Anda di halaman 1dari 61

HUBUNGAN DUKUNGAN PETUGAS KESEHATAN DENGAN

PERSEPSI TENTANG PERAWATAN BAYI BBLR


PASCA HOSPITALISASI PADA IBU POSTPARTUM
DI RUANG NUSA INDAH RSD BALUNG

PROPOSAL

Oleh

Septinia Eka Pratiwi


NIM 191.101 2051

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
2020
HUBUNGAN DUKUNGAN PETUGAS KESEHATAN DENGAN
PERSEPSI TENTANG PERAWATAN BAYI BBLR
PASCA HOSPITALISASI PADA IBU POSTPARTUM
DI RUANG NUSA INDAH RSD BALUNG

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat


Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan

Oleh

Septinia Eka Pratiwi


NIM 191.101 2051

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
2020
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Periode post partum terdiri dari tiga periode yaitu, immediate post

partum yaitu masa 24 jam pertama setelah persalinan, early post

partum yaitu satu minggu pertama setelah persalinan dan late post

partum yaitu setelah satu minggu pertama persalinan sampai periode post

partum selesai (Riyanti, 2012). Immediatly post partum merupakan masa

kritis bagi ibu maupun bayinya. Ibu sedang menjalani pemulihan fisik

dan hormonal yang disebabkan oleh proses kelahiran serta pengeluaran

plasenta. Menurunnya hormon-hormon plasenta memberi isyarat kepada

tubuh ibu untuk mulai memproduksi ASI dalam jumlah cukup untuk

segera menyusui bayinya. Bayi baru lahir yang lahir sehat secara

normal akan terlihat sadar dan waspada, serta memiliki refleks rooting dan

refleks sucking untuk membantunya mencari puting susu ibu,

mengisapnya dan mulai minum ASI (Linkages, 2014)

Seorang Bayi dikatakan mempunyai berat lahir rendah adalah bayi

yang dilahirkan dengan berat badan < 2500 gram tanpa memandang masa

gestasi (Damanik, 2012). Menurut Khoiriah et al., 2015. BBLR

merupakan salah satu faktor utama dalam peningkatan mortalitas,

morbiditas dan disabilitas neonatus, bayi dan anak di masa depan BBLR

mudah sekali mengalami resiko infeksi karena cadangan imunoglobulin

maternal yang menurun sehingga kemampuan membuat antibodi rusak

atau dapat disebabkan oleh jaringan kulit yang masih tipis, ini juga yang
menyebabkan BBLR mudah sekali mengalami hipotermi. BBLR

mengalami imaturitas organ-organ tubuhnya seperti organ paru-paru

sehingga BBLR mudah mengalami kesulitan bernafas, fungsi

kardiovaskuler yang menurun dan belum matur, fungsi ginjal yang belum

matur, fungsi hati dan pencernaan yang masih lemah. BBLR juga dapat

mengalami gangguan nutrisi karena reflek menelan dan mengisap bayi

yang masih lemah, kapasitas perutnya pun kecil sehingga cadangan

nutrisi terbatas. (Bobak, 2004; Elizabeth, et.al, 2013)

Menurut Laporan Dinas Kesehatan Kabupaten Jember Tahun

2017, beberapa penyebab tertinggi kematian bayi di Kabupaten Jember

diantaranya: Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), asfiksia, kelainan bayi,

sepsis, dan aspirasi. Kasus BBLR menempati posisi tertinggi sebesar 74

kasus. Pada tahun 2015 kasus BBLR mencapai 4,5%; kemudian naik

menjadi 6,3% tahun 2016; dan turun menjadi 4,3% tahun 2017. Hal ini

berarti kasus BBLR masih menjadi kasus yang cukup serius di Kabupaten

Jember. RSD Balung adalah salah satu rumah sakit daerah milik

pemerintah dengan kategori tipe C yang telah terakreditasi di Kabupaten

Jember. Rumah sakit ini merupakan rujukan dari beberapa puskesmas

yang berada di daerah Jember bagian selatan. Beberapa Puskesmas

tersebut menjadi penyumbang AKB tertinggi diantaranya Kencong (4,7%),

Gumukmas (4,5%), dan Puger (5,2%). Adapun AKB di RSD Balung tahun

2019 ditemukan 21 Kasus. Beberapa penyebabnya adalah 11 bayi BBLR,

5 bayi asfiksia, 4 bayi kejang, dan 2 bayi kelainan bawaan. Pravelensi

BBLR pasien di ruang Nusa Indah RSD Balung selama tiga tahun terakhir
juga terus mengalami peningkatan yaitu sebesar 175 pasien (2017), 211

pasien (2018), dan 224 pasien (2019) (Rekam Medik, 2020). Perawatan

pada kasus BBLR biasanya memerlukan perawatan yang sangat istimewa

dimana memerlukan inkubator dan dalam pengawasan ketat di ruang

Neonatal Intensive Care Unit (NICU).

Perawatan Bayi dengan BBLR di rumah sakit mempunyai dampak

yang bermakna pada ibu. Kelahiran bayi berat lahir rendah dan ketakutan

pada kelahiran bayi dengan berat lahir rendah, diperberat oleh perpisahan

diakibatkan perawatan di rumah sakit. Tingkat psikologis ibu dapat

mempengaruhi proses perawatan bayi. Respon negatif menyebabkan ibu

mengalami krisis emosinal sehingga kesulitan dalam memberikan

perawatan dan membentuk ikatan dengan bayinya. Ada keterkaitan

pengalaman dan kondisi psikologis ibu dengan kelangsungan hidup bayi.

Pengalaman ibu merawat bayi berat lahir rendah dapat menggambarkan

kondisi psikologis ibu sehingga perawat mampu merencanakan asuhan

keperawatan untuk meningkatkan interaksi ibu dan bayi dalam upaya

melewati periode kritis.

Bayi yang mempunyai berat lahir rendah disebabkan tubuh yang

kecil sangat sensitif terhadap perubahan suhu, oleh karena itulah bayi perlu

dimasukkan ke dalam inkubator yang telah diatur kestabilan suhunya

(Proverawati, 2010). Bayi berat lahir rendah sering terjadinya hipotermia

karena hanya sedikitnya lemak tubuh dan sistem pengaturan suhu tubuh

pada bayi baru lahir belum matang (Proverawati, 2010). Produksi panas

yang berkurang oleh karena lemak coklat (brown fat) yag belum cukup
atau kurangnya lemak coklat sehingga pengaturan suhu yang belum

berfungsi sebagaimana mestinya (Maryunani, 2013). Proverawati (2010)

mengatakan bayi berat lahir rendah (BBLR) sangat mudah mendapatkan

infeksi, terutama infeksi nosokomial. Perawatan pada bayi preterm

(BBLR) di rumah sakit dengan penggunaan inkubator bertujuan untuk

menghemat energi pada bayi preterm selama masa pertumbuhan dan

perkembangannya (Manuaba et.al., 2017). Kebutuhan dasar bayi preterm

berupa pengaturan suhu, kelembapan udara, kebersihan lingkungan,

kebutuhan perfusi, oksigenisasi jaringan yang baik, kebutuhan nutrisi yang

sesuai dan adekuat serta kebutuhan emosional dan sosial (Suradi, 2018).

Bayi prematur dapat dipulangkan dari Rumah Sakit jika kesehatan bayi

dalam kondisi baik dan tidak ada apnea atau infeksi, bayi minum dengan

baik, berat bayi selalu bertambah ( minimal 15g/kg/hari) selama tiga hari

berturut-turut, ibu mampu merawat bayi, dan dapat follow-up secara

teratur (Dipkes RI, 2008, dalam Magdalena dan Rita, 2018). Hal ini sesuai

rekomendasi dari American Academy of Peiatric (AAP) bahwa bayi

preterm dapat dipulangkan jika Berat baan mencapai 1800-2000 gram,

suhu terjaga dengan baik pada tempat tidur terbuka, pernafasan stabil, dan

tidak menerima obat (Trachtenbarg, 1998, dalam Magdalena dan Rita,

2018).

Dukungan dari petugas kesehatan seputar perawatan pada bayi

dengan lahir rendah, sangatlah diperlukan ibu dalam beradaptasi dalam

masa transisi menjadi orang tua dalam perawatan pada bayi berat lahir

rendah. Orang tua lain mungkin melihat lebih banyak stres dan sumber
daya keluarga yang tidak memadai sehingga dapat membantu

memberikan solusi pemecahan. Interaksi antara petugas kesehatan dengan

ibu post partum serta keluarga sangatlah diperlukan untuk mengurangi

faktor depresi masa nifas, depresi satu orang tua dapat berdampak serius

pada kesehatan psikologis Penatalaksanaan bayi BBLR perlu didukung

dengan pengetahuan yang baik, dari pengetahuan ini akan menunjang

terhadap pemberian penatalaksanaan yang berkualitas dan aman terhadap

bayi BBLR. Dalam hal ini, penatalaksanaan perawatan pada bayi yang

dilakukan oleh seorang ibu meliputi mempertahankan suhu dan

kehangatan bayi BBLR di rumah, memberikan ASI kepada bayi BBLR di

rumah dan mencegah terjadinya infeksi bayi BBLR (Girsang, 2017).

Peran dari seorang petugas kesehatan kepada keluarga bayi

khususnya ibu memiliki peran penting dalam merawat dan mengasuh

bayinya dengan baik. Selama ini didalam pengamatan yang dilakukan oleh

peneliti kurangnya dukungan informasi serta pelatihan singkat pada ibu

dengan bayi berat lahir rendah sangat kurang dari hasil pengamatan 10

petugas perawatan yang dilakukan di Ruang Nusa Indah selama ini para

petugas hanya melaksanakan rutinitas serta pendokumentasian didalam

melakukan perawatan keseharian. Menurut Bang, et al (2015) menyatakan

bahwa perawatan ibu pada bayi BBLR sangat berdampak pada kualitas

dan pertahanan hidup BBLR dan bila ibu tidak melakukan perawatan

dengan baik maka akan berdampak pada angka kejadian infeksi malnutrisi

dan kematian pada bayi BBLR. Surasmi (2013) yang menyatakan bahwa

respon ibu terhadap permasalahan bayi BBLR sangat mempengaruhi


keputusan ibu untuk melakukan perawatan terhadap bayinya dan

berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan BBLR, masih banyak

para ibu yang belum bisa merawat bayinya dengan baik, sehingga banyak

bayi BBLR yang tidak terselamatkan disebabkan karena kurangnya

pengetahuan ibu tentang perawatan bayi BBLR.

Sangat minimnya informasi orang tua tentang tumbuh kembang

bayi preterm dan perawatannya dapat mengakibatkan perasaan khawatir,

takut dan cemas yang berlarut sehingga ibu kurang berpartisipasi dalam

perawatan bayi preterm (Solfiani, Monalisa S, dan Evelyn, 2016). Di

dalam studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti umumnya yang di

alami oleh ibu yang mempunyai masalah pada bayi dengan berat lahir

rendah yakni ibu tidak mengerti permasalahan yang dialami bayinya serta

tidak tahu cara perawatan pada bayi dengan berat lahir rendah. Dukungan

petugas kesehatan kepada keluarga diharapkan akan memperbaiki persepsi

ibu yang salah tentang kondisi bayi prematur, pengambilan keputusan

yang belum tepat, kondisi rumah yang kurang mendukung (seperti kotor,

pencahayaan kurang, dan lembab) membuat ibu tidak siap melakukan

perawatan bayi BBLR di rumah. (Hazel, 2006; Riyanti 2012). Sedangkan

perawatan bayi prematur oleh tenaga kesehatan berdampak pada

kemampuan ibu dalam melakukan perawatan bayi prematur di rumah

(Bang et al., 2005; Riyanti 2012). Berdasarkan pemaparan tersebut maka

diperlukan suatu penelitian tentang adakah Hubungan Dukungan Petugas

Kesehatan dengan Persepsi Tentang Perawatan Bayi BBLR Pasca

Hospitalisasi Pada Ibu Post Partum di Ruang Nusa Indah RSD Balung.
A. Rumusan Masalah

1. Pernyataan Masalah

Kejadian bayi BBLR masih menjadi kasus yang cukup serius di

Kabupaten Jember. BBLR dibedakan dalam dua kategori yakni BBLR

karena prematur dan BBLR karena Intra Uterina Growth Retardation

(IUGR). Penatalaksanaan perawatan pada noenatus dengan preterm atau

BBLR sangat perlu mendapat dukungan dari berbagai pihak, salah satu

caranya yaitu dengan meningkatkan pengetahuan yang benar pada ibu

dan keluarga atau dapat memberikan sentuhan terapeutik dengan konsep

family center care (FCC), sehingga pengetahuan ini dapat membantu ibu

terhadap pengetahuan yang berkualitas dan tidak menimbulkan cidera

pada bayi preterm atau bayi BBLR. Diduga ada Hubungan Dukungan

Petugas Kesehatan dengan Persepsi Tentang Perawatan Bayi BBLR

Pasca Hospitalisasi Pada Ibu Post Partum di Ruang Nusa Indah RSD

Balung.

2. Pertanyaan Masalah

a. Bagaimana Dukungan Petugas Kesehatan Tentang Perawatan Bayi

BBLR Pasca Hospitalisasi di Ruang Nusa Indah RSD Balung?

b. Bagaimana Persepsi Ibu Post Partum Tentang Perawatan Bayi BBLR

Pasca Hospitaliasi di Ruang Nusa Indah RSD Balung?

c. Adakah Hubungan Dukungan Petugas Kesehatan dengan Persepsi

Tentang Perawatan Bayi BBLR Pasca Hospitalisasi Pada Ibu Post

Partum di Ruang Nusa Indah RSD Balung?


B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mengidentifikasi Hubungan Dukungan Petugas Kesehatan

dengan Persepsi Tentang Perawatan Bayi BBLR Pasca Hospitalisasi

Pada Ibu Post Partum di Ruang Nusa Indah RSD Balung..

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi Dukungan Petugas Kesehatan Pada Ibu Post

Partum Tentang Perawatan Bayi BBLR Pasca Hospitalisasi di

Ruang Nusa Indah RSD Balung.

b. Mengidentifikasi Persepsi Ibu Tentang Perawatan Bayi BBLR

Pasca Hospitalisasi di Ruang Nusa Indah RSD Balung.

c. Menganalisis Hubungan Dukungan Petugas Kesehatan dengan

Persepsi Tentang Perawatan Bayi BBLR Pasca Hospitalisasi Pada

Ibu Post Partum di Ruang Nusa Indah RSD Balung.

C. Manfaat Penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Responden

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan tentang

pentingnya peran petugas kesehatan memberikan dukungan bagi ibu

Tentang Perawatan Bayi BBLR Pasca Hospitalisasi Pada Ibu Post

Partum.

2. Peneliti

Penelitian ini diharapkan guna mendapatkan pengalaman dalam

melaksanakan penelitian, sehingga dapat menjadi acuan untuk lebih


meningkatkan Dukungan Petugas Kesehatan dengan Persepsi Tentang

Perawatan Bayi BBLR Pasca Hospitalisasi Pada Ibu Post Partum di

Ruang Nusa Indah RSD Balung.

3. Tenaga Kesehatan

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan wawasan dan

pengetahuan tentang pentingnya Dukungan Petugas Kesehatan dengan

Persepsi Tentang Perawatan Bayi BBLR Pasca Hospitalisasi Pada Ibu

Post Partum, sehingga dapat sebagai acuan dalam memberikan

pelayanan yang profesional.

4. Institusi Pendidikan Kesehatan

Penelitian ini diharapkan sebagai tambahan referensi dalam

memberikan informasi dibidang pendidikan kesehatan tentang

Hubungan dukungan petugas kesehatan dengan persepsi tentang

perawatan pasca hospitalisasi pada ibu postpartum yang melahirkan

bayi BBLR.

5. Institusi Pelayanan Kesehatan

Diharapkan dapat digunakan untuk meningkatkan mutu pelayanan

kesehatan dalam memberikan informasi pentingnya Dukungan

Petugas Kesehatan dengan Persepsi Tentang Perawatan Bayi BBLR

Pasca Hospitalisasi Pada Ibu Post Partum.

6. Peneliti Selanjutnya

Diharapkan peneliti selanjutnya dapat memperbaharui penelitian ini

dan lebih mendalami pada faktor-fator yang lain yang dapat


mepengaruhi Persepsi Ibu Tentang Perawatan Bayi BBLR Pasca

Hospitalisasi Pada Ibu Post Partum.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dukungan Tenaga Kesehatan

1. Pengertian

Dukungan merupakan sumber daya sosial yang dapat membantu individu

dalam menghadapi suatu kejadian menekan (Manuaba, 2009 dalam Indriyani,

2014). Menurut Siegel, dukungan adalah informasi dari orang lain bahwa ia

dicintai dan diperhatikan, memiliki harga diri dan dihargai, serta merupakan

bagian dari jaringan komunikasi dan kewajiban bersama.

Hubungan interpersonal merupakan salah satu ciri khas kualitas kehidupan

manusia karena sudah menjadi kodrat bahwa manusia adalah makhluk

monodualis yang memiliki sifat individual dan sosial. Dalam banyak hal, individu

memerlukan keberadaan orang lain untuk saling memberi perhatian, membantu,

mendukung, dan bekerja sama dalam menghadapi tantangan kehidupan. Bantuan

sekelompok individu terhadap individu atau kelompok lain disebut dengan

dukungan (Indriyani, 2014).Dukungan merupakan sumber daya sosial yang dapat

membantu individu dalam menghadapi suatu kejadian menekan (Manuaba, 2009

dalam Indriyani, 2014).

Menurut Siegel, dukungan adalah informasi dari orang lain bahwa ia

dicintai dan diperhatikan, memiliki harga diri dan dihargai, serta merupakan

bagian dari jaringan komunikasi dan kewajiban bersama. Hubungan interpersonal

merupakan salah satu ciri khas kualitas kehidupan manusia karena sudah menjadi

kodrat bahwa manusia adalah makhluk monodualis yang memiliki sifat individual

dan sosial. Dalam banyak hal, individu memerlukan keberadaan orang lain untuk

saling memberi perhatian, membantu, mendukung, dan bekerja sama dalam

menghadapi tantangan kehidupan. Bantuan sekelompok individu terhadap

individu atau kelompok lain disebut dengan dukungan (Indriyani, 2014).


Tenaga kesehatan berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia

Tentang Kesehatan No 36 tahun 2014 merupakan setiap orang yang mengabdikan

diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan keterampilan melalui

pendidikan di bidang kesehatan untuk jenis tertentu yang memerlukan

kewenangan dalam melakukan upaya kesehatan.

Dukungan Tenaga kesehatan adalah kenyamanan fisik dan psikologis,

perhatian, penghargaan, maupun bantuan dalam bentuk lainnya yang di terima

indiviu dari tenaga kesehatan. Dukungan tenaga kesehatan apat berwuju

dukungan emosional, penghargaan, instrumental, dan informasi(Sardiman, 2017)

2. Bentuk Dukungan Petugas Kesehatan

Taylor (1999), dalam Sandhaningrum 2010, membagi dukungan ke dalam

lima bentuk yaitu sebagai berikut.

a. Dukungan instrumental

Bentuk dukungan ini merupakan penyediaan materi yang dapat memberikan

pertolongan langsung, seperti pinjaman uang, pemberian barang, makan, serta

pelayanan. Bentuk dukungan ini dapat mengurangi stress karena individu dapat

langsung memecahkan masalahnya yang berhubungan dengan materi.

Dukungan instrumental sangat diperlukan terutama dalam mengatasi masalah

dengan lebih mudah.

b. Dukungan informasional

Bentuk dukungan ini melibatkan pemberian informasi, saran, atau umpan balik

tentang situasi dan kondisi individu. Jenis informasi seperti ini dapat menolong

individu mengenali dan mengatasi masalah dengan lebih mudah.

c. Dukungan emosional

Bentuk dukungan seperti ini dapat membuat individu memiliki perasaan

nyaman, yakin, dipedulikan, dan dicintai oleh sumber dukungan sosial sehingga

individu dapat menghadapi masalah dengan lebih baik. Dukungan ini sangat

penting dalam menghadapi keadaan yang dianggap tidak dapat dikontrol.


d. Dukungan pada harga diri

Bentuk dukungan ini berupa penghargaan positif dari individu, pemberian

semangat, persetujuan pada pendapat individu, perbandingan yang positif pada

individu lain. Bentuk dukungan ini membantu individu dalam membangun

harga diri dan kompetensi.

e. Dukungan dari kelompok sosial

Bentuk dukungan ini akan membantu individu merasa anggota dari suatu

kelompok yang memiliki kesamaan minat dan aktivitas sosial dengannya.

Dengan begitu individu akan merasa memiliki teman senasib.

3. Dampak Dukungan

Bagaimana dukungan dapat memberikan kenyamanan fisik dan psikologis

kepada individu dapat dilihat dari bagaimana dukungan sosial mempengaruhi

kejadian dan efek stress. Dukungan juga dapat mengubah hubungan antara respon

individu pada kejadian yang dapat menimbulkan stres dan stres itu sendiri,

mempengaruhi strategi untuk mengatasi stress dan dengan begitu memodifikasi

hubungan antara kejadian yang menimbulkan stress mengganggu kepercayaan

diri, dukungan sosial dapat memodifikasi efek itu (Indriyani, 2014).

Menurut Elly (2008) dalam Indriyani 2014, dukungan ternyata tidak hanya

memberikan efek positif dalam mempengaruhi kejadian dan efek stress. Terdapat

beberapa contoh efek negatif yang timbul dari dukungan, antara lain sebagai

berikut.

a. Dukungan yang tersedia tidak dianggap sebagai sesuatu yang membantu. Ini

dapat terjadi karena dukungan yang diberikan tidak cukup, individu merasa

tidak perlu dibantu atau terlalu khawatir secara emosional sehingga tidak

memerhatikan dukungan yang diberikan.

b. Dukungan yang diberikan tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan individu.

c. Sumber dukungan memberikan contoh buruk pada individu, seperti

menyarankan atau melakukan perilaku tidak sehat.


d. Terlalu menjaga atau tidak mendukung individu dalam melakukan sesuatu yang

tidak diinginkannya. Keadaan ini dapat menganggu program rehabilitasi yang

seharusnya dilakukan oleh individu dan menyebabkan individu menjadi

tergantung pada orang lain.

B. Persepsi

1. Definisi Persepsi

Persepsi adalah intepretasi hal-hal yang kita indra. Persepsi (perception)

melibatkan kognisi tingkat tinggi dalam pengintepretasian terhadap informasi

sensorik. Kejadian-kejadian sensorik tersebut di proses sesuai pengetahuan kita

tentang dunia, sesuai budaya, pengharapan, bahkan disesuaikan dengan orang

yang bersama kita saat itu. Hal-hal tersebut memberikan makna terrhadap

pengalaman sensorik sederhana (Solso, Maclin & Maclin, 2011).

Presepsi merupakan serangkaian proses rumit yang melaluinya kita

memperoleh dan mengintepretasikan informasi indrawi. Intepretasi ini

memungkinkan kita untuk mencerap lingkungan kita secara bermakna.

Organisasi perseptual merupakan proses mengorganisasi komponen- komponen

pemandangan menjadi objek-objek terpisah. Pemisahan ini penting bagi

pengenalan objek tersebut (Ling & Calting, 2012).

2. Klasifikasi Presepsi

Menurut Rakhmat (2014: 37-43) mengklasifikasinya kedalam tiga

komponen yaitu komponen afektif, komponen kognitif dan komponen konatif.

Komponen yang pertama, afektif yang merupakan aspek emosional dari faktor

sosiopsikologis. Komponen kognitif adalah aspek intelektual, yang berkaitan

dengan apa yang diketahui manusia. Komponen konatif adalah aspek volisional,

yang berhubungan dengan kebiasaan dan kemauan bertindak.


a. Komponen afektif

1) Motif sosiogenis, sering juga disebut sekunder sebagai lawan motif primer

(motif biologis). Peranannya dalam membentuk prilaku sosial bahkan

sangat menentukan. Berikut ini klasifikasi sosiogenis menurut Melvin

H.Marx : 1. Kebutuhan organisme seperti motif ingin tahu, motif

kompetensi dan motif kebebasan. 2. motif-motif sosial seperti motif kasih

sayang, motif kekuasaan dan motif kebebasan.

2) Sikap, pertama sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi,

berpikir, dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi atau nilai.

Kedua sikap mempunyai daya pendorong atau motivasi. Ketiga sikap

relatif lebih menetap. Keempat sikap mengandung nilai menyenang-kan

atau tidak menyenangkan. Kelima sikap timbul dari pengalaman.

3) Emosi, emosi menunjukan kegoncangan organisme yang disertai oleh

gejala kesadaran, keperilakuan, dan proses fisiologis.

b. Komponen kognitif

Kepercayaan adalah komponen kognitif. Kepercayaan di sini tidak ada

hubunganya dengan hal-hal yang gaib, tetapi hanyalah keyakinan bahwa

sesuatu itu ’benar’ atau ’salah’ atas dasar bukti, sugesti otoritas, pengalaman

atau intuisi (Rakhmat, 2014). Sementara menurut Agisni (2013) kepercayaan

dibentuk oleh pengetahuan, kebutuhan, dan kepentingan.

c. Komponen konatif

Terdiri dari kebiasaan dan kemauan. Kebiasaan adalah aspek prilaku manusia

yang menetap, berlangsung secara otomatis tidak direncanakan. Sedangkan

kemauan adalah sebagai tindakan yang merupakan usaha seseorang untuk

mencapai tujuan.

Menurut Walgito (2002) dalam Agisni (2013: 25) persepsi adalah proses

mengorganisasikan dan menginterpretasikan stimulus yang diterima individu

sehingga mempunyai arti individu yang bersangkutan dimana stimulus


merupakan salah satu faktor yang berperan dalam persepsi. Berkaitan dengan

hal itu faktor-faktor yang berperan dalam persepsi yaitu:

1. Adanya objek yang dipersepsi. Objek menimbulkan stimulus yang

mengenai alat indera atau reseptor. Stimulus dapat datang dari luar

langsung mengenai indera dan dapat datang dari dalam yang langsung

mengenai syaraf penerima (sensoris) tapi berfungsi sebagai reseptor.

2. Adanya indera atau reseptor, yaitu sebagai alat untuk menerima stimulus.

3. Diperlukan adanya perhatian sebagai langkah awal menuju persepsi.

Menurut Ahmadi dalam skripsi Agisni (2013: 27) ada tiga komponen yang

saling berhubungan, yaitu:

a. Komponen cognitive : berupa pengetahuan, kepercayaan atau pikiran

yang didasarkan pada informasi yang berhubungan dengan obyek.

b. Komponen affective : menunjuk pada dimensi emosional dari sikap,

yaitu emosi yang berhubungan dengan obyek. Obyek di sini dirasakan

sebagai menyenangkan atau tidak menyenangkan.

c. Komponen behavior atau conative : yang melibatkan salah satu predis-

posisi untuk bertindak terhadap obyek.

Terbentuknya persepsi seseorang terhadap sesuatu objek pada lingkungannya

didasarkan pada stimulus atau situasi yang sedang dihadapinya. Terkait pada

kondisi masyarakat persepsi adalah proses penilaian seseorang atau sekelompok

orang terhadap suatu objek, peristiwa dengan melibatkan pengalaman-

pengalaman yang berkaitan dengan objek tersebut melalui proses kognisi, afeksi,

dan konasi untuk membentuk objek tersebut (Mahmud, 2013: 79).

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Persepsi

Dalam memberikan tanggapan atau persepsi terhadap suatu objek, masing-

masing individu atau perorangan tentunya akan berlainan. Hal ini dikarnakan

pandangan seseorang dipengaruhi oleh wawasan, pengalaman serta

pengetahuannya terhadap suatu objek yang dihadapkan. Menurut Slamento dalam


Handayani (2013: 23) Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang

adalah:

a. Relation, yaitu hubungan antara orang yang mempersepsikan dengan

objek yang dipersepsikan. Seseorang biasanya tidak menagkap seluruh

rangsangan yang ada disekitarnya sekaligus, tetapi akan memfokuskan

perhatiannya terhadap satu atau dua objek yang sama.

b. Set, yaitu harapan seseorang akan rangsangan yang timbul.

c. Kebutuhan, kebutuhan sesaat akan kebutuhan yang tettap pada diri

seseorang akan mempengaruhi persepsi orang tersebut.

d. Sistem nilai, sistem nilai yang berlaku dalam masyarakat berpengaruh pula

pada persepsi seseorang.

Robbin (2003) menyatakan terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi

pembentukan persepsi. Faktor-faktor tersebut adalah :

1) Keadaan pribadi orang yang mempersepsi

Merupakan faktor yang terdapat dalam individu yang

mempersepsikan. Misalnya kebutuhan, suasana hati, pendidikan,

pengalaman masa lalu, sosial ekonomi, jenis kelamin, umur.

2) Karakteristik target yang dipersepsi

Target tidak dilihat sebagai suatu yang terpisah, maka hubungan antar

target dan latar belakang serta kedekatan/kemiripan dan hal-hal yang

dipersepsi dapat mempengaruhi persepsi seseorang.

3) Konteks situasi terjadinya persepsi

Waktu dipersepsinya suatu kejadian dapat mempengaruhi persepsi,

demikian pula dengan lokasi, cahaya, panas, atau faktor situasional

lainnya.
4. Macam-Macam Persepsi

a. Persepsi konstruktif

Teori persepsi konnstruktif disusun berdasarkan anggapan bahwa

selama persepsi, kita membentuk dan menguji hipotesis-hipotesis yang

berhubungan dengan persepsi berdasarkan apa yang kita indera dan apa yang

kita ketahui. Dengan demikian persepsi adalah sebuah efek kombinasi dari

informasi yang diterima sistem sensorik dan pengetaahuan yang kita pelajari

tentang dunia, yang kita dapatkan dari pengalaman. Para konstruktivis

berpendapat bahwa perubahan– perubahan pola pada stimulus asli tersebut

tetap akan bisa dikenali karena adanya interfensi bawah sadar

(unconsciousnes interference), yakni sebuah proses ketika secara sepontan

mengintegrasikan informasi dari sejumlah sumber, untuk menyusun suatu

interpretasi. Para konstruktivis berpendapat bahwa seseorang melihat

menggunakan mata dan organ-organ sensoris lainnya (yang menyediakan

input sensorik mentah) dan sekaligus menggunakan otak (dengan suplai

pengetahuan yang sedemikian kaya tentang dunia ini) (Solso, Maclin &

Maclin, 2011)

b. Persepsi Langsung

Teori persepsi langsung menyatakan bahwa informasi dalam stimuli

adalah elemen penting dan bahwa pembelajaran dan kognisi tidaklah penting

dalam presepsi karena lingkungan telah mengandung cukup banyak informasi

yang dapat digunakan untuk interpretasi (Solso, Maclin & Maclin, 2011).

Persepsi adalah intepretasi dari hal-hal yang diindra oleh seseorang dari

lingkungan, yang kemudian dicocokan atau dinilai berdasarkan pengalaman

pengetahuan dan kondisi lingkungan atau orang sekitar. Dalam penelitian ini

persepsi yang diukur adalah persepsi manajemen perusahaan. Selengkapnya,

penjelasan mengenai manajemen perusahaan akan dibahas pada sub bahasan

berikutnya.
C. Konsep Perawatan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)

1. Definisi

Berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat badan lahir kurang

dari 2500 gram tanpa memandang usia gestasi. Berat saat lahir adalah berat

bayi yang ditimbang dalam 1 jam setelah lahir (Manuaba et al.,2007; Damanik,

2018). Acuan lain dalam pengukuran BBLR juga terdapat pada Pedoman

Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) gizi. Dalam pedoman tersebut bayi berat

lahir rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat kurang dari 2500 gram

diukur pada saat lahir atau sampai hari ke tujuh setelah lahir (Putra, 2012).

Bayi berat lahir rendah (BBLR) merupakan istilah lain untuk bayi

prematur hingga tahun 1961. Istilah ini mulai diubah dikarenakan tidak

seluruh bayi dengan berat badan lahir rendah lahir secara prematur

(Damanik, 2018). World Health Organization (WHO) mengubah istilah bayi

prematur (premature baby) menjadi berat bayi lahir rendah (low birth weight)

dan sekaligus mengubah kriteria BBLR yang sebelumnya ≤ 2500 gram

menjadi < 2500 gram (Putra, 2012).

2. Klasifikasi Berat Bayi Lahir Rendah

Klasifikasi BBLR dapat dibagi berdasarkan derajatnya dan masa gestasinya.

Berdasarkan derajatnya, BBLR diklasifikasikan menjadi tiga kelompok

diantaranya sebagai berikut :

a. Berat bayi lahir rendah (BBLR) atau low birth weight (LBW) dengan berat

lahir 1500 – 2499 gram.

b. Berat bayi lahir sangat rendah (BBLSR) atau very low birth weight

(VLBW) dengan berat badan lahir 1000 – 1499 gram.

c. Berat bayi lahir ekstrem rendah (BBLER) atau extremely low birth weight

(ELBW) dengan berat badan lahir < 1000 gram (Meadow (2005), dalam

Damanik (2018).
Berdasarkan masa gestasinya, BBLR dapat dibagi menjadi dua

golongan, yaitu :

1. Prematuritas murni/Sesuai Masa Kehamilan (SMK)

Bayi dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu dan berat

badan sesuai dengan berat badan untuk usia kehamilan. Kepala relatif lebih

besar dari badannya, kulit tipis, transparan, lemak subkutan kurang,

tangisnya lemah dan jarang,.

2. Dismaturitas/Kecil Masa Kehamilan (KMK)

Bayi dengan berat badan kurang dari berat badan yang seharusnya

untuk usia kehamilan, hal tersebut menunjukkan bayi mengalami

retardasi pertumbuhan intrauterin (Surasmi et al., 2003; Syafrudin &

Hamidah, 2009; Rukmono, 2013).

c. Perawatan Bayi Berat Lahir Rendah

Menurut (Rukiyah, 2010). Perawatan BBLR yang berkualitas baik bisa

menurunkan kematian neonatal, seperti inkubator dan perlengkapannya pada

neonatal intensive care unit. perawatan Bayi berat lahir rendah (BBLR) juga

memerlukan penanganan yang tepat untuk mengatasi masalah-masalah yang

terjadi. Penanganan BBLR meliputi hal-hal berikut :

a. Mempertahankan suhu dengan ketat. BBLR mudah mengalami

hipotermia. Oleh karena itu, suhu tubuhnya harus dipertahankan dengan ketat

di antaranya dengan metode kanguru, menjaga lingkungan bayi serta

memadikan bayi.

b. Mencegah infeksi dengan ketat. Dalam penanganan BBLR harus

memperhatikan prinsip-prinsip pencegahan infeksi karena sangat rentan.

Salah satu cara pencegahan infeksi, yaitu dengan mencuci tangan sebelum

memegang bayi, peraatan tali pusat, mengganti pakaian dan popok,


c. Pengawasan nutrisi dan ASI. Refleks menelan pada BBLR belum

sempurna. Oleh karena itu, pemberian nutrisi harus dilakukan

dengan hati-hati dengan memperhatikan, manfaat, posisi, dan cara

pemberian ASI, waktu pemberian dan penyimpanan ASI.

d. Penimbangan ketat. Penimbangan berat badan harus dilakukan

secara ketat karena peningkatan berat badan merupakan salah satu

status gizi/nutrisi bayi dan erat kaitannya dengan daya tahan tubuh

(Syafrudin & Hamidah, 2016).

D. Konsep Post Partum

1. Definisi

Post partum adalah masa sesudah persalinan dapat juga disebut masa

nifas (puerperium) yaitu masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk

pulihnya kembali alat kandungan yang lamanya 6 minggu. Post

partum adalah masa 6 minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ

reproduksi sampai kembali ke keadaan normal sebelum hamil (Bobak,

2010).

Partus di anggap spontan atau normal jika wanita berada dalam masa

aterm, tidak terjadi komplikasi, terdapat satu janin presentasi puncak kepala

dan persalinana selesai dalam 24 jam (Bobak, 2010). Partus spontan adalah

proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan dengan

ketentuan ibu atau tanpa anjuran atau obat- obatan (prawiroharjo, 2011).

2. Tahap Masa Nifas


Menurut Saleha ( 2012) Tahapan yang terjadi pada masa nifas

adalah sebagai berikut :

a. Periode Immediate Postpartum

Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam. Pada

masa ini sering terdapat banyak masalah, misalnya pendarahan

karena atonia uteri. Oleh karena itu, bidan dengan teratur harus

melakukan pemeriksaan kontraksi uterus, pengeluaran lokia, tekanan

darah, dan suhu.

b. Periode Early Postpartum (24 jam-1 minggu)

Pada fase ini bidan memastikan involusi uteri dalam keadaan

normal, tidak ada perdarahan, lokia tidak berbau busuk, tidak demam,

ibu cukup mendapatkan makanan dan cairan, serta ibu dapat menyusui

dengan baik.

c. Periode Late Postpartum (1 minggu- 5 minggu)

Pada periode ini bidan tetap melakukan perawatan dan pemeriksaan

sehari- hari serta konseling KB

3. Adaptasi Maternal Fisiologis

Bobak, Lowdermik dan Jensen, (2010) menyatakan bahwa

periode post partum ialah masa enam minggu sejak bayi lahir sampai

organ-organ reproduksi kembali ke keadaan sebelum hamil. Periode ini

kadang-kadang disebut puerperium atau trimester ke empat kehamilan.

Perubahan fisiologis yang terjadi sangat jelas, walaupun dianggap

normal dimana proses-proses pada kehamilan berjalan terbalik.


Berikut adalah perubahan atau adaptasi fisiologi serta psikologi wanita

setelah melahirkan.

a. Sistem Reproduksi

1) Involusio Uteri

Involusio adalah pemulihan uterus pada ukuran dan kondisi

normal setelah kelahiran bayi. (Bobak, Lowdermilk, dan

Jensen,2005). Involusio terjadi karena masing-masing sel

menjadi lebih kecil karena sitoplasma yang berlebihan dibuang.

Involusio disebabkan oleh proses autolysis, dimana zat protein

dinding rahim pecah, diabsorbsi dan kemudian dibuang sebagai

air kencing.

2) Involusio Tempat Plasenta

Pada pemulaan nifas, bekas plasenta mengandung banyak pembuluh

darah besar yang tersumbat oleh trombus. Biasanya luka yang

demikian, sembuh dengan menjadi parut. Hal ini disebabkan karena

dilepaskan dari dasar dengan pertumbuhan endometrium baru di

bawah pemukaan luka. Rasa sakit yang disebut after pains ( meriang

atau mules-mules ) disebabkan kontraksi rahim biasanya berlangsung

3-4 hari pasca persalinan.( Cunningham, F Gary, Dkk, 2011 )

3) Lochea

Yaitu sekret dari kavum uteri dan vagina pada masa nifas. Lochia

dapat dibagi menjadi beberapa jenis:


a) Lochea rubra/cruenta

Berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel

desidua, verniks kaseosa, lanugo, dan mekonium, selama 2

hari pasca persalinan.

b) Lochea sanguinolent

Berwarna merah dan kuning berisi darah dan lendir,yang

keluar pada hari ke – 3 sampai ke-7 pasca persalinan.

c) Lochea serosa

Dimulai dengan versi yang lebih pucat dari lochia rubra. Lochia ini

berbentuk serum dan berwarna merah jambu kemudian menjadi

kuning. Cairan tidak berdarah lagi pada hari ke -7 sampai hari

ke-14 pasca persalinan.

d) Lochea alba

Dimulai dari hari ke-14 kemudian makin lama makin sedikit hingga

sama sekali berhenti sampai 1 atau 2 minggu berikutnya.

Bentuknya seperti cairan putih berbentuk krim serta terdiri atas

leukosit dan sel-sel desidua.

e) Lochea purulenta

Terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau busuk.

f) Locheastatis
Lochea tidak lancar keluarnya.

4) Serviks

Setelah persalinan, bentuk serviks akan menganga seperti corong

berwarna merah kehitaman, konsistensinya lunak, kadang-kadang

terdapat perlukaan kecil. Setelah bayi lahir tangan masih bisa

masuk rongga rahim, setelah 2 jam dapat dilalui oleh 2-3 jari dan

setelah 7 hari hanya dapat dilalui 1 jari

5) Vagina dan perineum

Vagina dan lubang vagina pada permulaan puerpurium

merupakan suatu saluran yang luas berdinding tipis. Secara

berangsur-angsur luasnya berkurang, tetapi jarang sekali kembali

seperti ukuran seorang nulipara. Rugae ( lipatan-lipatan atau kerutan-

kerutan ) timbul kembali pada minggu ketiga. Perlukaan vagina

yang tidak berhubungan dengan luka perineum tidak sering

dijumpai. Mungkin ditemukan setelah persalinan biasa, tetapi

lebih sering terjadi sebagai akibat ekstraksi dengan cunam, terlebih

apabila kepala janin harus diputar. Robekan terdapat pada dinding

lateral dan baru terlihat dengan pemeriksaan spekulum. Pada

perineum terjadi robekan pada hampir semua persalinan pertama dan

tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum

umumnya terjadi di garis tengah dan bisa menjadi luas apabila


kepala janin terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada

biasa, kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan ukuran

yang lebih besar daripada sirkumferensia suboksipito bregmatika.

Bila ada laserasi jalan lahir atau luka bekas episiotomi lakukanlah

penjahitan dan perawatan dengan baik.

b. Sistem Endokrin

Selama proses kehamilan dan persalinan terdapat

perubahan pada sistem endokrin, terutama pada hormon-hormon

yang berperan dalam proses tersebut.

1) Oksitosin

Oksitosin disekresika dari kelenjar otak bagian belakang.

Selama tahap ketiga persalinan, hormon oksitosin berperan dalam

pelepasan plasenta mempertahankan kontraksi, sehingga

mencegah perdarahan. Isapan bayi dapat merangsang produksi

ASI dan sekresi oksitosin. Hal tersebut membantu uterus

kembali ke bentuk normal.

2) Prolaktin

Menurunnya kadar estrogen menimbulka terangsangnya kelenjar

pituitari bagian belakang untuk mengeluarkan prolaktin,

hormon ini berperan dalam pembesaran payudara untuk

merangsang produksi susu. Pada wanita yang menyusui

bayinya, kadar prolaktin tetap tinggi dan pada permulaan ada

rangsangan folikel dalam ovarium yang ditekan. Pada wanita


yang tidak menyusui bayinya, tingkat sirkulasi prolaktin menurun

dalam 14-21 hari setelah persalinan, sehingga merangsang

kelenjar bawah depan otak yang mengontrol ovarium ke arah

permulaan pola produksi estrogen dan progesteron yang normal,

pertumbuhan folikel, ovulasi, dan menstruasi.

c. Sistem kardiovaskuler

Pada dasarnya tekanan darah sedikit berubah atau tidak berubah

sama sekali. Tapi biasanya terjadi penurunan tekanan darah sistolik 20

mmHg. Jika ada perubahan posisi, ini disebut dengan hipotensi

orthostatik yang merupakan kompensasi kardiovaskuler terhadap

penurunan resistensi di daerah panggul.

d. Sistem Urinaria

Selama proses persalinan, kandung kemih mengalami

trauma yang dapat mengakibatkan udema dan menurunnya

sensitifitas terhadap tekanan cairan, perubahan ini menyebabkan,

tekanan yang berlebihan dan kekosongan kandung kemih yang

tidak tuntas, hal ini biasa mengakibatkan terjadinya infeksi.

Biasanya ibu mengalami kesulitan buang air kecil sampai 2 hari

post partum.

e. Sistem Gastrointestinal

Biasanya ibu mengalami obstipasi setelah melahirkan anak.

Hal ini disebabkan karena pada saat melahirkan alat pencernaan

mendapat tekanan yang menyebabkan colon menjadi kosong,


pengeluaran cairan yang berlebihan pada waktu persalinan, kurang

makan, haemoroid, dan laserasi jalan lahir.

f. Sistem Muskuloskeletal

1) Ambulasi pada umumnya mulai 1-8 jam setelah ambulasi

dini untuk mempercepat involusio rahim.

2) Otot abdomen terus-menerus terganggu selama kehamilan yang

mengakibatkan berkurangnya tonus otot, yang tampak pada

masa post partum dinding perut terasa lembek, lemah, dan

kendor. Selama kehamilan otot abdomen terpisah disebut

distensi recti abdominalis, mudah di palpasi melalui dinding

abdomen bila ibu telentang. Latihan yang ringan seperti

senam nifas akan membantu penyembuhan alamiah dan

kembalinya otot pada kondisi normal.

g. Sistem kelenjar mamae

1) Laktasi

Pada hari kedua post partum sejumlah kolostrum, cairan

yang disekresi payudara selama lima hari pertama setelah

kelahiran bayi, dapat diperas dari putting susu.

2) Kolostrum

Dibanding dengan susu matur yang akhirnya disekresi oleh

payudara, kolostrum mengandung lebih banyak protein, yang


sebagian besar adalah globulin, dan lebih banyak mineral

tetapi gula dan lemak lebih sedikit. Meskipun demikian

kolostrum mengandung globul lemak agak besar di dalam yang

disebut korpustel kolostrum, yang oleh beberapa ahli

dianggap merupakan sel-sel epitel yang telah mengalami

degenerasi lemak dan oleh ahli lain dianggap sebagai fagosit

mononuclear yang mengandung cukup banyak lemak. Sekresi

kolostrum bertahan selama sekitar lima hari, dengan perubahan

bertahap menjadi susu matur. Antibodi mudah ditemukan

dalam kolostrum. Kandungan immunoglobulin A mungkin

memberikan perlindungan pada neonatus melawan infeksi

enterik. Faktor-faktor kekebalan hospes lainnya, juga

immunoglobulin - immunoglobulin, terdapat di dalam

kolostrum manusia dan air susu. Faktor ini meliputi komponen

komplemen, makrofag, limfosit, laktoferin, laktoperoksidase,

dan lisozim.

3) Air susu

Komponen utama air susu adalah protein, laktosa, air

dan lemak. Air susu isotonik dengan plasma, dengan

laktosa bertanggung jawab terhadap separuh tekanan osmotik.

Protein utama di dalam air susu ibu disintesis di dalam

retikulum endoplasmik kasar sel sekretorik alveoli. Asam

amino esensial berasal dari darah, dan asam- asam amino


non-esensial sebagian berasal dari darah atau disintesis di

dalam kelenjar mamae. Kebanyakan protein air susu adalah

protein-protein unik yang tidak ditemukan dimanapun. Juga

prolaktin secara aktif disekresi ke dalam air susu. Perubahan

besar yang terjadi 30-40 jam post partum antara lain

peninggian mendadak konsentrasi laktosa. Sintesis laktosa dari

glukosa didalam sel-sel sekretorik alveoli dikatalisis oleh

lactose sintetase. Beberapa laktosa meluap masuk ke sirkulai

ibu dan mungkin disekresi oleh ginjal dan ditemukan di dalam

urin kecuali kalau digunakan glukosa oksidase spesifik dalam

pengujian glikosuria.

Asam-asam lemak disintetis di dalam alveoli dari

glukosa. Butir- butir lemak disekresi dengan proses semacam

apokrin. Semua vitamin kecuali vitamin K ada di dalam susu

manusia tetapi dalam jumlah yang berbeda. Kadar masing-

masing meninggi dengan pemberian makanan tambahan pada

ibu. Karena ibu tidak menyediakan kebutuhan bayi akan

vitamin K, pemberian vitamin K pada bayi segera setelah lahir

ada manfaatnya untuk mencegah penyakit perdarahan pada

neonatus.

Air susu manusia mengandung konsentrasi rendah besi. Tetapi,

besi di dalam air susu manusia absorpsinya lebih baik dari pada

besi di dalam susu sapi. Simpanan besi ibu tampaknya


tidak mempengaruhi jumlah besi di dalam air susu.

Kelenjar mamae, seperti kelenjar tiroid, menghimpun iodium,

yang muncul di dalam air susu. (Cunningham, F Gary, Dkk,

2011).

h. Sistem Integumen

Penurunan melanin setelah persalinan menyebabkan

berkurangnya hiperpigmentasi kulit. Hiperpigmentasi pada aerola

mammae dan linea nigra mungkin menghilang sempurna sesudah

melahirkan.

4. Adaptasi Maternal Psikologis

Menurut Rubin dalam Varney (2014) adaptasi psikologi ibu post

partum dibagi menjadi 3 fase yaitu :

a. Fase Taking In (Fase mengambil) / ketergantungan

Fase ini dapat terjadi pada hari pertama sampai kedua post partum.

Ibu sangat tergantung pada orang lain, adanya tuntutan akan

kebutuhan makan dan tidur, ibu sangat membutuhkan perlindungan

dan kenyamanan.

b. Fase Taking Hold / ketergantungan mandiri

Fase ini terjadi pada hari ketiga sampai hari ke sepuluh post partum,

secara bertahap tenaga ibu mulai meningkat dan merasa nyaman, ibu

sudah mulai mandiri namun masih memerlukan bantuan, ibu sudah


mulai memperlihatkan perawatan diri dan keinginan untuk belajar

merawat bayinya.

c. Fase Letting Go / kemandirian

Fase ini terjadi pada hari ke sepuluh post partum, ibu sudah mampu

merawat diri sendiri, ibu mulai sibuk dengan tanggung jawabnya.

E. Konsep Hospitalisasi

1. Pengertian Hospotalisasi

Menurut Supartini ( 2014), hospitalisasi adalah  pengalaman yang

penuh tekanan, utamanya karena perpisahan dengan lingkungan normal

dimana orang lain berarti, seleksi perilaku koping terbatas,  dan perubahan

status kesehatan.Hospitalisasi adalah kebutuhan klien untuk dirawat karena

adanya perubahan atau gangguan fisik, psikis, sosial dan adaptasi terhadap

lingkungan (Parini, 2010).

Proses hospitalisasi dapat menimbulkan trauma atau dukungan ,

bergantung pada institusi, sikap keluarga dan teman, respon staf, dan jenis

penerimaan masuk rumah sakit (Asmadi, 2014, hal :102).

2. Dampak Hospitalisasi

Dampak Hospitalisasi pada klien dapat menyebabkan kecemasan dan

stres pada semua tingkat usia. Penyebab dari kecemasan dipengaruhi oleh

banyaknya faktor,  baik faktor dari petugas (perawat, dokter, dan tenaga

kesehatan lainnya), lingkungan baru, maupun lingkungan keluarga yang


mendampingi selama perawatan. Keluarga sering merasa cemas dengan

perkembangan keadaan kliennya, pengobatan, dan biaya perawatan.

Meskipun dampak tersebut tidak bersifat langsung terhadap klien, secara

fisiklogis klien akan merasakan perubahan perilaku dari orang tua yang

mendampingi selama perawatan (Irawan, 2012). Klien menjadi semakin

stres dan hal ini berpengaruh pada proses penyembuhan, yaitu menurunnya

respon imun. Hal ini telah dibuktikan oleh Robert Ader (1885) bahwa

pasien yang mengalami kegoncangan jiwa akanmudah terserang penyakit,

karena pada kondisi stress akan terjadi penekanan sistem imun (Subowo,

2012). Pasien klien akan merasa nyaman selama perawatan dengan adanya

dukungan sosial keluarga, lingkungan perawatan yang terapeutik, dan

sikap perawat yang penuh dengan perhatian akan mempercepat proses

penyembuhan.

Dampak hospitalisasi yang dialami klien dan keluarga akan

menimbulkan stress dan rasa tidak aman. Jumlah dan efek stress tergantung

pada persepsi klien dan keluarga terhadap kerusakan penyakit dan

pengobatan. Menurut Asmadi (2014, hal : 36) secara umum hospitalisasi

menimbulkan dampak pada lima aspek  yaitu privasi, gaya hidup, otonomi

diri, peran, dan ekonomi.

a. Privasi

Privasi dapat diartikan sebagai refleksi perasaan nyaman pada diri

seseorang dan bersifat pribadi.Sewaktu dirawat di rumah sakit, pasien

kehilangan sebagian privasinya.


b. Gaya Hidup

Klien yang dirawat di rumah sakit seringkali mengalami perubahan

pada gaya hidupnya. Hal ini disebabkan oleh perubahan situasi antara

rumah sakit dan rumah tempat tinggal klien serta oleh perubahan

kondisi kesehatan klien.Aktifitas hidup yang dijalani sewaktu sehat

tentu berbeda dengan aktifitas yang dijalaninya di rumah sakit.

c. Otonomi Diri

Individu yang sakit dan dirawat di rumah sakit berada dalam posisi

ketergantungan. Artinya ia akan pasrah terhadap  tindakanapapun yang

akan dilakukan oleh petugas kehatan demi mencapai keadaan sehat. Ini

menunjukan, klien yang dirawat di rumah sakit mengalami perubahan

otonomi.

d. Peran

Peran dapat diartikan sebagai seperangkat perilaku yang diharapkan

oleh individu sesuai dengan status sosialnya.Perubahan yang terjadi

akibat hospitalisasi tidak hanya berpengaruh terhadap individu tetapi

juga pada keluarga. Perubahan yang terjadi antara lain :

1) Perubahan peran

Jika salah seorang anggota keluarga sakit, maka akan terjadi

perubahan peran dalam keluarga

2) Masalah keuangan
Keuangan keluarga akan terpengaruh oleh hospitalisasi .keuangan

yang sedianya akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup

keluarga akhirnya digunakan untuk kepentingan perawatan klien.

3) Kesepian

Suasana di rumah akan berubah jika ada salah seorang anggota

keluarga yang dirawat.

4) Perubahan kebiasaan sosial

Sewaktu ada anggota keluarga yang dirawat, keterlibatan anggota

keluarga dalam masyarakat menjadi berubah.

5) Ekonomi

F. Penelitian terkait

Pada refrensi hasil penelitian jurnal yang pertema yang pertama tentang

Hubungan dukungan keluarga dan sikap ibu dengan pelaksanaan perawatan

metode kanguru pada bayi berat lahir rendah di ruang Perinatologi RSUD H.

Abdul manap kota jambi tahun 2016 oleh Septiwiyarsi Universitas Adiwangsa

Jambi

Di dapatkan hasil Prevalensi bayi berat lahir rendah (BBLR) diperkirakan

15% dari seluruh kelahiran didunia dengan batasan 3.3%-38%. Bayi BBLR

berpotensi besar untuk mengalami berbagai masalah kesehatan sebagai akibat

belum lengkap dan matangnya organ dan fungsi tubuh, pada RSUD H. Abdul
Manap dari 230 kelahiran 55 orang bayi lahir dengan BBLR. Sekitar 3 juta

kematian bayi dengan bayi berat lahir rendah (BBLR) dapat dicegah dengan

menggunakan intevensi dengan tepat guna yaitu perawatan metode kanguru.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cros sectional

untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dan sikap ibu dengan

pelaksanaan perawatan metode kanguru pada bayi berat lahir rendah di ruang

perinatologi di rumah sakit umum daerah H. Abdul Manap Kota Jambi Tahun

2016. Sampel dalam penelitian ini diambil secara total sampling dengan

jumlah sampel 55 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan

kuesiner yang telah disebar secara door to door Kemudian data yang berhasil

dikumpulkan dan akan dianalisis menggunakan univariat dan bivariat dengan

uji analisis chi square. Hasil penelitian dari 55 ibu yang memiliki bayi BBLR

sebanyak 39 orang (70,9%) tidak melakukan pelaksanaan perawatan metode

kanguru, sebanyak 33 orang (60%) yang tidak mendapat dukungan keluarga

dan ibu yang bersikap negatif sebanyak 31 orang (56,4%). Diharapkan kepada

petugas kesehatan agar dapat meningkatkan promosi kesehatan tentang

pelaksanaan perawatan metode kanguru khususnya dampak dari tidak

melakukan dan keuntungan pelaksanaan perawatan metode kanguru.

Padan refrensi jurnal penelitian yang ke dua yakni tentang Pengetahuan

ibu tentang penatalaksanaan perawatan Bayi bblr di rumah di RS kota bandung

oleh Rita Magdalena br. Tarigan1, Restuning Widiasih1, Ermiati1 Fakultas

Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran, Bandung, Jawa Barat


Di dapatkan BBLR merupakan salah satu penyebab kematian bayi. Upaya

pemerintah dalam mengurangi angka kematian akibat BBLR diantaranya

melalui penemuan kasus sedini mungkin dan penatalaksanaan perawatan bayi

BBLR. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu

tentang penatalaksanaan perawatan bayi BBLR di rumah. Jenis penelitian

adalah metode deskriptif kuantitatif. Sampel penelitian adalah ibu yang

mengontrol bayinya di RSKIA Kota Bandung berjumlah 45 orang dengan

accidental sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam

mempertahankan suhu dan kehangatan (75,56%) memiliki pengetahuan

kurang, memberikan ASI (42,22%) memiliki pengetahuan cukup dan

mencegahinfeksi (44,45%) memiliki pengetahuan kurang. Hal ini dapat

dijadikan sebagai bahan evaluasi untuk meningkatkan penyuluhan mengenai

penatalaksanaan perawatan bayi BBLR di rumah.

Pada refrensi jurnal yang ke tiga yakni tentang Pengalaman ibu dengan

bayi berat lahir rendah yang dirawat di rumah sakit oleh K. Dewi Budiarti 1,

Sri Yekti Widadi 2, Gina Fitri Herdianti 3

Yakni di dapatkan hasil tentang Pengalaman ibu yang melahirkan bayi

berat lahir rendah berbeda dari pengalaman ibu yang melahirkan bayi pada

umumnya. Ibu harus menghadapi sejumlah tugas psikologis yang dapat

mempengaruhi ikatan antara ibu dengan bayi. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui pengalaman ibu dengan bayi berat lahir rendah. Enam partisipan

diambil dengan menggunakan teknik purposive sampling. Hasil penelitian ini


mengidentifikasi lima tema, yaitu : (1) Persepsi Ibu tentang Bayi Berat Lahir

Rendah, (2) Respon Ibu terhadap Kelahiran Bayi Berat Lahir Rendah, (3)

Penyebab Stres pada Ibu Saat Memiliki Bayi dengan Berat Lahir Rendah, (4)

Harapan Ibu terhadap Petugas Kesehatan tentang Perawatan Bayi Berat Lahir

Rendah di Rumah Sakit, dan (5) Sumber Dukungan yang Diperoleh Ibu.

Kesimpulan dukungan sangat dibutuhkan, baik dukungan dari keluarga

maupun petugas kesehatan.

Pada refrensi jurnal yang ke empat yakni tentang Hubungan pengetahuan

ibu dengan peningkatan berat badan badan balita di desa berlian kecamatan

tilongkabila kabupaten bone bolango oleh Sofyawati d. Talibo Di dapatkan

hasil yaitu Kekurangan gizi pada bayi dan anak menimbulkan gangguan

pertumbuhan dan perkembangan yang apabila tidak diatasi secara dini dapat

berlanjut hingga dewasa. Usia 6 – 59 bulan merupakan masa pertumbuhan dan

perkembangan yang pesat, sehingga kerap diistilahkan sebagai periode emas

sekaligus periode kritis. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi

pengetahuan gizi ibu dan status gizi balita serta mengetahui hubungan kedua

variabel tersebut di Desa Berlian Kecamatan Tilongkabila Kabupaten Bone

Bolango. Jenis penelitian adalah survey analitik dengan rancangan potong

lintang. Subjek penelitian sebanyak 44 orang. Pengujian hipotesis dilakukan

dengan uji Fisher exact pada level signifikansi α=0,05. Berdasarkan hasil

penelitian dapat disimpulkan bahwa 41% ibu balita berpengetahuan kurang

baik tentang gizi dan terdapat 18% balita mengalami gangguan pertumbuhan

berat badan; tidak terdapat hubungan antara kedua variabel tersebut.


Pada refrensi jurnal yang ke lima yakni tentang Pengaruh konseling

terhadap motivasi ibu melakukan perawatan metode kangguru pada bayi berat

badan lahir rendah oleh Setiawati dan Rini

Di dapatkan hasil kesimpulan dari Hasil survei demografi dan kesehatan

Indonesia angka kematian bayi sebesar 34/1000 kelahiran hidup, jauh dari

sasaran mdgs (23/1000 kelahiran hidup). Penyebab utama kematian bayi

adalah asfiksia, bayi prematur, BBLR dan infeksi. Angka kematian bayi di

RSUD Soreang sebesar 14,76%, salah satu upaya menurunkan angka kematian

bayi di-antaranya dengan Perawatan Metode Kangguru (PMK). Penelitian

tahun 2015 ini bertu-juan menge-tahui perbedaan motivasi ibu melakukan

PMK pada BBLR antara sebelum dan sesudah diberikan konseling.

Rancangan penelitian menggunakan one group pretest and posttest design,

dilakukan terhadap 32 sampel ibu dengan bayi BBLR. Uji statistik

menggunakan paired sample t-test. Hasil penelitian pada pretest maupun

posttest sebe-sar 62,5% mempunyai motivasi tinggi. Ada perbedaan rata-rata

nilai motivasi ibu antara sebelum dan sesudah diberikan konseling dengan

thitung = 10,268 ( >dari t tabel = 2,042; nila p = 0,0001). Sosialisasi PMK

kepada ibu yang mempunyai BBLR dan anggota kelu-arga berperan penting

dalam mendukung pelaksanaan PM

Pada refrensi jurnal yang ke enam yakni Pengalaman Ibu dalam

Merawat Bayi dengan Prematur dan Berat Badan Lahir Rendah oleh Deswita

2014
Di dapatkan Merawat bayi menjadi suatu stressor tersendiri terlebih

jika bayi lahir dengan premature dan bayi yang mempunyai berat badan lahir

rendah. Banyak permasalahan yang timbul, jika bayi tidak dirawat

sebagaimana mestinya mengakibatkan kecacatan bahkan kematian. Namun

demikian, ada beberapa ibu yang berhasil merawat bayi premature dan BBLR

di rumah. Ibu yang berhasil merawat bayi premature dan BBLR di rumah

merupakan suatu keadaan yang sangat menarik untuk dipelajari, karena

dengan pengalaman yang baru mendapatkan bayi premature dan BBLR, ibu

telah mampu merawatnya dengan baik. Tujuan penelitian ini adalah di

dapatkannya gambaran pengalaman ibu dalam merawat bayi premature dan

BBLR di rumah. Penelitian ini menggunakan desain penelitian kualitatif

dengan studi fenomenologi. Partisipan penelitian ini adalah ibu yang telah

memiliki bayi prematur dan BBLR dirawat di rumah daerah wilayah kerja

Puskesmas Ambacang. Pengambilan partisipan dilakukan tehnik purposif

sampling, dengan jumlah 5 orang. Tema yang teridentifikasi dari hasil

wawancara adalah sebanyak 5 (lima). Tema tersebut adalah: (1) Karakteristik

bayi premature dan BBLR, (2) Respon ibu terhadap kelahiran premature dan

BBLR (3) Perawatan bayi premature dan BBLR di rumah, (4) Dukungan ibu

dalam merawat bayi premature dan BBLR, (5) Harapan ibu pada pelayanan

kesehatan.
Pada refrensi jurnal yang ke tujuh perilaku perawatan bayi berat lahir

rendah (bblr) di puskesmas klaten tengah: studi fenomenologi oleh Istianna

dkk 2017.

Di dapatkan hasil Millenium Development Goals (MDGs) ke empat

bertujuan untuk mengurangi angka kematian bayi di dunia hingga pada angka

23 per 1000 kelahiran hidup. Kematian pada bayi dan neonatus ini disebabkan

oleh kelahiran preterm dimana sebagian besar bayi preterm merupakan bayi

berat lahir rendah (BBLR). WHO (2014) mencatat 62% kematian bayi

disebabkan lahir prematur. Di Indonesia tercatat kematian neonatus akibat

preterm sebesar 20 per 1000 kelahiran hidup (WHO,2014). Di Kabupaten

Klaten angka kematian bayi tercatat 8,5 per 1000 kelahiran hidup (Dinkes

Kab.Klaten, 2013). Penelitian ini bertujuan mendapatkan gambaran perasaan,

perilaku, dukungan dan hambatan serta harapan ibu selama melakukan

perawatan BBLR di rumah wilayah kerja Puskesmas Klaten Tengah. Desain

penelitian adalah kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Tehnik

pengambilan sampel menggunakan purposivesampling. Metode pengumpulan

data adalah wawancara mendalam (in depth interview) serta menggunakan

catatan lapangan (field note). Analisis Colaizzi yang dilakukan memperoleh

enam temampenelitian yaitu kecemasan ibu pada keadaan bayi, perawatan

khusus BBLR, dukungan saat merawat BBLR, Hambatan perawatan BBLR,

kebahagiaan merawat BBLR dan harapan ibu dengan BBLR.

Direkomendasikan perawat perkesmas melakukan pembinaan dan asuhan


keperawatan keluarga risiko tinggi BBLR untuk memandirikan keluarga

dalam merawat BBLR dan asuhan aggregat ibu hamil berisiko.

Pada refrensi jurnal yang ke delapan peningkatan berat badan bayi

berat badan lahir rendah Melalui pijat bayi dan terapi murrotal oleh Diana

Evasari dkk 2017.

Di dapatkan hasil Bayi Berat Badan Lahir Rendah merupakan

penyebab utama kematian di Dunia. Indonesia merupakan salah satu negara

yang memiliki angka kejadian BBLR tertinggi yaitu sebesar 15,5% dari

kelahiran hidup. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan rata-rata berat

badan bayi sebelum dan sesudah diberikan intervensi pijat bayi dan terapi

murrotal. Desain penelitian menggunakan deskriptif kuantitatif. Sampel

diambil secara pulposive sampling. Sampel pada penelitian ini sebanyak 32

bayi BBLR yang dirawat diruang Perinatologi di rumah sakit. Pengumpulan

data menggunakan lembar observasi, sedangkan analisa data yang digunakan

adalah univariat Hasil penelitian pada kelompok intervensi menunjukan rata-

rata berat badan pada pretest sebesar 1368,44 gram, sedangkan rata-rata berat

badan posttest sebesar 1497,81 gram. Pada kelompok kontrol rata-rata berat

badan pretest sebesar 1393.75 gram, sedangkan rata-rata berat badan posttest

sebesar 1434,69 gram.


Pada refrensi jurnal yang ke sembilan Hubungan Pengetahuan dan

Sikap dengan Pelaksanaan Perawatan Metode Kanguru oleh Linda Amalia1

dan Efphi Herawati 2018.

Di dapatkan hasil Pada dasarnya setiap ibu hamil menghendaki agar

anak yang dilahirkannya mempunyai berat badan lahir cukup sebab bayi

dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) selain memerlukan perawatan

yang lebih rumit dan intensif juga meningkatkan kesakitan dan kematian bayi.

Tujuan Penelitian ini untuk mengetahui Hubungan Pengetahuan dan sikap Ibu

Bayi BBLR dengan Pelaksanaan Perawatan Metode Kanguru di Ruang

Perinatologi RSUD Cianjur Tahun 2014. Perawatan metode kanguru adalah

perawatan bayi baru lahir dengan meletakkan di dada ibu (kontak kulit dengan

bayi) sehingga suhu bayi tetap hangat. Perawatan metode kanguru ini sangat

menguntungkan terutama untuk bayi berat badan lahir rendah. Metode

penelitian ini menggunakan deskriptif korelasi. Populasi dalam penelitian ini

adalah seluruh ibu yang melahirkan bayi BBLR di Rumah Sakit Umum

Daerah Cianjur pada bulan Desember sampai dengan Februari yaitu sebanyak

296 orang. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 75 ibu. Teknik sampling

dalam penelitian ini adalah dengan purposive sampling.Analisa data yang

digunakan univariat dan bivariat dengan menggunakan uji chi-square. Hasil

Penelitian menunjukan bahwa kurang dari setengahnya berpengetahuan baik,

lebih dari setengahnya bersikap mendukung dan lebih dari setengahnya mau

melakukan perawatan metode kanguru. Dari hasil uji Chi Square terdapat

hubungan antara pengetahuan dan sikap ibu dengan pelaksanaan perawatan


metode kanguru. Sehingga Diharapkan pada tenaga kesehatan khususnya

bidan dan perawat perinatologi untuk terus memberikan informasi yang

berguna bagi ibu tentang perawatan pada bayi berat badan lahir rendah seperti

pelaksanaan perawatan metode kanguru.

Pada refrensi jurnal yang ke sepuluh hubungan dukungan keluarga dan

sikap ibu dengan pelaksanaan perawatan metode kanguru pada bayi berat lahir

rendah di ruang perinatologi rsud h. Abdul manap kota jambi tahun oleh

Septiwiyarsi 2016

Di dapatkan hasil Prevalensi bayi berat lahir rendah (BBLR)

diperkirakan 15% dari seluruh kelahiran didunia dengan batasan 3.3%-38%.

Bayi BBLR berpotensi besar untuk mengalami berbagai masalah kesehatan

sebagai akibat belum lengkap dan matangnya organ dan fungsi tubuh, pada

RSUD H. Abdul Manap dari 230 kelahiran 55 orang bayi lahir dengan BBLR.

Sekitar 3 juta kematian bayi dengan bayi berat lahir rendah (BBLR) dapat

dicegah dengan menggunakan intevensi dengan tepat guna yaitu perawatan

metode kanguru. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan

desain cros sectional untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dan

sikap ibu dengan pelaksanaan perawatan metode kanguru pada bayi berat lahir

rendah di ruang perinatologi di rumah sakit umum daerah H. Abdul Manap

Kota Jambi Tahun 2016. Sampel dalam penelitian ini diambil secara total

sampling dengan jumlah sampel 55 orang. Pengumpulan data dilakukan

dengan menggunakan kuesiner yang telah disebar secara door to door


Kemudian data yang berhasil dikumpulkan dan akan dianalisis menggunakan

univariat dan bivariat dengan uji analisis chi square. Hasil penelitian dari 55

ibu yang memiliki bayi BBLR sebanyak 39 orang (70,9%) tidak melakukan

pelaksanaan perawatan metode kanguru, sebanyak 33 orang (60%) yang tidak

mendapat dukungan keluarga dan ibu yang bersikap negatif sebanyak 31 orang

(56,4%). Diharapkan kepada petugas kesehatan agar dapat meningkatkan

promosi kesehatan tentang pelaksanaan perawatan metode kanguru khususnya

dampak dari tidak melakukan dan keuntungan pelaksanaan perawatan metode

kanguru
BAB III
KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep

Input Proses Output

Variabel Independent Variabel Dependent

Dukungan petugas Presepsi ibu tentang


kesehatan berupa : perawatan bayi
1. Dukungan instrumental BBLR pasca
2. Dikungan hospitalisasi
informasional
3. Dukungan emosional
4. Dukungan harga diri

Pola Presepsi:
a. Presepsi afektif
b. Presepsi kognitif
Variabel Counvounding c. Presepsi konatif
Perilaku Tentang presepsi
tentang perawatan bayi
BBLR pasca hospitalisasi
a. Jenis Kelamin
b. Agama
c. Budaya
d. Pengetahuan
e. Status social
f. Teman sebaya

Keterangan :
: Diteliti
: Tidak Diteliti
B. Hipotesis

H1 : Ada Hubungan Antara Dukungan Petugas Kesehatan dengan Persepsi

Tentang Perawatan Bayi BBLR Pasca Hospitalisasi Pada Ibu Post Partum.
BAB IV

METODE PENELITIAN

Metode penelitian sebagai suatu cara untuk memperoleh kebenaran ilmu

pengetahuan atau pemecahan suatu masalah, pada dasarnya menggunakan

metode ilmiah (Notoatmodjo, 2012). Pada bab ini akan diuraikan tentang desain

penelitian, populasi, sampel, kriteria sampel, definisi operasional, lokasi dan

waktu penelitian, prosedur pengumpulan data, alat ukur yang digunakan, analisa

data dan etika penelitian.

A. Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional. Penelitian kolerasional

adalah penelitian yang terdiri atas variabel bebas dan variabel terikat,

membutuhkan jawaban mengapa dan bagaimana dengan menggunakan

analisis statistik inferensial (Hidayat A, 2010). Penelitian ini bertujuan untuk

mencari hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen yang

diteliti. Desain penelitian adalah suatu strategi untuk mencapai tujuan

penelitian yang telah ditetapkan dan berperan sebagai permohonan atau

penuntutan peneliti pada seluruh proses. Desain penelitian adalah sesuatu yang

sangat penting dalam penelitian yang memungkinkan pemahaman kontrol

beberapa faktor yang bisa mempengaruhi akurasi suatu hasil (Nursalam,

2008).
B. Populasi, Sampel Dan Sampling

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek

yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,

2013). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu post partum

dengan bayi BBLR di ruang Nusa Indah RSD Balung

2. Sampel

Sampel merupakan bagian dari populasi yang mewakili suatu populasi.

Dalam menetapkan sampel ada dua dasar yaitu representatif dan sampel

harus cukup banyak. Dalam penelitian ini, kriteria sampel harus memenuhi

kriteria inklusi dan eksklusi (Nursalam, 2013).

a. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian dari suatu

populasi target yang terjangkau yang akan diteliti (Nursalam, 201 3).

Dalam penelitian ini kriteria inklusinya antara lain :

1) Seluruh ibu post partum dengan bayi BBLR

2) Bersedia menjadi responden.

3) Responden yang bisa baca tulis

b. Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subyek

yang memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab


(Nursalam, 2013). Dalam penelitian ini kriteria eksklusi yakni Pasien

rawat inap yang lebih dari 3x24 jam

3. Besar Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang diteliti (Nursalam, 2008). Pada

penelitian ini, sampel minimal yang di teliti sebanyak 32 Responden,

dimana penentuan jumlah sampel dalam penelitian ini didasarkan dari

jumlah minimal sampel dari masing-masing tempat penelitian.

4. Tehnik Sampling

Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat

mewakili populasi (Nursalam, 2013). Penelitian ini menggunakan

nonprobability sampling dengan metode consecutive sampling yaitu

pemilihan sampel dengan menetapkan subyek yang memenuhi kriteria

penelitian dimasukkan dalam penelitian sampai kurun waktu tertentu,

sehingga jumlah klien yang diperlukan terpenuhi (Nursalam 2013). Pada

penelitian ini kurun waktu yang dimaksud adalah selama satu bulan

dibulan Februari 2020.

C. Definisi Operasional

Definisi operasional dirumuskan untuk kepentingan akurasi,

komunikasi, dan replikasi. Definisi operasional adalah definisi berdasarkan

karakteristik yang diamati dari sesuatu yang didefinisikan tersebut (Nursalam,

2008). Definisi opearsional tersebut terlihat dalam tabel 4.1 di bawah ini.
Tabel 41 : Definisi Operasional Hubungan Dukungan Petugas Kesehatan dengan Persepsi Tentang Perawatan Bayi BBLR Pasca
Hospitalisasi Pada Ibu Post Partum di Ruang Nusa Indah RSD Balung.

No Variable Definisi Operasional Paramater Alat Skala Hasil Ukur


Ukur
1 Independent Dukungan merupakan sumber 1. Dukungan Skala Ordinal Kriteria skor:
Dukungan daya sosial yang dapat instrumental Likert 1. Selalu 4
Petugas berwujud dukungan 2. Dukungan 2. Sering 3
Kesehatan emosional, penghargaan, informasional 3. Jarang 2
instrumental serta informasi 3. Dukungan 4. Tidak Pernah 1
yang dapat diberikan kepada emosional
ibu post partum dengan bayi 4. Dukungan pada Kategori:
BBLR harga diri 1. Dukungan optimal jika
5. Dukungan dari nilainya ≥ 80 kode 2
kelompok sosial. 2. Dukungan kurang optimal
jika nilainya ≤ 80 kode 1

2 Dependent Perawatan bayi dalam a. Afektif Skala Ordinal Kriteria Skor:


Perawatan kondisi baik dan tidak ada b. Kognitif Likert 1. Selalu 4
Bayi BBLR c. Konatif 2. Sering 3
apnea atau infeksi, bayi 3. Jarang 2
minum dengan baik, berat 4. Tidak Pernah 1
bayi selalu bertambah
( minimal 15g/kg/hari) Kategori:
1. Presepsi Tepat jika nilainya
selama tiga hari berturut-
≥ 80 kode 2
turut, ibu mampu merawat 2. Presepsi Tidak Tepat jika
bayi, dan dapat follow-up nilainya ≤ 80 kode 1
secara teratur
D. Tempat Penelitian

Tempat pengambilan data pada penelitian ini adalah di Ruang Nifas RSD

Balung -Jember.

E. Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini terbagi atas persiapan, pelaksanaan, dan penyusunan

skripsi. Persiapan dilakukan pada bulan Februari hingga April 2020,

dilanjutkan dengan penyusunan proposal penelitian pada bulan Mei 2020.

Pengambilan data penelitiannya dilaksanakan bulan Juni 2020.

F. Etika Penelitian

Sebagai langkah awal penelitian, peneliti mengajukan permohonan ijin

kepada Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (BAKESBANGPOL) Kabupaten

Jember dengan menggunakan surat pengantar dari Fakultas Ilmu Kesehatan

UNMUH Jember, kemudian dari BAKESBANGPOL dapat surat melanjutkan

ke dinkes setelah dapat sutar dari dinkes melanjutkan. Perijinan berikutnya

yaitu ke pimpinan RSD Balung Jember. Setelah mendapatkan ijin kemudian

dilanjutkan dengan mengambil data pada responden yang telah ditentukan

dengan mempertimbangjan masalah etik yang mungkin dijumpai. Masalah

etik penelitian ditetapkan peneliti untuk melindungi responden dan peneliti

secara aspek legalitas dan untuk itu peneliti mencantumkan beberapa hal

penting sebagai berikut (Hidayat A ,2010 : 93-95) :

1. Informed consent

Merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan Responden

penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed Consent


tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan

lembar persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan Informed Consent

adalah agar subyek mengerti maksud dan tujuan penelitian, mengetahui

dampaknya. Beberapa informasi yang harus ada dalam informed consent

tersebut antara lain : partisipasi pasien, tujuan dilakukannya tindakan, jenis

data yang dibutuhkan, komitmen, prosedur pelaksanaan, potensial masalah

yang akan terjadi, manfaat, kerahasiaan, informasi yang mudah dihubungi,

dan lain-lain.

2. Anonymity

Untuk menjaga kerahasiaan identitas subyek yang akan diteliti responden

peneliti tidak mencantumkan nama, tetapi dengan inisial nama pada

lembar kuesioner.

3. Confidentiality

Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan

kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi ataupun masalah-masalah

lainnya. Semua data yang telah dikumpulkan, data tersebut hanya akan

disajikan atau dilaporkan kepada yang berhubungan dengan penelitian ini

(Nursalam, 2009).

G. Alat Pengumpul Data

Instrument pengumpulan data digunakan dalam riset untuk

menggambarkan suatu metode pengumpulan data tertentu (Nursalam, 2011

dalam Nugroho, 2014). Pada penelitian ini instrument yang digunakan

adalah :
1. Data Umum

Alat pengumpul data untuk variabel status usia suami

menggunakan kuesioner data demografi untuk mengetahui data identitas

diri responden seperti nama, usia, agama, pendidikan, status perkawinan,

pekerjaan.

a. Variabel Independen

Alat pengumpulan data penggalian data variabel independen dengan

menggunakan kuisoner yang berjumlah 20 pernyataan dengan

pilihan jawaban selalu, sering, kadang-kadang dan tidak pernah

b. Variabel Dependen

Alat pengumpulan data penggalian data variabel dependen dengan

menggunakan kuisoner yang berjumlah 10 pernyataan dengan

jawaban selalu, sering, kadang-kadang dan tidak pernah. Data

diperoleh melalui kuisioner yang disebar pada pasien yang telah

menyetujui menjadi responden.

H. Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengambilan data pada penelitian dilakukan dengan langkah-

langkah sebagai berikut :

1. Prosedur administratif

Sebelum melakukan penelitian terlebih dahulu peneliti akan mengajukan

permohonan ijin penelitian kepada pihak akademik yaitu Fakultas Ilmu

kesehatan Program S1 Keperawatan Universitas Muhammadiyah

Jember, BAKESBANG dan LINMAS dilanjutkan ke tempat penelitian

di RSD Balung Jember.


2. Prosedur teknis

a. Melakukan pengajuan surat persetujuan untuk menjadi responden

(informed consent).

b. Pendekatan dengan responden.

c. Menjelaskan cara perawatan BBLR di rumah

d. Membagikan instrumen kepada responden.

e. Menjelaskan tehnis pengisian instrumen.

f. Mengevaluasi hasil isian kuesioner dari responden.

g. Data atau instrumen di kumpulkan kembali

h. Selanjutnya akan dilakukan analisis

I. Pengolahan data

Setelah semua data terkumpul, data tersebut diolah secara manual dan

disajikan dalam bentuk tabel dan persen dengan langkah-langkah sebagai

berikut:

1. Editing

Memeriksa data, memeriksa jawaban, memperjelas serta melakukan

pengolahan terhadap data yang dikumpulkan dan memeriksa

kelengkapan dan kesalahan.

2. Scoring

Scoring merupakan langkah untuk memberikan skor pada masing-

masing item pernyataan sesuai dengan jawaban responden. Pada

variabel independen jika jawaban selalu di beri skor 4, jika sering di

berikan skor 3, jika kadang-kadang di berikan skor 2 dan jika tidak


pernah di berikan skor 1. Setelah itu kemudian dikalkulasi dan

dikategorikan sebagai berikut:

1) Jika skor yang diperoleh lebih dari 80 maka dikategorikan

dukungan optimal

2) Jika skor yang diperoleh kurang dari 80 maka dikategorikan

dukungan kurang optimal

Pada Variabel Dependen jika jawaban selalu di beri skor 4, jika

sering di berikan skor 3, jika kadang-kadang di berikan skor 2 dan

jika tidak pernah di berikan skor 1. Setelah itu kemudian dikalkulasi

dan dikategorikan sebagai berikut:

1) Jika skor yang diperoleh mempunyai nilai lebih dari 80 maka di

kategorikan presepsi tepat

2) Jika skor yang diperoleh mempunyai nilai kurang dari 80 maka

di kategorikan presepsi tidak tepat

3. Coding

Memberikan kode terhadap hasil skor yang telah diperoleh pada semua

variabel yang akan diolah sebagai berikut:

1) Variabel Independen

a) Jika dikategorikan dukungan optimal maka diberi kode 2

b) Jika dikategorikan dukungan kurang optimal maka diberi kode

2) Variabel Dependen

a) Jika dikategorikan presepsi tepat maka diberi kode 2

b) Jika dikategorikan presepsi tidak tepat maka diberi kode 1


4. Transfering

Setelah seluruh kuesioner terisi penuh dan benar serta melewati

pengkodean data maka selanjutnya dilakukan transfering dengan

memproses data agar dapat dianalisis. Pemprosesan data dilakukan

dengan cara memindah data kuesioner ke komputer untuk dianalisis.

5. Cleaning

Setelah itu dilakukan tahap cleaning (pembersihan data) dengan

melakukan pengecekan kembali data yang sudah dientri apakah ada

kesalahan atau tidak. Setelah dilakukan pengecekan ternyata tidak ada

kesalahan selanjutnya data siap disajikan.

J. Analisis Data

1. Analisis Univariat

Univariate adalah suatu prosedur untuk menganalisa data dari satu

variabel yang bertujuan untuk mendeskripsikan suatu hasil penelitian

(Pollit & Hungler, 2002) Setelah dilakukan pengumpulan data maka

dilakukan analisa data. Menganalisa variabel independent (x) dukungan

petugas kesehatan dan variabel dependent (y) perawatan bayi BBLR. Data

demografi hasilnya akan ditampilkan dalam tabel distribusi berdasarkan

usia, riwayat post partum, di tampilkan dalam bentuk data kategorik

berupa variabel-variabel dapat di kelompok atau menjadi beberapa

kelompok atau kateori.

2. Analisis Bivariat

Penelitian ini merupakan penelitian korelatif. Pada analisa bivariat yang

dianalisis adalah hubungan Dukungan Petugas Kesehatan Pada Ibu Post


Partum Tentang Perawatan Bayi BBLR Pasca Hospitalisasi di Ruang

Nusa Indah RSD Balung Untuk menganalisis dilakukan dengan uji

statistik Chi Square. Menurut Hidayat A (2007). Uji Chi Square salah satu

uji non parametris yang di lakukan pada dua variabel, dimana skala data

keua ariabel adalah nominal. Dalam penelitian ini digunakan tingkat

signifikansi (α) 0,05. Artinya apabila P(value) < level of significance (α)

maka Ha diterima yang bermakna ada Hubungan Dukungan Petugas

Kesehatan Pada Ibu Post Partum Tentang Perawatan Bayi BBLR Pasca

Hospitalisasi di Ruang Nusa Indah RSD Balung.


DAFTAR PUSTAKA

Bang et al., 2015. Low Birth Weight and Pretem Neonates: Can they Managed at
Home by Mother and Trained Village Health Worker. Journal of
Perinatology. Vol. 25 (1): 72-81

Depkes RI. 2017. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia. Jakarta: Depkes
RI.

Depkes RI. 2018. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan, RI.

Dinkes Provinsi Jatim. 2019. Profil Kesehatan Jawa Timur Tahun 2018.
Surabaya: Dinkes Provinsi Jatim.

Dinas Kesehatan Kabupaten Jember. 2017. Profil Kesehatan Kabupaten Jember


Tahun 2016. Jember: Dinas Kabupaten Jember.

Hazel, E. 2016. Mother of Very Low Birth Weight Babies: How do They Ajust.
Journal of Advanced Nursing. Vol.15 (1): 16-11.

Jitowiyono, S dan Kristiyanasari, W. 2010. Asuhan Keperawatan Post Operasi.


Yogyakarta : Nuha Medika.

Kemenkes RI. 2019. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2018. Jakarta: Kemenkes
RI.

Manuaba, Ida, B.G, dkk. 2017. Ilmu Kebidanan Penyakit kandungan & Keluarga
Berencana untuk Pendidikan Bidan. Edisi 3. Jakarta: EGC.

Magdalena dan Rita. 2018. Pengetahuan Ibu Tentang Penatalaksanaan


Perawatan Bayi Bblr Di Rumah Di Rskia Kota Bandung. Bandung: Fakultas
Ilmu Keperawatan Universitas Padjajaran.

Padila, Amin, dan Rizki. 2018. Pengalaman Ibu Dalam Merawat Bayi Preterm
Yang Pernah Dirawat Di Ruang Neonatus Intensive Care Unit (Nicu).
Jurnal Keperawatan Silampari. Vol. 1 (2) : 1-16.

Proverawati, A. 2010. Berat Badan Lahir Rendah. Yogyakarta: NuhaMedika.

Rekam Medik. 2020. Laporan Tahunan RSUD Balung.

Riyanti, Eka. 2012. Studi Fenomenalogi Pengalaman Ibu Merawat Bayi


Prematur di Rumah. Skripsi. Jakarta: UI.

Solfiani,E.T, Monalisa S, Evelyn Hemme.T. 2016. Pengalaman ibu dalam


pelaksanaan perawatan Metode kanguru di rumah terhadap bayi berat
Badan lahir rendah di wilayah kerja puskesmas Parongpong Kabupaten
Bandung Barat. Jurnal Skolastik Keperawatan Advent vol. 2, no.1: 103-110.

Suradi, R. 2008. Perawatan Model Kangguru sebagai Pengganti Inkubator untuk


Bayi Berat Lahir Rendah. Jakarta: Perinasia DKI Jakarta.

Trachtenbarg & Goleman, 1998. Primary Care Pediatrics. American Family


Pchysician.

Wong, Donna L. 2012. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai