Tugas PPKN
Tugas PPKN
Ada versi sejarah yang menyebutkan bahwa ia adalah putra Frans Matulessia dengan
Fransina Silahoi. Adapun dalam buku biografi Pattimura versi pemerintah yang pertama kali
terbit, M Sapija menulis, "Bahwa pahlawan Pattimura tergolong turunan bangsawan dan berasal
dari Nusa Ina (Seram). Ayah beliau yang bernama Antoni Mattulessy adalah anak dari
Kasimiliali Pattimura Mattulessy. Yang terakhir ini adalah putra raja Sahulau. Sahulau bukan
nama orang tetapi nama sebuah negeri yang terletak dalam sebuah teluk di Seram Selatan".
Ada kejanggalan dalam keterangan di atas. Sapija tidak menyebut Sahulau itu adalah kesultanan.
Kemudian ada penipuan dengan menambahkan marga Pattimura Mattulessy. Padahal di negeri
Sahulau tidak ada marga Pattimura atau Mattulessy. Di sana hanya ada marga Kasimiliali yang
leluhur mereka adalah Sultan Abdurrahman.
Jadi asal nama Pattimura dalam buku sejarah nasional adalah karangan dari Sapija.
Sedangkan Mattulessy bukanlah marga melainkan nama, yaitu Ahmad Lussy. Dan nama Thomas
Mattulessy sebenarnya tidak pernah ada di dalam sejarah perjuangan rakyat Maluku. Berbeda
dengan Sapija, Mansyur Suryanegara berpendapat bahwa Pattimura itu marga yang masih ada
sampai sekarang.
Berdasarkan buku biografi Pattimura versi pemerintah yang pertama kali terbit, M.Sapija
menuliskan “Bahwa pahlawan Pattimura tergolong turunan bangsawan dan berasal dari Nusa Ina
(Seram). Ayahnya yang bernama Antoni Mattulessy adalah anak dari Kasimiliali Pattimura
Mattulessy. Yang terakhir ini adalah putra raja Sahulau. Sahulau merupakan nama orang di
negeri yang terletak dalam sebuah teluk di Seram Selatan”.
Gelar Kapitan
Berdasarkan sejarah yang dituliskan M.Sapija, gelar kapitan yang dimiliki oleh Pattimura
berasal dari pemberian Belanda. Padahal tidak.
Menurut sejarawan Mansyur Suryanegara atas saran dari Abdul Gafur (leluhur bangsa
Indonesia). Dilihat dari sudut sejarah dan antropologi adalah homo religosa (makhluk agamis).
Keyakinan mereka terhadap suatu kekuatan di luar jangkauan akal pikiran mereka yang akhirnya
menimbulkan tafsiran yang sulit dicerna rasio modern. Karena itulah tingkah laku sosialnya
dikendalikan oleh kekuatan-kekuatan alam yang mereka takuti.
Pattimura merupakan pemimpin yang dianggap memiliki kharisma. Sifat tersebut melekat
dan berproses turun temurun. Meskipun kemudian mereka sudah memeluk agama, namun secara
genealogis/silsilah/keturunan adalah turunan pemimpin atau kapitan. Dari sinilah sebenarnya
sebutan “kapitan” yang melekat pada diri Pattimura itu bermula.
Dari sejarah tentang Pattimura yang ditulis M Sapija, gelar kapitan adalah pemberian
Belanda. Padahal tidak.
Menurut Sejarawan Mansyur Suryanegara, leluhur bangsa ini, dari sudut sejarah dan
antropologi, adalah homo religiosa (makhluk agamis). Keyakinan mereka terhadap sesuatu
kekuatan di luar jangkauan akal pikiran mereka, menimbulkan tafsiran yang sulit dicerna rasio
modern. Oleh sebab itu, tingkah laku sosialnya dikendalikan kekuatan-kekuatan alam yang
mereka takuti.
Perjuangan
Perlawanan rakyat Maluku diawali dengan membakar perahu Pos di Porto (pelabuhan)
pada 15 Mei 1817 dan mengepung Benteng Duurstede. Keesokan harinya rakyat berhasil
menguasai benteng dan menembak mati Residen Maluku, Van De Berg. Pada 14 Mei 1817,
Pattimura mulai memimpin perlawanan kepada Belanda, terutama di Porto. Belanda kesulitan,
akhirnya Belanda meminta bantuan dari Ambon. Dikirimlah pasukan sebanyak 200 orang pada
Juli 1817. Untuk kedua kalinya Belanda datang ke Saparua dan berhasil menguasai Benteng
Duurstede pada Agustus 1817.
Pejuang Maluku kemudian melanjutkan perjuangan dengan sistem gerilya. Belanda ingin
secepatnya menangkap pemimpin-pemimpin perlawanan. Selain mengerahkan pasukan yang
banyak, Belanda juga mengumumkan bahwa mereka akan diberi hadiah 100 Gulden bagi siapa
saja yang dapat menangkap Pattimura dan 500 Gulden untuk pemimpin-pemimpin lainnya. Akan
tetapi, rakyat Maluku tidak tergiur oleh hadiah tersebut. Pada Oktober 1817, Belanda
berkeinginan untuk segera menyelesaikan perang. Untuk itulah pada bulan tersebut Belanda
mengerahkan pasukannya secara besar-besaran. Akhirnya, Pattimura dan pemimpin-peminpin
lainnya dapat ditangkap Belanda, dan pada 16 Desember 1817 Pattimura dihukum gantung di
Kota Ambon. Dalam Perang Maluku dikenal pula pahlawan wanita, Christina Martha Tiahahu
dan sering dijuluki Mutiara dari Timur, yang ikut
berjuang melawan Belanda sekalipun usia yang masih muda (17 tahun) dan wafat 1 Januari 1818
dalam pengasingan (pembuangan) di Pulau Jawa.
Latar Belakang Terjadinya Perlawanan Pattimura
Maluku termasuk daerah yang paling awal didatangi oleh Belanda yang kemudian berhasil
memaksakan monopoli perdagangan. Rempah-rempah Maluku hanya boleh dijual kepada
Belanda. Kalau tidak dijual kepada Belanda, maka mereka dicap sebagai penyelundup dan
pembangkang. Maka latar belakang terjadinya perlawanan rakyat Maluku di bawah pimpinan
Thomas Matulessi yang lebih dikenal dengan nama Kapiten Pattimura, adalah sebagai berikut.
Sebelum melakukan perlawanan terhadap VOC ia pernah berkarier dalam militer sebagai
mantan sersan Militer Inggris. Kata "Maluku" berasal dari bahasa Arab Al Mulk atau Al Malik
yang berarti Tanah Raja-Raja. Mengingat pada masa itu banyaknya kerajaan
Pada tahun 1816 pihak Inggris menyerahkan kekuasaannya kepada pihak Belanda dan kemudian
Belanda menetrapkan kebijakan politik monopoli, pajak atas tanah (landrente), pemindahan
penduduk serta pelayaran Hongi (Hongi Tochten), serta mengabaikan Traktat London I antara
lain dalam pasal 11 memuat ketentuan bahwa Residen Inggris di Ambon harus merundingkan
dahulu pemindahan koprs Ambon dengan Gubenur dan dalam perjanjian tersebut juga
dicantumkan dengan jelas bahwa jika pemerintahan Inggris berakhir di Maluku maka para
serdadu-serdadu Ambon harus dibebaskan dalam artian berhak untuk memilih untuk memasuki
dinas militer pemerintah baru atau keluar dari dinas militer, akan tetapi dalam pratiknya
pemindahn dinas militer ini dipaksakan . Kedatangan kembali kolonial Belanda pada tahun 1817
mendapat tantangan keras dari rakyat. Hal ini disebabkan karena kondisi politik, ekonomi, dan
hubungan kemasyarakatan yang buruk selama dua abad.
Kewibawaannya dalam kepemimpinan diakui luas oleh para Raja Patih maupun rakyat
biasa. Dalam perjuangan menentang Belanda ia juga menggalang persatuan dengan kerajaan
Ternate dan Tidore, raja-raja di Bali, Sulawesi dan Jawa. Perang Pattimura yang berskala
nasional itu dihadapi Belanda dengan kekuatan militer yang besar dan kuat dengan mengirimkan
sendiri Laksamana Buykes, salah seorang Komisaris Jenderal untuk menghadapi Patimura.
Perlawanan rakyat di bawah komando Kapitan Pattimura itu terekam dalam tradisi lisan
Maluku yang dikenal dengan petatah-petitih. Tradisi lisan ini justru lebih bisa dipertanggung
jawabkan daripada data tertulis dari Belanda yang cenderung menyudutkan pahlawan Indonesia.
Tertangkapnya para pemimpin rakyat Maluku yang gagah berani tersebut menyebabkan
perjuangan rakyat Maluku melawan Belanda melemah dan akhirnya Maluku dapat dikuasai oleh
Belanda.