Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Demam Dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus famili
Flaviviridae dan disebarkan oleh nyamuk Aedes. Penyakit Demam Berdarah
Dengue merupakan salah satu penyakit menular berbahaya yang dapat
menimbulkan kematian dalam waktu singkat dan sering menimbulkan wabah.

Pada awal tahun 2004 kita dikejutkan kembali dengan merebaknya penyakit
Demam Berdarah Dengue (DBD), dengan jumlah kasus yang cukup banyak. Hal
ini mengakibatkan sejumlah rumah sakit menjadi kewalahan dalam menerima
pasien DBD. Untuk mengatasinya pihak rumah sakit menambah tempat tidur di
lorong-lorong rumah sakit serta merekrut tenaga medis dan
paramedis.Merebaknya kembali kasus DBD ini menimbulkan reaksi dari
berbagai kalangan. Sebagian menganggap hal ini terjadi karena kurangnya
kesadaran masyarakat akan kebersihan lingkungan dan sebagian lagi
menganggap karena pemerintah lambat dalam mengantisipasi dan merespon
kasus ini.
ai.
Penyakit DBD pertama kali di Indonesia ditemukan di Surabaya pada
tahun 1968, akan tetapi konfirmasi virologis baru didapat pada tahun 1972.Sejak
itu penyakit tersebut menyebar ke berbagai daerah, sehingga sampai tahun 1980
seluruh propinsi di Indonesia kecuali Timor-Timur telah terjangkit penyakit. Sejak
pertama kali ditemukan, jumlah kasus menunjukkan kecenderungan meningkat
baik dalam jumlah maupun luas wilayah yang terjangkit dan secara sporadis
selalu terjadi KLB setiap tahun. KLB DBD terbesar terjadi pada tahun 1998,
dengan Incidence Rate (IR) =35,19 per 100.000 penduduk dan CFR = 2%. Pada
tahun 1999 IR menurun tajam sebesar 10,17%,namun tahun-tahun berikutnya IR
cenderung meningkat yaitu 15,99 (tahun 2000); 21,66 (tahun 2001); 19,24 (tahun
2002); dan 23,87 (tahun 2003).

1
B. RUMUSAN MASALAH

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) {bahasa medisnya disebut
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)} adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes
albopictus, yang mana menyebabkan gangguan pada pembuluh darah kapiler
dan pada sistem pembekuan darah, sehingga mengakibatkan perdarahan-
perdarahan.
Demam dengue merupakan penyakit yang ditularkan melalui perantaraan
nyamuk, dan disebabkan oleh virus serotip DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4
dari genus Flavivirus. Infeksi oleh salah satu serotip menyebabkan imunitas
jangka panjang terhadap serotip tersebut. Oleh karena itu, seseorang dapat
terkena infeksi virus dengue untuk kedua kalinya oleh serotip lainnya, dan infeksi
kedua menyebabkan resiko tinggi untuk terjadinya demam berdarah dengue,
bentuk yang berat dari penyakit ini. demam berdarah dengue bermanifestasi
dengan perdarahan, trombositopeni dan meningkatnya permeabilitas vaskular
yang dapat menyebabkan sindrom syok dengue, suatu keadaan yang dapat
membahayakan kehidupan.

B. Etiologi
Demam dengue dan DHF disebabkan oleh salah satu dari 4 serotipe virus
yang berbeda antigen. Virus ini adalah kelompok Flavivirus dan serotipenya
adalah DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Infeksi oleh salah satu jenis serotipe ini

2
akan memberikan kekebalan seumur hidup tetapi tidak menimbulkan kekebalan
terhadap serotipe yang lain. Sehingga seseorang yang hidup di daerah endemis
DHF dapat mengalami infeksi sebanyak 4 kali seumur hidupnya.
Dengue adalah penyakit daerah tropis dan ditularkan oleh nyamuk Aedes
aegypti. Nyamuk ini adalah nyamuk rumah yang menggigit pada siang hari.
Faktor resiko penting pada DHF adalah serotipe virus, dan faktor penderita
seperti umur, status imunitas, dan predisposisi genetis.Nyamuk Aedes aegypti.
Nyamuk ini menyerang sistem pembekuan darah. Ini bisa diketahui dari turunnya
kadar trombosit dalam darah. Darah yang tidak bisa membeku akan
mengakibatkan perdarahan.

C. Cara Penulagan
Penularan DBD terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti/Aedes
albopictus betina yang sebelumnya telah membawa virus dalam tubuhnya dari
penderita demam berdarah lain. Nyamuk /Aedes aegypti/ berasal dari Brazil dan
Ethiopia dan sering menggigit manusia pada waktu pagi dan siang. Orang yang
beresiko terkena demam berdarah adalah anak-anak yang berusia di bawah 15
tahun, dan sebagian besar tinggal di lingkungan lembab, serta daerah pinggiran
kumuh. Penyakit DBD sering terjadi di daerah tropis, dan muncul pada musim .
Virus ini kemungkinan muncul akibat pengaruh musim/alam serta perilaku
manusia.

D. Patofisiologi
Fenomena patofisiologi utama DBD adalah meningginya permeabilitas
dinding pembuluh darah, menurunnya volume plasma, terjadinya
hipotensi,
trombositopenia dan diatesis hemoragik. Plasma merembes selama
perjalanan penyakit mulai dari permulaan masa demam dan mencapai
puncaknya pada masa renjatan. Nilai hematokrit meningkat bersamaan
dengan menghilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah
Meningginya nilai hematokrit menimbulkan dugaan bahwa renjatan terjadi

3
sebagai akibat kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler melalui kapiler
yang rusak. Trombositopenia merupakan kelainan hematologis yang sering
ditemukan. Trombositopenia diduga akibat meningkatnya destruksi
trombosit dan depresi fungsi megakariosit. Trombositopenia dan
gangguan fungsi trombosit dianggap sebagai penyebab utama terjadinya
pendarahan pada DBD. Selain trombositopenia, kelainan sistem koagulasi
juga berperan dalam perdarahan penderita DBD.
Perdarahan kulit pada penderita DBD umumnya disebabkan oleh faktor
kapiler, gangguan fungsi trombosit dan trombositopenia, sedangkan
perdarahan masif terjadi akibat kelainan mekanisme yang lebih kompleks
lagi, yaitu trombositopenia, gangguan faktor pembekuan dan kemungkinan
besar oleh faktor Disseminated Intravascular Coagulationg

EPIDEMIOLOGI
Penyakit DBD mulai dikenal di Indonesia sejak tahun 1968 di Surabaya dan Jakarta, dan setelah
itu jumlah kasus DBD terus bertambah seiring dengan semakin meluasnya daerah endemis DBD.
Penyakit ini tidak hanya sering menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB) tetapi juga
menimbulkan dampak buruk sosial maupun ekonomi. Kerugian sosial yang terjadi antara lain
karena menimbulkan kepanikan dalam keluarga, kematian anggota keluarga, dan berkurangnya
usia harapan penduduk.
Antara tahun 2008 hingga 2010 jumlah rata-rata kasus dilaporkan sebanyak 150.822 kasus
dengan rata-rata 1.321 kematian. Situasi kasus DBD tahun 2011 sampai dengan Juni 2011
dilaporkan sebanyak 16.612 orang dengan kematian sebanyak 142 orang. Dari jumlah kasus
tersebut, proporsi penderita DBD pada perempuan sebesar 50,33% dan laki-laki sebesar 49,67% .
Disisi lain angka kematian akibat DBD pada perempuan lebih tinggi dibanding laki-laki.3,5
Di Indonesia, karena suhu udara dan kelembaban tidak sama di setiap tempat, maka pola
terjadinya penyakit agak berbeda untuk setiap tempat. Di Jawa pada umumnya infeksi virus
dengue terjadi mulai awal Januari, meningkat terus sehingga kasus terbanyak terdapat pada
sekitar bulan April hingga Mei setiap tahun1,2,5

E. Prognosis
Prognosis DHF ditentukan oleh derajat penyakit, cepat tidaknya penanganan
diberikan, umur, dan keadaan nutrisi. Prognosis DBD derajat I dan II umumnya
baik. DBD derajat III dan IV bila dapat dideteksi secara cepat maka pasien dapat
ditolong. Angka kematian pada syok yang tidak terkontrol sekitar 40-50 % tetapi
dengan terapi penggantian cairan yang baik bisa menjadi 1-2 %. Penelitian pada

4
orang dewasa di Surabaya, Semarang, dan Jakarta memperlihatkan bahwa
prognosis dan perjalanan penyakit DHF pada orang dewasa umumnya lebih
ringan daripada anak-anak. Pada kasus- kasus DHF yang disertai komplikasi
sepeti DIC dan ensefalopati prognosisnya buruk3
F. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik untuk demam berdarah dengue (DBD) yaitu:
- Demam tinggi, timbul mendadak, kontinua, kadang bifasik.
- Berlangsung antara 2-7 hari.
- Muka kemerahan (facial flushing) , anoreksi, mialgia dan artralgia.
- Nyeri epigastrik, muntah, nyeri abdomen difus.
- Kadang disertai sakit tenggorok.
- Faring dan konjungtiva yang kemerahan.
- Dapat disertai kejang demam.31
Tersangka infeksi dengue apabila terdapat demam <7 hari, ruam, manifestasi
perdarahan (rumple leed (+), nyeri kepala dan retroorbital, mialgia, arthralgia,
leukopeni (<4000µl), kasus DBD lingkungan (+). Adapun tanda bahaya (warning
signs) yaitu pada fase afebris klinis tidak ada perbaikan atau memburuk, tidak
mau minum, muntah terus-menerus, nyeri perut hebat, letargi dan/gelisah,
perubahan perilaku, perdarahan (mimisan, muntah & BAB hitam, menstruasi
berlebih, urin berwana hitam/hemoglobinuria atau hematuria, pening, pucat
(tangan-kaki teraba dingin), diuresis berkurang dalam 4-6 jam. Warning signs
tersebut digunakan untuk menilai syok pada penderita penyakit demam berdarah
dengue (DBD). Tanda atau gejala DBD yang muncul seperti bintik-bintik merah
pada kulit. Selain itu suhu badan lebih dari 38oC, badan terasa lemah dan lesu,
gelisah, ujung tangan dan kaki dingin berkeringat, nyeri ulu hati, dan muntah.
Dapat pula disertaiperdarahan seperti mimisan dan buang air besar bercampur
darah serta turunnya jumlah trombosit hingga 100.000/mm.3,32 Menurut WHO
(2012) demam dengue memiliki tiga fase diantaranya fase demam, fase kritis
dan fase penyembuhan. Pada fase demam, penderita akan mengalami demam
tinggi secara mendadak selama 2-7 hari yang sering dijumpai dengan wajah
kemerahan, eritema kulit, myalgia, arthralgia, nyeri retroorbital, rasa sakit di

5
seluruh tubuh, fotofobia dan sakit kepala serta gejala umum seperti anoreksia,
mual dan muntah. Tanda bahaya (warning sign) penyakit dengue meliputi nyeri
perut, muntah berkepanjangan, letargi, pembesaran hepar >2 cm, perdarahan
mukosa, trombositopeni dan penumpukan cairan di rongga tubuh karena terjadi
peningkatan permeabilitas pembuluh darah kapiler.31,33 pada waktu transisi
yaitu dari fase demam menjadi tidak demam, pasien yang tidak diikuti dengan
peningkatan pemeabilitas kapiler tidak akan berlanjut menjadi fase kritis. Ketika
terjadi penurunan demam tinggi, pasien dengan peningkatan permeabilitas
mungkin menunjukan tanda bahaya yaitu yang terbanyak adalah kebocoran
plasma. Pada fase kritis terjadi penurunan suhu menjadi 37.5-38°C atau kurang
pada hari ke 3-8 dari penyakit. Progresivitas leukopenia yang diikuti oleh
penurunan jumlah platelet mendahului kebocoran plasma. Peningkatan
hematokrit merupakan tanda awal terjadinya perubahan pada tekanan darah dan
denyut nadi. Terapi cairan digunakan untuk mengatasi plasma leakage. Efusi
pleura dan asites secara klinis dapat dideteksi setelah terapi cairan intravena.
Fase terakhir adalah fase penyembuhan. Setelah pasien bertahan selama 24-48
jam fase kritis, reabsorbsi kompartemen ekstravaskuler bertahap terjadi selama
48-72 jam. Fase ini ditandai dengan keadaan umum membaik, nafsu makan
kembali normal, gejala gastrointestinal membaik dan status hemodinamik stabil
G. PENCEGAHAN
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya,
yaitu nyamuk /Aedes aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan
dengan menggunakan beberapa metode yang tepat, yaitu :
1. Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat,
modifikasi tempat perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan
manusia, dan perbaikan desain rumah. Sebagai contoh:
 Menguras bak mandi/penampungan air sekurang-kurangnya sekali
seminggu.

6
 Mengganti/menguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu
sekali.
 Menutup dengan rapat tempat penampungan air.
 Mengubur kaleng-kaleng bekas, aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah
 dan lain sebagainya.
2. Biologis. Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan
pemakan jentik (ikan adu/ikan cupang), dan bakteri (Bt.H-14).
3. Kimiawi
Cara pengendalian ini antara lain dengan:
 Pengasapan/fogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion),
berguna untuk mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu
tertentu.
 Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan
air seperti, gentong air, vas bunga, kolam, dan lain-lain.
Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan
mengkombinasikan cara-cara di atas, yang disebut dengan 3M Plus, yaitu
menutup, menguras, menimbun. Selain itu juga melakukan beberapa plus
seperti memelihara ikan pemakan jentik, menabur larvasida,
menggunakan kelambu pada waktu tidur, memasang kasa, menyemprot
dengan insektisida, menggunakan repellent, memasang obat nyamuk,
memeriksa jentik berkala,dll sesuai dengan kondisi setempat.

BAB III
PENUTUP

7
A. KESIMPULAN
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) {bahasa medisnya disebut
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)} adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes
albopictus, yang mana menyebabkan gangguan pada pembuluh darah kapiler
dan pada sistem pembekuan darah, sehingga mengakibatkan perdarahan-
perdarahan.

B. SARAN
1. Perlunya digalakkan Gerakan 3 M plus tidak hanya bila terjadi wabah tetapi
harus dijadikan gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat.
2. Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu dilakukan
secara berdaya guna dan berhasil guna.
3. Segenap pihak yang terkait dapat bekerja sama untuk mencegah DBD.

DAFTAR PUSTAKA

8
Fachrizal, Achmad, dkk. Pemberdayaan Siswa Pemantau Jentik (Wamantik)
Sebagai Upaya Pencegahan Kejadian Luar Biasa (Klb) Demam Berdarah
Dengue. Jurnal PKMM-3-7-1.
Marini, Dina. 2009. Gambaran Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Mengenai
DBD pada Keluarga di Kelurahan Padang Bulan Tahun 2009. Skripsi,
Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara.
Sitorus, Rotua Sumihar. 2009. Perilaku Masyarakat dalam Pencegahan
Penyakit Demam Berdarah Dengue di Puskesmas Medan Johor Kota
Medan Tahun 2009. Tesis, Sekolah Pascasarjana, Universitas Sumatera
Utara.
Sukowinarsih, Tur Endah dan Widya Harry Cahyati. 2010. Hubungan Sanitasi
Rumah Dengan Angka Bebas Jentik Aedes Aegypti Di Wilayah Kerja
Puskesmas Sekaran Kota Semarang. Jurnal KEMAS - Volume 6 / No. 1 /
Juli - Desember 2010.
Suyasa, I N Gede, dkk. 2008. Hubungan Faktor Lingkungan dan Perilaku
Masyarakat dengan Keberadaan Vektor Demam Berdarah Dengue (DBD)
di Wilayah Kerja Puskesmas I Denpasar Selatan. Jurnal ECOTROPHIC 3
(1) : 1 – 6

Anda mungkin juga menyukai