Anda di halaman 1dari 72

HUBUNGAN IMPLEMENTASI ASESMEN KEBUTUHAN

EDUKASI DENGAN KEPUASAN PASIEN


DI RUANG RAWAT INAP MELATI RSD BALUNG JEMBER

Proposal Penelitian

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat


Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan

Oleh :
IIN INDAHWATI
191.101.2041

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga dapat terselesaikannya proposal skripsi dengan judul
‘Hubungan Implementasi Asesmen Kebutuhan Edukasi dengan Kepuasan Pasien
Di Ruang Rawat Inap Melati RSD Balung Jember ’’, sebagai salah satu
persyaratan akademis dalam rangka menyelesaikan Program Pendidikan S-1
Keperawatan di Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jember.
Pada kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih dan penghargaan
yang setinggi-tingginya kepada Bapak Asmuji, SKM.,M. Kep selaku dosen
pembimbing pertama, dan Bapak Ns. Komarudin, S. Kep.,M. Kep.,Sp. Kep. J
selaku dosen pembimbing kedua yang telah memberikan petunjuk, koreksi,
motivasi, serta saran hingga terselesaikannya proposal skripsi ini.
Terima kasih dan penghargaan kami sampaikan pula kepada yang
terhormat:
1. Ns. Sasmiyanto, S.Kep., M.Kes., selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Jember;
2. Ns. Yeni Suryaningsih, S. Kep.,M. Kep selaku Ketua Prodi S-1 Keperawatan
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jember;
3. Teman-teman Alih Program S-1 Ilmu Keperawatan Angkatan 2019 di
Kampus Balung;
4. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Proposal skripsi ini telah kami susun dengan optimal, namun tidak menutup
kemungkinan terdapat kekurangan. Oleh karena itu, kami dengan tangan terbuka
menerima masukan yang membangun. Semoga tulisan ini berguna bagi semua
pihak yang memanfaatkannya.

Jember, September 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i
PERNYATAAN PERSETUJUAN ii
LEMBAR PENGUJI PROPOSAL iii
KATA PENGANTAR iv
DAFTAR ISI vi

BAB 1 PENDAHULUAN 5
A. Latar Belakang Masalah 5
B. Perumusan Masalah 10
C. Tujuan Penelitian 11
D. Manfaat Penelitian 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 13


A. Konsep Rumah Sakit 13
B. Akreditasi Rumah Sakit 15
C. Panduan Pemberian Asesmen Edukasi Dan Informasi 17
D. Konsep Kepuasan 25
E. Konsep Pelayanan 29
F. Penelitian Terkait 41

BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESA 49


A. Kerangka Konsep 49
B. Hipotesis 50

BAB IV METODE PENELITIAN 51


A. Desain Penelitian 51
B. Populasi, Sampel dan Sampling 51
C. Definisi Operasional 54
D. Tempat dan Waktu Penelitian 56
E. Etika Penelitian 56
F. Alat Pengumpulan Data 58
G. Prosedur Pengumpulan Data 58
H. Pengolahan Data dan Analisa Data 60

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 64
LAMPIRAN

3
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Definisi Operasional.........................................................................55

4
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pelayanan kesehatan adalah tempat atau sarana yang digunakan

untuk menyelenggarakan upaya kesehatan (Notoatmodjo, 2013). Salah

satu bentuk pelayanan kesehatan yang disediakan oleh pemerintah adalah

rumah sakit. Rumah sakit merupakan tempat penyelenggaraan layanan

kesehatan yang menyeluruh atau komprehensif yang dipadukan dengan

penggunaan penemuan teknologi kedokteran dan keperawatan terkini,

dengan begitu rumah sakit dapat dikatakan sebagai tumpuan harapan

manusia untuk mendapatkan hidup yang sehat atau sejahtera. Harapan

manusia dapat terpenuhi dengan baik jika rumah sakit menyediakan

pelayanan dan fasilitas yang memadai. Pelayanan kepada pasien bukan

saja saat pasien dirawat di rumah sakit tetapi pelayanan persiapan

pemulangan merupakan kunci keberhasilan dari pelayanan rumah sakit.

Menurut Notoatmodjo, 2013. Dalam upaya peningkatan pelayanan

rumah sakit, rumah sakit sebagai penyedia jasa pelayanan menyusun

Standart Operasional Prosedur yang diharapkan dapat meningkatkan mutu

pelayanan diantaranya rumah sakit sebagai sarana promosi kesehatan,

Promosi kesehatan adalah proses memberdayakan masyarakat melalui

kegiatan menginformasikan, mempengaruhi dan membantu masyarakat

agar berperan aktif dalam mendukung perubahan perilaku dan lingkungan

serta menjaga dan meningkatkan kesehatan menuju ke taraf kesehatan

yang

5
optimal . Tujuan dari Promosi Kesehatan Rumah Sakit (PKRS) adalah

untuk memberdayakan pasien, keluarga pasien, sumber daya masyarakat

sekitar rumah sakit untuk berperan aktif dalam proses pelayanan asuhan

diantaranya Asesmen Kebutuhan Edukasi

Asesmen Kebutuhan Edukasi merupakan proses pengumpulan,

menganalisis dan menginterpretasikan data atau informasi tentang pasien

dan keluarganya. Kegiatan ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran

tentang berbagai kondisi individu dan lingkungannya sebagai dasar untuk

memahami individu dan untuk pengembangan program pelayanan

kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan ( Craven dan Hirnle, 1996 dalam

Suliha, 2012). Asesmen kebutuhan edukasi di ruang rawat inap

merupakan tanggung jawab seluruh tenaga kesehatan Profesional Pemberi

Asuhan (PPA) sesuai bidangnya di rumah sakit, baik itu dokter, ahli gizi

(nutrisionis), farmasi klinik, perawat serta bidan sebagai pelaku yang

memberi pelayanan 24 jam dan menemani pasien selama mendapatkan

perawatan di rumah sakit.

Bentuk dari pelayanan pemberian kebutuhan edukasi yang

dilaksanakan oleh Profesional Pemberi Asuhan (PPA) yakni berupa

pengkajian yang dilakukan oleh staf rumah sakit berdasarkan bidang

keilmuan yang bertujuan untuk mengidentifikasi kebutuhan pengetahuan

masing-masing pasien dan keluarganya berupa edukasi serta informasi

yang jelas dan terarah. Menurut Poewarni, Sopacua dan Evie, 2016.

Informasi yang disampaikan oleh Profesional Pemberi Asuhan (dokter,

ahli gizi (nutrisionis), farmasi klinik, perawat serta bidan) kepada keluarga

6
dan pasien, berupa informasi umum diantaranya hak dan kewajiban pasien

dan keluarga, general consent, pelayanan yang disediakan (jam

pelayanan), orientasi ruangan, pencegahan resiko jatuh, sedangkan

kebutuhan edukasi khusus yakni diagnosa penyakit serta perkembangan

dari pasien, penggunaan obat yang aman dan efek samping dan reaksi

obat, diet / nutrisi, management nyeri, penggunaan peralatan medis, tehnik

rehabilitasi, serta tindakan pencegahan yakni berupa cuci tangan dan

pemasangan gelang. yang diharapkan dapat diketahui, dipahami, diyakini,

dan diimplementasikan oleh pasien dan keluarga, sedangkan edukasi

adalah penambahan pengetahuan dan kemampuan seseorang melalui

teknik praktik belajar atau instruksi, dengan tujuan untuk mengingat fakta

atau kondisi nyata, dengan cara memberi dorongan terhadap pengarahan

diri, aktif memberikan informasi-informasi atau ide baru ( Craven dan

Hirnle, 1996 dalam suliha, 2012). Peran seorang pemberi asuhan yaitu

berperan membantu pasien meningkatkan kesehatannya melalui pemberian

pengetahuan tentang perawatan dan tindakan medis yang diterima

sehingga pasien atau keluarga dapat mengetahui hak serta kewajiban

selama mendapatkan perawatan di ruang rawat inap serta meningkatkan

pengetahuan yang penting bagi pasien atau keluarga. Selain itu, perawat

juga dapat memberikan pendidikan kesehatan kepada kelompok keluarga

yang berisiko, kader kesehatan, dan masyarakat (Doheny, 1982 dalam

Kusnanto, 2014).

Kebutuhan edukasi ini selaras dilakukan di ruang rawat inap guna

menambah pengetahuan pasien dan keluarga , menambah rasa

7
kepercayaan terhadap petugas kesehatan serta diharapkan dapat

meningkatkan kepuasan serta mutu pelayanan (KARS, 2012). Dalam

pelaksanaan asesmen kebutuhan edukasi diharapkan dapat menambah

kepuasan serta kepercayaan kepada petugas kesehatan, dalam upaya

penigkatan mutu pelayanan di rumah sakit dengan mengikuti akreditasi

rumah sakit, dimana upaya peningkatan mutu pelayanan yang berorientasi

kepada proses sangatlah penting untuk dilaksanakan, dimana akreditasi

akan membangun sistem dan mengintegrasikan budaya mutu ke dalam

pelayanan di rumah sakit dan menghasilkan kinerja berdasarkan standar

profesi, sehingga pelaku pelayanan akan merasa aman dan nyaman dalam

melaksanakan tugas-tugasnya dan pihak penerima pelayanan akan merasa

puas karena pelayanan yang diberikan telah sesuai memenuhi standar

keinginan. Menurut Engel, 2008 dalam Suwardji, (2012), Kepuasan pasien

terhadap kualitas jasa pelayanan dipengaruhi oleh beberapa faktor penentu,

antara lain yaitu tangibility atau aspek yang terlihat secara fisik misalnya,

peralatan dan personel, reliability atau kemampuan untuk memiliki

performa yang bisa diandalkan dan akurat, responsivenes atau kemauan

untuk merespon keinginan atau kebutuhan akan bantuan dari pelanggan,

serta pelayanan yang cepat, assurance atau kemauan para personel untuk

menimbulkan rasa percaya dan aman kepada pelanggan, emphaty atau

kemauan personel untuk peduli dan memperhatikan setiap pelanggan

(Tjiptono dkk 2004 dalam Wanarto, 2016).

Di Rumah Sakit Daerah Balung sendiri pelayanan asesmen

kebutuhan edukasi khususnya di pelayanan keperawatan telah dibuat serta

8
alurnya telah disusun dengan sangat rapi sesuai dengan bidang dalam

pemberian pelayanan keperawatan sehingga mempermudah perawat untuk

menjalankan dengan sebaik mungkin, serta didukung dengan media yang

tepat, data informasi yang valid dan akurat serta sumber daya yang

mendukung, termasuk sumber daya manusia yang optimal, namun sangat

disayangkan kebanyakan hanya dipakai dalam bentuk pendokumentasiaan

sedangkan penerapannya kepada pasien sangat kurang. Hal ini diperoleh

dengan melakukan studi pendahuluan di Rumah Sakit Daerah Balung di

Ruang Rawat Inap Melati dari hasil wawancara 35 responden yang di

jadikan sampel didapatkan data bahwa pasien dan keluarga tidak tahu dan

tidak mendapatkan kebutuhan edukasi dan informasi yang seharusnya

tersampaikan ketika pasien dirawat di ruang rawat inap. Sampai saat ini,

asesmen kebutuhan edukasi yang dilakukan oleh beberapa petugas

Profesional Pemberi Asuhan khususnya oleh perawat di Ruang Rawat Inap

Melati tidak melaksanakan edukasi serta informasi hal ini dari hasil

observasi yang dilakukan oleh peneliti di Ruang Rawat Inap Melati, dan

rata-rata perawat masih berfokus pada kegiatan rutinitas pengisian medical

record pasien, yaitu berupa pengisian dokumentasi pengkajian sedangkan

pelaksanaan tentang edukasi ke pasien dan keluarga belum

terimplementasi sehingga akan berdampak terhadap mutu pelayanan serta

kepuasan pasien dan keluarga. Maka dari itu peneliti tertarik untuk

meneliti tentang Implementasi Asesmen Kebutuhan Edukasi Terhadap

Kepuasan Pasien Di Ruang Rawat Inap Melati RSD Balung Kabupaten

Jember.

9
A. Rumusan Masalah

1. Pernyataan Masalah

Rumah sakit merupakan tempat penyelenggaraan layanan

kesehatan yang menyeluruh atau komperhensif yang dipadukan dengan

penggunaan penemuan teknologi kedokteran dan keperawatan terkini,

Salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan mutu pelayanan pada

rumah sakit yakni dengan menyelenggarakan Akreditasi Rumah Sakit.

Dengan meningkatnya mutu pelayanan di rumah sakit ini diharapkan

akan menambah kepuasaan mayarakat dalam memberikan pelayanan

(Mediawati, 2014) salah bagian dari Akreditasi Rumah sakit adalah

asesmen kebutuhan edukasi keperawatan merupakan komponen yang

terkait dengan rentang keperawatan atau informasi umum seputar hak

dan kewajiban pasien serta general consent, dimana perawatan yang

dilakukan di ruang rawat inap ketika pasien baru datang di ruang rawat

inap, sehingga pasien dan keluarga mengerti akan kebutuhan edukasi

serta informasi umum yang dilakukan di ruang rawat inap serta tidak

kesulitan untuk mengakses fasilitas layanan kesehatan yang dilakukan

di rawat inap. Sehingga peneliti tertarik meneliti tentang “Implementasi

Asesmen Kebutuhan Edukasi Terhadap Kepuasan Pasien di Ruang

Rawat Inap Melati RSD Balung Kabupaten Jember.”

10
2. Pertanyaan Masalah

1) Bagaimanakah Implementasi Asesmen Kebutuhan Edukasi di

Ruang Rawat Inap Melati RSD Balung Kabupaten Jember?

2) Bagaimanakah Kepuasan Pasien di Ruang Rawat Inap Melati RSD

Balung Kabupaten Jember?

3) Adakah Hubungan Implementasi Asesmen Kebutuhan Edukasi

Terhadap Kepuasan Pasien di Ruang Rawat Inap Melati RSD

Balung Kabupaten Jember?

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui Implementasi Asesmen Kebutuhan Edukasi Terhadap

Kepuasan Pasien di Ruang Rawat Inap Melati RSD Balung Kabupaten

Jember.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi Implementasi Asesmen Kebutuhan Edukasi di

Ruang Rawat Inap Melati RSD Balung Kabupaten Jember.

b. Mengidentifikasi Kepuasan Pasien di Ruang Rawat Inap Melati

RSD Balung Kabupaten Jember..

c. Menganalisis Hubungan Implementasi Asesmen Kebutuhan

Edukasi Terhadap Kepuasan Pasien di Ruang Rawat Inap Melati

RSD Balung Kabupaten Jember.

11
C. Manfaat Penelitian

1. Masyarakat

Diharapkan dapat menambah pengetahuan serta wawasan masyarakat

tentang “Hubungan Implementasi Asesmen Kebutuhan Edukasi

Terhadap Kepuasan Pasien di Ruang Rawat Inap Melati RSD Balung

Kabupaten Jember.

2. Petugas Kesehatan

Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi motivasi agar lebih

meningkatkan mutu pelayanan pada masyarakat sehingga dapat

meningkatkan kepuasan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan

terutama pemanfaatkan rumah sakit

3. Institusi Pendidikan Kesehatan

Diharapkan sebagai upaya dalam memberikan informasi pada institusi

pendidikan kesehatan tentang “Hubungan Implementasi Asesmen

Kebutuhan Edukasi Terhadap Kepuasan Pasien di Ruang Rawat Inap

Melati RSD Balung Kabupaten Jember.”

4. Peneliti Selanjutnya

Diharapkan peneliti selanjutnya dapat memperbaharui penelitian ini

dan lebih mendalami pada faktor-faktor yang lain yang dapat

mempengaruhi kepuasaan masyarakat pada pelayanan kesehatan

terutama peran perawat sebagai pemberi layanan edukasi serta

pemberian informasi di ruang rawat inap.

12
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Rumah Sakit

1. Definisi Rumah Sakit

Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 tentang rumah sakit,

rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan

pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat.

2. Tugas Rumah Sakit

Berdasarkan UU RI nomor 44 tahun 2009 pasal 3 tentang rumah sakit,

rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan

perorangan secara paripurna.

3. Fungsi Rumah Sakit

Berdasarkan UU RI nomor 44 tahun 2009, rumah sakit mempunyai fungsi

sebagai berikut:

a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan

sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit.

b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui

pelayanan kesehatan yang paripurna.

c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia

dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan

kesehatan.

13
d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan

teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan

kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang

kesehatan.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No.58 Tahun 2014 pasal 1 tentang rumah

sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan

rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

1. Unit Rawat Inap

Pelayanan rawat inap yaitu pelayanan kepada pasien yang memerlukan

observasi, diagnosis, terapi, atau rehabilitasi yang perlu menginap dan

menggunakan tempat tidur serta mendapat makanan dan pelayanan perawat

terus menerus. (3) Pelayanan rawat inap merupakan salah satu unit pelayanan

di rumah sakit yang memberikan pelayanan secara komprehensif untuk

membantu menyelesaikan masalah yang dialami oleh pasien, dimana unit

rawat inap merupakan salah satu pusat pertanggung jawaban rumah sakit.

Sehingga tingkat kepuasan pelanggan atau pasien bisa dipakai sebagai salah

satu indikator mutu pelayanan.

Kegiatan Pelayanan Rawat Inap

a. Penerimaan pasien ( admission )

b. Pelayanan Medik

c. Pelayanan Penunjang Medik

d. Pelayanan Perawatan

e. Pelayanan Obat

14
f. Pelayanan Makanan (Gizi)

g. Pelayanan Administrasi.

B. Akreditasi Rumah Sakit

1. Pengertian Akreditasi

Menurut Ensiklopedia Nasional, akreditasi adalah suatu bentuk pengakuan

yang diberikan oleh pemerintah untuk suatu lembaga atau institusi

(Poewarni, Sopacua dan Evie, 2016 :125).

2. Pengertian Akreditasi Rumah Sakit

Pada Permenkes Nomor 012 Tahun 2012 tentang Akreditasi Rumah Sakit

disebutkan bahwa pengertian akreditasi rumah sakit adalah pengakuan

terhadap rumah sakit yang diberikan oleh lembaga independen

penyelenggara akreditasi yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan, setelah

dinilai bahwa Rumah Sakit itu memenuhi Standar Pelayanan Rumah Sakit

yang berlaku untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit secara

berkesinambungan. Di Indonesia ketentuan akreditasi rumah sakit baik

tingkat nasional maupun internasional sudah diatur oleh pemerintah

melalui Undang-Undang maupun peraturan tertulis, yaitu Undang-Undang

Nomor 44 tahun 2009 tentang rumah sakit pasal 40 yang mengatakan

bahwa dalam upaya peningkatan mutu pelayanan rumah sakit wajib

dilakukan akreditasi secara berkala minimal 3 (tiga) tahun sekali.

3. Tujuan Akreditasi Rumah Sakit

Tujuan akreditasi rumah adalah meningkatkan mutu pelayanan kesehatan,

sehingga sangat dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia yang semakin

selektif dan berhak mendapatkan pelayanan yang bermutu. Dengan

15
demikian mutu pelayanan kesehatan diharapkan dapat mengurangi minat

masyarakat untuk berobat keluar negeri (KARS, 2012).

Menurut Permenkes Nomor 012 Tahun 2012 Pasal 2, akreditasi bertujuan

untuk :

a. Meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit;

b. Meningkatkan keselamatan pasien rumah sakit;

c. Meningkatkan perlindungan bagi pasien, masyarakat, sumber daya

manusia rumah sakit dan rumah sakit sebagai institusi;

d. Mendukung program pemerintah di bidang kesehatan.

4. Manfaat Akreditasi Rumah Sakit

Menurut Kementerian Kesehatan RI, manfaat akreditasi rumah sakit adalah

sebagai berikut :

a. Bagi pasien dan masyarakat, antara lain : pasien dan masyarakat

memperoleh pelayanan sesuai dengan standar yang terukur.

b. Bagi petugas kesehatan di rumah sakit, antara lain : menimbulkan rasa

aman dalam melaksanakan tugasnya oleh karena rumah sakit memiliki

sarana, prasarana dan peralatan yang telah memenuhi standar.

c. Bagi rumah sakit, antara lain : sebagai alat ukur untuk negosiasi dengan

pihak ketiga misalnya asuransi, perusahaan dan lain-lain.

d. Bagi pemilik rumah sakit, antara lain : sebagai alat mengukur kinerja

pengelola rumah sakit.

e. Bagi perusahaan asuransi, antara lain : acuan untuk memilih dan

mengadakan kontrak dengan rumah sakit.

16
C. Panduan Pemberian Asesmen Edukasi Dan Informasi
1. Pengertian
Informasi adalah suatu pesan yang disampaikan oleh komunikator

kepada komunikan, yang berupa data, fakta, gagasan, konsep, kebijakan,

aturan, standar, norma, pedoman atau acuan yang diharapkan dapat

diketahui, dipahami, diyakini, dan diimplementasikan oleh komunikan.

Edukasi adalah penambahan pengetahuan dan kemampuan

seseorang melalui teknik praktik belajar atau instruksi, dengan tujuan

untuk mengingat fakta atau kondisi nyata, dengan cara memberi dorongan

terhadap pengarahan diri, aktif memberikan informasi-informasi atau ide

baru ( Craven dan Hirnle, 1996 dalam suliha, 2012).

2. Tujuan

 Sebagai pedoman dalam melakukan edukasi kesehatan.

 Memahami bagaimana cara dan proses melakukan edukasi kesehatan

di rumah sakit. Sehingga edukasi kesehatan (PenKes) dapat berjalan

lancar dan sesuai prosedur yang ada.

 Agar pasien & keluarga berpartisipasi dalam keputusan perawatan dan

proses perawatan. Sehingga dapat membantu proses penyembuhan

lebih cepat.

 Pasien/keluarga memahami penjelasan yang diberikan, memahami pentingnya

mengikuti rejimen pengobatan yang telah ditetapkan sehingga dapat

17
meningkatkan motivasi untuk berperan aktif dalam menjalani terapi

obat.

3. Langkah Awal Asesmen Pasien Dan Keluarga

Asesmen merupakan proses pengumpulan, menganalisis dan

menginterpretasikan data atau informasi tentang pasien dan keluarganya.

Kegiatan ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran tentang berbagai

kondisi individu dan lingkungannya sebagai dasar untuk memahami

individu dan untuk pengembangan program pelayanan kesehatan yang

sesuai dengan kebutuhan.

Pengkajian pasien merupakan langkah guna mengidentifikasi sejauh mana

kebutuhan pasien

akan pelayanan kesehatan. Keputusan mengenai jenis pelayanan ya

ng paling tepat untuk pasien, bidang spesialisasi yang paling tepat,

penggunaan pemeriksaan penunjang diagnostik yang paling tepat,sampai

penanganan perawatan, gizi, psikologis dan aspek lain dalam penanganan pasien di rumah

sakit merupakan keputusan yang diambil berdasarkan pengkajian (asesmen).

Sebelum pendidikan kesehatan diberikan, lebih dulu dilakukan

pengkajian/analisis terhadap kebutuhan pendidikan dengan mendiagnosis

penyebab masalah kesehatan yang terjadi. Hal ini dilakukan dengan

melihat faktor - faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan.

Lawrence Green (1980) dalam Suliha, 2012, perilaku dipengaruhi oleh 3

faktor:

18
1. Faktor pendukung (predisposing factors), mencakup:

Pengetahuan, sikap, tradisi, kepercayaan/keyakinan, sistem nilai,

pendidikan, sosial ekonomi, dsb.

2. Faktor pemungkin(enambling factors), mencakup:

Fasilitas kesehatan, mis: spal, air bersih, pembuangan sampah, mck,

makanan bergizi, dsb. Termasuk juga tempat pelayanan kesehatan

seperti RS, poliklinik, puskesmas, rs, posyandu, polindes, bides,

dokter, perawat dsb.

3. Faktor penguat (reinforcing factors), mencakup:

Sikap dan perilaku: toma, toga, petugas kes. Kebijakan/peraturan/UU,

LSM.

Informasi tersebut dapat diperoleh melalui kegiatan :

1. Observasi

2. Wawancara

3. Angket/quesioner

4. Dokumentasi

Jenis informasi yang diperlukan dalam pengkajian antara lain:

1. Pentingnya masalah bagi individu, kelompok dan masyarakat yang

dibantu

2. Masalah lain yang kita lihat

3. Masalah yang dilihat oleh petugas lain

4. Jumlah orang yang mempunyai masalah ini

19
5. Kebiasaan yang dapat menimbulkan masalah

6. Alasan yang ada bagi munculnya masalah tersebut

7. Penyebab lain dari masalah tersebut.

Tujuan pengkajian

1. Untuk mengetahui besar, parah dan bahayanya masalah yang

dirasakan.

2. Menentukan langkah tepat untuk mengatasi masalah.

Memahami masalah

1. Mengapa muncul masalah

2. Siapa yang akan memecahkan masalah dan siapa yang perlu

dilibatkan

3. Jenis bantuan yang akan diberikan

Prioritas masalah

Disusun berdasarkan hirarki kebutuhan maslow:

Aktualisasi diri

Harga diri

Kasih sayang

Aman / nyaman

Biologis / Fisiologi

Agar edukasi dapat dipahami dengan baik dilakukan dahulu

assesment/penilaian terhadap pasien dan keluarga meliputi :

20
1. Kepercayaan dan nilai-nilai agama yang dianut pasien dan

keluarganya

2. Kecakapan baca tulis, tingkat pendidikan dan bahasa mereka

3. Hambatan emosional dan motivasi

4. Keterbatasan fisik dan kognitif

5. Kemauan pasien untuk menerima informasi

Sehingga pemberi edukasi mengetahui apakah pasien dan keluarga

bersedia dan maupun untuk belajar hasil penilaian didokumentasikan

dalam rekam medis.

4. Tatalaksana Pemberian Informasi Dan Edukasi

 Petugas yang melakukan kegiatan ini harus memiliki pengetahuan

tentang informasi yang akan disampaikan, memiliki rasa empati dan

keterampilan berkomunikasi secara efektif.

 Pemberian informasi dan edukasi dilakukan melalui tatap muka dan

berjalan secara interaktif, dimana kegiatan ini bisa dilakukan pada saat

pasien dirawat, akan pulang atau ketika datang kembali untuk berobat

 Kondisi lingkungan perlu diperhatikan untuk membuat

pasien/keluarga merasa nyaman dan bebas, antara lain:

a. Dilakukan dalam ruang yang dapat menjamin privacy.

b. Ruangan cukup luas bagi pasien dan pendamping pasien untuk

kenyamanan mereka.

c. Penempatan meja, kursi atau barang – barang lain hendaknya

tidak menghambat komunikasi.

d. Suasana tenang, tidak bising dan tidak sering ada interupsi

21
 Pada pasien yang mengalami kendala dalam berkomunikasi, maka

pemberian informasi dan edukasi dapat disampaikan kepada

keluarga/pendamping pasien.

 Membina hubungan yang baik dengan pasien/keluarga agar tercipta

rasa percaya terhadap peran petugas dalam membantu mereka.

 Mendapatkan data yang cukup mengenai masalah medis pasien

( termasuk adanya keterbatasan kemampuan fisik maupun mental dalam

mematuhi rejimen pengobatan ).

 Mendapatkan data yang akurat tentang obat – obat yang digunakan pasien,

termasuk obat non resep.

 Mendapatkan informasi mengenai latar belakang sosial budaya,

pendidikan dan tingkat ekonomi pasien/ keluarga

 Informasi yang dapat diberikan kepada pasien/keluarga adalah yang

berkaitan dengan perawatan pasien :

a. Asesmen pendidikan pasien dan keluarga

b. Pendidikan kesehatan pengobatan ; Penggunaan obat – obatan

yang aman: kemungkinan nama obat, kegunaan obat, aturan

pakai, teknik penggunaan obat – obat tertentu (contoh: obat tetes,

inhaler), cara penyimpanan, berapa lama obat harus digunakan dan kapan

obat harus ditebus lagi, apa yang harus dilakukan terjadinya efek

samping yang akan dialami dan Bagaimana cara mencegah atau

meminimalkannya, meminta pasien/keluarga untuk melaporkan jika ada

keluhan yang dirasakan pasien selama menggunakan.

c. Pendidika kesehatan Manajemen nyeri

22
d. Pendidikan kesehatan diet

e. Pendidikan kesehatan penggunaan peralatan medis

f. Pendidikan kesehatan proses penyakit

g. Pendidikan kesehatan pre operasi (informed consent)

Proses komunikasi saat memberikan edukasi kepada pasien & keluarganya

berkaitan dengan kondisi kesehatannya

Tahap asesmen pasien: Sebelum melakukan edukasi, petugas menilai dulu

kebutuhan edukasi pasien & keluarga berdasarkan: (data ini didapatkan

dari RM):

1. Keyakinan dan nilai-nilai pasien dan keluarga.

2. Kemampuan membaca, tingkat pendidikan dan bahasa yang

digunakan.

3. Hambatan emosional dan motivasi. (emosional: Depresi, senang dan

marah)

4. Keterbatasan fisik dan kognitif.

5. Ketersediaan pasien untuk menerima informasi.

Tahap cara penyampaian informasi dan edukasi yang efektif.Setelah

melalui tahap asesmen pasien, di temukan :

1. Pasien dalam kondisi baik semua dan emosionalnya senang, maka

proses komunikasinya mudah disampaikan.

2. Jika pada tahap asesmen pasien ditemukan hambatan fisik (tuna

rungu dan tuna wicara), maka komunikasi yang efektif adalah

memberikan leaflet kepada pasien dan keluarga sekandung

23
(istri,anak, ayah, ibu, atau saudara sekandung) dan menjelaskannya

kepada mereka.

3. Jika pada tahap asesmen pasien ditemukan hambatan emosional

pasien (pasien marah atau depresi), maka komunikasi yang efektif

adalah memberikan materi edukasi dan menyarankan pasien

membaca leaflet. Apabila pasien tidak mengerti materi edukasi,

pasien bisa menghubungi medical information.

5. Verifikasi

Tahap Cara verifikasi bahwa pasien dan keluarga menerima dan

memahami edukasi yang diberikan:

1. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi,

kondisi pasien baik dan senang, maka verifikasi yang dilakukan

adalah: menanyakan kembali edukasi yang telah diberikan.

Pertanyaannya adalah: “ Dari materi edukasi yang telah

disampaikan, kira-kira apa yang bpk/ibu bisa pelajari ?”.

2. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi,

pasiennya mengalami hambatan fisik, maka verifikasinya adalah

dengan pihak keluarganya dengan pertanyaan yang sama: “Dari

materi edukasi yang telah disampaikan, kira-kira apa yang bpk/ibu

bisa pelajari ?”.

3. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi,

ada hambatan emosional (marah atau depresi), maka verifikasinya

adalah dengan tanyakan kembali sejauh mana pasiennya mengerti

24
tentang materi edukasi yang diberikan dan pahami. Proses

pertanyaan ini bisa via telepon atau datang langsung ke kamar pasien

setelah pasien tenang.

Dengan diberikannya informasi dan edukasi pasien, diharapkan

komunikasi yang disampaikan dapat dimengerti dan diterapkan oleh

pasien. Dengan pasien mengikuti semua arahan dari rumah sakit,

diharapkan mempercepat proses penyembuhan pasien.

D. Konsep Kepuasan

1. Pengertian kepuasan

Menurut Khairani (2007) kepuasan adalah tingkat kepuasan seseorang

setelah membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakan dibandingkan

dengan harapannya. Jadi kepuasan atau ketidakpuasan adalah kesimpulan

dari interaksi antara harapan dan pengalaman sesudah memakai jasa atau

pelayanan yang diberikan.

2. Pengertian kepuasan pelanggan

Suswardji (2012) kepuasan pelanggan yaitu menyangkut komponen

harapan dan kinerja/hasil yang dirasakan. pada umumnya harapan

pelanggan merupakan perkiraan atau keyakinan pelanggan tentang apa

yang akan diterimanya apabila ia membeli atau mengkonsumsi produk

yang ia beli.

Menurut Engel, 2008 dalam Suwardji, (2012), mengemukakan bahwa

kepuasan pelanggan merupakan evaluasi purnabeli, alternatif yang dipilih

sekurang-kurangnya sama atau melampaui harapan pelanggan.

25
Oliver, 2007 dalam Retnowati, 2008) menyatakan bahwa kepuasan

merupakan respon pelanggan terhadap dipenuhinya kebutuhan dan

harapan. Berikut di bawah ini adalah konsep kepuasan pelanggan.

Gambar 2.2 Konsep Kepuasan Pelanggan

Tujuan peperusahaan Kebutuhan dan keinginan pelanggan

Produk Harapan pelanggan terhadap produk

Nilai produk
bagi pelanggan

Tingkat kepuasan pelanggan

Sumber: Tjiptono (2005, dalam Retnowati, 2018)

Tingkat kepuasan masyarakat pengguna jasa pelayanan kesehatan diukur

dengan menggunakan 14 unsur pelayanan dalam Kepmenpan No.25/2004

Tentang IKM yang dijabarkan ke dalam sub-sub indikator, sebagai

berikut:

a. Prosedur pelayanan

1) Tingkat kemudahan alur pelayanan yang diberikan

2) Tingkat kesederhanaan alur pelayanan yang diberikan

26
b. Persyaratan pelayanan

1) Kemudahan persyaratan teknis dan administratif yang harus

dipenuhi

2) Kesederhanaan persyaratan teknis dan administratif yang

harus dipenuhi

c. Kejelasan petugas pelayanan

1) Kejelasan petugas yang memberikan pelayanan

2) Kepastian petugas yang memberikan pelayanan

d. Kedisiplinan petugas

1) Tingkat kehadiran petugas yang memberikan pelayanan

2) Tingkat keberadaan petugas pada saat jam pelayanan

3) Intensitas penundaan pekerjaan yang dilakukan oleh petugas

e. Tanggung jawab petugas

1) Tanggung jawab petugas dalam memberikan pelayanan

f. Kemampuan petugas pelayanan

1) Tingkat keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki

2) Kejelasan informasi yang disampaikan

g. Kecepatan pelayanan

1) Tingkat kecepatan petugas dalam memberikan pelayanan

h. Keadilan mendapatkan pelayanan

1) Tingkat keadilan petugas dalam memberikan pelayanan

2) Pemberian pelayanan terhadap semua pasien tanpa pilih-pilih

27
i. Kesopanan dan keramahan petugas

1) Tingkat kesopanan petugas dalam memberikan pelayanan

2) Tingkat keramahan petugas dalam memberikan pelayanan

j. Kewajaran biaya pelayanan

1) Tingkat kewajaran biaya yang dikeluarkan

k. Kepastian biaya pelayanan

1) Kesesuaian antara biaya yang dibayarkan dengan biaya yang

ditetapkan

2) Adanya rincian biaya yang jelas dan pasti

l. Kepastian jadwal pelayanan

1) Tingkat kesesuaian jam pelayanan dengan jadwal

m. Kenyamanan lingkungan

1) Tingkat kerapian pengaturan sarana dan prasarana

2) Tingkat kebersihan ruangan

3) Kenyamanan ruang tunggu

n. Keamanan pelayanan

1) Tingkat kelengkapan sarana prasarana kesehatan

2) Kebersihan peralatan medis

3. Indeks Kepuasan Masyarakat

Indeks kepuasan masyarakat adalah data dan informasi tentang tingkat

kepuasan masyarakat yang diperoleh dari hasil pengukuran secara

kuantitatif dan kualitaif atas pendapat masyarakat dalam memperoleh

pelayanan oleh aparatur penyelenggara pelayanan publik dengan

membandingkan antara harapan dan kebutuhannya. Program peningkatan

28
mutu dilakukan dengan memantau masyarakat, dengan cara

wawancara/kuesioner dengan staf dan pelanggan. Kepuasan masyarakat

merupakan indikator suatu pelayanan kesehatan, sehingga pelayanan

kesehatan harus diselenggarakan dengan orientasi pada pemenuhan

harapan dan kebutuhan masyarakat. Tujuan penilaian indeks kepuasan

masyarakat adalah untuk mengetahui tingkat kinerja pelayanan secara

berkala sebagai bahan untuk menentukan kebijakan dalam rangka

peningkatan pelayanan selanjutnya (KEPMENPAN Nomor

KEP/25/M.PAN/2/2004).

Berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor

KEP/25/M.PAN/2/2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks

Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah, maka nilai

rata-rata indeks kepuasan masyarakat adalah:

1. Kurang : bila mempunyai skor 1-59

2. Cukup : bila mempunyai skor 60-79

3. Baik : bila mempunyai skor 80-100

E. Konsep Pelayanan

1. Pengertian Pelayanan

Produk yang dihasilkan oleh suatu organisasi dapat menghasilkan barang

atau jasa. Jasa diartikan juga sebagai pelayanan karena jasa itu

menghasilkan pelayanan (Cecep Triwibowo (2013). Pelayanan adalah

suatu perbuatan dimana seseorang atau suatu kelompok menawarkan pada

kelompok/orang lain sesuatu yang pada dasarnya tidak berwujud dan

29
produksinya berkaitan atau tidak berkaitan dengan fisik produk (Cecep

Triwibowo (2013).

Definisi lain dijelaskan bahwa pelayanan merupakan aktifitas manfaat atau

kepuasan yang ditawarkan untuk dijual, sehingga dapat dikatakan bahwa

pelayanan itu merupakan suatu aktivitas yang ditawarkan dan

menghasilkan sesuatu yang tidak berwujud namun dapat dinikmati atau

dirasakan (Tjiptono dkk, 2005 dalam Cecep Triwibowo (2013).

2. Karakteristik Pelayanan

Menurut Kottler, 2004 dalam Tjiptono dkk (2015), menjelaskan

karakteristik dari pelayanan sebagai berikut :

a. Intangibility (tidak berwujud), yaitu suatu pelayanan mempunyai sifat

tidak berwujud, tidak dapat dirasakan atau dinikmati, tidak dapat

dilihat, didengar, dan dicium sebelum dibeli oleh konsumen,

misalnya : pasien dalam suatu rumah sakit akan merasakan bagaimana

pelayanan keperawatan yang diterimanya setelah menjadi pasien

rumah sakit tersebut.

b. Inseparibility (tidak dapat dipisahkan), yaitu pelayanan yang

dihasilkan dan dirasakan pada waktu bersamaan dan apabila

dikehendaki oleh seseorang untuk diserahkan pada pihak lainya, akan

tetapi merupakan bagian dari pelayan tersebut, dengan kata lain,

pelayanan dapat diproduksi dan dikonsumsi/dirasakan secara

bersamaan, misalnya : pelayanan keperawatan yang diberikan pada

pasien dapat langsung dirasakan kualitas pelayanannya.

30
c. Variability (bervariasi), yaitu pelayanan bersifat sangat bervariasi

karena merupakan non-standardized dan senantiasa mengalami

perubahan tergantung dari pemberi pelayanan, penerima pelayanan

dan kondisi dimana serta kapan pelayanan tersebut diberikan,

misalnya : pelayanan yang diberikan kepada pasien hemodialisa di

rumah sakit swasta mungkin akan berbada dari rumah sakit

pemerintah.

d. Perishability (tidak tahan lama), dimana pelayanan itu merupakan

komoditas yang tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan, misalnya :

jam tertentu tanpa ada pasien di ruang perawatan, maka pelayanan

yang biasanya terjadi akan hilang begitu saja karena tidak dapat

disimpan untuk dipergunakan lain waktu.

Selain itu, Kottler (2003) dalam Supranto (2016) juga menjelaskan

karakteristik dari pelayanan dengan membuat batasan-batasan untuk jenis-

jenis pelayanan sebagai berikut :

a. Pelayanan itu diberikan dengan berdasarkan basis peralatan

(equipment based) atau basis orang (people based) dimana

pelayanan bebasis orang berbeda dari segi penyediaanya, yaitu

pekerja tidak terlatih, terlatih atau profesional.

b. Beberapa jenis pelayanan memerlukan kehadiran dari klien

(client's precense).

c. Pelayanan juga dibedakan dalam memenuhi kebutuhan perorangan

(personal need) atau kebutuhan bisnis (businees need).

31
d. Pelayanan yang dibedakan atas tujuanya, yaitu laba atau nirlaba

(profit or non profit) dan kepemilikanya, yaitu swasta atau publik

(private or public).

3. Mutu Pelayanan

Mutu pelayanan di rumah sakit sangat dipengaruhi oleh kualitas

sarana fisik, jenis tenaga yang tersedia, obat dan alat kesehatan, serta

proses pemberian pelayanan. Oleh karena itu peningkatan mutu faktor-

faktor tersebut termasuk sumber daya manusia dan profesionalisme

diperbolehkan agar pelayanan kesehatan dapat dinikmati oleh lapisan

masyarakat.

Mutu pelayanan kesehatan adalah derajat dipenuhinya kebutuhan

masyarakat atau perorangan terhadap asuhan kesehatan yang sesuai

dengan standar profesi yang baik dengan pemanfaatan sumber daya secara

wajar, efisien, efektif dalam keterbatasan kemampuan pemerintah dan

masyarakat, serta diselenggarakan secara aman dan memuaskan

pelanggan sesuai dengan norma dan etika yang baik (Azwar, 1999 dalam

Cecep Triwibowo (2013). Sedangkan menurut Wyckof dalam Tjiptono,

2001 dalam Cecep Triwibowo (2013) adalah tingkat keunggulan yang

diharapkan dan pengendalian tingkat keunggulan tersebut untuk

memenuhi keinginan dari pelanggan.

Menurut Purnomo, 2011 dalam Cecep Triwibowo (2013) mutu

pelayanan kesehatan adalah kesesuaian pelayanan kesehatan dengan

standar profesi dengan memanfaatkan sumber daya yang ada secara baik,

sehingga semua kebutuhan pelanggan dan tujuan untuk mencapai derajat

32
kesehatan yang optimal dapat tercapai. pelayanan kesehatan merupakan

sebuah sistem yang terdiri dari beberapa komponen yang saling terkait,

saling tergantung dan saling mempengaruhi antara satu dengan yang

lainnya. Mutu pelayanan di rumah sakit adalah produk akhir dari interaksi

yang rumit dari bebagai aspek atau pelayanan.

Menurut Djuhaeni (1999) dalam Cecep Triwibowo (2013) terdapat

beberapa persyaratan untuk melaksanakan manajemen mutu yaitu:

a. Komitmen dari manajemen puncak

Keterlibatan langsung dari manajemen puncak bertujuan untuk

memimpin dan menunjukkan bahwa manajemen mutu sangat penting

bagi organisasi. Selain itu perubahan kearah manajemen mutu

merupakan suatu pengalaman belajar sehingga keterlibatan langsung

dalam pelaksanaan sehari-hari manajemen puncak dapat mengambil

keputusan rasional yang berkaitan dengan perubahan yang dilakukan.

b. Komitmen atas sumberdaya yang dibutuhkan

Walaupun implementasi manajemen mutu tidak harus mahal, tetapi

segala sesuatunya membutuhkan biaya yang sebagian besar digunakan

untuk pelatihan.

c. Steering Committe pada level puncak

Steering Committe berfungsi untuk menentukan cara implementasi dan

memantau pelaksanaan manajemen mutu. Steering Committe secara

operasional bekerja sebagai suatu tim yang menetapkan visi dan

sasaran organisasi, membuat upaya, memantau kemajuan dan

memberikan penghargaan atas prestasi tim tersebut.

33
d. Perencanaan dan Publikasi

Perencanaan dan publikasi atas visi, misi, tujuan, sasaran dan

penghargaan prestasi yang merupakan infrastruktur pendukung untuk

penyebarluasan dan perbaikan perkesinambungan.

Menurut Donabedian 1980 dalam Cecep Triwibowo (2013)

mengemukakan bahwa pelayanan kesehatan dapat terdiri dari :

a. Masukan (input)

Masukan yang dimaksud di sini adalah sarana fisik, perlengkapan dan

peralatan, organisasi dan manajemen, keuangan, serta sumber daya

manusia dan sumberdaya lainnya di rumah sakit. Beberapa aspek

penting yang harus mendapat perhatian dalam hal ini adalah kejujuran,

efektifitas dan efisiensi, serta kuantitas dan kualitas dari masukan

yang ada.

Pelayanan kesehaan yang bermutu memerlukan dukungan input yang

bermutu pula. semua sumber daya yang ada perlu diorganisasikan dan

dikelola sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku

dengan maksud pelayanan kesehatan tersebut dapat diterima dengan

baik oleh pasien.

b. Proses yang dilakukan

Proses adalah semua kegiatan atau aktifitas dari seluruh karyawan dan

tenaga profesi dalam interaksinya dengan pelanggan, baik pelanggan

internal (semua petugas dan karyawan, maupun pelanggan eksternal

(pasien, pemasok barang, masyarakat yang datang ke puskesmas

dengan maksud tertentu). Baik atau tidaknya proses yang dilakukan

34
dapat diukur dari relevan atau tidaknya proses yang diterima oleh

pelanggan; efektif atau tidaknya proses yang dilakukan; dan mutu

proses yang dilakukan. Variabel proses merupakan pendekatan

langsung terhadap mutu pelayanan kesehatan. Semakin patuh petugas

(profesi kesehatan) terhadap standar pelayanan maka semakin

bermutu pula pelayanan yang diberikan.

c. Hasil yang dicapai

Hasil (outcome) yang dimaksud di sini adalah tindak lanjut dari

keluaran berupa hasil akhir kegiatan dan tindakan tenaga profesi

kesehatan serta seluruh karyawan terhadap pelanggan (pasien). Hasil

yang diharapkan dapat berupa perubahan yang terjadi pada pelanggan,

baik secara fisik-fisiologis maupun sosial-psikologik, termasuk

kepuasan pelanggan. Hasil merupakan pendekatan secara tidak

langsung namun sangat bermanfaat untuk mengukur mutu pelayanan

di Puskesmas.

Menurut Pohan, 2003 dalam Cecep Triwibowo (2013), penilaian mutu

pelayanan kesehatan dapat ditinjau dari sisi :

a. Pemakaian jasa pelayanan kesehatan (pasien / masyarakat)

Pelayanan kesehatan yang bermutu sebagai suatu pelayanan kesehatan

yang dapat memenuhi kebutuhan yang dirasakan dan diselenggarakan

dengan cara yang sopan dan santun, tepat waktu, tanggap, dan mampu

menyembuhkan keluhanya serta mencegah berkembangnya atau

meluasnya suatu penyakit, pasien/masyarakat sering menganggap

dimensi aktifitas, akses baik itu akses geografis / jarak, akses bahasa

35
dan akses organisasi, hubungan interpersonal, kesinambungan dan

kenya-manan pemberian obat sesuai penyakit yang diderita sebagai

dimensi mutu yang sangat penting.

b. Penyelenggara pelayanan kesehatan

Mutu pelayanan lebih terkait pada dimensi kesesuaian pelayanan

dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi muktahir dan

atau otonomi profesi dalam menyelenggarakan pelayanan sesuai

dengan kebutuhan pasien dan bagaimana luaran dari hasil pelayanan

kesehatan tersebut, sebab penyelenggara pelayanan kesehatan

perhatianya lebih terfokus terhadap dimensi kompetensi teknis,

efektifitas dan keamanan. Yang akan menjadi pertanyaan pasien antara

lain : Berapa pasien yang akan diperiksa dalam waktu tertentu?

Tersediakah pemeriksaan laboratorium yang akurat, efisien dan dapat

dipercaya? Apakah lingkungan kerja memadai dan bersih, privasi

pasien terjamin? Apakah tersedia obat yang diperlukan?

c. Bagi penyandang dana atau asuransi kesehatan

Menganggap bahwa pelayanan kesehatan yang bermutu sebagai

sesuatu pelayanan kesehatan yang efektif efisien, dan pasien

diharapkan dapat sembuh dalam waktu sesingkat mungkin, dan

penekanan terhadap angka rujukan hingga biaya pelayanan kesehatan

akan dapat menjadi efisien.

d. Bagi pemilik sarana kesehatan

Mempunyai persepsi bahwa pelayanan kesehatan yang bermutu

sebagai pelayanan kesehatan yang menghasilkan pendapat yang

36
mampu menutupi biaya operasional dan pemeliharaan, tetapi dengan

tarif pelayanan yang masih terjangkau oleh pasien / masyarakat, yaitu

pada tingkat dimana belum terdapat keluhan pasien dan masyarakat.

e. Bagi administrator pelayanan kesehatan

Meski tidak secara langsung memberikan pelayan kesehatan, namun

ikut bertanggung jawab dengan cara memusatkan perhatian pada

dimensi mutu tertentu atau dapat membantu administrator pelayanan

kesehatan dalam menyusun prioritas serta mampu menyediakan

kebutuhan dan harapan pasien dan PPK.

Mutu pelayanan kesehatan akan selalu menyangkut dua (2) aspek yaiu

aspek teknis dan aspek kemanusiaan yang timbul sebagai akibat hubungan

yang terjadi antara PPK dan penerima pelayanan kesehatan. Interaksi

tersebut akan mempengaruhi penilaian terhadap mutu pelayan kesehatan

yang diselenggarakan.

Menuru Perasuraman, dkk, 1990 dalam Cecep triwibowo (2013), ada 10

(sepuluh) dimensi dalam penilaian mutu pelayanan yakni :

a. Tangibles (berwujud),

b. Reliability (andal),

c. Responsiveness (daya tanggap),

d. Competence (kemampuan),

e. Courtesy (ramah),

f. Credibility (jujur),

g. Securiy (keamanan, bebas terhadap resiko),

h. Acces (mudah dihubungi),

37
i. Communication (informasi yang adekuat),

j. Undersanding the costumer (penuh pengertian pelanggan).

Dari 10 (sepuluh) dimensi tersebut masih dapat dirangkum lagi menjadi 5

(lima) dimensi Service Quality penilaian mutu terhadap pelayanan

meliputi :

a. Tangibles (berwujud), meliputi fasilitas fisik, peralatan, pegawai

dan sarana komunikasi,

b. Realibility (andal), kemampuan pemberi pelayanan sesuai

janjidengan segera, memuaskan dan akurat,

c. Responsiveness (daya tanggap), keinginan dalam bentuk tanggung

jawab untuk membantu pelanggan dan memberi pelayanan dengan

tanggap,

d. Assurance (jaminan), mencakup pengetahuan, kemampuan,

ketulusan, kesopanan dan dapat dipercaya pelanggan, sehingga

pelanggan merasa yakin, bebas dari bahaya atau keragu-raguan,

e. Empatty (perhatian), kemudahan dalam melakukan hubungan

komunikasi, perhatian dan peduli serta memahami kebutuhan dari

pelanggan.

Parasuraman, dkk. (1990) dalam Cecep Triwibowo (2013),

mengidentifikasi 5 (lima) kesenjangan yang dapat mengakibatkan

kegagalan penyampaian jasa, yaitu:

a. Kesenjangan antara harapan konsumen dan persepsi manajemen;

pihak manajemen tidak selalu memahami benar apa yang menjadi

38
keinginan pelanggan sehingga manajemen tidak dapat mendesain jasa

sesuai keinginan pelanggan,

b. Kesenjangan antara persepsi manajemen terhadap spesifikasi kualitas

jasa. Manajemen mungkin benar dalam memahami keinginan

pelanggan, tetapi tidak dapat meneapkan standar pelaksanakan yang

spesifik karena kurangnya komitmen manajemen terhadap mutu jasa,

kualitas sumber daya, serta kelebihan permintaan,

c. Kesenjangan antara spesifikasi kualitas jasa terhadap pelayanan jasa.

Para pegawai mungkin tidak berlatih baik dan tidak mampu

memenuhi standar, beban kerja yang berlebihan,

d. Kesenjangan antara penyampaian jasa komunikasi eksternal,

e. Kesenjangan antara jasa yang dialami dan jasa yang diharapkan,

terjadi apabila persepsi yang keliru mengenai kualitas data.

Dimensi mutu Service Quality telah menunjukan realibilitas dan validitas

yang memadai, namun (Carman, 1990 dalam Cecep Triwibowo (2013)

dalam penelitianya menyatakan masih perlu penambahan dimensi-dimensi

pelayanan spesifik sehoingga dapat diketahui secara lengkap definisi mutu

dari aspek konsumen. Juran, 1988 dan Maxwell, 1984 dalam Cecep

Triwibowo (2013), mengembangkan aspek-aspek pengukuran mutu dalam

lingkungan pelayanan kesehatan meliputi:

a. Ketetapan waktu tunggu, waktu tindakan, termasuk akses pelayan

seperti akses geografi diukur dengan jarak, lama perjalanan, biaya

perjalanan dan hambatan fisik lain yang dapat menghalangi seseorang

untuk mendapat pelayanan kesehatan; Akses ekonomi berkatitan

39
dengan kemampuan membayar biaya pelayanan kesehatan; Akses

sosial atau budaya berhubungan dengan dapat atau tidak diterimanya

pelayan kesehatan sosial atau nilai budaya; Akses organisasi ialah

sejauh mana pelayanan kesehatan itu diatur agar memberi kemudahan

dan kenyamanan kepada pasien atau konsumen; Akses bahasa artinya

pasien yang dilayaniharus dengan mengunakan bahasa atau dialek

yang dipahami oleh pasien,

b. Informasi, penjelasan terhadap pelanggan dari pertanyaan, mengapa,

bagaimana, kapan, siapa,

c. Kompetensi teknis, termasuk pengetahuan kedokteran, keperwatan,

obat, keterampilan dan pengalaman, teknologi dan keparipurnaan serta

keberhasilan pengobatan,

d. Hubungan antara manusia, termasuk rasa hormat,sopan

santun,perilaku empati,

e. Lingkungan termasuk gedung, taman, keberhasilan, kenyamanan dan

keamanan.

Menurut Parasuraman, dkk (1985) dalam Cecep Triwibowo (2013), ada 2

(dua) faktor utama yang mempengaruhi mutu pelayanan yang diharapkan

(expected service) dan pelayanan yang dirasakan (perceived service). Jika

pelayanan yang dirasakan sesuai dengan yang diharapkan dapat

dipersepsikan pelayanan memuaskan. Apabila pelayanan yang dirasakan

melampaui pelayanan yang diharapkan, maka dapat dipersepsikan

pelayanan ideal, tetapi apabila pelayanan yang dirasakan lebih rendah dari

yang diharapkan maka dapat dipersepsikan mutu pelayanan buruk.

40
Mutu pelayanan kesehatan yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan

pelayanan kesehatan, disatu pihak dapat menimbulkan kepuasan pada

setiap pasien sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk, serta di

pihak lain tatacara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik dan

standar pelayanan yang telah ditetapkan (Azwar, 1996). Diharapkan

pelayanan kesehatan yang diberikan pada peserta dari aspek mutu

pelayanan dokter, akses pelayanan kesehatan, peresepan obat, sistem

rujukan pasien, keadaan lingkungan fisik, lebih baik dari harapan peserta

dengan tetap mengacu pada standar pelayanan.

F. Penelitain terkait

1. Pelaksanaan Asesmen Risiko Jatuh di Rumah Sakit oleh Hirza Ainin Nur,

Edi Dharmana, Agus Santoso

Abstrak Pasien jatuh merupakan insiden jatuhnya pasien di rumah sakit

yang paling mengkhawatirkan dan berdampak pada cedera bahkan

kematian. Insiden pasien jatuh menempati urutan kedua kejadian tidak

diharapkan setelah kesalahan pengobatan. Rumah Sakit sudah melakukan

upaya untuk mengurangi insiden jatuh namun kenyataannya insiden jatuh

masih terjadi. Data yang diperoleh dari Bulan Maret–September 2016

terdapat 6 kasus insiden pasien jatuh dari total 43 insiden keselamatan

pasien. Hasil observsi menunjukkan sebagian besar program pencegahan

jatuh yang belum dilakukan yaitu asesmen risiko jatuh. Asesmen risiko

jatuh merupakan langkah awal untuk mencegah terjadinya jatuh pada

pasien, apabila tidak dilakukan maka insiden jatuh akan terjadi. Penelitian

41
ini bertujuan untuk mengeksplorasi pelaksanaan asesmen risiko jatuh yang

dilakukan oleh perawat di ruang rawat inap rumah sakit. Metode penelitian

yang digunakan yaitu riset kualitatif dengan pendekatan fenomenologi.

Populasi yang digunakan yaitu perawat ruang rawat inap sejumlah 304

perawat. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive

sampling sebanyak 10 informan. Pengumpulan data menggunakan data

primer dan sekunder. Data primer dilakukan secara indepth interview

dengan wawancara semi terstruktur kepada semua informan. Data

sekunder dilakukan dengan telaah dokumen yaitu SPO pencegahan risiko

jatuh, buku panduan asesmen, dan status rekam medis pasien. Analisis

data menggunakan model analisis Miles dan Huberman dengan mereduksi

data, membuat data display, dan menarik kesimpulan. Hasil penelitian

terdapat dua tema yaitu adanya pelatihan internal dan sosialisasi

mempengaruhi pemahaman perawat terhadap pelaksanaan asesmen risiko

jatuh baik asesmen awal risiko jatuh maupun asesmen ulang risiko jatuh

dan pelaksanaan asesmen risiko jatuh dipengaruhi oleh adanya faktor

penghambat dan pendukung, dimana kedua faktor tersebut mempengaruhi

kepatuhan asesmen risiko jatuh yang dilakukan oleh perawat. Penelitian

ini menunjukkan bahwa adanya pemahaman terkait asemen risiko jatuh

tidak menjamin perawat patuh terhadap pelaksanaan asesmen risiko jatuh.

Diharapkan adanya kerjasama antara manajemen rumah sakit, pokja

pencegahan risiko jatuh, serta kepala ruang untuk senantiasa melakukan

supervisi dan monitoring evaluasi terkait pelaksanaan asesmen risiko jatuh

disertai dengan pemberian reward dan punishment yang jelas.

42
2. Hubungan antara kelengkapan dengan ketepatan Waktu pengisian formulir

asesmen awal pasien rawat inap Penyakit malignant neoplasm of cervix

uteri, unspecified Di rsud dr. Moewardi triwulan i tahun 2018 oleh Devi

Pramita Sari, Donniar Riyadi

Abstrak Kelengkapan dan ketepatan waktu pengisian rekam medis

merupakan konsep penjaminan mutu rumah sakit di RSUD Dr. Moewardi.

Asesmen awal sebagai penyedia informasi utama penting untuk segera

dilengkapi di rumah sakit. Berdasarkan survey pendahuluan terhadap

penyakit kanker serviks, prosentase paling tidak lengkap adalah 58,97%

pada review pencatatan, sedangkan prosentase tidak tepat waktu mencapai

30%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelengkapan dengan

ketepatan waktu pengisian formulir asesmen awal pasien rawat inap

penyakit malignant neoplasm of cervix uteri, unspecified di RSUD Dr.

Moewardi Surakarta triwulan I tahun 2018. Penelitian ini analitik

menggunakan metode kuantitaif dengan pendekatan cross sectional study.

Sampel penelitian diambil dengan tekhnik sampel jenuh yaitu seluruh

Formulir Asesmen Awal Pasien Rawat Inap Penyakit Malignant Neoplasm

of Cervix Uteri, Unspecified di RSUD Dr. Moewardi Surakarta Triwulan I

Tahun 2018 sebanyak 195 formulir. Instrumen penelitian menggunakan

pedoman observasi, pedoman wawancara, dan checklist.. Analisis data

kuantitatif menggunakan uji hubungan chi-square. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa sebagian besar formulir ditemukan tidak lengkap

sebanyak 115 (58,97%) dan masih ditemukan ketidaktepatan waktu

43
pengisian 1x24 jam pada formulir sebanyak 61 formulir (31,28%). Hasil

penelitian ini dari 195 formulir berdasarkan hasil uji Chi-Square

signifikansi p anatara variabel kelengkapan dan ketepatan waktu pengisian

formulir asesmen awal diketahui nilai ρ sebesar sebesar 0,003 < α (0,05),

maka Ho ditolak dan dinyatakan ada hubungan antara kelengkapan dengan

ketepatan waktu pengisian formulir asesmen awal pasien rawat inap

penyakit malignant neoplasm of cervix uteri, unspecified di RSUD Dr.

Moewardi Surakarta triwulan I tahun 2018. Kesimpulan yang diperoleh

penelitian ini adalah ada hubungan antara kelengkapan dengan ketepatan

waktu pengisian formulir asesmen awal pasien rawat inap penyakit

malignant neoplasm of cervix uteri, unspecified di RSUD Dr. Moewardi

Triwulan I Tahun 2018.

3. Penerapan komunikasi pasien dan keluarga berdasarkan standar komisi

akreditasi rumah sakit (kars) 2012 di rs tk.ii pelamonia makassar oleh Sitti

Raodhah, Surahmawati, Syahratul Aeni, Dwi Kurnia Lestari Zulmi

Abstrak Lebih dari 70% tuntutan atas ketidakpuasan para pasien

disebabkan karena komuni-kasi yang tidak terjalin dengan baik antara

kedua belah pihak yaitu pemberi pelayanan dan penerima

pelayanan.Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penerapan

komunikasi den-gan pasien dan keluarga berdasarkan Standar Komisi

Akreditasi Rumah Sakit (KARS) 2012 di Rumah Sakit Tk.II Pelamonia

Makassar.Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan

pendekatan deskriptif metode fenomenologis.Hasil penelitian

44
menunjukkan bahwa asessmen pasien dilaksanakan untuk memperoleh

informasi khusus yaitu data diri, keluhan yang dialami dan kebutuhan

pelayanan.Asesmen ulang juga dilakukan untuk melihat respon terhadap

pe-layanan yang telah diberikan.Pasien dan keluarga dapat mengakses

informasi di unit infokes. Edukasi dilaksanakan sesuai kebutuhan pasien

dan keluarga, tersedia media tv sebagai edukasi dan materi edukasi berupa

brosur dan leaflet serta tersedia bentuk verifikasi yaitu berupa cata-tan

edukasi terintegrasi pasien/ keluarga. Tersedia informasi tertulis (formulir)

pemberian hak dan kewajiban pasien serta menyediakan banner dan

pernyataan tertulis mengenai hak dan ke-wajiban pasien di setiap ruang

perawatan. Kesimpulan penelitian ini bahwa penerapan komu-nikasi

dengan pasien dan keluarga di Rumah Sakit Tk.II Pelamonia telah

dilakukan sesuai dengan standar Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS)

2012 tetapi untuk edukasinya masih berjalan kurang optimal.

4. Pelaksanaan Hak Pasien dan Keluarga (HPK) oleh Perawat menurut

Persepsi Pasien di RSUD Deli Serdang Lubuk PakamABSTRAK

Abstrak Pelaksanaan Hak Pasien dan Keluarga (HPK) merupakan suatu

kegiatan memberikan pelayanan yang dibutuhkan dan sesuai dengan

kekuasaan yang dimiliki pasien dan keluarga selama dirawat di Rumah

Sakit. Standar Akreditasi Rumah Sakit memiliki enam standar HPK yang

dilaksanakan oleh tenaga kesehatan khususnya perawat yaitu tanggung

jawab dalam hak pasien dan keluarga, dukungan dan berpartisipasi dalam

proses pelayanan, penjelasan tentang proses dan bertindak dalam

45
pelayanan, identifikasi nilai dan kepercayaan pasien, penjelasan tentang

hak pasien dengan cara dan bahasa yang tepat, dan Informed consent.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan Hak Pasien

dan Keluarga (HPK) yang dilakukan oleh perawat menurut persepsi pasien

di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam. Desain penelitian yang digunakan

adalah deskriftif kuantitatif. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah

107 pasien rawat inap. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini

adalah simple random sampling dengan instrumen penelitian

menggunakan kuesioner. Hasil penelitian pelaksanaan HPK menunjukkan

bahwa hampir seluruh persepsi pasien baik 99,1% dalam pelaksanaan

HPK. Pada pelaksanaan HPK2 terdapat pasien yang memiliki persepsi

perawat tidak memberi dukungan dan berpartisipasi dalam proses

pelayanan. Perawatan akan menjadi lebih baik jika pasien diberi dukungan

dan bila perlu keluarga dilibatkan dalam pengambilan keputusan dan

proses perawatan. Perawat di ruang rawat inap diharapkan dapat

melaksanakan enam standar HPK secara optimal dan meningkatkan

pelaksanaan HPK2 terutama dalam hal memberikan dukungan kepada

pasien.

5. Pelaksanaan Discharge Planning oleh Profesional Pemberi Asuhan (PPA)

di Ruang Rawat Inap oleh Sri Noviyanti, Richa Noprianty, Hafsa (Agustus

2019)

Abstrak Pelaksanaan discharge planning di rumah sakit yang belum

optimal dapat memengaruhi mutu pelayanan dan mengakibatkan pasien

46
kambuh, terutama untuk rumah sakit khusus dengan angka kekambuhan

yang cukup tinggi. Discharge planning dilakukan secara terintegrasi yang

melibatkan professional pemberi asuhan (PPA) seperti dokter, perawat,

ahli gizi, farmasi klinik, dan fisioterapi. Penelitian ini beruuan untuk

mengidentifikasi pelaksanaan discharge planning oleh PPA. Metode: Jenis

penelitian berupa deskriptif observasional dengan pendekatan survei.

Populasi penelitian sebanyak 208 dengan metode pengumpulan data

proportionate stratified random sampling yang dimulai dari pukul 07.00-

17.00 WIB. Jumlah sampel 68 pelaksanaan discharge planning pada pasien

masuk sampai pulang dengan minimal dirawat 2 hari. Instrumen dalam

penelitian ini menggunakan format asesmen discharge planning yang

dimodifikasi dengan format edukasi terintegrasi. Hasil: Hasil penelitian

menunjukan pelaksanaan yang dilakukan oleh dokter sebagian besar

(67,6%) dilaksanakan, perawat hampir seluruh (77,9%) dilaksanakan, ahli

gizi hampir seluruh (94,1%) dilaksanakan, farmasi klinik sebagian besar

(67,6%) dilaksanakan, dan pelaksanaan oleh fisioterapi sebagian besar

(58,8%) dilaksanakan. Adapun bagian not action yang paling banyak yaitu

tentang penggunaan alat untuk kebutuhan perawatan di rumah di item

fisioterapi dengan persentase 100%. Kesimpulan: Pelaksanaan discharge

planning oleh PPA menunjukan sebagian besar (60,3%) dilaksanakan.

Perlu adanya monitoring dan supervisi dari manajer keperawatan agar

pelaksanaan discharge planning dapat dilaksanakan dengan baik dan

meningkatkan pelayanan pada pasien, sehingga dapat memberikan

47
kepuasan pada pasien. Rumah sakit di Indonesia sudah mengembangkan

jenjang karir sesuai dengan kebutuhannya masing-masing

6. Hubungan Implementasi Discharge Planning dengan Kepuasan Pasien

rawat inap di Ruang Anggrek RSD Balung Jember oleh Imam

Khambali*,Supriyadi*,Achmad Sigit Fakultas Ilmu Kesehatan,

Universitas Muhammadiyah Jember

Abstrak Discharge planning merupakan proses terintegrasi yang terdiri

dari fase-fase yang ditujukan untuk memberikan asuhan keperawatan yang

berkesinambungan dimana perawatan yang dibutuhkan dan diberikan

mulai pasien masuk rumah sakit sampai keluar rumah sakit. Kepuasan

pasien terhadap kualitas jasa pelayanan dipengaruhi oleh beberapa faktor

penentu yakni berwujud, handal, mempunyai daya tanggap, serta

terjamin, dan mempunyai perhatian. Penelitian ini menggunakan

penelitian cross sectional dengan pendekatan cross sectional pengambilan

data dalam penelitian ini sampel yang diteliti sebanyak 35 Responden

adalah pasien di ruang rawat inap Anggrek RSD Balung Jember yang

diberikan implementasi discharge dan diberikan kuisoner untuk mencari

nilai kepuasan dari implementasi discharge planning, setelah data

terkumpul dilakukan analisa data secara computerized dengan

menggunakan Spearman Rank, karena data yang diuji meliputi data

Ordinal. Hasil yang diperoleh menunjukan dari 21 responden mengatakan

puas dan 2 responden mengatakan kurang puas dengan implementasi

discharge planning di ruang rawat inap Anggrek RSD Balung

48
Jember.Berdasarkan hasil uji statistik Spearman Rank terdapat hubungan

implementasi discharge planning dengan tingkat kepuasan pasien di Ruang

Rawat Inap Anggrek RSD Balung Jember.Implementasi discharge

planning hendaknya dijalankan dan dilaksanakan sesuai dengan standart

oprasional prosedur, dimana perawatan yang dibutuhkan pasien harus

diberikan mulai pasien masuk sampai pulang mulai dari penjelasan

penyakit, pola diet, tatacara meminum obat serta perubahan aktifitas

selama dirumah sehingga pasien dan keluarga mampu melaksanakan

sendiri selama perawatan dirumah serta implementasi discharge planning

agar diaplikasikan semua ruang rawat inap.

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

A. Kerangka Konsep

Variabel independen dalam penelitian ini adalah Implementasi Asesmen

Kebutuhan Edukasi, sedangkan variabel dependennya adalah kepuasan pasien.

Hubungan variabel independen terhadap variabel dependen dapat

digambarkan dalam konsep penelitian sebagai berikut.

Input Proses Output

49
Variabel Independen Variabel Dependen

Kepuasan
Pasien Rawat
Pasien Ruang Rawat Implementasi
Inap
Inap Melati Asesmen
Kebutuhan Edukasi

Variabel Confounding
Keterangan: - Sosial dan Budaya
- Tingkat Pendidikan
: Diteliti - Usia
- Status Jaminan Pelayanan
: Tidak diteliti

Skema 3.1 Kerangka Konseptual “Hubungan Implementasi Asesmen Kebutuhan

Edukasi Terhadap Kepuasan Pasien di Ruang Rawat Inap Melati RSD Balung

Kabupaten Jember”

A. Hipotesis

H1 : Ada Hubungan Implementasi Asesmen Kebutuhan Edukasi Terhadap

Kepuasan Pasien di Ruang Rawat Inap Melati RSD Balung Kabupaten

Jember.

50
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah korelasional

yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara implementasi asesmen

kebutuhan edukasi dengan kepuasan pasien di Ruang Rawat Inap Melati

RSD Balung Jember (Nursalam, 2013). Penelitian ini menggunakan

pendekatan cross sectional, karena pada penelitian ini antara variabel

51
independen dan dependen dinilai secara simultan pada suatu saat atau

tidak ada tindak lanjut.

B. Populasi, Sampel dan Sampling

1. Populasi

Populasi merupakan seluruh subjek atau objek dengan karakteristik

tertentu yang akan diteliti. Bukan hanya subjek atau objek yang

dipelajari saja tetapi seluruh karakteristik atau sifat yang dimiliki

subjek atau objek tersebut (Hidayat A, 2010). Populasi penelitian ini

seluruh pasien Ruang Rawat Inap Melati RSD Balung selama lima

bulan terakhir mulai bulan Nopember 2019 – Maret 2020 yang

berjumlah 135 orang.

2. Sampel

Adalah bagian dari populasi yang diteliti (Nursalam, 2008). Sampel

penelitian ini adalah 74 orang yang diambil berdasarkan rumus

penentuan besaran sampel yang mewakili populasi dari Slovin sebagai

berikut:

N . z ². p . q
n=
d ² ( N −1 )+ z ². p . q

135. ( 1,96 )2 .0,5 .0,5


¿ 2
( 0,05 )( 64−1 ) + ( 1,96 ) .0,5 .0,5

135.3,84 .0,25
¿
1,75

129,6
¿
1,75

¿ 74,05 atau 74 responden

52
Keterangan:

n = Perkiraan besar sampel


N = Perkiraan Besar Populasi
z = nilai standar normal untuk  : 0,05(1,96)
P = Perkiraan proporsi jika tidak di ketahui di anggap 50%
q = 1- P (100% - P)
d = Tingkat kesalahan yang di pilih ( d : 0,050 )

Sebagai upaya untuk mendapatkan sampel yang sesuai dengan

kebutuhan penelitian, maka peneliti menetapkan kriteria sebagai

berikut:

a. Kriteria inklusi merupakan kriteria dimana subjek penelitian

mewakili sampel penelitian yang memenuhi syarat sebagai

sampel. Pertimbangan ilmiah harus menjadi pedoman dalam

menentukan kriteria inklusi menurut Nursalam ( 2003, dalam

Hidayat A, 2010). Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah:

1) Pasien atau keluarga bersedia menjadi responden serta

menandatangani informed consent.

2) Pasien dengan usia lebih dari 20 tahun

3) Pasien dengan kesadaran compos mentis

4) Pasien dapat berkomunikasi dengan baik

b. Kriteria eksklusi merupakan kriteria dimana subjek penelitian

tidak dapat mewakili sampel karena tidak memenuhi syarat

sebagai sampel penelitian yang sebabnya antara lain adalah

adanya hambatan etis, menolak menjadi responden atau berada

pada suatu keadaan yang memungkinkan untuk tidak dilakukan

penelitian (Hidayat A, 2010). Kriteria eksklusi pada penelitian ini

53
adalah pasien rawat inap Melati yang dirawat lebih dari 2 x 24

jam.

3. Teknik Sampling

Teknik sampling merupakan proses seleksi sampel yang digunakan

dalam penelitian dari populasi yang ada (Hidayat A, 2010). Teknik

sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah Nonprobability

sampling yaitu teknik pengambilan sampel dengan tidak memberikan

peluang yang sama dari setiap anggota populasi, yang bertujuan tidak

untuk generalisasi, yang berasas probabilitas yang tidak sama.

Pendekatan Nonprobability sampling ini digunakan dengan quota

sampling adalah tehnik untuk menentukan sampel dari populasi yang

menpunyai ciri-ciri tertentu sampai jumlah kuota yang diinginkan

terpenuhi.

C. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang diamati

ketika melakukan ketika melakukan pengukuran secara cermat terhadap

suatu objek atau fenomena dengan menggunakan parameter yang jelas

(Hidayat A, 2010). Berikut variabel-variabel dalam penelitian ini adalah:

1. Variabel Independen.

Variabel yang mempengaruhi, disebut juga variabel bebas, variabel

perlakuan (Variabel Independen) (Nursalam, 2013). Variabel

54
independen pada penelitian ini adalah Implementasi Asesmen

Kebutuhan Edukasi di Ruang Rawat Inap Melati RSD Balung Jember.

2. Variabel Dependen.

Variabel yang dipengaruhi, variabel tidak bebas, variabel terikat

(variabel dependen), variabel yang berubah karena variabel bebas

(Nursalam, 2013). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah

Kepuasan Pasien di Ruang Rawat Inap Melati RSD Balung Jember.

55
NO Variabel Definisi oprasional Paramater Alat ukur Hasil Ukur Skala

1 Variabel Merupakan proses Standart Prosedur Oprasional Kuisoner Standar penilaian Ordinal
Independen : perencanaan sistematis yang
Implementasi dipersiapkan bagi pasien untuk 1. Baik jika
Asesmen menilai, menyiapkan, dan nilainya ≥ 80
Kebutuhan melakukan koordinasi dengan kode 1
Edukasi fasilitas kesehatan yang ada 2. Kurang jika
atau yang telah ditentukan nilainya ≤ 80
serta bekerjasama dengan kode 2
penjamin pelayanan sosial
yang ada di Rumah Sakit, saat
dilakukan pelayanan terpadu di
Ruang rawat inap.

2 Variabel Merupakan suatu nilai Konsep kepuasan yang di bentuk dalam daftar pertanyaan. Kuisoner Standar penilaian: Ordinal
Dependen : kepuasan pasien terhadap 1. Puas jika
Kepuasan pelayanan yang didapatkan di 1. Tangibles (berwujud), nilainya 80-100
Pasien di Rumah sakit. 2. Realibility (andal), kode 1
Ruang Rawat 3. Responsiveness (daya tanggap), 2. Cukup jika
Inap Melati 4. Assurance (jaminan), nilainya 60-79
RSD Balung
5. Empatty (perhatian), kode 2
3. Kurang puas
jika nilainya 1-
59 kode 3

Tabel 4.1 Definisi Operasional variabel Hubungan Implementasi Asesmen Kebutuhan Edukasi dengan Kepuasan Pasien di Ruang Rawat Inap Melati
RSD Balung

56
D. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Ruang Rawat Inap Melati RSD Balung

Jember.

E. Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini terbagi atas persiapan, pelaksanaan, dan

penyusunan skripsi. Persiapan dilakukan pada bulan Pebruari hingga April

2020, dilanjutkan dengan penyusunan proposal penelitian pada bulan Mei

2020. Pengambilan data penelitian dilaksanakan bulan Juni 2020.

F. Etika Penelitian

Sebagai langkah awal penelitian, peneliti mengajukan permohonan ijin

kepada Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (BAKESBANGPOL) Kabupaten

Jember dengan menggunakan surat pengantar dari Fakultas Ilmu Kesehatan

UNMUH Jember, kemudian dari BAKESBANGPOL dapat surat melanjutkan

ke Dinas Kesehatan setelah dapat surat dari Dinas Kesehatan melanjutkan

perijinan berikutnya yaitu ke pimpinan RSD Balung Jember. Setelah

mendapatkan ijin kemudian dilanjutkan dengan mengambil data pada

responden yang telah ditentukan dengan mempertimbangkan masalah etik

yang mungkin dijumpai. Masalah etik penelitian ditetapkan peneliti untuk

melindungi responden dan peneliti secara aspek legalitas dan untuk itu

peneliti mencantumkan beberapa hal penting sebagai berikut (Hidayat A ,

2010 : 93-95)

57
1. Informed consent

Merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden penelitian

dengan memberikan lembar persetujuan. Informed Consent tersebut

diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar

persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan Informed Consent adalah

agar subyek mengerti maksud dan tujuan penelitian, mengetahui

dampaknya. Beberapa informasi yang harus ada dalam informed consent

tersebut antara lain : partisipasi pasien, tujuan dilakukannya tindakan, jenis

data yang dibutuhkan, komitmen, prosedur pelaksanaan, potensial masalah

yang akan terjadi, manfaat, kerahasiaan, informasi yang mudah dihubungi,

dan lain-lain.

2. Anonymity

Untuk menjaga kerahasiaan identitas subyek yang akan diteliti responden

peneliti tidak mencantumkan nama, tetapi dengan inisial nama pada

lembar kuesioner.

3. Confidentiality

Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan

kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi ataupun masalah-masalah

lainnya. Semua data yang telah dikumpulkan, data tersebut hanya akan

disajikan atau dilaporkan kepada yang berhubungan dengan penelitian ini

(Nursalam, 2013).

58
G. Alat Pengumpulan Data

Acuan yang digunakan untuk membuat instrumen penelitian adalah dari

Kemenpan RB No. 25/ 2004 tentang IKM.

1. Variabel Independen

Alat pengumpulan data penggalian data variabel independen dengan

menggunakan kuisoner yang berjumlah 10 pernyataan dengan pilihan

jawaban selalu, sering, kadang-kadang dan tidak pernah

2. Variabel Dependen

Alat pengumpulan data penggalian data variabel dependen dengan

menggunakan kuisoner yang berjumlah 10 pernyataan dengan penyataan

4 jawaban kemudian dikalkulasikan dengan pernyataan puas, cukup,

kurang puas. Data diperoleh melalui kuisioner yang disebar pada pasien

yang telah menyetujui menjadi responden.

H. Prosedur Pengumpulan Data

Teknik atau metode pengumpulan data merupakan cara yang dilakukan dalam

pengumpulan data dalam penelitian. Cara pengumpulan data tersebut meliputi

wawancara berstruktur, observasi, angket, pengukuran, atau melihat data

statistik, seperti dokumentasi (Hidayat, 2010).

1. Prosedur pengumpulan data secara administrasi:

Prosedur pengumpulan data secara administrasi maka peneliti melakukan

kegiatan sebagai berikut:

a. Peneliti mengajukan surat penelitian ke BAKESBANGPOL Jember

59
b. Peneliti melanjutkan surat tembusan penelitian ke Dinas Kesehatan

Jember

c. Peneliti kemudian melanjutkan surat ijin penelitian ke RSD Balung

Jember

2. Prosedur pengumpulan data secara teknik :

Setelah responden yang memenuhi kriteria penelitian,maka peneliti

melakukan kegiatan sebagai berikut :

a. Responden diberikan penjelasan tentang maksud dan tujuan dari

penelitian yang akan dilakukan.

b. Setelah responden memahami maksud dan tujuan dari penelitian, serta

setuju untuk dijadikan objek penelitian,responden diminta

menandatangani lembar persetujuan (informed consent) penelitian.

c. Untuk menjaga kerahasiaan identitas responden, subyek peneliti diberi

nama inisial dan diberikan nomer responden

d. Peneliti melakukan pengumpulan data setelah responden diberi

penjelasan secara penuh tentang kegiatan penelitian, untuk mengetahui

kepuasan pasien di Ruang Rawat Inap Melati RSD Balung dengan

kuesioner.

e. Hasil yang telah terkumpul ditabulasi dan dilakukan analisis data.

60
I. Pengolahan dan Analisis Data

1. Pengolahan Data

a. Editing.

Pemeriksaan kuesioner untuk mengetahui kelengkapan pengisian data

oleh responden apakah telah sesuai dengan yang semestinya seperti:

kelengkapan biodata dan jawaban responden. Dan jika ditemukan

kuesioner yang tidak lengkap disini maka meminta langsung kepada

reponden dan membimbingnya untuk melengkapi pengisian data

yang diperlukan,

b. Scoring

Scoring merupakan langkah untuk memberikan skor pada masing-

masing item pernyataan sesuai dengan jawaban responden. Pada

variabel independen jika jawaban selalu di beri skor 4, jika sering di

berikan skor 3, jika kadang-kadang di berikan skor 2 dan jika tidak

pernah di berikan skor 1. Setelah itu kemudian dikalkulasi dan

dikategorikan sebagai berikut:

1) Jika skor yang diperoleh lebih dari 80 maka dikategorikan baik

2) Jika skor yang diperoleh kurang dari 80 maka dikategorikan

kurang

Pada Variabel Dependen jika jawaban a mempunyai skor 1. Jika

jawaban b mempunyai skor 2, jika jawabam c mempunyai skor 3 dan

jika jawaban d mempunyai skor 4. Setelah itu kemudian dikalkulasi

dan dikategorikan sebagai berikut:

61
1) Jika skor yang diperoleh mempunyai nilai 80-100 maka di

kategorikan puas

2) Jika skor yang diperoleh mempunyai nilai 60-79 maka di

kategorikan cukup

3) Jika skor yang diperoleh mempunyai nilai 1-59 maka di

kategorikan kurang puas.

c. Coding.

Memberikan kode terhadap hasil skor yang telah diperoleh pada

semua variabel yang akan diolah sebagai berikut

1) Variabel Independen

a) Jika dikategorikan baik maka diberi kode 1

b) Jika dikategorikan kurang maka diberi kode 2

2) Variabel Dependen

a) Jika dikategorikan puas maka diberi kode 1

b) Jika dikategorikan cukup maka diberi kode 2

c) Jika dikategorikan kurang puas maka diberi kode 3

d. Entry

Memasukkan data penelitian yang diperoleh ke dalam tabel data

dengan menggunakan tabel aplikasi komputer dengan format yang

telah dibuat.

e. Cleaning

Merupakan pengecekan data untuk konsistensi dan treatmen yang

hilang, pengecekan konsistensi meliputi pemeriksaan akan data yang

out of range tidak konsisten secara logika, ada nilai - nilai ekstrim,

62
data dengan nilai-nilai terdefinisi, sedangkan treatmen yang hilang

adalah nilai ari variabel yang tidak diketahui karena jawaban

responden yang membingungkan.

2. Analisis data

Pada tahap ini, data diolah dan dianalisis dengan menggunakan teknik

analisis kuantitatif serta dilakukan pula dengan perhitungan komputer

program SPSS 16.0. Analisis yang dilakukan melalui dua tahap yaitu

alalisis univariat dan analisis bivariat.

a. Analisis Univariat

Univariate adalah suatu prosedur untuk menganalisa data dari satu

variabel yang bertujuan untuk mendeskripsikan suatu hasil penelitian

(Pollit & Hungler, 2012). Setelah dilakukan pengumpulan data maka

dilakukan analisis dan ditampilkan dalam bentuk tabel Distribusi

Frekuensi sebagai berikut:

Variabel Tampilan data


Karakteristik Tabel ditribusi frekuansi
Variabel independen Tabel distribusi frekuensi

Variabel dependen Tabel distribusi frekuensi


Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi

b. Analisis Bivariat

Penelitian ini merupakan penelitian korelatif. Pada analisis bivariat

yang dianalisis adalah Hubungan Implementasi Asesmen Kebutuhan

Edukasi dengan Kepuasan Pasien di Ruang Rawat Inap Melati RSD

Balung Kabupaten Jember. Untuk menganalisis dilakukan dengan uji

63
statistik Spearman Rho. (Desiningrum et al., 2017) pedoman untuk

memberikan intepretasi koefisien kolerasi (r) adalah:

Value Karakteristik
0,00-0,199 Sangat Lemah
0,02-0,399 Lemah
0,40-0,599 Cukup
0,60-0,799 Kuat
0,80-1,000 Sangat Kuat

Uji korelasi dengan Spearman Rho digunakan untuk mencari

hubungan atau untuk menguji signifikansi hipotesis asosiatif dengan

masing-masing variabel yang dihubungkan berskala ordinal. Dalam

penelitian ini digunakan tingkat signifikansi (α) 0,05. Artinya apabila

P(value) < level of significance (α) maka Ha diterima yang bermakna

ada Hubungan Implementasi Asesmen Kebutuhan Edukasi dengan

Kepuasan Pasien di Ruang Rawat Inap Melati RSD Balung

Kabupaten Jember.

64
DAFTAR PUSTAKA

Agus Dwiyanto. 2015. Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan


Publik. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Alimul Hidayat A.A., 2010. Metode Penelitian Kesehatan Paradigma
Kuantitatif, Jakarta : Heath Books
Arief.2017. Pemasaran Jasa Dan Kualitas Pelayanan. Malang : Bayumedia
Publishing.
Depkes RI. 2014. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta
Faiza,Ida Ayu. 2016. Studi Deskriptif Persiapan Dokumen Akreditasi Rumah
Sakit 2015 Tentang Pembakuan Kode di Rumah Sakit Nanggulan Kullon
Progo. Vol,5,No 2. Yogyakarta.
http://journal.unnes.ac.id/index.php/kemas
International Standar Organization. 2018. Revision of ISO 9004:2000. Diperoleh
dari : http://www.iso.org
Kemenkes RI. 2013. Data Dasar Rumah Sakit. Jakarta
Kotler, Philip, 2012. Prinsip-Prinsip Pemasaran. Edisi 12 Jilid 1. Jakarta :
Erlangga
Natalya S,Ricky, Budi. 2014. Hubungan Antara Kepuasan Pasien Terhadap
Kualitas Jasa Pelayanan Rawat Jalan Dengan Minat Untuk
Memanfaatkan Kembali Pelayanan Kesehatan Di Rumah Sakit
Ranotana Weru Kota Manado. Universitas Sam Ratulangi. Manado.
Notoatmodjo, S. 2010. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta: Rineka
Cipta
Notoatmodjo,s. 2015. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta : PT Rineka
Cipta
Nursalam. 2018. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan : Edisi 2. Salemba Medika : Jakarta.
PMK RI Nomor 46 Tahun 2015
Pohan,Imbalo.(2017).Jaminan Mutu Layanan Kesehatan : Dasar-Dasar
Pengertian Dan Penerapan. Jakarta: EGC
Sinambela, Lijan Poltak. 2018. Reformasi Pelayana Publik: (Teori Kebijakan
dan Implementasi). Jakarta: Bumi Aksara.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabet

58
Tjiptono, Fandy & Anastasia Diana. (2018). Total Quality Management,
Yogyakarta : Andi
Tjiptono Fandy. 2016. Manajemen Jasa. Yogyakarta: Andi Offset.
Wanarto, G. 2013. Penilaian Mutu Pelayanan Kesehatan. Jatim. Forum Ilmiah
Kesehatan (Forikes).
Wibowo,Much Ilham Novalisa Aji,dkk. 2015 . Pengaruh Sistem Manajemen Iso
9001 :2008 Terhadap Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit
Kabupaten Sleman. Vol.12. No. 01. Yogyakarta

59
LAMPIRAN

59
PENDAPAT RESPONDEN
(lingkari kode huruf sesuai jawaban masyarakat/ responden)

1. Bagaimana pemahaman Saudara 6. Bagaimana Pendapat Saudara Tentang


tentang penjelaskan petugas Kemampuan Petugas Dalam Memberikan
mengenai Informasi umum Pelayanan penggunaan obat yang aman dan
diantaranya hak dan kewajiban efek samping dan reaksi obat?
pasien dan keluarga ? a. Tidak Mampu
a. Tidak Jelas 1 1
b. Kurang Mampu
b. Kurang jelas 2 2
c. Mampu
c. Jelas 3 3
d. Sangat Mampu
d. Sangat Jelas 4 4

2. Bagaimana pendapat Saudara 7. Bagaimana pendapat Saudara tentang cara


tentang kesesuaian penjelasan menjelaskan pelayanan tetang kebutuhan
petugas tentang General consent/ diet / nutrisi oleh petugas ?
persetujuan dalam pelayanan? a.Tidak Jelas
1 1
a. Tidak Sesuai b. Kurang Jelas
b. Kurang Sesuai 2 c. Jelas 2
c. Sesuai 3 d. Sangat Jelas 3
d. Sangat sesuai 4 4

3. Bagaimana pendapat Saudara 8. Bagaimana pendapat Saudara tentang


kejelasan pelayanan yang Penjelasan pelayanan oleh petugas tentang
disediakan (jam pelayanan)? tehnik pengurangan nyeri atau
a. Tidak Jelas
1 management nyeri ? 1
b. Kurang Jelas
c. Jelas 2 a. Tidak jelas 2
d. Sangat Jelas 3 b. Kurang jelas 3
4 c. Jelas 4
d. Sangat jelas
4. Bagaimana pendapat Saudara 9. Bagaimana pendapat Saudara tentang
tentang Orientasi ruangan serta Penjelasan petugas dalam memberikan
pencegahan resiko jatuh yang penjelasan acara penggunaan peralatan
dilakukan petugas dalam
medis ? 1
memberikan penjelasan tentang
pelayanan ? 1 a. Tidak jelas 2
a.Tidak jelas 2 b. Kurang jelas 3
b. Kurang jelas 3 c. Jelas 4
c. Jelas 4 d. Sangat jelas
d. Sangat jelas
5. Bagaimana pendapat Saudara 10. Bagaimana pendapat Saudara tentang
tentang petugas dalam Sikap petugas dan menjelaskan cara cuci
memberikan dan menjelasakan tangan dan pemasangan gelang?
diagnosa penyakit serta
1 a. Tidak jelas 1
perkembangan dari pasien,?
a. Tidak Jelas 2 b. Kurang jelas 2
b. Kurang jelas 3 c. Jelas 3
c. Jelas 4 d.Sangat jelas 4
d. Sangat jelas

Keterangan:

1. Puas : mempunyai skor 80-100

2. Cukup : mempunyai skor 60-79

3. Kurang : mempunyai skor 1-59

60
Per item nilainya 2,5 x jawaban atau pilihan = 10

Total kuisoner 10 x nilai yang di dapat = 100 point atau < 100
point

61
DAFTAR PERNYATAAN (*)= pilih salah satu

Petunjuk Pengisian :

Isilah jawaban Bapak / Ibu / Sdr / I atas pernyataan yang ada dengan cara memberikan tanda
“  ” pada kolom kosong yang telah tersedia sesuai dengan keadaan yang anda alami.

Keterangan :

4. S : Selalu
3. SR : Sering
2. KK : Kadang-kadang
1. TP : Tidak Pernah
No. Pe rnyataan S SR KK TP
1 Perawat menjelaskan Informasi umum
diantaranya hak dan kewajiban pasien dan
keluarga serta general consent
2 Perawat menjelaskan pelayanan yang
disediakan (jam pelayanan)

3 Perawat memberikan dan menjelaskan


Orientasi ruangan
4 Perawat menjelaskan Pencegahan resiko
jatuh,
5 Dokter menjelaskan kebutuhan edukasi
khusus yakni diagnosa penyakit
perkembangan dari pasien
6 Dokter menjelaskan penggunaan obat yang
aman dan efek samping dan reaksi obat

7 Petugas gizi menelaskan tentang diet / nutrisi

8 Perawat menjelaskan tentang management


nyeri
9 Perawat menjelaskan penggunaan peralatan
medis, tehnik rehabilitasi

59
10 Perawat menjelaskan pencegahan yakni
berupa cuci tangan dan pemasangan gelang

60
61

Anda mungkin juga menyukai