Anda di halaman 1dari 8

Kelompok 6

UNDANG-UNDANG dan Regulasi Farmasi


PRODUKSI OBAT DAN PRODUKSI KOSMETIK

 PRODUKSI OBAT

ASPEK Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI no


HK.03.1.33.12.12.8195 tahun 2012
JUDUL Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik
LATAR BELAKANG untuk menjamin obat dibuat secara konsisten, memenuhi
persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan
penggunaannya.
DASAR HUKUM 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor
10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3671);
2. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
143, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5062);
3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5063);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang
Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1998 Nomor
138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3781);
5. Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang
Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan
Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non
Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2005;
6. Keputusan Presiden Nomor 110 Tahun 2001 tentang Unit
Organisasi dan Tugas Eselon I Lembaga Pemerintah Non
Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 52 Tahun 2005;
7. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
43/Menkes/SK/II/1998 tentang Pedoman Cara Pembuatan
Obat yang Baik;
8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1010/Menkes/Per/XI/2008 tentang Registrasi Obat
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 1120/Menkes/Per/XII/2008;
9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
Kelompok 6

1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi;


10. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Nomor 02001/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan
sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.00.05.21.4231
Tahun 2004;
11. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Nomor 05018/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Unit Pelaksanaan Teknis di Lingkungan Badan
Pengawas Obat dan Makanan sebagaimana telah beberapa
kali diubah terakhir dengan Peraturan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.00.05.21.3546
Tahun 2009;
12. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Nomor HK.03.1.23.10.11.08481 Tahun 2011 tentang Kriteria
dan Tata Laksana Registrasi Obat;
13. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Nomor HK.04.1.33.12.11.09937 Tahun 2011 tentang Tata
Cara Sertifikasi Cara Pembuatan Obat yang Baik;
KETENTUAN UMUM Definisi: CPOB, industri farmasi, obat, bahan obat, sertifikat cpob,
Sertifikat CPBBAOB, kepala BPOM,
TUJUAN perlu menetapkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan tentang Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat yang
Baik;
MATERI/ MUATAN ASPEK 1. manajemen mutu
YANG DIATUR 2. personalia
3. bangunan dan fasilitas
4. peralatan
5. sanitasi dan hygiene
6. produksi
7. pengawasan mutu
8. INSPEKSI DIRI, AUDIT MUTU DAN AUDIT & PERSETUJUAN
PEMASOK
9. PENANGANAN KELUHAN TERHADAP PRODUK DAN
PENARIKAN KEMBALI PRODUK
10. Dokumentasi
11. PEMBUATAN DAN ANALISIS BERDASARKAN KONTRAK
12. KUALIFIKASI DAN VALIDASI

MATERI FARMASI Cara pembuatan obat yang baik


SANKSI Pelanggaran terhadap ketentuan Pedoman CPOB dapat dikenai
sanksi administratif sebagai berikut:
1. Peringatan;
2. Peringatan keras;
3. Penghentian sementara kegiatan;
4. Pembekuan Sertifikat CPOB/CPBBAOB;
5. Pencabutan Sertifikat CPOB/CPBBAOB; dan
6. Rekomendasi pencabutan izin industri farmasi.
ATURAN PERALIHAN bahwa Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik sebagaimana
telah ditetapkan dengan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat
Kelompok 6

dan Makanan Nomor HK.00.05.3.0027 Tahun 2006 tentang


Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik Tahun 2006
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.03.01.23.09.10.9030
Tahun 2010 sudah tidak sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi di bidang pembuatan obat dan bahan
obat

PRODUKSI OBAT
1. Produksi Hendaklah dilakukan dan diawasi oleh personil yang kompeten.
2. Penanganan bahan dan produk jadi, seperti penerimaan dan karantina, pengambilan
sampel, penyimpanan, penandaan, penimbangan, pengolahan, pengemasan dan distribusi
hendaklah dilakukan sesuai dengan prosedur atau instruksi tertulis dan bila perlu dicatat.
3. Seluruh bahan yang diterima hendaklah diperiksa untuk memastikan kesesuaiannya dengan
pesanan. Wadah hendaklah dibersihkan dimana perlu dan diberi penandaan dengan data
yang diperlukan.
4. Kerusakan wadah dan masalah lain yang dapat berdampak merugikan terhadap mutu bahan
hendaklah diselidiki, dicatat dan dilaporkan kepada Bagian Pengawasan Mutu.
5. Bahan yang diterima dan produk jadi hendaklah dikarantina secara fisik atau administratif
segera setelah diterima atau diolah, sampai dinyatakan lulus untuk pemakaian atau
distribusi.
6. Produk antara dan produk ruahan yang diterima hendaklah ditangani seperti penerimaan
bahan awal.
7. Semua bahan dan produk jadi hendaklah disimpan pada kondisi seperti yang ditetapkan
pabrik pembuat dan disimpan secara teratur untuk memudahkan segregasi antar bets dan
rotasi stok.
8. Pemeriksaan hasil nyata dan rekonsiliasi jumlah hendaklah dilakukan sedemikian untuk
memastikan tidak ada penyimpangan dari batas yang telah ditetapkan.
9. Pengolahan produk yang berbeda tidak boleh dilakukan secara bersamaan atau bergantian
dalam ruang kerja yang sama kecuali tidak ada risiko terjadi kecampurbauran ataupun
kontaminasi silang.
10. Produk dan bahan hendaklah dilindungi terhadap pencemaran mikroba atau pencemaran
lain pada tiap tahap pengolahan.
11. Bila bekerja dengan bahan atau produk kering, hendaklah dilakukan tindakan khusus untuk
mencegah debu timbul serta penyebarannya. Hal ini terutama dilakukan pada penanganan
bahan yang sangat aktif atau menyebabkan sensitisasi.
12. Selama pengolahan, semua bahan, wadah produk ruahan, peralatan atau mesin produksi
dan bila perlu ruang kerja yang dipakai hendaklah diberi label atau penandaan dari produk
atau bahan yang sedang diolah, kekuatan (bila ada) dan nomor bets. Bila perlu, penandaan
ini hendaklah juga menyebutkan tahapan proses produksi.
13. Label pada wadah, alat atau ruangan hendaklah jelas, tidak berarti ganda dan dengan format
yang telah ditetapkan. Label yang berwarna sering kali sangat membantu untuk
menunjukkan status (misal: karantina, diluluskan, ditolak, bersih dan lain-lain).
14. Pemeriksaan perlu dilakukan untuk memastikan pipa penyalur dan alat lain untuk transfer
produk dari satu ke tempat lain telah terhubung dengan benar.
Kelompok 6

15. Penyimpangan terhadap instruksi atau prosedur sedapat mungkin dihindarkan. Bila terjadi
penyimpangan maka hendaklah ada persetujuan tertulis dari kepala bagian Pemastian Mutu
dan bila perlu melibatkan bagian Pengawasan Mutu.
16. Akses ke fasilitas produksi hendaklah dibatasi hanya untuk personil yang berwenang.
17. Pada umumnya pembuatan produk nonobat hendaklah dihindarkan dibuat di area dan
dengan peralatan untuk produk obat.
Kelompok 6

 PRODUKSI KOSMETIK

ASPEK KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN


REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK.00.05.4.3870
JUDUL PEDOMAN CARA PEMBUATAN KOSMETIK YANG BAIK KEPALA
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
LATAR BELAKANG A. bahwa kosmetik merupakan suatu produk yang pada saat
ini sudah sangat dibutuhkan oleh masyarakat;
B. bahwa untuk melindungi masyarakat terhadap hal-hal yang
dapat merugikan kesehatan, maka perlu dicegah
beredarnya kosmetik yang tidak memenuhi persyaratan
mutu, keamanan dan kemanfaatan;
C. bahwa agar produksi kosmetika dalam negeri dapat tetap
memiliki daya saing di tingkat internasional khususnya
AFTA, maka perlu adanya peningkatan mutu, keamanan dan
kemanfaatan kosmetik produksi dalam negeri;
D. bahwa langkah utama untuk menjamin mutu, keamanan
dan kemanfaatan kosmetik bagi pemakainya adalah
penerapan
DASAR HUKUM 1. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3495);
2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 42,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3821);
3. Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang
Kedudukan, Tugas, Kewenangan dan Susunan Organisasi,
Lembaga Pemerintah Non Departemen, sebagaimana telah
diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 46 Tahun 2002;
4. Keputusan Presiden Nomor 110 Tahun 2001 tentang Unit
Organisasi dan Tugas Eselon I Lembaga Pemerintah Non
Departemen, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan
Presiden Nomor 48 Tahun 2002;
5. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Nomor 02001/SK/KBPOM tentang Organisasi dan Tata Kerja
Badan Pengawas Obat dan Makanan;
6. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Nomor HK.00.05.4.1745 tentang Kosmetik.
KETENTUAN UMUM Definisi: audit internal, bahan awal, bahan baku, bahan pengemas,
bahan pengawet, bets, dokumentasi, kalibrasi, karantina, nomor
bets, pelulusan, pembuatan, pengawasan dalam proses,
pengawasan mutu, pengemasan, pengolahan, penolakan, produk,
produksi, produk antara, produk jadi, produk kembalian, produk
ruahan, sanitasi,spesifikasi bahan, tanggal pembuatan.
TUJUAN 1. Melindungi masyarakat terhadap hal-hal yang merugikan
dari penggunaan kosmetik yang tidak memenuhi
persyaratan standar mutu dan keamanan.
2. Meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk kosmetik
Indonesia dalam era pasar bebas.
Kelompok 6

MATERI/ MUATAN ASPEK 1. Personalia


YANG DIATUR 2. Bangunan dan fasilitas
3. Peralatan
4. Sanitasi dan hygine
5. Produksi
6. Pengawasan mutu
7. Dokumentasi
8. Audit internal
9. Penyimpanan
10. Kontrak produksi dan pengujian
11. Penanganan keluhan dan penarikan produk
12.
MATERI FARMASI Cara pembuatan kosmetika
SANKSI -
ATURAN PERALIHAN -

PRODUKSI KOSMETIKA
1. Bahan Awal
1.1. A i r
1.1.1. Air harus mendapat perhatian khusus karena merupakan bahan penting. Peralatan
untuk memproduksi air dan sistem pemasokannya harus dapat memasok air yang
berkualitas. Sistem pemasokan air hendaknya disanitasi sesuai Prosedur Tetap.
1.1.2. Air yang digunakan untuk produksi sekurangkurangnya berkualitas air minum. Mutu
air yang meliputi parameter kimiawi dan mikrobiologi harus dipantau secara berkala, sesuai
prosedur tertulis dan setiap ada kelainan harus segera ditindak lanjuti dengan tindakan
koreksi.
1.1.3. Pemilihan metoda pengolahan air seperti deionisasi, destilasi atau filtrasi tergantung
dari persyaratan produk. Sistem penyimpanan maupun pendistribusian harus dipelihara
dengan baik.
1.1.4. Perpipaan hendaklah dibangun sedemikian rupa sehingga terhindar dari stagnasi dan
resiko terjadinya pencemaran.

1.2. Verifikasi Material (Bahan)


1.2.1. Semua pasokan bahan awal (bahan baku dan bahan pengemas) hendaklah diperiksa
dan diverifikasi mengenai pemenuhannya terhadap spesifikasi yang telah ditetapkan dan
dapat ditelusuri sampai dengan produk jadinya.
1.2.2. Contoh bahan awal hendaklah diperiksa secara fisik mengenai pemenuhannya
terhadap spesifikasi yang ditetapkan, dan harus dinyatakan lulus sebelum digunakan.
1.2.3. Bahan awal harus diberi label yang jelas.
1.2.4. Semua bahan harus bersih dan diperiksa kemasannya terhadap kemungkinan
terjadinya kebocoran, lubang atau terpapar.
Kelompok 6

1.3. Pencatatan Bahan


13.1 Semua bahan hendaklah memiliki catatan yang lengkap mengenai nama bahan yang
tertera pada label dan pada bukti penerimaan, tanggal penerimaan, nama pemasok, nomor
batch dan jumlah.
13.2 Setiap penerimaan dan penyerahan bahan awal hendaklah dicatat dan diperiksa
secara teliti kebenaran identitasnya.

1.4. Material Ditolak (Reject)


1.4.1. Pasokan bahan yang tidak memenuhi spesifikasi hendaknya ditandai, dipisah dan
untuk segera diproses lebih lanjut sesuai Prosedur Tetap.

1.5. Sistem Pemberian Nomor Bets


1.5.1. Setiap produk antara, produk ruahan dan produk akhir hendaklah diberi nomor
identitas produksi (nomor bets) yang dapat memungkinkan penelusuran kembali riwayat
produk.
1.5.2. Sistem pemberian nomor bets hendaknya spesifik dan tidak berulang untuk produk
yang sama untuk menghindari kebingungan / kekacauan.
1.5.3. Bila memungkinkan, nomor bets hendaknya dicetak pada etiket wadah dan bungkus
luar.
1.5.4. Catatan pemberian nomor bets hendaknya dipelihara.

1.6. Penimbangan dan Pengukuran


1.6.1. Penimbangan hendaknya dilakukan di tempat tertentu menggunakan peralatan yang
telah dikalibrasi.
1.6.2. Semua pelaksanaan penimbangan dan pengukuran harus dicatat dan dilakukan
pemeriksaan ulang oleh petugas yang berbeda.

1.7. Prosedur dan Pengolahan


17.1. Semua bahan awal harus lulus uji sesuai spesifikasi yang ditetapkan.
17.2. Semua prosedur pembuatan harus dilaksanakan sesuai prosedur tetap tertulis.
17.3. Semua pengawasan selama proses yang diwajibkan harus dilaksanakan dan dicatat.
17.4. Produk ruahan harus diberi penandaan sampai dinyatakan lulus oleh Bagian
Pengawasan Mutu.
17.5. Perhatian khusus hendaknya diberikan kepada kemungkinan terjadinya kontaminasi
silang pada semua tahap proses produksi.
17.6. Hendaknya dilakukan pengawasan yang seksama terhadap kegiatan pengolahan yang
memerlukan kondisi tertentu, misalnya pengaturan suhu, tekanan, waktu dan kelembaban.
17.7. Hasil akhir proses produksi harus dicatat.

1.8. Produk Kering


1.8.1. Penanganan bahan dan produk kering memerlukan perhatian khusus dan bila perlu
dilengkapi dengan sistem pengendali debu, atau sistem hampa udara sentral atau cara lain
yang sesuai.
Kelompok 6

1.9. Produk Basah


1.9.1. Cairan, krim, dan lotion harus diproduksi demikian rupa untuk mencegah dari
kontaminasi mikroba dan kontaminasi lainnya.
1.9.2. Penggunaan sistem produksi dan transfer secara tertutup sangat dianjurkan.
1.9.3. Bila digunakan sistem perpipaan untuk transfer bahan dan produk ruahan harus dapat
dijamin bahwa sistem yang digunakan mudah di bersihkan.

1.10. Produk Aerosol


1.10.1. Pembuatan aerosol memerlukan pertimbangan khusus karena sifat alami dari
bentuk sediaan ini.
1.10.2. Pembuatan harus dilakukan dalam ruang khusus yang dapat menjamin terhindarnya
ledakan atau kebakaran.

1.11. Pelabelan dan Pengemasan


1.11.1. Lini pengemasan hendaklah diperiksa sebelum dioperasikan. Peralatan harus bersih
dan berfungsi baik. Semua bahan dan produk jadi dari kegiatan pengemasan sebelumnya
harus dipindahkan.
1.11.2. Selama proses pelabelan dan pengemasan berlangsung, harus diambil contoh secara
acak dan diperiksa.
1.11.3. Setiap lini pelabelan dan pengemasan harus ditandai secara jelas untuk mencegah
campur baur.
1.11.4. Sisa label dan bahan pengemas harus dikembalikan ke gudang dan dicatat. Bahan
pengemas yang ditolak harus dicatat dan diproses lebih lanjut sesuai dengan Prosedur
Tetap.

1.12. Produk Jadi, Karantina dan Pengiriman ke Gudang Produk Jadi


1.12.1. Semua produk jadi harus dikarantina terlebih dahulu. Setelah dinyatakan lulus uji
oleh bagian Pengawasan Mutu dimasukkan ke gudang produk jadi. Selanjutnya produk
dapat didistribusikan.

Anda mungkin juga menyukai