Anda di halaman 1dari 122

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada hakekatnya semua manusia yang diciptakan di dunia ini merupakan potensi

dalam mencapai kemajuan bangsa karena itu semua harus memiliki kesehatan yang

baik untuk mencapai hal tersebut, maka berbagai upaya yang ditempuh oleh pemerintah

guna menurunkan angka kematian dan kesakitan. Dalam upaya kesehatan dapat kita

lakukan pendekatan yaitu dengan cara preventif (pencegahan penyakit), kuratif

(pengobatan penyakit), rehabilitasi (pemulihan kesehatan), dan promotif (peningkatan

kesehatan) karena masalah kesehatan termasuk masalah yang sangat penting dan tidak

dapat diabaikan dalam upaya mencapai tujuan pembangunan nasional. (Depkes RI.

1999)

Salah satu masalah kesehatan yang banyak diderita oleh masyarakat adalah

hidronefrosis yang merupakan salah satu penyakit infeksi saluran kemih. Meskipun

dapat diobati dan disembuhkan tetapi cukup mengkhawatirkan jika penyakit ini

terlanjur diderita oleh seseorang karena butuh proses penyembuhan yang cukup lama.

Penyakit infeksi saluran kemih dapat diklasifikasikan menjadi berbagai macam jenis

penyakit saluran perkemihan tergantung dari letak dan penyebab dari penyakit tersebut.

Hidronefrosis adalah salah satu penyakit infeksi saluran kemih yang disebabkan oleh

dilatasi piala dan perifer ginjal pada satu atau kedua ginjal akibat adanya obstruksi pada

aliran normal urin menyebabkan urin mengalir balik sehingga tekanan diginjal

meningkat (Brunner & Suddarth, 2005).

1
Penyakit infeksi merupakan penyakit yang sering dijumpai di seluruh dunia. Infeksi

saluran kemih merupakan infeksi tersering kedua setelah infeksi saluran nafas atas yang

terjadi pada populasi dengan rata-rata 9.3% pada wanita di atas 65 tahun dan 2.5-11%

pada pria di atas 65 tahun. Infeksi saluran kemih merupakan infeksi nosokomial

tersering yang mencapai kira-kira 40-60%. (Dewi Setyoningsih, 2007)

Di Amerika Serikat dan Eropa lebih dari 250.000 kasus infeksi saluran kemih setiap

tahun, dan 100.000 pasien dengan gangguan ini memerlukan hospitalisasai. Tingkat

kekambuhan setelah serangan pertama adalah 14%, 39%, dan 52% pada tahun ke 1, 5,

dan 10 secara berurutan. (Dewi Setyoningsih, 2007)

Di Indonesia dengan perkiraan penduduk sebanyak 201 juta, angka penderita batu

saluran kencing mencapai 294.000 orang per tahun. (Anizah, 2010). Rifki Muslim pada

penelitiannya di RSUP dr. Kariyadi Semarang menemukan 156 penderita batu saluran

kemih, yang terbanyak adalah batu kandung kemih (58,97%), diikuti oleh batu ginjal

(23,72%), batu ureter (8,97%), dan batu uretra (2,04%) (Djoko Rahardjo, 2005).

Prevalensi batu kandung kemih pada pria dan wanita di RSUP dr. Karyadi Semarang,

dari 105 penderita didapatkan hasil jumlah penderita pria dibandingkan wanita 4 : 1

(Harry Purwanto, 2005).

Di RS. Wahidin Sudirohusodo Makassar, kasus hidronefrosis pada Tahun 2007

sebanyak 46 pasien kunjungan, pada Tahun 2008 pasien kunjungan dengan kasus

hidronefrosis adalah 50 orang dan Tahun 2009 sebanyak 96 orang. (RM : RS.DR.

Wahidin Sudirohusodo, Makassar)

Berdasarkan masalah tersebut maka penulis mengangkat kasus Hidronefrosis

sebagai bahan karya tulis ilmiah, dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Klien
2
Ny.”D”” dengan Gangguan Sistem Urologi; Hidronefrosis di Ruang Perawatan

Penyakit Dalam Lontara 1 Bawah RS DR. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Pada

Tanggal 27 – 29 Juli 2010.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis membatasi masalah dalam pembuatan

karya tulis yang berjudul : Asuhan Keperawatan pada Klien Ny. “D” dengan Gangguan

Sistem Urologi ; Hidronefrosis di Ruang Perawatan Penyakit Dalam Lontara 1 Bawah

RS DR. Wahidin Sudirohusodo Makassar dengan rumusan masalah sebagai berikut :

1. Apakah ada perbedaan antara pengkajian secara teori dengan pengkajian pada

kasus?

2. Apakah ada perbedaan diagnosa keperawatan secara teoritis dengan diagnosa

keperawatan dalam praktek pada kasus?

3. Apakah ada perbedaan perencanaan secara teoritis dengan perencanaan dalam

praktek pada kasus?

4. Apakah perencanaan keperawatan yang dibuat dapat diimplementasikan pada

kasus?

5. Bagaimana evaluasi dari implementasi keperawatan pada kasus?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan karya tulis ini yaitu:

1. Tujuan Umum

Mengetahui penerapan Asuhan Keperawatan pada klien dengan masalah

Hidronefrosis.
3
2. Tujuan Khusus

a. Membandingkan data pengkajian dalam teori dan pengkajian pada kasus .

b. Membandingkan diagnosa keperawatan dalam teori dengan diagnosa

keperawatan pada kasus.

c. Membandingkan perencanaan dalam teori dengan perencanaan pada kasus.

d. Mengimplementasikan perencanaan yang telah dibuat pada kasus.

e. Mengevaluasi implementasi keperawatan yang telah dilakukan pada kasus.

D. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari karya tulis ini yaitu:

a. Bagi Institusi

Sebagai bahan bacaan ilmiah, kerangka perbandingan untuk pengembangan

kualitas ilmu keperawatan, sebagai salah satu persyaratan dalam

menyelesaikan pendidikan Diploma III keperawatan bagi mereka yang ingin

mengadakan penelitian lebih lanjut.

b. Bagi klien dan keluarga

Agar klien dan keluarga, mengerti dan memahami tentang penyakit

Hidronefrosis, serta mengetahui cara perawatan yang baik dan benar terhadap

penyakit Hidronefrosis.

c. Bagi Rumah Sakit

Sebagai pedoman/petunjuk dalam melaksanakan asuhan keperawatan

secara teoritis dalam meningkatkan kualitas perawatan.

d. Bagi Penulis
4
Memperoleh pengalaman nyata dalam melaksanakan asuhan keperawatan

dan menambah pengetahuan khususnya mengenai masalah Hidronefrosis. Dan

merupakan salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan Diploma

III Keperawatan di UPTD Akademi Keperawatan Anging Mammiri.

E. Metode Penelitian

Metode merupakan petunjuk yang mengarahkan serta memudahkan dalam

penulisan menggunakan metode :

1. Studi Kepustakaan

Dalam hal ini, data yang diperoleh penulis berupa data secara teoritis dengan

menggunakan berbagai sumber berupa buku - buku kepustakaan, diktat, data

internet, dan kumpulan materi perkuliahan yang mempunyai hubungan dengan judul

karya tulis iImiah.

2. Studi Kasus

Pendekatan yang digunakan dalam proses keperawatan komprehensif yang

meliputi : pengkajian data, analisa atau sintesis data, penetapan diagnosa

keperawatan, penyusunan intervensi keperawatan, pelaksanaan intervensi serta

evaluasi asuhan keperawatan yang telah dilakukan.

Untuk menghimpun data/informasi dalam pengkajian data digunakan teknik :

a. Observasi

Dilakukan melalui pengamatan Iangsung pada klien

b. Wawancara

Dilakukan dengan wawancara atau tanya jawab dengan klien dan keluarga.
5
c. Pemeriksaan Fisik

Dilakukan dengan cara menggunakan sistem tubuh dengan menggunakan

teknik pengkajian fisik persistem dengan cara:

1. Inspeksi

Inspeksi merupakan proses observasi dengan menggunakan penglihatan.

Inspeksi dilakukan untuk mendeteksi tanda-tanda fisik yang berhubungan

dengan status fisik.

2. Palpasi

Palpasi dilakukan dengan menggunakan sentuhan atau rabaan untuk

mendeteksi ciri-ciri jaringan atau organ.

3. Perkusi

Perkusi adalah metode pemeriksaan dengan cara mengetuk untuk menentukan

batas-batas organ atau tubuh dengan cara merasakan vibrasi yang ditimbulkan

akibat adanya gerakan yang diberikan kebawah jaringan, dengan perkusi kita

dapat membedakan apa yang ada dibawah jaringan ( udara, air, atau zat

padat).

4. Auskultasi

Auskultasi merupakan metode pengkajian yang menggunakan stetoskop

untuk memperjelas pendengaran (bunyi jantung, paru-paru, bunyi peristaltik

usus, serta untuk mengukur tekanan darah dan denyut nadi). (Robert Priharjo,

S.Kep, M.Sc,RN, 2007)

d. Studi Dokumentasi

6
Membaca langsung status klien di Ruang Perawatan Penyakit Dalam Lontara 1

Bawah RS. DR. Wahidin Sudirohusodo Makassar dengan Gangguan Sistem

Urologi : Hidronefrosis.

e. Lokasi :

Di Ruang Perawatan Penyakit Dalam Lontara 1 Bawah RS. DR.

Wahidin Sudirohusodo Makassar.

Waktu :

Ujian Akhir Praktek dilaksanakan selama 3 hari terhitung sejak

tanggal 27 - 29 Juli 2010 di RS. DR. Wahidin Sudirohusodo

Makassar.

Sasaran :

Klien, keluarga klien, dan pasien di Ruang Perawatan Penyakit

Dalam Lontara 1 Bawah RS. DR. Wahidin Sudirohusodo.

F. Sistematika Penulisan

Karya tulis ini disusun secara sistematika penulisan dalam empat bab, sebagai

berikut :

BAB I Pendahuluan.

Meliputi : latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat

penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.

BAB II Tinjauan Pustaka.

Berisi tentang konsep medik dan konsep asuhan keperawatan.

BAB III Tinjauan Kasus.

7
Pada bab ini berisi tentang pengkajian, analisa data, diagnosa keperawatan,

rencana tindakan keperawatan, implementasi, evaluasi perawatan dan

pembahasan.

BAB IV Penutup

Bab ini menguraikan tentang kesimpulan dari isi karya tulis serta saran-saran

yang dianggap perlu untuk perbaikan.

Daftar Pustaka

Satuan Acara Penyuluhan

8
BAB II

TINJAUAN KASUS

A. Konsep Medis

1. Pengertian

a. Hidronefrosis adalah dilatasi piala dan perifer ginjal pada satu atau kedua

ginjal akibat adanya obstruksi pada aliran normal urin menyebabkan urin

mengalir balik sehingga tekanan di ginjal meningkat (Brunner & Suddarth,

2005).

b. Hidronefrosis adalah obstruksi saluran kemih proksimal terhadap kandung

kemih yang mengakibatkan penimbunan cairan bertekanan dalam pelvis ginjal

dan ureter serta atrofi tebal pada parenkim ginjal (Sylvia A. Prince, 2007: 818).

c. Hidronefrosis adalah penggembungan ginjal akibat tekanan balik terhadap

ginjal karena aliran air kemih tersumbat. Dalam keadaan normal, air kemih

mengalir dari ginjal dengan tekanan yang sangat rendah. Jika aliran air kemih

tersumbat, air kemih akan mengalir kembali ke dalam tabung-tabung kecil di

dalam ginjal (tubulus renalis) dan ke dalam daerah pusat pengumpulan air

kemih (pelvis renalis). Hal ini akan menyebabkan ginjal menggembung dan

menekan jaringan ginjal yang rapuh. Pada akhinya, tekanan hidronefrosis yang

menetap dan berat akan merusak jaringan ginjal sehingga secara perlahan

ginjal akan kehilangan fungsinya. (Nining Bai 2009)

9
Jadi hidronefrosis adalah distensi ginjal yang disebabkan karena adanya

urine mengalir balik, sehingga tekanan di ginjal meningkat. Apabila obstruksi ini

terjadi di ureter atau kandung kemih, tekanan balik akan mempengaruhi kedua

ginjal tetapi jika obstruksi terjadi di salah satu ureter akibat adanya batu atau

kekakuan maka hanya satu ginjal yang rusak.

Prevalensi Hidronefrosis di masyarakat makin meningkat seiring dengan

meningkatnya usia. Pada usia 40 – 60 tahun mempunyai angka prevalensi 3,2 %.

Sedangkan pada usia sama atau diatas 65 tahun kira-kira mempunyai angka

prevalensi Hidronefrosis sebesar 20%. Di Indonesia dengan perkiraan penduduk

sebanyak 201 juta, angka penderita batu saluran kencing mencapai 294.000 orang

per tahun. (Anizah, 2010).

2. Anatomi dan Fisiologi

a. Anatomi

Ginjal

Ginjal merupakan organ yang berpasangan dan setiap ginjal memiliki berat

kurang lebih 125 gr, terletak pada posisi di sebelah lateral vertebra torakalis

bawah, beberapa sentimeter di sebelah kanan dan kiri garis tengah.

Organ ini terbungkus oleh jaringan ikat tipis yang dikenal sebagai kapsula

renis. Di sebelah anterior, ginjal dipisahkan dari kavum abdomen dan isinya

oleh lapisan peritoneum. Di sebelah posterior, organ tersebut dilindungi oleh

dinding toraks bawah. Ketinggian ginjal dapat diperkirakan dari belakang, mulai

dari ketinggian vertebra torakalis sampai vertebra lumbalis ketiga. Ginjal kanan

sedikit lebih rendah dari kiri karena letak hati yang menduduki ruang lebih
10
banyak di sebelah kanan. Panjang ginjal pada orang dewasa sekitar 6 – 7,5 cm,

tebal 1,5 – 2,5 cm, dan berat sekitar 140 gr. Pada bagian atas terdapat kelenjar

suprarenalis atau kelenjar adrenal. Darah dialirkan ke dalam setiap ginjal

melalui arteri renalis dan keluar dari dalam ginjal melalui vena renalis. Arteri

renalis berasal dari aorta abdominalis dan vena renalis membawa darah kembali

ke dalam vena kava inferior. Ginjal dengan efisien dapat membersihkan bahan

limbah dari dalam darah, dan fungsi ini bisa dilaksanakannya karena aliran

darah yang melalui ginjal jumlahnya sangat besar, 25 % dari curah jantung.

Gambar 2.1

Anatomi fisiologi Ginjal

11
Urine terbentuk dalam unit-unit fungsional ginjal yang disebut nefron.

Urine yang terbentuk dalam nefron ini akan mengalir ke dalam duktus

pengumpul dan tubulus renal yang kemudian menyatu untuk membentuk pelvis

ginjal. Setiap pelvis ginjal akan membentuk ureter. Ureter merupakan pipa

panjang dengan dinding yang sebagian besar terdiri atas otot polos. Organ ini

menghubungkan setiap ginjal dengan kandung kemih dan berfungsi sebagai

pipa untuk menyalurkan urin.

Gambat 2.2

Bagian-bagian Ginjal

Ginjal terbagi menjadi bagian eksternal yang disebut korteks dan bagian

internal yang dikenal sebagai medula. Setiap ginjal tersusun dari kurang lebih 1

juta nefron. Nefron dianggap sebagai unit fungsional ginjal, terdiri atas sebuah

glomerulus dan sebuah tubulus. Seperti halnya pembuluh kapiler, dinding

12
kapiler glomerulus tersusun dari lapisan sel-sel endotel dan membran basalis.

Sel-sel epitel berada pada salah satu sisi membran basalis, dan sel-sel endotel

pada sisi lainnya. Glomerulus membentang dan membentuk tubulus yang

terbagi manjadi tiga bagian: tubulus proksimal, ansa Henle dan tubulus distal.

Tubulus distal bersatu untuk membentuk duktus pengumpul. Duktus ini berjalan

lewat korteks dan medula renal untuk mengosongkan isinya ke dalam pelvis

ginjal.

Proses pembentukan urine dimulai ketika darah mengalir lewat glomerulus.

Glomerulus yang merupakan struktur awal nefron tersusun dari jonjot-jonjot

kapiler yang mendapat darah lewat vasa eferen dan mengalirkan darah balik

lewat vasa eferen. Tekanan darah menentukan berapa tekanan dan kecepatan

aliran darah yang melewati glomerulus. Ketika darah berjalan melewati struktur

ini, filtrasi terjadi. Air dan molekul-molekul yang kecil akan dibiarkan lewat

sementara molekul-molekul yang besar tetap tertahan dalam aliran darah.

Cairan disaring lewat dinding jonjot-jonjot kapiler glomerulus dan memasuki

tubulus. Cairan ini dikenal sebagai “filtrat”.

Tabel 2.1

Bahan yang disaring oleh ginjal

No Bahan Disaring Dikeluarkan


1 Air 150 liter 11/2 liter
2 Garam 1.700 gram 15 gram
3 Glukosa 170 gram 0 gram
4 Urea 50 gram 30 gram
Dalam kondisi yang normal, kurang lebih 20 % dari plasma yang

melewati glomerulus akan disaring ke dalam nefron dengan jumlah yang

13
mencapai sekitar 180 liter filtrat per hari. Filtrat tersebut yang sangat

serupa dengan plasma darah tanpa molekul yang besar (protein, sel darah

merah, sel darah putih dan trombosit) pada hakekatnya terdiri atas air,

elektrolit dan molekul kecil lainnya. Dalam tubulus, sebagian substansi ini

secara selektif diabsorpsi ulang ke dalam darah. Substansi lainnya

disekresikan dari darah ke dalam filtrat ketika filtrat tersebut mengalir

disepanjang tubulus. Filtrat akan dipekatkan dalam tubulus distal serta

duktus pengumpul, dan kemudian menjadi urin yang akan mencapai pelvis

ginjal. Sebagian substansi, seperti glukosa, normalnya akan diabsorpsi

kembali seluruhnya dalam tubulus dan tidak akan terlihat dalam urin.

Gambar 2.3
Nefron

Proses reabsorpsi serta sekresi dalam tubulus sering mencakup

transportasi aktif dan memerlukan penggunaan energi. Berbagai substansi

14
yang secara normal disaring oleh glomerulus, direabsorpsi oleh tubulus dan

diekskresikan ke dalam urin meliputi natrium, klorida, bikarbonat, kalium,

glukosa, ureum, kreatinin serta asam urat.

Tabel 2.2

Substansi yang diekskresikan ke dalam urine

Substansi Disaring 24 Jam Direabsorpsi 24 Jam Diekskresikan 24 Jam


Natrium 540,0 g 537,0 g 3,3 g
Klorida 630,0 g 625,0 g 5,3 g
Bikarbonat 300,0 g 300,0 g 0,3 g
Kalium 28,0 g 24,0 g 3,9 g
Glukosa 140,0 g 140,0 g 0,0 g
Ureum 53,0 g 28,0 g 25,0 g
Kreatinin 1,4 g 0,0 g 1,4 g
Asam Urat 8,5 g 7,7 g 0,8 g

Berat jenis urine tergantung dari jumlah zat yang larut atau terbawa

dalam urine. Berat jenis plasma (tanpa protein) adalah 1,010. Bila ginjal

mengencerkan urine (misalnya sesudah minum air), maka berat jenisnya

kurang dari 1,010. Bila ginjal memekatkan urin, maka berat jenis (BJ) urine

lebih dari 1,010. Daya pemekatan ginjal diukur menurut berat jenis

tertinggi.

Fungsi Ginjal

Fungsi ginjal yaitu :

1) Pengaturan ekskresi asam

Katabolisme atau pemecahan protein meliputi produksi senyawa-

senyawa yang bersifat asam, khususnya asam fosfat dan sulfat.

Seseorang dengan fungsi ginjal yang normal akan mengekskresikan

15
kurang lebih 70 mEq asam setiap harinya. Ginjal dapat

mengekskresikan sebagian asam ini secara langsung ke dalam urin

sehingga mencapai kadar yang akan menurunkan nilai pH urin sampai

4,5 yaitu 1000 kali lebih asam daripada darah.

2) Pengaturan ekskresi elektrolit

Jumlah elektrolit dan air yang harus diekskresikan lewat ginjal

setiap harinya sangat bervariasi menurut jumlah yang dikonsumsi.

Seratus delapan puluh liter filtrat yang terbentuk oleh glomerulus setiap

harinya mengandung sekitar 1100 gram natrium klorida. Seluruh

elektrolit dan air, kecuali 2 liter air dan 6 hingga 8 gram natrium

klorida, secara normal direabsorpsi oleh ginjal. Air dari filtrat

mengikuti natrium yang direabsorpsi untuk mempertahankan

keseimbangan osmotik. Dengan mengatur jumlah natrium yang

direabsorpsi (dan dengan demikian air), ginjal dapat mengatur volume

cairan tubuh.

- Jika natrium diekskresikan dalam jumlah yang melebihi jumlah

natrium yang dikonsumsi, maka pasien akan mengalami dehidrasi.

- Jika kalium diekskresikan dalam jumlah yang kurang dalam jumlah

kalium yang dikonsumsi, pasien akan menahan cairan.

3) Pengaturan ekskresi air

Pengaturan jumlah air yang diekskresikan juga merupakan fungsi

ginjal yang penting. Akibat asupan air atau cairan yang besar, urine

16
yang encer harus diekskresikan dalam jumlah yang besar. Sebaliknya,

jika asupan cairannya sedikit, urine yang akan diekskresikan menjadi

lebih pekat. Derajat relatif pengenceran atau pemekatan urine dapat

diukur dalam pengertian osmolalitas. Osmolalitas urin yang normal

adalah 300 hingga 1100 mOsm/kg sesudah terjadi retensi cairan selama

12 jam, osmolalitas urin biasanya akan berkisar dari 500 hingga 850

mOsm/kg.

4) Otoregulasi tekanan darah

Pengaturan atau regulasi tekanan darah juga merupakan salah satu

fungsi sistem renal. Suatu hormon yang dinamakan renin disekresikan

oleh sel-sel jukstaglomeruler ketika tekanan darah menurun. Suatu

enzim akan mengubah renin menjadi angiotensin I yang kemudian

diubah menjadi angiotensin II, yaitu senyawa vasokonstriktor paling

kuat. Vasokonstriksi menyebabkan peningkatan tekanan darah.

Aldosteron disekresikan oleh korteks adrenal sebagai reaksi terhadap

stimulasi oleh kelenjar hipofisis dan pelepasan ACTH sebagai reaksi

terhadap perfusi yang jelek atau peningkatan osmolalitas serum.

Akibatnya adalah peningkatan tekanan darah.

Ureter

Ureter merupakan saluran retroperitoneum yang menghubungkan

ginjal dengan kandung kemih. Pada awalnya, ureter berjalan melalui

fasia gerota dan kemudian menyilang muskulus psoas dan pembuluh

darah iliaka komunis. Ureter berjalan sepanjang sisi posterior pelvis, di


17
bawah vas deferen, dan memasuki basis vesika pada trigonum. Pasokan

darah ureter berasal dari pembuluh darah renalis, gonad, aorta, iliaka

komunis, dan iliaka interna. Susunan saraf otonom pada dinding ureter

memberikan aktivitas peristaltik, di mana kontraksi berirama berasal

dari pemacu proksimal yang mengendalikan transport halus dan efisien

bagi urine dari pelvis renalis ke kandung kemih. (Dr. Nursalam,

M.Nurs, 2008)

Kandung Kemih

Kandung kemih merupakan organ berongga yang terletak di sebelah

anterior tepat di belakang simpisis pubis. Organ ini berfungsi sebagai

wadah sementara untuk menampung urine. Sebagian besar dinding

kandung kemih tersusun dari otot polos yang dinamakan muskulus

detrusor. Kontraksi otot ini terutama berfungsi untuk mengosongkan

kandung kemih pada saat buang air kecil (urinasi). Uretra muncul dari

kandung kemih, pada laki-laki, uretra berjalan lewat penis dan pada wanita

bermuara tepat di sebelah anterior vagina. Pada laki-laki, kelenjar prostat

yang terletak tepat di bawah leher kandung kemih mengelilingi uretra di

sebelah posterior dan lateral. Sfingter urinarius eksterna merupakan otot

volunter yang bulat untuk mengendalikan proses awal urinasi.

Kandung kemih ( vesika urinaria-VU ) berfungsi sebagai penampung

urine. Organ ini berbentuk seperti buah pir atau kendi. Kandung kemih

terletak di dalam panggul besar, di depan isi lainnya, dan di belakang


18
simpisis pubis. Pada bayi letaknya lebih tinggi. Bagian terbawah adalah

basis sedangkan bagian atas adalah fundus. Puncaknya mengarah ke depan

bawah dan ada di belakang simpisis.

Dinding kandung kemih terdiri atas lapisan serus sebelah luar, lapisan

berotot, lapisan submukosa, dan lapisan mukosa dari epitelium transisional.

Tiga saluran bersambung dengan kandung kemih. Dua ureter bermuara

secara oblik di sebelah basis, letak oblik menghindarkan urine mengalir

kembali ke dalam ureter. Ureter keluar dari kandung kemih sebelah depan.

Daerah segitiga antara dua lubang ureter dan uretra disebut segitiga

kandung kemih (trigonum vesica urinarius). Pada wanita, kandung kemih

terletak di antara simpisis pubis, utrus, dan vagina. Dari uterus, kandung

kemih dipisahkan oleh lipatan peritoneum ruang uterovesikal atau ruang

Douglas.

Uretra

Uretra adalah sebuah saluran yang berjalan dari leher kandung kemih

ke lubang luar, dilapisi oleh membran mukosa yang bersambung dengan

membran yang melapisi kandung kemih. Meatus urinarius terdiri atas

serabut otot melingkar, membentuk sfingter uretra. Panjang uretra pada

wanuta sekitar 2,5-3,5 cm sedangkan pada pria 17-22,5 cm.

Proses Perkemihan
19
Mikturisi adalah peristiwa pembuangan urine. Keinginan berkemih

disebabkan oleh penambahan tekanan dalam kandung kemih dan isi urine

di dalamnya. Jumlah urine yang ditampung kandung kemih dan

menyebabkan miksi yaitu 170-230 ml. Mikturisi merupakan gerakan yang

dapat dikendalikan dan ditahan oleh pusat-pusat persarafan. Kandung

kemih dikendalikan oleh saraf pelvis dan serabut saraf simpatik dari

pleksus hipogastrik. (Dr. Nursalam, M.Nurs, 2008)

Pola Eliminasi Urine Normal

Pola eliminasi urine sangat tergantung pada individu biasanya miksi

setelah bekerja, makan atau bangun tidur. Normalnya miksi dalam sehari

adalah sekitar 5 kali.

Karakteristik Urine Normal

Warna urine normal adalah kuning terang karena adanya pigmen

urochrome. Namun demikian, warna urine tergantung pada intake cairan,

keadaan dehidrasi konsentrasinya menjadi lebih pekat dan kecoklatan,

penggunaan obat-obat tertentu seperti multivitamin dan preparat besi maka

urine akan berubah menjadi kemerahan sampai kehitaman.

20
Bau urine normal adalah bau khas amoniak yang merupakan hasil

pemecahan urea oleh bakteri. Pemberian pengobatan akan memengaruhi

bau urine.

Jumlah urine yang dikeluarkan tergantung pada usia, intake cairan, dan

status kesehatan. Pada orang dewasa sekitar 1200 – 1500 ml perhari atau

150 -600 ml per sekali miksi.

Faktor – Faktor Yang Memengaruhi Eliminasi Urine

1. Pertumbuhan dan perkembangan

Usia dan berat badan dapat memengaruhi jumlah pengeluaran urine.

Pada usia lanjut volume kandung kemih berkurang, demikian juga

wanita hamil sehingga frekuensi berkemih juga akan lebih sering.

2. Sosio kultural

Budaya masyarakat dimana sebagian masyarakat hanya dapat miksi

pada tempat tertutup dan sebaliknya ada masyarakat yang dapat miksi

pada lokasi terbuka.

3. Psikologis

Pada keadaan cemas dan stress akan meningkatkan stimulasi

berkemih.

4. Kebiasaan seseorang

Misalnya seseorang hanya bisa berkemih di toilet, sehingga ia tidak

dapat berkemih dengan menggunakan pot urine.


21
5. Tonus otot

Eliminasi urine membutuhkan tonus otot kandung kemih, otot

abdomen dan pelvis untuk berkontraksi. Jika ada gangguan tonus, otot

dorongan untuk berkemih juga akan berkurang.

6. Intake cairan dan makanan

Alkohol menghambat Anti Diuretik Hormon ( ADH ) untuk

meningkatkan pembuangan urine. Kopi, teh, coklat, cola

( mengandung kafein ) dapat meningkatkan pembuangan dan ekskresi

urine.

7. Kondisi penyakit

Pada pasien yang demam akan terjadi penurunan produksi urine

karena banyak cairan yang dikeluarkan melalui kulit. Peradangan dan

iritasi organ kemih menimbulakan retensi urine.

8. Pembedahan

Penggunaan anestesi menurunkan filtrasi glomerulus sehingga

produksi urine akan menurun.

9. Pengobatan

Penggunaan diuretik meningkatkan output urine, antikolinergik dan

antihipertensi menimbulkan retensi urine.

10. Pemeriksaan diagnostik

Intravenous pyelogram dimana pasien dibatasi intake sebelum


prosedur untuk mengurangi output urine. Cystocospy dapat

22
menimbulkan edema lokal pada uretra, spasme pada sfhingter bladder
sehingga dapat menimbulkan urine. (Tarwoto dan Wartonah, 2006)

Masalah – Masalah Eliminasi Urine

1) Retensi urine

Merupakan penumpukan urine dalam kandung kemih dan

ketidakmampuan kandung kemih untuk mengosongkan diri.

Penyebab distensi kandung kemih adalah urine yang terdapat

dalam kandung kemih melebihi 400 ml. Normalnya adalah 250 –

400 ml.

2) Inkontinensia Urine

Adalah ketidakmampuan otot sfingter eksternal sementara atau

menetap untuk mengontrol ekskresi urine.

3) Enurisis

Merupakan ketidaksanggupan menahan kemih yang diakibatkan

ketidakmampuan untuk mengendalikan sfingter eksterna.

Biasanya terjadi pada anak-anak atau pada orang jompo.

Perubahan Pola Berkemih

1. Frekuensi

Meningkatnya frekuensi berkemih tanpa intake cairan yang

meningkat, biasanya terjadi pada cystitis, stress, dan wanita

hamil.

23
2. Urgensi

Perasaan ingin segera berkemih dan biasanya terjadi pada anak-

anak karena kemampuan sfingter untuk mengontrol berkurang.

3. Disuria

Rasa sakit dan kesulitan dalam berkemih misalnya pada infeksi

saluran kemih, trauma, dan striktur uretra.

4. Polyuria (Diuresis)

Produksi urine melebihi normal, tanpa peningkatan intake

cairan misalnya pada pasien Diabetes Mellitus.

5. Urinary Suppression

Keadaan di mana ginjal tidak memproduksi urine secara tiba-

tiba. Anuria (urine kurang dari 100 ml/24 jam), olyguria (urine

berkisar 100-500 ml/24 jam).

b. Fisiologi

Ginjal, ureter, kandung kemih dan uretra membentuk sistem urinarius. Fungsi

utama ginjal adalah mengatur cairan serta elektrolit dan komposisi asam-basa

cairan tubuh; mengeluarkan produk akhir metabolik dari dalam darah; dan

mengatur tekanan darah. Urine yang terbetuk sebagai hasil dari proses ini diangkut

dari ginjal melalui ureter ke dalam kandung kemih tempat urine tersebut disimpan

untuk sementara waktu. Pada saat urinasi, kandung kemih berkontraksi dan urine

akan diekskresikan dari tubuh lewat uretra.

Meskipun cairan serta elektrolit dapat hilang melalui jalur lain dan ada organ lain

yang turut serta dalam mengatur keseimbangan asam-basa, namun organ yang
24
mengatur lingkungan kimia internal tubuh secara akurat adalah ginjal. Fungsi

ekskresi ginjal diperlukan untuk mempertahankan kehidupan. Namun demikian,

berbeda dengan sistem cardiovaskuler dan respiratorius, gangguan total fungsi

ginjal tidak menimbulkan kematian dalam waktu yang singkat. Dialisis (“ginjal

artifisial”) dan bentuk-bentuk terapi lainnya dapat dilakukan untuk menggantikan

fungsi-fungsi tertentu dari ginjal.

Ciri penting sistem renal terletak pada kemampuannya untuk beradaptasi terhadap

beban muatan cairan yang sangat bervariasi, sesuai kebiasaan dan pola hidup

individu. Ginjal harus mampu untuk mengekskresikan berbagai produk limbah

makanan dan metabolisme dalam jumlah yang dapat diterima serta tidak

dieliminasi oleh organ lain. Jika diukur tiap hari, jumlah produk tersebut biasanya

berkisar dari satu hingga dua liter air, 6 hingga 8 g garam (Natrium Klorida), 6 – 8

g Kalium Klorida dan 70 mg ukuivalen asam per hari. Disamping itu, ureum yang

merupakan produk akhir metabolisme protein dan berbagai produk limbah lainnya

diekskresikan ke dalam urine. Jumlah substansi yang diterima ginjal mungkin

berbeda jika pasien mendapatkan infus cairan intravena, nutrisi parenteral total

atau nutrisi interal lewat selang nasogatrik.

3. Klasifikasi

Hidronefrosis dibagi menjadi 2 bagian yaitu :

a. Hidronefrosis I

25
Hidronefrosis adalah dilatasi piala dan perifer ginjal pada satu atau kedua ginjal

akibat adanya obstruksi pada aliran normal urine menyebabkan urine mengalir

balik sehingga tekanan di ginjal meningkat (Brunner & Suddarth, 2005).

Hidronefrosis adalah obstruksi aliran kemih proksimal terhadap kandung kemih

dapat mengakibatkan penimbunan cairan bertekanan dalam pelvis ginjal dan

ureter yang dapat mengakibatkan absorbsi hebat pada parenkim ginjal (Sylvia

A. Prince, 2007).

Apabila obstruksi ini terjadi di ureter atau kandung kemih, tekanan balik akan

mempengaruhi kedua ginjal tetapi jika obstruksi terjadi di salah satu ureter

akibat adanya batu atau kekakuan maka hanya satu ginjal yang rusak.

b. Hidronefrosis II

Batu Ginjal di dalam saluran kemih (kalkulus uriner) adalah massa keras seperti

batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri,

perdarahan, penyumbatan aliran kemih atau infeksi. Batu ini bisa terbentuk di

dalam ginjal (batu ginjal) maupun di dalam kandung kemih (batu kandung

kemih). Proses pembentukan batu ini disebut urolitiasis (litiasis, renalis,

nefrolitiasis). Renal kalkuli adalah pengkristalan dari mineral-mineral yang

mengelilingi suatu zat organik seperti nanah, darah, atau sel-sel yang sudah mati.

Kebanyakan dari renal kalkuli terdiri dari garam-garam kalsium (oksalat dan

fosfat), atau magnesium-amoniak fosfat dan asam. (Sr.Mary Baradero Renal

Sistem). Urolitiasis merupakan batu/kalkuli di traktus urinarius yang terbentuk

ketika konsentrasi substansi tertentu seperti kalsium oksalat, kalsium fosfat, dan

asam urat yang meningkat. (Brunner and Suddarth, 2005:1460). Bladder Stone
26
adalah massa keras seperti batu yang terbentuk disepanjang saluran kemih dan

bisa menyebabkan nyeri yang sangat, perdarahan, penyumbatan aliran kemih dan

infeksi.

4. Etiologi

Penyebab dari penyakit hidronefrosis adalah :

a. Jaringan parut ginjal/ureter

b. Batu

c. Neoplasma/tumor

d. Hipertrofi prostat

e. Kelainan kongenital pada leher kandung kemih dan uretra

f. Penyempitan uretra

g. Pembesaran uterus pada kehamilan (Brunner & Suddarth, 2005).

Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu

saluran kemih pada seseorang. Faktor- faktor tersebut antara lain :

a. Faktor Intrinsik :

1) Herediter (keturunan)

2) Umur, sering dijumpai pada usia 30-50 tahun

3) Jenis Kelamin: lebih sering pada laki-laki dibandingkan perempuan.

b. Faktor Ekstrinsik :

1) Geografis : pada beberapa daerah menunjukan angka kejadian batu

saluran kemih yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal

27
sebagai daerah stone belt (sabuk batu), sedangkan daerah batu di

Afrika Selatan hampir tidak dijumpai penyakit batu saluran kemih.

2) Iklim dan temperatur

3) Asupan air: kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral

kalsium pada air yang dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu

saluran kemih.

4) Diet: diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah

terjadinya penyakit batu saluran kemih.

5) Pekerjaan: penyakit ini sering dijumpai pada orang yang

pekerjaannya banyak duduk atau kurang aktivitas atau sedentary life.

Sumber lain juga mengatakan bahwa terbentuknya batu bisa terjadi

karena air kemih jenuh dengan garam-garam yang dapat membentuk batu

atau karena air kemih kekurangan penghambat pembentukan batu yang

normal. Sekitar 80% batu terdiri dari kalsium, sisanya mengandung berbagai

bahan, termasuk asam urat, sistin dan mineral struvit. Batu struvit

(campuran dari magnesium, amonium dan fosfat) juga disebut "batu infeksi"

karena batu ini hanya terbentuk di dalam air kemih yang terinfeksi. Ukuran

batu bervariasi, mulai dari yang tidak dapat dilihat dengan mata telanjang

sampai yang sebesar 2,5 sentimeter atau lebih. Batu yang besar disebut

"kalkulus staghorn". Batu ini bisa mengisi hampir keseluruhan pelvis renalis

dan kalises renalis. (Agung, 2009)

28
Penyebab dari renal kalkuli adalah idiopatik akan tetapi ada faktor-

faktor predisposisi dan yang utama adalah UTI (Urinary Tract Infection).

Infeksi ini akan meningkatkan timbulnya zat-zat organik. Zat-zat ini

dikelilingi oleh mineral-mineral yang mengendap. Pengendapan mineral-

mineral ini akan meningkatkan alkalinitas urine dan mengakibatkan

pengendapan kalsium fosfat dan magnesium-amonium fosfat. Stasis urine

juga dapat menimbulkan pengendapan zat-zat organik dan mineral-mineral.

Faktor-faktor lain yang dikaitkan dengan pembentukan batu adalah sebagai

berikut :

a. Pemakan antasid dalam jangka panjang

b. Terlalu banyak vitamin D dan kalsium karbonat (Mary Baradero, dkk,

2008)

Teori Proses Pembentukan Batu Saluran Kemih

a. Secara teoritis batu dapat terbentuk diseluruh saluran kemih terutama

pada tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urine

(stasis urine), yaitu pada sistem kalises ginjal atau buli-buli.

b. Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik

maupun anorganik yang terdapat dalam urine. Kristal-kristal ini tetap

dalam keadaan metastabel/tetap terlarut dalam urine jika tidak ada

keadaan-keadaan tertentu yang menyebabkan terjadinya presipitasi

kristal.

29
c. Kristal-kristal yang saling mengadakan presipitasi membentuk inti

batu/nukleasi yang kemudian akan mengadakan agregasi, dan menarik

bahan-bahan lain sehingga menjadi kristal yang agak besar, tapi

agregat kristal ini masih rapuh dan belum cukup mampu membuat

buntu/sumbatan saluran kemih.

d. Agregat kristal menempel pada epitel saluran kemih/membentuk

retensi kristal, dan dari sini bahan-bahan lain diendapkan pada agregat

itu sehingga membentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat

saluran kemih.

e. Kondisi metastabel dipengaruhi oleh suhu, pH larutan, adanya koloid

di dalam urine, konsentrasi solute dalam urine, laju aliran urine, atau

adanya korpus alienum di dalam saluran kemih yang bertindak sebagai

inti batu.

f. Lebih dari 80% batu saluran kemih terdiri atas batu kalsium, meskipun

patogenesis pembentukan batu hampir sama, tetapi suasana di dalam

saluran kemih yang memungkinkan terbentuknya jenis batu itu tidak

sama. Misal batu asam urat mudah terbentuk dalam suasana asam,

sedangkan batu magnesium amonium fosfat terbentuk karena urine

bersifat basa.

Penghambat Pembentukan Batu Saluran Kemih

30
Terbentuk atau tidaknya batu di saluran kemih ditentukan juga oleh adanya

keseimbangan antara zat-zat pembentuk batu dan inhibitor, yaitu zat-zat

yang dapat mencegah timbulnya batu, antara lain :

a. Ion Magnesium ( Mg ) dikenal dapat menghambat pembentukan batu

karena jika berikatan dengan oksalat, membentuk garam magnesium

oksalat sehingga jumlah oksalat yang akan berikatan dengan kalsium

untuk membentuk kalsium oksalat menurun.

b. Sitrat, jika berikatan dengan kalsium membentuk garam kalsium sitrat

sehingga jumlah kalsium yang akan berikatan dengan oksalat ataupun

fosfat berkurang.

c. Senyawa protein atau senyawa organik yang dapat berfungsi sebagai

inhibitor adalah :

1) Glikosaminoglikan ( GAG )

2) Protein Tamm Horsfall (THP ) atau Uromukoid

3) Nefrokalsin

4) Osteopontin

Faktor-faktor predisposisi terjadinya renal kalkuli :

a. Hiperparatiroidisme

b. Asidosis tubular renal

c. Malignansi

d. Penyakit granulomatosa ( sarkoidosis, tuberkulosis)

e. Masukan vitamin D yang berlebihan


31
f. Masukan susu dan alkali

g. Penyakit mieloproliferatif ( leukemia, polisitemia, mieloma multiple).

Pembagian Jenis Batu

a. Berdasarkan sifat materi penyusunnya :

1) An Organic Stone ( pH basa ), contoh kalsium oksalat, kalsium

fosfat, magnesium fosfat, garam triple fosfat

2) Organic Stone ( pH Asam), contoh asam urat dan sistin.

b. Secara Radiologis :

1) Batu Radio Opaque/nyata: umumnya adalah anorganic stone

2) Batu Radio lucent/tidak nyata, bersifat organik dan asam.

3) Batu organik campuran kalsium

c. Berdasarkan warna batu :

1) Warna sangat gelap dan ukuran kecil, misalnya: kalsium oksalat.

2) Warna putih, besar dan halus, misalnya: kalsium fosfat

3) Warna coklat, kecil dan halus, misalnya: asam urat.

Obstruksi pada aliran normal urine menyebabkan urine mengalir

balik, sehingga tekanan di ginjal meningkat. Jika obstruksi terjadi di uretra

atau kandung kemih, tekanan balik akan mempengaruhi kedua ginjal, tetapi

jika obstruksi terjadi di salah satu ureter akibat adanya batu atau kekakuan,

maka hanya satu ginjal saja yang rusak.

Obstruksi parsial atau intermiten dapat disebabkan oleh batu renal

yang terbentuk di piala ginjal tetapi masuk ke ureter dan menghambatnya.

Obstruksi dapat diakibatkan oleh tumor yang menekan ureter atau berkas
32
jaringan parut akibat abses atau inflamasi dekat ureter dan menjepit saluran

tersebut. Gangguan dapat sebagai akibat dari bentuk sudut abnormal di

pangkal ureter atau posisi ginjal yang salah, yang menyebabkan ureter

berpilin atau kaku.

Apapun penyebabnya, adanya akumulasi urine di piala ginjal, akan

menyebabkan distensi piala dan kaliks ginjal. Pada saat ini, atrofi ginjal

terjadi. Ketika salah satu ginjal sedang mengalami kerusakan bertahap,

maka ginjal yang lain akan membesar secara bertahap (hipertrofi

kompensatori). Akhirnya fungsi renal terganggu.

5. Insiden

Di Amerika Serikat dan Eropa lebih dari 250.000 kasus infeksi saluran kemih setiap

tahun, dan 100.000 pasien dengan gangguan ini memerlukan hospitalisasai. Tingkat

kekambuhan setelah serangan pertama adalah 14%, 39%, dan 52% pada tahun ke 1, 5,

dan 10 secara berurutan. (Dewi Setyoningsih, 2007)

Di Indonesia dengan perkiraan penduduk sebanyak 201 juta, angka penderita batu

saluran kencing mencapai 294.000 orang per tahun. (Anizah, 2010). Rifki Muslim pada

penelitiannya di RSUP dr. Kariyadi Semarang menemukan 156 penderita batu saluran

kemih, yang terbanyak adalah batu kandung kemih (58,97%), diikuti oleh batu ginjal

(23,72%), batu ureter (8,97%), dan batu uretra (2,04%) (Djoko Rahardjo, 2005).

Prevalensi batu kandung kemih pada pria dan wanita di RSUP dr. Karyadi Semarang,

dari 105 penderita didapkatan hasil jumlah penderita pria dibandingkan wanita 4 : 1

(Harry Purwanto, 2005).


33
Di RS. Wahidin Sudirohusodo Makassar, kasus hidronefrosis pada Tahun 2007

sebanyak 46 pasien kunjungan, pada Tahun 2008 pasien kunjungan dengan kasus

hidronefrosis adalah 50 orang dan Tahun 2009 sebanyak 96 orang. (RM : RS. DR.

Wahidin Sudirohusodo, Makassar)

6. Patofisiologi

Hidronefrosis diawali dengan infeksi saluran kemih yang disebabkan oleh adanya

mikroorganisme patogenik dalam traktus urinarius. Mikroorganisme ini masuk

melalui: kontak langsung dari tempat infeksi terdekat, hematogen, limfogen.

Ada 2 jalur utama terjadinya infeksi yaitu :

a. Secara asending yaitu :

Masuknya mikroorganisme dalam kandung kemih, antara lain: faktor

anatomi dimana pada wanita memiliki uretra yang lebih pendek dari pada laki-laki

sehingga insiden terjadinya infeksi lebih tinggi, faktor tekanan urin saat miksi,

kontaminasi fekal, pemasangan alat kedalam traktus urinarius (pemeriksaan

sistoskopik, pemakaian kateter) dan adanya dekubitus yang terinfeksi.

b. Secara hematogen, yaitu :

34
Sering terjadi pada pasien yang sistem imunnya rendah sehingga

mempermudah penyebaran infeksi secara hematogen. Ada beberapa hal yang

mempengaruhi struktur dan fungsi ginjal sehingga mempermudah penyebaran

hematogen, yaitu adanya bendungan total urine yang yang mengakibatkan distensi

kandung kemih dan bendungan intrarenal akibat jaringan. Pada usia lanjut

terjadinya infeksi ini sering disebabkan karena adanya :

1) Sisa urine dalam kandung kemih yang meningkat akibat pengosongan

kandung kemih yang tidak lengkap

2) Mobilitas menurun

3) Nutrisi yang sering kurang baik

4) Sistem imunitas yang menurun

5) Adanya hambatan pada saluran urine

6) Hilangnya efek bakterisida dari sekresi prostat

Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat tersebut mengakibatkan

distensi yang berlebihan sehingga menimbulkan nyeri, keadaan ini mengakibatkan

penurunan resistensi terhadap invasi bakteri dan residu kemih menjadi media

pertumbuhan bakteri yang selanjutnya akan mengakibatkan gangguan fungsi

gunjal sendiri, kemudian keadaan ini secara hematogen menyebar keseluruh

traktus urinarius. Selain itu beberapa hal yang menjadi predisposisi infeksi saluran

35
kemih antara lain adanya obstruksi aliran kemih proksimal yang mengakibatkan

penimbunan cairan bertekanan dalam pelvis ginjal dan ureter. Penyebab umum

obstruksi adalah jaringan parut ginjal, batu neoplasma dan hipertropi prostat yang

sering ditemukan pada laki-laki diatas 60 tahun. Obstruksi pada aliran normal urin

menyebabkan urin mengalir balik, sehingga tekanan di ginjal meningkat. Jika

obstruksi terjadi di uretra atau kandung kemih, tekanan balik akan mempengaruhi

kedua ginjal, tetapi jika obstruksi terjadi di salah satu ureter akibat adanya batu

atau kekakuan maka hanya satu ginjal saja yang rusak.

Obstruksi parsial atau intermiten dapat disebabkan oleh batu renal yang

terbentuk di piala ginjal tetapi masuk ke ureter dan menghambatnya. Obstruksi

dapat diakibatkan oleh tumor yang menekan ureter atau berkas jaringan parut

akibat abses atau inflamasi dekat ureter dan menjepit saluran tersebut. Gangguan

dapat sebagai akibat dari bentuk abnormal di pangkal ureter atau posisi ginjal yang

salah, yang menyebabkan ureter berpilin atau kaku. Pada pria lansia, penyebab

tersering adalah obstruksi uretra pada pintu kandung kemih akibat pembesaran

prostat. Hidronefrosis juga dapat terjadi pada kehamilan akibat pembesaran uterus.

Apapun penyebabnya adanya akumulasi urin di piala ginjal akan

menyebabkan distensi piala dan kaliks ginjal. Pada saat ini atrofi ginjal terjadi.

Ketika salah satu ginjal sedang mengalami kerusakan bertahap, maka ginjal yang

lain akan membesar secara bertahap (hipertrofi kompensatori), akhirnya fungsi

renal terganggu.

7. Manifestasi Klinis

36
Berdasarkan lokasi batu, tanda dan gejala dari renal kalkuli bervariasi, antara

lain :

a. Di kaliks minor atas; terasa pegal di daerah pinggang, rasa sakit terus-

menerus, kolik, gejala yang terjadi tiba-tiba menghilang secara perlahan-

lahan, nyeri menjalar ke perut tengah bawah sampai ke arah vulva atau

penis, dapat di sertai anoreksia, mual, muntah, perut kembung, hematuria

dan leukositosis.

b. Di kaliks minor bawah; tanda dan gejala sama dengan di kaliks minor atas,

tapi batu ini merupakan batu korat atau disebut Sraghora Stone yang dapat

merusak parenkim ginjal.

c. Di kaliks mayor; merupakan batu korat yang tidak menyumbat, tidak

timbul gejala akut, menimbulkan pielonefritis dan mendesak parenkim

ginjal sehingga parenkim makin menipis.

d. Di pielum; kadang menyumbat dan menimbulkan infeksi sehingga terjadi

renal colic pain.

e. Di atas Up Junction; batu di bagian penyempitan ureter sehingga timbul

kolik pain, disertai mual, muntah, dan hematuria.

Jika kedua ginjal kena maka tanda dan gejala gagal ginjal kronik akan muncul,

seperti:

1) Hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium)

2) Gagal jantung kongestif

3) Perikarditis (akibat iritasi oleh toksik uremi)


37
4) Pruritis (gatal kulit)

5) Butiran uremik (kristal urea pada kulit)

6) Anoreksia, mual, muntah, cegukan

7) Penurunan konsentrasi, kedutan otot dan kejang.

8) Amenore, atrofi testikuler (Brunner & Suddarth, 2005).

8. Pemeriksaan Penunjang
Urine :

Volume : biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (fase oliguria), yang terjadi

dalam 24 – 48 jam.

Berat Jenis : kurang dari 1,020 menunjukkan penyakit ginjal.

Warna : kotor, sedimen kecoklatan menunjukkan adanya darah, Hb,

mioglobin, porfirin.

pH : lebih besar dari 7.

Osmolalitas : kurang dari 350 mOsm/kg

Klirens Kreatinin : mungkin secara bermakna menurun sebelum BUN dan

kreatinin serum menunjukkan peningkatan bermakna.

Natrium : biasanya menurun tapi dapat lebih dari 40 mEq/L

Bikarbonat : meningkat bila ada asidosis metabolik

SDM : mungkin ada karena infeksi, batu, dll.

Protein : Proteinuria derajat tinggi (3-4+)

Warna Tambahan : biasanya tanda penyakit ginjal atau infeksi.

Darah :

38
Hb : menurun pada adanya anemia

SDM : sering menurun

pH : Asidosis metabolik kurang dari 7,2

BUN/Kreatinin : biasanya menungkat pada proporsi rasio 10:1

Osmolalitas Serum : Lebih besar dari 285 mOsm/L

Kalium : menungkat sehubungan dengan retensi

Natrium : biasanya meningkat tapi dapat bervariasi

pH, Kalsium dan Bikarbonat : menurun

Klorida, Fosfat dan Magnesium : meningkat

Protein : penurunan pada kadar serumdapat menunjukkan kehilangan

protein melalui urine.

Pencitraan Radionuklida :

Dapat menunjukkan klikektasis, penyempitan dan lambatnya pengisian dan

pengosongan sebagai akibat dari gagal ginjal.

KUB Abdomen :

Menunjukkan ukuran ginjal/ureter/kandung kemih, adanya kista, tumor dan

perpindahan ginjal atau obstruksi (batu),

Pielogram retrogad :

Menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter

Arteriogram Ginjal :

Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskularitas dan

massa.

Sistouretrogram berkemih :
39
Menunjukkan ukuran kandung kemih, refleks ke dalam ureter dan retensi.

Ultrasound Ginjal :

Menentukan ukuran ginjal dan hanya massa kista, obstruksi pada saluran

perkemihan atas.

CT Scan :

Gambaran bagian menyilang dari ginjal dan saluran perkemihan

mendeteksi adanya/luas penyakit.

MRI :

Memberikan informasi tentang jaringan lunak

Urografi Ekskretorius :

Konsentrasi zat tembus pandang kontras pada urine dan memudahkan

penglihatan pada ginjal, ureter dan kandung kemih.

Endourologi :

Untuk mendiagnosa masalah biopsy dan pembuangan lesi kecil/batu.

EKG :

Mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan

asam/basa.(Marilynn E.Doengoes, 2007)

9. Penatalaksanaan
Tujuannya adalah untuk mengaktivasi dan memperbaiki penyebab dari

hidronefrosis (obstruksi, infeksi) dan untuk mempertahankan dan melindungi fungsi

ginjal. Untuk mengurangi obstruksi urin akan dialihkan melalui tindakan

nefrostomi atau tipe disertasi lainnya. Infeksi ditangani dengan agen anti mikrobial

karena sisa urin dalam kaliks akan menyebabkan infeksi dan pielonefritis. Pasien

40
disiapkan untuk pembedahan mengangkat lesi obstrukstif (batu, tumor, obstruksi

ureter). Jika salah satu fungsi ginjal rusak parah dan hancur maka nefroktomi

(pengangkatan ginjal) dapat dilakukan (Brunner & Suddarth, 2005).

NEFROSTOMI

a. Drainase Nefrostomi

Selang nefrostomi dimasukkan langsung ke dalam ginjal untuk pengalihan

aliran urin temporer atau permanen secara perkutan atau melalui luka insisi.

Sebuah selang tunggal atau selang nefrostomi sirkuler atau U-loop yang dapat

tertahan sendiri dapat digunakan. Drainase nefrostomi diperlukan utuk drainase

cairan dari ginjal sesudah pembedahan, memelihara atau memulihkan drainase

dan memintas obstruksi dalam ureter atau traktus urinarius inferior. Selang

nefrostomi dihubungkan ke sebuah sistem drainase tertutup atau alat urostomi.

Gambar 2.4

41
Insisi untuk melakukan pembedahan

b. Nefrostomi Perkutaneus

Pemasangan sebuah selang melalui kulit ke dalam pelvis ginjal. Tindakan ini

dilakukan untuk drainase eksternal urine dari ureter yang tersumbat, membuat

suatu jalur pemasangan stent ureter, menghancurkan batu ginjal, melebarkan

striktur, menutup fistula, memberikan obat, memungkinkan penyisipan alat

biopsy bentuk sikat dan nefroskop atau untuk melakukan tindakan bedah

tertentu.

Daerah kulit yang akan dinsisi dipersiapkan serta dianestesi, dan pasien diminta

untuk menarik napas serta menahannya pada saat sebuah jarum spinal

42
ditusukkan ke dalam pelvis ginjal. Urine diaspirasi untuk pemeriksaan kultur

dan media kontras dapat disuntikkan ke dalam sistem pielokaliks. Seutas kawat

pemandu kateter angiografi disisipkan lewat jarum tersebut ke dalam ginjal.

Jarum dicabut dan saluran dilebarkan dengan melewatkan selang atau kawat

pemandu. Selang nefrostomi dimasukkan dan diatur posisinya dalam ginjal atau

ureter, difiksasi dengan jahitan kulit serta dihubungkan dengan sistem drainase

tertutup.

10. Pencegahan

Beberapa petunjuk pencegahan untuk mengobati infeksi saluran kemih dan

mencegah terulang kembali antara lain :

a. Perhatikan kebersihan secara baik, misalnya setiap buang air seni, bersihkanlah

dari depan ke belakang. Hal ini akan mengurangi kemungkinan bakteri masuk

ke saluran urine dari rektum.

b. Ganti selalu pakaian dalam setiap hari, karena bila tidak diganti, bakteri akan

berkembang biak secara cepat dalam pakaian dalam.

c. Pakailah bahan katun sebagai bahan pakaian dalam, bahan katun dapat

memperlancar sirkulasi udara.

d. Hindari pakaian ketat yang dapat mengurangi ventilasi udara, dan dapat

mendorong perkembangbiakan bakteri.

e. Buang air seni sesering mungkin (setiap 3 jam) untuk mengosongkan kandung

kemih.

43
f. Jangan menunda buang air kecil, sebab menahan buang air seni merupakan

sebab terbesar dari infeksi saluran urin.

g. Buang air seni sesudah hubungan kelamin, hal ini membantu menghindari

saluran urine dari bakteri.

h. Hindari kafein, minuman mengandung karbonat dan alkohol sebab semua

bahan ini akan mengiritasi kandung kemih.

i. Usahakan jangan pernah malu untuk berkonsultasi kepada dokter agar dapat

dicegah penyebaran bakterinya.

B. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian mencakup data yang dikumpulkan melalui wawancara,

pengumpulan riwayat kesehatan, pengkajian fisik, pemeriksaan

laboratorium dan diagnostik, serta review catatan sebelumnya.

Langkah-langkah pengkajian yang sistemik adalah pengumpulan data,

sumber data, klasifikasi data, analisa data dan diagnosa keperawatan.

Data Dasar Pengkajian :

a. Makanan atau cairan

Gejala

Mual/muntah, nyeri tekanan abdomen

Ketidakcukupan pemasukan cairan

Tanda :
44
1) Distensi abdominal

2) Muntah

b. Aktivitas dan istirahat

Gejala :

1) Pekerjaan monoton, pekerjaan dimana pasien terpajan pada

lingkungan bersuhu tinggi

2) Keterbatasan aktivitas sehubungan dengan kondisi sebelumnya

c. Eliminasi terutama BAK

Gejala :

1) Riwayat adanya ISK kronis

2) Obstruksi sebelumnya

3) Penurunan pengeluaran urine

4) Kandung kemih penuh

Tanda :

1) Oliguri

2) Hematuri

3) Piuria

4) Perubahan pola berkemih

d. Sirkulasi

Tanda :

1) Peningkatan TD/nadi (nyeri, ansietas, gagal ginjal),

2) Kulit hangat dan kemerahan

3) Pucat
45
e. Nyeri/kenyamanan

Gejala :

Episode akut nyeri berat, lokasi tergantung pada lokasi obstruksi,

contoh: pada panggul di regio sudut kortovertebral dan menyebar ke

punggung, abdomen dan turun kelipatan paha

Tanda :

1) Melindungi perilaku distriksi

2) Nyeri tekan pada area ginjal yang dipalpasi

f. Keamanan

Gejala :

1) Menggigil

2) Demam

g. Persepsi diri

Gejala : kurang pengetahuan, gangguan body image

2. Pengumpulan Data

Adalah bagian dari pengkajian keperawatan yang merupakan landasan

proses keperawatan. Kumpulan data adalah kumpulan informasi yang

bertujuan untuk mengenal masalah klien dalam memberikan asuhan

keperawatan .

Sumber Data

46
Data dapat diperoleh melalui klien sendiri, keluarga, perawat lain dan

petugas kesehatan lain baik secara wawancara maupun observasi.

Data yang disimpulkan meliputi :

- Data biografi /biodata

Meliputi identitas klien dan identitas penanggung antara lain: nama,

umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan dan alamat.

- Riwayat Keluhan Utama

Riwayat keluhan utama meliputi : adanya nyeri berat yang menjalad


hingga ke organ lain.

- Riwayat Kesehatan Masa Lalu

 Apakah pasien pernah mengalami penyakit yang sama


sebelumnya.

 Apakah ada keluarga yang menderita penyakit yang sama.

- Pengkajian fisik meliputi :

 Keadaan umum

 Kesadaran

 Tanda-tanda vital

 BB dan

47
 TB

- Pengkajian persistem

Pemeriksaan laboratorium :

Urine :

Volume : biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (fase oliguria), yang

terjadi dalam 24 – 48 jam.

Berat Jenis : kurang dari 1,020 menunjukkan penyakit ginjal.

Warna : kotor, sedimen kecoklatan menunjukkan adanya darah, Hb,

mioglobin, porfirin.

pH : lebih besar dari 7.

Osmolalitas : kurang dari 350 mOsm/kg

Klirens Kreatinin : mungkin secara bermakna menurun sebelum

BUN dan kreatinin serum menunjukkan peningkatan bermakna.

Natrium : biasanya menurun tapi dapat lebih dari 40 mEq/L

Bikarbonat : meningkat bila ada asidosis metabolik

SDM : mungkin ada karena infeksi, batu, dll.

Protein : Proteinuria derajat tinggi (3-4+)

Warna Tambahan : biasanya tanda penyakit ginjal atau infeksi.

Darah :

Hb : menurun pada adanya anemia

48
SDM : sering menurun

pH : Asidosis metabolik kurang dari 7,2

BUN/Kreatinin : biasanya menungkat pada proporsi rasio 10:1

Osmolalitas Serum : Lebih besar dari 285 mOsm/L

Kalium : menungkat sehubungan dengan retensi

Natrium : biasanya meningkat tapi dapat bervariasi

pH, Kalsium dan Bikarbonat : menurun

Klorida, Fosfat dan Magnesium : meningkat

Protein : penurunan pada kadar serumdapat menunjukkan

kehilangan protein melalui urine.

Pencitraan Radionuklida :

Dapat menunjukkan klikektasis, penyempitan dan lambatnya

pengisian dan pengosongan sebagai akibat dari gagal ginjal.

KUB Abdomen :

Menunjukkan ukuran ginjal/ureter/kandung kemih, adanya kista,

tumor dan perpindahan ginjal atau obstruksi (batu),

Pielogram retrogad :

Menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter

Arteriogram Ginjal :

Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskularitas

dan massa.

Sistouretrogram berkemih :

49
Menunjukkan ukuran kandung kemih, refliks ke dalam ureter,

retensi

Ultrasound Ginjal :

Menentukan ukuran ginjal dan hanya massa kista, obstruksi pada

saluran perkemihan atas.

CT Scan :

Gambaran bagian menyilang dari ginjal dan saluran perkemihan

mendeteksi adanya/luas penyakit.

MRI :

Memberikan informasi tentang jaringan lunak

Urografi Ekskretorius :

Konsentrasi zat tembus pandang kontras pada urine dan

memudahkan penglihatan pada ginjal, ureter dan kandung kemih.

Endourologi :

Untuk mendiagnosa masalah biopsy dan pembuangan lesi

kecil/batu.

EKG :

Mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan

asam/basa.

Pengkajian pola kebiasaan hidup sehari-hari meliputi :

- Nutrisi

50
Kebiasaan makan, frekuensi makan, nafsu makan, makanan

pantangan, makanan yang disukai, banyaknya minum. Dikaji riwayat

sebelum dan sesudah masuk RS.

- Eliminasi

Kebiasaan BAB / BAK, frekuensi, warna, konsistensi, sebelum dan

sesudah masuk RS.

- Istirahat dan tidur

Kebiasaan tidur, lamanya tidur dalam sehari sebelum dan sesudah

sakit.

- Personal hygiene

 Frekuensi mandi dan menggosok gigi dalam sehari

 Frekuensi mencuci rambut dalam seminggu

 Dikaji sebelum dan pada saat di RS

Identifikasi masalah psikologis, sosial dan spritual :

- Status psikologis.

51
Emosi biasanya cepat tersinggung, marah, cemas, pasien berharap

cepat sembuh, merasa asing tinggal di RS, merasa rendah diri,

mekanisme koping yang negatif.

- Status sosial

Merasa terasing dengan lingkungan RS akibatnya klien kurang

berinteraksi dengan masyarakat lain.

- Kegiatan keagamaan

Klien mengatakan kegiatan shalat 5 waktu berkurang.

3. Klasifikasi Data

Data pengkajian :

- Data subyektif

Data yang diperoleh langsung dari klien dan keluarga, mencakup

hal-hal sebagai berikut: klien mengatakan nyeri pada punggung,

nafsu makan menurun, kebutuhan sehari-hari dilayani di tempat

tidur, harapan klien cepat sembuh, lemah, riwayat menikah, riwayat

keluarga.

- Data obyektif

52
Data yang dilihat langsung atau melalui pengkajian fisik atau

penunjang meliputi : adanya pembesaraan/distensi abdomen, nyeri

tekan pada daerah abdomen, hasil pemeriksaan laboratorium dan

diagnostik.

4. Analisa Data

Merupakan proses intelektual yang merupakan kemampuan

pengembangan daya pikir yang berdasarkan ilmiah, pengetahuan yang

sama dengan masalah yang didapat pada klien.

5. Diagnosa Keperawatan

a. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya tekanan di

ginjal yang meningkat

b. Gangguan perubahan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi

saluran kemih

53
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan intake yang tidak adekuat mual, muntah

d. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem

pertahanan tubuh

e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemia

6. Perencanaan

Perencanaan keperawatan adalah pengembangan dari pencatatan

perencanaan perawatan untuk memenuhi kebutuhan klien yang telah

diketahui.

Pada perencanaan meliputi tujuan dengan kriteria hasil, intervensi, rasional,

implementasi dan evaluasi.

1. Gangguan rasa nyaman nyeri

berhubungan dengan adanya tekanan ginjal yang meningkat

Tujuan : nyeri terkontrol / berkurang

Kriteria hasil : pasien mengatakan nyeri berkurang dengan spasme

terkontrol, tampak rileks, mampu istirahat dengan tepat

Intervensi:

a. Catat lokasi, lamanya, intensitas dan penyebaran, pertahankan

TTV

54
Rasional : bantu mengevaluasi tempat obstruksi dan kemajuan

gerakan kalkulus

b. Bantu dan dorong penggunaan napas dalam

Rasional : memberikan kesempatan untuk pemberian perhatian dan

membantu relaksasi otot

c. Dorong dengan ambulasi sesuai indikasi dan tingkatkan

pemasukan cairan sedikitnya 3-4 L/hari

Rasional : hidrasi kuat meningkatkan lewatnya batu, mencegah statis

urine dan mencegah pembentukan batu

d. Perhatikan keluhan penambahan / menetapnya nyeri abdomen

Rasional : obstruksi dapat menyebabkan perforasi dan ekstravasasi

urine ke dalam area perianal

e. Berikan obat sesuai indikasi

Rasional : biasanya diberikan sebelum episode akut untuk

meningkatkan relaksasi otot / mental

2. Gangguan perubahan

eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi saluran kemih

Tujuan : dapat berkemih dengan jumlah normal dewasa ½ – 1

ml/kgbb/jam

Kriteria hasil : tidak mengalami tanda obstruksi

Intervensi

a. Dorong klien untuk meningkatkan pemasukan cairan

55
Rasional : peningkatan hidrasi membilas bakteri dalam darah dan

membantu lewatnya batu

b. Tentukan pola berkemih normal dan perhatikan variasi

Rasional : biasanya frekuensi meningkat bila kalkulus mendekati

pertemuan uretrovesikal

c. Observasi perubahan status mental, perilaku atau tingkat

kesadaran

Rasional : akumulasi sisa berkemih dan ketidakseimbangan elektrolit

dapat menjadi toksik di sistem saraf pusat

d. Catat pemeriksaan laboratorium, ureum, kreatinin

Rasional : peningkatan ureum dan kreatinin mengindikasikan

disfungsi ginjal

e. Amati keluhan vesika urinari bila penuh, palpasi untuk distensi

suprapubik, pertahankan penurunan output urine

Rasional : retensi urine dapat terjadi, menyebabkan distensi jaringan

dan resiko infeksi, gagal ginjal

3. Perubahan nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat,

mual, muntah

Tujuan : kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi

Kriteria hasil : nafsu makan meningkat, tidak mengalami tanda

malnutrisi lebih lanjut

56
Intervensi

a. Kaji dan catat diet yang diberikan

Rasional : membantu mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan diet

b. Berikan makan sedikit tapi sering

Rasional : meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan dengan

status uremik

c. Timbang BB setiap hari

Rasional : perubahan kelebihan 0,5 kg dapat menunjukkan

perpindahan keseimbangan cairan

d. Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh BUN, albumin serum,

natrium, kalium

Rasional : indikator kebutuhan nutrisi, pembatasan aktivitas terapi

e. Berikan / Kolaborasi obat antidiuretik

Rasional : menghilangkan mual, muntah, meningkatkan pemasukan

oral

4. Resiko tinggi infeksi

berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh

Tujuan : tidak terjadi infeksi

Kriteria hasil : tidak menunjukkan tanda dan gejala infeksi

a. Tingkatkan cuci tangan yang baik pada pasien dan perawat

Rasional : menurunkan resiko kontaminasi silang

b. Bantu napas dalam, batuk dan pengubahan posisi

57
Rasional : mencegah atelektasis dan imobilisasi, dan untuk

mengeluarkan sekret untuk menurunkan resiko infeksi

c. Kaji integritas kulit

Rasional : gesekan yang terjadi dapat menjadi infeksi sekunder

d. Awasi tanda vital

Rasional : demam dengan peningkatan nadi dan pernapasan adalah

tanda peningkatan laju metabolik dan proses inflamasi

e. Awasi pemeriksaan laboratorium contoh SDP dengan diferensial

Rasional : SDP meningkat mengindikasi infeksi

5. Intoleransi aktivitas

berhubungan dengan anemia

Tujuan: Kebutuhan aktivitas terpenuhi

Kriteria hasil: Meningkatkan kemampuan mobilitas dan melaporkan

penurunan gejala-gejala intoleransi aktivitas

Intervensi:

a. Kaji respon individu terhadap aktivitas, nyeri, dispnea, vertigo

Rasional : sebagai indikasi untuk mengetahui sejauh mana

kemampuan klien

b. Meningkatkan aktivitas klien secara bertahap

58
Rasional : membantu klien dalam mengatasi ketidakmampuannya

memenuhi kebutuhannya

c. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi

Rasional : membantu mempercepat proses pemulihan.

7. Implementasi

Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan dimana

rencana keperawatan dilaksanakan. Melaksanakan intervensi/aktivitas

yang telah ditentukan, pada tahap ini perawat siap untuk melaksanakan

intervensi dan aktivitas yang telah dicatat dalam rencana perawatan klien.

Agar implementasi perencanaan dapat tepat waktu dan efektif terhadap

biaya, pertama-tama harus mengidentifikasi prioritas perawatan klien,

kemudian bila perawatan telah dilaksanakan, memantau dan mencatat

respon pasien terhadap setiap intervensi dan mengkomunikasikan

informasi ini kepada penyedia perawatan kesehatan lainnya. Kemudian,

dengan menggunakan data, dapat mengevaluasi dan merevisi rencana

perawatan dalam tahap proses keperawatan berikutnya.

8. Evaluasi

59
Tahapan evaluasi menentukan kemajuan pasien terhadap pencapaian hasil

yang diinginkan dan respon pasien terhadap dan keefektifan intervensi

keperawatan kemudian mengganti rencana perawatan jika diperlukan.

Tahap akhir dari proses keperawatan perawat mengevaluasi kemampuan

pasien ke arah pencapaian hasil.

PATOFISIOLOGI DAN PENYIMPANGAN KDM


HIDRONEFROSIS

60
Obstruksi traktus urinarius Invasi mikroorganisme streptokokus

Refluks ureterovesikel Menyerang kandung kemih, uretra,


prostat, dan ginjal

Produk akhir metabolism protein Respon tubuh menghasilkan


tertimbun dalam darah antibody imunoglobin G ( Ig G )

Peningkatan ureum darah


Pemajanan ulang terhadap antigen

Peradangan pada ginjal


Merangsang saluran cerna

Pelepasan mediator kimia dalam ginjal


Mual atau muntah (histamine, bradikinin dan prostaglandin)

Perubahan status kesehatan


Intake nutrisi kurang Merangsang ujung saraf

Sumber pendukung tidak adekuat


Ditransmisikan ke korteks serebri
Gangguan pemenuhan nutrisi
melalui thalamus

Koping individu tidak efektif


penurunan nutrisi ke
Nyeri pinggang
jaringan

lemah kecemasan

Intoleran aktifitas

GFR menurun

Sintesis dan sekresi


rennin meningkat

Angiotensinogen

Angiotensin I

Angiotensin II

Stimulasi aldosteron

Retensi natrium dan air

udema
Gangguan keseimbangan volume cairan

BAB III

61
HASIL DAN PEMBAHASAN

No. RM : 433344

Tgl. Masuk RS : 25 Juni 2010

Tgl. Pengkajian : 27 Juli 2010

Diagnose Medik :Hidronefrosis

A. Studi Kasus

1. Identifiksi Data

a. Nama Klien : Ny. “D”

b. Umur : 36 tahun

c. Pekerjaan : PNS

d. Jenis kelamin : Perempuan

e. Pendidikan : D II Pendidikan

f. Alamat : Kel. Uepai Kec. Uepai Kendari

g. Status : Kawin

h. Agama : Islam

i. Suku / Bangsa : Tolaki / Indonesia

2. Penanggung Jawab

a. Nama : Ny “Y”

b. Umur : 30 tahun

c. Jenis Kelamin : Perempuan


62
d. Agama : Islam

e. Pekerjaan : PNS

f. Alamat : Kel. Uepai Kec. Uepai Kendari.

g. Hubungan dengan Klien : Saudara

3. Riwayat Kesehatan

a. Keluhan Utama :

Batuk berlendir

b. Riwayat Keluhan Utama :

Klien masuk RS Wahidin Sudirohusodo dengan keluhan nyeri pada punggung

kiri yang dialami sejak 8 bulan yang lalu. Sebelum masuk RS. Wahidin

Sodirohusodo klien pernah dirawat di RS. Kendari. Namun pada saat dikaji,

klien mengeluh batuk berlendir yang diderita sejak 1 minggu yang lalu,

keluhan ini kadang disertai sesak. Keluhan dirasakan hilang timbul. Faktor

yang memperberat keluhan adalah apabila klien berbaring dan yang

memperingan apabila klien duduk. Klien mengatakan sangat cemas dengan

kondisinya saat ini.

c. Riwayat Kesehatan Masa Lalu :

1) Klien pernah dirawat di RS. Kendari sebanyak 6 kali dengan penyakit

yang sama namun pengobatannya tidak berhasil.

2) Klien pernah menderita penyakit typhus dan dirawat di RS. Kendari.

3) Klien tidak ada riwayat alergi terhadap makanan dan minuman.

4) Klien tidak ada riwayat ketergantungan obat-obatan.


63
d. Riwayat Kesehatan Keluarga

Genogram :

GI

70 68 66
G II 62 57

64 54

G III
38 30
33 28 25 23

40 363

16 12 10
14 3

Keterangan :

: Laki-laki : Tinggal serumah

: Perempuan : Garis pernikahan

: Meninggal : Klien

? : Umur tidak diketahui : Garis keturunan

Keterangan genogram :
64
GI :Kakek dan nenek dari kedua orang tua klien meninggal bukan

karena penyakit.

G II :Dari pihak ayah klien : ke-4 saudara ayah klien tidak

menderita penyakit.

Dari pihak ibu klien : ibu klien menderita penyakit hipertensi

G III :Semua saudara klien dalam keadaan sehat, hanya klien yang

menderita penyakit Hydronephrosis Sinistra.

G IV : Anak bungsu klien mengalami cacat sejak lahir

 Dari hasil pengkajian riwayat kesehatan keluarga klien ditemukan

penyakit keturunan dari ibunya yaitu Hipertensi tapi tidak

ditemukan adanya penyakit keturunan Hidronefrosis.

4. Riwayat Psikososial

a. Pola Pikir dan Persepsi

- Klen merasa cemas akan penyakitnya karena sudah lama berobat tetapi

belum sembuh.

- Klien mengatakan ia tidak tahu mengapa ia bisa menderita penyakit

tersebut.

- Klien cemas dengan kondisi kesehatannya.

- Klien cemas jika penyakitnya tidak sembuh, siapa yang akan merawat

anak-anaknya terutama anak bungsunya karena suaminya sudah pergi

meninggalkannya.

65
b. Harga Diri

Klien merasa tidak berarti dan gagal dalam perawatan dirinya.

c. Ideal Diri

Klien merasa tidak mampu menampilkan perannya sebagaimana mestinya

karena penyakit yang dialaminya.

d. Pola Komunikasi

Klien dapat berkomunikasi dengan baik pada keluarga, pasien lain, dan petugas

kesehatan.

e. Hubungan dengan Keluarga

Klien mengatakan hubungan dengan orang tua, saudara dan anak-anaknya

sangat baik, tetapi hubungan klien dengan suaminya kurang baik, hal ini

semakin menambah beban pikiran karena tidak mendapat dukungan dari

suaminya.

f. Pertahanan koping

Pengambilan keputusan dilakukan dengan cara musyawarah bersama

keluarganya.

g. Kepercayaan

Klien menganut agama islam. Klien percaya terhadap Allah SWT dan selalu

berdoa untuk kesembuhannya serta kesehatan anak-anaknya.

5. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan Umum

66
- Kesadaran : kompos mentis

b. Tanda – tanda vital :

- TD : 90/60 mmHg

- N : 72 x/i

- S : 36,2 ͦ C

- P : 24 x/i

c. Pemeriksaan Fisik Persistem

1. Sistem Pernapasan

a. Hidung :

Inspeksi : : Struktur hidung simetris, terdapat penumpukan


secret, tidak ada pernapasan cuping hidung.

Palpasi : : Tidak ada nyeri tekan pada tulang hidung. Tidak ada

nyeri tekan pada sinus maksilaris, sinus frontalis,

dan sinus etmoidalis.

b. Leher :

Inspeksi : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid,

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada leher

c. Dada :

Inspeksi : Bentuk dada normochest, pergerakan dinding dada

sama dengan irama napas.

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.

Perkusi : Terdengar suara/bunyi sonor pada paru-paru

67
Auskultasi : suara napas terdengar ronchi.

2. Sistem Kardiovaskuler

Inspeksi : - Konjugtiva merah muda

- Bibir merah muda

Palpasi : - Arteri carotis teraba

Perkusi : terdengar suara redup

Auskultasi : - Bunyi jantung S1 terdengar “Lub”

- Bunyi jantung S2 terdengar “ Dub”

3. Sistem Pencernaan :

- Sclera : Tidak ikterus

- Bibir : Kering

- Mulut : - Stomatitis ( - ), Caries gigi ( - ),menelan baik,

- Tidak ada gigi yang tanggal.

d. Abdomen :

Inspeksi : - Bentuk cembung, gerakan abdomen mengikuti


inspirasi dan ekspirasi

Auskultasi : - Pergerakan peristaltic usus normal.

Perkusi : Terdengar timpani pada abdomen

Palpasi : Tidak ada asites, tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa.

4. Sistem Indera

- Mata :

68
Inspeksi :Kedua bola mata simetris, kedua mata dapat menutup

dengan sempurna, tidak ada kemerahan pada mata, sclera

tidak ikterus. Konjungtiva merah muda. Refleks pupil

terhadap cahaya : Pupil isokor. Pergerakan bola mata baik,

lapang pandang kedua bola mata baik, visus 5/5

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada kedua mata

- Telinga : Pendengaran baik.

Inspeksi : Kedua daun telinga normal, bentuk simetris kiri

dan kanan, serumen ( - ), peradangan ( - ),

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada kedua telinga.

Pendengaran baik.

- Hidung : Penciuman baik

Inspeksi : Kedua lubang hidung simetris, secret ( + )

Epistaksis ( - ).

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada sinus frontalis, sinus maksilaris

dan sinus ethmoidalis.

5. Sistem musculoskeletal

- Kepala : Bentuk mesochepal, gerakan baik.

- Vertebra : - Servikalis Ke-7 bentuk normal pergerakan baik

- Servikalis ke-12 bentuk normal pergerakan baik

- Lumbal bentuk normal,pergerakan baik

- Pelvis : Pergerakan baik, klien bisa duduk, berbaring dan

69
berjalan

- Ekstremitas atas : Pergerakan baik, kekuatan otot baik.

- Ekstremitas bawah:Kedua kaki dapat digerakkan dengan baik.

6. Sistem Persyarafan

Fungsi Cerebral :

Status mental : Orientasi baik, daya ingat baik, dan perhatian

baik.

Kesadaran : Kompos mentis

a. Fungsi Cranial :

1) Nervus I ( Olfaktoris )

Penciuman baik dapat membedakan bau minyak kayu putih dengan

balsam

2) Nervus II ( Optikus )

Visus 5/5, lapang pandang kedua bola mata baik

3) Nervus III, IV, VI ( Oculomotorius, Trochlearis, Abducens )

 Kontraksi pupil isokor, gerakan bola mata ke segala arah,

 Kedua bola mata dapat bergerak kebawah dan keatas.

 Kedua bola mata dapat bergerak kesamping kiri dan kanan

4) Nervus V ( Trigeminus )

Fungsi mengunyah baik

5) Nervus VII ( Facialis )

Mampu mengkerutkan alisnya, mampu tersenyum dan tertawa.

70
6) Nervus VIII ( Acusticus )

Pendengaran baik

7) Nervus IX ( Glossofaringeus )

Klien mampu menelan dengan baik, tidak ada nyeri saat menelan.

8) Nervus X ( Vagus )

Tidak ada rangsang muntah

9) Nervus XI ( Assesoris )

Klien dapat menggerakkan kepala ke kiri dan ke kanan

10) Nervus XII ( Hipoglossus )

Pergerakan lidah baik.

b. Fungsi Motorik :Klien mengatakan tidak ada nyeri saat

menggerakkan lengan dan kakinya

c. Fungsi Sensorik :Klien dapat merasakan dan menghindari sensasi

atau stimulus yang diberikan.

d. Fungsi Cerebelum : Koordinasi klien baik

7. Sistem Integumen

a. Rambut :

Inspeksi : warna hitam, penyebaran merata, rambut bersih

Palpasi : rambut halus, dan tidak mudah tercabut

b. Kulit :

71
Inspeksi : warna sawo matang, tidak nampak adanya lesi, terpasang

drain pada punggung kiri.

Palpasi : tekstur kulit halus, turgor kulit baik,

c. Kuku :

Inspeksi : warna kuku merah muda, bentuk kuku normal

Palpasi : kuku halus

8. Sistem Endokrin

- Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid

- Ekskresi urine tidak berlebihan

- Tidak ada riwayat urine dikerumuni semut

9. Sistem Perkemihan

1. Produksi urine : frekuensi 3-4 kali / hari

2. Pengeluaran urine spontan

3. Tidak disertai darah atau pus

10. Sistem Reproduksi

a. Haid pertama pada umur 16 tahun

b. Siklus haid normal

11. Sistem Imunologi

Klien tidak memiliki riwayat alergi makanan, minuman, obat,

ataupun cuaca.

6. Pemeriksaan Penunjang

72
a. Pemeriksaan Laboratorium Tgl.

28.07.2010.

Tabel 3.3

Pemeriksaan Darah

Jenis pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal


WBC 14,32 ( + ) 10 ^3 / Ul 4,00 – 10,00

RBC 4, 09 10 ^6 / Ul 4,00 – 6,00

HGB 10, 3 g/dl 12,0 – 16,0

HCT 33, 6 % 37,0 – 48,0

MCV 82, 2 fL 80,0 – 97,0

MCH 25, 2 ( - ) Pg 26,5 – 33,5

MCHC 30, 7 g/dL 31,5 – 35,0

PLT 411 ( + ) 10 ^3 / Ul 150 – 400

RDW – SD 55, 7 (+ ) fL 37,0 – 54,0

RDW – CV 18, 9 ( + ) % 10,0 – 15,0

PDW 9, 2 ( - ) fL 10,0 – 18,0

MPV 9, 1 fL 6,50 – 11,0

P – LCR 18, 1 % 13,0 – 43,0

PCT 0,37 % 0,15 – 0,50

NEUT 10,96 * 10 ^3 / Ul 52,0 – 75,0

LYMPH 2, 02 10 ^3 / Ul 20,0 – 40,0

MONO 1,12 ( - ) 10 ^3 / Ul 2,00 – 8,00

73
0,20 * 10 ^3 / Ul 1,00 – 3,00
EO
0,02 * 10 ^3 / Ul 0,00 – 0,10
BASO

79
mg/dl 140
GDS 16
mg/dl 10 – 50
Ureum 0,7
mg/dl < 1,1
Kreatinin 20
U/l <32
SGOT 9
U/l < 31
SGPT 7,3
gr/dl 6,6 – 8,7
Protein Total 2,7
gr/dl 3,5 – 5
Albumin 134
mmol/L 136 – 145
Natrium 4,0
mmol/L 3,5 – 5,1
Kalium 104
mmol/L 97 – 111
Klorida 8’ 00’
menit 4 – 10
Waktu bekuan ( CT ) 2’ 00’
menit 1–7
Waktu pendarahan ( DT ) 11, 8 control 12,3
detik 10, 4 – 12, 6
Waktu prothrombine ( PT ) 1, 03
2,0 – 3,5
6,1
mg/dl 2,4 – 5,7
Asam Urat

74
b. Pemeriksaan Photo Thorax Tgl.

07.07.2010

Kesan :

- Corakan bronchovaskuler kedua paru normal.

- Tidak tampak proses spesifik kedua paru.

- Cor : dalam batas normal.

- Kedua sinus dan diafragma kanan baik. Diafragma kiri lebih tinggi.

- Tulang-tulang intak

Uraian kesan pemeriksaan :

- Cor dan pulmo normal

- Susp proses intra abdomen kiri

c. Pemeriksaan CT Scan Abdomen Tgl. 07.07.2010

Hasil :

- Hepar yang terscan : densitas dalam batas normal, tidak tampak dilatasi

vascular maupun bile duct intra hepatic.

- Lien : terdesak ke anterosuperior, densitas dalam batas normal, SOL (-)

- Pancreas : bentuk, ukuran dan densitas dalam batas normal, tidak

tampak dilatasi duktus pankreatikus.

- Ginjal kanan : bentuk, ukuran dan densitas dalam batas normal, tidak

tampak pelebaran pelvocalyceal system batu ( - ), SOL ( - ).

75
- Ginjal kiri : ukuran ginjal membesar disertai pelebaran PCS, tampak

densitas batu dalam parenkim ginjal, disertai lesi hipodens (19,63 HU)

perirenal yang meluas ke dinding belakang abdomen.

- VU yang terscan : densitas dalam batas normal, dinding tidak menebal,

mukosa regular, densitas batu ( - ).

- Loop –loop usus yang terscan dalam batas normal.

- Tidak tampak cairan bebas intraperitoneal.

Kesan : Hydronephrosis sinistra susp pyelonephrosis disertai perirenal abscess

d. Pemeriksaan USG Abdominal Tgl. 26.07.2010

Hasil :

- Hepar : ukuran dan echo parenkim dalam batas normal. Tidak tampak

SOL.

- GB : dinding tidak menebal, tidak tampak echo batu. Tampak sludge

didalam.

- Pancreas : bentuk dan echotexture dalam batas normal

- Lien : bentuk dan ukuran normal, echo parenkim dalam batas normal

tidak tampak SOL.

- Ginjal kanan : bentuk dan ukuran dalam batas normal. Tidak tampak

echo batu didalamnya.

- Ginjal kiri : masih tampak lesi hypoechoic ukuran 4,67 cm dengan

internal echo batu didalamnya.

76
- VU : dinding dan mukosa licin, tidak tampak echo batu

Kesan : - Abses Perirenal (dibandingkan hasil USG sebelumnya tampak

perbaikan).

- Hydronephoris Sinistra.

e. Kultur sesitivitas pus Tgl.

14.07.2010

Hasil : tidak ada pertumbuhan

f. Theraphy Medik

- Doxyciclin 100 mg / 12 jam / oral

- OBH 1 sdm / 8 jam / oral

77
7. Pola Kegiatan Sehari-hari

Nama : Ny “D”

Ruang : Ruang Perawatan 6 Penyakit Dalam Lontara 1 Bawah

Diagnosa : Hidronefrosis

Tabel 3.4

Pola Kegiatan Sehari-hari

No Jenis Kegiatan Sebelum sakit Saat sakit

1 Nutrisi

a. selera makan Baik Baik

b. menu makanan Nasi + lauk + pauk Nasi + lauk + pauk

c. frekuensi makan 3 x sehari 3 x sehari

d. alergi makanan Tidak ada Tidak ada

e. cara makan Mandiri Mandiri

2. Cairan

a. Jenis Minuman Air putih + teh Air putih + susu

78
b. Frekuensi ± 800-1000 cc / hari ± 1000-1400 cc / hari

c. Cara minum Mandiri Mandiri

2 Eliminasi

a. BAB

- Tempat pembuangan Jamban Jamban

- Frekuensi 1 x sehari 1 x sehari

- Konsistensi Padat Padat

b. BAK

- Frekuensi 3 - 4 kali sehari 4 – 5 kali sehari

- Warna Kuning Kuning

- Bau Amoniak Amoniak

3 Isirahat dan tidur

a. Jam Tidur

- Siang 14.00 – 15.00 12.00 – 15.00

- Malam 22.00 – 05.00 22.00 – 08.00

4 Personal hygiene

a. Mandi

- Cara Mandiri Memakai waslap

- Frekuensi 2 x sehari 2 x sehari

b.Cuci rambut

79
- Cara Mandiri Mandiri

- Frekuensi 3 x seminggu 2 x seminggu

c.Gosok gigi

- Cara Mandiri Mandiri

- Frekuensi 2 x sehari 3 x sehari

80
8. Klasifikasi Data

Nama : Ny “D”

Ruang : Ruang Perawatan 6 Penyakit Dalam Lontara 1 Bawah

Diagnosa : Hidronefrosis

Tabel 3.5

Klasifikasi Data

Data Subjektif Data Objektif


1. klien mengeluh batuk berlendir 1. Klien batuk produktif

2. Klien merasa cemas akan 2. Terdengar suara napas ronchi

penyakitnya karena sudah lama 3. Klien tampak cemas sedang

berobat tetapi belum sembuh. 4. Tampak terpasang drain di pinggang

3. Klien mengatakan tidak tahu kiri

mengapa bisa menderita penyakit 5. observasi TTV :

seperti ini. - TD : 90/60 mmHg

- N : 72 x/i

- S : 36oC

- P : 24 x/ i

81
PATOFISIOLOGI DAN PENYIMPANGAN KDM

HIDRONEFROSIS

Invasi mikroorganisme streptokokus

Menyerang kandung kemih, uretra,


prostat, dan ginjal

Respon tubuh menghasilkan


antibody imunoglobin G ( Ig G ) Pneumokokus
Alergen penyebab

Pemajanan ulang terhadap antigen


Ke saluran pernapasan
atas
Peradangan pada ginjal

Penurunan reaksi
Obstruksi traktus urinarius immunologi

Produksi mucus
Refluks ureterovesikel meningkat

Penumpukan sputum
Produk akhir metabolism protein
tertimbun dalam darah
Bersihan jalan napas
tidak efektif
Peningkatan ureum darah

Penumpukan cairan
Perubahan status kesehatan
Tindakan pembedahan
( pemasangan WSD )

Sumber pendukung tidak adekuat


Port de entry
mikroorganisme

Koping individu tidak efektif


Risiko Infeksi

kecemasan

82
9. Analisa Data

Nama : Ny “D”

Ruang : Ruang Perawatan 6 Penyakit Dalam Lontara 1 Bawah

Diagnosa : Hidronefrosis

Tabel 3.6

Analisa Data

NO Data Etiologi Masalah


1. Data Subjektif : Invasi mikroorganisme Bersihan jalan napas
tidak efektif
Klien mengeluh

batuk berlendir
Ke saluran
Data Objektif :
pernapasan atas
- Batuk produktif (+)
Reaksi immunologi
- Terdengar suara

napas ronchi

- observasi TTV :
Produksi mukus
TD :90/60 mmHg meningkat

N : 72 x/i Penumpukan sputum

S : 36oC

P : 24 x/ i
Bersihan jalan napas
tidak efektif

2. Data Subjektif : Kecemasan

83
- Klien merasa cemas

akan penyakitnya

karena sudah lama

berobat tetapi belum

sembuh.

- Klien mengatakan

tidak tahu mengapa

bisa menderita

penyakit seperti ini.

Data Objektif :

Klien tampak cemas

sedang

3. Faktor resiko (Port d’ Resiko infeksi


HYDRONEFROSIS

84
entry mikroorganisme) :
Penumpukan
Tampak terpasang WSD cairan pada ginjal

pada punggung kiri. Tindakan pembedahan


(pemasangan WSD)

Port d’ entry
mikroorganisme

Risiko infeksi

10. Diagnosa Keperawatan

85
Nama : Ny “D”

Ruang : Ruang Perawatan 6 Penyakit Dalam Lontara 1 Bawah

Diagnosa : Hidronefrosis

Tabel 3.7

Diagnosa Keperawatan

No. Diagnosa Keperawatan


1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan

sekret pada saluran pernapasan

2. Kecemasan berhubungan dengan sumber pendukung tidak adekuat

3. Risiko Infeksi berhubungan dengan pemasangan drain

11. Rencana Asuhan Keperawatan

Nama : Ny “D”

86
Ruang : Ruang Perawatan 6 Penyakit Dalam Lontara 1 Bawah

Diagnosa : Hidronefrosis

Tabel 3.8

Intervensi Keperawatan

No Hari/ Diagnose Tujuan Intervensi Rasional


Tanggal Keperawatan
.
1. Selasa, Bersihan jalan Setelah dilakukan 1. Ukur tanda – 1. Untuk
27 Juli napas tidak efektif tindakan tanda vital. mengidentifikasi
2010 b/d penumpukan keperawatan, keadaan umum
sekret pada saluran bersihan jalan klien
napas. napas menjadi 2. Auskultasi 2. Untuk
Di tandai dengan : efektif. Dengan bunyi napas mengetahui
kriteria : dan pantau bunyi napas tidak
- klien dapat frekuensi normal
Data Subjektif :
mempertahanka napas
Klien mengeluh
n jalan napas 3. Observasi 3. Untuk
batuk berlendir paten. karakteristik mengetahui jenis
- Bunyi napas batuk batuk dan
Data Objektif :
vesikuler karateristik
- Klien batuk
sputum yang
produktif dihasilkan

- Terdengar
4. Berikan posisi 4. Peninggian
suara napas
yang nyaman kepala dapat
ronchi mempermudah
fungsi
- TTV :
pernapasan
TD :90/60 mmHg
dengan

87
N : 72 x/i menggunakan
gravitasi
S : 36oC
5. Anjurkan 5. Untuk
P : 24 x/ i
untuk minum mengeluarkan
air hangat secret yang
terakumulaasi
didalam saluran
napas
6. Ajarkan 6. Untuk mencegah
tentang komplikasi pada
tekhnik batuk paru
efektif
7. Kolaborasi 7. Untuk
dalam melancarkan
pemberian secret dan
obat antitusif membantu
2. pengeluarannya
2. Rabu, 7 Kecemasan b/d Setelah dilakukan 1. Kaji tingkat 1. Membantu
Juli tindakan kecemasan menentukan jenis
sumber dukung
2010 keperawatan, pada klien intervensi yang
tidak adekuat.
kecemasan yang diperlukan
Ditandai dengan: dialami oleh klien
dapat berkurang. 2. Awasi respon 2. Berguna dalm
Dengan kriteria: fisik pada evaluasi
Data Subjektif :
- Klien tampak klien luas/derajat
- Klien merasa rileks masalah
- Klien dapat 3. Dorong klien 3. Memberikan
cemas akan
mengungkapkan untuk kesempatan untuk
penyakitnya
perasaannya mengungkapk menyatakan
karena sudah an perasaannya serta

88
lama berobat perasaannya. untuk
menurunkan
tetapi belum
kecemasan
sembu
sampai ketingkat
- Klien yang dapat
diterima
mengatakan
4. Jelasakan 4. Rasa takut atau
tidak tahu
prosedur atau ketidak tahuan
mengapa bisa asuhan yang dapat diperkecil
akan diberikan dengan informasi
menderita
yang didapat.
penyakit
5. Ciptakan 5. Lingkungan yang
seperti ini. ketenangan nyaman dapat
dan memfokuskan
Data Objektif :
lingkungan pikiran dan
- Klien tampak
yang nyaman mengurangi
cemas sedang disekitar klien kecemasan.

3. Rabu, 7 Faktor risiko (Port Setelah dilakukan 1. Ukur tanda – 1. Sebagai indikasi
Juli tindakan tanda vital adanya tanda –
d’ entry
2010 keperawatan, tanda infeksi
mikroorganisme) :
faktor risiko 2. Observasi 2. Deteksi dini
Tampak terpasang penyebab infeksi daerah kulit adanya
dapat yang alat perkembangan
drain pada
diminimalkan. invasif mikroorganisme
punggung kiri.
Dengan kriteria : pada daerah yang
- Tidak ada dipasangi alat
tanda-tanda invasif

89
infeksi 3. Ganti verban 3. Untuk
dengan tehnik menghindari
septik dan terjadinya infeksi
antiseptik nasokomial
4. Tekankan 4. Mencegah
pentingnya kontaminasi
tidak silang serta
menyentuh menurunkan
terlalu sering risiko
pada daerah penyebaran
yang bakteri.
dipasangi alat
invasif
5. Kolaborasi 5. Terapi antibiotik
dalam dapat
pemberian menurunkan
antibiotik risiko terjadinya
infeksi

12. IMPLEMENTASI

Nama : Ny “D”

90
Ruang : Ruang Perawatan 6 Penyakit Dalam Lontara 1 Bawah

Diagnosa : Hidronefrosis

Tabel 3.9

Implementasi dan Hasil

NDX. Hari/ Jam Implementasi dan Hasil


Tanggal
1. Selasa, 27 09.00 1. Mengukur tanda – tanda vital
Juli 2010
Hasil : TD : 90/60 mmHg
N : 72 x/i
S : 36 C
P : 24 x/i
09.15 2. Mengauskultasi bunyi napas dan pantau frekuensi napas
Hasil : frekuensi napas : 24 x/i
Bunyi napas : ronchi
09.30 3. Mengobservasi karakteristik batuk
Hasil : Klien batuk produktif dengan karakteristik
sputum kental barwarna kekuning-kuningan
09.45 4. Memberikan posisi yang nyaman
Hasil : Klien diberi posisi semi fowler
10.00 5. Menganjurkan untuk minum air hangat
Hasil : Klien mengatakan akan mengikuti anjuran
10.15 6. Mengajarkan tentang tekhnik batuk efektif
Hasil : Klien diajarkan tekhnik batuk efektif dan klien
mengatakan akan mengikuti anjuran.
12.00
7. Penatalaksanaan dalam pemberian obat antitusif
Hasil : OBH 1 sdm

Selasa, 27
1. Mengkaji tingkat kecemasan pada klien
2 Juli 2010 09.45
Hasil : Tingkat kecemasan klien sedang

91
10.00 2. Mengawasi respon fisik pada klien
Hasil : Klien tampak gelisah dan selalu bertanya-tanya
tentang keadaannya.
10.15
3. Mendorong klien untuk mengungkapkan perasaannya
Hasil : Klien mengatakan dirinya sangat cemas karena
sudah lama berobat tapi belum sembuh juga.
Selain itu, klien juga sangat mencemaskan
keadaan anak-anaknya.
10.30 4. Menjelasakan prosedur atau asuhan yang akan diberikan
Hasil : Setiap prosedur kesehatan dan tindakan
keperawatan dijelaskan kepada klien
5. Menciptakan ketenangan dan lingkungan yang nyaman
10.45 disekitar klien
Hasil : Lingkungan sekitar klien cukup tenang dan klien
merasa nyaman dengan keadaan sekirnya
08.00 1. Mengukur tanda – tanda vital
Selasa, 27
Hasil : TD : 90/60 mmHg
3 Juli 2010
N : 72 x/i
S : 36 C
P : 24 x/i
2. Mengobservasi daerah kulit yang dipasangi alat invasif
07.00
Hasil : Terpasang drain pada punggung kiri. Kulit daerah
sekitar yang dipasangi drain tidak menunjukkan
adanya tanda-tanda inflamasi
3. Mengganti verban dengan tekhnik septik dan antiseptik
08.15
Hasil : Verban klien diganti tiap hari
08.20
4. Menekankan pentingnya tidak menyentuh terlalu sering
pada daerah yang dipasangi alat invasif
Hasil : Klien memahami anjuran yang diberikan dan
akan mencoba mengaplikasikannya

92
12.00 5. Penatalaksanaan dalam pemberian antibiotik
Hasil : Doxyciclin 100 mg/oral

13. Catatan Perkembangan

Nama : Ny “D”

Ruang : Ruang Perawatan 6 Penyakit Dalam Lontara 1 Bawah

93
Diagnosa : Hidronefrosis

Tabel 3.10

Evaluasi

Hari/ Tanggal Jam NDX Evaluasi

Selasa, 27 Juli 14.00 1 S : klien mengatakan masih batuk berlendir


2010
O : Klien masih batuk produktif
Suara napas ronchi

A : Masalah belum teratasi

P : lanjutkan intervensi :
 Ukur tanda – tanda vital.
 Auskultasi bunyi napas dan pantau
frekuensi napas
 Observasi karakteristik batuk
 Berikan posisi yang nyaman
 Anjurkan untuk minum air hangat
 Ajarkan tentang tekhnik batuk efektif
 Kolaborasi dalam pemberian obat
antitusif

Selasa, 27 Juli 14.05 2 S : klien mengatakan masih cemas dengan


2010 kondisi kesehatannya selain itu, klien
juga masih memikirkan anak-anaknya.

94
O : klien tampak gelisah dan terus bertanya-
tanya tentang kondisinya.

A : Masalah belum teratasi

P : Lanjutkan intervensi :
 Kaji tingkat kecemasan pada klien
 Awasi respon fisik pada klien
 Dorong klien untuk mengungkapkan
perasaannya.
 Jelasakan prosedur atau asuhan yang
akan diberikan
 Ciptakan ketenangan dan lingkungan
yang nyaman disekitar klien

Selasa, 27 Juli 10.00 3 Faktor risiko


2010 Masih terpasang drain pada punggung kiri

Masalah tidak terjadi


Pertahankan Intervensi
 Ukur tanda – tanda vital
 Observasi daerah kulit yang alat
invasif
 Ganti verban dengan tekhnik septik
dan antiseptik
 Tekankan pentingnya tidak menyentuh
terlalu sering pada daerah yang
dipasangi alat invasif
 Kolaborasi dalam pemberian antibiotik

95
CATATAN HARI PERKEMBANGAN HARI KEDUA

Nama : Ny “D”

Ruang : Ruang Perawatan 6 Penyakit Dalam Lontara 1 Bawah

Diagnosa : Hidronefrosis

Tabel 3.11
96
Implementasi dan Hasil

NDX. Hari/ Jam Implementasi dan Hasil


Tanggal
1. Rabu, 28 09.00 1. Mengukur tanda – tanda vital
Juli 2010
Hasil : TD : 80/50 mmHg
N : 60 x/i
S : 36 C
P : 20 x/i
09.15 2. Mengauskultasi bunyi napas dan pantau frekuensi napas
Hasil : Frekuensi napas : 20 x/i
Bunyi napas : ronchi
09.30 3. Mengobservasi karakteristik batuk
Hasil : Klien masih batuk produktif dengan karakteristik
sputum kental barwarna kekuning-kuningan
4. Membantu klien mendapatkan posisi yang nyaman
09.45 Hasil : Klien nyaman dengan posisi fowler
5. Memberi klien minuman hangat
10.00 Hasil : Klien minum air hangat
6. Menganjurkan tentang tekhnik batuk efektif
10.15 Hasil : Klien dapat melakukan tekhnik batuk efektif.
7. Penatalaksanaan dalam pemberian obat antitusif
12.00 Hasil : OBH 1 sdm

Rabu, 28
1. Mengkaji tingkat kecemasan pada klien
2 Juli 2010 09.45
Hasil : Tingkat kecemasan klien sedang
2. Mengawasi respon fisik pada klien
10.00
Hasil : Klien tampak gelisah dan selalu bertanya-tanya
tentang keadaannya.
3. Mendorong klien untuk mengungkapkan perasaannya

97
10.15 Hasil : Klien mengatakan dirinya sangat cemas karena
sudah lama berobat tapi belum sembuh juga.
Selain itu, klien juga sangat mencemaskan keadaan
anak-anaknya.
10.30 4. Menjelasakan prosedur atau asuhan yang akan diberikan
Hasil : Setiap prosedur kesehatan dan tindakan
keperawatan dijelaskan kepada klien dan klien
memahaminya
5. Menciptakan ketenangan dan lingkungan yang nyaman
10.45
disekitar klien
Hasil : Lingkungan sekitar klien cukup tenang dan klien
merasa nyaman dengan keadaan sekirnya
08.00 - Mengukur tanda – tanda vital
Rabu, 28
Hasil : TD : 80/50 mmHg
3 Juli 2010
N : 60 x/i
S : 36 C
P : 20 x/i
07.00
2. Mengobservasi daerah kulit yang dipasangi alat invasif
Hasil : Terpasang drain pada punggung kiri. Kulit daerah
sekitar yang dipasangi drain tidak menunjukkan adanya
tanda-tanda inflamasi
08.15
3. Mengganti verban dengan tehnik septic dan antiseptic
Hasil : Verban klien diganti tiap hari
4. Menekankan pentingnya tidak menyentuh terlalu sering
08.20 pada daerah yang dipasangi alat invasif
Hasil : Klien mengikuti anjuran yang diberikan
5. Penatalaksanaan dalam pemberian antibiotik
12.00
Hasil : Doxyciclin 100 mg/oral

98
EVALUASI HARI KEDUA

Nama : Ny “D”

Ruang : Ruang Perawatan 6 Penyakit Dalam Lontara 1 Bawah

Diagnosa : Hidronefrosis

Tabel 3.12

Evaluasi

99
Hari/ Tanggal Jam NDX Evaluasi

Rabu, 28 Juli 14.00 1 S : klien mengatakan batuknya sudah


2010 berkurang

O : Klien masih batuk produktif


Suara napas ronchi

A : Masalah belum teratasi

P : lanjutkan intervensi :
- Ukur tanda – tanda vital
- Auskultasi bunyi napas dan pantau
frekuensi napas
- Observasi karakteristik batuk
- Berikan posisi yang nyaman
- Anjurkan untuk minum air hangat
- Ajarkan tentang tekhnik batuk efektif
- Kolaborasi dalam pemberian obat
antitusif

Rabu, 28 Juli 14.05 2 S : Klien mengatakan masih cemas dengan


2010 kondisi kesehatannya selain itu, klien
juga masih memikirkan anak-anaknya.

O : Klien masih gelisah dan terus bertanya-


tanya tentang kondisinya.

A : Masalah belum teratasi

100
P : Lanjutkan intervensi :
- Kaji tingkat kecemasan pada klien
- Awasi respon fisik pada klien
- Dorong klien untuk mengungkapkan
perasaannya.
- Jelasakan prosedur atau asuhan yang
akan diberikan
- Ciptakan ketenangan dan lingkungan
yang nyaman disekitar klien

Rabu, 28 Juli 10.00 3 S : -


2010
O : Masih terpasang drain pada punggung kiri

A : Masalah belum teratasi

P : Lanjutkan Intervensi
- Ukur tanda – tanda vital
- Observasi daerah kulit yang alat
invasif
- Ganti verban dengan tekhnik septik
dan antiseptik
- Tekankan pentingnya tidak
menyentuh terlalu sering pada
daerah yang dipasangi alat invasif
- Kolaborasi dalam pemberian
antibiotik

101
CATATAN PERKEMBANGAN HARI KETIGA

Nama : Ny “D”

Ruang : Ruang Perawatan 6 Penyakit Dalam Lontara 1 Bawah

Diagnosa : Hidronefrosis

Tabel 3.13

Implementasi dan Hasil

NDX. Hari/ Jam Implementasi dan Hasil


Tanggal

102
1. Kamis, 29 09.00 1. Mengukur tanda – tanda vital
Juli 2010
Hasil : TD : 90/60 mmHg
N : 60 x/i
S : 36 C
P : 20 x/i
09.15 2. Mengauskultasi bunyi napas dan pantau frekuensi napas
Hasil : Frekuensi napas : 20 x/i
Bunyi napas : vesikuler
09.30 3. Mengobservasi karakteristik batuk
Hasil : Batuk klien sudah hilang

09.45 4. Memberikan posisi yang nyaman


Hasil : Klien diberi posisi semi fowler
10.00 5. Menganjurkan untuk minum air hangat
Hasil : Klien mengatakan akan mengikuti anjuran
10.15 6. Mengajarkan tentang tekhnik batuk efektif
Hasil : Klien mengatakan selalu melakukan tekhnik batuk
efektif dan tekhnik batuk efektif dapat meredakan
batuknya serta dapat mengeluarkan lendirnya
12.00 7. Penatalaksanaan dalam pemberian obat antitusif
Hasil : OBH 1 sdm

Kamis, 29 09.45
1. Mengkaji tingkat kecemasan pada klien
2 Juli 2010
Hasil : Tingkat kecemasan klien ringan
2. Mengawasi respon fisik pada klien
10.00
Hasil : Klien masih selalu bertanya-tanya tentang
keadaannya.
10.15
3. Mendorong klien untuk mengungkapkan perasaannya
Hasil : Klien mengatakan dirinya mengkhawatirkan anak-
10.30 anaknya yang telah lama ditinggalkan.

103
4. Menjelasakan prosedur atau asuhan yang akan diberikan
Hasil : Setiap prosedur kesehatan dan tindakan keperawatan
dijelaskan kepada klien dank lien sangat kooperatif dalam
10.45
setiap tindakan
5. Menciptakan ketenangan dan lingkungan yang nyaman
disekitar klien
Hasil : Lingkungan sekitar klien cukup tenang dan klien
merasa nyaman dengan keadaan sekirnya
08.00 1. Mengukur tanda – tanda vital
Kamis, 29
Hasil : TD : 80/50 mmHg
3 Juli 2010
N : 60 x/i
S : 36 C
P : 20 x/i
2. Mengobservasi daerah kulit yang dipasangi alat invasif
07.00
Hasil : Terpasang drain pada punggung kiri. Kulit daerah
sekitar yang dipasangi drain tidak menunjukkan
adanya tanda-tanda inflamasi
08.15
3. Mengganti verban dengan tekhnik septik dan antiseptik
Hasil : Verban klien diganti tiap hari
4. Menekankan pentingnya tidak menyentuh terlalu sering pada
08.20
daerah yang dipasangi alat invasif
Hasil : Klien mengatakan selalu mengikuti anjuran yang
12.00 diberikan
5. Penatalaksanaan dalam pemberian antibiotik
Hasil : Doxyciclin 100 mg/oral

104
EVALUASI HARI KETIGA

Nama : Ny “D”

Ruang : Ruang Perawatan 6 Penyakit Dalam Lontara 1 Bawah

Diagnosa : Hidronefrosis

Tabel 3.14

Evaluasi

Hari/ Tanggal Jam NDX Evaluasi

Rabu, 28 Juli 14.00 1 S : klien mengatakan batuknya sudah reda

105
2010
O : Batuk klien (-)
Suara napas vesikuler

A : Masalah teratasi

P : Pertahankan intervensi :
- Ukur tanda – tanda vital.
- Auskultasi bunyi napas dan pantau
frekuensi napas
- Observasi karakteristik batuk
- Berikan posisi yang nyaman
- Anjurkan untuk minum air hangat
- Ajarkan tentang tekhnik batuk efektif
- Kolaborasi dalam pemberian obat
antitusif

Rabu, 28 Juli 14.05 2 S : Klien mengkhawatirkan kondisi anak-


2010 anaknya.

O : Klien tampak tenang, kecemasan klien


ringan

A : Masalah teratasi

P : Pertahankan intervensi :
- Kaji tingkat kecemasan pada klien

106
- Awasi respon fisik pada klien
- Dorong klien untuk mengungkapkan
perasaannya.
- Jelasakan prosedur atau asuhan yang
akan diberikan
- Ciptakan ketenangan dan lingkungan
yang nyaman disekitar klien

Rabu, 28 Juli 10.00 3 S : -


2010
O : Masih terpasang drain pada punggung kiri

A : Masalah teratasi

P : Pertahankan Intervensi
- Ukur tanda – tanda vital
- Observasi daerah kulit yang alat
invasif
- Ganti verban dengan tekhnik septik
dan antiseptik
- Tekankan pentingnya tidak
menyentuh terlalu sering pada daerah
yang dipasangi alat invasif
- Kolaborasi dalam pemberian
antibiotic

107
B. Pembahasan

Pada bab ini penulis membahas leporan hasil studi kasus yang akan diuraikan

sesuai dengan tahap dalam asuhan keperawatan dan sekaligus membahas mengenai

kesenjangan antara teori dan kenyataan yang penulis peroleh selama melakukan

asuhan keperawatan.

Dalam melaksanakan asuhan keperawatan telah di tetapkan pendekatan proses

keperawatan yang mempunyai beberapa tahap yaitu: pengkajian, perencanaan,

pelaksanaan implementasi dan evaluasi.

1. Pengkajian

108
Pada tahap pengkajian penulis tidak banyak menemukan hambatan dalam

mendapatkan informasi baik dari klien, keluarga maupun perawat di ruangan.

Berdasarkan hasil pengkajian melalui pengumpulan data didapatkan :

a. Klien mengeluh batuk berlendir

b. Klien merasa cemas akan penyakitnya karena sudah lama berobat tetapi

belum sembuh.

c. Klien mengatakan tidak tahu mengapa bisa menderita penyakit seperti ini.

Sedangkan pada teori data yang ada adalah :

a. Di kaliks minor atas ; terasa pegal di daerah pinggang, rasa sakit terus-

menerus, kolik, gejala yang terjadi tiba-tiba menghilang secara perlahan-

lahan, nyeri menjalar ke perut tengah bawah sampai ke arah vulva atau

penis, dapat di sertai anoreksia, mual, muntah, perut kembung, hematuria

dan leukositosis.

b. Di kaliks minor bawah ; tanda dan gejala sama dengan di kaliks minor

atas, tapi batu ini merupakan batu korat atau disebut Sraghora Stone yang

dapat merusak parenkim ginjal.

c. Di kaliks mayor ; merupakan batu korat yang tidak menyumbat, tidak

timbul gejala akut, menimbulkan pielonefritis dan mendesak parenkim

ginjal sehingga parenkim makin menipis.

d. Di pielum ; kadang menyumbat dan menimbulkan infeksi sehingga terjadi

renal colic pain.

e. Di atas Up Junction ; batu di bagian penyempitan ureter sehingga timbul

kolik pain, disertai mual, muntah, dan hematuria.


109
Dengan demikian maka terjadi kesenjangan antara data secara teori dan data

dalam kasus. Ini disebabkan oleh perbedaan masing-masing individu dalam

merespon suatu penyakit (respon tubuh seperti: sistem imun) berbeda-beda.

2. Diagnosa Keperawatan

Dari kasus ditemukan diagnosa keperawatan yang muncul adalah :

a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan secret

pada saluran pernapasan

b. Kecemasan berhubungan dengan sumber pendukung tidak adekuat

c. Resiko Infeksi berhubungan dengan pemasangan drain

Sedangkan pada data secara teori, diagnose keperawata yang biasa muncul adalah:

a. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya tekanan di ginjal yang

meningkat

b. Gangguan perubahan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi

saluran kemih

c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake

yang tidak adekuat dan mual muntah

d. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan

tubuh

e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemia

110
Dengan demikian maka terjadi perbedaan antara diagnosa keperawatan secara

teori dan diagnosa keperawatan dalam kasus. Hal ini disebabkan karena

perbedaan gejala yang dirasakan setiap individu terhadap suatu penyakit

tertentu.

3. Perencanaan

Dalam teori, intervensi yang tertera adalah :

1) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya tekanan

ginjal yang meningkat

Intervensi:

a. Catat lokasi, lamanya, intensitas dan penyebaran, pertahankan

TTV

b. Bantu dan dorong penggunaan napas dalam

c. Dorong dengan ambulasi sesuai indikasi dan tingkatkan

pemasukan cairan sedikitnya 3-4 L/hari

d. Perhatikan keluhan penambahan / menetapnya nyeri abdomen

e. Berikan obat sesuai indikasi

2) Gangguan perubahan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi

saluran kemih

Intervensi

a. Dorong meningkatkan intake cairan

b. Tentukan pola berkemih normal dan perhatikan variasi

111
c. Observasi perubahan status mental, perilaku atau tingkat

kesadaran

d. Catat pemeriksaan laboratorium, ureum dan kreatinin

e. Amati keluhan vesika urinaria jika penuh, palpasi untuk distensi

suprabubik, pertahankan penurunan keluaran urine

3) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

intake yang tidak adekuat, mual dan muntah

Intervensi

a. Kaji dan catat diet yang diberikan

b. Berikan makan sedikit tapi sering

c. Timbang BB setiap hari

d. Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh BUN, albumin serum,

natrium dan kalium

e. Berikan / Kolaborasi obat antidiuretik

4) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem

pertahanan tubuh

a. Tingkatkan cuci tangan yang baik pada pasien dan perawat

b. Bantu napas dalam, batuk dan pengubahan posisi

c. Kaji integritas kulit

d. Awasi tanda vital

e. Awasi pemeriksaan laboratoriun contoh SDP dengan diferensial.

112
5) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemia

Intervensi:

a. Kaji respon individu terhadap aktivitas, nyeri, dispnea, vertigo

b. Meningkatkan aktivitas klien secara bertahap

c. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi

Sedangkan dalam kasus, intervensi yang diberikan adalah :

a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan secret

pada saluran pernapasan

Intervensi :

1) Ukur tanda – tanda vital


2) Auskultasi bunyi napas dan pantau frekuensi napas
3) Observasi karakteristik batuk
4) Berikan posisi yang nyaman
5) Anjurkan untuk minum air hangat
6) Ajarkan tentang tekhnik batuk efektif
7) Kolaborasi dalam pemberian obat antitusif

b. Kecemasan berhubungan dengan sumber pendukung tidak adekuat

1) Kaji tingkat kecemasan pada klien


2) Awasi respon fisik pada klien
3) Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya
4) Jelasakan prosedur atau asuhan yang akan diberikan
5) Ciptakan ketenangan dan lingkungan yang nyaman disekitar klien
c. Resiko Infeksi berhubungan dengan pemasangan drain

113
1) Ukur tanda – tanda vital
2) Observasi daerah kulit yang dipasangi alat invasif
3) Ganti verban dengan tekhnik septik dan antiseptik
4) Tekankan pentingnya tidak menyentuh terlalu sering pada daerah
yang dipasangi alat invasif
5) Kolaborasi dalam pemberian antibiotik

4. Pelaksanaan

Pelaksanaan intervensi keperawatan yang telah dibuat dilaksanakan dalam tiga hari

yang didokumentasikan dalam tiga hari catatan perkembangan klien.

5. Evaluasi

Dalam mengevaluasi tindakan keperawatan, penulis melakukan pendokumentasian

dalam tiga hari catatan perkembangan untuk mengetahui sejauh mana perubahan

dan peningkatan status kesehatan pada kasus. Dalam evaluasi, semua intervensi

telah dilakukan dan semua masalah yang muncul teratasi dengan baik.

BAB IV

PENUTUP

Berdasarkan uraian diatas yang telah dikemukakan sebelumnya, penerapan Asuhan

Keperawatan pada klien Ny. “D” dengan gangguan sistem Urologi : Hidronefrosis di

114
Ruang Perawatan Penyakit Dalam Lontara 1 Bawah RS. DR. Wahidin Sudirohusodo

Makassar maka dapat ditarik kesimpulan serta saran sebagai berikut:

A. Kesimpulan

1. Terdapat perbedaan antara pengkajian secara teoritis dengan pengkajian pada

kasus.

2. Terdapat perbedaan antara diagnosa keperawatan pada teori dengan diagnosa

keperawatan pada kasus.

3. Terdapat perbedaan antara perencanaan keperawatan secara teoritis dengan

perencanaan pada kasus.

4. Semua implementasi dapat dilakukan sesuai dengan intervensi.

5. Semua masalah teratasi

B. Saran

a. Untuk Akademik

Kepada pihak pendidikan, hendaknya lebih meningkatkan pengetahuan dan

keterampilan mahasiswa/mahasiswi keperawatan tentang perawatan pasien

gangguan system urologi : Hidronefrosis melalui kegiatan praktek dan

mengadakan pengadaan buku-buku perpustakaan yang berkaitan dengan

perawatan pasien Hidronefrosis.

b. Untuk Rumah Sakit

Rumah sakit lebih meningkatkan mutu pelayanan. Rumah sakit hendaknya

mengadakan berbagai fasilitas perawatan pasien Hidronefrosis dan tenaga

terampil dalam menangani pasien dengan Hidronefrosis.


115
c. Untuk Klien dan keluarga

Dapat mengetahui informasi/penjelasan tentang hal-hal yang perlu diketahui

dan dilakukan selama proses perawatan dan pengobatan untuk mempercepat

penyembuhan penyakit klien.

d. Untuk Perawat

Perawat sebagai anggota tim kesehatan yang berhubungan langsung dengan

pasien dituntut terus meningkatkan pengetahuan sehingga mampu merawat

klien dengan Hidronefrosis secara komprehensif dan optimal.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth (2005), Keperawatan Medikal Bedah, Buku Kedokteran, EGC,
Jakarta
Marilynn E. Doengoes, Mary Frances Moorhouse, Alice C. Geissler. (2007) Rencana
Asuhan Keperawatan. Edisi 3 EGC. Jakarta

116
Tarwoto dan Wartonah (2006), Kebutuhan Dasar Manusia, Buku Kedokteran.
EGC. Jakarta
Sylvia A. Prince, Lorraine M. Wilson (2005), Patofisiologi, Buku Kedokteran, EGC,
Jakarta
Mary Baradero, Mary Wilfrid Dayrit, Yakobus Siswadi (2008), Seri Asuhan
Keperawatan Klien Gangguan Ginjal, Buku Kedokteran, EGC, Jakarta
Robert Priharjo, S.Kp, M.Sc,RN (2007), Pengkajian Fisik Keperawatan, Buku
Kedokteran, EGC, Jakarta.
Dr. Nursalam, M. Nurs (2008), Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan
Gangguan Sistem Perkemihan, Salemba Medika, Jakarta
A. Aziz Alimuri H. (2006), Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia, Salemba
Medika, Jakarta
Halim Mubin A (2007), Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam, Buku Kedokteran,
EGC, Jakarta
Horrison (2005), Ilmu Penyakit Dalam, Buku Kedokteran, EGC, Jakarta
Nining Bai, 25 Juli 2009: http://as-kep.blogspot.com/2009/07/asuhan-keperawatan-
klien-dengan_7647.html, searched on Juli 2010
Anizah,14-01-2010,http://i.okezone.com/content/2010/01/14/S3SFHqYZke.jpg/IMG,
searched on 02 Juli 2010
Dewi Setyoningsih, Juni 2007: http://askep-hidronefrosis.blogspot.com /2007/06/

hidronefrosis. html, searched on Juli 2010

Djoko Rahardjo, Agustus 2005: http://infeksisalurankemih.com/2005/08/ISK.html,

searched on Juli 2010

Harry Purwanto, Januari 2005: http://askep-klien-hidronefrosis.com/2005/01_6548.

html, searched on Juli 2010

Agung, Maret 2009:http://hidronefrosis.blogspot.com/2009/03_748html, searched on

Juli 2010

117
SATUAN ACARA PENYULUHAN

Pokok Bahasan : Infeksi Saluran Kemih

Sasaran : Klien / Keluarga

Hari / Tanggal : Kamis / 29 Juli 2010

Waktu : ± 20 menit

Tempat : Ruang 6 Lontara 1 RS. Dr. Wahidin Sudirohusodo


118
A. TUJUAN INTRUKSIONAL UMUM (TIU)

Setelah penyuluhan pasien/keluarga diharapkan mampu memahami tentang penyakit

infeksi saluran kemih.

B. TUJUAN INTRUKSIONAL KHUSUS (TIK)

Setelah mengikuti penyuluhan diharapkan keluarga dapat :

1. Mengetahui pengertian infeksi saluran kemih

2. Mengetahui penyebab infeksi saluran kemih

3. Mengetahui gejala infeksi saluran kemih

4. Mengetahui pencegahan infeksi saluran kemih

5. Mengetahui penanganan infeksi saluran kemih

C. METODE

Ceramah dan tanya jawab

D. MEDIA

Kertas karton

E. MATERI

Terlampir

F. EVALUASI

Keluarga mengerti tentang penyakit yang diderita, penyebab, gejala, penanganan, dan

pencegahan infeksi saluran kemih.


119
MATERI SATUAN ACARA PENYULUHAN

Infeksi Saluran Kemih

1. Pengertian

120
Infeksi saluran kemih ( ISK ) adalah penyakit yang disebabkan oleh adanya

mikroorganisme pathogen pada saluran kemih, dengan atau tanpa disertai tanda

dan gejala.

2. Penyebab

 Bakteri

 Jamur dan Virus

 Infeksi Ginjal

 Urine sisa

3. Gejala

 Selalu ingin buang air seni dan terasa sakit atau kram pada kandung kemih.

 Terasa panas waktu buang air seni

 Air seni biasa disertai dengan darah atau pus ( nanah )

 Biasa disertai demam

 Sakit pinggang

 Perasaan tidak nyaman, mual dan muntah

 Sakit pada permukaan kandung kemih

4. Pengobatan

 Terapi antibiotik

 Pengangkatan batu

 Ureteroskopi

 Pelarutan batu

121
 pembaedahan

5. Pencegahan

 Perhatikan kebersihan secara baik, misalnya setiap buang air seni

 Ganti selalu pakaian dalam setiap hari

 Pakailah bahan katun sebagai bahan pakaian dalam

 Hindari pakaian ketat yang dapat mengurangi ventilasi udara

 Buang air seni sesering mungking

 Jangan menunda buang air kecil

 Buang air seni sesudah hubungan kelamin, untuk menghindarisaluran kemih

dari bakteri

 Hindari kafein dan alcohol karena dapat mengiritasi kandung kemih

Usahakan jangan perna malu untuk berkonsultasi kepada dokter agar dapat dicegah

penyebaran bakterinya

122

Anda mungkin juga menyukai