Anda di halaman 1dari 9

Promine Journal, June 2016, Vol.

4 (1), page 8 - 16

Evaluasi Lapisan Batupasir B Formasi Bekasap Lapangan Tri Untuk


Menentukan Sumur Infill
(Evaluation B Sandstone Layer of Bekasap Formation in Tri Field to Determine Infill
Well)

1 1 1
Dircia Felizarda Corbafo Siki , Irene Lisa Burara , Bambang Triwibowo
1
Jurusan Teknik Geologi UPN “Veteran” Yogyakarta

Abstract
B Sandstone layer of Bekasap Formation is located in Central Sumatra Basin. The well in this field
tend to decrease of the production rate, and therefore effort should be made to raise the production
rate. One effort that can be done is to infill wells. This study aims to determine the value of properties
of reservoir B sandstone with formation evaluation methods, so it can be a material consideration in
determining the location of infill wells. B Sandstone formation evaluation result Vsh in range of 9-29%,
porosity of 22-27%, and watersaturation of 19-60%, with two infill wells proposed.
Keywords: Tri Field, formation evaluation, infill well.

1. Pendahuluan Peneliti-peneliti terdahulu pada umumnya


menentukan sumur infill berdasarkan besarnya
Dalam meningkatkan produksi minyak yang sisa cadangan, produktifitas formasi, jari-jari
terus mengalami penurunan tingkat produksi, penyerapan sumur, jumlah sumur produksi, letak,
perlu dilakukan usaha-usaha untuk dan pola sumur produksi yang telah ada, tetapi
meningkatkan maupun mempertahankan laju kurang memperhatikan sifat fisik pada reservoar.
produksi minyak. Salah satu usaha yang dapat Oleh karena itu, studi kali ini akan lebih fokus
dilakukan yaitu sumur infill. Pada dasarnya membahas mengenai evaluasi formasi untuk
sumur infill dilakukan dengan menambah sumur mengetahui sifat fisik pada reservoar sebagai
baru di antara sumur satu dengan sumur lainnya salah satu dasar penentuan lokasi sumur infill.
dengan tujuan memperkecil spasi sumur yang
telah ada, sehingga dapat mengoptimalkan Tinjauan Pustaka
reservoar yang belum terkuras oleh sumur Cekungan Sumatera Tengah merupakan
produksi sebelumnya. cekungan pada Paparan Sunda yang terletak di
Lapisan Batupasir B Formasi Bekasap pada bagian belakang dari busur vulkanik (volcanic
Lapangan Tri terletak di Cekungan Sumatera arc) yang terbentuk akibat interaksi antara
Tengah. Formasi ini merupakan reservoar lempeng Samudra Hindia dan Lempeng Benua
minyak yang secara geologi berumur Miosen Eurasia sehingga disebut sebagai cekungan
Awal. Lapangan Tri pertama kali diproduksi pada back-arc. Produk lain yang dihasilkan oleh
tahun 1989 dan masih berlangsung hingga saat interaksi kedua lempeng ini adalah unit fisiografi
ini. Berdasarkan data produksi, sumur-sumur di sejajar yang berarah baratlaut, berupa busur
lapangan ini cenderung mengalami penurunan kepulauan di sepanjang muka pantai Baratdaya
laju produksi. Sumatera, cekungan muka busur Nias, busur
Oleh sebab itu, perlu dilakukan upaya untuk vulkanik Barisan, cekungan belakang busur dan
menaikkan kembali laju produksi. Salah satu zona sesar Sumatera (Great Sumatera Fault
upaya yang dapat dilakukan ialah dengan sumur Zone) atau lebih dikenal dengan sebutan Sesar
infill. Semangko. Geometri cekungan ini berbentuk
Evaluasi Formasi di Lapangan Tri bertujuan asimetri dengan bagian terdalam di sebelah
untuk mengetahui nilai properti reservoar baratdaya semakin melandai ke arah timurlaut
Batupasir B berupa Vsh, porositas, dan saturasi (Mertosono dan Nayoan, 1974). Sejarah geologi
air. Data tersebut akan digunakan sebagai dasar Cekungan Sumatera Tengah erat kaitannya
untuk mengusulkan sumur infill, sehingga dapat dengan aktivitas tektonik wilayah Asia Tenggara
mengoptimalkan produksi minyak di Lapangan dan dikontrol oleh interaksi Lempeng Samudra
Tri. Indo-Australia yang bergerak ke utara, Lempeng
Samudra Philipina–Samudra Pasifik yang
* Korespondensi Penulis: (Bambang Triwibowo) Jurusan
Teknik Geologi Universitas Pembangunan Nasional
bergerak ke barat dan Lempeng Eurasia yang
“Veteran” Yogyakarta. relatif stabil.
E-mail: bambang3wibowo@yahoo.co.id Struktur geologi regional Cekungan
HP. Sumatera Tengah dicirikan oleh blok-blok

8
Promine Journal, June 2016, Vol. 4 (1), page 8 - 16

patahan. Sistem blok patahan ini mempunyai Kempt (1997). Fasa tektonostratigrafi tersebut
orientasi penjajaran utara-selatan membentuk dinamai dengan Fasa 0 (F0) , Fasa 1 (F1), Fasa
rangkaian horst dan graben. Ada dua pola (F2) dan Fasa 3 (F3).
struktur di Cekungan Sumatera Tengah, yaitu Fasa F0 terjadi pada Akhir Paleozoik sampai
pola-pola yang lebih tua cenderung berarah Mesozoik. Pada fasa ini diiringi dengan
utara-selatan dan pola-pola yang lebih muda terbentuknya batuan dasar (basement)
yang berarah baratlaut-tenggara (Mertosono dan Cekungan Sumatera Tengah. Basement tersebut
Nayoan, 1974). Bentuk struktur yang saat ini ada terdiri dari empat kelompok yaitu Kelompok
di Cekungan Sumatera Tengah dan Sumatera Mutus, Malaka, Mergui dan Tapanuli Selatan.
Selatan dihasilkan oleh sekurang-kurangnya tiga Fasa F1 terjadi pada Eosen sampai Oligosen
fase tektonik utama yang terpisah, yaitu disebut juga fasa rifting dan rifting infill. Fase
Orogenesa Mesozoikum Tengah, Tektonik Kapur tektonik ini disebut juga sebagai fasa intra-
Akhir-Tersier Awal dan Orogenesa Plio- cratonic rifting dan rift infill. Rifting pada
Pleistosen. Orogenesa Mesozoikum Tengah basement terlihat dengan gejala tektonik
merupakan sebab utama endapan-endapan pembentukan graben dan half graben yang
Paleozoikum dan Mesozoikum. Endapan- berarah utara-selatan dengan pengendapan
endapan tersebut tersesarkan dan terlipatkan Kelompok Pematang. Fasa tektonik ini hampir
menjadi blok-blok struktural berukuran besar sama dengan fasa tektonik menurut de Coster
yang selanjutnya diterobos oleh batholit-batholit (1974) dan Eubank dan Makki (1981) pada Akhir
granit. Lajur-lajur batuan metamorf ini tersusun Kapur sampai Tersier Awal.
oleh strata dengan litologi yang berbeda, baik Fasa F2 terjadi pada Akhir Oligosen sampai
tingkat metamorfisme maupun intensitas Miosen Tengah, disebut juga fasa interior sag
deformasinya (De Coster, 1974). Cekungan basin. Pada fasa ini gejala tektonik yang terjadi
Sumatera Tengah mempunyai dua set sesar yaitu penurunan atau pelengkungan (crustal
berarah utara-selatan dan baratlaut-tenggara. sagging), dextral wrenching dan pembentukan
Sesar-sesar yang berarah utara-selatan zona rekahan transtensional dengan jurus N 00 –
diperkirakan berumur Paleogen, sementara yang 200 E. Periode ini diikuti dengan penurunan
berarah baratlaut- tenggara berumur Neogen kembali cekungan dan transgresi diiringi dengan
Akhir. Kedua kelompok sesar ini berulangkali pengendapan Kelompok Sihapas.
diaktifkan sepanjang Tersier oleh gaya-gaya Fasa F3 terjadi pada Akhir Miosen sampai
yang bekerja (Eubank dan Makki, 1981). Resen, disebut juga fasa kompresi. Gejala
Cekungan Sumatera Tengah memiliki batuan tektonik F3 bersamaan dengan sea floor
dasar Pra-Tersier yang dangkal, sehingga spreading Laut Andaman, pengangkatan
sedimen yang menutupinya sangat mudah regional, terbentuknya jalur pengunungan
dipengaruhi oleh tektonik batuan dasar dan vulkanik, right lateral strike slip sepanjang Bukit
banyak dijumpai struktur. Posisi tumbukan yang Barisan dengan arah N 3500 W dan kompresi
menyudut antara Lempeng Asia Tenggara upthrusting sepanjang Cekungan Sumatera
dengan Samudera Hindia di Sumatera telah Utara dan Tengah dengan arah gaya NE – SW.
menimbulkan gaya geser menganan (dextral Pada fasa ini terbentuk ketidakselarasan regional
wrenching fault) yang kuat. Dengan demikian dan diendapkan Formasi Petani dan Minas
struktur-struktur yang ada di Cekungan Sumatera tidakselaras di atas Kelompok Sihapas. Gerakan
pada umumnya memiliki karakteristik wrench menumbuknya Lempeng Samudera India
tectonic, termasuk sesar-sesar yang mempunyai terhadap Lempeng Benua Eurasia (di kawasan
dip besar, seperti upthrust dan flower structure. Sumatera) dianggap telah menghasilkan gerak
Struktur-struktur tersebut mempunyai arah dip pengangkatan terakhir daripada Pegunungan
timur laut dan jurus baratlaut, sehingga Barisan serta juga telah menyebabkan adanya
membentuk sudut yang besar terhadap vektor sesar-sesar mendatar mengarah ke kanan
konvergen. Sumatera Tengah telah mengalami sepanjang pegunungan ini. Gejala struktur yang
beberapa fase deformasi yang kompleks dan hal paling menonjol di Cekungan Sedimen Tersier
tersebut secara langsung telah mempengaruhi tersebut di atas adalah lipatan-lipatan dan sesar-
basinDistribusi batuan induk, perkembangan dan sesar yang berarah barat laut.
pembentukan reservoar dan struktur geologinya. Sejarah geologi di Sumatera Tengah sangat
Proses tektonik yang terjadi di Cekungan dipengaruhi oleh sejarah tektoniknya. Oleh
Sumatera Tengah merupakan faktor pengontrol karena itu pembahasan mengenai stratigrafi
utama dalam proses pengendapan sedimen. Cekungan Sumatera Tengah akan diletakkan
Oleh sebab itu pembahasan stratigrafi diletakkan dalam kerangka tektonostratigrafi. Proses
dalam kerangka tektonostratigrafi atau fasa-fasa tektonik merupakan faktor pengontrol utama
pembentukan cekungan. Heidrick dan Turlington pengendapan di cekungan ini sedangkan
(1996) membagi empat tahapan tektonostratigrafi perubahan muka air laut (eustasy) hanya sebagai
yang hampir sama dengan tahapan menurut faktor kedua/ sekunder (Kempt dkk, 1997).

© Mining Engineering, Univ. of Bangka Belitung 9


Promine Journal, June 2016, Vol. 4 (1), page 8 - 16

Semua ketidakmenerusan stratigrafi dalam juga terdapat endapan-endapan kipas delta dan
cekungan ini kemungkinan disebabkan oleh turbidit. Endapan turbidit yang terbentuk oleh
interaksi antar lempeng dan perubahan relatif mekanisme aliran butiran (grain flow) telah
pergerakan lempeng tersebut. dijadikan sebagai target eksplorasi yang pada
Batuan dasar di Sumatera Tengah terdiri dari umumnya mempunyai tipe jebakan stratigrafi.
empat satuan litologi berumur Palezoik sampai Formasi Upper Red Bed diendapkan pada
Mesozoik. Satuan litologi tersebut adalah: (1) tahap akhir inversi minor dalam lingkungan
Kelompok Mutus terdiri dari ofiolit, metasedimen transisi yang berubah dengan cepat menjadi
dan sedimen-sedimen berumur Trias, (2) lingkungan lakustrin dalam yang diselingi oleh
Kelompok Malaka terdiri dari kuarsit, filit dan lakustrin yang dangkal. Peningkatan kecepatan
intrusi granodiorit, (3) Kelompok Mergui terdiri sedimentasi dan suplai klastika menyebabkan
dari graywacke berumur Kapur, kuarsit dan cekungan menjadi penuh dan lingkungan
batulempung kerikilan, dan (4) Kelompok berubah menjadi fluvial dan alluvial. Litologi
Tapanuli terdiri dari batusabak, metasedimen dan penyusun formasi ini berupa batupasir,
filit yang diendapkan di atas batugamping shelf konglomerat dan shale berwarna merah-hijau.
berumur Devon-Karbon. Batupasir di formasi ini telah menjadi target
Pembentukan struktur setengah graben yang eksplorasi.
besar diawali dengan pembentukan sesar listrik Di atas Kelompok Pematang diendapkan
(listric fault) pada salah satu sisi dan suatu seri sedimen yang diendapkan pada saat
pembentukan ramp yang landai pada sisi lainnya. aktivitas tektonik mulai berkurang yang terjadi
Struktur tersebut mempunyai pola kelurusan selama Oligosen Akhir sampai Miosen Tengah.
utara-selatan. Struktur graben yang berumur Fase transgresif pada fasa F2 menghasilkan
Eosen-Oligosen tersebut diisi oleh sedimen- endapan dari Kelompok Sihapas dan Formasi
sedimen fluviatil dan lakustrin yang dimasukkan Telisa (Heidrick dan Turlington, 1996). Kelompok
dalam Kelompok Pematang. Formasi Pematang Sihapas terdiri terutama oleh batupasir dengan
diendapkan pada Eo-Oligosen (50-24 jtl) mengisi sedikit selingan serpih, lapisan batugamping
graben dan halfgraben pada fasa regional dijumpai secara lokal di bagian bawah. Batupasir
tektonostratigrafi F0. Formasi Pematang dari kelompok Sihapas mempunyai ukuran butir
diendapkan langsung tidak selaras di atas sedang sampai kasar dan merupakan reservoar
basement Cekungan Sumatera Tengah. yang baik. Kelompok Sihapas mempunyai pola
Selanjutnya Kelompok Pematang dibagi parasikuen yang menghalus ke arah atas dan
menjadi tiga formasi berdasarkan pada fasies diendapkan mulai dari Akhir Oligosen sampai
yang berhubungan dengan tahap-tahap pertengahan Miosen. Fauna jarang dijumpai,
pembentukan cekungan dan pengisiannya, yaitu: brackish foram kadang-kadang dijumpai.
Formasi Lower Red Bed terdiri dari batulempung, Kelompok Sihapas terdiri dari empat formasi
batulanau, batupasir arkosik dan konglomerat yaitu Formasi Menggala, Bangko, Bekasap dan
yang diendapkan pada lingkungan dataran Duri. Bagian bawah Kelompok Sihapas pada
alluvial dan kipas alluvial yang berubah secara Miosen diendapkan konglomerat yang
lateral menjadi lingkungan fluvial, lakustrin dan menghalus ke atas, batupasir berbutir kasar
delta. Bagian bawah dari formasi ini pada hingga halus (Formasi Menggala) dan berada
beberapa cekungan yang dalam dapat mencapai tidak selaras di atas Formasi Pematang. Formasi
ketebalan 3000 meter. Batupasir di formasi ini Menggala ditindih selaras oleh Formasi Bangko
mempunyai kualitas yang jelek sebagai reservoar dengan litologi berwarna biru, serpih karbonatan
karena masih sangat dekat dengan sumbernya dengan sisipan batupasir dan sedikit gamping.
dan sortasi jelek. Formasi Bekasap terdiri dari litologi batupasir
Formasi Brown Shale sesuai dengan berbutir sedang hingga kasar dan sedikit serpih.
namanya terdiri dari shale yang berwarna coklat Pada akhir fasa transgresif F2 Miosen Awal
dan diendapkan pada lingkungan lakustrin/danau sampai Tengah, diendapkan Formasi Telisa
dalam sampai lakustrin dangkal dan merupakan dengan lingkungan berkisar inner sampai outer
batuan induk hidrokarbon. Pembentukan batuan litoral dengan pengaruh laut semakin besar ke
induk yang bagus pada formasi ini disebabkan atas. Kontak pada Formasi Telisa ditandai oleh
oleh beberapa faktor, yaitu tidak adanya tinggian litologi yang berbeda dan fauna yang berhenti
yang berarti sepanjang sesar yang membatasi hingga fasa regresif Miosen Tengah. Formasi
cekungan, penurunan dasar cekungan lebih bercirikan warna abu-abu kecoklatan terdiri dari
cepat dari pengendapan menyebabkan serpih karbonatan, batulanau dan gamping di
lingkungan danau semakin dalam, sesar yang tempat tertentu. Kompresi bersifat setempat-
berfungsi sebagai batas cekungan mempunyai setempat yang ditandai dengan pembentukan
kemiringan yang landai sampai sedang dan pada sesar dan lipatan pada tahap inversi yang terjadi
saat Brown Shale diendapkan kondisi tektonik bersamaan dengan penurunan muka air laut
sedang tidak aktif. Selain lempung, di formasi ini global pada 28 jtyl. Proses geologi yang terjadi

© Mining Engineering, Univ. of Bangka Belitung 10


Promine Journal, June 2016, Vol. 4 (1), page 8 - 16

pada saat itu adalah pembentukan morfologi berbutir halus sampai menengah yang secara
hampir rata (peneplain) yang terjadi pada lateral menjadi batulempung laut dalam dari
Kelompok Pematang dan batuan dasar yang Formasi Telisa. Formasi Duri merupakan suatu
tersingkap. Periode ini diikuti oleh terjadinya reservoar utama yang telah diproduksi melalui
subsiden kembali dan transgresi ke dalam Lapangan Minyak Duri, Bangko, Petani. Formasi
cekungan tersebut. Kelompok Sihapas yang ini mempunyai tebal lebih dari 300 kaki dan
diendapkan secara tidak selaras di atas berumur Miosen Awal (N3).
Kelompok Pematang terdiri dari Formasi Formasi Telisa. Formasi Bekasap dan Duri
Menggala/Lahat, Bekasap/Talang, Duri dan secara lateral dan vertikal berubah menjadi
Telisa. batulempung laut dari Formasi Telisa yang
Formasi Menggala terdiri dari sedimen- terbentuk pada lingkungan neritik luar yang
sedimen klastika yang diendapkan pada fluvial- menunjukkan periode penggenangan maksimum
braided stream dan secara lateral ke arah utara laut di Sumatera Tengah. Formasi Telisa
berubah menjadi marine deltaic. Formasi ini merupakan suatu batuan penutup (sealing)
onlap terhadap batuan dasar dan struktur yang regional bagi Kelompok Sihapas. Tebal formasi
dihasilkan oleh inversi Oligosen dan jarang ini lebih dari 9000 kaki. Formasi Telisa berumur
dijumpai diendapkan di atas tinggian. Pada Miosen Awal – Miosen Tengah (NN4 – NN5).
bagian deposenter-nya formasi ini mempunyai Batupasir dalam Formasi Telisa merupakan
ketebalan lebih dari 9000 kaki. Formasi reservoar yang potensial dan telah diproduksi
Menggala berubah secara lateral dan vertikal ke melalui Lapangan Bulu South, Beruk Northeast,
arah barat menjadi marine shale yang termasuk Kotabatak dan Minas.
dalam Formasi Bangko sedangkan ke arah timur Fasa kompresi F3 membentuk ketidak-
berubah menjadi lingkungan transisi dan laut selarasan regional dan terendapkannya Formasi
terbuka yang termasuk dalam Formasi Bekasap. Petani yang menindih tidak selaras di atas
Formasi Bangko terdiri dari batulempung Kelompok Sihapas. Formasi Sihapas merupakan
yang diendapkan pada lingkungan laut terbuka sikuen monoton dari shale mudstone
mulai dari lingkungan paparan (shelf) sampai mengandung sedikit batupasir dan perselingan
delta plain dan batulempung karbonatan dengan batulanau yang menunjukkan pendangkalan
perselingan batupasir lanauan dan berubah progresif ke atas dan kondisi laut. Bagian atas
secara lateral menjadi batugamping pada daerah Formasi Petani dicirikan oleh ketidakselaran
yang sedikit menerima suplai material klastik. erosional dan ditindih lapisan tipis dari batupasir
Formasi Bangko berfungsi sebagai batuan Formasi Minas berumur Holosen. Secara
tudung (seal) bagi batupasir yang ada di regional ketidakselarasan ditandai dengan
bawahnya. Batupasir dalam Formasi Bangko penambahan sedimen berbutir halus yang berarti
merupakan reservoar yang bernilai baik dan telah mendukung bahwa uplift pada cekungan terjadi
diproduksi di Lapangan Petani, Bangko, pada akhir Pliosen.
Menggala dan Pinang. Adanya pengaruh Pada bagian atas Kelompok Sihapas yang
lingkungan laut menyebabkan pengendapan ditandai ketidakselarasan regional dan
foraminifera yang berfungsi sebagai penunjuk mempunyai penyebaran konsisten hampir di
umur formasi ini yaitu Miosen Awal (N1 – N2). seluruh Cekungan Sumatera Tengah ini
Formasi Bekasap terdiri dari suatu seri menunjukkan adanya perubahan fase tektonik
sedimen mulai dari lingkungan transisi, laut ekstensi menjadi tektonik kompresi yang dimulai
terbuka dan delta. Litologi terdiri dari batupasir dari Miosen Akhir sampai dengan sekarang.
glaukonitan, batugamping dan batubara. Kejadian ini bersamaan dengan pemekaran Laut
Batupasir mengkasar ke atas dalam delta Cina Selatan dan Laut Andaman serta
kompleks Sihapas terbentuk hampir di seluruh bersamaan dengan pergeseran sepanjang Sesar
Paparan Sunda. Batupasir Bekasap merupakan Besar Sumatera dan pembentukan busur
lapisan sedimen yang secara diakronous vulkanik di sebelah baratnya. Bagian atas dari
menutup Sumatera Tengah dan akhirnya Formasi Telisa sulit ditentukan dengan pasti dari
menutup semua tinggian yang terbentuk seismik karena kompresi dan struktur lainnya
sebelumnya. Selanjutnya Formasi Bekasap yang berhubungan dengan kolisi antara
merupakan reservoar penting dan telah Lempeng Australia dengan Eurasia telah
diproduksi melalui Lapangan Menggala, Duri, mengganggu batas tersebut. Struktur yang
Kotabatak dan Zamrud. Kandungan foraminifera terbentuk tersebut telah menjadi penampungan
menunjukkan umur Miosen Awal (N2 – N3). terakhir dari minyak yang bermigrasi dan saat ini
Formasi Bekasap secara vertikal berubah dijumpai sebagai jebakan struktural. Pada fase
menjadi Formasi Duri yang merupakan suatu seri kompresi ini terbentuk Formasi Petani dan Minas.
batupasir yang terbentuk pada lingkungan inner Formasi Petani. Kelompok Sihapas ditumpangi
neritic deltaic di bagian utara dan tengah oleh Kelompok Petani yang terdiri dari Binio-
cekungan. Seri tersebut dicirikan oleh batupasir Lower Petani yang merupakan endapan laut dan

© Mining Engineering, Univ. of Bangka Belitung 11


Promine Journal, June 2016, Vol. 4 (1), page 8 - 16

Korinci-Upper Petani yang merupakan endapan shale marine yang berasal dari Formasi Telisa.
laut sampai delta. Formasi Petani diendapkan Dengan ketebalan mencapai 1600 feet, maka
mulai dari lingkungan laut dangkal, pantai dan ke formasi ini dapat bertindak sebagai batuan
atas sampai lingkungan delta yang menunjukkan penutup yang baik bagi reservoar yang ada di
regresi air laut. Formasi Petani terdiri dari bawahnya.
batupasir, batulempung, dan batupasir - Jebakan, jebakan hidrokarbon yang terdapat
gloukonitan dan batugamping yang dijumpai pada Cekungan Sumatera Tengah adalah
pada bagian bawah dari seri sedimen tersebut, jebakan struktur yang berasal dari sesar serta
sedangkan batubara banyak dijumpai pada jebakan stratigrafi yang terbentuk karena adanya
bagian atas dan terjadi pada saat pengaruh laut perulangan lapisan batupasir dengan serpih pada
semakin berkurang. Batupasir mempunyai formasi batuan reservoar.
komposisi dominan kuarsa, berbutir halus sampai - Migrasi, shale dari Formasi Telisa merupakan
kasar, pada umumnya tipis-tipis, mengandung faktor penting berkenaan dengan masalah
sedikit lempung dan secara umum mengkasar ke trapping karena pengendapannya bersamaan
atas. Di beberapa tempat batupasir membentuk dengan mulainya migrasi hidrokarbon sekitar 16
lensa-lensa dengan penyebaran yang terbatas juta tahun yang lalu dan inilah yang menjadi
yang menunjukkan pengendapan pada momen penentu bagi sistem petroleum di
lingkungan offshore bar dan delta front/delta lobe Cekungan Sumatra Tengah (Erawati, 2008).
sand sejajar dengan pantai purba. Formasi
Petani secara keseluruhan mempunyai tebal 2. Metode Penelitian
6000 kaki berumur Miosen Akhir – Pliosen Awal
atau N9 (NN5) – N21 (NN 18). Perkiraan umur Pengumpulan Data
pada bagian atas Formasi Petani terkadang
membingungkan karena tidak adanya fosil laut. Langkah awal yang dilakukan dalam proses
Karena di bawah Formasi Petani terdapat evaluasi formasi adalah pengumpulan data yang
batulempung Telisa yang tebal, maka diperlukan untuk analisa. Data yang diperlukan
hidrokarbon yang berada pada batupasir Petani berupa data log (litologi, resistivitas, dan
tidak komersial. Gas biogenik terdapat dalam porositas), data core (SCAL), dan data produksi.
jumlah yang besar dan telah dijadikan target
eksplorasi terutama di Lapangan Seng dan Pengolahan Data
Segat. Formasi Minas merupakan endapan 1. Interpretasi Litologi
Kuarter yang diendapkan tidak selaras di atas Data yang digunakan adalah perpaduan data
Formasi Petani. Formasi Minas tersusun atas log (Gamma ray, crossplot NPHI dan RHOB,
lapisan-lapisan tipis gravel, pasir lempung dan serta resistivitas) dan data core. Interpretasi
merupakan endapan-endapan alluvial. litologi bertujuan untuk mengetahui jenis litologi
Sistem Petroleum, sistem petroleum daerah pada setiap sumur.
telitian, menurut Yarmanto dkk, 1996 terdiri atas: 2. Identifikasi Zona Permeabel
- Batuan Induk (Source Rock), berasal dari Identifikasi Zona Permeabel menggunakan
Kelompok Pematang yaitu Formasi Brown Shale log Gamma ray (GR). Zona permeabel
yang terbentuk pada Oligosen Awal dan ditunjukkan dengan respon log Gamma ray yang
terendapkan pada lingkungan lakustrin dengan rendah, sebaliknya zona impermeabel
kondisi reduktif sehingga mengandung material ditunjukkan dengan respon log Gamma ray yang
organik yang cukup tinggi (Erawati, 2008). tinggi
- Reservoar, reservoar utama pada Cekungan
Sumatera Tengah adalah batupasir yang berasal Vshale = (GRlog-GRmin)/ (GRmax-GRmin) (1)
dari Kelompok Sihapas. Reservoar utama pada
lapangan ini adalah Formasi Menggala, Formasi
3. Identifikasi Zona Hidrokarbon
Bekasap dan Formasi Duri. Formasi Menggala
Setelah mengetahui lapisan yang menjadi
mempunyai porositas 25% dan permeabilitas
reservoar, langkah selanjutnya yaitu
1200 mD, Formasi Bekasap mempunyai
mengidentifikasi zona hidrokarbon dengan
porositas 27% dan permeabilitas 2 D dan
menggunakan log resistivitas dan porositas
Formasi Duri mempunyai porositas 25% dan
(NPHI dan RHOB). Zona hidrokarbon ditunjukan
permeabilitas 600 mD (Erawati 2008). Menurut
dengan pembacaan nilai log resistivitas yang
Dawson, dkk, 1997, reservoar dari Kelompok
tinggi, serta adanya separasi positif antara log
Sihapas terbentuk dari berbagai lingkungan
neutron dan densitas. Sebaliknya zona air
pengendapan, melibuti braided fluvial, estuarine,
ditunjukan dengan pembacaan nilai log
intertidal sandstone, diselingi oleh intertidal dan
resistivitas yang rendah serta adanya separasi
near shore shale.
negatif antara log neutron dan densitas.
- Batuan Penutup (Seal), batuan penutup utama
4. Perhitungan Porositas
pada area Cekungan Sumatera Tengah adalah

© Mining Engineering, Univ. of Bangka Belitung 12


Promine Journal, June 2016, Vol. 4 (1), page 8 - 16

Perhitungan porositas menggunakan metode dan minyak bersifat resistif. Nilai log resisitivitas
Neutron-Density Bateman-Konen. Porositas hasil 10 sumur pada Lapisan Batupasir B yang
perhitungan akan dicocokkan dengan porositas merupakan zona hidrokarbon berkisar 9-40
dari data Special Core Analysis (SCAL). Salah ohmm.
satu parameter yang dibutuhkan dalam metode Harga porositas ditentukan dengan Metode
ini adalah porositas densitas dan porositas Neutron-Density dimana harga matrix Neutron
neutron pada shale. dan Density untuk dry dan wet clay ditentukan
dengan Metode Crossplot Bateman-Konen.
Øe = (ØD*ØNsh–ØN*ØDsh)/(ØNsh - ØDsh) (2) Ketepatan menentukan harga dry dan wet clay
akan sangat mempengaruhi harga porositas
Øe : Porositas efektif efektif dari zona porous. Hasil perhitungan
ØD : Porositas densitas porositas selanjutnya divalidasi dengan data core
ØNsh : Porositas neutron shale (Gambar 1). Berdasarkan hasil analisa porositas
ØN : Porositas neutron yang divalidasikan dengan data produksi, cut-off
ØDSH : Porositas densitas shale porositas Batupasir B yaitu 10%.

FF = a / (Øe * m) (3)

1/RT = ((Sw*n)/(FF*Rw))+(Vsh*Sw/RTSh) (4)

FF : Faktor Formasi
a : Faktor turtuositas
m : Faktor sementasi
RT : True Resistivity
Sw : Saturasi air
n : Eksponen saturasi
Rw : Resistivitas air
Vsh : Volume lempung
RTsh : Resistivitas shale

5. Perhitungan Permeabilitas
Perhitungan permeabilitas menggunakan
metode permeabilitas transform. Permeabilitas
transform ditentukan berdasarkan hubungan
antara data dari analisis inti batuan dengan data
dari analisis log.

3. Hasil dan Pembahasan

Evaluasi formasi pada Batupasir B Lapangan Gambar 1. Validasi antara Porositas Log dan
Tri dilakukan pada 10 sumur yaitu T1, T2, T3, T4, Porositas Core
T5, T6, T7, T8, T9, dan T10. Sumur-sumur ini
dipilih berdasarkan kelengkapan data log Perhitungan Sw pada Lapisan Batupasir B
(litologi, resistivitas, dan porositas), Special Core menggunakan Metode Simandoux yang ada
Analysis (SCAL) dan data uji sumur. Identifikasi pada rumus 2 dan 3 dengan parameter yang
lapisan permeabel menggunakan data log GR digunakan adalah a = 1, m = 1.603 dan n =
yang dinormalisasi terlebih dahulu. Normalisasi 1.763. Metode Simanduox ini sangat efektif
dilakukan untuk menyamakan kisaran nilai digunakan untuk model reservoar shally sand,
pengukuran data log GR yang memiliki distribusi sesuai dengan yang ada di Lapisan Batupasir B,
data yang berbeda dari 10 sumur yang ada. sehingga akan memberikan hasil perhitungan
Setelah normalisasi, di dapatkan nilai GRmin 50 dengan tingkat keakuratan yang baik. Cut-off
grade API (GAPI) dan GRmax 210 GAPI serta saturasi air di Batupasir B Lapangan Tri yaitu
memberikan nilai cut-off Vsh Batupasir B adalah 60%.
61% (Rumus 1). Nilai permeabilitas pada Lapangan Tri
Daerah yang terisi zona hidrokarbon diperoleh dengan menggunakan metode
diidentifikasi menggunakan log resistivitas dan transform permeability. Transform permeability
porositas. Apabila terisi hidrokarbon, log ditentukan berdasarkan persamaan dari
resistivitas akan menunjukkan nilai yang tinggi hubungan antara data dari analisa core dan
dan apabila terisi air nilai resistivitas akan dengan data dari analisa log. Persamaan
rendah, hal ini dikarenakan air bersifat konduktif tersebut dapat diterapkan pada lapisan Batupasir

© Mining Engineering, Univ. of Bangka Belitung 13


Promine Journal, June 2016, Vol. 4 (1), page 8 - 16

B di sumur lain yang tidak memiliki data core dan air yang rendah. Selain itu, kedua sumur
juga dapat digunakan dalam melakukan tersebut masih berproduksi hingga saat ini.
pemodelan permeabilitas sehingga sesuai
dengan kondisi lapangan. Perhitungan
permeabilitas pada Batupasir B memliki kisaran
harga terendah yaitu 240 dan dan tertinggi 6799
md. Hal ini menunjukkan bahwa Batupasir B
memiliki kemampuan untuk mengalirkan fluida
yang relatif bagus.
Masing-masing properti pada 10 sumur
Lapisan Batupasir B di Lapangan Tri telah di cut-
off terhadap zona reservoar dan memberikan
hasil yang sangat bagus (Tabel 1). Dari tabel
tersebut, dapat diambil kisaran harga untuk Vsh
9-29%, porositas 22-27%, dan saturasi air 19-
60%.
Tabel 1. Properti reservoar pada 10 sumur
No Sumur Vsh Porositas Sw (%) Gambar 2. Peta Top Struktur Lapisan Batupasir
(%) (%) B dan Lokasi Sumur Infill yang diusulkan.
1 T1 19 26 32
2 T2 11 25 19
3 T3 12 27 35 TL T
B B
(a
4 T4 14 27 23 D
5 T5 9 24 38
6 T6 9 27 22
7 T7 17 25 50 Sumur
Sum ur Usulan
Usulan
ss I I
8 T8 27 23 52
9 T9 19 23 42
10 T10 29 22 60 b( (c

Dengan memperhatikan hasil evaluasi


menyeluruh terhadap nilai Vsh, porositas dan
saturasi air serta didukung oleh data produksi
tiap sumur, lokasi sumur, dan jarak antar sumur,
maka ada dua titik sumur infill yang akan
diusulkan. Sumur usulan pertama terletak di Gambar 3. Sumur Usulan I, (a) Penampang
antara sumur T2 dan T4 dengan koordinat x: Geologi antara sumur T4 dan T2, (b) Hasil
861600 dan y: 106300 sedangkan sumur usulan Analisa Petrofisika Sumur T4, (c) Hasil Analisa
kedua terletak diantara sumur T5 dan T6 Petrofisika Sumur T2.
dengan koordinat x: 861240 dan y: 106820.
Dilihat dari peta Top struktur Batupasir B, sumur
T2 dan T4 berjarak 350 m dan posisi Top
Batupasir di T4 lebih tinggi dibandingkan T2.
Sedangkan sumur usulan yang kedua yaitu T5
dan T6 berjarak 670 m dan posisi Top Batupasir
di T6 lebih tinggi dibandingkan T5 (Gambar 2).
Dari penampang geologi pada Gambar 3.a,
terlihat adanya kemenerusan lapisan Batupasir B
diantara sumur T2-T4. Berdasarkan hasil analisa
petrofisika (Gambar 3.b dan 3.c), sumur
tersebut memiliki nilai Vsh dan porositas yang
relatif sama dengan saturasi air yang rendah.
Selain itu, kedua sumur tersebut masih
berproduksi hingga saat ini. Demikan juga
terhadap sumur T5-T6 (Gambar 4.a).
Berdasarkan hasil analisa petrofisika (Gambar
4.b dan 4.c), sumur tersebut memiliki nilai Vsh
dan porositas yang relatif sama dengan saturasi

© Mining Engineering, Univ. of Bangka Belitung 14


Promine Journal, June 2016, Vol. 4 (1), page 8 - 16

Gambar 4. (a) Penampang Geologi antara 4. Kesimpulan

Berdasarkan hasil studi yang telah


dilakukan, maka dapat disimpulkan :
1. Lapisan Batupasir B Lapangan Tri memiliki
Sumur Usulan II nilai kisaran Vsh 9-29%, porositas 22-27%,
saturasi air 19-60%, dan permeabilitas
tertinggi sebesar 6799 md.
2. Berdasarkan hasil evaluasi menyeluruh
terhadap nilai Vsh, porositas dan saturasi air
serta didukung oleh data produksi tiap sumur,
lokasi sumur dan jarak antar sumur, maka
ada dua titik sumur infill yang akan diusulkan.
3. Sumur usulan I terletak pada koordinat x:
861600 dan y: 106300. Sumur usulan II
terletak pada koordinat x: 861240 dan y:
106820.

Gambar 4. Sumur Usulan II, (a) Penampang


Geologi antara sumur T5 dan T6, (b) Hasil
analisa Petrofisika Sumur T5, (c) Hasil Analisa
Petrofisika Sumur T6.

Daftar Pustaka Harsono, A. (1997) Evaluasi Formasi dan


Aplikasi Log. Schlumberger Oilfield Service
Ahmed,T. (2001) Reservoir Engineering Indonesia, Jakarta.
Handbook, Gulf Publishing Company, Houston, Heidrick, T.L., and Turlington (1996) Central
Texas. Sumatra Basin in Petroleum Geology of
Asquith, G. and Gibson. C. (1983) Basic Well Log Indonesian Basin : Principles, Methods, and
Analysis for Geologist, AAPG, Tulsa Application, Vol. 2, Jakarta, Indonesia.
Oklahoma. Heidrick, T.L. and Aulia, K. (1993) A structural
Bayu Cipto Aji (2013) Optimasi Pengurasan and Tectonic Model of The Coastal Plain Block,
Cadangan Reservoir Dengan Metode Sumur Central Sumatera Basin, Indonesia. Indonesian
Infill Berdasarkan Data Penilaian Formasi, 08 Petroleum Assosiation, Proceedings 22th
November 2014, Annual Convention, p. 285-316.
http://bayuciptoaji.wordpress.com/2013/05/25/o Hilchie, D.W. (1978) Applied Openhole Log
ptimasi-pengurasan cadangan-reservoir- Interpretation, Colorado, USA.
dengan-metode-infill-drilling-berdasarkan-data- Kempt, G., Minifie, S., Rutlay, D., Santon, J.
penilaian-formasi. (1997) Indonesian Petroleum System Study
De Coster, G. L. (1974) The Geology of the Central Sumatra Basin. Santos Asia Pacific Pty
Central and South Sumatra Basin, Proceedings ltd, tidak dipublikasikan.
rd
3 Annual Convention IPA, Juni 1974, Jakarta. Koesomadinata, R.P. (1980) Geologi Minyak dan
Dewan, J.T. (1983) Essentials of Modern Gasbumi, Institut Teknologi Bandung,
Open-hole Log Interpretation, Penn Well Bandung.
Pub.Co., Tulsa. Mertosono S., and Nayoan G.A.S. (1974) The
Dickey, PA. (1981) Petroleum Development Tertiary Basinal Area of Central Sumatra.
nd
Geology, 2 ed, Penn Well Pub. Co., Indonesian Petroleum Association,
Oklahoma. Proceedings 3th Annual Convention, p. 63-76.
Erawati, F.A. (2008) Evaluasi Formasi Batupasir Pratama, Yoga (2010) Metode Penentuan Lokasi
“FEAW”, Formasi Duri, Area Dhini, Sumur Pengembangan untuk Optimasi
Lapangan Duri, Cekungan Sumatera Tengah Pengembangan Lapangan X dengan
Untuk Mengetahui Potensi Kandunga Menggunakan Parameter Porositas,
Hidrokarbon, Skripsi Jurusan Teknik Geologi, Permeabilitas, dan Saturasi Minyak secara
Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Semi-Analitik, unpublished.
Yogyakarta. Pulunggono, A., Agus, H.S., Kosuma, C.G.
Eubank, R. T. & Makki, A. C. (1981) Structural (1992) Pre-Tertiary and Tertiary Fault Syste as
geology of the Central Sumatra back-arc a Framework of the South Sumatra Basin,
basin, Proceedings of the Indonesian Indonesian Petroleum Association, Proceeding
Petroleum Association 10th annual s 21st Annual Convention, p.339-360.
convention.

© Mining Engineering, Univ. of Bangka Belitung 15


Promine Journal, June 2016, Vol. 4 (1), page 8 - 16

Pulunggono, A. and Cameron, N.R. (1984) Satyana, A.H. (2000) The outline of The Geology
Sumatran Microplates, their characteristics and of Indonesia, Ikatan Ahli Geologi Indonesia,
their role in the evolution of the Central and hal. 69-90.
South Sumatran Basins, Proceedings Tittman, J., and J.S. Wahl (1965) The Physical
Indonesian Petroleum Association, 13, 121- Foundations of Formation Density Logging
144. (Gamma-Gamma): Geophysics, c.30, p.284-
Reading, H.G. (1986) Facies, in Reading H.G. 294.
(ed), Sedimentary Environtments and Facies, Yarmanto, Aulia,K., Mertani, B., Heidrick, T.
Blackwell Scientific Publication, p. 4-19. (1996) Petroleum Geology of Indonesian
Rider, Malcolm (2002) The Geological Basins, Volume II Central Sumatra Basin,
nd
Interpretation of Well Log, 2 edition, Rider- Pertamina BPPKA, Jakarta.
French Consulting Ltd, Scotland.

© Mining Engineering, Univ. of Bangka Belitung 16

Anda mungkin juga menyukai