Anda di halaman 1dari 14

BAB II

KEPEMIMPINAN

PENGERTIAN KEPEMIMPINAN

Pengertian Kepemimpinan adalah sebuah kemampuan atau kekuatan dalam diri seseorang untuk
mempengaruhi orang lain dalam hal bekerja, dimana tujuannya adalah untuk mencapai target
(goal) organisasi yang telah ditentukan.

Sedangkan pengertian pemimpin adalah seseorang yang diberi kepercayaan sebagai ketua
(kepala) dalam sistem di sebuah organisasi/ perusahaan.

 Menurut Keating,
kepemimpinan adalah merupakan suatu proses atau sekelompok orang untuk mencapai suatu
tujuan.
 Menurut Stoner,
kepemimpinan adalah proses mengarahkan dan memengaruhi aktivitas yang berkaitan
dengan pekerjaan anggota kelompok.

Ada tiga implikasi penting dari definisi tersebut :


1. kepemimpinan menyangkut orang lain bawahan atau pengikut. Kesediaan meruntuk menerima
pengarahan dari pemimpin, para anggota kelompok membantu menentukan status kedudukan
pemimpin dan membuat proses dan membuat proses kepemimpinan dapat berjalan. Tanpa
bawahan, semua kualitas kepemimpinan sesorang akan menjadi tidak relevan.
2. kepemimpinan menyangkut suatu pembagian kekusaan yang tidak seimbang diantara para
pemimpin dan anggota kelompok. Para pemimpin mempunyai wewenang untuk mengarahkan
berbagai kegiatan para anggota kelompok, tetapi para anggota kelompok tidak dapat
mengarahkan kegiatan-kegiatan pemimpin secara langsung, meskipun dapat juga melalui
sejumlah cara secara tidak langsung.
3. selain dapat memberikan pengarahan kepada para bawahan atau pengikut, pemimpin juga dapat
mempergunakan pengaruh. Dengan kata lain, para pemimpin tidak hanya dapat memerintah
bawahan apa yang harus dilakukan tetapi juga dapat mempengaruhi bagaimana bawahan
melaksanakan perintahnya.
Sebagai contoh, seorang manajer dapat mengarahkan seorang bawahan untuk melaksanakan suatu
tugas tertentu,tetapi dia juga dapat mempengarui bawahan dalam menentukan cara bagaimana
tugas itu dilakasanakan dengan tepat.

TUGAS KEPEMIMPINAN
Tugas pemimpin dalam suatu birokrasi sangat penting dalam rangka pencapaian tujuan yang
telah ditetapkan sebelumnya sebagaimana yang diamanahkan administrasi. Oleh karena itu dapat
diasumsikan bahwa efektivitas kepemimpinan yang bersangkutan merupakan suatu hal yang sangat
penting yang diharapkan oleh semua pihak yang berkepentingan dalam pencapaian tujuan birokrasi.
Hicks & Gullet, mengatakan pimpinan yang efektif mampu memberikan pengarahan terhadap
usaha semua pekerja dan pencapaian tujuan birokrasi. Tanpa pimpinan atau bimbingan, hubungan antara
individu dengan tujuan birokrasi menjadi lemah. Hasil penelitian dari para pakar kepemimpinan
menunjukkan bahwa efektivitas kepemimpinan seseorang dinilai menggunakan kemampuan mengambil
keputusan sebagai kriteria utamanya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan
kemampuan mengambil keputusan tidak hanya di ukur dengan kuatitatif (jumlah) keputusan yang lahir,
akan tetapi yang digunakan sebagai indikator adalah keputusan yang diambil bersifat praktis, realisitis
dan dapat diimplementasian untuk mencapai tujuan birokrasi secara efisien dan efektif.
Dalam segala situasi pemimpin memiliki peran yang sangat penting. Pemimpin birokrasi
merupakan simbol, panutan, pendorong, sekaligus pengaruh, yang dapat mengarahkan berbagai kegiatan
dan sumber daya birokrasi guna mencapai tujuannya. Tidak mengherankan begitu banyak studi yang
dilakukan oleh ilmuwan tentang kepemimpinan, menghasilkan informasi dan analisis tentang pentingnya
pengetahuan pemimpin, jadi apapun alasannya kepemimpinan tetap relevan untuk dikaji sebagai
peningkatan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik. Mengingat dari berbagai hasil penelitian
menunjukkan bahwa rendahnya kualitas pelayanan public disebabkan oleh rendahnya kualitas
pemimpinnya.
Tugas kepemimipinan, pada dasarnya meliputi dua bidang utama, yaitu pencapaian tujuan
birokrasi dan kekompakan orang yang dipimipinnya.Tugas yang berhubungan dengan kekompakan
disebut relationship function

Keating, mengatakan bahwa tugas kepemimpinan yang berhubungan dengan kelompok yaitu:
1. Memulai (initiating), yaitu usaha agar kelompok memulai kegiatan atau gerakan tertentu.
2. Mengatur (regulaing), yaitu tindakan untuk mengatur arah angka kegiatan kelompok.
3. Memberitahu (informating), yaitu kegiatan memberi informasi, data, fakta, pendapat yang diperlukan.
4. Mendukung (supporting), yaitu usaha untuk menerima gagasan, pendapat, usul, dari bawah dan
menyempurnakan dengan menambah atau mengurangi untuk digunakan dalam rangka penyelesaian tugas
bersama.
5. Menilai (evaluating) yaitu tindakan untuk menguji gagasan yang muncul atau cara kerja yang diambil
dengan menunjukkan konsekuaensi-konsekuansinya dan untung ruginya.
6. Menyimpulkan (summrizing) yaitu kegiatan untuk mengumpulkan dan merumuskan gagasan, pendapat
dan usul muncul, menyingkat lalu menyimpulkannya sebagai landasan untuk memikirkan lebih lanjut.

keating mengatakan bahwa tugas kepemimpinan yang berhubungan dengan kekompakan dalam
kelompok antara lain yaitu:
- Mendorong (encourraging) yaitu bersikap hangat, bersahabat menerima orang-orang.
- Mengungkapkan perasaan (expressing feeling) yaitu tindakan menyatakan perasaan terhadap
kerja dan kekompakan kelompok, seperti rasa puas, rasa senang, rasa bangga, dan ikut se-
perasaan dengan orang-orang yang dipimpinnya pada waktu mengalami kesulitan, kegagalan, dan
lain-lain
- Mendamaikan (harmonozing) yaitu tindakan mempertemukandan mendamaikan pendapat
pendapat yang berbeda dan menurunkan orang-orang yang bersitegang satu sama lain.
- Mengalah (compromizing) yaitu kemampuan untuk mengubah perasaan orang-orang yang
dipimipinnya.
- Memperlancar (gatekeeping) yaitu kesediaan membantu mempermudah keikut sertaan para
anggota dalam kelompok, sehingga semua secara ikhlas menyumbangkan dan mengungkapkan
gagasan-gagasan.
- Memasang aturan main (setting standarts) yaitu tindakan menyampaikan aturan dan tata tertib
yang membantu kehidupan kelompok.
FUNGSI KEPEMIMPINAN
Pendakatan perilaku membahas orientasi atau identifikasi pemimpin. aspek pertama pendekatan
prilaku kepemimpinan menekankan pada fungsi-fungsi yang dilakukan pemimpin dalam kelompoknya
agar kelompoknya dapat berjalan dengan efektif, seseorang harus melaksanakan dua fungsi utama :
1. Fungsi yang berhubungan dengan tugas (task releated) atau pemecahan masalah.
2. Fungsi-fungsi pemeliharaan kelompok (group maintenence) atau sosial.
Fungsi pertama menyangkut pemberian saran penyelesaian , informasi dan pendapat.
Fungsi kedua mencakup segala sesuatu yang dapat membantuk kelompok dapat berjalan lebih lancar
persetujuan dengan kelompok lain,penegahan pendapat, dan sebagainya.

Stoner, mengatakan bahwa fungsi kepemimpinan adalah agar seseorang beroperasi secara efektif
kelompok memerlukan seseorang untuk melakukan dua hal fungsi utama, yaitu :
1. Berhubungan dengan tugas atau memecahkan masalah.
2. Memlihara kelompok atau sosial.

Hicks & gullet, membagi delapan fungsi kepemimpinan yaitu :


1. Pemimpin sebagai penengah
2. Pemimpin sebagai penganjur
3. Pemimpin sebagai pemenuhan tujuan
4. Pemimpin sebagai katalisator
5. Pemimpin sebagai pemberi jaminan
6. Pemimpin sebagai yang mewakili
7. Pemimpin sebagai pembangkit semangat, dan pemimpin sebagai pemuji Fungsi kepemimpinan.

Menurut Siagian yaitu :


1. Pemimpin sebagai penentu arah, yaitu setiap birokrasi, baik dibidang kenegaraan, keniagaan,
politik, sosial dan birokrasi kemasyrakatan lainnya,diciptakan atau dibentuk sebagai wahana
untuk mencapai tujuan tertentu,baik sifatnya jangka panjang, jangka pendek yang tidak mungkin
tercapai apabila tidak diusahakan dicapai oleh anggotanya yang bertindak sendiri-sendiri, tanpa
ditentukan arah oleh pimpinan
2. Pimpinan sebagai wakil dan juru bicara birokrasi, yaitu dalam rangka pencapaian tujuan, tidak
ada birokrasi yang bergerak dalam suasana terisolasi. Artinya, tidak ada birokrasi yang akan
mampu mencapai tujuannya tanpa memlihara hubungan yang baik dengan berbagai pihak diluar
birokrasi itu sendiri, yaitu pihak stake holder.
3. Pemimpin sebagai komunikator, yaitu pemeliharan baik keluar maupun kedalam dilaksanakan
dalam proses komunikasi, baik lisan maupun tulisan.
4. Pemimpin sebagai mediator, sebagai penengah dalam suatu konflik yang mungkin terjadi didalam
birokrasi itu sendiri.
5. Pemimpin sebagai integrator, yaitu merupakan kenyataan kehidupan birokrasi bahwa timbulnya
kecenderungan berfikir dan bertindak bekotak-kotak dikalangan para anggota birokrasi dapat
diakibatkan oleh sikap positif, ataupun sikap negatif.

Selain fungsi-fungsi tersebut di atas, maka fungsi lain kepemimpinan birokrasi dapat
dijelaskan sebagai berikut:
 Fungsi perintah, yaitu fungsi kepemimpinan yang bersifat satu arah kepada yang
dipimpinnya.
 Fungsi kosultatif, yaitu fungsi kepemimpinan yang bersifat dua arah kepada yang
dipimpinnya meskipun pelaksanaannya sangat tergantung pada pihak yang memimpin.
 Fungsi partsipatif, yaitu fungsi kepemimpinan yang bersifat dua arah kepada yang
dipimpinnya, tetapi juga berwujud pelaksanaan hubungan manusia yang efektif antara
pemimpin dan yang dipimpin.
Dalam hal ini, pemimpin berusaha mengaktifkan orang-orang yang dipimpinnya, baik
dalam keikut sertaan dalam mengambil keputusan maupun dalam melaksananakan
keputusan.
 Fungsi delegasi, yaitu fungsi pemimpin untuk mendelegasikan wewenang untuk
membuat, menetapkan, dan atau melaksanakan keputusan, baik melalui persetujuan
maupun tanpa persetujuan pimpinan.

TIPE-TIPE KEPEMIMPINAN
Dalam setiap realitasnya bahwa pemimpin dalam melaksanakan proses kepemimpinannya terjadi
adanya suatu permbedaan antara pemimpin yang satu dengan yang lainnya sebagaimana menurut G. R.
Terry yang dikuti Maman Ukas, bahwa pendapatnya membagi tipe-tipe kepemimpinan menjadi 6, yaitu :
1. Tipe kepemimpinan pribadi (personal leadership). Dalam system kepemimpinan ini, segala
sesuatu tindakan itu dilakukan dengan mengadakan kontak pribadi. Petunjuk itu dilakukan
secara lisan atau langsung dilakukan secara pribadi oleh pemimpin yang bersangkutan.
2. Tipe kepemimpinan non pribadi (non personal leadership). Segala sesuatu kebijaksanaan
yang dilaksanakan melalui bawahan-bawahan atau media non pribadi baik rencana atau
perintah juga pengawasan.
3. Tipe kepemimpinan otoriter (autoritotian leadership). Pemimpin otoriter biasanya bekerja
keras, sungguh-sungguh, teliti dan tertib. Ia bekerja menurut peraturan-peraturan yang
berlaku secara ketat dan instruksi-instruksinya harus ditaati.
4. Tipe kepemimpinan demokratis (democratis leadership). Pemimpin yang demokratis
menganggap dirinya sebagai bagian dari kelompoknya dan bersama-sama dengan
kelompoknya berusaha bertanggung jawab tentang terlaksananya tujuan bersama. Agar
setiap anggota turut bertanggung jawab, maka seluruh anggota ikut serta dalam segala
kegiatan, perencanaan, penyelenggaraan, pengawasan, dan penilaian. Setiap anggota
dianggap sebagai potensi yang berharga dalam usahan pencapaian tujuan.
5. Tipe kepemimpinan paternalistis (paternalistis leadership). Kepemimpinan ini dicirikan oleh
suatu pengaruh yang bersifat kebapakan dalam hubungan pemimpin dan kelompok.
Tujuannya adalah untuk melindungi dan untuk memberikan arah seperti halnya seorang
bapak kepada anaknya.
6. Tipe kepemimpinan menurut bakat (indogenious leadership). Biasanya timbul dari kelompok
orang-orang yang informal dimana mungkin mereka berlatih dengan adanya system
kompetisi, sehingga bisa menimbulkan konflik-konflik dari kelompok yang bersangkutan dan
biasanya akan muncul pemimpin yang mempunyai kelemahan di antara yang ada dalam
kelempok tersebut menurut bidang keahliannya dimana ia ikut berkecimpung.

Selanjutnya menurut Kurt Lewin yang dikutif oleh Maman Ukas mengemukakan tipe-tipe
kepemimpinan menjadi tiga bagian, yaitu :
1. Otokratis, pemimpin yang demikian bekerja keras, sungguh-sungguh, telitidan tertib. Ia bekerja
menurut peraturan yang berlaku dengan ketat dan instruksi-instruksinya harus ditaati.
2. Demokratis, pemimpin yang demokratis menganggap dirinya sebagai bagian dari kelompoknya
dan bersama-sama dengan kelompoknya berusaha bertanggung jawab tentang pelaksanaan
tujuannya. Agar setiap anggota turut serta dalam setiap kegiatan-kegiatan, perencanaan,
penyelenggaraan, pengawasan dan penilaian. Setiap anggota dianggap sebagai potensi yang
berharga dalam usaha pencapaian tujuan yang diinginkan.
3. Laissezfaire, pemimpin yang bertipe demikian, segera setelah tujuan diterangkan pada
bawahannya, untuk menyerahkan sepenuhnya pada para bawahannya untuk menyelesaikan
pekerjaan-pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Ia hanya akan menerima laporan-laporan
hasilnya dengan tidak terlampau turut campur tangan atau tidak terlalu mau ambil inisiatif, semua
pekerjaan itu tergantung pada inisiatif dan prakarsa dari para bawahannya, sehingga dengan
demikian dianggap cukup dapat memberikan kesempatan pada para bawahannya bekerja bebas
tanpa kekangan.

Berdasarkan dari pendapat tersebut di atas, bahwa pada kenyataannya tipe kepemimpinan yang
otokratis, demokratis, dan laissez faire, banyak diterapkan oleh para pemimpinnya di dalam berbagai
macama organisasi, yang salah satunya adalah dalam bidang pendidikan. Dengan melihat hal tersebut,
maka pemimpin di bidang pendidikan diharapkan memiliki tipe kepemimpinan yang sesuai dengan
harapan atau tujuan, baik itu harapan dari bawahan, atau dari atasan yang lebih tinggi, posisinya, yang
pada akhirnya gaya atau tipe kepemimpinan yang dipakai oleh para pemimpin, terutama dalam bidang
pendidikan benar-benar mencerminkan sebagai seorang pemimpinan yang professional.

PENDEKATAN DALAM STUDI KEPEMIMPINAN

A. Pendekatan Sifat (trait approach)

Pendekatan kesifatan, memandang kepemimpinan sebagai suatu kombinasi sifat-sifat (traits) yang
tampak pada seseorang.
Keberhasilan atau kegagalan seseorang pemimpin banyak ditentukan atau dipengaruhi oleh sifat-
sifat yang dimiliki oleh pribadi seorang pemimpin. Sifat-sifat itu ada pada seseorang karena
pembawaan dan keturunan. Jadi, seseorang menjadi pemimpin karena sifat-sifatnya yang dibawa
sejak lahir, bukan karena dibuat atau dilatih.
Banyak ahli yang telah berusaha meneliti dan mengemukakan pendapatnya mengenai sifat-sifat
baik manakah yang diperlukan bagi seorang pemimpin agar dapat sukses dalam kepemimpinannya.
Ghizeli dan Stogdil misalnya mengemukakan adanya lima sifat yang perlu dimiliki seorang
pemimpin, yaitu: kecerdasan, kemampuan mengawasi, inisiatif, ketenangan diri, dan kepribadian.
Seain itu, dari hasil studi pada tahun 1920-1950, diperoleh kesimpulan adanya tiga macam sifat
pribadi seorang pemimpin meliputi ciri-ciri fisik, kepribadian, dan kemampuan atau kecakapan.
Maka, dapat ditarik kesimpulan bahwa berdasarkan pendekatan sifat, keberhasilan seorang
pemimpin tidak hanya dipengaruhi oleh sifat-sifat pribadi, melainkan ditentukan pula oleh kecakapan
atau keterampilan (skills) pribadi pemimpin.

B. Pendekatan Kekuasaan (power aprroach)

Orang-orang yang berada pada pucuk pimpinan suatu organisasi seperti manajer, direktur, kepala dan
sebagainya, memiliki kekuasaan (power) dalam konteks mempengaruhi perilaku orang-orang yang secara
struktural organisator berada di bawahnya. Sebagian pimpinan menggunakan kekuasaan dengan efektif,
sehingga mampu menumbuhkan motivasi bawahan untuk bekerja dan melaksanakan tugas dengan lebih
baik.
Namun, sebagian pimpinan lainnya tidak mampu memakai kekuasaan dengan efektif, sehingga
aktivitas untuk melaksanakan pekerjaan dan tugas tidak dapat dilakukan dengan baik. Oleh karena itu,
sebaiknya kita bahas secara terperinci tentang jenins-jenis kekuasaan yang sering digunakan dalam suatu
organisasi.
Dalam pengertiannya, kekuasaan adalah kualitas yang melekat dalam satu interaksi antara dua atau
lebih individu (a quality inherent in an interaction between two or more individuals). Jika setiap individu
mengadakan interaksi untuk mempengaruhi tindakan satu sama lain, maka yang muncul dalam interaksi
tersebut adalah pertukaran kekuasaan.

Menurut French dan Raven, ada lima tipe kekuasaan, yaitu :


1. Reward PowerTipe kekuasaan ini memusatkan perhatian pada kemampuan untuk memberi
ganjaran atau imbalan atas pekerjaan atau tugas yang dilakukan orang lain. Kekuasaan ini
akan terwujud melalui suatu kejadian atau situasi yang memungkinkan orang lain
menemukan kepuasan.
2. Coervice PowerKekuasaan yang bertipe paksaan ini, lebih memusatkan pandangan
kemampuan untuk memberi hukuman kepada orang lain. Tipe koersif ini berlaku jika
bawahan merasakan bahwa atasannya yang mempunyai ‘lisensi’ untuk menghukum dengan
tugas-tugas yang sulit, mencaci maki sampai kekuasaannya memotong gaji karyawan.
3. Referent Power,Tipe kekuasaan ini didasarkan pada satu hubungan ‘kesukaan’ atau liking,
dalam arti ketika seseorang mengidentifikasi orang lain yang mempunyai kualitas atau
persyaratan seperti yang diinginkannya. Dalam uraian yang lebih konkrit, seorang pimpinan
akan mempunyai referensi terhadap para bawahannya yang mampu melaksanakan pekerjaan
dan bertanggung jawab atas pekerjaan yang diberikan atasannya.
4. Expert Power,Kekuasaan yang berdasar pada keahlian ini, memfokuskan diripada suatu
keyakinan bahwa seseorang yang mempunyai kekuasaan, pastilah ia memiliki pengetahuan,
keahlian dan informasi yang lebih banyak dalam suatu persoalan. Seorang atasan akan
dianggap memiliki expert power tentang pemecahan suatu persoalan tertentu, kalau
bawahannya selalu berkonsultasi dengan pimpinan tersebut dan menerima jalan pemecahan
yang diberikan pimpinan. Inilah indikasi dari munculnya expert power.
5. Legitimate Power,Kekuasaan yang sah adalah kekuasaan yang sebenarnya (actual power),
ketika seseorang melalui suatu persetujuan dan kesepakatan diberi hak untuk mengatur dan
menentukan perilaku orang lain dalam suatu organisasi. Tipe kekuasaan ini bersandar pada
struktur social suatu organisasi, dan terutama pada nilai-nilai cultural. Dalam contoh yang
nyata, jika seseorang dianggap lebih tua, memiliki senioritas dalam organisasi, maka orang
lain setuju untuk mengizinkan orang tersebut melaksanakan kekuasaan yang sudah
dilegitimasi tersebut.

Dari lima tipe kekuasaan di atas mana yang terbaik? Scott dan Mitchell menawarkan satu
jawaban. Harus dingat bahwa kekuasaan hampir selalu berkaitan dengan praktik-praktik seperti
penggunaan rangsangan (insentif) atau paksaan (coercion) guna mengamankan tindakan menuju tujuan
yang telah ditetapkan. Seharusnya orang-orang yang berada di pucuk pimpinan, mengupayakan untuk
sedikit menggunakan insentif dan koersif. Sebab secara alamiah cara yang paling efisien dan ekonomis
supaya bawahan secara sukarela dan patuh untuk melaksanakan pekerjaan adalah dengan cara
mempersuasi mereka. Cara-cara koersif dan insentif ini selalu lebih mahal, dibanding jika karyawan
secara spontas termotivasi untuk mencapai tujuan organisasi yang mereka pahami berasal dari
kewenangan yang sah (legitimate authority).

C. Pendekatan Perilaku (behaviour approach)

Pendekatan perilaku merupakan pendekatan yang berdasarkan pemikiran bahwa keberhasilan atau
kegagalan pemimpin ditentukan oleh sikap dan gaya kepemimpinan yang dilakukan oleh pemimpin.
Sikap dan gaya kepemimpinan itu tampak dalam kegiatan sehari-hari, dalam hal bagaimana cara
pemimpin itu memberi perintah, membagi tugas dan wewenangnya, cara berkomunikasi, cara mendorong
semangat kerja bawahan, cara memberi bimbingan dan pengawasan, cara membina disiplin kerja
bawahan, cara menyelenggarakan dan memimpin rapat anggota, cara mengambil keputusan dan
sebagainya.

D. Pendekatan Situasi (situational approach)

Pendekatan situasional ini muncul karena para peneliti mengenai gaya kepemimpinan tidak
menemukan pendekatan yang paling efektif bagi semua situasi (Fielder, dengan teori contingency,
Tannembaum dan Schmidt, dengan teori rangkaian kesatuan kepemimpinan).
Pendekatan situasional biasa disebut dengan pendekatan kontingensi. Pendekatan ini didasarkan atas
asumsi bahwa keberhasilan kepemimpinan suatu organisasi atau lembaga tidak hanya bergantung atau
dipengaruhi oleh perilaku dan sifat-sifat pemimpin saja. Tiap organisasi atau lembaga memiliki ciri-ciri
khusus dan unik. Bahkan organisasi atau lembaga yang sejenispun akan menghadapi masalah yang
berbeda karena lingkungan yang berbeda, semangat, watak dan situasi yang berbeda-beda ini harus
dihadapi dengan perilaku kepemimpinan yang berbeda pula.
Berbagai faktor yang dapat mempengaruhi gaya kepemimpinan antara lain: sifat pribadi pemimpin,
sifat pribadi bawahan, sifat pribadi sesama pemimpin, struktur organisasi, tujuan organisasi, motivasi
kerja, harapan pemimpin maupun bawahan, pengalaman pemimpin maupun bawahan, adat, kebiasaan,
budaya lingkungan kerja dan lain sebagainya.
Pendekatan kontingensi menekankan pada ciri-ciri pribadi pemimpin dan situasi. Teori ini bukan
hanya penting bagi kompleksitas yang bersifat interaktif dan fenomena kepemimpinan tetapi turut
membantu para pemimpin yang potensial dengan konsep-konsep yang berguna untuk menilai situasi yang
bermacam-macam dan untuk menunjukkan perilaku kepemimpinan yang tepat berdasarkan situasi.

HASIL PENELITIAN TENTANG KEPEMIMPINAN

Beberapa hasil penelitian terdahulu dapat dipakai sebagai landasan atau kajian empirik yang
relevan dengan permasalahan penelitian ini, diantaranya adalah:
 Penelitian yang dilakukan oleh Donald dan Dennis (2003)
berjudul “From Critical Success Factors into Criteria for Performance Excellence An
Organization Change Strategy”
Menunjukkan bahwa sesungguhnya kepemimpinan yang efektif tidak berarti diikuti suatu
pedoman secara universal. Kepemimpinan yang efektif berada didalam suatu tingkat kesadaran
diri sendiri dan kemampuan pada kekuatan personal yang ada pada tiap individu. Tetapi saat ini
permintaan pasar, tidak seorangpun dapat melakukannya sendiri. Para pemimpin juga
membutuhkan tim yang sesuai dengan keahlian mereka.
 Dalam penelitian yang dilakukan Ensley, Pierce dan Hmieleski (2003)
Tentang “The Moderating Effect of Environmental Dynamism on The Relationship Between
Entrepreneurial Leadership and New Venture Performance”,
Ternyata lingkungan yang dinamis memiliki dampak positif/negatif pada hubungan
antara kepemimpinan terhadap kinerja perusahaan.
 Penelitian yang dilakukan oleh Reenen (2003)
berjudul “ Virtual Work and Leadership: the Role of the Internet, Complexity, Creativity, and
Knowledge Workers”.
Hasil penelitiannya menyatakan bahwa dampak dari internet pada pengembangan
pengetahuan dan penelitian sangatlah penting. Implikasi internet ini diperlukan bagi para
pemimpin dan manajer untuk menstimulasi kreatifitas dan inovasi. Karenanya dimasa depan para
karyawan hendaknya memiliki kemampuan untuk bersaing dalam dunia kerja yang virtual.
 Yudi mukzam (2000)
melakukan penelitian Pengaruh Perilaku Pemimpin dan Motivasi terhadap Kinerja
Karyawan (Studi pada KPRI Universitas Brawijaya Malang). Populasi = 55 karyawan, penetapan
sampel sebesar 48 karyawan. Hasil penelitian:
(1) Perilaku tugas berpengaruh terhadap kinerja karyawan;
(2) Perilaku hubungan berpengaruh terhadap kinerja karyawan;
(3) Perilaku tugas dan perilaku hubungan berpengaruh terhadap kinerja karyawan;
(4) Motivasi kerja berpengaruh terhadap kinerja karyawan.

 Agus Prasetyawan (1999)


Mengenai Analisis Pengaruh Kultur Perusahaan terhadap Prestasi Kerja (Studi pada
Pertamina UPPD V Surabaya). Populasi 356 karyawan, dan sampel sebanyak 78 pegawai. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa
(1) Kultur perusahaan secara simultan berpengaruh terhadap prestasi kerja karyawan;
(2) Kultur perusahaan dapat digunakan sebagai faktor penentu tingkat prestasi kerja;
(3) Variabel azas integritas mempunyai pengaruh dominan terhadap kualitas hasil kerja;
sedangkan variabel azas keunggulan berpengaruh terhadap kuantitas hasil kerja. Dan
variabel azas kesatuan berpengaruh dominan terhadap ketepatan.

KEPEMIMPINAN SITUASIONAL DARI HARSEY DAN BLANCHARD

Paul Hersey dan Kenneth Blanchard (1977) menyimpulkan bahwa kebanyakan dari aktifitas
pemimpin ke dalam 2 dimensi perilaku:
1. Inisiasi struktur (task actions)
2. Hubungan aksi maintenance (relationship of maintenance actions)
Teori situasional-kepemimpinan yang mereka ajukan, mengasumsikan bahwa salah satu dari
keempat kombinasi dari perilaku kepemimpinan yang ditunjukkan pada gambar 5.6 bisa saja
menjadi efektif ataupun tidak efektif, tergantung kepada situasi yang ada. Hal ini tergantung dari
tingkat kedewasaan kelompok tersebut.
Teori kepemimpinan situasional, teori ini dikembangkan oleh Paul Hersey dan Kenneth
Blanchard. Kepemimpinan situasional menurut Harsey dan Blanchard adalah didasarkan pada saling
berhubungannya diantara hal-hal berikut: Jumlah petunjuk dan pengarahan yang diberikan oleh pimpinan,
jumlah dukungan sosioemosional yang diberikan oleh pimpinan dan tingkat kesiapan atau kematangan
para pengikut yang ditunjukan dalam melaksankan tiugas khusus, fungsi atau tujuan tertentu.
Model ini didasarkan pada pemikiran bahwa kemampuan diagnosis bagi seorang manajer tidak
bisa diabaikan , seperti terlihat pada “Manajer yang berhasil harus seorang pendiagnosis yang baik dan
dapat menghargai semangat mencari tahu”. Apabila kemampuan motif serta kebutuhan bawahan sangat
bervariasi , seorang pemimpin harus mempunyai kepekaan dan kemampuan mendiagnosis agar mampu
membaca dan menerima perbedaan- perbedaan itu.
Manajer harus mempu mengidentifikasi isyarat- isyarat yang terjadi di lingkungannya tetapi
kemampuan mendiaknosis belum cukup untuk berperilaku yang efektif. Manajer harus mampu untuk
malakukan adaptasi kepemimpinan terhadap tuntutan lingkungan dimana dia memperagakan
kepemimpinannya. Dimana seorang manajer harus mempunyai flesibelitas yang bervariasi. Kebutuhan
yang berbeda pada anak buah membuat dia harus diberlakukan berbeda pula, walaupun banyak praktisi
yang menganngap tidak praktis klau dalam setiap kali mengambil keputusan harus terlebih dahulu
mempertimbangkan setiap variable situasi.
Dasar model kepemimpinan situasional, adalah:
a)      Kadar bimbingan dan pengarahan yang diberikan oleh pemimpin (perilaku tugas).
b)      Kadar dukungan sosio emosional yang disediakan oleh pemimpin (perilaku hubungan).
c)      Tingkat kesiapan atau kematangan yang diperlihatkan oleh anggota dalam melaksanakan
tugas dan fungsi mereka dalam mencapai tujuan tertentu.
Konsep ini menjelaskan hubungan antara perilaku kepemimpinan yang efektif dengan tingkat
kematangan anggota kelompok atau pengikutnya. Teori ini menekankan hubungan pemimpin dengan
anggota hingga tercipta kepemimpinan yang efektif, karena anggota dapat menentukan keanggotaan
pribadi yang dimiliki pemimpin.

GAYA KEPEMIMPINAN DAN SITUASI KERJA MODEL FIEDLER

Teori kontingensi menganggap bahwa kepemimpinan adalah suatu proses di mana kemampuan
seorang pemimpin untuk melakukan pengaruhnya tergantung dengan situasi tugas kelompok (group task
situation) dan tingkat-tingkat daripada gaya kepemimpinannya, kepribadiannya dan pendekatannya yang
sesuai dengan kelompoknya. Dengan perkataan lain, menurut Fiedler, seorang menjadi pemimpin bukan
karena sifat-sifat daripada kepribadiannya, tetapi karena berbagai faktor situasi dan adanya interaksi
antara Pemimpin dan situasinya.

Model Contingency dari kepemimpinan yang efektif dikembangkan oleh Fiedler (1967) .
Menurut model ini, maka the performance of the group is contingen upon both the motivasional system of
the leader and the degree to which the leader has control and influence in a particular situation, the
situational favorableness (Fiedler, 1974:73). Dengan perkataan lain, tinggi rendahnya prestasi kerja satu
kelompok dipengaruhi oleh sistem motivasi dari pemimpin dan sejauh mana pemimpin dapat
mengendalikan dan mempengaruhi suatu situasi tertentu.

Untuk menilai sistem motivasi dari pemimpin, pemimpin harus mengisi suatu skala sikap dalam
bentuk skala semantic differential, suatu skala yang terdiri dari 16 butir skala bipolar. Skor yang diperoleh
menggambarkan jarak psikologis yang dirasakan oleh peminpin antara dia sendiri dengan “rekan kerja
yang paling tidak disenangi” (Least Prefered Coworker = LPC). Skor LPC yang tinggi menunjukkan
bahwa pemimpin melihat rekan kerja yang paling tidak disenangi dalam suasana menyenangkan.
Dikatakan bahwa pemimpin dengan skor LPC yang tinggi ini berorientasi ke hubungan
(relationship oriented). Sebaliknya skor LPC yang rendah menunjukkan derajat kesiapan pemimpin untuk
menolak mereka yang dianggap tidak dapat bekerja sama. Pemimpin demikian, lebih berorientasi ke
terlaksananya tugas (task oriented). Fiedler menyimpulkan bahwa:

1. Pemimpin dengan skor LPC rendah (pemimpin yang berorientasi ke tugas) cenderung untuk
berhasil paling baik dalam situasi kelompok baik yang menguntungkan, maupun yang sangat
tidak menguntungkan pemimpin.
2. Pemimpin dengan skor LPC tinggi ( pemimpin yang berorientasi ke hubungan) cenderung untuk
berhasil dengan baik dalam situasi kelompok yang sederajat dengan keuntungannya

Sebagai landasan studinya, Fiedler menemukan 3 (tiga) dimensi kritis daripada situasi /
lingkungan yang mempengaruhi gaya Pemimpin yang sangat efektif, yaitu:
a. Kekuasaan atas dasar kedudukan/jabatan (Position power)
Kekuasaan atas dasar kedudukan / jabatan ini berbeda dengan sumber kekuasaan yang
berasal dari tipe kepemimpinan yang kharismatis, atau keahlian (expertise power).
Berdasarkan atas kekuasaan ini seorang pemimpin mempunyai anggota-anggota
kelompoknya yang dapat diperintah / dipimpin, karena ia bertindak sebagai seorang
Manager, di mana kekuasaan ini diperoleh berdasarkan atas kewenangan organisasi
(organizational authority).
b. Struktur tugas (task structure)
Pada dimensi ini Fiedler berpendapat bahwa selama tugas-tugas dapat diperinci secara
jelas dan orang-orang diberikan tanggung jawab terhadapnya, akan berlainan dengan
situasi di mana tugas-tugas itu tidak tersusun (unstructure) dan tidak jelas. Apabila tugas-
tugas tersebut telah jelas, mutu daripada penyelenggaraan kerja akan lebih mudah
dikendalikan dan anggota-anggota kelompok dapat lebih jelas pertanggung jawabannya
dalam pelaksanaan kerja, daripada apabila tugas-tugas itu tidak jelas atau kabur.
c. Hubungan antara Pemimpin dan anggotanya (Leader-member relations)
Dalam dimensi ini Fiedler menganggap sangat penting dari sudut pandangan seorang
pemimpin. Kekuasaan atas dasar kedudukan / jabatan dan struktur tugas dapat
dikendalikan secara lebih luas dalam suatu badan usaha / organisasi selama anggota
kelompok suka melakukan dan penuh kepercayaan terhadap kepimpinannya (hubungan
yang baik antara pemimpin-anggota).
MANAJEMEN
“MAKALAH KEPEMIMPINAN”

DISUSUN OLEH:
CANTIKA DIAS ARNETTA YULINAR WAHYU UTARI
NIM : C 301 18 442 NIM : C 301 18 451

FADILAH RENDY SEPRIANUS PASANGKA


NIM : C 301 18 452 NIM : C 301 18 449
LISCA PAULUS
NIM : C 301 18 437

PROGRAM STUDI AKUNTANSI NON REG


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS TADULAKO
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG

Seiring perkembangan zaman, kepemimpinan secara ilmiah mulai berkembang bersamaan dengan
pertumbuhan manajemen ilmiah yang lebih dikenal dengan ilmu tentang memimpin. Hal ini terlihat dari
banyaknya literatur yang mengkaji tentang kepemimpinan dengan berbagai sudut pandang atau
perspektifnya. Kepemimpinan tidak hanya dilihat dari bak saja, akan tetapi dapat dilihat dari penyiapan
sesuatu secara berencana dan dapat melatih calon-calon pemimpin. Sejarah timbulnya kepemimpinan,
sejak nenek moyang dahulu kala, kerjasama dan saling melindungi telah muncul bersama-sama dengan
peradapan manusia. Kerjasama tersebut muncul pada tata kehidupan sosial masyarakat atau kelompok-
kelompok manusia dalam rangka untuk mempertahankan hidupnya menentang kebuasan binatang dan
menghadapi alam sekitarnya. Berangkat dari kebutuhan bersama tersebut, terjadi kerjasama antar manusia
dan mulai unsur-unsur kepemimpinan.

Orang yang ditunjuk sebagai pemimpin dari kelompok tersebut ialah orang-orang yang paling
kuat dan pemberani, sehingga ada aturan yang disepakati secara bersama-sama misalnya seorang
pemimpin harus lahir dari keturunan bangsa, sehat, kuat, berani, ulet, pandai, mempunyai pengaruh dan
lain-lain. Hingga sampai sekarang seorang pemimpin harus memiliki syarat-syarat yang tidak ringan,
karena pemimpin sebagai ujung tombak kelompok. Kepemimpinan atau leadership merupakan ilmu
terapan dari ilmu-ilmu social, sebab prinsip-prinsip dan rumusannya diharapkan dapat mendatangkan
manfaat bagi kesejahteraan manusia

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Sebutkan pengertian pemimpinan ?


2. Apa saja pendekatan-pendekatan studi kepemimpinan
3. Apa saja hasil penelitian tentang kepemimpinan itu?
4. Bagaimana kepemimpinan situasional dari harsey dan Blanchard ?
5. Apa saja gaya kepemimpinan dan situasi kerja model fidler ?
6. Apa saja tugas kepemimpinan ?
7. Sebutkan tipe-tipe kepemimpinan ?
8. Sebutkan fungsi dari kepemimpinan ?

1.3 TUJUAN PENULISAN

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memberikan pengetahuan kepada para pembaca
tentang kepemimpinan baik itu pengertian kepemimpinan, tugas kepemimpinan, tipe dan fungsi
kepemimpinan.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN

Kepemimpinan merupakan kemampuan mempengaruhi orang lain, bawahan atau kelompok,


kemampuan mengarahkan tingkah laku bawahan atau kelompok, memiliki kemampuan atau keahlian
khusus dalam bidang yang diinginkan oleh kelompoknya, untuk mencapai tujuan organisasi atau
kelompok.Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang mempengaruhi dan memotivasi orang lain
untuk melakukan sesuatu sesuai tujuan bersama. Kepemimpinan meliputi proses mempengaruhi dalam
menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi
untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Seorang pemimpin yang baik harus memiliki integritas
(kepribadian), intelektual (pengetahuan), intelegensi (spiritual), skill atau kemampuan/keahlian,
memiliki power atau dapat mempengaruhi orang lain, mau belajar, mendengar dan siap dikritik. apabila
ketujuh isi dari esensi hakikat kepemimpinan tersebut telah dimiliki oleh seorang pemimpin maka
pemimpin tersebut akan arif dan bijaksana.
DAFTAR PUSTAKA
MATERI KEPEMIMPINAN ( http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2009/11/teori-kepemimpinan-fiedler-
%E2%80%9Ccontingency-theory%E2%80%9D/ )

MAKALAH KEPEMIMPINAN https://www.academia.edu/16120772/makalah_kepemimpinan

Anda mungkin juga menyukai