis SFAS, yakni metode analisis yang megnkuantifikasi seluruh
faktor, baik internal maupun eksternal, dengan pemberian bobot-bobot
tertentu serta penetapan peringkat atas sub-sub faktor yang ada, untuk
kemudian diintegrasikan kedalam proses pengambilan keputusan
untuk menentukan penetapan implementasi jangka pendek, jangka
sedang dan jangka panjang sesuai dengan visi, misi dan tujuan dari
organisasi atau institusi.
Teoriinidigunakan penulis sebagai pisau analisis dalam BabIV tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi dan Bab VI yangdigunakan sebagai analisa
dalam upaya pemecahan masalah.
5
manajemen strategis yang tepat dan cocok bagi organisasi yang dipimpinnya.
Faktor-faktor yang harus dikenali dan diperhitungkan antara lain adalah : a.
tipe dan struktur organisasi; b. gaya manajerial; c. kopleksitas lingkungan
eksternal; d. kompleksitas proses produksi, dan ; e. hakikat berbagai masalah
yang dihadapi. Adapun dalam merumuskan dn menetapkan suatu strategi
berbagai tahap harus dilalui antara lain :
a. Perumusan misi organisasi.
b. Penentuan profil organisasi.
c. Analisis dan pilihan strategis.
d. Penetapan sasaran jangka panjang.
e. Penentuan strategi induk.
f. Penentuan strategi operasional.
g. Penentuan sasaran jangka pendek, seperti sasaran tahunan.
h. Perumusan kebijaksanaan.
i. Pelembagaan strategi.
j. Penciptaan system pengawasan.
k. Penciptaan system penilaian.
l. Penciptaan system umpan balik.
Berdasarkan teori diatas, maka perumusan manajemen strategis
dalam naskahini akan dibatasi pada perumusan visi, misk, tujuan, sasaran,
kebijakan, strategi dan action plan.
6. TEORI MANAJEMEN
6
organisasi, manajemen, maupun individu dalam upaya mencapai
tujuan;
7
Stoner, James AF. DKK 1996 Manajemen (edisi bahasa Indonesia) jilid I. Jakarta
7
2) Money (anggaran/uang), merupakan salah satu unsur yang
tidak dapat diabaikan. Uang merupakan alat tukat dan alat
pengukur nilai. Besar-kecilnya hasil kegiatan dapat diukur dari
jumlah uang yang beredar dalam organisasi. Oleh karena itu,
karena segala sesuatu harus diperhitungkan secara rasional.
Hal ini akan berhubungan dengan berapa uang yang harus
disediakan untuk mebiayai gaji tenaga kerja, alat-alat yang
dibutuhkan dab harus dibeli serta berapa hasil yang akan
dicapai dari suatu organisasi;
8
Stoner, James AF. Dkk. 1996 Manajemen (edisi bahasa Indonesia) jilid I. Jakarta
8
Ekonomi global mendorong terjadinya berbagai perubahan pada
lingkungan strategis. Organisasi yang berhasil adalah organisasi yang dapat
merubah sesuai dengan tantangan yang dihadapi. Perubahan dipahami
sebagai membuat sesuatu menjadi lain. Perubahan organisasi harus
dilaksanakan secara terencana. Perubahan terencan adalah kegiatan
perubahan yang dilaksanakan secara sengaja dan berorirntasi papa tujuan.
Sasaran dari perubahan organisasi meliputi (1) perubahan itu
mengupayakan perbaikan kemampuan organisasi menyesuaikan diri
terhadap peubahan lingkungan, dan (2) perubahan itu mengupayakan
perubahan perilaku karyawan. Perubahan organisasi membutuhkan agen
perubahan. Agen perubahan merupakan orang yag bertindak sebagai katalis
dan memikul tanggung jawab mengelola kegiatan perubahan.
Perubahan organisasi seringkali mendapatkan penolakan baik dari
organisasi maupun anggota. Penolakan secara individu disebabkan berbagai
faktor seperti kebiasaan, keamanan, faktor-faktor ekonomi, rasa takut
terhadap haal yang tidk diketahui dan pengolahan informasi selektif.
Sedangkan penolakan dari organisasi meliputi; kelembaman struktural, fokus
perubahan terbatas, kelembaman kelompok, ancaman terhadap keahlian,
ancaman terhadap kekuasaan yang mapan, ancaman terhadap alokasi
sumber daya yang mapan.
Pengelolaan perubahan tidak akaan terlepas dari pengembangan
organisasi. Pengembangan organisasi (Organizational Developmenti : DV)
adalah sekumpulan intervensi perubahan terencana yang dibayangi atas
dasar nilai-nilai humanistic-demkratik yang berupaya memperbaiki keefektifan
organisasi dan kesejahteraan karyawan. Berbagai teknik intervensi (OD) yang
dapat dilakukan dalam membangkitkan perubahan meliputi:
a. Pelatihan kepekaan yaitu kelompok pelatihan yang berupaya merubah
perilaku lewat interaksi kelompok tidak terstruktur;
b. Umpan Balik Survey yaitu penggunaan kuesioner untuk mengenali
penyimpangan persepsi antar-anggota, diikuti dengan pembahasan
dan saran perbaikam;
c. Konsultasi proses yaitu konsultan membantu klien memahami
kejadian-kejadian pada proses yang harus dia tangani dan
mengidenifikasi proses yaitu memerlukan perbaikan;
9
d. Pembinaan tim yaitu interaksi tinggi dikalangan anggota tim untuk
meningkatkan kepercayaan dan keterbukaan;
e. Pengembangan antar kelompok yaitu upaya OD mengubah sikap
streotip dan persepsi satu kelompok terhadap kelompok yang lain;
f. Penyelidikan apresiatif yang berusaha mengidentifikasi sifat-sifat unik
dan kekuatan-kekuatan khusus organisasi yang kemudian
dimanfaatkan untuk memperbaiki kinerja.9
9
Stephen P. Robbins. 2003. Perilaku Organisasi. Jakarta PT Indeks Gramedia. Halaman 762-784
10
Irine Diana Sari Wijayanti, Manajemen. (Yogyakarta: Mitra Cendekia Press, 2008).
11
George R; rue Terry, Dasar-dasar Manajemen/George R. Terry dan Leslie W. Rue (Bumi Aksara, 2011),
Jakarta
10
tujuannya”12. Sedangkan menurut Sergiovabi yaitu, “kesesuaian hasil yang
dicapai organisasi dengan tujuan”13.
Efisiensi berkaitan dengan cara yaitu membuat sesuatu dengan betul
(doing thing right) sementara efektifitas adalah menyangkut tujuan (doing the
right thing) atau efektivitas adalah perbandingan antara rencana dan tujuan
yang akan dicapai, efesiensi lebih ditekankan pada perbandingan antara
input sumber daya dengan output. Suatu kegiatan dikatakan efisien bila
tujuan dapat dicapai secara optimal dengan penggunaan atau pemakaian
sumber daya yang minimal.
Upaya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan membutuhkan
sarana manajemen yang disebut dengan unsur manajemen. Setidaknya ada
empat unsur-unsur manajemen yang menjadi perhatian, seperti dibawah ini. 14
a. Manusia (Mani). Sarana penting atau sarana utama setiap manajer
untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan oleh individu-individu
tersendiri atau manusianya. Berbagai kegiatan-kegiatan yang dapat
diperbuat dalam mencapai tujuan seperti yang dapat ditinjau dari sudut
pandang proses, perencanaan, pengorganisasian, staffing,
pengarahan dan pengawasan. Man atau m anusia ataupun juga sering
diistilahkan dengan sumber daya manusia dalam dunia manajemen
merupakan faktor yang sangat penting dan menentukan. Manusia yang
merancang tujuan, menetapkan tujuan dan manusia jugalah yang
nantinya akan menjalankan proses dalam mencapai tujuan yang
ditetapkan tersebut. Sudahjelas, tanpa adanya manusia maka tidak
akan pernah ada proses kerja karena manusia pada dasarnya adalah
mahluk kerja.
b. Material (Material). Dalam proses pelaksanan kegiatan, manusia
menggunakan matrial atau bahan-bahan. Oleh karena itu,
metrialdianggap pula sebagai alat atau sarana manajemen untuk
mencapai tujuan.
c. Metode (iMethod). Untukmelakukan kegiatan secara guna dan berhasil
guna, manusia dihadapkan kepada berbagai alternatif metode cara
12
Amitai Etzioni, Modern Organizations i(Englewood Cliffs., N.,J.:Prentice-Hall, 1964).
13
Thomas J. Sergiovani and others, Educational Governance and Administration, 2 Sub edition (Englewood
Cliffs, N.J: Prentice Hall College Div, 1987).
14
Agustini, Pengelolaan Dan Unsur-UnsurMmanajemen (Jakarta: Citra Pustaka, 2013).
11
menjalankan pekerjaan tersebut sehingga cara yang dilakukannya
dapat menjadi sarana atau alat manajemen untuk mencapai tujuan.
d. uang (Money). Uang sebagai sarana manajemen harus digunakan
sedemikian rupa agar tujuan yang diinginkan tercapai. Kegiatan dan
ketidaklancaran manajemen sedikit banyak dipengaruhi oleh
pengelolaan keuangan.
9. TEORI KERJASAMA
Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis, menyangkut
hubungan antara individu, antara kelompok maupun antara individu dengan
kelompok. Suatu interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi apabila tidak
memenuhi dua syarat, yaitu adanya kontak sosial dan adanya komunikasi.
Yang dapat berlangsung dalam tiga bentuk, yaitu : Antara orang-perorang;
antara orang-perorang dengan suatu kelompok manusia atau sebaliknya;
dan antara suatu kelompok manusia dengan kelompok manusia lainnya.
Kerjasama memiliki derajat yang berbeda, mulai dari komunikasi dan
koordinasi sampai pada derajat yang lebih tinggi yaitu kolaborasi.Dimana
perbedaan terletak pada kedalaman interaksi, integrasi, komitmen dab
kompleksitas.Communication terletak pada tingkatan yang paling rendah
sedangkan collaboration pada tingkatan yang paling tinggi.Kerjasama timbul
karena orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan-
kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai
kepentingan tersebut; kesadaran akan adanya kepentingan-kepentingan
yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta-fakta penting dalam
kerjasama yang berguna. Adapun bentuk-bentuk kerjasama tersebut
meliputi:
a. Kerukunan yang mencakup gotong royong dan tolong menolong.
b. Bergaining, yaitu pelaksanaan perjanjian mengenai pertukaran barang
dan jasa antara dua organisasi atau lebih.
c. Kooptasi (Co-optation), yakni suatu proses penerimaan unsure baru
dalam kepemimpinan atau pelaksanaan politik alam suatu organisasi,
sebagai salah satu cara untuk menghindari terjadinya kegoncangan
dalam stabilitas organisasi yang bersangkutan.
12
d. Koalisi (Coalition), yaitu kombinasi antara dua organisasi atau lebih
yang mempunyai tujuan yang sama. Koalisi dapat menghasilkan
keadaan yang tidak stabil untuk sementara waktu karena dua
organisasi atau lebih dengan lainnya. Akan tetapi karena maksud
utama adalah untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama,
maka sifatnya adalah kooperatif.
e. Join-Venture, yaitu kerjasama dalam pengusahaan proyek-proyek
tertentu, misalnya pemboran minyak, pertambangan batubara,
perfileman, perhotelan, dan sebagainya.
15
Nusyirwan Zen, ‘Scenario Learning Suatu Pengantar Untuk Merangkai Plaisibilotas Masa Depan’ (Bandung,
Sespati Polri, 2008).
16
ibid
13
mempengaruhi FC; Analisishubungan antar Driving Forces, petakan
hubungan seluruh DFdengan FC dan bagaimana DF mempengaruhi FC;
Memilih CriticalDriving Force (CDF), suatu faktor DF yang paling kritis dan
palingberpengaruh terhadap FC; Menyusun matrik skenario
yangdlkembangkan dari dua DF yang terpilih untuk menentukan
sumbuordinat dan aksis dengan setiap kuadrannya berisi inti
skenario;Menentukan ciri kunci setiap skanario, menentukan simbol atau
frase untuk masing-masing skenario dangan menentukan implikasidan
bertemunya ciri-ciri yang relevan pada satu DF dengan DF intinya: Menyusun
narasi skenario, barisi deskripsi alaboratif yangmenekankan proses peristiwa
hingga pada akhirnya rnenjelaskanakibat yang akan terjadi.
17
Sterman, D., John. Business Dynamics: System Thinking and Modeling for a Complex Word. Irwin McGraw-
Hill. USA. 2000. Hal 191 dan 407
14
Hubungan antara tiga variabel yaitu birth rate(rata-rata angka
kelahiran), population (Jumlah penduduk), death rate (rata-rataangka
kematian). Hubungan antara birth rate dan population yang
salingmempengaruhi membentuk reinforcing loop (lingkaran penguat)
sedangkanhubungan antara population dengan death rate merupakan
hubungan balancingloop (lingkaran penyeimbang).
Hubungan sebab akibat (causal link) bersifat positif apabila naik
atauturunnya variabel penyebab diikuti naik atau turunnya variabel akibat.
Lihathubungan birth rate dan population pada gambar di atas. Hubungan
bersifat negatif apabila kondisi berlawanan.Lihat hubungan death rate dan
population.Pada suatu hubungan yang bersifat sistemik terdapat variabel
leverage(pengungkit), yaitu suatu tempat dimana tindakan yang kecil (small
well focusedaction) memberikan perubahan yang sangat signifikan. “The
bottom line ofsystem thinking is leverage seeing where action and changes ln
structure canlead to significant, enduring improvements". 18Leverage terlelak
pada Iingkarpenyeimbang (leverage lies in the balancing loop),19 bukan pada
lingkarpenguatan.
Menurut Nusyirwaan Zen20 pengungkit (leverage) ditemukan
denganmemperhatikan pertama; Subsistem Balancing, dengan perhatikan
variabel-variabel yang paling banyak mempengaruhi, ditandai dengan jumlah
panahyang keluar dan juga banyak dipengaruhl (jumlah panah yang masuk),
kedua; subsislem Reinforcing yang negatif (Negative Reinforcing Loop);
perhatikanpula variabel-variabel yang banyak mempengaruhi dan
dipengaruhidan ketiga;sub-sislem yang paling logis dalam sistem yang
sedang dianalisis. Variabel yang ditemukan sebagai leverage menjadi dasar
dalam merumuskan suatustrategi dengan melakukan intervensi terhadap
variabel tersebut untukmenciptakan suatu realitas yang diinginkan dalam
suatu sistem.
18
Peter M. Senge, The Fifth Discipline : The art & Practice of the learning Organization, Currency Doubleday,
New York, 1990, hal 114.
19
Ibid, hal 101
20
Nusyirwan Zen, Hanjar system thinking, 2017, Sespimti, Lembang Bandung
15
Tim adalah microcosms dari organisasi yang lebih besar.
Kesadaranpembelajaran di dalam organisasi maupun tim terjadi karena
adanyaparadigma yang Iahir dari pemikiran kritis tentang banyaknya
perusahaan yang tidak mampu bertahan hidup lebih dari umur manusia. Ada
satuperusahaan yang mampu survive yaitu ShelI karena "The ability lo learn
fasterthan your competitors," menurut Arie De Geus, head of planning for
RoyalDutch/Shell. Berkaitan dengan learning didalam organisasi khususnya
teamlearning (Pembelajaran tim) Peter senge 21 menyampaikan:
"Team learning is the process of aligning and developing the capacity
of ateam to create the results its members truly desire. It builds on the
discipline of developing shared vision. It also builds on personal
mastery, for talented teams are made up of talented individuals. But
shared visionand talent are not enough. what really matters is that.
know how to playtogether".
Pandangan Peter Senge ini dimaknai sebagai proses
menyatukan(aligning) dan mengembangkan (developing) kapasitas team
untukmenciptakan hasil yang diinginkan para anggota tim. Pada berbagai
timtermasuk cross-functional task forces-teams, “people who need one
anotherto act," merupakan kunci pembelajaran didalam organisasi.
Team learning tersebut direalisasikan melalui, pertama;
metodePembelajaran. Perhatian yang penting dalam belajar disini adalah
"continuallylearning how to learn togethef 22" dan sebagaian besar tidak
mengetahuibagaimana cara belajar yang harus dilakukan (yet most people do
not know how to learn23). Pembelajaran tim akan menularkan pembelajaran
yang lebih luas didalam organisasi dengan menerapkan konsep pembelajaran
melaluipraktik lima disiplin24 yaitu personal mastery, team learning, mental
model,building shared vision dan system thinking. Bekerjanya kelima disiplin
ini akanmenghasilkan pembelajaran organisasi.
21
Peter Senge, The fifth Discipline : The art and Practice of the learning Organization, 1990, Currency
Doubleday, Newyorkpage, 236.
22
Peter M. Senge, The fifth Discipline : The art and Practice of the learning Organization. Currency
Doubleday. New York. 1994 : page 1
23
Argyris, C,”Orgnizational Learning, 2nd ed, Blackwell”, Oxpord. 1999, page 127
24
Peter Senge, Op.cit,. Kata disiplin yang dimaksud disini adalah a body of theory and technique that must be
studied and mastered to be put into practice. A disipline is a develovment path for ecquiring certain skills or
competencies. Berdasarkan pemahaman ini maka disiplin diartikan sebagai suatu metode atau cara yang
memerlukan keterampilan dan kompetensi.
16
Marquardt mengemukakan pembelajaran akan menghasilkan
entitaspembelajaran, baik itu tingkat organisasi, tim maupun individu.
Iamenambahkan bahwa pembelajaran sebagai suatu subsistem perlu
dilengkapioleh subsistem yang Iain agar entitas menjadi pembelajar yaitu
subsistemrganisasi, orang, pengetahuan dan subsistem teknologi.
Berdasarkan tipenyapembelajaran melipuli tipe adaptif, antisipatif dan aksi. 25
Indikator keberhasilandalam pembelajaran yaitu terjadi shift of mind
(metanoia) pada setiap individudalam ikatan organisasi maupun tim terkait
realitas yang saat ini terjadi danmemahami berbagai faktor yang dapat
menciptakan realitas yang diinginkan.
Kedua; pembelajaran diterapkan pada level tim. Pembelajaran
didalamorganisasi berlangsung mulai dari pembelajaran individu (individual
learning),pembelajaran tim (team learning) dan pembelajaran organisasi
(organizationallearning). Learning pada tim digambarkan bahwa individu
didalam timmengalami suatu siklus pembelajaran dimana seseorang
menyerap, mengambildan memahami data baru, merefleksi berbagai
pengalaman Iama, menarikkesimpulan dan kemudian bertindak.
Pada level pembelajaran tingkat tim atau organisasi, keterlibatan dan
keterikatan anggota organisasi pembelajaran lebih banyak. Beberapa individu
belajar dan salingterikat oleh karena itu skill atau keterampilan berinteraksi
(Marquardt 2002:41) sebagai suatu tim harus dimiliki oleh masing-masing
individu agar pembelajaran yang dilakukan tim atau organisasi dapat
mengarahdan mencapai tujuan tertentu.Team learning develops the skills of
groups ofpeople to lookfor the larger picture that lies beyond individual
perspectives. Peter Senge (1990 238). Skills atau keterampilan (dislpilin)
yang dimiliki tim dalam melakukan pembelajaran yaitu pertama; menangani
secara kreatifthe the powerful forces yang menentang dialog dan diskusi yang
produktif di dalamteam kerja, kedua; mengatasi defensive routines yaitu cara-
cara yang biasadilakukan dalam berinteraksi yang melindungi anggota tim
dan yang lain dari ancaman (threat) dan rasa malu (embarrassment) namun
hat tersebutmencegah untuk belajar, ketiga memahami our action, create our
reality,keempat mampu melihat permasalahan yang penting secara sistemik.
25
Marquardt, Michael J, Building the learning Organization : Mastering The 5 element For Corporate
Learning, Davieds Publishing, Palo Alto CA, 2002
17
Ketiga, karakteristik tim yang diperlukan dalam pembelajaran yaitu,
memiliki kekuatan dan pengetahuan yang seimbang serta pemikiran
kolektif,anggota tim memiliki kualitas excellence dan spesialisasi, memiliki
tata caratersendiri dalam membangun kombinasi antara anggota tim dan
memiliki kritikaldemensi yang meliputi kebutuhan untuk berpikir lnsighfully
tentang isu yang komplek, kebutuhan untuk innovative dan coordinative
action dan peran darianggota team terhadap teem yang lain.
Berdasarkan teori dan konsep di atas maka team learning menurut
penulisadalah sualu proses yang diwujudkan dengan serangkaian aktivitas
atau tindakan agar suatu tim yang terdiri dari berbagai individu atau
kelompokdengan berbagai keahlian, pengetahuan dan kewenangan dapat
memainkanperannya secara terpadu, sinergi dan harmoni serta meningkat
kapasitasnya yang ditandai dengan terjadinya shift of mind (metanoia) untuk
menciptakanrealitas yang diinginkan.
18
kelompokkepentingan dengan pencapaian tujuan organisasi, dan ketiga; ada
hubungansebab akibat antara organisasi dengan pemangku kepentingan
tersebut.Selanjutnya stakeholder diartikan Freeman (1984) sebagai kelompok
atauindividu manapun yang dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh
upayaorganisasi dalam merealisasikan tujuannya (Gudono, 2016, hal 269).
Berdasarkan teori dan konsep tentang stakeholder di atas maka
penulismendifinisikan stakeholder sebagai suatu kelompok atau organisasi
yangmemiliki kepentingan baik Iangsung maupun tidak Iangsung dengan
organisasilainnya didasarkan pada eksistensi dirinya agar dapat terus hidup
danberkembang didalam lingkungannya sedangkan Polri dan stakeholders
yangdimaksud dalam tulisan ini adalah Polri dan beberapa institusi
dipandangsebagai suatu entitas yang mempunyai kepentingan langsung
dalam tugaspenerimaan perpajakan berdasarkan perannya masing-masing
sesuai denganperaturan dan ketentuan yang berlaku. Beberapa institusi
tersebut adalahKementerian Keuangan (Ditjen Pajak), Kejaksaan RI, BIN,
BPK, BPKP, KPK,PPATK, DPR dan OJK.
26
Bryson, Jhon M. (2007). Perencanaan Strategis Bagi Organisasi Sosial. Cet 8. Ypgyakarta : Pustaka Belajar
27
Soekanto, S. (2012). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta :Rajawali Pers.
19
Kerjasamayang efektif dicerminkan dengan adanya
komunikasikedua belah pihak yang intens, persepsi yang
samatentang hal yang dikerjasamakan, adanya
koordinasi,integrasi dan kolaborasi.
3) Kompetitif, yaitu kemampuan organisasi untukbersaing dengan
kompetitor.
20
a. Kapasitas Sosial
Kapasilas sosial artinya adalah seorang pemimpin harus
memiliki kemampuan dalam melakukan proses komunikasi secara
ekternal-internal, maupun horizontal-vertikal (Susanto,2010). Proses
komunikasi yang dijalankan secara vertikal dapatdiartikansebagai
kemampuan untuk mengkomunikasikankendala, peluang, dan hal lain
yang konstruktif denganpumpmannya yang Iebih tinggi.
b. Kapasitas politik
Kapasitas Politik adalah kapasitas kepemimpinan yangdapat
dipahami sebagai kemampuan seorang pimpinan dalammembuat
kebijakan publik atau kebijakan politik yang dibutuhkan.
c. Kapasitas ekonomi
Kapasitas ekonomi berkaitan dengan kemampuanmelakukan
manajemen sumber daya yang berkaitan dengankemampuan ekonomi
personal maupun organisasi.
d. Kapasitas Strategik.
Kapasitas strategik dalam implementasi
kepemimpinandemocraticpolicing dapat dipahami sebagai suatu
bentukkemampuan pimpinan untuk menciptakan strategi yang
rasionaldengan asas-asas demokrasi dan kemanusiaan.
21
tertentu dan dalam posisinya sebagai tokoh itu ia mengharapkan berperilaku
secara tertentu.
Dari sudut pandang inilah disusun teori-teori peran. Menurut Biddle
dan Thomas (1966) teori peran terbagi menjadi empat golongan yaitu yang
menyangkut :
a. Orang-orang yang mengambil bagian dalam interaksi sosial;
b. Perilaku yang muncul dalam interaksi tersebut;
c. Kedudukan orang-orang dalam perilaku;
d. Kaitan antara orang dan perilaku.
22
diri mereka bukan komponen penting dalam masyarakat (Horoepoetri,
Arimbi dan Santosa, 2003),
Sosiolog yang bernama Glen Elder (dalam Sarwono, 2002) membantu
memperluas penggunaan teori peran menggunakan pendekatan yang
dinamakan “life-course” yang artinya bahwa setiap masyarakat mempunyai
perilaku tertentu sesuai dengan kategori-kategori usia yang berlaku dalam
masyarakat tersebut
23
dalamperkembangan masyarakat. Untuk mencapai
pembangunannasional yang progresif, maka diperlukan kekuatan
padatingkat struktur sosial ningga tingkat masyarakat.
Prosespembangunan menghendaki adanya pertumbuhan
secaraekonomi yang diikuti dengan perubahan (growth plus
change)dalam perubahan struktur ekonomi, dari pertanian ke
industriatau jasa, perubahan kelembagaan, baik lewat regulasimaupun
reformasi kelembagaan. Pembangunan terencanadirasakan sebagai
suatu usaha yang Iebih rasional dan teraturbagi pembangunan
masyarakat yang belum atau baruberkembang (Subandi: 2011).
24
mencapai superior organizational performance (keunggulan organisasi)28.
Teori yang digunakan untuk melakukan analisis agar organisasi Polri selalu
sustain, diantaranya sebagai berikut :
a. Melakukan analisis terhadap kompetitor Polri yang akan bermunculan
dan berperan sebagai pengawas, koordinator dan enegak hukum yang
akan mengancam upaya Polri untuk meningkatkan perannya dalam
Tim Pengendali Inflasi guna mendukung stabilitas ekonomi dalam
rangka terwujudnya pembangunan nasional.
b. Melakukan analisis Customer dimana Polri harus memahami apa yang
diinginkan masyarakat karena masyarakat tidak saja merupakan obyek
tetapi juga Polri harus memberikan pertanggung jawaban tugasnyaa
kepada masyarakat.
c. Analisis Change/perubahan, dimana Polri harus memperhatikan
perubahan di lingkungan luar organisasi anrata lain sosio kultural
masyarakat, political legal, teknologi, ekonomi dan lain-lain.
d. Selanjutnya melakukan analisis SWOT terkait dengan tugas dan peran
Polri sebagai Tim Pengendali Inflasi guna mendukung stabilitas
ekonomi dalam rangka terwujudnya pembangunan nasional.
Relevansi teori 4-C Diamond Sub Model ini adalah digunakan untuk
menggambarkan harapan dan tuntutan masyarakat terhadap pelaksanaan
tugas Polri serta mengkaji kekuatan dan kelemahan daripada
competitor/pesaing dalam rangka mencapai superior organizational
performance (keunggulan organisasi) Polri yang berperan sebagai Tim
Pengendali Inflasi guna mendukung stabilitas ekonomi dalam rangka
terwujudnya pembangunan nasional.
19. TEORI POSITIONING, DIFFERENTIATION, BRAND (PDB)
Kartajaya (2005) menyatakan Positioning merupakan proses
menempatkan suatu produk (program dalam konteks Polri) agaar endapatkan
atensi yang sesuai dengan keinginan. Kriteria keunggulan positioning produk
menurut Jobber (2004) adalah; Clarity yaitu posisi produk harus jelas dalam
menggambarkan target pasar dan kekuatan diferensiasi; Consistency yaitu
28
Hermawan Kartajaya, 2002, Hermawan Kartajaya on Marketing, Cetakan ke Enam, Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama
25
pesan yang konsisten dari Positioning produk penting untuk memberi
kekuatan bersaing bagi produk; Credibility yaitu kekuatan diferensiasi harus
kedibel dalam benak target pasar; Competitiveness yaitu kekuatan
diferensiasi harus menggambarkan nilai produk untuk sasaran yang tidak
dapat ditawarkan oleh program pesaing. Dalam hal ini Positioning adalah
segala upaya untuk memposisikan Polri di benak masyarakat secara luas.
Diferensiasi menurut Kartajaya (2005), adalah upaaya
mengintegrasikan konten, konteks, dan infrastruktur pada penawaran produk
kepada konsumen. Atau upaya untuk membedakan diri dan mencapai
keunggulan-keunggulan Polri dibandingkan institusi-institusi sejenis.
Sementara brand (merek) akan tercipta jika positioning yang tepat
direalisasikan dalam sebuah diferensiasi yang kokoh. Positioning adalah janji,
sedangkan diferensiasi adalah bagaimana memenuhi janji tersebut dengan
keunggulan-keunggulan yang dimiliki. Proses saling menguatkan antar 3
elemen ini akan menciptakan self-reinforcing mechaanism (proses penguatan
secara terus menerus). Self-reinforcing mechanism yang mampu berjalan
dengan baik disebut virtuous circle.
Model PDB Triangle (Positioning-Diferentiation-Brand) menurut
Kartajaya (2007) merupakan salah satu langkah strategi awal dalam rangka
mereposisi dan merekontruksi tugas pokok, fungsi dan peran aparat penegak
hukum kepada masyarakat.29
Hal ini sangat penting bagi kepemimpinan Polri dalam membangun
brand/citra yang baik dan positif di tengah-tengah masyarakat. Komunikasi
yang semakin baik dan intensif antara Polri dan masyarakat dalam
mendapatkan informasi dan membangun hubungan yang harmonis
merupakan pelaksanaan program dengan melibatkan masyarakat dan
bentuk-bentuk kegiatan bersama masyarakat lainnya merupakan bentuk
strategi differentiation yang menjadi nilai-nilai keunggulan dibandingkan
dengan masa lalu. Pada akhirnya, brand Polri sebagai pelindung, pelayan,
dan pengayom masyarakat yang tercermin dari tampilan anggota Polri akan
meningkat dengan sendirinya sebagai kontribusi pelaksanaan positioning dan
differntiation yang tepat.
29
Kartajayaa, H. 2007. Boosting loyalty Marketing Performance : Menggunakan Teknik Penjualan, Customer
Relationship Management, dan Servis untuk Mendongkrak Laba. Bandung : Mizan Pustaka
26
Hal ini berarti bahwa sosok pemimpin Polri transformatif harus bisa
membangkitkan kepercayaan masyarakat dengan menampilkan kemampuan
dan potensi diri dan organisasin yang sudah profesional dan modern dalam
pelaksanaaan tugas melindungi dan melayani masyarakat. Selain itu, juga
harus mampu membuktikan Polri sebagai organisasi yang unggul dengan
berbagai bentuk kinerjanya dalam mengantisipasi dampak globalisasi dan
tantangan era milenia. Semua ini akan menjadi bukti dan track record positif
yang secara terus menerus terbangun hingga paa akhirnya meningkatkan
kepercayaan masyarakat terhadap Polri.
30
Mardiasmo.2004, Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah.Yogyakarta.
27
kerja atau prestasi sesungguhnya) yaitu hasil kerja secara kualitas dan
kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya
sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.Kinerja menjadi
cerminan kemampuan dan ketrampilannya dalam pekerjaan tertentu yang
akan berdampak pada reward dari organisasinya31.
31
Kumbul KS (2018). Pengaruh gaya kepemimpinan, lingkungan kerja dan kompetensi terhadap
kinerja Penyidik dan Penyidik Pembantu di Ditresnarkoba Polda sumbar.TesisSTIE.Padang.
32
Ruky. , Ahmad. 2002. Sistem Manajemen Kinerja. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
33
Simanjuntak, Payaman J. 2005. Manajemen dan Evaluasi Kerja. Lembaga Penerbit FEUI, Jakarta.
34
Dessler, Gary. 2009. Manajemen SDM buku 1. Jakarta : Indeks
28
yang dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang.Kinerja perorangan
(individual performance) dengan kinerja lembaga (institutional performance)
atau kinrja perusahaan (corporate performance) terdapat hubungan yang
erat. Dengan perkataan lain bila kinerja karyawan (individual performance)
baik maka kemungkinan besar kinerja perusahaan (corporate performance)
juga baik.
Suparno, 2018, Analisis Faktor-Faktor Pembentuk Karakter SMART Siswa di Sekolah Islam
35
36
Manajemen Sarpras, Modul Dikbangspes Sarpras Polri, hlm. : 24-25.
29
Faktor-faktor yang mempengaruhi manajemen terdiri dari faktor
lingkungan internal dan eksternal.Faktor lingkungan internal adalah suatu
kondisi umum yang berada di dalam lingkungan organisasi tersebut, meliputi
karyawan atau pegawai serta pemimpin manajemen.Sedangkan faktor
lingkungan eksternal adalah sesuatu di luar batasan dari organisasi itu sendiri
yang mungkin mempengaruhinya, di mana ada faktor yang berpengaruh
secara langsung dan tidak langsung.Lingkungan eksternal mikro yang
merupakan faktor lingkungan yang secara langsung meliputi penyedia
(supliers), langganan, pemilik/pemegang saham, pesaing (kompetitor),
pekerja, lembaga keuangan dan pemerintah. Selanjutnya lingkungan
eksternal makro yang merupakan faktor lingkungan yang secara tidak
langsung meliputi perkembangan teknologi, variable-variabel ekonomi,
lingkungan sosial budaya dan variable politik hokum.. 37Faktor-faktor tersebut
selanjutnya akan diidentifikasi, dipilih dan dimasukan dalam strenght,
weaknesses, opportunities dan threats(SWOT).
30
dan invasi dari negara lain.Hal tersebut mendorong banyak negara untuk
membangun dan membina sebuah kekuatan militer. Dalam
perkembangannya, manajemen pertahanan negara diperlukan dalam rangka
mengembangkan metoda-metoda baru di bidang manajemen pertahanan
negara. Salah satu kunci strategis yang menjadi bagian dari manajemen
pertahanan negara adalah manajemen bidang SDM atau personel militer.
Profesionalisme SDM dalam suatu organisasi adalah sebuah
keniscayaan, termasuk pada organisasi pertahanan negara (TNI).
Profesionalisme bertumpu pada pengawak organisasi dhi. personel TNI.
Keberhasilan tata kelola bidang SDM bersifat strategis sebagai salah satu
Critical Success Factor (CSF) yang menjadi menjadi penentu keberhasilan
pelaksanaan tugas pokok organisasi TNI.
a. Efektifitas: Apakahtujuantelahterpenuhi?
38
Smith, Adam. (1776, 2009). An Inquiry into the Wealth of Nation. New York: Thrifty Books. Hal. 564. “The first
duty of the sovereign, that of protecting the society from the violence and invasion of other independent societies,
can be performed only by means of a military force. But the expense both of preparing this military force in time
of peace, and of employing it in time of war, is very different in the different states of society, in the different
periods of improvement.”
31
b. Effisiensi: Apakah output sudahsepadandengan input atauinvestasi
yang telahdikeluarkan?
c. Legitimasi:
Apakahtindakanpengukuransudahdilakukansesuaikaidahperundang-
undangan dan proporsional?
e. Imparsialitas:
Apakahsemuasubyekdarikegiatanpemolisiantelahdiperlakukandengana
dil dan setara?39
Di dalamkontekspemerintahan, Agung
Damarsasongkomenjelaskanbahwasistempengendalian internal adalah
proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang
dilakukansecaraterusmenerus oleh pimpinan dan
seluruhpegawaiuntukmemberikankeyakinanmemadaiatastercapainyatujuanor
ganisasimelaluikegiatan yang efektif dan efisien,
keandalanpelaporankeuangan, pengamananaset negara dan
ketaatanterhadapperaturanperundang-undangan (PP 60/2008, Bab I Ps. 1
butir 1).
39
Pierre Aepli, 2011, Decision Making in Policing, EPFL Press, Switzerland
3
Trevor Jones, 1994, Democracy and Policing, Police Studies Institute, UK
32
Berdasarkanuraian di atas,
makaperumusankebijakanstrategisdalamnaskahiniakandifokuskan pada
akuntabilitasdan kultur akuntabilitassumberdaya yang akandibahas pada Bab
VI.
Menurut Robert A. Leitch dalam buku Jogiyanto HM., (1999 : 11) 40,
sistem informasi adalah “suatu sistem di dalam suatu organisasi yang
mempertemukan kebutuhan pengolahan transaksi harian, mendukung
operasi, bersifat manajerial dan kegiatan strategi dari suatu organisasi dan
menyediakan pihak luar tertentu dengan laporan-laporan yang diperlukan”.
33
Hopkins University dan berikutnya adalah teori disruption menurut Clayton M.
Christensen, guru besar di Harvard Business School.
Keduanya menguturakan pemahaman disrupsi yang masing-masing
mereka pahami, dan semua tertuang dalam buku-buku mereka. Masing-
masing melihat disruption sebagai gangguan dan sebuah keuntungan yang
perlu dihadapi dan dimanfaatkan. Berikut pandangan disruption dari
Fukuyuma dan Christensen:
a. Disruption Menurut Francis Fukuyama
Francis Fukyuma, penulis buku The Great Disruption,
melihat sebuah gejala dan peristiwa disruption sebagaimana arti
leksikal dari kata tersebut. Disruption dipandang sebagai sebuah
guncangan yang mengacaubalaukan tatanan sosial dalam masyarakat.
Perkembangan teknologi informasi yang semakin radikal menjadi
indikator yang membuat Fukuyuma melihat era ini sebagai sebuah era
disrupsi. Segala sesuatu terasa dekat dan serba tersedia. Fukuyuma
tidak mengharamkan teknologi informasi. Fukuyuma memandang
bahwa masyarakat yang dikuasai oleh kekuatan informasi pada era ini
cenderung menghargai nilai-nilai yang dijunjung tinggi dalam
demokrasi, yaitu kebebasan (freedom) dan kesetaraan (equality).
Kebebasan memilih mencuat tinggi sebagai hak, sementara semua
jenis hirarki (dalam agama, politik, pemerintah, bisnis dan lain-lain)
digerogoti daya regulasi dan kecenderungan koersifnya. Di mana-
mana terjadi kekacauan sosial yang membuat orang merasa tidak
nyaman berada di mana pun, bahkan di kota-kota besar yang
dikatakan maju. Kekerabatan dan keluarga sebagai institusi sosial
yang paling primer terguncang, tingkat perceraian meningkat dan
jumlah kehamilan di luar nikah tak bisa dibendung. Dari sini
Fukuyuma mengangkat isu penting yang menjadi landasan teorinya
mengenai modal sosial (social capital) dan kapitalisme. Ia
mendefinisikan modal sosial yang dilihatnya sebagai perangkat nilai-
nilai informal atau norma-norma yang diperuntukan bagi anggota
kelompok dalam sebuah lingkungan tertentu yang dianggap kooperatif.
Ia memberi contoh keluarga sebagai salah satu modal sosial yang
paling penting.
34
b. Disruption Menurut Clayton M. Christensen
Chirstensen melihat ada peluang besar untuk berinovasi pada
masa ini. Di mata Christensen, guncangan yang terjadi berkaitan erat
dengan industri, bisnis dan keuangan. Dalam perjalanan waktu hingga
tahun ini, pandangan Chirstensen memang lebih populer dibandingkan
dengan Fukuyuma. Pemikirannya menjadi sangat kontekstual karena
menyangkut perkembangan teknologi yang semakin canggih, contoh
yang paling nyata ialah tumbuhnya beragam aplikasi-aplikasi smart-
phone yang menjawab berbagai kebutuhan, dan kemudian
menghancurkan para pelaku ekonomi lama (incumbent) yang tak bisa
membaca perubahan yang terjadi. Disrupsi bagi Christensen adalah
inovasi yang memberikan keuntungan, bukan karena suatu perusahan
memiliki highly regulated procedures, melainkan karena suatu
penyangkalan (deception) atau pengabaian terhadap apa yang
dianggap remeh. Renald Kasali dalam tulisannya yang berjudul
Disruption (Gramedia: 2017), menegaskan pandangan ini. Ada
kecenderungan oleh para pelaku ekonomi yang sudah mapan, merasa
nyaman dengan sistem yang mereka miliki. Kekuasaan yang besar
dianggap paling kuat dan aman, sehingga diyakini akan terus
mendatangkan keuntungan.41
41
https://www.kompasiana.com/wiliamsroja/disruption sebagaigangguan dan
inovasisertapengaruhnyabagiperkebanganilmupengetahuan diakses 5 Juni 2018 pukul 22:20.
35
(menjadikan paling baik, paling tinggi, dan sebagainya) sehingga optimalisasi
adalah suatu tindakan, proses, atau metodologi untuk membuat sesuatu
(sebagai sebuah desain, sistem, atau keputusan) menjadi lebih/sepenuhnya
sempurna, fungsional, atau lebih efektif. Menurut Winardi (1996:363)
optimalisasi adalah ukuran yang menyebabkan tercapainya tujuan. Secara
umum optimalisasi adalah pencarian nilai terbaik dari yang tersedia dari
beberapa fungsi yang diberikan pada suatu konteks.Jika melirik pemahaman
dari teori optimalisasi ini maka wujud pembinaan satuan dibutuhkan dalam
rangka mendukung pelaksanaan tugas pokok satuan.
36
intelektual (Intellegence quetion), ketajaman emosional (Emotional quetion)
dan ketajaman spiritual (Spiritual Quetion). Terdapat 4 (empat) indikator yang
dapat dilihat dalam diri seorang Profesional yaitu:
a. Kompeten adalah memiliki pengetahuan,keterampilan, dan sikap
emosional yang matang.
b. Keterkaitan (connection) adalah keterkaitan antara pengetahuan, sikap
dan keterampilan, dengan pekerjaan yang dilakukan.
c. Konsisten (consistence) adalah satu kata dengan perbuatan secara
berkesinambungan.
d. Komitmen (commitment) adalah mencintai bidang tugas yang
dilakukan.
Sedangkan Soedijarto (1990:57) mendefinisikan profesionalisme
sebagai perangkat atribut-atribut yang diperlukan guna menunjang suatu
tugas agar sesuai dengan standar kerja yang diinginkan.
37
dan sumber daya lainnya, seperti produk, jasa dan manusia dari sumber
produksi ke pasar dengan tujuan menoptimalkan penggunaan modal.
Menurut Subagya pakar logistik Indonesia bahwa manajemen
logistik adalah suatu penerapan prinsip-prinsip manajemen dalam kegiatan
logistik dengan tujuan agar pergerakan personil dan barang dapat dilakukan
secara efektif dan efisien.
Manajemen logistik adalah bagian dari proses supply chain
management yang memiliki fungsi penting dalam perencanaan,
pelaksanaan, dan pengendalian efektifitas dan efisiensi penyimpanan dan
aliran barang, pelayanan dan informasi, hingga ke titik konsumsi untuk
memenuhi keperluan konsumen.
38
- SIMBOL
ARTEFAK - PERILAKU
- NILAI2 ORGANISASI
IDEALISTIK - SIKAP
COGNITIVE
39
40
kerja Latin configure yang berarti saling memukul atau ada juga yang
berpendapat berasal dari kata Latin “conflictus”, yang berarti tabrakan atau
bentrokan42 . Longman Dictionary of Contemporary English, mengartikan
sebagai:
“A state of disagreement or argument between opposing groups or
opposing ideas or principles, war or battle, struggle to be in opposition;
disagree”
Otomar J. Bartos seperti dikutip Novri Susan (2010), mengartikan
konflik sebagai situasi dimana para aktor menggunakan perilaku konflik
melawan satu sama lain dalam menyelesaikan tujuan yang berseberangan
atau mengekspresikan naluri permusuhan 43. Dalam perkembangannya, arti
kata konflik digunakan untuk menggambarkan suatu masalah sosial yang
timbul karena ada perbedaan pendapat maupun pandangan yang terjadi
dalam masyarakat dan negara44.
42
St. Aisyah BM, Konflik Sosial Dalam Hubungan Antar Umat Beragama, Jurnal Dakwah Tabligh,
Vol. 15, No. 2, Desember 2014 : 189 – 208
43
Susan, Novri, Pengantar Sosiologi Konflik dan Isu-Isu Konflik Kontemporer, Cet. 2; Jakarta:
Kencana, 2010
44
Ibid
45
Barda Nawawi Arief,Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana dalam
Penanggulangan Kejahatan , Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2014, hlm 49
41
pada saat telah terjadi tindak pidana / kejahatan yang tindakannya berupa
penegakan hukum (law enforcement) dengan menjatuhkan hukuman.
a. Dari berbagai fakta / Kenyataan (reality) yang ada oleh media untuk
ditentukan fakta mana yang akan diangkat dan diketahui oleh public
46
Eriyanto (2018), Media dan Opini Publik, Rajawali Pers, Depok
42
b. Fakta tersebut kemudian diolah oleh media untuk ditentukan unsur-
unsur apa yang perlu diketahui oleh public. Dengan demikian berarti
ada unsur fakta yang ditonjolkan, dan ada unsur fakta yang ditutupi atau
tidak dimunculkan. Hal tersebut dilakukan oleh media untuk membentuk
opini / pendapat public atas fakta / reality tersebut.
c. Apa yang disuguhkan oleh media kemudian itu yang dipercayai oleh
public dan dianggap sebagai suatu kebenaran serta pada akhirnya akan
membentuk opini public
Konsep agenda setting sering digabungkan dengan media
framing. Konsep media framing digunakan untuk menggambarkan
proses seleksi dan penonjolan aspek tertentu dari realitas / fakta oleh
media. Framing dapat dipandang sebagai penempatan informasi-
informasi dalam konteks yang khas sehingga isu tertentu mendapatkan
alokasi lebih besar daripada isu yang lain.
43
Tabel 2.1
Tabel 2.2
Siklus SARA Model Dalam POP
Assesment Scanning
Response Analysis
47
Stewart, James K. Research and the police administrator: Working smarter, not harder dalam Jack
Greene and Stephen Mastrofski (eds.), Community Policing: Rhetoric or Reality. New York:
Praeger, 1985.
48
Bailey, William G, The Encyclopedia of Police Science, Edisi Bahasa Indonesia, YPKIK, 2005
44
Menurut Chryshnanda dalam Hanjar Kepemimpinan dan manajemen
strategi Polri, Sespimti Polri 2019. Pemimpin yang transformasional mampu
belajar dan memberbaiki kesalahan masa lalu, siap menghadapi tuntutan,
tantangan, ancaman, harapan di masa kini dengan mengedepankan nilai-nilai
kepemimpinan yang bertakwa, visioner, berani, jujur, menginspirasi, tekun,
menjadi role model / panutan, berwawasan luas, memberdayakan, jujur,
motivator dan menjadi konsultan.
45
Dalam suatu organisasi, unsur SDM (sumber daya manusia) merupakan
asset terpenting dan sangat strategis dalam pencapaian tujuan organisasi.
Sebab, SDM dengan segala aspeknya adalah roda penggerak organisasi.
Karena itu efektivitas organisasi sangat ditentukan oleh manajemen terhadap
SDM yang dimilikinya.
Salah satu model atau pendekatan terbaru dalam manajemen SDM
adalah manajemen SDM berbasis kompetensi (Competency Based Human
Resource Management), yaitu suatu manajemen SDM yang menawarkan
metode baru untuk merumuskan model kompetensi yang terintegrasi dengan
visi dan strategi organisasi untuk kemudian diimplementasikan dalam
berbagai sistem MSDM yang berlaku dalam organisasi.
Seiring dengan trend manajemen berbasis kompetensi, pelatihan dan
pengembangan hendaknya digerakkan oleh pertanyaan “Apa sesungguhnya
kompetensi yang perlu dibangun oleh organisasi/perusahaan?. Atas dasar ini,
dalam kaitan dengan pelatihan Darwin Ahmad Palia (2006) menyatakan
bahwa sudah saatnya perusahaan membangun pelatihan berbasis
kompetensi agar memiliki kompas, pedoman, fokus, dan arah yang jelas
dalam mendesain sistem pelatihan karyawan, dengan mengikuti prinsip-
prinsip, meliputi :
1. Meningkatkan koordinasi dan desentralisasi fungsi pelatihan.
2. Mereformasi, merekayasa ulang, atau menata kembali kurikulum
pelatihan ke arah pelatihan berbasis kompetensi (competent base
training), guna mempeprcepat akuisisi kompetensi.
3. Meningkatkan kualitas pengelolaan pelatihan dengan mengaitkan isu-isu
nyata kinerja individu, kelompok maupun organisasi (training for
performance improvement).
4. Meningkatkan sebanyak mungkin individu atau kelompok kerja yang
mampu melakukan pembelajaran mandiri (self directed learning team).
5. Memunculkan proses transfer belajar (transfer of learning) melalui
berbagai variasi mode.
Menumbuhkan budaya pada setiap unsur perusahaan bahwa pelatihan
merupakan proses yang terjadi seumur hidup (lifelong learning culture).
46
Adam Smith (1776),49 menyatakan, bahwa tugas pertama dari suatu
negara berdaulat adalah melindungi warga negaranya dari tindak kekerasan
dan invasi dari negara lain.Hal tersebut mendorong banyak negara untuk
membangun dan membina sebuah kekuatan militer. Dalam
perkembangannya, manajemen pertahanan negara diperlukan dalam rangka
mengembangkan metoda-metoda baru di bidang manajemen pertahanan
negara. Salah satu kunci strategis yang menjadi bagian dari manajemen
pertahanan negara adalah manajemen bidang SDM atau personel militer.
Profesionalisme SDM dalam suatu organisasi adalah sebuah
keniscayaan, termasuk pada organisasi pertahanan negara (TNI).
Profesionalisme bertumpu pada pengawak organisasi dhi. personel TNI.
Keberhasilan tata kelola bidang SDM bersifat strategis sebagai salah satu
Critical Success Factor (CSF) yang menjadi menjadi penentu keberhasilan
pelaksanaan tugas pokok organisasi TNI.
49
Smith, Adam. (1776, 2009). An Inquiry into the Wealth of Nation. New York: Thrifty Books. Hal. 564. “The first
duty of the sovereign, that of protecting the society from the violence and invasion of other independent societies,
can be performed only by means of a military force. But the expense both of preparing this military force in time
of peace, and of employing it in time of war, is very different in the different states of society, in the different
periods of improvement.”
47
Setelah mendapat jumlah skor dari IFAS dan EFAS maka dibuat sel
atau mapping posisi organisasi dalam lingkungan internal dan eksternal. Pada
mapping posisi organisasi ini, terdapat beberapa sel yang memuat strategi
berdasarkan posisi organisasi tersebut Growth, Carefully dan Retrenchement.
Setelah mengumpulkan semua informasi yang berpengaruh terhadap
kelangsungan organisasi, maka tahap selanjutnya adalah penetapan”time
frame” dalam SFAS dengan cara :
48
struktural yakni aparat kepolisian, kejaksaan, lembaga pengadilan dan
pemasyarakatan, termasuk dalam hal penegakan hukum lalu lintas di jalan
raya yang dilakukan oleh polantas.
Dalam hal kapasitas penegakan hukum lalu lintas di jalan raya maka
penerapan hukum haruslah dipandang dari 3 aspek :
1. Penerapan hukum dipandang sebagai sistem normatif yaitu penerapan
keseluruhan aturan hukum yang menggambarkan nilai-nilai sosial yang
didukung oleh sanksi pidana.
2. Penerapan hukum dipandang sebagai sistem administratif yakni
mencakup interaksi antara berbagai aparatur penegak hukum yang
merupakan sub sistem peradilan pidana.
3. Penerapan hukum pidana sebagai sistem sosial, dalam arti bahwa
dalam mendefinisikan tindak pidana harus pula diperhitungkan
berbagai perspektif pemikiran yang ada dalam lapisan masyarakat.
49
50. TEORI PERKEMBANGAN KARIER
Donald E. Super mencanangkan suatu pandangan tentang
perkembangan karier yang lingkupnya sangat luas, karena perkembangan
jabatan itu dipandang sebagai suatu proses yang mencakup banyak faktor.
Faktor tersebut sebagian terdapat pada individu sendiri dan untuk sebagian
terdapat dalam lingkungan hidupnya yang semuanya berinteraksi satu sama
lain dan bersama-sama membentuk proses perkembangan karier seseorang.
Pilihan jabatan merupakan suatu perpaduan dari aneka faktor pada individu
sendiri seperti kebutuhan sifat-sifat kepribadian, kemampuan intelektual, dan
banyak faktor di luar individu, seperti taraf kehidupan sosial-ekonomi
keluarga, variasi tuntutan lingkungan kebudayaan, dan
kesempatan/kelonggaran yang muncul. Titik berat dari hal-hal tersebut di atas
terletak pada faktor-faktor pada individu sendiri.
Unsur yang mendasar dalam pandangan Donald E. Super adalah
konsep diri atau gambaran diri sehubungan dengan pekerjaan yang akan
dilakukan dan jabatan yang akan dipegang (vocational self-concept). Konsep
diri vokasional merupakan sebagian dari keseluruhan gambaran tentang diri
sendiri. Data hasil penelitian memberikan indikasi yang kuat bahwa konsep
diri vokasional berkembang selama pertumbuhan fisik dan perkembangan
kognitif; perkembangan ini berlangsung melalui observasi terhadap orang-
orang yang memegang jabatan tertentu, melalui identifikasi dengan orang-
orang dewasa yang sudah bekerja, melalui penghayatan pengalaman hidup,
dan melalui pengaruh yang diterima dari lingkungan. Penyadaran kesamaan
dan perbedaan di antara diri sendiri dan semua orang lain, akhirnya terbentuk
suatu gambaran diri yang vokasional. Gambaran diri ini menumbuhkan
dorongan internal yang mengarahkan seseorang ke suatu bidang jabatan
yang memungkinkan untuk mencapai sukses dan merasa puas (vocational
satisfication). Hal ini menyebabkan seseorang mampu mewujudkan
gambaran diri dalam suatu bidang jabatan yang paling memungkinkan untuk
mengekspresikan diri sendiri.
(APBD). Malang.
50
Lawrence M. Friedman mengemukakan bahwa efektif dan berhasil
tidaknya penegakan hukum tergantung tiga unsur sistem hukum, yakni
struktur hukum (struktur of law), substansi hukum (substance of the law) dan
budaya hukum (legal culture).Struktur hukum menyangkut aparat penegak
hukum, substansi hukum meliputi perangkat perundang-undangan dan
budaya hukum merupakan hukum yang hidup / dianut dalam suatu
masyarakat.
Struktur adalah pola yang menunjukkan tentang bagaimana hukum
dijalankan menurut ketentuan-ketentuan formalnya.Di Indonesia jika kita
berbicara tentang struktur sistem hukum Indonesia, maka termasuk di
dalamnya struktur institusi-institusi penegakan hukum seperti
kepolisian.Aspek lain dari sistem hukum adalah substansinya adalah aturan,
norma, dan pola perilaku nyata manusia yang berada dalam system itu.
Sedangkan mengenai budaya hukum, merupakan sikap manusia (termasuk
budaya hukum aparat penegak hukumnya) terhadap hukum dan sistem
hukum52.
Teori Sistem Hukum ini merupakan Applied Theory yang digunakan
untuk menganalisa persoalan yang akan dijelaskan pada bab III dan bab V
tulisan ini.
52
Friedman, Lawrence M, (terjemahan Yusuf Effendi). 2009. Sistem Hukum :Perspektif Ilmu Sosial, Penerbit
Nusa Media, Jakarta.
51
Informasi Menurut Raymond Mc.leod53 Informasi adalah data yang
telah diolah menjadi bentuk yang memiliki arti bagi si penerima dan
bermanfaat bagi pengambilan keputusan. Sedangkan Informasi Menurut Tata
Sutabri, S.Kom., MM adalah data yang telah diklasifikasikan atau diolah atau
diinterpretasikan untuk digunakan dalam proses pengambilan keputusan yang
ditunjang dengan kualitas sarana informasi yang digunakan. Kajian teori ini
akan dipakai sebagai pisau analisa yang akan dipergunakan pada Bab VI
strategi pemecahan masalah.
53
Mcleod, Raymond, 2001, Sistem Informasi Manajemen, Jakarta, PT. Prenhallindo
54
Komala, Lukiati. 2009. Ilmu Komunikasi: Perspektif, Proses, dan Konteks. Bandung: Widya Padjadjaran, hal.7
55
Ibid., hal.28
56
Husaini Usman, Manajemen Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan, (Dikutip dari Sutisna,
1989), (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), h. 439
57
Malayu S.P. Hasibuan, Manajemen Dasar, Pengertian, dan Masalah, (Jakarta: PT Bumi
Aksara, 2014), h. 85
52
Kolaborasi merupakan salah satu bentuk interaksi sosial. Menurut
Abdulsyani, Kolaborasi adalah suatu bentuk proses sosial, dimana
didalamnya terdapat aktivitas tertentu yang ditujukan untuk mencapai tujuan
bersama dengan saling membantu dan saling memahami aktivitas masing-
masing.58Abdulsyani, Roucek dan Warren, mengatakan bahwa kolaborasi
berarti bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan bersama. 59
53
Widjaja (2000:14) menyatakan bahwa pembinaan adalah suatu proses
atau pengembangan yang mencakup urutan-urutan pengertian, diawali
dengan mendirikan, membutuhkan, memelihara pertumbuhan tersebut yang
disertai usaha-usaha perbaikan, menyempurnakan, dan
mengembangkannya. Pembinaan tersebut menyangkut kegiatan
perencanaan, pengorganisasian, pembiayaan, koordinasi, pelaksanaan, dan
pengawasan suatu pekerjaan unutk mencapai tujuan hasil yang
maksimal.62Dikaitkan dengan penulisan naskah karya perorangan ini
pengelolaan terhadap sumber daya manusia Polri berdasarkan Keputusan
Kapolri No.Pol. : Kep/74/XI/2003 tanggal 10 Nopember 2003 tentang Pokok-
Pokok Penyusunan Lapis-Lapis Pembinaan Sumber Daya Manusia Polri tidak
6
lepas dari proses pengendalian personel, pembinaan personel dan perwatan
personel.
62
Widjaja, A.W. 2000. Administrasi kepegawaian. Jakarta: Raja Wali
54
keberhasilan setiap programsesuai dengan kemampuan setiap orang tanpa
berartimengorbankan kepentingan diri sendiri.
55
Beberapa teori yang digunakan dalam penyusunan MEF TNI AL
ini merupakan teori yang dikembangkan oleh Naval War CollegeNewport,
Rhode Island terkait dengan pembangunan kekuatan pertahanan dan
perencanaan strategis (StrategyAndForcePlanning). Adapun teori yang
digunakan adalah:
a. The StrategyandForcePlanningFramework dari PH Liotta dan
Richmond M Lloyd, yang menjelaskan alur/ kerangka berfikir secara
konseptual untuk menyelenggarakan dan mengevaluasi faktor-faktor
penentu dalam perencanaan pembangunan kekuatan serta
pengambilan keputusan di masa yang akan datang.
b. The Art ofStrategyandForcePlanningdari Henry C Bartlett, G Paul
HalmanJr, Timothy E Somes, yang men-jelaskan tentang beberapa
pendekatan yang digunakan dalam penyusunan rencana
pembangunan kekuatan.
56
hukum adalah institusi yang bertujuan mengantarkan manusia kepada
kehidupan yang adil sejahtera dan membuat manusia bahagia. Hukum
tersebut tidak mencerminkan hukum sebagai institusi yang mutlak serta final,
melainkan ditentukan oleh kemampuannya untuk mengabdi kepada manusia.
57
b) Meningkatkan dukungan dari instansi/potensi samping.
c) Memantapkan dukungan masyarakat.
2) Sel 1, dimana posisi Organisasi berada pada Pertumbuhan
(Growth), dengan strategi Konsentrasi melalui Integrasi Vertikal,
maka langkah yang dilakukan :
a) Memantapkan pembinaan internal (mengintegrasikan
pelaksanaan tugas antar fungsi, penyamaan persepsi
dan lain-lain);
b) Mengefektifkan tugas operasional secara professional
untuk meningkatkan kepercayaan public;
c) Sel 7 dan 8, dimana posisi Organisasi berada pada
Pertumbuhan (Growth), dengan strategi Diversifikasi
Konsentrik, maka langkah yang dilakukan adalah
organisasi mengembangkan metode yang telah ada agar
lebih memiliki diferensiasi di bidang competitor.
3) Stability Strategy adalah strategi yang diterapkan tanpa
mengubah arah strategi yang telah ditetapkan (sel 6 dan 5b).
Posisi Organisasi berada pada posisi Stabilitas, dengan
demikian strategi yang dilakukan Carrefully (hati-hati), dengan
langkah yang harus dilakukan antara lain organisasi
melaksanakan aktivitas rutin, untuk sementara tidak melakukan
perubahan signifikan, namun tetap waspada terhadap upaya-
upaya competitor.
4) Retrenchment Strategy (sel 3, 6, 9) adalah usaha memperbaiki
atau mengurangi usaha yang dilakukan perusahaan. Hl ini
mengingat posisi organisasi berada pada retrenchment, maka
strategi yang dilakukan adalah Turn Around, dengan langkah-
langkah kegiatan melakukan pembinaan atau penataan.
66. TEORI KEPEMIMPINAN DEMOKRATIS
58
seseorang. Sejumlah kemampuan umum sebagai unsur dasar kepemimpinan
berupa: a. kapasitas b. kapabilitas c. kepribadian pemimpin. Pertama,
Kapasitas (kemampuan) adalah merupakan background yang dimiliki oleh
pemimpin mengenai tingkat kemampuan yang dapat meliputi keahlian,
pengetahuan, dan keterampilan baik yang diperoleh secara formal, non
formal maupun bersumber dari pengalaman pribadi, yang bermanfaat bagi
kepemimpinannya.
Kedua, Kapabilitas (kesanggupan) merupakan kondisi mental
psikologis seseorang pemimpin yang mencerminkan kemantapan dan
kesanggupan penuh serta tanggung jawab untuk memikul segala
konsekuensi jabatan, dan kepemimpinan. Sedangkan yang terakhir yang
ketiga adalah kepribadian pemimpin (Personality), lebih merupakan pancaran
dari karakter pemimpin itu sendiri, yang menyangkut sifat atau watak yang
melekat pada dirinya. Pemimpin yang memiliki karakter yang baik akan dapat
menjadi teladan bagi anak buah, cenderung disegani dan dihormati 63.
Kepemimpinan demokratis adalah kepemimpinan yang aktif, dinamis
dan terarah. Kepemimpinan tipe ini dalam mengambil keputusan sangat
mementingkan musyawarah, yang diwujudkan pada setiap jenjang dan di
dalam unit masing-masing.Filsafat demokratis yang mendasari pandangan
tipe dan semua gaya kepemimpinan ini adalah pengakuan dan penerimaan
bahwa manusia merupakan makhluk yang memiliki harkat dan martabat yang
mulia dengan hak asasi yang sama64.
Sehubungan dengan itu Sondang P.Siagian mengatakan bahwa tipe
kepemimpinan yang tepat bagi seorang pemimpin adalah tipe yang
demokratik dengan karakteristik sebagai berikut 65 :
1. Kemampuan pemimpin mengintegrasikan organisasi pada peranan dan
porsi yang tepat.
2. Mempunyai persepsi yang holistik
3. Menggunakan pendekatan yang integralistik
4. Organisasi secara keseluruhan
63
Sulistyani, Ambar Teguh, 2008. Kepemimpinan Profesional Pendekatan Leadership
Games, Gava Media: Yogyakarta, hlm. 21.
64
Modul Off Campus, 2019, Kepemimpinan, Bahan Pelajaran Peserta Sespimti Dikreg Ke-
28 T.A. 2019, Lembang, Bandung.
65
Siagian, Sondang P. 1989. Teori Motivasi dan Aplikasinya. Bina Aksara, Jakarta, hlm. 18.
59
5. Menjunjung tinggi harkat dan martabat bawahan
6. Bawahan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan
7. Terbuka terhadap ide, pandangan dan saran bawahannya.
8. Teladan
9. Bersifat rasional dan obyektif
10. Memelihara kondisi kerja yang kondusif, inovatif, dan kreatif
60
pelayanan, dan para anggotanya memiliki integritas yang tinggi (Gomes, 1995
: 145).
Menurut A Kadarmata (2007) superioritas organisasi memiliki
keterkaitan dengan kultur kinerja organisasi, superioritas organisasi akan
terwujud bilamana organisasi memiliki kultur kinerja organisasi yang kuat.
Menurut Blumberg seperti dikutip oleh Stephen P Robbins seperti dikutip
Gomes (1995), bahwa kualitas kinerja sangat dipengaruhi oleh kemampuan
(ability), motivasi (motivation), dan peluang yang ada (opportunity),
”Performance is the function of Ability x Motivation x Oppotunity”. Jadi
semakin tinggi kemampuan, motivasi, dan peluang maka semakin tinggi
kinerja. Oleh karena itu, maka organisasi yang berkinerja tinggi dituntut untuk
memiliki sumber daya manusia yang berkualitas tinggi.
Bila kinerja adalah input maka produktivitas adalah output. Beberapa
penelitian menunjukan bahwa produktivitas dipengaruhi (Gomes, 1995: 160)
: Knowledge (pengetahuan); Skills (keterampilan), Abilities
(kecakapan/Kemampuan), Attitudes (sikap), Behaviors (perilaku).
61
namun konflik dapat mempererat dan menjalin kerukunan dalam suatu
kelompok.
Suatu konflik dapat berlangsung lam atau cepat dapat dipengaruhi oleh
beberapa factor, begitu juga menurut Coser. Ada tiga factor yang
mempengaruhi lama tidaknya suatu konflik di masyarakat, yaitu sebagai
berikut :
a. Luas semputnya tujuan konflik.
b. Adanya pengetahuan bagi pemimpin mengenai symbol kemenangan
maupun kekalahan dalam konflik.
c. Adanya peranan pemimpin dalam memahami biaya konflik dan
persuasi pengikutnya.
Konflik yang dinilai memiliki pengaruh negative, namun menurut Coser
konflik dapat bersifat instrumental dalam pembentukan, penyatuan, dan
pemeliharaan struktur social.Konflik dapat menjaga hubungan antar kelompok
dan memperkuat kembali identitas kelompok. Adapun manfaat konflik
menurut Coser, adalah sebagai berikut :
a. Konflik dapat menjadi media untuk berkomunikasi.
b. Konflik dapat memperkuat solidaritas kelompok.
c. Konflik dengan kelompk lain dapat mengahsilkan solidaritas di dalam
kelompok tersebut dan solidaritas tersebut dapat mengantarkan
kepada aliansi dengan kelompok lain.
d. Konflik dapat menyebabkan anggota masyarakat yang terisolasi
menjadi berperan aktif.
Coser mengelompokkan konflik social menjadi dua macam, yaitu
konflik realistis dan konflik nonrealistis.
a. Konflik Realistis
Dalam Kamus Sosiologi, konflik realistis ialah konflik yang
berasal dari kekecewaan individu atau kelompok atas tuntutan maupun
perkiraan-perkiraan keuntungan yag terjadi dalam hubungan sosial.
Contoh konflik realistis, misalnya para karyawan yang melakukan
pemogokan kerja melawan manajemen perusahaan sebagai aksi
menuntut kenaikan gaji.
b. Konflik Nonrealistis
62
Konflik norealistis merupakan konflik yang bukan berasal dari
tujuan-tujuan saingan yang bertentangan, sebagai contoh konflik
norealistis ialah pada masyarakat buta huruf, ada ilmu gaib yang
digunakan untuk melakukan pembalasan.
63
pengakuan (esteem needs), dan level puncak adalah kebutuhan atas
aktualisasi atau pengembangan potensi diri (needs for self actualization).
Gambar 2.1
Hierarki kebutuhan manusia (Maslow)
Need for
Self- Kompetensi, prestasi,
actualization
tantangankerja,
Aktualisasipotensidiri
Esteem Needs Status, pengakuan, pengaruh,
penghargaan
Social Needs
Persatuan&grupkerja,
kepemilikan,
Safety Needs Kegiatanorganisasi
Kondisikerja yang aman,
privasi,
Physiological Physical, or Pension, senioritas
Survival Needs Uang, hiburan, makan,
lingkungan
Yang sesuai
66
Nusyirwan Zen, 2016, Paradigma Pembelajaran dan Organisasi Pembelajaran, Hanjar Sespimti Polri Dikreg
ke-25, Lembang : Sespim Polri
64
narasi deskriptif dari berbagai alternative yang plausible (reasonable and
probable, atau didasari alas an yang kuat / credible / terpercaya, relevan dan
sangat mungkin terjadi) dan diintegrasikan kedalam proses pengambilan
keputusan pada manajemen strategis. Yang bertujuan untuk :
a. Memperkuat pemahaman para pengambil keputusan mengenai
plausible masa-depan; dan
b. Meningkatkan mutu pengambilan keputusan.
Penyusunan scenario learning diawali dengan Menetapkan focal
concern (FC), yang menjadi pilar pembicaraan dengan suatu kerangka waktu
(time fame); Mengidentifikasikan Driving Force (DF) dengan mengidentifikasi
sebanyak mungkin hal-hal yang diyakini akan mempengaruhi FC : Analisis
hubungan antar Driving Forces, dengan memetakan hubungan seluruh DF itu
mempengaruhi FC; Memilih Critical Driving Force (CDF), yaitu suatu factor
DF yang paling kritis dan paling berpengaruh terhadap FC; Menyusun matrik
scenario yang terdiri atas sumbu ordinat dan aksis yang dikembangkan dari
dua DF terpilih, dengan setiap kuadrannya berisi inti scenario; Menentukan
ciri kunci setiap scenario, yang dilakukan dengan cara menentukan cirri
masing-masing kutub yang relevan pada satu DF, dan kutub yang relevan
masing-masing scenario; Menyusun narasi scenario, dengan
mengembangkan sebuah narasi bagi setiap scenario, yang berisi deskripsi
elaborative tentang implikasi bertemunya cirri-ciri kunci yang relevan 67.
67
Nusyirwan Zen, 2016, Scenario Learning Suatu Pengantar Untuk Merangkai Plausibilitas masa depan, Hanjar
Sespimti Polri Dikreg ke-25, Lembang : Sespim Polri.
68
E.A. Sturgis Hiller, Jr, dalam A. Dale Timpe, 2002, Memimpin Manusia (Managing People), Seri Manajemen
65
manajemen tidak begitu mementingkat perkembangan unsure manusia,
keberhasilan organisasi tersebut diragukan.
Manajemen telah didefinisikan dalam istilah yang sangat sederhana,
sebagai “mengerjakan segala sesuatu dengan melalui upaya orang lain”, dan
fungsi tersebut dibagi menjadi dua tanggung jawab utama, perencanaan dan
pengendalian.
Perencanaan terdiri dari keputusan apa yang diinginkan agar dapat
dilakukan oleh karyawan. Hal ini melibatkan penentuan kebutuhan,
penentuan sasaran, dan membuat garis besar prosedur dengan teliti yang
akan mencapai sasaran tersbut, serta penugasan tanggung jawab dengan
tepat kepada setiap individu atau kelompok individu.
Pengendalian menurut penggunaan berbagai metode yang akan
mendorong orang di dalam organisasi agar bekerja sesuai rencana.
Sedikitnya, ada dua faktor pengendalian yang memerlukan perhatian, yaitu :
struktur organisasi dan pengawasan.
Kecuali jika strultur organisasi sederhana, dan semua orang yang
menjadi bagian memahaminya, itu akan mengalahkan maksudnya sendiri,
yaitu agar setiap orang dapat bekerja bersama-sama dalam kelompok sama
efektifnya seperti jika mereka bekerja sendiri-sendiri. Tidak boleh ada
kesalahfahaman mengenai wewenang seseorang atau departemen dan
tanggung jawab, atau mengenai hubungan antara individu dengan unit-unit
organisasi.
Fungsi pengawasan adalah untuk menutup kesenjangan antara
prestasi kerja yang dikehendaki dengan prestasi kerja manusia
sesungguhnya. Jika pengeluaran pengaturan dan instruksi akan membuat
orang-orang bekerja sebagaimana diharapkan, maka pengawasan tidak akan
diperlukan.
Setelah membagi kegiatan manajemen menjadi dua unsur dasar,
perencanaan dan pengendalian, sangat mudah untuk menyimpulkan fungsi
utama para eksekutif – untuk menentukan apa yang diinginkan agar dilakukan
orang, mencari dan melatih orang-orang yang cakap untuk melakukan
pekerjaan tersebut, untuk memastikan bahwa beberapa metode dibuat agar
orang-orang tersebut bekerja lebih efektif, dan memeriksa secara berkala
seberapa baik mereka melakukannya.
66
Karena itu, Manajemen adalah pengembangan orang, bukan
pengarahan segala sesuatu. Jika kenyataan ini diterima, banyak kesulitan
manajemen akan menghilang. Manajer yang mengatakan bahwa dia lebih
suka bersusah payah melakukan sendiri segala sesuatu dengan benar,
daripada membuang waktu dan bersabar agar orang lain melakikannya
dengan benar, maka dia mengakui bahwa dia tidak mampu memimpin.
Dapat disimpulkan bahwa administrasi manajemen dan sumber daya
manusia adalah satu dan sama, yang tidak boleh dipisahkan. Manajemen
adalah administrasi sumber daya manusia.\
67
menciptakan suasana dimana individu memperoleh kepuasan untuk
kebutuhan tingkat rendahnya, sehingga kebutuhan tingkat tinggi dapat
diaktifkan. Jika manager menciptakan suasana yang mencekam, atau
menghalangi hubungan sosial, maka bawahan kemungkinan besar berdiam
pada tingkat kebutuhan rendah (keselamatan dan sosial).
Selanjutnya, manajer harus yakin bahwa tugas itu cukup menantang
dan menarik sehingga menjadi sasaran pemuasan kebutuhan untuk tingkat
lebih tinggi, jika tidak demikian, pekerja dengan tingkat kebutuhan lebih tinggi
aktif, akan mencari pemuasannya di tempat lain (biasanya diluar pekerjaan).
RENEWAL CONSERVATION
FOLLOWERSHIP FOLLOWERSHIP
CHOICE CRISIS
68
LEADERSHIP LEADERSHIP
Performing Transforming
Cycle
EXPLOIITATION CREATIVE DESTRUCTION
69
benak konsumen. Kedua, kebijakan family branding dan leverage branding
dapat dilakukan jika citra perusahaan telah positif.
Kotler (2000) mendefinisikan citra sebagai “seperangkat keyakinan,
ide, dan kesan yang dimiliki seseorang terhadap suatu objek”. Selanjutnya ia
mengatakan, “sikap dan tindakan seseorang terhadap suatu objek sangat
dikondisikan oleh citra objek tersebut”. Ini memberi arti bahwa kepercayaan,
ide, dan impresi seseorang sangat besar pengaruhnya terhadap sikap dan
perilaku, serta respons yang mungkin akan dilakukannya. Seseorang yang
mempunyai impresi dan kepercayaan tinggi terhadap suatu produk tidak akan
berpikir panjang untuk membeli dan menggunakan produk tersebut. Bahkan
boleh jadi, ia akan menjadi pelanggan yang loyal. Kemampuan menjaga
loyalitas pelanggan dan relasi bisnis, mempertahankan posisi yang
menguntungkan bergantung pada citra produk yang melekat di pikiran
pelanggan.
Suatu perusahaan dapat dilihat dari citranya, baik citra negatif maupun
positif. Citra positif akan memberikan arti yang baik terhadap produk
perusahaan tersebut, dan seterusnya dapat meningkatkan jumlah penjualan
produk dan jasa. Sebaliknya, penjualan produk suatu perusahaan akan jatuh
atau mengalami kerugian jika citranya dipandang negatif oleh masyarakat
(Yusoff, 1995 dalam Nurkholis, 2004).
Dari telaah pustaka ini, dapat ditarik benang merah bahwa definisi dari
pencitraan adalah penilaian yang diberikan masyarakat atau konsumen pada
perusahaan sehingga timbul suatu persepsi tentang kegiatan yang dilakukan
perusahaan selama ini. Menurut Tjiptono (1999), citra perusahaan merupakan
bagian dari konsep kualitas total jasa. Citra adalah penghargaan yang
didapatkan oleh perusahaan karena adanya keunggulan pada perusahaan
tersebut, seperti kemampuan yang dimiliki perusahaan sehingga perusahaan
dapat terus mengembangkan dirinya untuk terus menciptakan hal-hal baru
demi pemenuhan kebutuhan konsumen (Herbig dan Milewicz, 1999, dalam
Nurkholis, 2004).
Citra perusahaan dapat dilihat dari kompetensi dan keunggulan
perusahaan yang dibandingkan. Kompetensi dan keunggulan yang dimiliki
oleh suatu perusahaan dapat dilihat dari berbagai aspek, antara lain sebagai
berikut.
70
a. Staf dan karyawan yang dimiliki perusahaan tersebut
Perusahaan bergantung pada kinerja staf dankaryawan dalam bekerja
dan melayani konsumen. Staf dan karyawan yang berkompeten dan
berkualitas membuat kinerja perusahaan menjadi maksimal dan dapat
melayani konsumen secara optimal. Apabila konsumen merasa puas
terhadap pelayanan staf dan karyawan suatu perusahaan, akan timbul
respons positif sehingga konsumen mampu menggambarkan
perusahaan tersebut memiliki citra yang baik di mata masyarakat.
b. Perusahaan memiliki suatu kredibilitas
Kredibilitas ini lebih mengarah pada komitmen perusahaan agar dapat
memberikan pelayanan maksimal kepada komsumen. Perusahaan
yang memiliki tingkat kredibilitas baik adalah mereka yang berusaha
semaksimal mungkin membuat pelanggan puas terhadap pelayanan
yang diberikan.
c. Memiliki manajemen yang berpengalaman
Manajemen di dalam suatu perusahaan ibarat sebagai penggerak
kelangsungan hidup perusahaan. Perusahaan yang memiliki
manajemen baik, berpengalaman, dan berkompeten, merupakan
jaminan bahwa perusahaan tersebut memiliki basic yang baik dalam
menjalankan suatu usaha, dan pada intinya sebagai konseptor dalam
memberikan pelayanan kepada konsumen.
d. Tingkat reputasi yang lebih baik daripada pesaing
Persaingan dalam dunia usaha merupakan suatu tantangan yang
harus dihadapi oleh setiap perusahaan. Perusahaan akan berlomba-
lomba untuk menjadi yang terbaik dalam suatu persaingan dengan
harapan perusahaan tersebut mendapat respons positif dari
konsumen. Jika suatu perusahaan memiliki reputasi lebih unggul
daripada pesaingnya, perusahaan tersebut akan memiliki kesempatan
lebih besar untuk memperoleh konsumen yang lebih luas.
e. Dikenal oleh masyarakat luas
Pencitraan suatu perusahaan timbul apabila masyarakat atau konsume
mendapatkan informasi yang jelas tentang perusahaan tersebut. Akses
informasi tersebut dapat berupa kelebihan dan kelemahan
71
perusahaan, dan menjadi tolak ukur apakah suatu perusahaan telah
dikenal masyarakat luas.
72
dan usaha itulah yang disebut bidang kegiatan kehumasan (Edo Sagara,
2010:11).
Pada era komunikasi sekarang, banyak instansi (lembaga) yang
menempatkan humas sebagai struktur resmi yang penting. Tidak hanya
lembaga laba, tetapi juga lembaga nirlaba. Menurut Edo Sagara (2010:12),
pentingnya humas disebabkan oleh hal-hal berikut :
a. Persaingan ketat menuntut adanya pengaturan arus lalu lintas
informasi secara cepat, jelas, tepat, dan akurat. Humaslah yang
memegang peran di bidang ini.
b. Peran komunikasi timbal balik dalam organisasi adalah hal yang
mutlak, dan biasanya peran tersebut diserahkan kepada humas.
Humas harus mampu mengemban fungsi dan tugasnya dalam
melaksanakan hubungan komunikasi, baik ke dalam (internal) maupun
keluar (eksternal).
c. Humas menentukan kesan positif sebuah organisasi di mata
masyarakat. Hubungan dengan masyarakat akan menentukan
bagaimana organisasi tersebut bersosialisasi dengan masyarakat.
Menurut prof. Dr. Bachtiar aly, pada acara workshop humas Polri
tanggal 16 November 2009, terdapat tiga peran humas, yakni (1) public trust;
(2) public confident; (3) image building. Humas sangat berperan dalam
membangun kepercayaan publik, membangun kepercayaan diri di hadapan
publik, dan membangun citra (image).
Namun demikian, sebagaimana diingatkan Edo sagara (2010: 69),
kerja humas bukan hanya tugas humas organik atau biro/departemen humas,
melainkan melekat pada tubuh atau anggota organisasi secara keseluruhan.
Menurut Sagara, citra utama organisasi terbentuk bukan dari siaran pers yang
dibuat oleh humas organik ataupun keluwesannya dalam membina hubungan
baik dengan wartawan, organisasi lain, atau pemerintah. Citra utama
terbentuk dari aksi/kegiatan yang ditunjukkannya, sikap yang dinyatakannya,
tokoh yang diidolakannya, atau apa sebenarnya yang menjadi tujuannya.
73
Dalam teori partisipasi menurut Fuller and Myers, suatu masalah social
adalah sesuatu yang memang dianggap sebagai masalah oleh orang-orang
yang terlibat di dalamnya, maka kondisi tersebut tidaklah merupakan masalah
bagi orang-orang yang bersangkutan walaupun mungkin saja kondisi tersebut
sebagai satu masalah sosial.
Definisi tersebut berkaitan dengan kegiatan kolektif dalam hal
keikutsertakan anggota masyarakat dalam usaha pencegahan kejahatan
yang diperlukan untuk membantu tugas Kepolisian. Namun hal tersebut
paling tidak harus memenuhi 3 hal, yaitu :
a. Dilakukan atas nama hukum.
b. Dilakukan dengan alas an moral dan pragmatis serta pertimbangan
rasa keamanan bagi masyarakat itu sendiri.
c. Bermakna sebagai pertanggung jawaban kolektif.
Partisipasi anggota masyarakat aalah keterlibatan anggota masyarakat
dalam pembangunan, meliputi kegiatan dalam perencanaan dan pelaksanaan
(implementasi) program/proyek pembangunan yang dikerjakan di dalam
masyarakat local (Adisasmita, 2006).
Partisipasi atau peran serta masyarakat dalam pembangunan
(pedesaan) merupakan aktualisai dari kesediaan dan kemampuan anggota
masyarakat untuk berkorban dan berkontribusi dalam implementasi
program/proyek yang dilaksanakan.
Dimaklumi bahwa anggaran pembangunan yang tersedia aalah relative
terbatas sedangkan program/proyek pembangunan yang dibutuhkan (yang
telah direncanakan) jumlahnya relatif banyak.Maka perlu dilakukan
peningkatan partisipasi masyarakat untuk menunjang implementasi
pembangunan program/proyek di masyarakat.
Peningkatan partisipasi merupakan salah satu bentuk pemberdayaan
masyarakat (social empowerment) secara aktif yang berorientasi pada
pencapaian hasil pembangunan yang dilakukan dalam masyarakat
(pedesaan). Pemberayaan mayarakat adalah upaya pemanfaatan dan
pengelolaan sumber daya masyarakat pedesaan secara lebih efektif dan
efisien, baik dari (a) aspek masukan/input (SDM, dana peralatan/sarana,
data, rencana, dan teknologi), (b) dari aspek proses (pelaksanaan,
74
monitoring, dan pengawasan), (c) dari aspek keluaran/ output (pencapaian
sasaran, efektivitas dan efisiensi).
Dengan partisipasi masyarakat, perencanaan pembangunan
diupayakan menjadi lebih terarah, disusun dengan yang kebutuhan
masyarakat.Dalam penyusunan rencana/program pembangunan dilakukan
penentuan prioritas (urutan berdasarkan besar kecilnya tingkat
kepentingannya). Dengan demikian pelaksanaan (implementasi) program
pembangunan akan terlaksana secara efektif dan efisien.
Dengan penyusunan rencana/program pembangunan secara terarah
dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan pelaksanaan (implementasi)
program pembangunan secara efektif dan efisien, berarti distribusi dan
alokasi factor-faktor produksi dapat dilaksanakan secara optimal, pencapaian
sasaran peningkatan produksi dan pendapatan masyarakat, perluasan
lapangan kerja (pengurangan pengangguran), berkembangnya kegiatan local
baru, peningkatan Pendidikan dan kesehatan masyarakat, peningkatan
kebudayaan dan partisipasi masyarakat akan tercapai secara optimal.
Pentingnya kedudukan anggota masyarakat dapat diartikan bahwa
anggota masyarakat diajak untuk berperan secara lebih aktif, didorong untuk
berpartisipasi dalam membangun masyarakat, dalam menyusun perencanaan
dan implementasi program/proyek.
Alasan atau pertimbangan mengapa anggota masyarakat diajak untuk
berperan serta dan didorong untuk berpartisipasi adalah karena mereka
dianggap mengetahui sepenuhnya tentang permasalahan dan kepentingan
atau kebutuhan mereka. Hal ini didasari pada asumsi :
a. Mereka memahami sesungguhnya tentang keadaan lingkungan sosial
dan ekonomi masyarakatnya.
b. Mereka mampu menganalisis sebab dan akibat dari berbagai kejadian
yang terjadi yang terladi dalam masyarakat.
c. Mereka mampu merumuskan solusi untuk mengatasi permasalahan
dan kendala yang dihadapi masyarakat.
d. Mereka mampu memanfaatkan sumber daya pembangunan (SDA,
SDM, dan teknologi) yang dimiliki untuk meningkatkan produksi dan
produktivitas dalam rangka mencapai sasaran pembangunan
masyarakatnya.
75
e. Upaya meningkatkan kemauan dan kemampuan SDM-nya sehingga
dengan berlandaskan pada kepercayaan diri dan keswadayaan yang
kuat mampu menghilangkan sebagian besar ketergantungan terhadap
pihak luar.
76
yang terdapat dalam dirinya sendiri. Misalnya, jika seorang siswa berenang
selama dua jam seminggu sebagaisalah satu persyaratan agar lulus dari
mata pelajaran olah raga di sekolahnya, siswa tersebut hanya berenang
karena ada dorongan dari luar. Akan tetapi jika setelah luus mata pelajaran
tersebut siswa itu terus berenang dua jam seminggu, ia akan menjelaskan
perilakunya dengan mengatakan bahwa hal itu dilakukannya bukan karena
dorongan ekstrinsik, akan tetapi karena ia memang senang berenang. Dalam
situasi pertama perilaku dan motivasinya ditentukan dari luar dirinya,
sedangkan pada situasi kedua perilakunya dipengaruhi oleh faktor intrinsik,
yaitu berenang merupakan olah raga yang disenanginya. Jelasnya faktor
motivasional yang bersifat ekstrinsik dapat mengurangi sesuatu yang
dikerjakannya.
77
Dorongan spesifik inilah yang menjadi inti teori penentuan tujuan.
Dorongan spesifik itu dapat bersifat intrinsik, akan tetapi dapat pula bersifat
ekstrinsik. Artinya, inti teori ini terletak pada pendapat yang mengatakan
bahwa kejelasan tujuan yang hendak dicapai oleh seseorang dalam
melaksanakan tugasnya akan menumbuhkan motivasi yang semakin besar.
Bahkan lebih jauh lagi. Tujuan yang sukar dicapai, emnurut teori ini apabila
ditetapkan oleh yang bersangkutan sendiri atau ditentukan oleh organisasi
tetapi diterima oleh pekerja sebagai tujuan yang pantas dan layak dicapai,
akan mengakibatkan prestasi kerja yang semakin tinggi.
Ditekankan dalam teori ini bahwa semakin tinggi tingkat penerimaan
para pelaksana atas kepantasan dan kelayakan tujuan tertentu untuk dicapai,
semakin tinggi pula motivasinya untuk mencapai tujuan tersebut. Ditekankan
pula bahwa semakin besar partisipasi seseorang dalam menentukan tujuan
itu, semakin besar pula motivasinya untuk meraih keberhasilan dan prestasi
kerja yang setinggi mungkin. Alasannya mudah dipahami, yaitu bahwa
apabila seseorang terlibat langsung dalam memutuskan sesuatu dalam hal ini
tujuan yang akan dicapai, ia akan merasa bahwa keputusan itu merupakan
keputusannya sendiri dan tidak sekedar pelaksana sesuatu keputusan yang
ditentukan oleh orang lain.
78
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa inti teori ini terletak pada
pandangan yang mengatakan bahwa jika tindakan seseorang manajer oleh
bawahan dipandang mendorong perilaku positif tertentu, bawahan yang
bersangkutan akan cenderung mengulangi tindakan serupa. Misalnya,
seorang pekerja yang mendapat pujian karena melakukan tindakan tertentu
akan cenderung mengulangi tindakan tersebut. Sebaliknya, jika seorang
manajer menegur bawahannya ketika melakukan suatu hal yang tidak
seharusnya dilakukan, bawahan tersebut akan cenderung untuk tidak
mengulangi tindakan tersebut terlepas dari peristiwa-peristiwa kognitif yang
bersumber dari dalam diri orang yang bersangkutan. Singkatnya, motivasi
seorang bawahan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu sangat
dipengaruhi oleh faktor-faktor di luar dirinya seperti sikap pimpinan, pengaruh
rekan sekerja dan sejenisnya, bukan karena faktor-faktor kognitif yang
terdapat dalam diri orang yang bersangkutan sendiri. Dengan perkataan lain,
dalam bentuknya yang murni teori ini mengabaikan perasaan, sikap, harapan
dan variabel-variabel kognitif lainnya. Padahal faktor-faktor tersebut pasti
berpengaruh pada perilaku seseorang yang pada gilirannya akan tercermin
pada tinggi rendahnya motivasi intrinsiknya untuk berbuat atau tidak berbuat
sesuatu.
79
Teori ini mengandugn tiga variable, yaitu daya Tarik, hubungan antara
prestasi kerja dengan imbalan serta hubungan (kaitan) antara usaha dan
prestasi kerja.
Pendalaman teori harapan akan menunjukkan hal-hal sebagai berikut :
1. Kuatnya motivasi seseorang berprestasi (usahanya) tergantung pada
pandangannya tentang bertapa kuatnya keyakinan yang terdapat
dalam dirinya bahwa ia akan dapat mencapai apa yang diusahakannya
untuk dicapai.
2. Jika tujuan ini tercapai (prestasi kerja), timbul pertanyaan apakah ia
akan memperoleh imbalan yang memadai dan, apabila imbalan itu
diberikan oleh organisasi, apakah imbalan itu akan memuaskan
tujuannya atau kepentingannya?
80
terjadi pelanggaran peraturan dan ketentuan yang berlaku dalam organisasi
yang bersangkutan.
Sistem yang berlaku sebagai pembanding. Dalam suatu organisasi
yang baik, biasanya terdapat terdapat dan berlaku suatu system tertentu yang
berkaitan dengan pengelolaan sumber daya manusia yang menjadi
anggotanya. Berbagai komponen dalam system tersebut bisa mempunyai dua
dasar, yaitu :
Pertama, peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh
pemerintah yang harus ditaati oleh setiap organisasi.
Kedua, ketentuan-ketentuan yang hanya berlaku bagi organisasi yang
bersangkutan yang didasarkan pada tradisi, kultur dan kepentingan
organisasi tersebut.
Sistem ini biasanya menyangkut seluruh segi kehidupan
organisasional. Teori keadilan menyoroti semua komponen itu, meskipun
biasanya perhatian utama diberikan pada system pengupahan dan
penggajian. Persepsi seseorang diwarnai oleh pandangannya tentang
perlakuan terhadap dirinya dalam rangka kerangka system yang berlaku itu.
Artinya, seorang karyawan mungkin tidak terlalu memperhitungkan apakah
system yang berlaku itu sudah baik atau tidak. Yang disoroti adalah
penerapannya. Dalam manajemen sumber daya manusia system ini biasanya
tercermin dalam apa yang dikenal sebagai prinsip “equal pay for equal work”
dengan syarat bahwa penerapannya adalah citeris paribus (semua factor
sama) seperti masa kerja, tingkat Pendidikan, usia dan factor-faktor lain yang
turut dipertimbangkan, kesemuanya sama.
69
Hutapea, Parulian dan Nurianna Thoha. 2008. Kompetensi plus. Jakarta : Pt. Gramedia Pustaka Utama
81
nilai/norma-norma yang baik sehingga norma-norma tersebut
terinternalisasi dalam diri seseorang.
b. Preventif : Upaya-upaya preventif ini adalah merupakan tindak lanjut
dari upaya pre-emtif yang masih dalam tataran pencegahan sebelum
terjadinya kejahatan. Dalam upaya preventif ditekankan adalah
menghilangkan kesempatan untuk dilakukannya kejahatan.
c. Represif/Penegakan Hukum : Upaya ini dilakukan pada saat telah
terjadi pidana/kejahatan yang tindakan berupa penegakan hukum (law
enforcement) dengan menjatuhkan hukuman. Upaya represif adalah
suatu upaya penanggulangan kejahatan secara konsepsional yang
ditempuh setelah terjadinya kejahatan. Penanggulangan dengan upaya
represif untuk menindak para pelaku sesuai dengan perbuatannya
serta memperbaikinya kembali agar mereka sadar bahwa perbuatan
yang dilakukannya adalah perbuatan melanggar hukum dan merugikan
masyarakat, sehingga tidak mengulanginya dan orang lain juga tidak
akan melakukannya mengingat sanksi yang ditanggungnya sangat
berat.
Teori Penanggulangan Kejahatan ini merupakan applied Theory
yang digunakan untuk menganalisa persoalan yang akan dijelaskan
pada bab III dan bab V tulisan ini.
86. TEORI KAPABILITAS
Kapabilitas artinya juga hamper sama dengan kompetensi, yaitu
kemampuan. Namun, pemaknaan dari kapabilitas tidak hanya sebatas
mempunya keterampilan (Skill) saja, namun lebh dari itu, yakni lebih
memahami secara detail dan akurat, sehingga benar-benar menguasai
kemampuannya dari titik kelemahannya hingga cara mengatasinya. Pendapat
lain mengatakan bahwa kapabilitas merupakan perubahan memori pada diri
pembelajar yang memungkinkannya untuk mampu memprediksi banyak hal
dalam kinerja; merupakan hasil dari belajar. Sementara menurut Baker dan
sinkula (2002), kapabilitas merupakan kumpulan keterampilan yang lebih
spesifik, procedural maupun proses, yang mampu memanfaatkan sumber
daya secara maksimal kepada keunggulan kompetitif.
82
Marry Parker Follet (1997) mendefinisikan pengelolaan adalah seni
atau proses dalam menyelesaikan sesuatu yang terkait dengan pencapaian
tujuan. Dalam penyelesaian akan sesuatu tersebut, terdapat tiga factor yang
terlibat, yaitu :
a. Adanya penggunaan sumber daya organisasi, baik sumber daya
manusia maupun factor-faktor produksi lainnya.
b. Proses yang bertahap mulai dari perencanaan,pengorganisasian,
pengarahan dan pengimpplementasian, hingga pengendalian dan
pengawasan.
c. Adanya seni dalam penyelesaian pekerjaan.
Teori pengelolaan ini digunakan untuk membahas proses pengelolaan
senjata api dan bahan peledak yang akan diuraikan pada Bab III dan
Bab V.
88. TEORI SIFAT (TRAIT THEORY)
Teori awal tentang sifat ini dapat ditelusuri kembali pada zaman Yunani
kuno dan zaman Roma. Paa waktu itu orangpercaya bahwa pemimpin itu
dilahirkan, bukannya dibuat. Teori the great Man menyatakan bahwa
seseorang yang dilahirkan sebagai pemimpin ia akan menjadi pemimpin
apakah ia mempunyai sifat atau tidak mempunyai sifat sebagai pemimpin.
Contoh dalam sejarah ialah Napoleon. Ia dikatakan mempunyai kemampuan
alamiah sebagai pemimpin, yang dapat menjadikannya sebagai pemimpin
besar pad setiap situasi.
Teori “great man” barangkali dapat memberikan arti lebih realistic
terhadap pendekatan sifat dari pemimpin, setelah mendapat pengaruh dari
aliran perilaku pemikir psikologi. Adalah suatu kenyataan yang dapat diterima
bahwa sifat-sifat kepemimpinan itu tidak seluruhnya dilahirkan, tetapi dapat
juga dicapai lewat suatu pendidikan dan pengalaman. Dengan demikian maka
perhatian terhadap kepemimpinan dialihkan kepada sifat-sifat umum yang
dipunyai oleh pemimpin, tidak lagi menekankan apakah pemimpin itu
dilahirkan atau dibuat. Oleh karena itu, sejumlah sifat-sifat seperti fisik, mental
dan kepribadian menjadi pusat perhatian untuk diteliti disekitar tahun-tahun
1930-1950-an. Dari beberapa sifat kecerdasan kelihatannya selalu Nampak
pada setiap penelitian denga suatu derajat konsistensi yang tinggi. Suatu
83
kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian kepemimpinan tersebut
diketahui, bahwa :
a. kecerdasan muncul pada 10 penelitian;
b. inisiatif muncul pada 6 penelitian;
c. keterbukaan dan perasaan humor muncul pada 5 penelitian;
d. antusiasme, kejujuran, simpati, dan kepercayaan pada diri sendiri,
muncul pada 4 penelitian70
89. TEORI KELOMPOK
Teori kelompok dalam kepemimpinan ini dasar perkembangannya
berakar pada psikologis social. Dan teori pertukaran yang klasik
membantunya sebagai suatu dasar yang penting bagi pendekatan teori
kelompok.
Teori kelompok ini beranggapan agar kelompok dapat mencapai
tujuan-tujuannya, maka harus terdapat suatu pertukaran yang positif di antara
pemimpinan dan pengikut-pengikutnya. Kepemimpinan yang ditekankan pada
adanya suatu proses pertukaran antara pemimpin dan pengikutnya ini,
melibatkan pula konsep-konsep sosiologi tentang keinginan-keinginan
mengembangkan peranan. Penelitian psikologi social dapat dipergunakan
untuk mendukung konsep-konsep peranan dan pertukaran yang diterapkan
dakam kepemimpinan. Sebagai tambahan, hasil asli penemuan Universitas
Ohio, dan hasil penemuan-penemuan berikutnya beberapa tahun kemudian,
terutama dimensi pemberian perhatian kepada para pengikut, dapat
dikatakan memberikan dukungan yang positif terhadap perspektif teori
kelompok ini.
Sama pentingnya adalah hasil penemuan lainnya yang lebih belakang.
Penelitian ini menyatakan bahwa pengikut-pengikut dapat mempengaruhi
senyatanya pada pemimpinnya, demikian pula para pemimpin dapat
mempengaruhi pengikut-pengikutnya/para bawahannya. Suatu contoh,
penemuan Greene menyatakan bahwa ketika para bawahan tidak
melaksanakan pekerjaan secara baik, maka pemimpin cenderung
menekankan pada struktur pengambilan inisiatif (perilaku tugas). Tetapi ketika
para bawahan dapat melaksanakan pekerjaan secara baik, maka pemimpin
menaikkan penekanannya pada pemberian pada pemberian perhatian
70
Joe Kelly, Organizational Behaviour, Reviced., Homewood, Illinois, Richard D. Irwin, 1974, hlm. 363
84
(perilaku tata hubungan)71 Barrow dalam studi laboratoriumnya menemukan
bahwa produktivitas kelompok mempunyai pengaruh yang lebih besar
terhadap gaya kepemimpinan dibandingkan dengan pengaruh gaya
kepemimpinan terhadap produktivitas.72
85
b. Gaya yang berorientasi tugas atau “hard nosed” dihubungkan dengan
pemimpin yang melihat suatu perbedaan besar di antara teman kerja
yang paling banyak dan paling sedikit disenangi (ASO) dan
memberikan suatu gambaran yang paling tidak menyenangkan pada
teman kerja yang paling sedikit disukai (LPC).
86
b. Perilaku tersebut merupakan komplemen dari lingkungan para
bawahan yang berupa memberikan latihan, dukungan, dfan
penghargaan yang diperlukan untuk mengefektifkan pelaksanaan
kerja. Dan jika tidak dengan cara demikian maka para bawahan dan
lingkungannya akan merasa kekurangan.
87
94. TEORI ASSESSMENT CENTER
Assessment Center merupakan proses mengumpulkan dan
mendiskusikan informasi dari sumber-sumber yang beragam guna
mengembangkan pemahaman yang mendalam tentang apa yang diketahui
dan dipahami seseorang sebagai hasil dari pengalaman belajar, proses ini
akan menjadi penting untuk meningkatkan proses pembelajaran berikutnya
(Weimer, 2002)74. Rivai dan Sagala (2010) mendefinisikan Assessment
Center sebagai proses penilaian yang dilakukan oleh sejumlah penilai
(assessor) untuk mengetahui kompetensi seseorang dalam melakukan
tanggung jawab yang lebih besar.
Pendekatan Assessment Center memungkinkan yang untuk
memprediksikan tingkat kesuksesan seseorang yang dapat diraih dalam
posisi tertentu. Spencer Stuart75 menyatakan bahwa pendekatan penilaian
kompetensi memungkinkan kita untuk memprediksikan lebih akurat tingkat
kesuksesan yang bisa diraih seseorang pada jabatannya.
Assessment Center didefinisikan Alvin Lum (2005) sebagai suatu cara
untuk mengukur kemampuan manusia dengan memperkirakan perilaku di
masa depan melalui penggunaan simulasi perilaku yang dapat mengukur
kompetensi assessor dalam menangani tanggung jawab di masa depan 76.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas Assessment Center adalah
suatu cara untuk mengukur kompetensi seseorang dengan cara memprediksi
perilaku yang dapat mengukur kemampuan seseorang dalam menghadapi
tanggung jawab suatu jabatan.
Alvin Lum mengemukakan 4 bagian utama yang harus diperhatikan
agar penerapan penilaian kompetensi di suatu organisasi bisa berjalan
dengan baik yaitu sarana dan prasarana/piranti keras “hardware”,
materi/Tools Pelaksanaan “Courseware”, aplikasi Teknologi “Software” dan
sumber daya manusia “Peopleware”. Sedangkan Rivai, dkk (2005)
mengemukakan bahwa penilaian kompetensi dapat berjalan dengan baik atau
74
Weimer, M.G., Learner-centered teaching: Five key changes ti practice (San Francisco: Jossey-Bass, 2002),
diambil dari www.spencerstuart.com.
75
Spencer Stuart, Ibid., diambil dari www.spencerstuart.com
76
Alvin Lum, 2005, Assessment Center :Simulatorfor Organiozation Talents, Singapura : Eazi Printing Pte Ltd,
hlm.11
88
tidak tergantung pada infut (potensi), adanya standar penilaian, proses
pelaksanaan yang baik, dan output/hasil.
89
kebebasan cenderung untuk kembali ke pola tingkah laku yang sudah lama
menjadi kebiasaan77.
Untuk mengatasi permasalahan ini, Lewin mengembangkan model
proses perubahan tiga langkah berurutan, kemudian model ini dikembangkan
oleh Edger H Schein Dkk, dimana proses ini berlaku sama untuk mengatasi
perubahan individu, kelompok, dan seluruh organisasi, proses tersebut
adalah :
a. Pencarian, termasuk membuat kebutuhan terhadap perubahan
demikian jelas sehingga individu, kelompok, atau organisasi siap
melihat dan menerimanya.
b. Pengubahan, mencakup menemukan danmengadopsi sikap, nilai, dan
tingkah laku yang baru. Seorang agen perubahan terlatih memimpin
individu, kelompok atau seluruh organisasi lewat proses. Dalam proses
ini, agen perubah akan memperkuat nilai, sikap dan tingkah laku yang
baru lewat berbagai proses identifikasi dan internalisasi (penerimaan
gagasan orang lain). Anggota organisasi akan menyamakan dengan
nilai, sikap dan tingkah laku agen perubah, menerimanya setelah
mereka mengakui efektifitasnya dalam prestasi kerja.
c. Pemantapan, berarti meneguhkan pola tingkah laku baru pada
tempatnya dengan cara mekanisme mendukung atau memperkuat,
sehingga menjadi norma yang baru.
77
Stoner, James AF. 1995. “Management” Alih Bahasa Oleh Alexander Sidoro. Jakarta : PT. Prenhallindo.
78
Siagian, sondang. 1995. Teori Pengembangan Organisasi. Jakarta : Bumi aksara. Hal 77
90
98. TEORI DEPENDENSI EFEK KOMUNIKASI MASSA
Teori ini dikembangkan oleh Sandra Ball-Rokeach dan Melvin L.
DeFluer, yang memfocuskan pada kondisi struktural suatu masyarakat yang
mengatur kecenderungan terjadinya suatu efek media massa. Teori ini
berangkat dari sifat masyarakat modern, dimana media massa dianggap
sebagai sistem informasi yang memiliki peran penting dalam proses
memelihara, perubahan, dan konflik pada tataran masyarakat, kelompok,
danindividu dalam aktivitas sosial. Dan khalayak atau masyarakat menjadi
tergantung pada media massa sebagai sumber informasi bagi pengetahuan 79.
Secara ringkas kajian terhadap efek tersebut dapat dirumuskan
sebagai berikut :
a. Kognitif, menciptakan atau menghilangkan ambiguitas pembentukan
sikap, agenda-setting, perluasan sistem keyakinan masyarakat,
penegasan / penjelasan nilai-nilai.
b. Afektif, menciptakan ketakutan atau kecemasan, dan meningkatkan
atau menurunkan dukungan moral.
c. Behavioral, mengaktifkan atau menggerakkan atau meredakan,
pembentukan isu tertentu atau penyelesaiannya, menjangkau atau
menyediakan strategi untuk suatu aktivitas serta menyebabkan
perilaku dermawan.
99. TEORI PEMBERDAYAAN
Pemberdayaan atau empowerment dapat didefinisikan yaitu
Empowerment is defined as a group’s or individuals capacity to make
effective choice into desire actions and outcomes. 80 Proses pemberdayaan
akan berlangsung secara bertahap yaitu sebagai berikut : 1) Tahap
penyadaran dan pembentukan perilaku menuju perilaku sadar dan peduli
sehingga merasa membutuhkan peningkatan kapasitas diri; 2) Tahap
transformasi kemampuan berupa wawasan pengetahuan, kecakapan
keterampilan dasar sehingga dapat mengambil peran di dalam
pembangunan; 3) Tahap peningkatan kemampuan intelektual, kecakapan
79
Ball-Rokeach, Sandra J., 1985, The Origins Of Individuals Media System Dependency: A Sociological
Framework. Communication Research 12.4:485-510
80
Alsop, R., Bertelsen, M. & Holland, J. (2006) enpowerment in Practice : From Analysis to Implementation,
World Bank, Washington, D.C.p 10
91
keterampilan sehingga terbentuklah inisiatif dan kemampuan inovatif untuk
mengantarkan pada kemandirian.81
81
Sulistiyani, A.T. 2009, Kemitraan dan Model-model Pemberdayaan Masyarakat. Yogyakarta: Gava Media
82
Nawawi (2000:97) https://goenable.wordpress.com/tag/teori-manajemen-sumber-daya-manusia/
92