Anda di halaman 1dari 11

Meity Anggraini

D1051191032
RESUME MATERI 3: SIPAT DATAR

Sipat datar adalah salah satu metode pengukuran beda tinggi dalam proses
pelaksanaan survei dan perpetaan. Sipat datar merupakan metode yang cukup penting untuk
dipelajari mengingat bahwa pengukuran sipat datar banyak digunakan dalam perencanaan
suatu wilayah dan juga seorang surveyor harus menguasai pengukuran sipat datar. Pengukuran
sipat datar terbagi atas profil memanjang dan profil melintang.

I. Definisi Sipat Datar


Menurut Russel dan Paul (2000), sipat datar adalah istilah umum untuk yang manapun
dari berbagai proses dengan mana elevasi titik atau beda elevasi ditentukan. Sipat datar adalah
pekerjaan yang penting dalam menghasilkan data untuk pemetaan, rancangan rekayasa, dan
konstruksi.
Sipat datar bertujuan menentukan beda tinggi antara titik-titik di atas permukaan bumi
secara teliti. Tinggi suatu obyek di atas permukaan bumi ditentukan dari suatu bidang referensi,
yaitu bidang yang ketinggiannya dianggap nol. Bidang dengan ketinggian nol disebut bidang
geoid, yaitu bidang equipotensial yang berimpitan dengan permukaan air laut rata-rata (mean
sea level). Bidang equipotensial juga disebut bidang nivo. Bidang-bidang ini selalu tegak lurus
dengan arah gaya berat dimana saja di permukaan bumi (Basuki, 2016).

Gambar 1 Bidang nivo


Sipat datar memiliki arti sebagai konsep penentuan beda tinggi. Beda tinggi yang
dimaksud adalah antara dua titik atau lebih dengan garis bidik mendatar atau horizontal yang
diarahkan pada rambu-rambu yang berdiri tegak atau vertikal. Dapat disimpulkan sipat datar
sebagai sebuah konsep yang dapat menghasilkan data beda tinggi dengan cara mendirikan dua
rambu-rambu yang berdiri tegak vertikal kemudian ditengah-tengahnya didirikan alat ukur
penyipat datar yang akan menghasilkan garis bidikan mendatar atau horizontal.

II. Alat-alat yang Digunakan


Berikut ini ialah alat ukur yang digunakan dalam sipat datar.
2.1 Meteran
Meity Anggraini
D1051191032
Meteran atau disebut juga pita ukur memiliki fungsi utama sebagai alat ukur jarak atau
panjang. Cara menggunakan meteran relatif sederhana, yaitu dengan merentangkan meteran
dari ujung satu ke ujung lain dari objek yang diukur. Hasil yang lebih akurat dalam
menggunakan meteran dapat dilakukan oleh dua orang. Satu orang memegang ujung awal dan
meletakkan angka nol meteran di titik yang pertama, satu orang lainnya memegang rol meter
menuju ke titik pengukuran lainnya (menarik) selurus mungkin dan meletakkan meteran di titik
yang dituju (Syaripudin, 2014).

Gambar 2.1 Meteran

2.2 Rambu Ukur


Rambu ukur adalah alat yang terbuat dari kayu atau campuran alumunium yang diberi
skala pembacaan. Alat ini berbentuk mistar ukur yang besar yang mempunyai panjang 3 m, 4
m, maupun 5 m. Skala pada rambu ukur dibuat dalam satuan cm, dimana tiap blok merah,
putih, atau hitam menyatakan 1 cm, setiap 5 blok tersebut berbentuk huruf E yang menyatakan
5 cm. Setiap meter diberi warna yang berlainan (merah-putih, hitam-putih) dimaksudkan agar
memudahkan dalam pembacaan rambu. Fungsi utama dari rambu ukur adalah untuk
mempermudah mengukur beda tinggi antara garis bidik dengan permukaan tanah (Syaripudin,
2014).

Gambar 2.2 Rambu ukur


Meity Anggraini
D1051191032
2.3 Statif
Statif atau tripod merupakan tempat dudukan waterpass. Alat ini mempunyai tiga
kaki yang sama panjang dan ukuran ketinggiannya dapat diatur sesuai keperluan.

Gambar 2.3 Statif

2.4 Patok
Patok berfungsi sebagai sebuah tanda pada titik ukur atau sebagai titik bantu untuk
menempatkan titik waterpass. Patok dapat terbuat dari besi atau kayu. Bisa juga digantikan
penggunaannya dengan paku.

2.5 Waterpass
Waterpass adalah alat yang berfungsi untuk mengukur beda tinggi antara dua titik atau
lebih. Waterpass merupakan alat yang wajib tersedia untuk mengukur suatu objek dan objek
lainnya. Hal ini bertujuan untuk menyelaraskan objek sehingga menjadi sejajar. Jika suatu
objek tidak lurus, hal ini akan sangat berpengaruh pada pengukuran.

Gambar 2.4 Waterpass


Waterpass dilengkapi dengan kaca dan gelembung kecil di dalamnya. Pengecekan
waterpass sudah terpasang dengan benar dilakukan dengan memperhatikan gelembung di
dalam kaca yang berbentuk bulat. Apabila gelembung tepat berada di tengah, berarti waterpass
telah terpasang dengan benar. Pada waterpass, terdapat lensa untuk melihat sasaran bidik.
Dalam lensa, terdapat tanda panah menyerupai ordinat (koordinat kartesius). Angka pada
sasaran bidik akan terbaca dengan melakukan pengaturan fokus lensa.
Meity Anggraini
D1051191032
Selisih ketinggian diperoleh dengan cara mengurangi nilai pengukuran sasaran bidik
kiri dengan kanan. Waterpass memiliki nivo sebagai penyama ketinggian, lensa objektif, lensa
okuler, dan penangkap cahaya. Waterpass juga dapat menentukan berapa banyak tanah yang
dibutuhkan untuk meratakan suatu lokasi. Waterpass sangat sensitif terhadap cahaya, sehingga
memerlukan payung untuk menutupi cahaya matahari.
Berikut ini ialah penjelasan masing-masing fungsi pada setiap bagian waterpass.
a. Base Plate, berfungsi sebagai landasan dudukan waterpass.
b. Sekrup ABC, ialah sekrup yang digunakan untuk menyeting nivo kotak agar
gelembung tepat berada di tengah lingkaran.
c. Sekrup penggerak halus horizontal, digunakan untuk memutar alat ke arah horizontal
secara halus.
d. Nivo kotak, merupakan bagian waterpass yang digunakan untuk mengetahui tingkat
kedataran atau kesejajaran pesawat.
e. Sekrup pengatur fokus, yaitu sekrup yang digunakan untuk mengatur fokus objek
sehingga terlihat dengan jelas.
f. Lensa objektif, yaitu lensa yang digunakan untuk menangkap objek.
g. Cermin, yaitu komponen dari waterpass yang berfungsi untuk melihat kedudukan
gelembung udara pada nivo saat membidik rambu.
h. Lensa okuler, yaitu lensa yang digunakan untuk melihat objek yang terletak di depan
mata pembidik.
i. Sekrup okuler, berfungsi untuk mengatur tingkat ketajaman benang diafraga atau
benang silang.
j. Visir, digunakan untuk membantu proses pembidikan suatu objek secara kasar,
sehingga pembidikan berlangsung lebih cepat.

Gambar 2. 5 Bagian-bagian waterpass


Meity Anggraini
D1051191032
III. Penentuan Beda Tinggi
Penentuan beda tinggi dalam suatu pengukuran dapat dilakukan dalam empat cara
yang umum digunakan, yaitu sipat datar (spirit leveling), takhimetrik (tachy metric leveling),
trigonometrik (trigonometric leveling), dan barometrik (barometric leveling). Berikut ini ialah
penjelasan mengenai cara penentuan beda tinggi dengan masing-masing tingkat ketelitian
(tergantung kebutuhan ketelitian).
3.1 Metode Pengukuran Sipat Datar
Metode sipat datar prinsipnya adalah mengukur tinggi bidik alat sipat datar di
lapangan menggunakan rambu ukur. Hingga saat ini, pengukuran beda tinggi dengan
menggunakan metode sipat datar masih merupakan cara pengukuran beda tinggi yang paling
teliti. Beda tinggi h diketahui antara dua titik a dan b, sedang tinggi titik A diketahui sama
dengan Ha dan titik B lebih tinggi dari titik A, maka tinggi titik B, Hb = Ha + h yang diartikan
dengan beda tinggi antara titik A dan titik B adalah jarak antara dua bidang nivo yang melalui
titik A dan B. Umumnya bidang nivo adalah bidang yang lengkung, tetapi bila jarak antara
titik-titik A dan B dapat dianggap sebagai bidang yang mendatar.
Cara menghitung tinggi garis bidik atau benang tengah dari suatu rambu dengan
menggunakan waterpass. Rambu ukur berjumlah dua buah masing-masing didirikan di atas
dua patok yang merupakan titik ikat jalur pengukuran, waterpass kemudian di letakan di
tengah-tengah antara rambu belakang dan muka. Waterpass diatur sedemikian rupa sehingga
teropong sejajar dengan nivo yaitu dengan menetapkan gelembung nivo tepat berada di tengah.
Setelah gelembung nivo berada di tengah barulah dibaca rambu belakang dan rambu muka
yang terdiri dari bacaan benang tengah, atas dan bawah. Antar dua buah rambu dinamakan
slag.
Berikut ini adalah syarat-syarat dalam pengukuran sipat datar menggunakan
waterpass (Purwaamijaya, 2008).
a. Garis arah nivo harus tegak lurus pada sumbu I (satu) alat ukur penyipat datar.
Bila teropong diputar dengan sumbu I sebagai sumbu putar dan garis bidik di arahkan
ke mistar kanan, maka sudut a antara garis arah nivo dan sumbu I pindah kearah kanan,
dan ternyata garis arah nivo dan dengan sendirinya garis bidik tidak mendatar,
sehingga garis bidik yang tidak mendatar tidaklah dapat digunakan untuk pembacaan
b dengan garis bidik yang mendatar, teropong harus dipindahkan keatas, sehingga
gelembung berada di tengah-tengah.
b. Benang mendatar diagfragma harus tegak lurus pada sumbu I. Pada pengukuran
titik tinggi dengan cara menyipat datar, yang dicari selalu titik potong garis bidik yang
Meity Anggraini
D1051191032
mendatar dengan mistar-mistar yang dipasang diatas titik-titik, diketahui bahwa garis
bidik adalah garis lurus yang menghubungkan dua titik potong benang atau garis
diagframa dengan titik tengah lensa objektif teropong.
c. Garis bidik teropong harus sejajar dengan garis arah nivo. Garis bidik adalah
garis lurus yang menghubungkan titik tengah lensa objektif dengan titik potong dua
garis diafragma, dimana garis bidik pada teropong harus sejajar dengan garis arah nivo
sehingga hasil dari pengukuran adalah hasil yang teliti.

Apabila jarak antara dua buah titik yang akan diukur berjauhan (melebihi batas
optimum, yaitu 40-60 m) maka dilakukan pengukuran sipat datar berantai atau disebut juga
differential leveling. Dimana, pengukuran beda tinggi tidak cukup dilakukan satu kali jalan
melainkan dilakukan pengukuran pergi-pulang dengan pelaksanaan dalam satu hari (seksi)
yang dimulai dan diakhiri pada titik yang tetap (sama). Gabungan dari beberapa seksi kemudian
dinamakan trayek.

Gambar 3.1 Pengukuran sipat datar berantai

Pada gambar di atas, titik A dan B adalah titik yang akan dicari beda tingginya. Karena
jarak cukup jauh, maka dibuat beberapa slag. Beda tinggi antara A dan B adalah kumulatif dari
beda tinggi setiap slag, yaitu sebagai berikut.
∆H A1 = b1 – m1 dengan,
∆H 12 = b2 – m2 b : jumlah pembacaan rambu belakang
∆H 23 = b3 – m3 b : jumlah pembacaan rambu muka

∆H AB = ∆H = b - m ∆H : beda tinggi tiap slag


∆H AB = ∆H = m - b
3.1.1. Pengukuran Sipat Datar Profil
Pengukuran sipat datar profil bertujuan untuk mengetahui profil dari suatu trace baik
jalan ataupun saluran, sehingga selanjutnya dapat diperhitungkan banyaknya galian dan
timbunan yang perlu dilakukan pada pekerjaan konstruksi. Pelaksanaan pekerjaan ini
dilakukan dalam dua bagian yang disebut sebagai sipat datar profil memanjang dan melintang.
Meity Anggraini
D1051191032
Hasil akhir dari pengukuran ini adalah gambaran (profil) dari pada kedua jenis pengukuran
tersebut dalam arah potongan tegaknya.
a. Profil Memanjang
Maksud dan tujuan pengukuran profil memanjang adalah untuk menentukan
ketinggian titik-titik sepanjang suatu garis rencana proyek sehingga dapat digambarkan irisan
tegak keadaan lapangan sepanjang garis rencana proyek tersebut. Gambar irisan tegak keadaan
lapangan sepanjang garis rencana proyek disebut profil memanjang. Dalam penggambaran
profil memanjang, skala jarak lebih kecil dari skala tinggi umumnya sepersepuluhnya (1/10).

Gambar 3.1.1 Sipat datar profil memanjang

Gambar 3.1 2 Contoh form profil memanjang

b. Profil Melintang
Profil melintang diperlukan untuk mengetahui profil lapangan pada arah tegak lurus
garis rencana atau untuk mengetahui profil lapangan ke arah yang membagi sudut sama besar
Meity Anggraini
D1051191032
antara dua garis rencana yang berpotongan. Apabila profil melintang yang dibuat mempunyai
jarak pendek (± 120 m), maka pengukurannya dapat dilakukan dengan cara tinggi garis bidik.
Apabila panjang, dilakukan seperti profil memanjang. Dalam profil melintang skala jarak sama
dengan skala tinggi.

Gambar 3.1 3 Sipat datar profil melintang

Gambar 3.1.4 Contoh form profil memanjang

3.1.2. Perataan Beda Tinggi


Apabila jarak antara dua buah titik sangat jauh, dilakukan pengukuran pergi-pulang.
Beda tinggi yang diperoleh ada dua, yaitu beda tinggi pergi (∆Hpg) dan beda tinggi pulang
(∆Hpl). Beda tinggi definitif yang digunakan adalah rata-rata antara ∆Hpg dan ∆Hpl sebagai
berikut.
∆Hr = 0,5 x (∆Hpg + ∆Hpl)
Meity Anggraini
D1051191032
Pengukuran pergi-pulang menghasilkan beda tinggi (∆H) yang tidak sama (∆Hpg 
∆Hpl), oleh karena dalam pengukuran di lapangan banyak ketidaksempurnaan. Selisih antara
hasil pengukuran pergi dan pulang serta jarak antaranya akan menentukan diterima atau
tidaknya hasil pengukuran tersebut. Angka penentu diterima atau tidaknya perbedaan hasil
pengukuran pergi dan pulang disebut toleransi. Apabila selisih ∆Hpg dan ∆Hpl  toleransi,
pengukuran tersebut diterima. Apabila selisih ∆Hpg dan ∆Hpl  toleransi, pengukuran tersebut
ditolak.
Jika hasil pengukuran diterima, maka beda tinggi definitif antara A dan B adalah rata-
rata ∆Hpg dan ∆Hpl. Selisih antara ∆Hr dan ∆Hpg dinamakan penyimpangan pengukuran pergi,
sedangkan selisih antara ∆Hr dan ∆Hpl penyimpangan pengukuran pulang. Simbol untuk
penyimpangan pengukuran pergi atau pulang adalah fH.
Apabila akan dicari beda tinggi antar slag secara definitif maka ∆Hpg atau ∆Hpl
dikoreksi sebanding dengan jarak-jaraknya.
Hi = fH x (di/d)
dengan
Hi : koreksi beda tinggi slag ke i
fH : kesalahan atau penyimpangan pengukuran
di : jarak slag ke i
d : jumlah jarak dalam seksi

3.2 Metode Pengukuran Takhimetrik


Metode takhimetrik adalah pengukuran menggunakan alat-alat optis, elektronis, dan
digital. Pengukuran detail cara takhimetrik dimulai dengan penyiapan alat ukur di atas titik ikat
dan penempatan rambu di titik bidik. Setelah alat siap untuk pengukuran, dimulai dengan
perekaman data di tempat alat berdiri, pembidikan ke rambu ukur, pengamatan azimuth dan
pencatatan data di rambu BT, BA, BB serta sudut miring . Metode takhimetrik didasarkan
pada prinsip bahwa pada segitiga-segitiga sebangun, sisi yang sepihak adalah sebanding.
Kebanyakan pengukuran tachymetri adalah dengan garis bidik miring karena adanya
keragaman topografi, tetapi perpotongan benang stadia dibaca pada rambu tegak lurus dan
jarak miring "direduksi" menjadi jarak horizontal dan jarak vertikal.
Metode takhimetrik paling bermanfaat dalam penentuan lokasi sejumlah besar detail
topografik, baik horizontal maupun vetikal, dengan transit atau planset. Di wilayah-wilayah
perkotaan, pembacaan sudut dan jarak dapat dikerjakan lebih cepat dari pada pencatatan
pengukuran dan pembuatan sketsa oleh pencatat.
Meity Anggraini
D1051191032

Gambar 3.2.1 Metode pengukuran takhimetrik

3.3 Metode Pengukuran Trigonometris


Prinsip metode trigonometris adalah mengukur jarak langsung (jarak miring), tinggi
alat, tinggi benang tengah rambu dan sudut vertikal (zenith atau inklinasi) yang kemudian
direduksi menjadi informasi beda tinggi menggunakan alat theodolite. Beda tinggi antara dua
titik dihitung dari besaran sudut tegak dan jarak. Sudut tegak diperoleh dari pengukuran dengan
alat theodolite sedangkan jarak diperoleh atau terkadang diambil jarak dari peta.
Pada pengukuran tinggi dengan cara trigonometris, beda tinggi didapatkan secara
tidak langsung, karena yang diukur di sini adalah sudut miringnya atau sudut zenith. Bila jarak
mendatar atau jarak miring diketahui atau diukur, maka dengan memakai hubungan-hubungan
geometris dihitung beda tinggi yang hendak ditentukan. Bila jarak antara kedua titik yang
hendak ditentukan beda tingginya tidak jauh, maka masih dapat dianggap bidang nivo sebagai
bidang datar.
Akan tetapi bila jarak yang dimaksudkan itu jauh, maka tidak boleh lagi memisahkan
atau mengambil bidang nivo sebagai bidang datar, tetapi haruslah bidang nivo itu dipandang
sebagai bidang lengkung, Di samping itu harus disadari bahwa jalan sinarpun bukan merupakan
garis lurus, tetapi merupakan garis lengkung. Jadi jika jarak antara kedua titik yang akan
ditentukan beda tingginya jauh, maka bidang nivo dan jalan sinar tidak dapat dipandang
sebagai bidang datar dan garis lurus, tetapi haruslah dipandang sebagai bidang lengkung dan
garis lengkung.
Meity Anggraini
D1051191032

Gambar 3.3.1 Metode pengukuran trigonometris

3.4 Metode Pengukuran Barometris


Metode barometris prinsipnya adalah mengukur beda tekanan atmosfer suatu
ketinggian menggunakan alat barometer yang kemudian direduksi menjadi beda tinggi.
Pengukuran dengan barometer relative mudah dilakukan, tetapi membutuhkan ketelitian
pembacaan yang lebih dibandingkan dua metode lainnya, yaitu metode alat sipat datar dan
metode trigonometris Hasil dari pengukuran barometer ini bergantung pada ketinggian
permukaan tanah juga bergantung pada temperature udara, kelembapan, dan kondisi-kondisi
cuaca lainnya. Pada prinsipnya menghitung beda tinggi pada suatu wilayah yang relatif sulit
dicapai karena kondisi alamnya dengan bantuan pembacaan tekanan udara atau atmosfer
menggunakan alat barometer.

Anda mungkin juga menyukai