BAB I Editan
BAB I Editan
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada hakekatnya semua manusia yang diciptakan di dunia ini merupakan potensi
dalam mencapai kemajuan bangsa karena itu semua harus memiliki kesehatan yang
baik untuk mencapai hal tersebut, maka berbagai upaya yang ditempuh oleh pemerintah
guna menurunkan angka kematian dan kesakitan. Dalam upaya kesehatan dapat kita
kesehatan) karena masalah kesehatan termasuk masalah yang sangat penting dan tidak
dapat diabaikan dalam upaya mencapai tujuan pembangunan nasional. (Depkes RI.
1999)
Salah satu masalah kesehatan yang banyak diderita oleh masyarakat adalah
hidronefrosis yang merupakan salah satu penyakit infeksi saluran kemih. Meskipun
dapat diobati dan disembuhkan tetapi cukup mengkhawatirkan jika penyakit ini
terlanjur diderita oleh seseorang karena butuh proses penyembuhan yang cukup lama.
Penyakit infeksi saluran kemih dapat diklasifikasikan menjadi berbagai macam jenis
penyakit saluran perkemihan tergantung dari letak dan penyebab dari penyakit tersebut.
Hidronefrosis adalah salah satu penyakit infeksi saluran kemih yang disebabkan oleh
dilatasi piala dan perifer ginjal pada satu atau kedua ginjal akibat adanya obstruksi pada
aliran normal urin menyebabkan urin mengalir balik sehingga tekanan diginjal
1
Penyakit infeksi merupakan penyakit yang sering dijumpai di seluruh dunia. Infeksi
saluran kemih merupakan infeksi tersering kedua setelah infeksi saluran nafas atas yang
terjadi pada populasi dengan rata-rata 9.3% pada wanita di atas 65 tahun dan 2.5-11%
pada pria di atas 65 tahun. Infeksi saluran kemih merupakan infeksi nosokomial
Di Amerika Serikat dan Eropa lebih dari 250.000 kasus infeksi saluran kemih setiap
tahun, dan 100.000 pasien dengan gangguan ini memerlukan hospitalisasai. Tingkat
kekambuhan setelah serangan pertama adalah 14%, 39%, dan 52% pada tahun ke 1, 5,
Di Indonesia dengan perkiraan penduduk sebanyak 201 juta, angka penderita batu
saluran kencing mencapai 294.000 orang per tahun. (Anizah, 2010). Rifki Muslim pada
penelitiannya di RSUP dr. Kariyadi Semarang menemukan 156 penderita batu saluran
kemih, yang terbanyak adalah batu kandung kemih (58,97%), diikuti oleh batu ginjal
(23,72%), batu ureter (8,97%), dan batu uretra (2,04%) (Djoko Rahardjo, 2005).
Prevalensi batu kandung kemih pada pria dan wanita di RSUP dr. Karyadi Semarang,
dari 105 penderita didapatkan hasil jumlah penderita pria dibandingkan wanita 4 : 1
sebanyak 46 pasien kunjungan, pada Tahun 2008 pasien kunjungan dengan kasus
hidronefrosis adalah 50 orang dan Tahun 2009 sebanyak 96 orang. (RM : RS.DR.
sebagai bahan karya tulis ilmiah, dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Klien
2
Ny.”D”” dengan Gangguan Sistem Urologi; Hidronefrosis di Ruang Perawatan
B. Rumusan Masalah
karya tulis yang berjudul : Asuhan Keperawatan pada Klien Ny. “D” dengan Gangguan
1. Apakah ada perbedaan antara pengkajian secara teori dengan pengkajian pada
kasus?
kasus?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Hidronefrosis.
3
2. Tujuan Khusus
D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari karya tulis ini yaitu:
a. Bagi Institusi
Hidronefrosis, serta mengetahui cara perawatan yang baik dan benar terhadap
penyakit Hidronefrosis.
d. Bagi Penulis
4
Memperoleh pengalaman nyata dalam melaksanakan asuhan keperawatan
E. Metode Penelitian
1. Studi Kepustakaan
Dalam hal ini, data yang diperoleh penulis berupa data secara teoritis dengan
internet, dan kumpulan materi perkuliahan yang mempunyai hubungan dengan judul
2. Studi Kasus
a. Observasi
b. Wawancara
Dilakukan dengan wawancara atau tanya jawab dengan klien dan keluarga.
5
c. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi
2. Palpasi
3. Perkusi
batas-batas organ atau tubuh dengan cara merasakan vibrasi yang ditimbulkan
akibat adanya gerakan yang diberikan kebawah jaringan, dengan perkusi kita
dapat membedakan apa yang ada dibawah jaringan ( udara, air, atau zat
padat).
4. Auskultasi
usus, serta untuk mengukur tekanan darah dan denyut nadi). (Robert Priharjo,
d. Studi Dokumentasi
6
Membaca langsung status klien di Ruang Perawatan Penyakit Dalam Lontara 1
Urologi : Hidronefrosis.
e. Lokasi :
Waktu :
Makassar.
Sasaran :
F. Sistematika Penulisan
Karya tulis ini disusun secara sistematika penulisan dalam empat bab, sebagai
berikut :
BAB I Pendahuluan.
7
Pada bab ini berisi tentang pengkajian, analisa data, diagnosa keperawatan,
pembahasan.
BAB IV Penutup
Bab ini menguraikan tentang kesimpulan dari isi karya tulis serta saran-saran
Daftar Pustaka
8
BAB II
TINJAUAN KASUS
A. Konsep Medis
1. Pengertian
a. Hidronefrosis adalah dilatasi piala dan perifer ginjal pada satu atau kedua
ginjal akibat adanya obstruksi pada aliran normal urin menyebabkan urin
2005).
dan ureter serta atrofi tebal pada parenkim ginjal (Sylvia A. Prince, 2007: 818).
ginjal karena aliran air kemih tersumbat. Dalam keadaan normal, air kemih
mengalir dari ginjal dengan tekanan yang sangat rendah. Jika aliran air kemih
dalam ginjal (tubulus renalis) dan ke dalam daerah pusat pengumpulan air
kemih (pelvis renalis). Hal ini akan menyebabkan ginjal menggembung dan
menekan jaringan ginjal yang rapuh. Pada akhinya, tekanan hidronefrosis yang
menetap dan berat akan merusak jaringan ginjal sehingga secara perlahan
9
Jadi hidronefrosis adalah distensi ginjal yang disebabkan karena adanya
urine mengalir balik, sehingga tekanan di ginjal meningkat. Apabila obstruksi ini
terjadi di ureter atau kandung kemih, tekanan balik akan mempengaruhi kedua
ginjal tetapi jika obstruksi terjadi di salah satu ureter akibat adanya batu atau
Sedangkan pada usia sama atau diatas 65 tahun kira-kira mempunyai angka
sebanyak 201 juta, angka penderita batu saluran kencing mencapai 294.000 orang
a. Anatomi
Ginjal
Ginjal merupakan organ yang berpasangan dan setiap ginjal memiliki berat
kurang lebih 125 gr, terletak pada posisi di sebelah lateral vertebra torakalis
Organ ini terbungkus oleh jaringan ikat tipis yang dikenal sebagai kapsula
renis. Di sebelah anterior, ginjal dipisahkan dari kavum abdomen dan isinya
dinding toraks bawah. Ketinggian ginjal dapat diperkirakan dari belakang, mulai
dari ketinggian vertebra torakalis sampai vertebra lumbalis ketiga. Ginjal kanan
sedikit lebih rendah dari kiri karena letak hati yang menduduki ruang lebih
10
banyak di sebelah kanan. Panjang ginjal pada orang dewasa sekitar 6 – 7,5 cm,
tebal 1,5 – 2,5 cm, dan berat sekitar 140 gr. Pada bagian atas terdapat kelenjar
melalui arteri renalis dan keluar dari dalam ginjal melalui vena renalis. Arteri
renalis berasal dari aorta abdominalis dan vena renalis membawa darah kembali
ke dalam vena kava inferior. Ginjal dengan efisien dapat membersihkan bahan
limbah dari dalam darah, dan fungsi ini bisa dilaksanakannya karena aliran
darah yang melalui ginjal jumlahnya sangat besar, 25 % dari curah jantung.
Gambar 2.1
11
Urine terbentuk dalam unit-unit fungsional ginjal yang disebut nefron.
Urine yang terbentuk dalam nefron ini akan mengalir ke dalam duktus
pengumpul dan tubulus renal yang kemudian menyatu untuk membentuk pelvis
ginjal. Setiap pelvis ginjal akan membentuk ureter. Ureter merupakan pipa
panjang dengan dinding yang sebagian besar terdiri atas otot polos. Organ ini
Gambat 2.2
Bagian-bagian Ginjal
Ginjal terbagi menjadi bagian eksternal yang disebut korteks dan bagian
internal yang dikenal sebagai medula. Setiap ginjal tersusun dari kurang lebih 1
juta nefron. Nefron dianggap sebagai unit fungsional ginjal, terdiri atas sebuah
12
kapiler glomerulus tersusun dari lapisan sel-sel endotel dan membran basalis.
Sel-sel epitel berada pada salah satu sisi membran basalis, dan sel-sel endotel
terbagi manjadi tiga bagian: tubulus proksimal, ansa Henle dan tubulus distal.
Tubulus distal bersatu untuk membentuk duktus pengumpul. Duktus ini berjalan
lewat korteks dan medula renal untuk mengosongkan isinya ke dalam pelvis
ginjal.
kapiler yang mendapat darah lewat vasa eferen dan mengalirkan darah balik
lewat vasa eferen. Tekanan darah menentukan berapa tekanan dan kecepatan
aliran darah yang melewati glomerulus. Ketika darah berjalan melewati struktur
ini, filtrasi terjadi. Air dan molekul-molekul yang kecil akan dibiarkan lewat
Tabel 2.1
13
mencapai sekitar 180 liter filtrat per hari. Filtrat tersebut yang sangat
serupa dengan plasma darah tanpa molekul yang besar (protein, sel darah
merah, sel darah putih dan trombosit) pada hakekatnya terdiri atas air,
elektrolit dan molekul kecil lainnya. Dalam tubulus, sebagian substansi ini
duktus pengumpul, dan kemudian menjadi urin yang akan mencapai pelvis
kembali seluruhnya dalam tubulus dan tidak akan terlihat dalam urin.
Gambar 2.3
Nefron
14
yang secara normal disaring oleh glomerulus, direabsorpsi oleh tubulus dan
Tabel 2.2
Berat jenis urine tergantung dari jumlah zat yang larut atau terbawa
dalam urine. Berat jenis plasma (tanpa protein) adalah 1,010. Bila ginjal
kurang dari 1,010. Bila ginjal memekatkan urin, maka berat jenis (BJ) urine
lebih dari 1,010. Daya pemekatan ginjal diukur menurut berat jenis
tertinggi.
Fungsi Ginjal
15
kurang lebih 70 mEq asam setiap harinya. Ginjal dapat
Seratus delapan puluh liter filtrat yang terbentuk oleh glomerulus setiap
elektrolit dan air, kecuali 2 liter air dan 6 hingga 8 gram natrium
cairan tubuh.
ginjal yang penting. Akibat asupan air atau cairan yang besar, urine
16
yang encer harus diekskresikan dalam jumlah yang besar. Sebaliknya,
adalah 300 hingga 1100 mOsm/kg sesudah terjadi retensi cairan selama
12 jam, osmolalitas urin biasanya akan berkisar dari 500 hingga 850
mOsm/kg.
Ureter
darah ureter berasal dari pembuluh darah renalis, gonad, aorta, iliaka
komunis, dan iliaka interna. Susunan saraf otonom pada dinding ureter
M.Nurs, 2008)
Kandung Kemih
kandung kemih pada saat buang air kecil (urinasi). Uretra muncul dari
kandung kemih, pada laki-laki, uretra berjalan lewat penis dan pada wanita
urine. Organ ini berbentuk seperti buah pir atau kendi. Kandung kemih
Dinding kandung kemih terdiri atas lapisan serus sebelah luar, lapisan
kembali ke dalam ureter. Ureter keluar dari kandung kemih sebelah depan.
Daerah segitiga antara dua lubang ureter dan uretra disebut segitiga
terletak di antara simpisis pubis, utrus, dan vagina. Dari uterus, kandung
Douglas.
Uretra
Uretra adalah sebuah saluran yang berjalan dari leher kandung kemih
Proses Perkemihan
19
Mikturisi adalah peristiwa pembuangan urine. Keinginan berkemih
disebabkan oleh penambahan tekanan dalam kandung kemih dan isi urine
kemih dikendalikan oleh saraf pelvis dan serabut saraf simpatik dari
setelah bekerja, makan atau bangun tidur. Normalnya miksi dalam sehari
20
Bau urine normal adalah bau khas amoniak yang merupakan hasil
bau urine.
Jumlah urine yang dikeluarkan tergantung pada usia, intake cairan, dan
status kesehatan. Pada orang dewasa sekitar 1200 – 1500 ml perhari atau
2. Sosio kultural
pada tempat tertutup dan sebaliknya ada masyarakat yang dapat miksi
3. Psikologis
berkemih.
4. Kebiasaan seseorang
abdomen dan pelvis untuk berkontraksi. Jika ada gangguan tonus, otot
urine.
7. Kondisi penyakit
8. Pembedahan
9. Pengobatan
22
menimbulkan edema lokal pada uretra, spasme pada sfhingter bladder
sehingga dapat menimbulkan urine. (Tarwoto dan Wartonah, 2006)
1) Retensi urine
400 ml.
2) Inkontinensia Urine
3) Enurisis
1. Frekuensi
hamil.
23
2. Urgensi
3. Disuria
4. Polyuria (Diuresis)
5. Urinary Suppression
tiba. Anuria (urine kurang dari 100 ml/24 jam), olyguria (urine
b. Fisiologi
Ginjal, ureter, kandung kemih dan uretra membentuk sistem urinarius. Fungsi
utama ginjal adalah mengatur cairan serta elektrolit dan komposisi asam-basa
cairan tubuh; mengeluarkan produk akhir metabolik dari dalam darah; dan
mengatur tekanan darah. Urine yang terbetuk sebagai hasil dari proses ini diangkut
dari ginjal melalui ureter ke dalam kandung kemih tempat urine tersebut disimpan
untuk sementara waktu. Pada saat urinasi, kandung kemih berkontraksi dan urine
Meskipun cairan serta elektrolit dapat hilang melalui jalur lain dan ada organ lain
yang turut serta dalam mengatur keseimbangan asam-basa, namun organ yang
24
mengatur lingkungan kimia internal tubuh secara akurat adalah ginjal. Fungsi
ginjal tidak menimbulkan kematian dalam waktu yang singkat. Dialisis (“ginjal
Ciri penting sistem renal terletak pada kemampuannya untuk beradaptasi terhadap
beban muatan cairan yang sangat bervariasi, sesuai kebiasaan dan pola hidup
makanan dan metabolisme dalam jumlah yang dapat diterima serta tidak
dieliminasi oleh organ lain. Jika diukur tiap hari, jumlah produk tersebut biasanya
berkisar dari satu hingga dua liter air, 6 hingga 8 g garam (Natrium Klorida), 6 – 8
g Kalium Klorida dan 70 mg ukuivalen asam per hari. Disamping itu, ureum yang
merupakan produk akhir metabolisme protein dan berbagai produk limbah lainnya
berbeda jika pasien mendapatkan infus cairan intravena, nutrisi parenteral total
3. Klasifikasi
a. Hidronefrosis I
25
Hidronefrosis adalah dilatasi piala dan perifer ginjal pada satu atau kedua ginjal
akibat adanya obstruksi pada aliran normal urine menyebabkan urine mengalir
ureter yang dapat mengakibatkan absorbsi hebat pada parenkim ginjal (Sylvia
A. Prince, 2007).
Apabila obstruksi ini terjadi di ureter atau kandung kemih, tekanan balik akan
mempengaruhi kedua ginjal tetapi jika obstruksi terjadi di salah satu ureter
akibat adanya batu atau kekakuan maka hanya satu ginjal yang rusak.
b. Hidronefrosis II
Batu Ginjal di dalam saluran kemih (kalkulus uriner) adalah massa keras seperti
batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri,
perdarahan, penyumbatan aliran kemih atau infeksi. Batu ini bisa terbentuk di
dalam ginjal (batu ginjal) maupun di dalam kandung kemih (batu kandung
mengelilingi suatu zat organik seperti nanah, darah, atau sel-sel yang sudah mati.
Kebanyakan dari renal kalkuli terdiri dari garam-garam kalsium (oksalat dan
ketika konsentrasi substansi tertentu seperti kalsium oksalat, kalsium fosfat, dan
asam urat yang meningkat. (Brunner and Suddarth, 2005:1460). Bladder Stone
26
adalah massa keras seperti batu yang terbentuk disepanjang saluran kemih dan
bisa menyebabkan nyeri yang sangat, perdarahan, penyumbatan aliran kemih dan
infeksi.
4. Etiologi
b. Batu
c. Neoplasma/tumor
d. Hipertrofi prostat
f. Penyempitan uretra
a. Faktor Intrinsik :
1) Herediter (keturunan)
b. Faktor Ekstrinsik :
saluran kemih yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal
27
sebagai daerah stone belt (sabuk batu), sedangkan daerah batu di
saluran kemih.
karena air kemih jenuh dengan garam-garam yang dapat membentuk batu
normal. Sekitar 80% batu terdiri dari kalsium, sisanya mengandung berbagai
bahan, termasuk asam urat, sistin dan mineral struvit. Batu struvit
(campuran dari magnesium, amonium dan fosfat) juga disebut "batu infeksi"
karena batu ini hanya terbentuk di dalam air kemih yang terinfeksi. Ukuran
batu bervariasi, mulai dari yang tidak dapat dilihat dengan mata telanjang
sampai yang sebesar 2,5 sentimeter atau lebih. Batu yang besar disebut
"kalkulus staghorn". Batu ini bisa mengisi hampir keseluruhan pelvis renalis
28
Penyebab dari renal kalkuli adalah idiopatik akan tetapi ada faktor-
faktor predisposisi dan yang utama adalah UTI (Urinary Tract Infection).
berikut :
2008)
kristal.
29
c. Kristal-kristal yang saling mengadakan presipitasi membentuk inti
agregat kristal ini masih rapuh dan belum cukup mampu membuat
retensi kristal, dan dari sini bahan-bahan lain diendapkan pada agregat
saluran kemih.
di dalam urine, konsentrasi solute dalam urine, laju aliran urine, atau
inti batu.
f. Lebih dari 80% batu saluran kemih terdiri atas batu kalsium, meskipun
sama. Misal batu asam urat mudah terbentuk dalam suasana asam,
bersifat basa.
30
Terbentuk atau tidaknya batu di saluran kemih ditentukan juga oleh adanya
fosfat berkurang.
inhibitor adalah :
1) Glikosaminoglikan ( GAG )
3) Nefrokalsin
4) Osteopontin
a. Hiperparatiroidisme
c. Malignansi
b. Secara Radiologis :
atau kandung kemih, tekanan balik akan mempengaruhi kedua ginjal, tetapi
jika obstruksi terjadi di salah satu ureter akibat adanya batu atau kekakuan,
Obstruksi dapat diakibatkan oleh tumor yang menekan ureter atau berkas
32
jaringan parut akibat abses atau inflamasi dekat ureter dan menjepit saluran
pangkal ureter atau posisi ginjal yang salah, yang menyebabkan ureter
menyebabkan distensi piala dan kaliks ginjal. Pada saat ini, atrofi ginjal
5. Insiden
Di Amerika Serikat dan Eropa lebih dari 250.000 kasus infeksi saluran kemih setiap
tahun, dan 100.000 pasien dengan gangguan ini memerlukan hospitalisasai. Tingkat
kekambuhan setelah serangan pertama adalah 14%, 39%, dan 52% pada tahun ke 1, 5,
Di Indonesia dengan perkiraan penduduk sebanyak 201 juta, angka penderita batu
saluran kencing mencapai 294.000 orang per tahun. (Anizah, 2010). Rifki Muslim pada
penelitiannya di RSUP dr. Kariyadi Semarang menemukan 156 penderita batu saluran
kemih, yang terbanyak adalah batu kandung kemih (58,97%), diikuti oleh batu ginjal
(23,72%), batu ureter (8,97%), dan batu uretra (2,04%) (Djoko Rahardjo, 2005).
Prevalensi batu kandung kemih pada pria dan wanita di RSUP dr. Karyadi Semarang,
dari 105 penderita didapkatan hasil jumlah penderita pria dibandingkan wanita 4 : 1
sebanyak 46 pasien kunjungan, pada Tahun 2008 pasien kunjungan dengan kasus
hidronefrosis adalah 50 orang dan Tahun 2009 sebanyak 96 orang. (RM : RS. DR.
6. Patofisiologi
Hidronefrosis diawali dengan infeksi saluran kemih yang disebabkan oleh adanya
anatomi dimana pada wanita memiliki uretra yang lebih pendek dari pada laki-laki
sehingga insiden terjadinya infeksi lebih tinggi, faktor tekanan urin saat miksi,
34
Sering terjadi pada pasien yang sistem imunnya rendah sehingga
hematogen, yaitu adanya bendungan total urine yang yang mengakibatkan distensi
kandung kemih dan bendungan intrarenal akibat jaringan. Pada usia lanjut
2) Mobilitas menurun
penurunan resistensi terhadap invasi bakteri dan residu kemih menjadi media
traktus urinarius. Selain itu beberapa hal yang menjadi predisposisi infeksi saluran
35
kemih antara lain adanya obstruksi aliran kemih proksimal yang mengakibatkan
penimbunan cairan bertekanan dalam pelvis ginjal dan ureter. Penyebab umum
obstruksi adalah jaringan parut ginjal, batu neoplasma dan hipertropi prostat yang
sering ditemukan pada laki-laki diatas 60 tahun. Obstruksi pada aliran normal urin
obstruksi terjadi di uretra atau kandung kemih, tekanan balik akan mempengaruhi
kedua ginjal, tetapi jika obstruksi terjadi di salah satu ureter akibat adanya batu
Obstruksi parsial atau intermiten dapat disebabkan oleh batu renal yang
dapat diakibatkan oleh tumor yang menekan ureter atau berkas jaringan parut
akibat abses atau inflamasi dekat ureter dan menjepit saluran tersebut. Gangguan
dapat sebagai akibat dari bentuk abnormal di pangkal ureter atau posisi ginjal yang
salah, yang menyebabkan ureter berpilin atau kaku. Pada pria lansia, penyebab
tersering adalah obstruksi uretra pada pintu kandung kemih akibat pembesaran
prostat. Hidronefrosis juga dapat terjadi pada kehamilan akibat pembesaran uterus.
menyebabkan distensi piala dan kaliks ginjal. Pada saat ini atrofi ginjal terjadi.
Ketika salah satu ginjal sedang mengalami kerusakan bertahap, maka ginjal yang
renal terganggu.
7. Manifestasi Klinis
36
Berdasarkan lokasi batu, tanda dan gejala dari renal kalkuli bervariasi, antara
lain :
a. Di kaliks minor atas; terasa pegal di daerah pinggang, rasa sakit terus-
lahan, nyeri menjalar ke perut tengah bawah sampai ke arah vulva atau
dan leukositosis.
b. Di kaliks minor bawah; tanda dan gejala sama dengan di kaliks minor atas,
tapi batu ini merupakan batu korat atau disebut Sraghora Stone yang dapat
Jika kedua ginjal kena maka tanda dan gejala gagal ginjal kronik akan muncul,
seperti:
8. Pemeriksaan Penunjang
Urine :
Volume : biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (fase oliguria), yang terjadi
dalam 24 – 48 jam.
mioglobin, porfirin.
Darah :
38
Hb : menurun pada adanya anemia
Pencitraan Radionuklida :
KUB Abdomen :
Pielogram retrogad :
Arteriogram Ginjal :
massa.
Sistouretrogram berkemih :
39
Menunjukkan ukuran kandung kemih, refleks ke dalam ureter dan retensi.
Ultrasound Ginjal :
Menentukan ukuran ginjal dan hanya massa kista, obstruksi pada saluran
perkemihan atas.
CT Scan :
MRI :
Urografi Ekskretorius :
Endourologi :
EKG :
9. Penatalaksanaan
Tujuannya adalah untuk mengaktivasi dan memperbaiki penyebab dari
nefrostomi atau tipe disertasi lainnya. Infeksi ditangani dengan agen anti mikrobial
karena sisa urin dalam kaliks akan menyebabkan infeksi dan pielonefritis. Pasien
40
disiapkan untuk pembedahan mengangkat lesi obstrukstif (batu, tumor, obstruksi
ureter). Jika salah satu fungsi ginjal rusak parah dan hancur maka nefroktomi
NEFROSTOMI
a. Drainase Nefrostomi
aliran urin temporer atau permanen secara perkutan atau melalui luka insisi.
Sebuah selang tunggal atau selang nefrostomi sirkuler atau U-loop yang dapat
dan memintas obstruksi dalam ureter atau traktus urinarius inferior. Selang
Gambar 2.4
41
Insisi untuk melakukan pembedahan
b. Nefrostomi Perkutaneus
Pemasangan sebuah selang melalui kulit ke dalam pelvis ginjal. Tindakan ini
dilakukan untuk drainase eksternal urine dari ureter yang tersumbat, membuat
biopsy bentuk sikat dan nefroskop atau untuk melakukan tindakan bedah
tertentu.
Daerah kulit yang akan dinsisi dipersiapkan serta dianestesi, dan pasien diminta
untuk menarik napas serta menahannya pada saat sebuah jarum spinal
42
ditusukkan ke dalam pelvis ginjal. Urine diaspirasi untuk pemeriksaan kultur
dan media kontras dapat disuntikkan ke dalam sistem pielokaliks. Seutas kawat
Jarum dicabut dan saluran dilebarkan dengan melewatkan selang atau kawat
pemandu. Selang nefrostomi dimasukkan dan diatur posisinya dalam ginjal atau
ureter, difiksasi dengan jahitan kulit serta dihubungkan dengan sistem drainase
tertutup.
10. Pencegahan
a. Perhatikan kebersihan secara baik, misalnya setiap buang air seni, bersihkanlah
dari depan ke belakang. Hal ini akan mengurangi kemungkinan bakteri masuk
b. Ganti selalu pakaian dalam setiap hari, karena bila tidak diganti, bakteri akan
c. Pakailah bahan katun sebagai bahan pakaian dalam, bahan katun dapat
d. Hindari pakaian ketat yang dapat mengurangi ventilasi udara, dan dapat
e. Buang air seni sesering mungkin (setiap 3 jam) untuk mengosongkan kandung
kemih.
43
f. Jangan menunda buang air kecil, sebab menahan buang air seni merupakan
g. Buang air seni sesudah hubungan kelamin, hal ini membantu menghindari
i. Usahakan jangan pernah malu untuk berkonsultasi kepada dokter agar dapat
1. Pengkajian
Gejala
Tanda :
44
1) Distensi abdominal
2) Muntah
Gejala :
Gejala :
2) Obstruksi sebelumnya
Tanda :
1) Oliguri
2) Hematuri
3) Piuria
d. Sirkulasi
Tanda :
3) Pucat
45
e. Nyeri/kenyamanan
Gejala :
Tanda :
f. Keamanan
Gejala :
1) Menggigil
2) Demam
g. Persepsi diri
2. Pengumpulan Data
keperawatan .
Sumber Data
46
Data dapat diperoleh melalui klien sendiri, keluarga, perawat lain dan
Keadaan umum
Kesadaran
Tanda-tanda vital
BB dan
47
TB
- Pengkajian persistem
Pemeriksaan laboratorium :
Urine :
Volume : biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (fase oliguria), yang
mioglobin, porfirin.
Darah :
48
SDM : sering menurun
Pencitraan Radionuklida :
KUB Abdomen :
Pielogram retrogad :
Arteriogram Ginjal :
dan massa.
Sistouretrogram berkemih :
49
Menunjukkan ukuran kandung kemih, refliks ke dalam ureter,
retensi
Ultrasound Ginjal :
CT Scan :
MRI :
Urografi Ekskretorius :
Endourologi :
kecil/batu.
EKG :
asam/basa.
- Nutrisi
50
Kebiasaan makan, frekuensi makan, nafsu makan, makanan
- Eliminasi
sakit.
- Personal hygiene
- Status psikologis.
51
Emosi biasanya cepat tersinggung, marah, cemas, pasien berharap
- Status sosial
- Kegiatan keagamaan
3. Klasifikasi Data
Data pengkajian :
- Data subyektif
keluarga.
- Data obyektif
52
Data yang dilihat langsung atau melalui pengkajian fisik atau
diagnostik.
4. Analisa Data
5. Diagnosa Keperawatan
saluran kemih
53
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
pertahanan tubuh
6. Perencanaan
diketahui.
Intervensi:
TTV
54
Rasional : bantu mengevaluasi tempat obstruksi dan kemajuan
gerakan kalkulus
2. Gangguan perubahan
ml/kgbb/jam
Intervensi
55
Rasional : peningkatan hidrasi membilas bakteri dalam darah dan
pertemuan uretrovesikal
kesadaran
disfungsi ginjal
mual, muntah
56
Intervensi
status uremik
natrium, kalium
oral
57
Rasional : mencegah atelektasis dan imobilisasi, dan untuk
5. Intoleransi aktivitas
Intervensi:
kemampuan klien
58
Rasional : membantu klien dalam mengatasi ketidakmampuannya
memenuhi kebutuhannya
7. Implementasi
yang telah ditentukan, pada tahap ini perawat siap untuk melaksanakan
intervensi dan aktivitas yang telah dicatat dalam rencana perawatan klien.
8. Evaluasi
59
Tahapan evaluasi menentukan kemajuan pasien terhadap pencapaian hasil
60
Obstruksi traktus urinarius Invasi mikroorganisme streptokokus
lemah kecemasan
Intoleran aktifitas
GFR menurun
Angiotensinogen
Angiotensin I
Angiotensin II
Stimulasi aldosteron
udema
Gangguan keseimbangan volume cairan
BAB III
61
HASIL DAN PEMBAHASAN
No. RM : 433344
A. Studi Kasus
1. Identifiksi Data
b. Umur : 36 tahun
c. Pekerjaan : PNS
e. Pendidikan : D II Pendidikan
g. Status : Kawin
h. Agama : Islam
2. Penanggung Jawab
a. Nama : Ny “Y”
b. Umur : 30 tahun
e. Pekerjaan : PNS
3. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama :
Batuk berlendir
kiri yang dialami sejak 8 bulan yang lalu. Sebelum masuk RS. Wahidin
Sodirohusodo klien pernah dirawat di RS. Kendari. Namun pada saat dikaji,
klien mengeluh batuk berlendir yang diderita sejak 1 minggu yang lalu,
keluhan ini kadang disertai sesak. Keluhan dirasakan hilang timbul. Faktor
Genogram :
GI
70 68 66
G II 62 57
64 54
G III
38 30
33 28 25 23
40 363
16 12 10
14 3
Keterangan :
: Meninggal : Klien
Keterangan genogram :
64
GI :Kakek dan nenek dari kedua orang tua klien meninggal bukan
karena penyakit.
menderita penyakit.
G III :Semua saudara klien dalam keadaan sehat, hanya klien yang
4. Riwayat Psikososial
- Klen merasa cemas akan penyakitnya karena sudah lama berobat tetapi
belum sembuh.
tersebut.
- Klien cemas jika penyakitnya tidak sembuh, siapa yang akan merawat
meninggalkannya.
65
b. Harga Diri
c. Ideal Diri
d. Pola Komunikasi
Klien dapat berkomunikasi dengan baik pada keluarga, pasien lain, dan petugas
kesehatan.
sangat baik, tetapi hubungan klien dengan suaminya kurang baik, hal ini
suaminya.
f. Pertahanan koping
keluarganya.
g. Kepercayaan
Klien menganut agama islam. Klien percaya terhadap Allah SWT dan selalu
5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
66
- Kesadaran : kompos mentis
- TD : 90/60 mmHg
- N : 72 x/i
- S : 36,2 ͦ C
- P : 24 x/i
1. Sistem Pernapasan
a. Hidung :
Palpasi : : Tidak ada nyeri tekan pada tulang hidung. Tidak ada
b. Leher :
c. Dada :
67
Auskultasi : suara napas terdengar ronchi.
2. Sistem Kardiovaskuler
3. Sistem Pencernaan :
- Bibir : Kering
d. Abdomen :
Palpasi : Tidak ada asites, tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa.
4. Sistem Indera
- Mata :
68
Inspeksi :Kedua bola mata simetris, kedua mata dapat menutup
Pendengaran baik.
Epistaksis ( - ).
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada sinus frontalis, sinus maksilaris
5. Sistem musculoskeletal
69
berjalan
6. Sistem Persyarafan
Fungsi Cerebral :
baik.
a. Fungsi Cranial :
1) Nervus I ( Olfaktoris )
balsam
2) Nervus II ( Optikus )
4) Nervus V ( Trigeminus )
70
6) Nervus VIII ( Acusticus )
Pendengaran baik
7) Nervus IX ( Glossofaringeus )
Klien mampu menelan dengan baik, tidak ada nyeri saat menelan.
8) Nervus X ( Vagus )
9) Nervus XI ( Assesoris )
7. Sistem Integumen
a. Rambut :
b. Kulit :
71
Inspeksi : warna sawo matang, tidak nampak adanya lesi, terpasang
c. Kuku :
8. Sistem Endokrin
9. Sistem Perkemihan
ataupun cuaca.
6. Pemeriksaan Penunjang
72
a. Pemeriksaan Laboratorium Tgl.
28.07.2010.
Tabel 3.3
Pemeriksaan Darah
73
0,20 * 10 ^3 / Ul 1,00 – 3,00
EO
0,02 * 10 ^3 / Ul 0,00 – 0,10
BASO
79
mg/dl 140
GDS 16
mg/dl 10 – 50
Ureum 0,7
mg/dl < 1,1
Kreatinin 20
U/l <32
SGOT 9
U/l < 31
SGPT 7,3
gr/dl 6,6 – 8,7
Protein Total 2,7
gr/dl 3,5 – 5
Albumin 134
mmol/L 136 – 145
Natrium 4,0
mmol/L 3,5 – 5,1
Kalium 104
mmol/L 97 – 111
Klorida 8’ 00’
menit 4 – 10
Waktu bekuan ( CT ) 2’ 00’
menit 1–7
Waktu pendarahan ( DT ) 11, 8 control 12,3
detik 10, 4 – 12, 6
Waktu prothrombine ( PT ) 1, 03
2,0 – 3,5
6,1
mg/dl 2,4 – 5,7
Asam Urat
74
b. Pemeriksaan Photo Thorax Tgl.
07.07.2010
Kesan :
- Kedua sinus dan diafragma kanan baik. Diafragma kiri lebih tinggi.
- Tulang-tulang intak
Hasil :
- Hepar yang terscan : densitas dalam batas normal, tidak tampak dilatasi
- Ginjal kanan : bentuk, ukuran dan densitas dalam batas normal, tidak
75
- Ginjal kiri : ukuran ginjal membesar disertai pelebaran PCS, tampak
densitas batu dalam parenkim ginjal, disertai lesi hipodens (19,63 HU)
Hasil :
- Hepar : ukuran dan echo parenkim dalam batas normal. Tidak tampak
SOL.
didalam.
- Lien : bentuk dan ukuran normal, echo parenkim dalam batas normal
- Ginjal kanan : bentuk dan ukuran dalam batas normal. Tidak tampak
76
- VU : dinding dan mukosa licin, tidak tampak echo batu
perbaikan).
- Hydronephoris Sinistra.
14.07.2010
f. Theraphy Medik
77
7. Pola Kegiatan Sehari-hari
Nama : Ny “D”
Diagnosa : Hidronefrosis
Tabel 3.4
1 Nutrisi
2. Cairan
78
b. Frekuensi ± 800-1000 cc / hari ± 1000-1400 cc / hari
2 Eliminasi
a. BAB
b. BAK
a. Jam Tidur
4 Personal hygiene
a. Mandi
b.Cuci rambut
79
- Cara Mandiri Mandiri
c.Gosok gigi
80
8. Klasifikasi Data
Nama : Ny “D”
Diagnosa : Hidronefrosis
Tabel 3.5
Klasifikasi Data
- N : 72 x/i
- S : 36oC
- P : 24 x/ i
81
PATOFISIOLOGI DAN PENYIMPANGAN KDM
HIDRONEFROSIS
Penurunan reaksi
Obstruksi traktus urinarius immunologi
Produksi mucus
Refluks ureterovesikel meningkat
Penumpukan sputum
Produk akhir metabolism protein
tertimbun dalam darah
Bersihan jalan napas
tidak efektif
Peningkatan ureum darah
Penumpukan cairan
Perubahan status kesehatan
Tindakan pembedahan
( pemasangan WSD )
kecemasan
82
9. Analisa Data
Nama : Ny “D”
Diagnosa : Hidronefrosis
Tabel 3.6
Analisa Data
batuk berlendir
Ke saluran
Data Objektif :
pernapasan atas
- Batuk produktif (+)
Reaksi immunologi
- Terdengar suara
napas ronchi
- observasi TTV :
Produksi mukus
TD :90/60 mmHg meningkat
S : 36oC
P : 24 x/ i
Bersihan jalan napas
tidak efektif
83
- Klien merasa cemas
akan penyakitnya
sembuh.
- Klien mengatakan
bisa menderita
Data Objektif :
sedang
84
entry mikroorganisme) :
Penumpukan
Tampak terpasang WSD cairan pada ginjal
Port d’ entry
mikroorganisme
Risiko infeksi
85
Nama : Ny “D”
Diagnosa : Hidronefrosis
Tabel 3.7
Diagnosa Keperawatan
Nama : Ny “D”
86
Ruang : Ruang Perawatan 6 Penyakit Dalam Lontara 1 Bawah
Diagnosa : Hidronefrosis
Tabel 3.8
Intervensi Keperawatan
- Terdengar
4. Berikan posisi 4. Peninggian
suara napas
yang nyaman kepala dapat
ronchi mempermudah
fungsi
- TTV :
pernapasan
TD :90/60 mmHg
dengan
87
N : 72 x/i menggunakan
gravitasi
S : 36oC
5. Anjurkan 5. Untuk
P : 24 x/ i
untuk minum mengeluarkan
air hangat secret yang
terakumulaasi
didalam saluran
napas
6. Ajarkan 6. Untuk mencegah
tentang komplikasi pada
tekhnik batuk paru
efektif
7. Kolaborasi 7. Untuk
dalam melancarkan
pemberian secret dan
obat antitusif membantu
2. pengeluarannya
2. Rabu, 7 Kecemasan b/d Setelah dilakukan 1. Kaji tingkat 1. Membantu
Juli tindakan kecemasan menentukan jenis
sumber dukung
2010 keperawatan, pada klien intervensi yang
tidak adekuat.
kecemasan yang diperlukan
Ditandai dengan: dialami oleh klien
dapat berkurang. 2. Awasi respon 2. Berguna dalm
Dengan kriteria: fisik pada evaluasi
Data Subjektif :
- Klien tampak klien luas/derajat
- Klien merasa rileks masalah
- Klien dapat 3. Dorong klien 3. Memberikan
cemas akan
mengungkapkan untuk kesempatan untuk
penyakitnya
perasaannya mengungkapk menyatakan
karena sudah an perasaannya serta
88
lama berobat perasaannya. untuk
menurunkan
tetapi belum
kecemasan
sembu
sampai ketingkat
- Klien yang dapat
diterima
mengatakan
4. Jelasakan 4. Rasa takut atau
tidak tahu
prosedur atau ketidak tahuan
mengapa bisa asuhan yang dapat diperkecil
akan diberikan dengan informasi
menderita
yang didapat.
penyakit
5. Ciptakan 5. Lingkungan yang
seperti ini. ketenangan nyaman dapat
dan memfokuskan
Data Objektif :
lingkungan pikiran dan
- Klien tampak
yang nyaman mengurangi
cemas sedang disekitar klien kecemasan.
3. Rabu, 7 Faktor risiko (Port Setelah dilakukan 1. Ukur tanda – 1. Sebagai indikasi
Juli tindakan tanda vital adanya tanda –
d’ entry
2010 keperawatan, tanda infeksi
mikroorganisme) :
faktor risiko 2. Observasi 2. Deteksi dini
Tampak terpasang penyebab infeksi daerah kulit adanya
dapat yang alat perkembangan
drain pada
diminimalkan. invasif mikroorganisme
punggung kiri.
Dengan kriteria : pada daerah yang
- Tidak ada dipasangi alat
tanda-tanda invasif
89
infeksi 3. Ganti verban 3. Untuk
dengan tehnik menghindari
septik dan terjadinya infeksi
antiseptik nasokomial
4. Tekankan 4. Mencegah
pentingnya kontaminasi
tidak silang serta
menyentuh menurunkan
terlalu sering risiko
pada daerah penyebaran
yang bakteri.
dipasangi alat
invasif
5. Kolaborasi 5. Terapi antibiotik
dalam dapat
pemberian menurunkan
antibiotik risiko terjadinya
infeksi
12. IMPLEMENTASI
Nama : Ny “D”
90
Ruang : Ruang Perawatan 6 Penyakit Dalam Lontara 1 Bawah
Diagnosa : Hidronefrosis
Tabel 3.9
Selasa, 27
1. Mengkaji tingkat kecemasan pada klien
2 Juli 2010 09.45
Hasil : Tingkat kecemasan klien sedang
91
10.00 2. Mengawasi respon fisik pada klien
Hasil : Klien tampak gelisah dan selalu bertanya-tanya
tentang keadaannya.
10.15
3. Mendorong klien untuk mengungkapkan perasaannya
Hasil : Klien mengatakan dirinya sangat cemas karena
sudah lama berobat tapi belum sembuh juga.
Selain itu, klien juga sangat mencemaskan
keadaan anak-anaknya.
10.30 4. Menjelasakan prosedur atau asuhan yang akan diberikan
Hasil : Setiap prosedur kesehatan dan tindakan
keperawatan dijelaskan kepada klien
5. Menciptakan ketenangan dan lingkungan yang nyaman
10.45 disekitar klien
Hasil : Lingkungan sekitar klien cukup tenang dan klien
merasa nyaman dengan keadaan sekirnya
08.00 1. Mengukur tanda – tanda vital
Selasa, 27
Hasil : TD : 90/60 mmHg
3 Juli 2010
N : 72 x/i
S : 36 C
P : 24 x/i
2. Mengobservasi daerah kulit yang dipasangi alat invasif
07.00
Hasil : Terpasang drain pada punggung kiri. Kulit daerah
sekitar yang dipasangi drain tidak menunjukkan
adanya tanda-tanda inflamasi
3. Mengganti verban dengan tekhnik septik dan antiseptik
08.15
Hasil : Verban klien diganti tiap hari
08.20
4. Menekankan pentingnya tidak menyentuh terlalu sering
pada daerah yang dipasangi alat invasif
Hasil : Klien memahami anjuran yang diberikan dan
akan mencoba mengaplikasikannya
92
12.00 5. Penatalaksanaan dalam pemberian antibiotik
Hasil : Doxyciclin 100 mg/oral
Nama : Ny “D”
93
Diagnosa : Hidronefrosis
Tabel 3.10
Evaluasi
P : lanjutkan intervensi :
Ukur tanda – tanda vital.
Auskultasi bunyi napas dan pantau
frekuensi napas
Observasi karakteristik batuk
Berikan posisi yang nyaman
Anjurkan untuk minum air hangat
Ajarkan tentang tekhnik batuk efektif
Kolaborasi dalam pemberian obat
antitusif
94
O : klien tampak gelisah dan terus bertanya-
tanya tentang kondisinya.
P : Lanjutkan intervensi :
Kaji tingkat kecemasan pada klien
Awasi respon fisik pada klien
Dorong klien untuk mengungkapkan
perasaannya.
Jelasakan prosedur atau asuhan yang
akan diberikan
Ciptakan ketenangan dan lingkungan
yang nyaman disekitar klien
95
CATATAN HARI PERKEMBANGAN HARI KEDUA
Nama : Ny “D”
Diagnosa : Hidronefrosis
Tabel 3.11
96
Implementasi dan Hasil
Rabu, 28
1. Mengkaji tingkat kecemasan pada klien
2 Juli 2010 09.45
Hasil : Tingkat kecemasan klien sedang
2. Mengawasi respon fisik pada klien
10.00
Hasil : Klien tampak gelisah dan selalu bertanya-tanya
tentang keadaannya.
3. Mendorong klien untuk mengungkapkan perasaannya
97
10.15 Hasil : Klien mengatakan dirinya sangat cemas karena
sudah lama berobat tapi belum sembuh juga.
Selain itu, klien juga sangat mencemaskan keadaan
anak-anaknya.
10.30 4. Menjelasakan prosedur atau asuhan yang akan diberikan
Hasil : Setiap prosedur kesehatan dan tindakan
keperawatan dijelaskan kepada klien dan klien
memahaminya
5. Menciptakan ketenangan dan lingkungan yang nyaman
10.45
disekitar klien
Hasil : Lingkungan sekitar klien cukup tenang dan klien
merasa nyaman dengan keadaan sekirnya
08.00 - Mengukur tanda – tanda vital
Rabu, 28
Hasil : TD : 80/50 mmHg
3 Juli 2010
N : 60 x/i
S : 36 C
P : 20 x/i
07.00
2. Mengobservasi daerah kulit yang dipasangi alat invasif
Hasil : Terpasang drain pada punggung kiri. Kulit daerah
sekitar yang dipasangi drain tidak menunjukkan adanya
tanda-tanda inflamasi
08.15
3. Mengganti verban dengan tehnik septic dan antiseptic
Hasil : Verban klien diganti tiap hari
4. Menekankan pentingnya tidak menyentuh terlalu sering
08.20 pada daerah yang dipasangi alat invasif
Hasil : Klien mengikuti anjuran yang diberikan
5. Penatalaksanaan dalam pemberian antibiotik
12.00
Hasil : Doxyciclin 100 mg/oral
98
EVALUASI HARI KEDUA
Nama : Ny “D”
Diagnosa : Hidronefrosis
Tabel 3.12
Evaluasi
99
Hari/ Tanggal Jam NDX Evaluasi
P : lanjutkan intervensi :
- Ukur tanda – tanda vital
- Auskultasi bunyi napas dan pantau
frekuensi napas
- Observasi karakteristik batuk
- Berikan posisi yang nyaman
- Anjurkan untuk minum air hangat
- Ajarkan tentang tekhnik batuk efektif
- Kolaborasi dalam pemberian obat
antitusif
100
P : Lanjutkan intervensi :
- Kaji tingkat kecemasan pada klien
- Awasi respon fisik pada klien
- Dorong klien untuk mengungkapkan
perasaannya.
- Jelasakan prosedur atau asuhan yang
akan diberikan
- Ciptakan ketenangan dan lingkungan
yang nyaman disekitar klien
P : Lanjutkan Intervensi
- Ukur tanda – tanda vital
- Observasi daerah kulit yang alat
invasif
- Ganti verban dengan tekhnik septik
dan antiseptik
- Tekankan pentingnya tidak
menyentuh terlalu sering pada
daerah yang dipasangi alat invasif
- Kolaborasi dalam pemberian
antibiotik
101
CATATAN PERKEMBANGAN HARI KETIGA
Nama : Ny “D”
Diagnosa : Hidronefrosis
Tabel 3.13
102
1. Kamis, 29 09.00 1. Mengukur tanda – tanda vital
Juli 2010
Hasil : TD : 90/60 mmHg
N : 60 x/i
S : 36 C
P : 20 x/i
09.15 2. Mengauskultasi bunyi napas dan pantau frekuensi napas
Hasil : Frekuensi napas : 20 x/i
Bunyi napas : vesikuler
09.30 3. Mengobservasi karakteristik batuk
Hasil : Batuk klien sudah hilang
Kamis, 29 09.45
1. Mengkaji tingkat kecemasan pada klien
2 Juli 2010
Hasil : Tingkat kecemasan klien ringan
2. Mengawasi respon fisik pada klien
10.00
Hasil : Klien masih selalu bertanya-tanya tentang
keadaannya.
10.15
3. Mendorong klien untuk mengungkapkan perasaannya
Hasil : Klien mengatakan dirinya mengkhawatirkan anak-
10.30 anaknya yang telah lama ditinggalkan.
103
4. Menjelasakan prosedur atau asuhan yang akan diberikan
Hasil : Setiap prosedur kesehatan dan tindakan keperawatan
dijelaskan kepada klien dank lien sangat kooperatif dalam
10.45
setiap tindakan
5. Menciptakan ketenangan dan lingkungan yang nyaman
disekitar klien
Hasil : Lingkungan sekitar klien cukup tenang dan klien
merasa nyaman dengan keadaan sekirnya
08.00 1. Mengukur tanda – tanda vital
Kamis, 29
Hasil : TD : 80/50 mmHg
3 Juli 2010
N : 60 x/i
S : 36 C
P : 20 x/i
2. Mengobservasi daerah kulit yang dipasangi alat invasif
07.00
Hasil : Terpasang drain pada punggung kiri. Kulit daerah
sekitar yang dipasangi drain tidak menunjukkan
adanya tanda-tanda inflamasi
08.15
3. Mengganti verban dengan tekhnik septik dan antiseptik
Hasil : Verban klien diganti tiap hari
4. Menekankan pentingnya tidak menyentuh terlalu sering pada
08.20
daerah yang dipasangi alat invasif
Hasil : Klien mengatakan selalu mengikuti anjuran yang
12.00 diberikan
5. Penatalaksanaan dalam pemberian antibiotik
Hasil : Doxyciclin 100 mg/oral
104
EVALUASI HARI KETIGA
Nama : Ny “D”
Diagnosa : Hidronefrosis
Tabel 3.14
Evaluasi
105
2010
O : Batuk klien (-)
Suara napas vesikuler
A : Masalah teratasi
P : Pertahankan intervensi :
- Ukur tanda – tanda vital.
- Auskultasi bunyi napas dan pantau
frekuensi napas
- Observasi karakteristik batuk
- Berikan posisi yang nyaman
- Anjurkan untuk minum air hangat
- Ajarkan tentang tekhnik batuk efektif
- Kolaborasi dalam pemberian obat
antitusif
A : Masalah teratasi
P : Pertahankan intervensi :
- Kaji tingkat kecemasan pada klien
106
- Awasi respon fisik pada klien
- Dorong klien untuk mengungkapkan
perasaannya.
- Jelasakan prosedur atau asuhan yang
akan diberikan
- Ciptakan ketenangan dan lingkungan
yang nyaman disekitar klien
A : Masalah teratasi
P : Pertahankan Intervensi
- Ukur tanda – tanda vital
- Observasi daerah kulit yang alat
invasif
- Ganti verban dengan tekhnik septik
dan antiseptik
- Tekankan pentingnya tidak
menyentuh terlalu sering pada daerah
yang dipasangi alat invasif
- Kolaborasi dalam pemberian
antibiotic
107
B. Pembahasan
Pada bab ini penulis membahas leporan hasil studi kasus yang akan diuraikan
sesuai dengan tahap dalam asuhan keperawatan dan sekaligus membahas mengenai
kesenjangan antara teori dan kenyataan yang penulis peroleh selama melakukan
asuhan keperawatan.
1. Pengkajian
108
Pada tahap pengkajian penulis tidak banyak menemukan hambatan dalam
b. Klien merasa cemas akan penyakitnya karena sudah lama berobat tetapi
belum sembuh.
c. Klien mengatakan tidak tahu mengapa bisa menderita penyakit seperti ini.
a. Di kaliks minor atas ; terasa pegal di daerah pinggang, rasa sakit terus-
lahan, nyeri menjalar ke perut tengah bawah sampai ke arah vulva atau
dan leukositosis.
b. Di kaliks minor bawah ; tanda dan gejala sama dengan di kaliks minor
atas, tapi batu ini merupakan batu korat atau disebut Sraghora Stone yang
2. Diagnosa Keperawatan
Sedangkan pada data secara teori, diagnose keperawata yang biasa muncul adalah:
meningkat
saluran kemih
tubuh
110
Dengan demikian maka terjadi perbedaan antara diagnosa keperawatan secara
teori dan diagnosa keperawatan dalam kasus. Hal ini disebabkan karena
tertentu.
3. Perencanaan
Intervensi:
TTV
saluran kemih
Intervensi
111
c. Observasi perubahan status mental, perilaku atau tingkat
kesadaran
Intervensi
pertahanan tubuh
112
5) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemia
Intervensi:
Intervensi :
113
1) Ukur tanda – tanda vital
2) Observasi daerah kulit yang dipasangi alat invasif
3) Ganti verban dengan tekhnik septik dan antiseptik
4) Tekankan pentingnya tidak menyentuh terlalu sering pada daerah
yang dipasangi alat invasif
5) Kolaborasi dalam pemberian antibiotik
4. Pelaksanaan
Pelaksanaan intervensi keperawatan yang telah dibuat dilaksanakan dalam tiga hari
5. Evaluasi
dalam tiga hari catatan perkembangan untuk mengetahui sejauh mana perubahan
dan peningkatan status kesehatan pada kasus. Dalam evaluasi, semua intervensi
telah dilakukan dan semua masalah yang muncul teratasi dengan baik.
BAB IV
PENUTUP
Keperawatan pada klien Ny. “D” dengan gangguan sistem Urologi : Hidronefrosis di
114
Ruang Perawatan Penyakit Dalam Lontara 1 Bawah RS. DR. Wahidin Sudirohusodo
A. Kesimpulan
kasus.
B. Saran
a. Untuk Akademik
d. Untuk Perawat
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth (2005), Keperawatan Medikal Bedah, Buku Kedokteran, EGC,
Jakarta
Marilynn E. Doengoes, Mary Frances Moorhouse, Alice C. Geissler. (2007) Rencana
Asuhan Keperawatan. Edisi 3 EGC. Jakarta
116
Tarwoto dan Wartonah (2006), Kebutuhan Dasar Manusia, Buku Kedokteran.
EGC. Jakarta
Sylvia A. Prince, Lorraine M. Wilson (2005), Patofisiologi, Buku Kedokteran, EGC,
Jakarta
Mary Baradero, Mary Wilfrid Dayrit, Yakobus Siswadi (2008), Seri Asuhan
Keperawatan Klien Gangguan Ginjal, Buku Kedokteran, EGC, Jakarta
Robert Priharjo, S.Kp, M.Sc,RN (2007), Pengkajian Fisik Keperawatan, Buku
Kedokteran, EGC, Jakarta.
Dr. Nursalam, M. Nurs (2008), Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan
Gangguan Sistem Perkemihan, Salemba Medika, Jakarta
A. Aziz Alimuri H. (2006), Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia, Salemba
Medika, Jakarta
Halim Mubin A (2007), Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam, Buku Kedokteran,
EGC, Jakarta
Horrison (2005), Ilmu Penyakit Dalam, Buku Kedokteran, EGC, Jakarta
Nining Bai, 25 Juli 2009: http://as-kep.blogspot.com/2009/07/asuhan-keperawatan-
klien-dengan_7647.html, searched on Juli 2010
Anizah,14-01-2010,http://i.okezone.com/content/2010/01/14/S3SFHqYZke.jpg/IMG,
searched on 02 Juli 2010
Dewi Setyoningsih, Juni 2007: http://askep-hidronefrosis.blogspot.com /2007/06/
Juli 2010
117
SATUAN ACARA PENYULUHAN
Waktu : ± 20 menit
C. METODE
D. MEDIA
Kertas karton
E. MATERI
Terlampir
F. EVALUASI
Keluarga mengerti tentang penyakit yang diderita, penyebab, gejala, penanganan, dan
1. Pengertian
120
Infeksi saluran kemih ( ISK ) adalah penyakit yang disebabkan oleh adanya
mikroorganisme pathogen pada saluran kemih, dengan atau tanpa disertai tanda
dan gejala.
2. Penyebab
Bakteri
Infeksi Ginjal
Urine sisa
3. Gejala
Selalu ingin buang air seni dan terasa sakit atau kram pada kandung kemih.
Sakit pinggang
4. Pengobatan
Terapi antibiotik
Pengangkatan batu
Ureteroskopi
Pelarutan batu
121
pembaedahan
5. Pencegahan
dari bakteri
Usahakan jangan perna malu untuk berkonsultasi kepada dokter agar dapat dicegah
penyebaran bakterinya
122