429 994 1 SM PDF
429 994 1 SM PDF
ft-UNWAHAS SEMARANG 19
Momentum, Vol. 8, No. 2, Oktober 2012 : 19- 27 ISSN 0216-7395
merupakan bangunan religi masyarakat Pecinan menjadi kota kolonial (sekitar tahun 1816-1864)
dan merupakan landmark atau tetenger kawasan. yang merupakan core kawasan Pecinan sekarang
(Liem Thian Joe,1933; Rosiana, 2002). Batas-batas
Perumusan Masalah wilayah tersebut adalah sebagai berikut:
Simbolisasi rumah tinggal etnis Cina di Batas Utara : Gang Warung -Pekojan
kawasan Pecinan merupakan studi untuk Batas Timur : Kali Semarang
mendapatkan pemahaman yang jelas mengenai Batas Selatan : Kali Semarang
makna simbolisasi yang timbul sebagai ekspresi Batas Barat : Jl. Pedamaran – Beteng
bangunan. Di Kawasan Pecinan Semarang ada
beberapa permasalahan yang akan dikaji lebih METODE PENELITIAN
lanjut di dalam penyusunan penelitian ini, yaitu: Pada penelitian ini metode yang dipergunakan
1. Pengaruh Kebudayaan Cina dan kehidupan adalah pendekatan rasionalistik dengan paradigma
sosial budaya pada pola penataan dan bentuk kualitatif. Pendekatan penelitian rasionalistik
bangunan kualitatif ini sesuai dengan sifat masalah penelitian
2. Hubungan makna simbolisasi pada elemen yaitu untuk mengungkap atau memahami
bangunan rumah tinggal dengan penggunanya simbolisasi rumah tinggal etnis Cina di kawasan
Pecinan yang belum diketahui berdasar landasan
Tujuan dan Sasaran berpikir dan dialog pengetahuan.
Untuk mengkaji berbagai simbolisasi yang Untuk mengkaji simbolisasi rumah tinggal,
muncul pada rumah tinggal etnis Cina di Kawasan terlebih dahulu ditetapkan komponen-komponen
Pecinan Semarang yang memiliki makna khusus yang akan diteliti yaitu sebagai berikut:
serta adanya pengaruh kehidupan sosial budaya 1. Komponen Utama berupa Elemen
pada pola penataan dan bentuk bangunan. Arsitektur rumah tinggal di Kawasan
Sasaran dari penelitian ini adalah menemukan Pecinan Semarang, yang membentuk dan
pemahaman yang jelas mengenai makna mempengaruhi makna simbolisasi, terdiri dari
simbolisasi yang timbul sebagai ekspresi fenomena fisik yang berkaitan dengan
bangunan. hubungan antar bangunan dan selaras dengan
teori bentuk dan massa bangunan (Shirvani,
Manfaat Penelitian 1985) yang meliputi: atap, ornamen, fasade,
1. Bagi pemerintah daerah Semarang, dapat warna
memberikan masukan sebagai bahan 2. Komponen Penunjang berupa Kebudayaan
pertimbangan aspek atau elemen yang perlu dan Kehidupan sosial budaya Kawasan
dipertahankan dan elemen yang harus Pecinan Semarang, terutama karakteristik
dikembangkan dalam revitalisasi kawasan sosial budaya yang menunjang terbentuknya
Pecinan Semarang. pola tatanan dan bentuk bangunan
2. Bagi ilmu pengetahuan, dapat memperluas Analisis data penelitian ini menggunakan
wawasan arsitektural khususnya dalam aspek analisis data kualitatif (analisis data verbal) yang
simbolisasi arsitektur dan dapat dimanfaatkan disesuaikan dengan permasalahan dan tujuan yang
sebagai dasar untuk penelitian yang sejenis. telah ditetapkan, serta mencari esensi dengan
mendudukkan kembali hasil penelitiannya pada
Lingkup Penelitian grand concepts nya (Muhadjir, 1996).
Lingkup penelitian yang menjadi substansi
dalam studi ini adalah melihat elemen rumah KAJIAN PUSTAKA
tinggal yang membentuk dan mempengaruhi Langgam arsitektural dari suatu kawasan
simbolisasi rumah tinggal etnis Cina di Kawasan cenderung diadaptasi dengan lingkungan lokal dan
Pecinan Semarang, dan hal-hal yang dibahas dalam menggunakan material setempat dimana sedikit
penelitian ini meliputi kajian simbolisasi pada yang bercerita mengapa bangunan mengambil
bangunan rumah tinggal di Kawasan Pecinan bentuk seperti itu. Menurut Amos Rapoport (1969)
Semarang dan analisa pengaruh kehidupan sosial adalah suatu kesalahan jika kita menganggap
budaya terhadap pola penataan dan bentuk bahwa masyarakat yang kita bicarakan secara
bangunan. esensial berbeda dengan masyarakat kita dalam hal
Sedangkan lingkup wilayah penelitian meliputi tingkat pertemuan antara pemikiran simbolis dan
kawasan Pecinan Semarang dengan memakai fungsional. Meskipun beberapa ciri sebuah
batas-batas wilayah pada periode Semarang bangunan mungkin dapat dengan mudah dilihat
20 ft-UNWAHAS SEMARANG
Momentum, Vol. 8, No. 2, Oktober 2012 : 19- 27 ISSN 0216-7395
oleh orang awam, ciri-ciri tersebut penting dalm Kauman dan Pekojan. Kawasan Pecinan
membantu kita memahami bagaimana masyarakat merupakan Pusaka Indonesia yang berperan dalam
tersebut berpikir mengenai rumah. Menurut Daniel menciptakan identitas kota Semarang.
Coulaud (1982:188), dalam sebuah rumah kita
mendapati pertemuan antara dua dunia yang
tampak dan tidak tampak.
Dalam sebuah kawasan, terdapat dua macam
komponen arsitektur yaitu: komponen fisik
arsitektur yang lebih ditujukan kepada tampilan
dan wujud benda fisik dalam sebuah kota yang
dibentuk oleh jalinan massa dan ruang, dalam skala
waktu (sejarah perkembangan kota) dan skala Gambar 1. Deretan Rumah Tinggal Kawasan
spasial (watak dan penampilan ruang). Sedang Pecinan Semarang
komponen non fisik merupakan kehidupan social
dan budaya masyarakat yang melatarbelakangi
pembentukan fisik, cara memanfaatkan lingkungan
dan hubungan antar manusia dengan fisik
perkotaan. Menurut Rapoport (1969) kehidupan
sosial budaya masyarakat melatarbelakangi
bentukan fisik suatu lingkungan, dimana salah satu Gambar 2. Kehidupan sosial budaya Kawasan
variabel dari kehidupan sosial budaya tersebut Pecinan Semarang
adalah kebudayaan itu sendiri.
Kondisi suatu kota sangat erat berkaitan Tipologi Bangunan
dengan fenomena psikologinya yang berkaitan Tipologi Bangunan yang ada di kawasan
dengan tampilan fisik yang dapat menimbulkan Pecinan antara lain: Tipologi Rumah Toko,
suatu rasa tertentu yang bersifat emosi, serta Tipologi Rumah Tinggal, Tipologi Kelenteng.
fenomena fisik yang berkaitan dengan penataan Tipologi Kelenteng dibedakan menjadi dua
dan pengaturan bangunan serta korelasi visual macam: Kelenteng Kecil dan Kelenteng Besar.
(Cullen, 1961:7-11). Fenomena fisik yang
dimaksud Cullen berkaitan dengan penataan dan Tipologi Rumah Toko
pengaturan lingkungan serta korelasi visual, maka Rumah masyarakat Pecinan kebanyakan
erat berkaitan dengan hubungan yang terjadi antara berbentuk rumah toko karena masyarakat ini
elemen dalam suatu lingkungan yang meliputi memiliki aktivitas yang kebanyakan sebagai
hubungan antar bangunan yang selaras dengan pedagang. Rumah toko tersebut berbentuk rumah
pendapat Shirvani (1985) yang membahas tentang deret 2-3 lantai dimana lantai satu dimanfaatkan
bentuk dan tatanan massa bangunan yang pada sebagai toko sementara lantai 2-3 sebagai tempat
dasarnya berbicara tentang penampilan bangunan. tinggal. Tipe ini nampak pada rumah-rumah di
Dalam usaha untuk mencapai integrasi antara sepanjang Jl. Wotgandul-Gang Pinggir, Gang
elemen-elemen fisik suatu kawasan, perlu pula Warung, Gang Baru, dan Jl. Beteng (seperti
memahami tentang budaya yang menjadi ciri khas Gambar 3.)
dari kawasan tersebut, sehingga ruang akan
bermakna sebagai tempat (place) bagi masyarakat
yang menggunakannya (Rapoport,1969).
Sehingga perlu dipelajari budaya yang menjadi ciri
khas kawasan Pecinan Semarang.
PEMBAHASAN
Rumah Tinggal Etnis Cina di Kawasan Pecinan
Semarang
Kawasan Pecinan Semarang jika dilihat dalam
batas administrasi kota Semarang termasuk dalam Gambar 3. Tipe Ruko
Kecamatan Semarang Tengah, Kelurahan
Kranggan. Kawasan Pecinan Semarang letaknya
berdekatan dengan kawasan etnis lain seperti
ft-UNWAHAS SEMARANG 21
Momentum, Vol. 8, No. 2, Oktober 2012 : 19- 27 ISSN 0216-7395
Fasade Bangunan
Tipologi Klenteng
Secara umum klenteng di kawasan Pecinan
Semarang memiliki bentuk yang khas terutama
pada bagian atapnya, ornamen yang banyak serta
penggunaan warna dominan merah dan keemasan
menyebabkan bangunan nampak menonjol.
Tipologi klenteng dibedakan menjadi dua macam:
a. Klenteng Kecil
Tipe ini nampak pada klenteng Sioe Hok Bio,
Tek Hay Bio, Tong Pek Bio, Hoo Hok Bio, dan
Liong Hok Bio
22 ft-UNWAHAS SEMARANG
Momentum, Vol. 8, No. 2, Oktober 2012 : 19- 27 ISSN 0216-7395
ft-UNWAHAS SEMARANG 23
Momentum, Vol. 8, No. 2, Oktober 2012 : 19- 27 ISSN 0216-7395
Confusianisme, Buddhisme). Lembaga keluarga setiap tanggal 1 bulan 1 Imlek, dan sembahyang
dan lembaga agama bagi masyarakat pecinan Cap Go Me setiap tanggal 15 bulan 1 Imlek.
sangat erat hubungannya. Di samping rumah Biasanya semakin besar sebuah kelenteng semakin
sebagai tempat segala kegiatan keagamaan yang lengkap dan semakin meriah upacara yang
terwujud dalam penghormatan arwah leluhur di dilakukan.
altar ruang depan rumah, juga kelenteng sebagai
aktivitas lembaga keagamaan bagi suatu keluarga
besar atau suatu klan. Pada beberapa klan biasanya
memiliki kelenteng sendiri. Pada masa
pemerintahan Orde Baru kegiataan keagamaan
masyarakat pecinan pada hari-hari tertentu
dibatasi. Pada masa reformasi, kegiatan keagamaan
Gambar 11. Perarakan HUT Kedatangan Kong
tersebut lebih leluasa. Sehingga pada hari-hari
Co Sam Poo Tay Djien
khusus (seperti pada Hari Raya Imlek) sering
dilakukan kegiatan pertunjukan barongsay dan
Pengaruh Arsitektur Tradisional Cina terhadap
keagamaan pada halaman kelenteng maupun jalan
simbolisasi rumah tinggal etnis Cina
raya di depan kelenteng. Sehingga kelenteng
Arsitektur Tradisional Cina, dikembangkan
menjadi pusat aktivitas sosial-budaya-keagamaan
secara lengkap sebelum Dinasti Man pada tahun
masyarakat di Kawasan Pecinan Semarang.
2000 SM. Karena mata pencaharian penduduk
Upacara sembahyang yang dilakukan di dalam
sangat tergantung pada produksi pertanian, tingkat
Kelenteng Pecinan Semarang umumnya dibagi
perekonomiannya menjadi sangat rendah;
menjadi sembahyang perorangan dan upacara
karenanya konstruksi kayu, walaupun mudah
besar. Terkadang upacara besar ini dimeriahkan
terbakar, menjadi metode bangunan yang populer
dengan festival atraksi, seperti barongsay dan
dan banyak dipakai selama lebih dari 20 abad.
samsi. Aktivitas sembahyang berpusat pada meja
Rangka kayu Cina tidak hanya berfungsi wcara
pemujaan atau altar.
efektif, tetapi juga memperlihatkan keanggunan.
metode - metode yang digunakan melukiskan buah
Sembahyang Perorangan
pikiran Spiritual thythm of The Movement yang
Sembahyang perorangan merupakan kegiatan
tergambar dalam cara dan bentuk kehidupan orang
sehari-hari di klenteng dengan tata cara yang
Cina yang harmonis dengan lingkungan alam dan
sederhana. Pertama yang dilakukan adalah
kekuatan - kekuatan dinamis. Perencanaan dan
membakar tiga batang hio di altar yang menghadap
pengaturan dari bangunan - bangunan dalam
ke langit luar, yaitu kepada Thian Kong.
suatu kelompok biasanya bersifat formal atau
Selanjutnya, bersembahyang kepada Sam Koan
resmi. Karakter Arsitektur Cina terlihat pada :
Tay Tee (jika ada), baru kemudian bersembahyang
pola tata letaknya, keberadaan panggung dan
di altar utama dengan tiga buah hio atau
teras depan, sistem struktur bangunan, Tou-Kung,
kelipatannya (sesuai dengan jumlah altar dalam
bentuk atap, penggunaan warna, dan gerbang.
kelenteng yang disembahyangi), baru kemudian
Beberapa karakter terlihat pada rumah-rumah dan
altar-altar samping.
klenteng di beberapa kawasan Pecinan Semarang,
yaitu:
Gubahan Massa
Konsep gubahan massa pada bangunan
tradisional Cina adalah :
Gambar 10. Orang sedang melakukan sembahyang - Moduler
perorangan Tiap pertumbuhan bangunan mengikuti pola
Upacara Besar yang sudah ada, baik dari segi penataan ruang
Upacara besar yang dilakukan dalam kelenteng maupun luasannya.
biasanya upacara sembahyang Toapekong pada - Simetri
tanggal 24 bulan 12 Imlek, untuk memperingati Keteraturan pertumbuhan massa tersebut
Dewa Utama dari Kelenteng, sembahayang Tahun mengakibatkan susunan bangunan simetri.
Baru Imlek (Dji Kao–Kao) yang terdiri dari - Halaman tengah
sembahyang Tuhan Allah (King Thie Kong) setiap Digunakan untuk interaksi sosial didalam
tanggal 7 bulan 1 Imlek. Sembahyang Tahun Baru keluarga.
24 ft-UNWAHAS SEMARANG
Momentum, Vol. 8, No. 2, Oktober 2012 : 19- 27 ISSN 0216-7395
ft-UNWAHAS SEMARANG 25
Momentum, Vol. 8, No. 2, Oktober 2012 : 19- 27 ISSN 0216-7395
26 ft-UNWAHAS SEMARANG
Momentum, Vol. 8, No. 2, Oktober 2012 : 19- 27 ISSN 0216-7395
ft-UNWAHAS SEMARANG 27
Momentum, Vol. 8, No. 2, Oktober 2012 : 19- 27 ISSN 0216-7395
28 ft-UNWAHAS SEMARANG