Annas Maamun (lahir di Bagansiapiapi, Riau, 17 April 1940, umur 77 tahun) adalah
Gubernur Riau saat ini, yang menjabat sejak 19 Februari 2014 ia merupakan tokoh keturunan
Melayu.
Pada tanggal 25 September 2014, satuan tugas Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap
sembilan orang, dimana salah satunya adalah Annas Maamun yang masih menjabat sebagai
Gubernur Riau. Annas Maamun ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi di Cibubur,
Jakarta Timur. Annas Maamun ditangkap terkait dengan dugaan suap alih fungsi lahan. Komisi
Pemberantasan Korupsi juga menyita sejumlah mobil, termasuk mobil berpelat nomor Riau.
Annas Maamun merupakan Gubernur Riau ketiga yang secara berturut-turut ditangkap oleh
Komisi Pemberantasan Korupsi, dimana sebelumnya Saleh Djasit yang menjabat dari tahun 1998
hingga 2003 ditangkap karena kasus korupsi mobil pemadam kebakaran yang melibatkan Hari
Sabarno. Kemudian Rusli Zainal yang menjabat untuk periode 2003 hingga 2013 ditangkap
karena kasus korupsi PON XVIII, suap anggota DPRD Riau, dan penerbitan izin usaha
pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan tanaman (IUPHHK-HT) di Kabupaten Pelalawan,
Riau.
Perbuatan Terdakwa diancam pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf b Undang-
Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Setelah
membaca tuntutan hukum/requisitoir Penuntut Umum tertanggal 20 Mei 2015 yang menuntut
agar Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Bandung menjatuhkan putusan
sebagai berikut :
1. Menyatakan Terdakwa H. ANNAS MAAMUN telah terbukti secara sah dan meyakinkan
menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan
diancam pidana dalam Pasal 12 huruf b Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999
sebagaima diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, Pasal 11 Undang
Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaima diubah dengan Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2001 dan Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo pasal 55 ayat (1) ke-1
KUHPdalam Dakwaan PERTAMA, Dakwaan Kedua dan Dakwaan KETIGA Pertama.
2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa H. ANNAS MAAMUN berupa pidana penjara
selama 6(enam) tahun, dikurangi selama Terdakwa berada dalam tahanan dengan perintah
supaya Terdakwa tetap ditahan dan ditambah dengan pidana denda sebesar Rp.
250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta rupiah) subsidiair selama 5(lima) bulan
kurungan[[8]].
Hendry Campbell Black, korupsi diartikan sebagai “an act done with an intent to give some
advantage inconsistent with official duty and the rigths of others”, (terjemahan bebasnya: suatu
perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk memberikan suatu keuntungan yang tidak
sesuai dengan kewajiban resmi dan hak-hak dari pihak lain). Menurut black adalah perbuatan
seseorang pejabat yang secara melanggar hukum menggunakan jabatannya untuk mendapatkan
suatu keuntungan yang berlawanan dengan kewajibannya.
Menurut Barley, pekataan “korupsi” dikaitkan dengan perbuatan yang berhubungan dengan
penyalahgunaan wewenang atas kekuasaan sebagai akibat adanya pertimbangan dari mereka
yang memegang jabatan bagi keuntungan pribadi.
Menurut analisa penulis dari kasus korupsi H. Annas Maamun, bahwa kasus korupsi suatu
perbuatan yang berhubungan dengan penyalahgunaan jabatan demi kepentingan pribadi maupun
korporasi, bagi mereka yang memegang jabatan atau kekuasaan senatiasa menyalahgunakan
kekuasaaan mereka itu. Tindakan korupsi oleh H. Annas Maamun ini merupakan tindakan yang
berdampak bukan hanya pada lingkungan, tetapi memicu persoalan sosial (konflik), bencana
lingkungan menahun, pemiskinan dan lain-lain.
2. Jenis-jenis perbuatan korupsi berdasarkan kasus
Against the rule corruption, artinya korupsi yang dilakukan sepenuhnya bertentangan dengan
hukum, misalnya penyuapan, penyalahgunaan jabatan untuk memperkaya diri sendiri atau orang
lain atau korporasi. Dan korupsi ini termasuk jenis korupsi dibidang materiil dimana korupsi
yang menyangkut masalah penyuapan yang berhubungan dengan manipulasi dibidang ekonomi
dan menyangkut bidang kepentingan umum. Menurut analisa penulis tindakan korupsi oleh H.
Annas Maamun ini termasuk tindakan yang sepenuhnya melanggar hukum dan berhubungan
dengan materi atau keuangan.
Menurut analisa penulis pada kasus korupsi H. Annas Maamun, kasus ini merupakan tingkatan
teratas yang disebut dengan Material benefit (mendapatkan keuntungan material yang bukan
haknya melalui kekuasaaan), mengapa? Karna H. Annas Maamun melakukan penyimpangan
kekuasaan untuk mendapatkan keuntungan material baik bagi dirinyas sendiri maupun orang
lain. Kasus korupsi pada tingkat ini sangat membahayakan dikarenakan melibatkan kekuasaan
dan keuntungan material.
Sedangkan tipe korupsi yang menyangkut korupsi H. Annas Maamun ini adalah Mercenery
corruption yakni, jenis tindak pidana korupsi yang bermaksud untuk memperoleh keuntungan
pribadi melalui penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan.
Faktor organisasi
Menurut analisa penulis faktor organisasi termasuk kedalam faktor penyebab terjadinya tindak
pidana korupsi karena H. Annas Maamun termasuk politisi partai Golkar (golongan karya) yang
dimana ia juga merupakan gubernur RIAU ditambah lagi dengan kewewenang yang begitu besar
tanpa adanya pertanggungjawaban sehingga para pelaku korupsi ini senantiasa melakukan
korupsi dengan mengandalkan partai ataupun jabatannya diorganisasi.
Faktor ekonomi
Faktor ekonomi merupakan faktor terpenting dalam tindak pidana korupsi ini, penulis
menganalisa bahwa tindak pidana korupsi ini sangat jelas kaitannya dengan faktor ekonomi
dimana pelaku merasa bahwa keiinganannya yang begitu besar dan juga gaji yang tidak
mencukupi kebutuhan mendorong terjadinya korupsi ini. Selain rendahnya gaji dan keinginan,
banyak aspek yang ekonomi lainnya yang menjadi penyebab terjadinya korupsi, diantaranya
adalah kekuasaan pemerintahan yang dibarengi dengan faktor kesempatan untuk memenuhi
kekayaan pelaku.
Faktor hukum
Lemahnya penegakkan hukum merupakan faktor terjadinya korupsi. Sanksi yang tidak tepat
dengan perbuatan yang dilarang sehingga terasa begitu ringan atau tidak fungsional membuat
para pelaku menganggap bahwa hukum itu tidak ada apa-apanya.
Pada dasarnya korupsi terjadi karena adanya faktor intenal (NIAT) dan faktor eksternal
(KESEMPATAN). Niat lebih terkait dengan faktor individu yang meliputi perilaku dan nilai-
nilai yang dianut, sedangkan kesempatan terkait dengan sistem yang berlaku. Upaya pencegahan
korupsi dapat dimulai dengan menanamkan nilai-nilai anti korupsi pada semua individu.
Setidaknya ada 9 nilai anti korupsi yang penting untuk ditanamkan pada semua individu, yaitu:
kejujuran, kepedulian, kemandirian, kedisiplinan, tanggung jawab, kerja keras, sederhana,
kebernian, dan keadilan[[10]].
Seperti yang sudah dijelaskan diatas bahawa kasus korupsi yang melibatkan Gubernur Riau H.
Annas Maamun ini sangat berdampak pada birokrasi pemerintahannya, terlebih lagi bapak H.
Annas Maamun ini merupakan gubernur terpilih, setelah dilakukan penangkapan posisi gubernur
untuk sementara waktu kosong dan pada 25 mei 2016 plt gubernur yaitu Arsyadjuliandi
Rachman dilantik secara resmi menjadi gubernur setelah 20 bulan menjabat menjadi plt. Kasus
korupsi ini juga berdampak pada lingkungan fisik yakni penyimpangan terhadap anggaran
pembangunan dan pelaksanaan infrastruktur dapat memperlambat laju pertumbuhan ekonomi
dan berdampak pada kemiskinan rakyat.
Kasus korupsi dalam perspektif budaya sudah menjadi sesautu yang dianggap biasa karena telah
dilakukan baik secara sadar maupun tidak sadar.
Agama menentang korupsi karna agama mengajarkan penganutnya untuk hidup jujur, lurus, dan
benar. Iman yang lemah juga menjadi pendorong terjadinya korupsi.
Dalam hukum tindak pidana korupsi dipandang sebagai kejahatan luar biasa, dan ada beberapa
undang-undang dan peraturan pemerintah yang erat kaitannya untuk mencegah dan memberantas
korupsi, yaitu: