Anda di halaman 1dari 9

TUGAS PPKN

KLIPING TENTANG PAHLAWAN PATIMURA

MELISANDA NAZAWA MIFTHAHUL JANNAH


VIII A
TAHUN AJARAN 2018 / 2019
Pahlawan Pattimura
Kapitan Pattimura (lahir di Hualoy, Hualoy, Seram Selatan, Maluku, 8 Juni 1783 –
meninggal di Ambon, Maluku, 16 Desember 1817 pada umur 34 tahun), memiliki nama asli
Ahmad Lussy, di sejarah versi pemerintah ia dikenal dengan nama Thomas Matulessy atau
Thomas Matulessia, adalah seorang bangsawan dan ulama yang kelak kemudian dikenal sebagai
Pahlawan Nasional Indonesia.

Ayahnya yang bernama Antonim Matulessy dan kakeknya bernama Kasimiliali Pattimura


mattulessy Pattimura adalah pahlawan yang berjuang berjuang melawan Belanda (VOC). Dahulu
Pattimura merupakan mantan Sersan pada tantara Inggris, namun tahun 1816 Inggris kalah oleh
Belanda.

Nama dan Silsilah


Ahmad Lussy "Pattimura" atau dalam bahasa Maluku disebut Mat Lussy, lahir di Hualoy,
Seram Selatan (bukan Saparua seperti yang dikenal dalam sejarah versi pemerintah). Ia
bangsawan dari kerajaan Sahulau, yang saat itu diperintah Sultan Abdurrahman. Raja ini dikenal
pula dengan sebutan Sultan Kasimillah (Kazim Allah/Asisten Allah). Dalam bahasa Maluku
disebut Kasimiliali.

Ada versi sejarah yang menyebutkan bahwa ia adalah putra Frans Matulessia dengan
Fransina Silahoi. Adapun dalam buku biografi Pattimura versi pemerintah yang pertama kali
terbit, M Sapija menulis, "Bahwa pahlawan Pattimura tergolong turunan bangsawan dan berasal
dari Nusa Ina (Seram). Ayah beliau yang bernama Antoni Mattulessy adalah anak dari
Kasimiliali Pattimura Mattulessy. Yang terakhir ini adalah putra raja Sahulau. Sahulau bukan
nama orang tetapi nama sebuah negeri yang terletak dalam sebuah teluk di Seram Selatan".
Ada kejanggalan dalam keterangan di atas. Sapija tidak menyebut Sahulau itu adalah kesultanan.
Kemudian ada penipuan dengan menambahkan marga Pattimura Mattulessy. Padahal di negeri
Sahulau tidak ada marga Pattimura atau Mattulessy. Di sana hanya ada marga Kasimiliali yang
leluhur mereka adalah Sultan Abdurrahman.
Jadi asal nama Pattimura dalam buku sejarah nasional adalah karangan dari Sapija.
Sedangkan Mattulessy bukanlah marga melainkan nama, yaitu Ahmad Lussy. Dan nama Thomas
Mattulessy sebenarnya tidak pernah ada di dalam sejarah perjuangan rakyat Maluku. Berbeda
dengan Sapija, Mansyur Suryanegara berpendapat bahwa Pattimura itu marga yang masih ada
sampai sekarang.

Berdasarkan buku biografi Pattimura versi pemerintah yang pertama kali terbit, M.Sapija
menuliskan “Bahwa pahlawan Pattimura tergolong turunan bangsawan dan berasal dari Nusa Ina
(Seram). Ayahnya yang bernama Antoni Mattulessy adalah anak dari Kasimiliali Pattimura
Mattulessy. Yang terakhir ini adalah putra raja Sahulau. Sahulau merupakan nama orang di
negeri yang terletak dalam sebuah teluk di Seram Selatan”.

Namun berbeda dengan pendapat dengan sejarawan Mansyur Suryanegara. Dia


mengatakan dalam bukunya yang berjudul Api Sejarah bahwa Ahmad Lussy (dalam bahasa
Maluku “Mat Lussy”), lahir di lahir di Hualoy, Seram Selatan (bukan Saparua seperti yang
dikenal dalam sejarah versi pemerintah). Dia adalah bangsawan dari kerajaan Islam Sahulau,
yang saat itu diperintah Sultan Abdurrahman. Raja ini dikenal pula dengan sebutan Sultan
Kasimillah (Kazim Allah/Asisten Allah).

Gelar Kapitan

Berdasarkan sejarah yang dituliskan M.Sapija, gelar kapitan yang dimiliki oleh Pattimura
berasal dari pemberian Belanda. Padahal tidak.

Menurut sejarawan Mansyur Suryanegara atas saran dari Abdul Gafur (leluhur bangsa
Indonesia). Dilihat dari sudut sejarah dan antropologi adalah homo religosa (makhluk agamis).
Keyakinan mereka terhadap suatu kekuatan di luar jangkauan akal pikiran mereka yang akhirnya
menimbulkan tafsiran yang sulit dicerna rasio modern. Karena itulah tingkah laku sosialnya
dikendalikan oleh kekuatan-kekuatan alam yang mereka takuti.

Jiwa mereka bersatu dengan kekuatan-kekuatan alam, kesaktian-kesaktian khusus dimiliki


seseorang. Kesaktian tersebut kemudian diterima sebagai suatu peristiwa yang suci dan mulia.
Bila kekuatan tersebut melekat pada seseorang maka akan menjadi lambang kekuatan untuknya.

Pattimura merupakan pemimpin yang dianggap memiliki kharisma. Sifat tersebut melekat
dan berproses turun temurun. Meskipun kemudian mereka sudah memeluk agama, namun secara
genealogis/silsilah/keturunan adalah turunan pemimpin atau kapitan. Dari sinilah sebenarnya
sebutan “kapitan” yang melekat pada diri Pattimura itu bermula.

Dari sejarah tentang Pattimura yang ditulis M Sapija, gelar kapitan adalah pemberian
Belanda. Padahal tidak.

Menurut Sejarawan Mansyur Suryanegara, leluhur bangsa ini, dari sudut sejarah dan
antropologi, adalah homo religiosa (makhluk agamis). Keyakinan mereka terhadap sesuatu
kekuatan di luar jangkauan akal pikiran mereka, menimbulkan tafsiran yang sulit dicerna rasio
modern. Oleh sebab itu, tingkah laku sosialnya dikendalikan kekuatan-kekuatan alam yang
mereka takuti.

Jiwa mereka bersatu dengan kekuatan-kekuatan alam, kesaktian-kesaktian khusus yang


dimiliki seseorang. Kesaktian itu kemudian diterima sebagai sesuatu peristiwa yang mulia dan
suci. Bila ia melekat pada seseorang, maka orang itu adalah lambang dari kekuatan mereka. Dia
adalah pemimpin yang dianggap memiliki kharisma. Sifat-sifat itu melekat dan berproses turun-
temurun. Walaupun kemudian mereka sudah memeluk agama, namun secara
genealogis/silsilah/keturunan adalah turunan pemimpin atau kapitan. Dari sinilah sebenarnya
sebutan "kapitan" yang melekat pada diri Pattimura itu bermula.

Perjuangan

Perlawanan rakyat Maluku diawali dengan membakar perahu Pos di Porto (pelabuhan)
pada 15 Mei 1817 dan mengepung Benteng Duurstede. Keesokan harinya rakyat berhasil
menguasai benteng dan menembak mati Residen Maluku, Van De Berg. Pada 14 Mei 1817,
Pattimura mulai memimpin perlawanan kepada Belanda, terutama di Porto. Belanda kesulitan,
akhirnya Belanda meminta bantuan dari Ambon. Dikirimlah pasukan sebanyak 200 orang pada
Juli 1817. Untuk kedua kalinya Belanda datang ke Saparua dan berhasil menguasai Benteng
Duurstede pada Agustus 1817.
  

  Pejuang Maluku kemudian melanjutkan perjuangan dengan sistem gerilya. Belanda ingin
secepatnya menangkap pemimpin-pemimpin perlawanan. Selain mengerahkan pasukan yang
banyak, Belanda juga mengumumkan bahwa mereka akan diberi hadiah 100 Gulden bagi siapa
saja yang dapat menangkap Pattimura dan 500 Gulden untuk pemimpin-pemimpin lainnya. Akan
tetapi, rakyat Maluku tidak tergiur oleh hadiah tersebut. Pada Oktober 1817, Belanda
berkeinginan untuk segera menyelesaikan perang. Untuk itulah pada bulan tersebut Belanda
mengerahkan pasukannya secara besar-besaran. Akhirnya, Pattimura dan pemimpin-peminpin
lainnya dapat ditangkap Belanda, dan pada 16 Desember 1817 Pattimura dihukum gantung di
Kota Ambon. Dalam Perang Maluku dikenal pula pahlawan wanita, Christina Martha Tiahahu
dan sering dijuluki Mutiara dari Timur, yang ikut
berjuang melawan Belanda sekalipun usia yang masih muda (17 tahun) dan wafat 1 Januari 1818
dalam pengasingan (pembuangan) di Pulau Jawa.
 Latar Belakang Terjadinya Perlawanan Pattimura
   
Maluku termasuk daerah yang paling awal didatangi oleh Belanda yang kemudian berhasil
memaksakan monopoli perdagangan. Rempah-rempah Maluku hanya boleh dijual kepada
Belanda. Kalau tidak dijual kepada Belanda, maka mereka dicap sebagai penyelundup dan
pembangkang. Maka latar belakang terjadinya perlawanan rakyat Maluku di bawah pimpinan
Thomas Matulessi yang lebih dikenal dengan nama Kapiten Pattimura, adalah sebagai berikut.

1. Kembalinya pemerintahan kolonial Belanda di Maluku


    dari tangan Inggris. Perubahan penguasa dengan sendirinya membawa perubahan
kebijaksanaan dan peraturan. Apabila perubahan itu menimbulkan banyak kerugian atau
penghargaan yang kurang, sudah barang tentu akan menimbulkan rasa tak puas dan kegelisahan.
2. Pemerintah kolonial Belanda memberlakukan kembali penyerahan wajib dan kerja wajib. Pada
zaman pemerintahan Inggris penyerahan wajib dan kerja wajib (verplichte leverantien,
herendiensten) dihapus, tetapi pemerintah Belanda mengharuskannya lagi. Tambahan pula tarif
berbagai barang yang disetor diturunkan, sedang pembayarannya ditunda-tunda.
3. Pemerintah kolonial Belanda mengeluarkan uang kertas sebagai pengganti uang logam yang
sudah berlaku di Maluku, menambah kegelisahan rakyat.
4. Belanda juga mulai menggerakkan tenaga dari kepulauan Maluku untuk menjadi Serdadu
(Tentara) Belanda.

Jalannya Perang Maluku


   
Protes rakyat di bawah pimpinan Pattimura diawali dengan penyerahan daftar keluhan-
keluhan kepada Belanda. Daftar itu ditandatangani oleh 21 penguasa orang kaya, patih, raja dari
Saparua dan Nusa Laut. Namun tidak mendapat tanggapan dari Belanda. Pada tanggal 3 Mei
1817 kira-kira seratus orang, di antaranya Pattimura berkumpul di hutan Warlutun dan
memutuskan untuk menghancurkan benteng di Saparua dan membunuh semua penghuninya.
Pada tanggal 9 Mei berkerumunlah lagi sejumlah orang yang sama di tempat tersebut. Dipilihnya
Pattimura sebagai kapten.
   
Serangan perang maluku dimulai pada tanggal 15 Mei 1817 dengan menyerbu pos Belanda
di Porto. Residen Van den Berg dapat ditawan, namun kemudian dilepas lagi. Keesokan harinya
rakyat mengepung benteng Duurstede dan direbut dengan penuh semangat. Seluruh isi benteng
itu dibunuh termasuk residen Van den Berg beserta keluarga dan para perwira lainnya. Rakyat
Maluku berhasil menduduki benteng Duurstede. Setelah kejadian itu, Belanda mengirimkan
pasukan yang kuat dari Ambon lengkap dengan persenjataan di bawah pimpinan Mayor Beetjes.
Ekspedisi ini berangkat tanggal 17 Mei 1817. Dengan perjalanan yang melelahkan, pada tanggal
20 Mei 1817 pasukan itu tiba di Saparua dan terjadilah pertempuran dengan pasukan Pattimura.
Pasukan Belanda dapat dihancurkan dan Mayor Beetjes mati tertembak.
   
Belanda berusaha mengadakan perundingan dengan Pattimura namun tidak berhasil
sehingga peperangan di maluku terus berkobar. Belanda terus-menerus menembaki daerah
pertahanan Pattimura dengan meriam, sehingga benteng Duurstede terpaksa dikosongkan.
Pattimura mundur, benteng diduduki Belanda, tetapi kedudukan Belanda dalam benteng menjadi
sulit karena terputus dengan daerah lain. Belanda minta bantuan dari Ambon. Setelah bantuan
Belanda dari Ambon yang dipimpin oleh Kapten Lisnet dan Mayer datang, Belanda mengadakan
serangan besar-besaran (November 1817).

Pejuang-pejuang Indonesia yang memberontak terhadap kekuasaannya, digantung secara


besar-besaran oleh pemerintah kolonial Belanda

Sebelum melakukan perlawanan terhadap VOC ia pernah berkarier dalam militer sebagai
mantan sersan Militer Inggris. Kata "Maluku" berasal dari bahasa Arab Al Mulk atau Al Malik
yang berarti Tanah Raja-Raja. Mengingat pada masa itu banyaknya kerajaan
Pada tahun 1816 pihak Inggris menyerahkan kekuasaannya kepada pihak Belanda dan kemudian
Belanda menetrapkan kebijakan politik monopoli, pajak atas tanah (landrente), pemindahan
penduduk serta pelayaran Hongi (Hongi Tochten), serta mengabaikan Traktat London I antara
lain dalam pasal 11 memuat ketentuan bahwa Residen Inggris di Ambon harus merundingkan
dahulu pemindahan koprs Ambon dengan Gubenur dan dalam perjanjian tersebut juga
dicantumkan dengan jelas bahwa jika pemerintahan Inggris berakhir di Maluku maka para
serdadu-serdadu Ambon harus dibebaskan dalam artian berhak untuk memilih untuk memasuki
dinas militer pemerintah baru atau keluar dari dinas militer, akan tetapi dalam pratiknya
pemindahn dinas militer ini dipaksakan . Kedatangan kembali kolonial Belanda pada tahun 1817
mendapat tantangan keras dari rakyat. Hal ini disebabkan karena kondisi politik, ekonomi, dan
hubungan kemasyarakatan yang buruk selama dua abad.

Rakyat Maluku akhirnya bangkit mengangkat senjata di bawah pimpinan Kapitan


Pattimura . Maka pada waktu pecah perang melawan penjajah Belanda tahun 1817, Raja-raja
Patih, Para Kapitan, Tua-tua Adat dan rakyat mengangkatnya sebagai pemimpin dan panglima
perang karena berpengalaman dan memiliki sifat-sfat kesatria (kabaressi). Sebagai panglima
perang, Kapitan Pattimura mengatur strategi perang bersama pembantunya. Sebagai pemimpin
dia berhasil mengkoordinir Raja-raja Patih dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan,
memimpin rakyat, mengatur pendidikan, menyediakan pangan dan membangun benteng-
benteng pertahanan.

Kewibawaannya dalam kepemimpinan diakui luas oleh para Raja Patih maupun rakyat
biasa. Dalam perjuangan menentang Belanda ia juga menggalang persatuan dengan kerajaan
Ternate dan Tidore, raja-raja di Bali, Sulawesi dan Jawa. Perang Pattimura yang berskala
nasional itu dihadapi Belanda dengan kekuatan militer yang besar dan kuat dengan mengirimkan
sendiri Laksamana Buykes, salah seorang Komisaris Jenderal untuk menghadapi Patimura.

Pertempuran-pertempuran yang hebat melawan angkatan perang Belanda di darat dan di


laut dikoordinir Kapitan Pattimura yang dibantu oleh para penglimanya antara lain Melchior
Kesaulya, Anthoni Rebhok, Philip Latumahina dan Ulupaha. Pertempuran yang menghancurkan
pasukan Belanda tercatat seperti perebutan benteng Belanda Duurstede, pertempuran di pantai
Waisisil dan jasirah Hatawano, Ouw- Ullath, Jasirah Hitu di Pulau Ambon dan Seram Selatan.
Perang Pattimura hanya dapat dihentikan dengan politik adu domba, tipu muslihat dan bumi
hangus oleh Belanda. Para tokoh pejuang akhirnya dapat ditangkap dan mengakhiri
pengabdiannya di tiang gantungan pada tanggal 16 Desember 1817 di kota Ambon. Untuk jasa
dan pengorbanannya itu, Kapitan Pattimura dikukuhkan sebagai “PAHLAWAN
PERJUANGAN KEMERDEKAAN” oleh pemerintah Republik Indonesia Pahlawan Nasional
Indonesia.

Perlawanan rakyat di bawah komando Kapitan Pattimura itu terekam dalam tradisi lisan
Maluku yang dikenal dengan petatah-petitih. Tradisi lisan ini justru lebih bisa dipertanggung
jawabkan daripada data tertulis dari Belanda yang cenderung menyudutkan pahlawan Indonesia.

Hukuman Dan Kematian Pattimura

Pattimura kemudian dijatuhi hukuman gantung, sebelum eksekusinya di tiang gantungan,


Belanda ternyata terus membujuk Pattimura agar dapat bekerja sama dengan pemerintah kolonial
Belanda, namun Pattimura menolaknya.
Pattimura kemudian mengakhiri pengabdiannya di tiang gantungan pada tanggal 16 Desember
1817 di depan Benteng Victoria di Kota Ambon. Untuk jasa dan pengorbanannya itu, Kapitan
Pattimura dikukuhkan sebagai “Pahlawan Perjuangan Kemerdekaan” oleh pemerintah Republik
Indonesia.

Akhir Perang Maluku


   
Serangan Belanda tersebut, menyebabkan pasukan Pattimura saat perang maluku semakin
terdesak. Banyak daerah yang jatuh ke tangan Belanda. Para pemimpinnya juga banyak yang
tertangkap yaitu Rhebok, Thomas Pattiwael, Pattimura, Raja Tiow, Lukas Latumahina, dan
Johanes Mattulessi. Pattimura sendiri akhirnya tertangkap di Siri Seri yang kemudian dibawa ke
Saparua. Belanda membujuk Pattimura untuk diajak kerja sama, namun Pattimura menolak. Oleh
karena itu, pada tanggal 16 Desember 1817 Pattimura dihukum gantung di depan benteng
Victoria Ambon. Sebelum digantung, Pattimura berkata ”Pattimura-Pattimura tua boleh
dihancurkan, tetapi sekali waktu kelak Pattimura-Pattimura muda akan bangkit”.
   

Tertangkapnya para pemimpin rakyat Maluku yang gagah berani tersebut menyebabkan
perjuangan rakyat Maluku melawan Belanda melemah dan akhirnya Maluku dapat dikuasai oleh
Belanda.

Anda mungkin juga menyukai