Anda di halaman 1dari 22

Penerapan Ejaan Bahasa Indonesia

dalam Penulisan Karya Tulis Ilmiah

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas beban kinerja dosen


pada Program Studi Sastra Indonesia
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana

Oleh
ANAK AGUNG PUTU PUTRA

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA


FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2017
Ucapan Terima Kasih

Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Mahakuasa karena berkat

rahmat dan kasih-Nya, makalah yang berjudul “Penerapan Ejaan Bahasa Indonesia

dalam Penulisan Karya Tulis Ilmiah” dapat diselesaikan. Penyusunan makalah ini

dilakukan untuk memenuhi tugas Beban Kinerja Dosen.

Ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya saya sampaikan kepada yang

terhormat Ketua Program Studi Sastra Indonesia yang telah menugasi saya untuk

penyusunan makalah ini. Segala kekurangan makalah ini menjadi tanggung jawab

penulis. Sekali lagi terima kasih penulis sampaikan atas segala bantuan yang diberikan

dan terima kasih pula penulis sampaikan atas sumbangan pikiran dari berbagai pihak

demi terwujudnya makalah ringkas ini. Semoga Tuhan Yang Maha Pengasih memberikan

kelimpahan kasih dan kemuliaan-Nya. Semoga pikiran baik datang dari segala arah

ii
ABSTRAK

Penerapan Ejaan Bahasa Indonesia dalam Penulisan Karya Tulis Ilmiah

Oleh Anak Agung Putu Putra

Dalam penulisan karya tulis ilmiah di samping perbendaharaan kata dan tata
bahasa, ejaan memegang peranan yang cukup penting agar tulisan yang dibuat tertata
dengan baik. Permasalahan ejaan bahasa Indonesia dalam penulisan karya ilmiah
meliputi pemakaian huruf, pemakaian huruf kapital dan huruf miring, penulisan kata,
penulisan unsur serapan, dan pemakaian tanda baca dibahas dalam topik makalah
yang berjudul “Penerapan Ejaan Bahasa Indonesia dalam Penulisan Karya Ilmiah”
dikaji dengan menggunakan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan (1994) yang diterbitkan oleh Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Pemakaian huruf meliputi pemakaian huruf vokal dan konsonan, baik
gabungan vokal maupun konsonan. Gabungan vokal yang disebut diftong tidak
dipisahkan, tetapi merupakan satu kesatuan. Demikian pula gabungan konsonan yang
merupakan satu kesatuan fonem tidak dipisahkan.
Pengapitalan dan pemiringan huruf sering dilakukan karena huruf awal dari
kata-kata dan kata yang dicetak miring dianggap penting. Kenyataannya, pemakaian
huruf kapital dan huruf miring dalam penulisan karya ilmiah sering menyimpang dari
kaidah-kaidah ejaan.
Penulisan kata yang perlu mendapat perhatian dalam penulisan karya tulis
ilmiah adalah penulisan bentuk ulang, gabungan kata, kata depan, kata si dan sang,
partikel, singkatan dan akronim, serta angka dan bilangan.
Berdasarkan taraf integrasinya unsur serapan dalam bahasa Indonesia dapat
dipilah menjadi dua, yakni unsur serapan yang belum sepenuhnya terserap ke dalam
bahasa Indonesia dan unsur serapan yang pelafalan dan penulisannya disesuaikan
dengan kaidah bahasa Indonesia.
Pemakaian tanda baca yang dianalisis dalam makalah ini adalah pemakaian
tanda titik; tanda koma; tanda titik koma, tanda titik dua; tanda pisah [--]; tanda
kurung (...); tanda petik ganda ”...”; dan tanda petik tunggal `...`.

Kata kunci: pemakaian huruf, huruf kapital, huruf miring, kata, unsur serapan,
dan tanda baca

iii
DAFTAR ISI

JUDUL ...................................................................................................................... i
UCAPAN TERIMA KASIH .................................................................................. ii
ABSTRAK .............................................................................................................. iii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iv

1. Pendahuluan .................................................................................................. 1
2. Pokok-Pokok Penerapan Ejaan Bahasa Indonesia .......................................... 2
2.1 Pemakaian Huruf ................................................................................................ 2
2.2 Pemakaian Huruf Kapital dan Huruf Miring ...................................................... 3
2.3 Penulisan Kata .................................................................................................... 5
2.3.1 Bentuk Ulang ................................................................................................... 5
2.3.2 Gabungan Kata ................................................................................................ 6
2.3.3 Kata Depan ...................................................................................................... 6
2.3.4 Partikel ............................................................................................................. 8
2.3.5 Singkatan dan Akronim ................................................................................... 9
2.3.6 Angka dan Lambang Bilangan ........................................................................ 9
2.4 Penulisan Unsur Serapan .................................................................................. 10
2.5 Pemakaian Tanda Baca ..................................................................................... 12
2.5.1 Tanda Titik [ . ] .............................................................................................. 12
2.5.2 Tanda Koma [ , ] ............................................................................................ 12
2.5.3 Tanda Titik Koma [ ; ] .................................................................................... 13
2.5.4 Tanda Titik Dua [ : ] ...................................................................................... 13
2.5.5 Tanda Pisah [ -- ] ........................................................................................... 13
2.5.6 Tanda Petik Ganda [ “...” ] ............................................................................ 14
2.5.7 Tanda Petik Tunggal [ `...` ] ........................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 15

iv
2

1. Pendahuluan

Dalam penulisan karya tulis ilmiah bukan hanya persoalan materi, ide atau

gagasan yang disampaikan, melainkan persoalan bahasa khususnya kekurangcermatan

pemakaian ejaan menjadi persoalan untuk dapat menghasilkan karya tulis ilmiah yang

berkualitas sebab penulisan karya tulis ilmiah merupakan salah satu aktivitas

berbahasa tulis yang pada hakikatnya tidak dapat diabaikan persoalan ejaan dalam hal

ini ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan. Dalam kaitannya dengan

permasalahan itu makalah ini diberi judul “Penerapan Ejaan Bahasa Indonesia dalam

Penulisan Karya Tulis Ilmiah”.

Dalam aktivitas berbasa tulis khususnya penulisan karya tulis ilmiah di

samping perbendaharaan kata dan tata bahasa, ejaan memegang peranan yang cukup

penting agar tulisan yang dibuat tertata dengan baik. Penggunaan ejaan bahasa

Indonesia dalam penulisan karya tulis ilmiah secara benar masih jauh dari yang

diharapkan karena banyaknya dijumpai kesalahan dalam pemakiannya. Banyaknya

kesalahan (ejaan) yang terjadi dalam pemakaiannya itu menunjukkan bahwa masih

diabaikannya persoalan penerapan ejaan dalam penulisan karya tulis Kesalahan-

kesalahan ejaan menjadi terpinggirkan karena penulis enggan untuk memperbaikinya

atau malah tidak tahu bahwa yang ditulisnya itu salah dari sudut pemakaian ejaan.

Bahkan, kesalahan ejaan dianggap hal yang biasa karena tidak sampai mengganggu

makna kalimat yang dibuat. Inilah persoalannya. Kesalahan pemakaian ejaan

dianggap sepele. Kesalahan pemakaian ejaan dianggap merupakan tugas para

penyunting. Dasar pemikiran itu perlu diluruskan. Persoalan ejaan bahasa Indonesia

adalah persoalan kita bersama untuk menghasilkan karya tulis yang tertib dalam

berbahasa tulis.
3

Ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan adalah keseluruhan peraturan

bagaimana melambangkan bunyi ujaran dan bagaimana antarhubungan antara

lambang-lambang bahasa Indonesia dalam bentuk tulisan. Dengan demikian ejaan

bahasa Indonesia meliputi pemakaian huruf, pemakaian huruf kapital dan huruf

miring, penulisan kata, penulisan unsur serapan, dan pemakaian tanda baca. Kelima

hal itu diuraikan dalam Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang

Disempurnakan (1994) yang diterbitkan oleh Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan. Walaupun dalam pedoman itu sudah dijelaskan aturan-aturan yang mesti

dilaksanakan, dalam kesempatan ini saya mencoba untuk menjelaskan kembali hal-hal

yang terkait dengan penerapan ejaan dalam penulisan karya tulis ilmiah. Dalam

pembahasan ini hanya difokuskan pada aturan-aturan yang perlu mendapat perhatian

ekstra karena seringnya persoalan itu diabaikan pemakaiannya.

2. Pokok-Pokok Penerapan Ejaan Bahasa Indonesia

Di atas telah disinggung bahwa pokok-pokok ejaan bahasa Indonesia

meliputi (a) pemakaian huruf, (b) pemakaian huruf kapital dan huruf miring, (c)

penulisan kata, (d) penulisan unsur serapan, dan (e) pemakaian tanda baca. Kelima hal

itu dibahas secara ringkas berikut ini.

2.1 Pemakaian Huruf

Salah satu bagian pemakaian huruf yang perlu dicermati kembali dalam

penulisan karya tulis ilmiah adalah persoalan pemenggalan kata. Penulis karya tulis

ilmiah sering mengalami kesulitan memenggal kata pada pergantian baris. Misalnya

penulisan kata berikut.


4

saudara: sau-da-ra mutakhir: mu-ta-khir


menaati: me-na-at-i instrumental: in-stru-men-tal
introspeksi: in-tro-spek-si bangkrut: bang-krut

Penulisan gabungan vokal yang disebut diftong: ai, au, dan oi dalam kata

pantai, harimau, dan asoi tidak dipisah antargabungan vokal itu, tetapi gabungan

vokal itu merupakan satu kesatuan (diftong) sehingga pemenggalan kata-kata itu

menjadi pan-tai, ha-ri-mau, dan a-soi.

Demikian pula pemenggalan gabungan konsonan yang juga merupakan satu

kesatuan yang melambangkan satu fonem, seperti kh, ng, ny, dan sy tidak pernah

dipisahkan sehingga pemenggalan kata yang mengandung gabungan konsonan itu

tidak dipisah di antara gabungan konsonan itu, seperti kata makhluk, lengah, renyah,

dan masyarakat pemenggalannya makh-luk, le-ngah, re-nyah, dan ma-sya-ra-kat.

Namun, di era pemakaian komputer persoalan pemenggalan kata tersebut

tidak merupakan hal yang sangat penting karena komputer sudah melakukan

automatic adjustment. Pekerjaan pemenggalan kata sudah dilakukan oleh komputer

secara otomatis. Walaupun demikian, bukan berarti persoalan pemenggalan kata dapat

diabaikan begitu saja. Persoalan pemenggalan kata masih tetap relevan karena

persoalan pemenggalan kata merupakan bagian dari tata tulis dalam bahasa Indonesia.

Secara umum pemenggalan kata dasar dilakukan dengan mencermati

kaidah-kaidah berikut.

(a) jika di tengah kata ada huruf vokal yang berurutan, pemenggalan itu dilakukan
di antara kedua huruf vokal itu, misalnya: ma-af, bu-at, ma-in, pa-ut, po-in
(b) jika di tengah kata ada huruf konsonan, termasuk gabungan huruf konsonan, di
antara dua buah huruf vokal, pemenggalannya dilakukan sebelum huruf
konsonan itu, misalnya: ma-kan, ke-me-na-kan, mu-ta-khir, ca-ri, ke-ci-pir,
me-du-la.
(c) Jika di tengah kata ada huruf konsonan yang berurutan, pemenggalan
dilakukan di antara kedua huruf konsonan itu, misalnya: tan-pan, sam-bung,
ge-ring-sing.
5

(d) Jika di tengah kata ada tiga buah huruf konsonan atau lebih, pemenggalan
dilakukan di antara huruf konsonan yang pertama dan huruf konsonan yang
kedua, misalnya: in-stru-men-tal, des-krip-si, bang-krut.

2.2 Pemakaian Huruf Kapital dan Huruf Miring

Pemakaian huruf kapital dan huruf miring dalam penulisan karya ilmiah

sering menyimpang dari kaidah-kaidah ejaan. Pengapitalan dan pemiringan huruf

sering dilakukan karena huruf awal dari kata-kata dan kata yang dicetak miring

dianggap penting. Misalnya:

(a) Penambahan Program Studi di Universitas dilakukan untuk ...


(b) Sebagai calon terpilih Gubernur dan Wakil Gubernur mereka ...
(c) Dalam pandangan Hukum Adat seseorang wajib menaati Awig-Awig ...
(d) Mereka berlayar ke Teluk dan menyeberangi Selat sehingga perjalanan ...
(e) Para ibu membeli garam Inggris, gula Jawa, dan pisang Ambon ...
(f) ... adanya beban kewajiban dalam “ngayahang” ...
(g) ... dalam bukunya ”Kalangwan: Sastra Jawa Kuna Selayang Pandang”...

Pengapitalan huruf pada beberapa kata di atas, seperti kata Program Studi,

Universitas, Gubernur, Wakil Gubernur, Hukum Adat, Awig-Awig, Teluk, Selat,

Inggris, Jawa, dan Ambon jelas menunjukkan bahwa kata-kata itu dianggap penting.

Demikian pula pencetakmiringan kata-kata tertentu tidak dilakukan sebagaimana

aturan yang ada, tetapi malah diganti dengan pemakaian tanda petik ganda, seperti

kata “ngayahang” dan “Kalangwan: Sastra Jawa Kuna Selayang Pandang”. Cara

penulisan kata-kata semacam itu jelas tidak sesuai dengan aturan ejaan bahasa

Indonesia.

Penulisan huruf kapital pada kata Program Studi, Universitas, Hukum Adat,

dan Awig-Awig pada huruf awalnya dikapitalkan apabila menunujukkan nama

lembaga, seperti Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Sastra Unud, Universitas

Udayana, Hukum Adat Bali, Awig-Awig Desa Pakraman Ubung. Jika tidak

menunjukkan nama lembaga pemerintahan atau nama dokumen resmi, huruf awal
6

kata-kata itu tidak ditulis dengan huruf kapital, seperti program studi, universitas,

hukum adat, dan awig-awig.

Huruf awal kata teluk dan selat tidak ditulis dengan huruf kapital karena

kata-kata itu bukan nama atau istilah geografi. Namun, apabila menunjukkan nama

atau istilah geografis, penulisan kata-kata itu ditulis dengan huruf kapital, seperti

Teluk Gilimanuk, Selat Bali.

Memang, kata Inggris, Jawa, dan Ambon lazim huruf awalnya ditulis dengan

huruf kapital apabila kata-kata itu menunjukkan nama geografis suatu daerah. Akan

tetapi, ketika kata-kata tersebut tidak menunjukkan nama geografis (tetapi nama jenis)

kata-kata itu ditulis dengan huruf kecil, seperti garam inggris, gula jawa, dan pisang

ambon.

Jika dibuka halaman demi halaman buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa

Indonesia yang Disempurnakan, dijelaskan bahwa huruf kapital atau huruf besar

dipakai sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat; petikan langsung, ungkapan

yang berhubungan dengan Tuhan, kitab suci; nama gelar kehormatan, keturunan, dan

keagamaan yang diikuti nama orang; nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama

orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama orang tertentu, nama instansi, atau

nama tempat; unsur-unsur nama orang; nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa; nama

tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa sejarah; nama geografi; semua unsur nama

negara, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, nama dokumen resmi (termasuk

unsur bentuk ulang sempurnanya); nama buku, majalah, surat kabar, dan judul

karangan; unsur singkatan nama gelar, pangkat, dan sapaan; serta kata penunjuk

hubungan kekerabatan.

Kata “ngayahang” dan “Kalangwan: Sastra Jawa Kuna Selayang Pandang”

seharusnya dicetak miring, seperti berikut.


7

(f 1) ... adanya beban kewajiban dalam ngayahang ...


(g 1)... dalam bukunya Kalangwan: Sastra Jawa Kuna Selayang Pandang...

Hal itu sesuai dengan kaidah yang menyatakan bahwa huruf miring dalam

cetakan dipakai untuk menuliskan nama buku, majalah, dan surat kabar; nama ilmiah

atau ungkapan asing yang dikutif dalam tulisan. Di samping itu huruf miring dalam

cetakan dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata,

kata/kelompok kata.

2.3 Penulisan Kata

Penulisan kata yang perlu mendapat perhatian dalam penulisan karya tulis

ilmiah adalah penulisan bentuk ulang, gabungan kata, kata depan, kata si dan sang,

Partikel, singkatan dan akronim, serta angka dan bilangan. Ketujuh persoalan itu

dibahas secara ringkas berikut ini.

2.3.1 Bentuk Ulang

Umumnya, bentuk ulang dalam bahasa Indonesia berfungsi untuk

menyatakan keanekaragaman, keserupaan, dan menyatakan jamak, misalnya: daun-

daunan, bunga-bungaan, rumah-rumahan,anak-anak, dan buku-buku. Di samping itu,

ada bentuk ulang kupu-kupu, paru-paru,biri-biri bentuk dasarnya bukan kupu, paru,

dan biri karena bentukan itu tidak memiliki makna, agak berbeda dengan mata-mata,

kuda-kuda, hati-hati yang memiliki kaitan dengan bentuk dasar mata, kuda, dan hati.

Penulisan bentu-bentuk ulang itu menggunakan tanda hubung, bukan dengan angka

dua, seperti buku2, anak2, rumah2an, bunga2an, daun2an, kupu2, paru2, biri2, mata2,

kuda2, dan hati2. Ada pula penulisan bentuk ulang dengan tanpa menggunakan tanda

penghubung, seperti ramah tamah, sayur mayur, bolak balik, tunggang langgang.
8

Penulisan bentuk ulang semacam itu tentu tidak sesuai dengan aturan ejaan bahasa

Indonesia yang disempurnakan, seharusnya ditulis ramah-tamah, sayur-mayur, bolak-

balik, dan tunggang-langgang.

Selain persoalan penulisan bentuk ulang seperti di atas, terdapat persoalan

lain, yakni bagaimana menuliskan bentuk ulang yang berupa gabungan kata, seperti

papan tulis, kereta api cepat luar biasa, dan rumah sakit. Ada dua versi penulisannya,

yakni ada yang menuliskan diulang seluruhnya, yakni papan tulis-papan tulis, kereta

api cepat luar biasa-kereta api cepat luar biasa, rumah sakit-rumah sakit dan ada

pula yang menuliskan diulang sebagiannya, yakni papan-papan tulis, kereta-kereta

api cepat luar biasa, rumah-rumah sakit.

Untuk menjawab persoalan di atas, haruslah dilihat dari hal yang ingin

diulang, atau sesuatu yang dijamakkan. Karena yang diulang atau yang dijamakkan

suatu hal, komponen hal itulah yang diulang dan komponen sifatnya tidak perlu

diulang. Baik terhadap bentuk tunggal maupun majemuk, komponen sifat itu

fungsinya sama saja. Di samping itu, terjadi gejala yang berlebihan dalam

penggunaan bentuk ulang, yakni bentuk ulang yang dijamakkan dengan pemakaian

kata jamak, seperti para, semua, beberapa dalam bentuk ulang, yakni para guru-guru,

semua murid-murid, dan beberapa rumah-rumah, seharusnya para guru, semua

murid, dan beberapa rumah.

2.3.2 Gabungan Kata

Penulisan gabungan kata dapat dipilah menjadi empat, yakni gabungan kata

yang lazim disebut kata majemuk; gabungan kata yang dianggap sebagai satu

kesatuan; gabungan kata yang salah satu unsurnya dipakai dalam kombinasi;
9

gabungan kata yang mendapat awalan dan akhiran sekaligus; dan gabungan kata yang

mungkin menimbulkan kesalahan pengertian.

Gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk ditulis terpisah atas unsur-

unsurnya, misalnya: kambing hitam, meja hijau, papan tulis, dan orang tua.

Gabungan kata yang dianggap sebagai satu kesatuan ditulis serangkai, misalnya:

kacamata, saputangan, beasiswa, dukacita, sukacita, olahraga, peribahasa, sukarela,

dan sukaria. Gabungan kata yang salah satu unsurnya dipakai dalam kombinasi ditulis

serangkai, misalnya: multimedia, mahasiswa, mancanegara, saptamarga,

semiprofesional, praduga, pascasarjana, purnawirawan, antarkota, tunanetra,

pramusiwi, narasumber, swasembada, ultramodern, ekstrakurikuler, biogas, polisemi.

Gabungan kata yang mendapat awalan dan akhiran sekaligus ditulis serangkai,

misalnya: dipertanggungjawabkan, pemberitahuan,ketidaktahuan, menyebarluaskan,

ketidakadilan, penghancurleburan, kekurangcermatan. Gabungan kata, termasuk

istilah khusus yang mungkin menimbulkan kesalahan pengertian dapat ditulis dengan

tanda hubung untuk menegaskan pertalian unsur yang bersangkutan, misalnya: buku-

sejarah baru berbeda dengan buku sejarah-baru; anak-istri saya berbeda dengan anak

istri-saya; ibu-bapak kami berbeda dengan ibu bapak-kami.

2.3.3 Kata Depan


Penulisan kata depan yang sering dipersoalkan dalam penulisan karya tulis

ilmiah adalah penulisan kata depan di yang dipertukarkan penulisannya dengan di-

sebagai prefiks, misalnya: di sebelah sering ditulis disebelah, sedangkan dikontrakkan

sering ditulis di kontrakkan; penulisan kata depan ke dengan bentuk dasar yang

mengandung ke, misalnya: ke luar dengan keluar, dan penulisan kata depan dari yang

perlu dan tidak, misalnya: datang dari sana dan tujuan dari penelitian ini.
10

Hingga kini banyak penulis yang cenderung membuat kesalahan penulisan

kata depan di yang penulisannya harus dipisahkan dari kata yang mengikutinya dan

dibedakan dengan penulisan di- sebagai prefiks yang penulisannya dirangkaikan

dengan kata yang mengikutinya. Kata depan di harus dipisahkan dari kata yang

mengikutinya karena mempunyai kedudukan sebagai kata. Pengenalannya dapat

dilakukan dengan mengajukan pertanyaan di mana? Jawabannya yang mengandung

kata depan di harus dipisahkan penulisannya, misalnya di samping, di sini, di pasar,

di kantor, di pura. Selain itu, untuk mengetahui bahwa bentuk di sebagai kata depan,

bentukan itu dapat dipasangkan dengan kata depan ke atau kata depan dari, misalnya:

di samping ke samping dari samping


di sini ke sini dari sini
di pasar ke pasar dari pasar
di pura ke pura dari pura

Berbeda dengan penulisan di- sebagai prefiks yang hanya dapat melekat

pada kata kerja, baik disertai akhiran -kan, -i, atau tanpa akhiran, penulisannya harus

dirangkaikan dengan kata kerja yang mengikutinya, misalnya: dikontrakkan, diawasi,

dibawa. Untuk lebih meyakinkan bahwa bentuk di- sebagai prefiks bentukan yang

diperoleh dapat dipasangkan dengan bentukan yang mengandung prefiks me-,

misalnya:

dikontrakkan mengontrakkan
diawasi mengawasi
dibawa membawa

Tidak jauh berbeda dengan kata depan di, kata depan ke juga ditulis terpisah

dari kata yang mengikutinya, misalnya: ke dalam, ke sana, ke rumah. Untuk

meyakinkan bahwa bentuk ke sebagai kata depan bentukan itu dapat dipasangkan

dengan kata depan di atau kata depan dari, misalnya:


11

ke dalam di dalam dari dalam


ke sana di sana dari sana
ke rumah di rumah dari rumah

Ada bentukan tertentu yang sulit ditentukan apakah bentukan itu

mengandung kata depan atau bukan, misalnya bentukan keluar, kemari, dan kebawa.

Bentukan keluar yang dapat dipasangkan dengan bentukan di luar dan dari luar maka

bentukan itu dapat dikatakan mengandung kata depan dan penulisannya harus

dipisahkan, misalnya ke luar. Jika bentukan itu merupakan lawan dari bentukan

masuk, bentukan itu harus dirangkaikan, misalnya keluar >< masuk. Bagaimana

dengan bentukan kemari? Jika bentukan itu dipasangkan dengan kata depan di atau

dari akan menghasilkan bentukan *di mari, *dari mari yang ternyata tidak

gramatikal. Setelah ditelusuri, bentukan itu merupakan bentuk dasar kemari (KBBI,

2005:537). Bentukan kebawa dapat dipasangkan dengan bentukan dibawa dan

bentukan dibawa merupakan prefiks di- yang diikuti oleh bentuk dasar bawa. Oleh

karena itu, bentukan kebawa merupakan prefiks ke- yang diikuti bentuk dasar bawa.

Bentuk ke- ternyata bukan prefiks bahasa Indonesia karena prefiks ke- dalam bahasa

Indonesia jumlahnya sangat terbatas, misalnya: kekasih, ketua, dan kehendak.

2.3.4 Partikel
Dalam Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (1994)

disebutkan bahwa terdapat partikel -lah, -tah, -kah, dan -pun yang ditulis serangkai

dengan kata yang mendahuluinya, misalnya: tulislah, mungkinkah, apatah, dan

walaupun. Penulisan partikel -lah, -kah, dan –tah tidak ditemukan kesalahan dalam

penulisannya, tetapi penulisan partikel –pun sering mengalami kesalahan, misalnya:

sekalipun atau sekali pun, apapun atau apa pun, ataupun atau atau pun.
12

Ejaan bahasa Indonesia memilah pemakaian partikel –pun menjadi dua,

yakni (1) partikel –pun yang dianggap padu dengan kata yang mendahuluinya, seperti

adapun, biarpun, ataupun, andaipun, bagaimanapun, kalaupun, maupun, meskipun,

sungguhpun, walaupun, sekalipun; (2) bentuk pun yang berfungsi sebagai kata penuh

yang bersinonim dengan kata juga, misalnya: sekali pun, kami pun, sepeda pun, harga

mahal pun dalam kalimat:

- Jangan dua kali, sekali pun dia tidak pernah datang ke rumah.
- Kami pun turut serta dalam perlombaan itu.
- Jangankan rumah, sepeda pun dia tidak punya.
- Dengan harga mahal pun, sembako tetap diserbu pelanggan.

Dengan demikian, -pun ditulis serangkai apabila unsur itu sudah padu

dengan kata yang mendahuluinya, sedangkan bentuk pun ditulis terpisah dengan kata

yang mendahuluinya apabila unsur itu (pun) didahului oleh kata kerja, kata ganti, kata

benda, dan kata sifat.

Senada dengan partikel –pun atau pun, bentukan per harus dibedakan per-,

misalnya: satu per satu, per 1 Oktober, per helai dan pertama, tiga perempat,

seperenam belas. Partikel per yang berarti `demi, setiap, dan mulai` harus ditulis

terpisah dari kata yang mengikutinya, sedangkan per- yang merupakan satu kesatuan

ditulis dirangkaikan.

2.3.5 Singkatan dan Akronim

Kaidah penulisan singkatan meliputi singkatan nama orang, nama gelar,

jabatan atau pangkat diikuti dengan tanda titik, misalnya: A. A. P. Putra, Moh. Yamin,

Dr. A. A. Putu Putra, M.Hum, Kol. Soeharto, Sdr. I Made Buda, Bpk. I Wayan

Subawa; Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau

organisasi, serta nama dokumen resmi yang terdiri atas huruf awal kata ditulis dengan
13

huruf kapital dan tidak diikuti dengan tanda titik, misalnya: DPR, SMUN, PT, KTP;

singkatan umum yang terdir atas tiga huruf atau lebih diikuti oleh satu titik, misalnya:

dll., dst., hlm., sda., tetapi apabila terdiri atas dua huruf ditulis dengan dua titik,

misalnya, a.n., s.d., u.b.

Akronim adalah singkatan yang berupa gabungan huruf awal, gabungan

suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata yang diperlakukan

sebagai kata. Kaidah penulisan akronim meliputi: akronim nama diri yang berupa

gabungan huruf awal dari deret kata yang ditulis seluruhnya dengan huruf kapital,

misalnya: ABRI, IKIP, PASI; akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau

gabungan huruf dan suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal huruf kapital,

misalnya: Unud, Akabri, Bappenas, Kowani; akronim yang bukan nama diri yang

berupa gabungan huruf, suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret

kata seluruhnya dengan huruf kecil, misalnya: pemilu, rapim, tilang.

2.3.6 Angka dan Lambang Bilangan

Ada dua belas kaidah atau aturan tentan penulisan angka dan lambang

bilangan, tetapi penulisan angka dan lambang bilangan yang sering dipersoalkan

penulisannya adalah Angka yang digunakan untuk menyatakan ukuran panjang,

satuan waktu, nilai uang, dan kuantitas; Angka yang menunjukkan bilangan utuh yang

besar; penulisan bilangan tingkat; penulisan lambang bilangan yang mendapat akhiran

-an; lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata; serta

lambang bilangan pada awal kalimat.

Penulisan angka yang digunakan untuk menyatakan ukuran panjang, luas,

isi, satuan waktu, nilai uang, dan kuantitas, misalnya: 1 cm, 5 kg, 15 l, pukul 17.30,

2.000 rupiah, Rp 5.000,00, dan 25 orang; Penulisan angka yang menunjukkan


14

bilangan utuh yang besar dapat dieja sebagian supaya lebih mudah dibaca, misalnya:

300 juta, 500 juta; Penulisan bilangan tingkat dapat dilakukan dengan cara berikut,

misalnya: Bab I, Bab kesatu, Bab ke-1, abad 21, Abad kedua puluh satu, Abad ke-21.

Kenyataannya, sering ditulis Bab ke I, Abad ke XXI.

Penulisan lambang bilangan yang mendapat akhiran –an, misalnya: tahun

2000-an, uang 5000-an, tetapi sering ditulis 2000 an dan 5000 an; penulisan lambang

bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf,

kecuali jika beberapa bilangan dipakai secara berurutan, misalnya:

satu kali dan dua puluh kali


#Mereka hadir dalam rapat sejumlah 25 orang anggota#,
#Di antara 40 anggota yang hadir, 22 orang setuju, 10 tidak setuju, dan 8
orang tidak memberikan suara#
Penulisan bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Jika perlu,

susunan kalimat diubah sehingga bilangan yang tidak dapat dinyatakan dengan satu

atau dua kata tidak terdapat pada awal kalimat, misalnya:

#Empat ratus orang diterima dalam seleksi penerimaan siswa baru tingkat
SMUN itu#
#Bapak kepala sekolah mengundang 450 orang siswa untuk seleksi siswa
berprestasi#

2.4 Penulisan Unsur Serapan

Berdasarkan taraf integrasinya unsur serapan dalam bahasa Indonesia dapat

dipilah menjadu dua, yakni unsur serapan yang belum sepenuhnya terserap ke dalam

bahasa Indonesia dan unsur serapan yang pelafalan dan penulisannya disesuaikan

dengan kaidah bahasa Indonesia. Unsur yang belum sepenuhnya terserap ke dalam

bahasa Indonesia, misalnya: reshuffle [rie`syafel] dan shuttle cock [syatel`kak],

sedangkan unsur serapan serapan yang pelafalan dan penulisannya disesuaikan

dengan kaidah bahasa Indonesia diusahakan agar ejaan asingnya hanya diubah
15

seperlunya sehingga bentuk Indonesianya masih dapat dibandingkan dengan bentuk

asalnya. Beberapa unsur serapan yang pelafalan dan penulisannya disesuaikan dengan

kaidah bahasa Indonesia, seperti berikut.

Unsur Asing Penyerapan yang benar Penyerapan yang salah


system sistem sistim
hypotesis hipotesis hipotesa
analysis analisis analisa
method metode metoda
teory teori teory
practical praktik praktek
technique teknik tehnik
description deskripsi diskripsi
survae survei survai
carier karier karir
courier kurir kurier
credit kredit kridit
percentage persentase prosentase
effective efektif efektiv
efficient efisien efisen
rational rasional rasionil
formal formal formil
activity aktif, aktivitas aktiv, aktifitas
coordination koordinasi kordinasi
complex kompleks komplek
directeur direktur derektur
mass media media massa media masa
quality kualitas kwalitas
quantity kuantitas kwantitas
apotheek apotek apotik

2.5. Pemakaian Tanda Baca


Pemakaian tanda baca meliputi lima belas bagian, tetapi tidak semua bagian

itu dibahas dalam makalah ini. Hanya beberapa kaidah atau aturan yang terkait

dengan penulisan karya tulis ilmiah dibicarakan, di antaranya: pemakaian tanda titik;

tanda koma; tanda titik koma, tanda titik dua; tanda pisah [--]; tanda kurung (...);

tanda petik ganda ”...”; dan tanda petik tunggal `...`. Kedelapan hal itu dibahas satu

per satu berikut ini.


16

2.5.1 Tanda Titik [.]

Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar,

atau daftar, misalnya: 2. Pokok-Pokok Ejaan Bahasa Indonesia; 2.1 Pemakaian Huruf;

2.2. Pemakaian Huruf Kapital dan Huruf Miring; 2.3 Penulisan Kata; 2.4 Pemakaian

Unsur Serapan; dan 2.5 Pemakaian Tanda Baca.

Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang

menunjukkan jangka waktu, misalnya: 1.30.10 jam (1 jam, 30 menit, 10 detik),

0.45.55 (45 menit, 55 detik), dan 0.0.30 (30 detik).

Tanda titik dipakai di antara nama penulis, judul tulisan, dan tempat terbit

dalam daftar pustaka, misalnya:

Putra, Anak Agung Putu, 2007. “Segmentasi Dialektal Bahasa Sumba di


Pulau Sumba: Suatu Kajian Dialektologi”. Denpasar: Disertasi
Program Doktor Linguistik, Program Pascasarjana Universitas
Udayana.

Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya,

misalnya: Mahasiswa yang mendaftar SNMPTN berjumlah 5.300 orang.

2.5.2 Tanda Koma [,]


Tanda koma dipakai di antaraa unsur-unsur dalam suatu rincian atau

pembilangan, misalnya: Ibu membeli sayur, daging, dan tahu; Tanda titik dipakai

untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya yang

didahului oleh kata tetapi, melainkan, sedangkan, misalnya: Sistem pendidikan

nasional membuat pembelajar dalam bidang teori, tetapi kurang dalam bidang

praktik; Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung

antarkalimat yang terdapat pada awal kalimat, termasuk di dalamnya: oleh karena itu,;

jadi,; dengan demikian,; bahkan,; akan tetapi,;Tanda koma dipakai untuk mengapit

keterangan tambahan yang sifatnya tidak membatasi, misalnya: Dewa Made Beratha,
17

Gubernur Bali melakukan sidak ke beberapa daerah kabupaten; Tanda titik dipakai --

untuk menghindari salah baca--di belakang keterangan yang terdapat pada awal

kalimat, misalnya: Atas perhatian Bapak/ibu/Sdr., saya ucapkan terima kasih.

2.5.3 Tanda Titik Koma [;]

Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan bagian-bagian kalimat

sejenis dan setara dan dapat dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk

memisahkan kalimat yang setara di dalam kalimat majemuk, misalnya:

#Ibu sedang mencuci pakaian; nenek sedang menginang sirih, dan tanda titik
koma#
#Bapak menyiram tanaman; Ibu sibuk bekerja di dapur#

2.5.4 Tanda Titik Dua [:]

Tanda titik dua dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap jika diikuti

rangkaian atau pemerian; dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan

pemerian; dapat dipakai dalam teks drama sesudahkata yang menunjukkan pelaku

dalam percakapan, misalnya:

#Ibu membeli perabotan rumah tangga: mesin cuci, kulkas, dan kompor gas#
a. Ketua : Drs. A. A. Bagus Suryakarma
Sekretaris : Dr. A. A. Putu Putra, M.Hum.
b. Ibu : (meletakkan beberapa kopor) ”bawa kopor ini, Ca
Ucca : ”Baik, Bu” (mengangkat kopor dan masuk).

2.5.5 Tanda Pisah [--]

Tanda pisah membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi

penjelasan di luar bangun kalimat dan menegaskan adanya keterangan aposisi atau

keterangan yang lain sehingga kalimat menjadi lebih jelas, misalnya:


18

#Kemerdekaan bangsa ini—saya yakin akan tercapai—diperjuangkan oleh


bangsa itu sendiri#
#Tanda titik dipakai--untuk menghindari salah baca--di belakang keterangan
yang terdapat pada awal kalimat#

2.5.6 Tanda Petik Ganda [”...”]

Tanda petik ganda dipakai untuk mengapit petikan langsung yang berasal

dari pembicaraan dan naskah atau bahan tertulis lain; dipakai untuk mengapit judul

syair, karangan, atau bab buku yang dipakai dalam kalimat; dan dipakai untuk

mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang mempunyai arti khusus,

misalnya:

#”Saya belum siap”, kata Ucca, ”tunggu sebentar”#


#Disertasi saya berjudul ”Segmentasi Dialektal Bahasa Sumba di Pulau
Sumba: Suatu Kajian Dialektologi” belum diterbitkan#
#Ia bercelana panjang yang dikenal dengan nama ”cutbrai”#

2.5.7 Tanda Petik Tunggal [`...`]

Tanda petik tunggal dipakai untuk mengapit petikan yang tersusun di dalam

petikan lain dan dipakai untuk mengapit makna, terjemahan, atau penjelasan kata atau

ungkapan asing, misalnya:

#”Ibu, `Bapak pulang`, dan rasa letihku lenyak seketika”, ujar Ucca#
# Ngaben `upacara pembakaran mayat` di Bali#
19

Daftar Pustaka

Arifin, Drs. E. Zaenal dan Drs. S. Amran Tasai. 1986. Cermat Berbahasa Indonesia:
Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: PT Mediyatama Sarana Perkasa.

Badudu, J.S. 1984. Inilah Bahasa Indonesia yang Benar. Jakarta: PT Gramedia.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1994. Pedoman Umum Ejaan Bahasa


Indonesia yang Disempurnakan. Jakarta: Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia.


Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai