SKRIPSI
disusun oleh
Theresa Tonanga
114110044/TL
Kepada
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
Maret , 2016
i
ii
KATA PENGANTAR
Segala ucapan puji dan syukur kepada Tuhan Yesus atas segala berkat dan
rahmat-Nya dapat diselesaikan penelitian yang berjudul “KAJIAN
KARAKTERISTIK DAN POTENSI MATAAIR DI SUBDAS PESING, DESA
WONOLELO, KECAMATAN PLERET, KABUPATEN BANTUL, DAERAH
ISTIMEWA YOGYAKARTA”.
Skripsi ini disusun sebagai persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana
Strata -1 pada Fakultas Teknologi Mineral Universitas Pembangunan Nasional
“Veteran” Yogyakarta. Penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik
tentunya dengan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, maka penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Herwin Lukito, ST, M.Si dan Ir. Puji Pratiknyo, M.T selaku
dosen pembimbing I dan pembimbing II, untuk bimbingan, waktu, dan
tenaga dalam menyelesaikan penelitian untuk skripsi.
2. Bapak Dr. Ir. Andi Sungkowo, M.Si . dan Ekha Yogafany, S.Si, M.Eng
sebagai Tim Penguji yang telah membantu penyusunan skripsi.
3. Kedua orangtua, ketiga kakakku (ka Meri, ka Herman, dan Ka Kris)
yang selalu memberikan doa, dana, dan dukungan selama pengerjaan
skripsi ini.
4. ReckyF.L.Tobing atas dukungan, bantuan, semangat, hiburan, sarana,
dan prasarananya selama penulisan skripsi ini.
5. Beta Puspitaningrum partner Wonolelo, terimakasih atas kerjasamanya
sampai di akhir penulisan skripsi ini.
6. Kepada Unta, Lumut, Capung, Cacing, Bekantan, Beruk, Obor,
Anggrek, dan saudara-saudara ku di Environmental Adventure.
7. Kepada Steci Basompe, Martin, Rendy, Anry Tobing, Ria Arcanca,
printer bro, pak dukuh Eko, Siti Nurhasanah, Rika Susanti, Suya, Ira
Mughni, Sukses Sujarwati, Ardi, Gen gen, dan saudara-saudaraku TL
angkatan 2011 banyak terimakasih diucapkan penulis atas bantuan dan
dukungannya, hiburan, galau, canda tawa, lapar, dan semangat dari
kalian.
iii
8. Teman-teman Teknik Lingkungan serta semua pihak yang telah
memberikan bantuan, doa, tenanga, waktu, dan semangat dalam proses
penyelesaian skripsi.
Oleh karena itu penulis terbuka menerima kritik, saran, dan masukan yang bersifat
iv
v
DAFTAR ISI
iv
2.1.2 Komponen Lingkungan ........................................................................ 38
2.2 Kerangka Alur Penelitian ................................................................................. 38
v
5.2 Evaluasi Potensi Mataair.................................................................................. 112
5.2.1 Debit (Kuantitas Mataair) .................................................................... 112
5.2.2 Kualitas Air dari Mataair ..................................................................... 113
5.2.3 Kebutuhan Air Bersih .......................................................................... 124
5.2.4 Proyeksi Jumlah Penduduk .................................................................. 126
5.2.5 Potensi Mataair Untuk Kebutuhan Air Penduduk ................................ 128
5.3 Evaluasi Karakteristik Akuifer Daerah Penelitian ........................................... 131
5.4 Evaluasi Ketersediaan Air Tanah..................................................................... 134
5.4 Kondisi Daerah Imbuhan ................................................................................. 141
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
Gambar 4.13 (a) Kontak batuan Batupasir-tufan dengan Breksi-andesit
(b) Struktur speroidal weathering pada Breksi-andesit .................... 88
Gambar 4.14 Sisipan batupasir-tufan pada formasi Nglanggran yang
mengulit bawang pada daerah kontak batuan ................................... 89
Gambar 4.15 Endapan aluvium pada dataran fluvial ............................................. 89
Gambar 4.16 (a) Sungai musiman dan (b) Sumur Bor di Daerah Penelitian ......... 93
Gambar 4.17 Mataair Keluar Melalui Rekahan Batuan pada Batupasir-tufan
pada Mataair Surupetek ................................................................... 94
Gambar 4.18 Mataair Purworejo pada Batupasir-tufan (a)mataair pertama
(b)mataair kedua .............................................................................. 94
Gambar 4.19 Gerakan masa batuan di pinggir jalan dan tanda kawasan rawan
Longsor ............................................................................................. 99
Gambar 4.20 Vegetasi di Daerah Penelitian .......................................................... 100
Gambar 4.21 Hewan Ternak Milik Warga............................................................. 100
Gambar 4.22 SD Wonolelo dan Masjid di dusun Bojong ..................................... 103
Gambar 4.23 Industri kecil pembuatan perabot rumah tangga dan Industri
Pembuatan Krupuk Kulit .................................................................. 104
Gambar 4.24 Puskesmas Wonolelo ....................................................................... 105
Gambar 4.25 Pertambangan Batupasir Tuff dan Sawah Tadah Hujan ................. 106
Gambar 5.1 Sumber mataair Purworejo dengan material pasir yang mudah
terbawa dalam pipa penyalur ............................................................. 115
Gambar 5.2 Lumut pada mulut pipa penyalur mataair di bak penampung
mataair Purworejo.............................................................................. 122
Gambar 5.3. Grafik Volume CH, EP, RO, dan Ketersediaan Air Tanah ............... 137
Gambar 6.1 Kondisi Mataair Purworejo ................................................................ 147
Gambar 6.2 Kondisi Mataair Surupetek ................................................................ 147
Gambar 6.3 Bak penampung air dari mataair Surupetek dan sketsa pengelolaan . 152
Gambar 6.4 Bak Penampung Air Tampak Atas ..................................................... 154
Gambar 6.5 Bak Penampung Air Tampak Depan.................................................. 154
Gambar 6.6 Bak Penampung Air Tampak Samping .............................................. 155
Gambar 6.7 Bak Penampung Air Dari Mataair Purworejo .................................... 156
Gambar 6.8 Sketsa Pengelolaan Bak Penampung Air Pertama dari Mataair
Purworejo Tampak Atas ..................................................................... 157
viii
Gambar 6.9 Sketsa Pengelolaan Bak Penampung Air Pertama dari Mataair
Purworejo Tampak Depan .................................................................. 157
Gambar 6.10 Sketsa Pengelolaan Bak Penampung Air Pertama dari Mataair
Purworejo Tampak Samping .............................................................. 158
Gambar 6.11 Sketsa Pengelolaan Bak Penampung Air Kedua dari Mataair
Purworejo Tampak Atas ..................................................................... 159
Gambar 6.12 Sketsa Pengelolaan Bak Penampung Air Kedua dari Mataair
Purworejo Tampak Depan .................................................................. 159
Gambar 6.13 Sketsa Pengelolaan Bak Penampung Air Kedua dari Mataair
Purworejo Tampak Samping .............................................................. 160
Gambar 6.14 Rumput Vetiver (Vetiveria zizanoides) ............................................ 166
Gambar 6.15 Rumput bermuda (Cynodon dactylon) ............................................. 166
Gambar 6.16 Rumput Phaspalum notatum ............................................................ 167
Gambar 6.17 Penggunaan Lahan di sekitar Puncak ............................................... 168
Gambar 6.18 Penggunaan Lahan di Daerah Imbuhan dengan Topografi Sangat
Curam sampai Tegak .......................................................................... 168
Gambar 6.19 Persawahan pada bagian timur-tenggara daerah penelitian ............. 169
Gambar 6.20 Sketsa guludan dan saluran teras...................................................... 170
Gambar 6.21 Sketsa Pematang Bulan Sabit ........................................................... 170
Gambar 6.22 Kebun Campuran di daerah penelitian ............................................. 171
ix
DAFTAR TABEL
x
Tabel 5.10 Evapotranspirasi Potensial Metode Thornthwaite Rerata ..................... 136
Tabel 5.11 Volume Run Off Rerata Bulanan Tahun 2005-2014 ............................ 136
Tabel 5.12 Ketersediaan Air Rerata Bulanan Tahun 2005-2014 ............................ 137
Tabel 5.13 Kategori Infiltrasi .................................................................................. 140
Tabel 5.14 Hasil Pengukuran Infiltrasi di Daerah Penelitian ................................. 140
Tabel 6.1 Evaluasi Sistem Pelayanan untuk Sumber Air Baku Mata Air .............. 149
Tabel 6.2 Ukuran Bak Penampung ......................................................................... 153
xi
DAFTAR PETA
xii
BAB I
PENDAHULUAN
Unsur penting bagi kehidupan manusia adalah air. Air digunakan untuk
kehidupan dan keperluan sehari-hari. Ketersediaan air di bumi tidak lepas dari
lainnya, ketersediaan air dari segi kualitas maupun kuantitas mutlak diperlukan.
Sudah banyak disebutkan oleh para pakar bahwa ada paradoks antara penduduk
Wonolelo Tahun 2011, meliputi dusun Bojong, dusun Purworejo, dusun Ploso,
dan dusun Cegokan. Dua (2) dari dusun tersebut telah menggunakan mataair
sejak tahun 2006 sebagai salah satu sumber air bersih, yaitu dusun Bojong dan
dusun Purworejo. Mataair yang digunakan ini muncul sejak gempa tektonik
tahun 2006 yang terjadi di Bantul, D.I. Yogyakarta. Sumber air lain yang
digunakan di daerah penelitian berasal dari sumur bor, sumur gali, PDAM, dan
mataair. Pada musim hujan, penduduk lebih banyak menggunakan sumur gali
untuk pemenuhan kebutuhan air, sedangkan pada saat musim kemarau, sumur
gali menjadi dalam, sehingga lebih menggunakan sumur bor. Namun, salah satu
1
sumur bor di desa Bojong mengalami kerusakan sehingga mengurangi sumber
air untuk warga desa Bojong dan sekitarnya karena biaya perawatan dan
merupakan salah satu sumber untuk memenuhi kebutuhan air manusia. Jumlah
dapat diketahui arahan pengelolaan yang baik dalam hal kuantitas dan kualitas
mataair, dan diharapkan dapat memenuhi kebutuhan air bukan hanya di dusun
Bojong dan dusun Purworejo, tetapi juga dusun Ploso dan dusun Cegokan yang
masuk dalam daerah rawan kekurangan air di Desa Wonolelo. Oleh karena itu,
dan potensi mataair untuk 10 tahun kedepan, serta karakteristik dari mataair.
2
semakin tahun adalah tetap. Oleh sebab itu, perumusan masalah dalam
penelitian?
Istimewa Yogyakarta.
pernah diteliti, akan tetapi terdapat perbedaan dalam halaman judul, lokasi,
dan metode yang digunakan, sehingga penelitian ini dapat dibedakan dengan
3
Tabel 1.1 Jenis-jenis penelitian sebelumnya yang dapat dikumpulkan sebagai pembanding
Peneliti & Tahun Jenis
No. Lokasi Judul Tujuan Metode Hasil
Penelitian Penelitian
Skripsi Arahan Konservasi -Mengetahui tingkat
-Tingkat kerentanan mataair masuk dalam kelas
Teknik Mata Air Lingseng kerentanan mataair -Survei
Ira Mughni Pratiwi kerentanan II (rendah)
Lingkungan Berdasarkan Tingkat -Menentukan arahan -Wawancara
1. (2013) Bantul, DIY. -Arahan konservasi mataair yaitu dengan
UPN Kerentanan Mata Air konservasi mataair -Skoring
sosialisasi volume pemakaian mataair dan
“Veteran” di Sub-Das Celeng, berdasarkan tingkat -Pembobotan
meningkatkan kapasitas infiltrasi
Yogyakarta Kab. Bantul, D.I.Y kerentanan
Upaya Konservasi
Skripsi Sumber Daya Air
Alfonsus Suhardi -Mengetahui ketersediaan
Teknik Sebagai Pelestarian
Abut air tanah
Lingkungan Cangkringan, Sumber Air Tanah di -Data ketersediaan air tanah
2. (2014) -Mengetahui rekayasa
UPN Sleman, D.I.Y Hulu Sub DAS Kali -Arahan rekayasa konservasi air
konservasi air tanah di
“Veteran” Opak, Kec.
hulu sub DAS Kali Opak
Yogyakarta Cangkringan, Kab.
Sleman, D.I.Y
-Menentukan tipe mataair -Mataair di Desa Bumirejo semuanya termasuk
yang terdapat di Desa dalam kategori gravity spring, dengan tipe
Bumirejo depression spring
Kajian Potensi
Desa -Menentukan kelas -Berdasarkan klasifikasi mataair oleh Meinzer
Mataair Berdasarkan
Bumirejo, mataair yang terdapat di (Todd dan Mays, 2005), kelas mataair di Desa
Debit Dan Laju
Skripsi Kec. Desa Bumirejo -Catchment area Bumirejo terbagi atas tiga kelas yaitu kelas I,
Harry Eko Imbuhan Air Tanah di
Fakultas Kaliangrik, berdasarkan Meinzer model IV, dan V.
3 Kurnianto Desa Bumirejo dan
Geografi Kab. dalam Todd dan Mays, -Cluster sampling -Jumlah imbuhan air tanah langsung dari hujan
(2010) Sekitarnya, Kec.
UGM Magelang, 2005 -Analisis data pada daerah tangkapan air bagi mata air di Desa
Kaliangrik, Kab.
Prov. Jawa -Mengestimasi besarnya Bumirejo selama periode penelitian yaitu
Magelang, Prov. Jawa
Tengah imbuhan air tanah 9310,33 juta m3/tahun.
Tengah
dangkal pada daerah
tangkapan hujan, mata air
di Desa Bumirejo
Kecamatan -Mengetahui karakteristik
Kontrol Struktur
Nguntoronadi dan pola agihan mataair -Karakteristik mataair di daerah penelitian
Geologi Terhadap -Observasi
Skripsi dan di daerah penelitian memiliki kondisi cukup baik, merupakan
Made Yudha Karakteristik dan Pola Langsung
Fakultas Ngadiroyo, -Mengetahui struktur mataair normal.
4. Lesmana Persebaran Mataair di - Surface Mapping
Geografi Kab. geologi di daerah-daerah -Struktur sesar dan antiklin merupakan struktur
(2011) Kec. Nguntoronadi -Analisis Deskriptif
UGM Wonogiri, penelitian yang geologi yang mengontrol pemunculan mataair
dan Ngadiroyo, Kab. Spasial
Provinsi Jawa mengontrol pemunculan di daerah penelitian
Wonogiri.
Tengah mataair?
4
Peneliti & Tahun Jenis
No. Lokasi Judul Tujuan Metode Hasil
Penelitian Penelitian
-Mengetahui karakteristik
mataair di Kecamatan -Distribusi mataair mengikuti aliran sungai
Prambanan permanen dan musiman serta mengelompok
-Mengetahui kualitas dekat sesar. Berdasarkan hasil tenaga gravitasi,
Karakteristik Dan
Skripsi Kecamatan mataair dalam memenuhi -Survei mataair di daerah penelitian terdiri atas mataair
Potensi Mata Air di
Bekti Nurayni Fakultas Prambanan, standar baku mutu air -Analisis cekungan, mataair kontak, dan mataair pada
4. Kecamatan
(2010) Geografi Kab. Sleman, untuk digunakan sebagai Laboratorium batuan kedap. Berdasarkan sifat pengalirannya,
Prambanan, Kab.
UGM DIY. sumber air minum di Kec. -Analisis Data mataair di daerah penelitian didominasi oleh
Sleman, DIY.
Prambanan mataair menahun.
-Mengetahui potensi -Mataair di daerah penelitian layak digunakan
mataair di Kecamatan sebagai sumber air minum
Prambanan
-Mengetahui tipe dan sifat -Seluruh mataair tergolong mataair perennial,
aliran mataair di Pulau mataair magnitude V dan VI, mataair ordinary
Siompu temperature spring, mataair fracture, mataair
-Mengetahui potensi tipe kalsium bikarbonat, dan mataair diffuse.
mataair sebagai sumber -Kelas kualitas air cukup baik untuk kebutuhan
Pulau Siompu, Karakteristik Dan
Tesis air bersih -Survei air minum dengan faktor pembatas alkalinitas
Kab. Buton, Potensi Mataair di
La Alimudin Saba Fakultas -Mengetahui -Analisis deskriptif dan TSS.
5. Provinsi Pulau Siompu, Kab.
(2010) Geografi keseimbangan suplai kuantitatif dan -Tingkat konsumsi air penduduk di Pulau
Sulawesi Buton, Prov. Sulawesi
UGM mataair terhadap kualitatif Siompu (45,7 lt/hr) lebih rendah daripada
Tengah Tengah
perkembangan kebutuhan tingkat konsumsi air di daerah pedesaan, dan
air di Pulau Siompu laju pertumbuhan penduduk cukup tinggi
-Mengetetahui pola (3,08%), sehingga mataair diperkirakan
pemenuhan kebutuhan air mendekati taraf kritis pada tahun 2015.
di Pulau Siompu
Pengaruh Formasi -Ditinjau dari nilai TDS, pH, dan kandungan
Batuan Terhadap logam, lima sumber mata air panas
Daerah Sapan, Karakteristik -Mengetahui apakah yang layak untuk dikonsumsi adalah sumber
Jurnal
Pinang Awan, Hidrokimia Lima mataair di daerah mata air panas pada titik ke-1, ke-3, dan ke-4.
Jurusan -Survei
Aperta Yuliandini, Kecamatan Sumber Mata Air penelitian layak -Pengaruh formasi batuan terhadap daerah
Fisika -Analisis
6. Ardian Putra Alam Pauah Panas Di Daerah dikonsumsi atau tidak. penelitian adalah daerah yang tersusun atas
FMIPA Laboratorium
(2014) Duo, Sapan, Pinang Awan, -Mengetahui formasi batuan
Universitas
Kabupaten Kecamatan Alam batuan terhadap mataair andesit memiliki pH yang mendekati netral,
Andalas
Solok Selatan Pauah Duo, di daerah penelitian sedangkan daerah yang tersusun atas batu
Kabupaten Solok gamping
Selatan memiliki pH yang mendekati basa.
5
Peneliti & Tahun Jenis
No. Lokasi Judul Tujuan Metode Hasil
Penelitian Penelitian
-Mataair Surupetek bertipe kontak dengan sifat
pengaliran menahun. Mataair Purworejo bertipe
patahan dengan sifat pengaliran menahun.
-Mengetahui karakteristik Kedua mataair memiliki kualitas air baik.
mataair di sebagian Distribusi atau pola persebaran mataair berada
Skripsi Kajian Karakteristik perbukitan Wonolelo di sepanjang jalur sesar .
Teknik Dan Potensi Mata Air -Mengetahui potensi -Survey -Potensi mataair Surupetek rendah, sementara
Bantul,
Theresa Tonanga Lingkungan di Desa Wonolelo, mataair untuk 10 tahun di -Uji Laboratorium potensi mataair Purworejo tergolong sedang.
7. D.I.Yogyakart
(2016) UPN Kecamatan Pleret, daerah penelitian -Purposive -Arahan pengelolaan untuk daerah imbuhan
a
“Veteran” Kabupaten Bantul, -Mengetahui kualitas Sampling adalah penanaman rumput dan semak,
Yogyakarta D.I.Yogyakarta mataair berdasarkan pembuatan rorak dan pematang bulan sabit di
standar bakumutu air area perkebunan, dan pembuatan guludan dan
untuk sumber air minum saluran teras diareal persawahan. Arahan
pengelolaan untuk mataair adalah perlindungan
sempdan mataair, perbaikan bak penampung
air, dan pendekatan sosial.
6
1.2 Maksud, Tujuan, dan Manfaat yang Diharapkan
Wonolelo.
potensi mataair.
1.3 Peraturan
7
Tabel 1.2. Peraturan Perundang-undangan
No. Peraturan Uraian singkat makna atau kaitan pasal dengan
penelitian
1. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1. Sumber daya air dikelola secara menyeluruh,
2004 tentang Sumber Daya Air terpadu, dan berwawasan lingkungan hidup
dengan tujuan mewujudkan kemanfaatan sumber
daya air yang berkelanjutan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat (Pasal 3).
2. Konservasi sumber daya air ditujukan untuk
menjaga kelangsungan keberadaan daya dukung,
daya tampung, dan fungsi sumber daya air (Pasal
20 ayat 1)
3. Perlindungan dan pelestarian sumber air
ditujukan untuk melindungi dan melestarikan
sumber air beserta lingkungan keberadaannya
terhadap kerusakan atau gangguan yang
disebabkan oleh daya alam, termasuk kekeringan
dan yang disebabkan oleh tindakan manusia
(Pasal 21 ayat 1)
2. Undang Undang Nomor 5 1. Konservasi sumber daya alam hayati dan
Tahun 1990 tentang Konservasi ekosistemnya dilakukan melalui tiga kegiatan
Sumberdaya Alam Hayati dan salah satunya adalah Perlindungan sistem
Ekosistemnya
penyangga kehidupan ini meliputi usaha-usaha
dan tindakan-tindakan yang berkaitan dengan
perlindungan mata air, tebing, tepian sungai,
danau, dan jurang, pemeliharaan fungsi hidrologi
hutan, perlindungan pantai, pengelolaan daerah
aliran sungai; perlindungan terhadap gejala
keunikan dan keindahan alam, dan lain-lain (pasal
5 huruf a)
3 Peraturan Menteri Kesehatan 1. Air minum adalah air yang melalui proses
No.492 Tahun 2010 Tentang pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang
Persyaratan Kualitas Air Minum memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung
diminum.
Peraturan Menteri Kesehatan 1. Air bersih adalah air yang digunakan untuk
No.416 Tahun 1990 Tentang keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi
Syarat-syarat dan Pengawasan syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah
Kualitas Air
dimasak.
Peraturan Daerah Istimewa 1. Pada kawasan sempadan mataair dengan :
Yogyakarta Nomor 2 Tahun 1) mengendalikan pemanfaatan mataair untuk
2010 Tentang Rencana Tata mempertahankan kuantitas dan kualitasnya;
Ruang Wilayah Provinsi Daerah 2) mencegah kegiatan budi daya di sekitar
Istimewa Yogyakarta Tahun kawasan sempadan mataair yang dapat
2009-2029 mengganggu kelestarian fungsinya;dan
3 )Mengamankan daerah sempadan mataair.
(Pasal 41 ayat d) 2. Penetapan kawasan
sempadan mataair yang terdapat di Kabupaten
Sleman, Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul,
Kulon Progo, dan Gunungkidul meliputi dataran
di sekitarnya dengan radius minimum 200 meter
(Pasal 42 ayat d).
8
1.4 Tinjauan Pustaka
Air berubah secara dinamis menurut ruang dan waktu, mengikuti siklus
atau daur yang dikenal dengan siklus atau daur hidrologi. Daur atau siklus
permukaan tanah lagi sebagai hujan atau bentuk presipitasi lain, dan akhirnya
siklus hidrologi adalah proses transportasi air secara kontinyu dari laut ke
laut.
berbagai macam proses hidrologi. Siklus hidrologi dapat dilihat pada gambar
1.1. Penguapan air laut menjadi uap air dikenal dengan proses evaporasi.
terpenuhi, maka terjadilah hujan yang dikenal dengan presipitasi. Hujan yang
jatuh di atas vegetasi dan obyek-obyek lain di muka tanah, tertahan oleh
vegetasi serta obyek-obyek tersebut, dan dikenal sebagai intersepsi. Air hujan
tanah dengan proses yang dikenal sebagai infiltrasi. Air hujan yang
mengalami proses infiltrasi selanjutnya dapat menjadi airtanah. Air tanah juga
Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air adalah air yang terdapat dalam lapisan
tanah atau batuan di bawah permukaan tanah. Air yang berada di bawah
10
a) Akifer (Aquifer) adalah batuan, atau lapisan batuan, atau regolith (hasil
pelapukan batuan) yang mempunyai sifat lulus air (permeable) dan mampu
b) Akitar (Aquitard) adalah batuan, atau lapisan batuan, atau regolith yang
mempunyai sifat sedikit lulus air (semi permeable) dan tidak mampu
melepaskan air dalam arah mendatar, akan tetapi dapat melepaskan air
dalam arah vertikal secara cukup berarti. Akuitar dapat dikatakan juga
c) Akifug (aquifug) adalah batuan atau lapisan batuan, atau regolith yang
mempunyai sifat atau harga kelulusan di bawah akutar, sangat sedikit bisa
mengandung air, dan hanya sedikit sekali bisa melepaskan air dalam arah
vertikal, sama sekali tidak bisa melepaskan air dalam arah mendatar.
d) Akiklud (Aquiclude) adalah batuan, atau lapisan batuan, atau regolith yang
bersifat kedap air, atau dapat sedikit mengandung air, dapat jenuh air,
tetapi sama sekali tidak mampu melepaskan air secara cukup berarti.
jenuh air, untuk dapat menghasilkan air secara berarti pada sumur atau mata-
air (USGS dalam Kusumayudha dan Sutedjo, 2008). Akuifer secara umum
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu akuifer bebas atau tak-tertekan dan
tertekan. Air tanah bebas merupakan air yang berhubungan langsung secara
vertikal dengan atmofer (udara), berada pada lapisan terbuka dan material
11
lulus air. Muka air tanah tidak tertekan bersifat bebas untuk naik turun
tergantung pada musim. Sedangkan air tanah tertekan dapat ditemukan pada
akuifer yang bagian atas dan bawahnya dibatasi oleh formasi batuan dengan
kelulusan rendah sampai kedap air (Danaryanto dkk, 2010). Berdasarkan pada
posisi akuifer terhadap lapisan batuan, yang berada di atas dan di bawahnya,
Confined Aquifer).
Adalah suatu akuifer yang dibatasi di bagian atas oleh lapisan yang
lambat air (akuitar) dan dibagian bawahnya dibatasi oleh lapisan yang
yang secara setempat dialasi lapisan kedap air tetapi penyebarannya tidak
menerus.
12
1.4.2.2 Karakteristik Akuifer
berisi material yang mampu menyimpan dan melalukan air, contohnya pasir
dan kerikil. Batuan yang memiliki bukaan atau porositas, pada umumnya
air. Selain media pori, media rekahan merupakan salah satu media dalam
Rongga, ruang antara, pori atau ruang pori adalah bagian suatu
batuan atau tanah yang tidak dipenuhi oleh bahan mineral tetapi dapat
terisi oleh air. Porositas suatu batuan atau tanah adalah suatu ukuran
13
2) Kelulusan Batuan (Konduktivitas Hidrolika)
oleh variasi faktor fisik yaitu porositas, ukuran butir dan distribusi,
1.4.3. Mataair
ataupun rembesan (seepages). Mataair dapat terjadi apabila muka air tanah
terpotong oleh topografi. Sedangkan rembesan adalah air yang keluar secara
adalah suatu titik atau kadang-kadang suatu areal kecil tempat air tanah
muncul dari suatu akuifer (atau pelepasan air dari akuifer) ke permukaan
tanah (Bear, 1979 dalam Kodoatie, 2012). Tingkat kelulusan yang tinggi
memberikan volume air yang besar menjadi terpusat pada daerah yang kecil.
14
hidrologi formasi akuifer, dan struktur geologi. Begitu pula menurut Effendi,
1. Curah hujan
Curah hujan merupakan sumber air utama air tanah. Air hujan yang
besarnya air hujan yang terserap kedalam tanah tergantung pada kondisi
maka dalam jumlah air yang masuk kedalam akuifer akan besar, begitu
3. Topografi
curam akan lebih cepat mengalirkan air sehingga kesempatan air hujan
mataair muka air tanah terpotong oleh permukaan tanah maka akan
5. Struktur geologi
mataair. Pada daerah patahan dan kekar sering dijumpai mataair sebagai
15
akibat terpotongnya lapisan akuifer akibat perpindahan atau pergeseran
formasi geologi dapat dipengaruhi oleh satuan batuan dan struktur geologi
akuifer, karakteristik kimia dan temperatur air tanah, arah migrasi air tanah,
topografi, dan kondisi geologi (Davis dan De Wiest, 1966 dalam Kodoatie,
2012).
hujan.
16
3) Periodic springs (Mataair periodik), yaitu mataair yang mengeluarkan
di bawah ini:
C. Berdasarkan Terjadinya
2) Contact Springs (Mataair Kontak), terjadi akibat air dari akuifer yang
ke tekanan yang lebih rendah (ke luar permukaan). Batuan lulus air
pada daerah tersebut dan membentuk mata air. Mataair sesar merupakan
17
mataair yang terjadi karena aliran air tanah terhenti pada bidang patahan
lipatan atau patahan pada lajur lulus air di batuan dengan kelulusan
elevasi rendah.
18
1.4.3.2 Kualitas Air
kualitas air, terkait dengan kesehatan penggunaan air tersebut. Kualitas air
adalah kondisi alami perairan yang dikaji dari sifat fisik, kimia, dan biologi
ditentukan oleh tiga sifat utama, yaitu sifat fisik, kimia, dan sifat
A. Sifat Fisik
(Hadipurwo, 2006).
1) Warna air tanah disebabkan oleh zat yang terkandung di dalamnya, baik
2) Bau air tanah dapat disebabkan oleh zat atau gas yang mempunyai
3) Rasa air tanah ditentukan oleh adanya garam atau zat yang terkandung
5) Suhu air juga merupakan sifat fisik dari air. Suhu ini dipengaruhi oleh
lokasinya.
19
B. Sifat Kimia
klorida (Cl-), nitrat (NO3-), nitrit (NO2-), BOD, COD, DO. Parameter
sifat fisik kimia yang akan diuji akan disesuaikan dengan Peraturan
Air Minum.
1) pH
2) Kalsium (Ca2+)
batuan karbonat antara 30 – 100 mg/liter, pada perairan laut sekitar 400
diperuntukan bagi air minum, kadar kalsium sebaiknya tidak lebih dari
75 mg/liter.
3) Magnesium (Mg2+)
20
bahkan menguntungkan bagi fungsi hati dan sistem saraf. Akan tetapi,
mg/liter (McNeely et al., 1979; Peavy et al., 1985 dalam Effendi, 2003.
4) Kesadahan (CaCO3)
kecil dari pada air tanah. perairan dengan nilai kesadahan kurang dari
120 mg/liter CaCO3 dan lebih dari 500 mg/liter CaCO3 dianggap kurang
21
5) Amoniak
perairan alami biasanya kurang dari 0,1 mg/L. Kadar amonia bebas
yang tidak terionisasi pada perairan tawar sebaiknya tidak lebih dari 0,2
Sudarmadji, 2013).
memiliki kadar besi kurang dari 0,3 mg/L (Moore, 1991; Sawyer dan
7) Sulfat
Unsur sulfat pada airtanah dapat berasal dari oksida biji besi
dalam kadar yang rendah dan normal dalam kisaran sebagai air tawar
aktivitas pertanian.
8) Klorida (Cl+)
arid (kering) kadar klorida mencapai ratusan mg/L. Ion klorida pada
22
tingkat sedang, relatif mempunyai pengaruh kecil terhadap sifat-sifat
Kadar nitrat dalam perairan alami hampir tidak pernah lebih dari
mataair tersebut.
10) BOD
11) COD
23
12) DO
1994 dalam Effendi, 2003). Kadar oksigen terlarut yang tinggi tidak
C. Sifat Biologi
Kualitas air secara biologi yang dikaji adalah jumlah total bakteri
ditemukan coliform total pada bahan baku air minum dan air minum,
dengan debit yang bervariasi dari kurang satu liter perdetik sampai dengan lebih
dari ribuan liter perdetik. Debit mataair di beberapa tempat sudah berkurang,
bahkan ada beberapa yang sudah mengering atau mati, sehingga di tempat
24
mataair tersebut sekarang tinggal nama yang menunjukkan bahwa dulunya
mataair merupakan penyuplai utama keperluan air domestik yakni lebih dari
potensi sumberdaya air tanah yang ada sangat rendah bahkan bisa mencapai
titik kritis (Saba, 2010). Dengan demikian, kuantitas air merupakan faktor
bak penampungan atau sejenis pancuran yang memiliki saluran keluar tunggal
dilakukan dengan menampung aliran air yang keluar ke dalam bejana ukur
1987 dalam Lesmana 2011 pada metode volumetrik pengukuran luah mataair
dengan menggunakan gelas ukur dan stopwatch dilakukan untuk mataair yang
Rumus : Q = V/t...........................................................(1.2)
25
Keterangan : Q = debit mataair (m3/detik)
t = waktu (detik)
Selain dari kuantitas, potensi juga dilihat dari sisi kualitasnya apakah
jumlahnya terbatas, bahkan dapat menurun. Oleh karena itu, perlu adanya
keseimbangan antara jumlah air yang tersedia dengan jumlah air yang
manusia, meliputi air bersih domestik dan non domestik, air irigasi baik
pertanian maupun perikanan, dan air untuk penggelontoran kota. Air bersih
lainnya.
26
dan sejarah populasi dipakai sebagai dasar perhitungan kebutuhan air
Tends).
berdasar prinsip konservasi massa, yang dikenal dengan persamaan neraca air
circulation), tidak dapat terlepas dari hubungan antara aliran kedalam (inflow)
dan aliran keluar (outflow) di suatu daerah pada suatu periode tertentu yang
Dalam analisis neraca air suatu DAS air hujan (presipitasi) yang jatuh
dipermukaan lahan akan menjadi input utama sedangkan debit aliran yang
keluar dari suatu outlet/muara sungai disebut sebagai output. Jumah input dan
output haruslah sama besar, sehingga jika debit yang keluar tidak sama besar
maka akan menjadi simpanan airtanah. Hubungan antara aliran ke dalam (in
flow) dan aliran keluar (out flow) pada suatu wilayah untuk suatu periode
1992).
Daerah imbuhan adalah daerah resapan air yang mampu menambah air
tanah secara alami, sementara daerah lepasan adalah daerah keluaran air tanah
yang berlangsung secara alamiah pada cekungan air tanah. Daerah imbuhan
1) Tekuk lereng
Alur aliran sungai dari daerah hulu hingga ke hilir membentuk pola
kawasan yang ditempati oleh beberapa anak sungai yang relatif pendek.
Daerah lepasan secara sederhana dapat dikenali dalam satu daerah yang
terdiri atas sungai induk dan beberapa cabang sungai utama. Pada umumnya
utama atau beberapa cabang aliran sungai utama yang relatif panjang
alurnya.
3) Pemunculan mataair
Daerah lepasan air tanah secara visual dapat dikenali di lapangan dari
bukit, kaki pegunungan atau tekuk lereng, serta pada lereng bukit dan lereng
pegunungan bagian bawah. Kawasan di sebelah bawah atau hilir dari titik
kawasan di sebelah atas atau arah hulu dari titik pemunculan mataair
28
merupakan daerah imbuhan air tanah. Beberapa pemunculan mataair pada
umumnya terletak berjajar pada ketinggian yang relatif sama. Dari deretan
muka air tanah dan arah aliran air tanahnya maka daerah imbuhan
merupakan bagian dari cekungan yang dicirikan dengan aliran air tanah
pada lapisan jenuh mengalir menjauhi muka air tanah (Freeze and Cherry,
1979 dalam Kodoatie, 2012). Di daerah imbuhan arah aliran air tanah di
merupakan bagian dari cekungan yang dicirikan dengan aliran airtanah pada
lapisan jenuh mengalir menuju muka air tanah. Di daerah lepasan arah
5) Isotop alam
29
Gambar 1.3 Potongan Melintang Cekungan Air Tanah
(Sumber: http://pag.bgl.esdm.go.id/siat/?q=content/konfigurasi-cekungan-air-tanah-cat )
di daerah –daerah dimana terdapat aliran air tanah yng melepaskan airnya ke
permukaan. Air jarang bergerak secara seragam di dalam massa batuan dan
mataair, sehingga mataair terjadi karena aliran terpusat. Mataair yang terjadi
mataair dan mataair dapat melepaskan sedikit air sehingga tidak jarang bahwa
Penurunan jumlah air yang tersedia akhir-akhir ini menjadi isu lingkungan
kebutuhan domestik dan non domestik. Perlu adanya upaya pengelolaan mataair
untuk menjaga salah satu sumber daya air untuk memenuhi kebutuhan air
masyarakat, khususnya untuk daerah dimana terjadi defisit air tanah yaitu daerah
30
a) Partisipasi masyarakat dalam upaya pelestarian mataair. Dalam
besar pada akuifer yang sama dengan akuifer air tanah sumber dari mataair
Tahun 2010 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Daerah Istimewa
1.060,87658 Ha. Mataair sumber air bersih warga berada di dusun Bojong
31
dan dusun Purworejo, Desa Wonolelo. Secara astronomis, daerah penelitian
penelitian dari Kota bantul adalah sekitar 13 km, dengan jarak tempuh sekitar
memiliki jarak 36 km. Kondisi jalan menuju lokasi penelitian melalui jalan
dengan berjalan kaki karena kondisi jalan yang kecil, menanjak, tidak ada
desa Bawuran kecamatan Pleret, dan sebagian desa Terong dan desa Muntuk
mataair yang berada di dusun yang termasuk dalam daerah rawan kekeringan
di desa Wonolelo untuk memenuhi kebutuhan air bersih di sekitar mataair dan
pengguna mataair, yaitu dusun Bojong, dusun Purworejo, dusun Ploso, dan
32
1.5.2.2 Batas Ekosistem
ketersediaan air tanah. Mataair dapat menjadi hinge line pada suatu wilayah.
Batas sosial daerah penelitian adalah batas yang masih adanya interaksi
dusun Purworejo, dusun Ploso, dan dusun Cegokan. Batas penelitian dapat
33
4
5
BAB II
Air merupakan kebutuhan yang utama bagi manusia. Kehidupan makhluk hidup di
bumi tidak lepas dari penggunaan terhadap air, terlebih bagi manusia. Namun demikian,
pasokan air yang dapat digunakan adalah terbatas. Air yang dapat digunakan yaitu air
Dua (2) dari 4 dusun yang termasuk dalam daerah rawan kekeringan tingkat tinggi di
Desa Wonolelo menggunakan mataair untuk memenuhi kebutuhan air bersih, yaitu dusun
Bojong dan dusun Purworejo. Mataair yang dijadikan sumber air bersih tersebut muncul
sejak gempa tektonik yang terjadi di Kabupaten Bantul, D.I. Yogyakarta pada tahun 2006.
Di sisi lain, jumlah manusia yang menggunakan air semakin tahun semakin meningkat
seiring dengan pertumbuhan penduduk. Perlu diketahui lebih lanjut mengenai mataair
tersebut kaitannya dengan besar konsumsi warga terhadap air dari mataair yang digunakan
untuk diketahui arahan pengelolaannya agar kuantitas dan kualitas tetap terjaga dan
dilestarikan sehingga dapat membantu kebutuhan air warga di dusun-dusun yang termasuk
dalam daerah rawan kekeringan. Oleh karena itu, penulis tertarik melakukan penelitian
tentang “Kajian Karakteristik dan Potensi Mataair di SubDAS Pesing, Desa Wonolelo,
36
laboratorium, dan pengolahan data. Studi literatur merupakan pencarian teori-teori dari
buku, jurnal, dan penelitian mengenai mataair. Jenis kegiatan berikutnya adalah survei.
mencari fakta kondisi objek penelitian. Data-data yang diperlukan dalam kegiatan
penelitian terdiri dari data primer dan data sekunder. Survey lapangan merupakan
metode yang digunakan untuk mendapatkan data primer, sementara data sekunder
Pemetaan geologi untuk mengetahui jenis batuan dan struktur geologi (kedudukan
batuan, kedudukan kekar, dan kedudukan sesar) di daerah penelitian. Jenis batuan
profil dan topografi diketahui kemiringan lapisan batuan dan tebal akuifer. Pemetaan
ketinggian muka air tanah untuk mengetahui arah aliran air tanah. Muka air tanah
profil dan topografi diketahui arah aliran air tanah, batas daerah imbuhan dan daerah
Pengukuran debit mataair dilakukan saat musim kemarau sampai musim peralihan
menuju musim hujan. Besar penggunaan mataair tiap keluarga diperoleh dari hasil
kuisioner, kemudian dianalisa untuk mengetahui total kebutuhan air dan proyeksi
penduduk 10 tahun kedepan. Pengukuran kedalaman muka air tanah bebas dan
struktur geologi dilakukan untuk mengetahui karakteristik mataair, selain itu juga
untuk mengetahui karakteristik akuifer. Debit mataair tidak lepas dari ketersediaan air
tanah. Ketersediaan air dianalisa menggunakan data klimatologi dengan metode neraca
air.
37
Hasil pengukuran kemudian dianalisa untuk selanjutnya dievaluasi potensi
mataair untuk memenuhi kebutuhan air bersih warga pada daerah rawan kekeringan
untuk mengetahui kemampuan batuan dan akuifer dalam meluluskan air, kaitannya
dengan ketersediaan air tanah di daerah penelitian. Penentuan daerah imbuhan penting
diketahui guna arahan pengelolaan yang tepat khususnya di daerah imbuhan mataair
Komponen lingkungan yang dikaji dalam penelitian ini terdiri dari komponen
geofisik dan komponen sosial. Komponen geofisik meliputi iklim, satuan batuan,
tanah, struktur geologi, hidrologi, sosial, dan tata guna lahan. Komponen sosial
meliputi jumlah penduduk dan jumlah kebutuhan air. Kriteria dan indikator beserta
Mataair merupakan sumber air yang diandalkan di dusun Bojong dan dusun
Purworejo yang mana merupakan dusun yang termasuk dalam daerah rawan
kekeringan tingkat tinggi. Penggunaan kebutuhan air yang terus meningkat tentunya
berpengaruh pada ketersediaan air dari mataair. Berikut kerangka alur pikir penelitian
38
Rumusan Masalah Latar Belakang
1) Bagaimana karakteristik (sebaran, Mataair merupakan salah satu
tipe, dan kualitas) mataair di desa sumber air yang digunakan oleh masyarakat
Wonolelo? di dusun Bojong dan dusun Purworejo di
2) Bagaimana potensi mataair selama 10 Desa Wonolelo, Kecamatan Pleret, Kab.
tahun kedepan di daerah penelitian? Bantul, D.I.Yogyakarta. Sumber air
penduduk berasal dari sumur gali, sumur
3) Bagaimana pengelolaan untuk mataair bor, mataair, dan PDAM. Pada saat musim
yang dikaji?
kemarau, sumber air dari sumur gali belum
mencukupi kebutuhan air di dusun Bojong,
Purworejo, Ploso, dan Cegokan.
Keberadaan mataair saat musim kemarau
Tujuan Penelitian dimanfaatkan warga untuk memenuhi
1) Mengetahui karakteristik (sebaran, kebutuhan air domestik. Kebutuhan
tipe, dan kualitas) mataair di Desa terhadap sumber daya air akan terus
Wonolelo meningkat mengikuti pertumbuhan
2) Mengetahui potensi mataair untuk 10 penduduk. Oleh karena itu, perlu dilakukan
tahun kedepan di daerah penelitian penelitian mengenai keseimbangan antara
3) Mengetahui pengelolaan yang tepat ketersediaan air dengan kebutuhan air serta
untuk mataair yang dikaji. bagaimana karakteristik setiap mata air di
daerah penelitian agar diketahui bagaimana
arahan pengelolaan mataair dalam
pemanfaatannya.
Kajian Teori
Kegunaan Penelitian
Siklus hidrologi, Airtanah, Mataair, 1) Menambah pengetahuan dan ilmu
Kebutuhan air dan Ketersediaan air, mengenai karakteristik mataair dan
Daerah Imbuhan, dan Pengelolaan potensi mataair.
mataair.
2) Informasi untuk pemerintah dan
wawasan bagi masyarakat setempat
dalam pemanfaatan mataair secara
Landasan Hukum efisien.
1. UU RI No. 7 Tahun 2004 tentang
Sumberdaya Air
2. Undang Undang Nomor 5 Tahun
1990 tentang Konservasi Metode Penelitian
Sumberdaya Alam Hayati dan 1. Metode survey
Ekosistemnya 2. Metode matematis
3. Peraturan Menteri Kesehatan 3. Metode evaluasi
No.492 Tahun 2010 Tentang
Persyaratan Kualitas Air Minum.
4. Peraturan Daerah Istimewa
Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2010
Tentang Rencana Tata Ruang
Hasil Penelitian
Wilayah Provinsi Daerah Istimewa
1. Karakteristik mataair.
Yogyakarta Tahun 2009-2029
2. Potensi mataair untuk 10
tahun kedepan.
3. Pengelolaan mataair
39
Tabel 2.1. Kriteria dan Indikator pada Parameter Penelitian (Theresa Tonanga, 114110044)
Parameter
Komp. Tata
Kriteria Asumsi Indikator Bentuk Satuan Struktur
Lingk Iklim Tanah Hidrologi Sosial Guna Rekayasa
Lahan Batuan Geologi
Lahan
Karakteristik
Jenis dan struktur batuan
akuifer
Karakteristik mempengaruhi Ketinggian Muka Air
Akuifer debit mataair dan Tanah
ketersediaan air
Arah aliran air tanah
tanah
Karakteristik Struktur geologi
Karakteristik mataair Debit matair
Mataair mempengaruhi Ketinggian Muka air
potensi mataair tanah
Geofisik
Potensi matair Kuantitas mataair
mempengaruhi
keberlangsungan
mataair untuk 10
Potensi Mataair
tahun kedepan dan Kualitas fisik, kimia, dan
berkaitan dengan biologi air dari mataair
arahan
pengelolaannya
Ketersediaan air Curah hujan
Ketersediaan air tanah berpengaruh Kapasitas Infiltrasi
tanah terhadap debit Run off
mataair Evapotranspirasi
Kebutuhan air Jumlah penduduk
Sosial berpengaruh pada
Kebutuhan Air
ketersediaan air Konsumsi air
tanah
Sumber : Peraturan Menteri Kesehatan No.492 Tahun 2010 Tentang Persyaratan Kualitas Air Minum; Purnama,Setyawan.2010.Hidrologi Air
Tanah.Kanisius:Yogyakarta; Sudarmadji.2012.Mataair Perspektif Hidrologis dan Lingkungan.Sekolah Pasca Sarjana UGM:Yogyakarta.
40
BAB III
CARA PENELITIAN
parameter sebagai penunjang penelitian. Metode penelitian yang digunakan adalah metode
survei, uji laboratorium, metode matematis, dan metode evaluasi. Survei lapangan
dilakukan untuk mendapatkan data faktual dan primer di lapangan, serta pengecekan data
pencarian informasi yang terkait dengan objek penelitian, termasuk didalamnya adalah
kuisioner. Hasil survei lapangan ditampilkan dalam bentuk peta, tabel, dan diagram. Uji
laboratorium dilakukan untuk mengetahui kualitas air dari mataair secara fisik, kimia, dan
Metode matematis adalah metode yang digunakan dalam setiap ilmu, dapat berupa
rumus, cara, perhitungan, dan kaidah-kaidah. Perhitungan yang digunakan pada penelitian
ini meliputi ketersediaan air tanah (neraca air), transmisivitas, landaian hidrolik,
perhitungan debit mataair, perhitungan jumlah penduduk untuk 10 tahun kedepan, dan
Metode evaluasi merupakan upaya untuk menganalisis hasil dari metode survei, uji
laboratorium, dan metode matematis, kemudian mengetahui apakah hasil tersebut sesuai
dengan tujuan yang direncanakan atau tidak. Hasil dari evaluasi akan dijadikan acuan
41
3.2 Teknik Sampling dan Penentuan Lokasi Sampling
Teknik sampling yang digunakan pada penelitian ini adalah nonprobability sampling,
yaitu purposive sampling. Purposive sampling merupakan teknik penarikan sampel dengan
pertimbangan yang didasarkan pada kepentingan atau sesuai dengan tujuan yang
dikehendaki.
Pengukuran kedalaman muka air tanah didasarkan pada peta topografi. Pengukuran
infiltrasi dan tekstur tanah didasarkan pada satuan batuan. Pengambilan sampel air untuk
kualitas dan kuantitas (debit) mataair dilakukan di mataair-mataair yang dikaji mengikuti
batas sosial penelitian. Jumlah penduduk yang dipilih sebagai sampel dihitung
lereng, dan penggunaan lahan dilakukan berdasarkan peta sekunder yang telah ada.
Perlengkapan yang akan digunakan pada penelitian ini disajikan pada tabel 3.1.
42
Perlengkapan Penelitian Kegunaan Hasil
Informasi titik
c. GPS Menentukan posisi geografis
penelitian
d.Palu Geologi Mengambil sampel batuan Data analisis batuan
Data analisis debit
e. Penggaris Mengukur tinggi air
mataair dan infiltrasi
Data analisis debit
f.Stopwatch Mencatat waktu
mataair
Uji kualitas air dari
g.Botol Sampel Menyimpan sampel air dari mataair
mataair
Uji kualitas fisik air
h.Thermometer Mengukur suhu air
dari mataair
Uji kualitas fisik air
i. pH Strip Mengukur pH air
dari mataair
j.Infiltrometer Mengetahui kapasitas infiltrasi Data kapasitas infiltrasi
Mendokumentasikan survei dan
k.Kamera Informasi pendukung
kondisi di lapangan
l. Alat tulis Mencatat dara Informasi data tertulis
3. Studio
Laporan penelitian dan
a.Komputer Mengolah data dan peta
peta
b.Kalkulator Menghitung Data perhitungan
Kualitas fisik, kimia,
c.Alat uji laboratorium Analisis kualitas air
dan biologi air
Sumber: Hasil analisa penulis, 2015
43
e. pH strip
Gambar 3.1 Peralatan Crosscheck dan Pengukuran di Lokasi Penelitian
(Foto Penulis, September 2015)
Tahapan penelitian disusun sesuai tahapan kegiatan yang akan dilakukan. Tahapan
44
T Peta RBI Citra Ikonos Peta Geologi Peta Tanah Data Data Jumlah
a Skala 1:25000 Skala 1:30000 Skala 1:25000 Skala 1:100000 Curah Hujan Penduduk
h
a
p
45
3.4.1. Tahap Persiapan
a) Studi Pustaka, merupakan tahapan yang dilakukan untuk mencari informasi dan teori
yang berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan. Studi pustaka mencakup
b) Administrasi, melakukan pengurusan ijin penelitian secara akademik dan ijin resmi
penelitian terkait di desa Wonolelo dan desa Srimulyo, Kecamatan Pleret, Kabupaten
Bantul, D.I.Yogyakarta.
pelaksanaan penelitian. Data primer dan data sekunder perlu diidentifikasi untuk
Tabel 3.2 Parameter, Jenis Data, Sumber Data, dan Instansi Terkait
Paramete Jenis/Sifat
No. Unsur Parameter Sumber Data Instansi Terkait
r Data
Data curah hujan Dinas SDA
1. Iklim Sekunder Curah hujan
Kabupaten Bantul Kab.Bantul
Sekunder Topografi, bentuklahan, Peta RBI 1:25.000 Bakosurtanal
2. Relief
Primer dan kemiringan lereng Pemetaan lapangan
Sekunder Peta geologi lembar
Bakosurtanal
Jenis batuan dan struktur Yogyakarta
3. Batuan
Primer geologi Sampling dan analisis
lapangan
Sekunder
4. Tanah Jenistanah Peta tanah 1:25.000 Bappeda DIY
Primer
Debit dan kualitas
5. Hidrologi Primer Pengukuran di lapangan
fisik mataair
Sekunder Peta RBI 1:25.000 Bakosurtanal
6. Lahan Penggunaan lahan Pengamatan di
Primer
lapangan
Dukuh dusun
Data monografi dusun Bojong,
Sekunder Jumlah penduduk Bojong, Purworejo, Purworejo,
Ploso, dan Cegokan Ploso, dan
7. Sosial
Cegokan
Hasil wawancara
Primer Jumlah konsumsi air
responden di lapangan
46
d) Observasi lapangan, dilakukan untuk mengetahui secara langsung kondisi lingkungan
dan permasalahan yang terjadi di daerah penelitian, selain itu observasi dilakukan
e) Peta tentatif, merupakan peta sementara yang akan digunakan saat Cross check di
lapangan untuk menyempurnakan pembuatan peta. Peta tentatif dalam penelitian ini
adalah peta topografi, peta satuan batuan, peta jenis tanah, dan peta penggunaan lahan.
pengukuran), pencatatan, dan ploting data lapangan pada peta topografi. Data primer
sosial berupa data – data yang berhubungan dengan kependudukan, seperti jumlah
penduduk.
Tujuan cross check dan pemetaan bentuklahan dan kemiringan lereng, penggunaan
lahan, kedalaman muka air tanah (MAT), satuan batuan dan struktur geologi, dan jenis
Cross check bentuklahan dan kemiringan lereng mengacu pada peta topografi,
kemudian dibuat kelas kemiringan lereng secara digital terlebih dahulu. Kemiringan
lereng diukur menggunakan kompas geologi, dilakukan pada lahan yang akan dibuktikan
pengukuran besar kemiringan lereng mengacu pada klasifikasi menurut Van Zuidam
47
(1979). Identifikasi atau pengelompokan bentuklahan dari interpretasi kontur pada peta
Cross check dan pemetaan penggunaan lahan mengacu pada google earth tahun
2015 dan peta Rupa Bumi Indonesia lembar Imogiri skala 1:25.000 dan lembar Timoho
kemudian diplot ke dalam peta. Apabila terdapat perbedaan antara peta acuan dengan
kondisi lapangan, maka dilakukan penyesuaian dengan kondisi lapangan. Hasil dari
Cross check dan pemetaan satuan batuan dan struktur geologi mengacu pada peta
geologi lembar Yogyakarta tahun 1995. Pemeriksaan dilakukan dengan mengamati jenis,
warna (segar dan lapuk), struktur, ukuran butir, pemilahan, kebundaran, kemas, dan
komposisi mineral, serta struktur geologi seperti kekar dan sesar bila ada. Hasil
pemeriksaan ini berupa peta geologi yang telah mengalami penyesuaian terhadap kondisi
lapangan.
Cross check jenis tanah mengacu pada peta jenis tanah daerah Kabupaten Bantul,
D.I.Yogyakarta. Pengecekan yang akan dilakukan ialah mengamati jenis tanah, warna
Lintasan crosscheck dan pengukuran dapat dilihat pada peta 3.1. Peta Lintasan
Penelitian. Hasil yang akan diperoleh dari pemetaan bentuk lahan, kemiringan lereng,
satuan batuan, penggunaan lahan, dan cross check jenis tanah adalah untuk mengetahui
rona lingkungan daerah penelitian sehingga akan dapat dikaitkan dengan evaluasi hasil
48
3.4.2.2 Pengambilan Sampel Mataair dan Pengukuran Debit Mataair
Pengambilan sampel air dari mataair dilakukan di dua mataair yang masing-mmasing
terletak di dusun Bojong dan dusun Purworejo. Sampel air dari mataair diambil untuk
mengetahui kualitas fisik, kimia, dan biologinya. Sampel air dari mataair nantinya akan
diuji di laboratorium. Botol yang digunakan untuk pengambilan sampel mataair ada 3
jenis sesuai dengan parameter yang akan diuji. Parameter Fe menggunakan botol
tersendiri yaitu botol plastik berwarna putih 150mL dengan perlakuan tidak boleh
terkena sinar matahari secara langsung. Parameter biologi seperti total coliform
menggunakan botol tersendiri pula yaitu botol kaca berwarna coklat transparan dengan
perlakuan harus selalu bersuhu dingin setelah dilakukan pengambilan sampel. Air sampel
dari mataair diambil langsung dari pipa pada bak penampungan yang dialirkan dari
sumbernya. Pengambilan sampel air tidak dapat dilakukan langsung di sumber mataair
karena kondisi air yang terlalu dangkal, dikhawatirkan air yang masuk ke botol sampel
akan tercampur banyak dengan material tanah, pasir, dan lempung sehingga
mempengaruhi hasil kualitas air. Khusus untuk parameter pH dan suhu dilakukan
49
Gambar 3.3 Cara Pengambilan Air Sampel
(Sumber: SNI 06-2412-1991 Metode Pengambilan Contoh Kualitas Air)
November, dan Desember. Pengukuran debit mataair dilakukan disetiap mataair yang
dikaji. Mulut pipa penyalur pada bak penampung letaknya sangat dekat dengan dasar bak,
sehingga untuk menampung air guna pengukuran debit tidak dapat menggunakan ember.
di setiap bak penampung pertama dengan menutup sementara mulut pipa penyalur
menuju bak penampung kedua, kemudian dicatat tinggi awal dengan tinggi akhir pada
waktu tertentu. Debit mataair diukur untuk mengetahui besar ketersediaan air yang
bersumber dari mataair di daerah penelitian, serta untuk mengetahui tipe dari setiap
mataair berdasarkan debit mataair menurut Meinzer, 1923 dalam Todd, 1980.
50
Gambar 3.4 Pengukuran Debit Mataair di Bak Penampung
(Foto Penulis, September 2015)
lahan. Pengukuran kedalaman muka air tanah terbatas pada akuifer bebas kaitannya
dengan tujuan penelitian yaitu mengetahui karakteristik mataair. Data-data yang diambil
pada pengukuran kedalaman muka air tanah dilokasi penelitian adalah elevasi topografi,
keterangan:
Pengukuran kedalaman air tanah dilakukan untuk mengetahui arah aliran air tanah,
serta tipe pemunculan mataair di lokasi penelitian. Peta pengukuran kedalaman air tanah
51
Gambar 3.5 Pengukuran tinggi bibir sumur sampai permukaan tanah
(Foto Penulis, September 2015)
untuk menyerap air mengisi air tanah. Pengukuran mengacu pada satuan batuan dan jenis
tanah di daerah penelitian. Berdasarkan satuan batuan infiltrasi diukur di 3 lokasi, yaitu di
daerah satuan batuan batupasir-tufan Semilir dengan jenis tanah latosol, satuan batuan
breksi-andesit Nglanggran dengan jenis tanah latosol, dan endapan aluvium dengan jenis
tanah latosol. Alat yang digunakan untuk mengukur tingkat infiltrasi di lokasi penelitian
Double ring infiltrometer terdiri dari 2 buah silinder besi yang berbeda ukurannya,
yaitu ring pengukur (bagian dalam) dan ring penyangga (bagian luar). Bahan dan
peralatan yang disiapkan adalah stopwatch, air, penggaris, ember, gayung, dan alat
pemukul. Ring pengukur dibenamkan terlebih dahulu ke tanah menggunakan balok kayu,
setelah itu ring penyangga juga dibenamkan. Perlahan air dituangkan kedalam ring
penyangga dahulu sampai ketinggian tertentu, kemudian air dimasukkan ke dalam ring
pengukur dengan ketinggian yang sama. Pada waktu tertentu yang telah ditentukan
52
ketinggian penurunan air dicatat. Lokasi pengukuran infiltrasi dapat dilihat pada Peta 3.2
Peta Pengambilan Sampel. Perhitungan data lapangan untuk nilai infiltrasi menggunakan
Besar kebutuhan air penduduk dan jenis penggunaan air diketahui dengan
responden akan diambil secara acak per dusun. Jumlah responden ditentukan
n= ……………....................................persamaan 3.4
dimana :
n = ukuran sampel
N = ukuran populasi
53
Jumlah penduduk diambil dari dusun Bojong, Purworejo, dusun Ploso, dan dusun
Cegokan dari tahun 2015. Sensus penduduk tiap dusun di desa Wonolelo dilakukan
(a) (b)
Gambar 3.7 Pengisian Kuisioner (a) pada pertemuan warga dan (b) pada ibu-ibu di Desa Ploso
(Foto Penulis September 2015, Kamera Menghadap Barat Daya)
Tahap kerja ini dilakukan untuk pengujian kualitas air dari mataair yang telah
bisa diukur langsung di lapangan. Hasil pengujian kualitas air akan disesuaikan dengan
Peraturan Menteri Kesehatan No.492 Tahun 2010 Tentang Persyaratan Kualitas Air
Minum. Hal-hal yang akan diuji di laboratorium adalah sifat fisik (bau, rasa, kekeruhan,
TDS), sifat kimia (Ca, Mg, COD, DO, Fe, Cl-, CaCO3, Ca2+, Mg2+, NO3-, NO2-,SO42-, NH3-
Hasil yang diperoleh di lapangan akan dilakukan penyajian dalam bentuk uraian,
gambar, diagram, dan peta tematik. Hasil yang diperoleh dari lapangan akan dianalisis
54
3.4.4.1 Kerja Untuk Sajian Pada Rona Lingkungan
Hasil yang diperoleh dari survei dan cross check di lapangan akan dilakukan
penyajian dalam bentuk uraian, gambar, grafik, tabel, dan peta tematik. Data rona
lingkungan primer akan dibandingkan dengan data rona lingkungan sekunder untuk
mendapatkan perbandingan yang sesuai dengan kondisi di lapangan. Bentuk data yang
akan dianalisis adalah data geologi, hidrologi, iklim, tanah, dan kondisi sosial.
Karakteristik mataair yang dimaksud meliputi sebaran, tipe, dan kualitas air dari
mataair.
Sebaran Mataair
Bentuklahan dengan topografi yang khas dapat membentuk pola sebaran pemunculan
mataair.
Tipe Mataair
Tipe mataair yang dikaji yaitu berdasarkan sifat pengaliran, debit mataair, dan
tenaga gravitasi. Data-data yang digunakan untuk mengetahui tipe mataair yaitu data
iklim, debit mataair, kondisi geologi, kedalaman muka air tanah dan topografi.
pengaliran. Data iklim yang digunakan adalah data curah hujan untuk mengetahui
bulan-bulan dengan curah hujan relatif tinggi dan curah hujan relatif rendah. Data
55
curah hujan yang digunakan adalah dari stasiun Gandok, stasiun Barongan, stasiun
Kondisi geologi, kedalaman muka air tanah, dan topografi untuk mengetahui
merupakan salah satu faktor pemunculan mataair. Kondisi geologi yang dimaksud
adalah jenis batuan dan struktur geologi. Jenis batuan berkaitan dengan sifat batuan
apakah lulus air atau kedap air. Struktur geologi berkaitan dengan adanya sesar atau
pengukuran arah perlapisan dan kemiringan batuan. Kedalaman muka air tanah
berkaitan dengan arah aliran air tanah. Dari topografi, kedalaman muka air tanah, dan
struktur geologi kemudian dibuat penampang geologi. Dari penampang geologi akan
terlihat relief dan struktur geologi yang ada pada mataair untuk mengetahui tipe
Hal pertama yang dilakukan agar dapat mengevaluasi potensi mataair adalah
dengan menentukan tipe mataair yang diambil berdasarkan debit mataair. Kemudian
56
Metode aritmatika
Metode eksponensial
tahun kedepan pada penelitian adalah metode geometrik (bunga berganda) dengan
Potensi mataair didapatkan dari hasil pengukuran langsung debit setiap mataair.
Kuantitas mataaair untuk 10 tahun ke depan diketahui dari debit setiap mataair
Debit mataair nantinya akan dicocokkan dengan total kebutuhan air warga
pengguna setiap mataair. Apabila debit mataair cukup untuk satu dusun, perhitungan
57
debit mataair ditambahkan dengan kebutuhan air untuk dusun lain yang dekat dengan
mataair tersebut, kemudian dimasukkan dalam tabel skoring kuantitas air. Mataair
Purworejo. Dusun yang berdekatan dengan mataair Purworejo adalah dusun Ploso
dan dusun Cegokan. Skoring kuantitas mataair dapat dilihat pada tabel 3.3.
Apabila hasil evaluasi di dusun Bojong dan dusun Purworejo belum mencukupi,
maka akan di evaluasi keseimbangan air menggunakan neraca air dan karaktersitik
No.492 Tahun 2010 Tentang Persyaratan Kualitas Air Minum. Sifat fisik (suhu, bau,
kekeruhan, dan warna), sifat kimia (pH, Klorida (Cl+), nitrat (NO3-), nitrit (NO2-),
sulfat (SO42-), amoniak (NH3), COD, DO, Fe, BOD, kebasaan (HCO3-), kesadahan
(CaCO3), kalsium (Ca2+), magnesium (Mg2+).), dan sifat biologi (Total Coliform).
Parameter yang diujikan berjumlah 19. Hasil uji kemudian akan diskoringkan, kelas
58
Tabel 3.4 Skoring Kualitas Air
Kriteria Penilaian Skor Pemerian
Memenuhi kualitas air minum >80 5 Sangat Baik
Memenuhi kualitas air minum 60-80 4 Baik
Memenuhi kualitas air minum 40-60 3 Sedang
Memenuhi kualitas air minum 20-40 2 Buruk
Memenuhi kualitas air minum <20 1 Sangat Buruk
Sumber: Hasil Perumusan Penulis, 2015
Tingkat potensi mataair didapatkan dari penjumlah skor kuantitas dan skor
kualitas air dari mataair. Tingkat potensi mataair yang digunakan penulis terdiri dari
...................................(3.6)
Terendah, dan n = Jumlah Kelas. Berikut perhitungan kelas tingkat potensi mataair
berdasarkan kriteria kualitas air dan kriteria debit mataair dengan kebutuhan air:
Dari hasil perhitungan, didapatkan kelas potensi mataair untuk kebutuhan air
59
Berdasarkan Peraturan Menteri Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2008
tentang Air Tanah, karakteristik akuifer meliputi kesarangan dan kelulusan batuan,
Kesarangan atau porositas merupakan rasio antara volume pori dengan total
volume batuan. Analisis porositas batuan mengacu pada tabel porositas menurut
Todd, 1980.
60
Tabel 3.7 Klasifikasi Besar Nilai Porositas
Tingkat Porositas Nilai (%)
Kecil <5
Sedang 20- 5
Besar >50
Sumber : Walton, 1970 dalam Riyadi, A dkk, 2005
Todd, 1980.
61
Tabel 3.9 Tingkat Koefisien Konduktivitas Hidrolik
Tingkat Nilai (m/hari)
Sangat Rendah <4,08 x 10-7
Rendah 4,08 x 10-6 - 4,08 x 10-4
Sedang 4,08 x 10-4 - 4,08 x 10-1
Tinggi 4,08 x 10-1 - 4,08
Sangat Tinggi >4,08
Sumber : Todd,1959
dikalikan dengan tebal akuifer (Todd,1980). Tebal akuifer diketahui dari panjang
Kemiringan
lapisan batuan
Tebal akuifer
Penampang
topografi
Gambar 3.8 Hubungan antara kemiringan lapisan batuan dengan tebal akuifer
Perbedaan tinggi-energi hidrolik (H) antara dua tempat sering ditulis sebagai
dH. Jika nilai perbedaan diwujudkan dalam satuan panjang, maka ditulis dH/L yaitu
tanah.
62
Landaian Hidrolik
dH
Neraca air (water balance) merupakan neraca masukan dan keluaran air
disuatu tempat pada periode tertentu, sehingga dapat untuk mengetahui jumlah air
pada penelitian berfungsi untuk mengetahui ketersediaan air tanah apakah debit yang
dibutuhkan dapat mencukupi. Sehingga, air yang masuk ke dalam tanah adalah
jumlah curah hujan yang jatuh ke permukaan dikurangi aliran permukaan dan
Perhitungan :
I = CH - (R + E) .......................................................(3.8)
Dimana :
CH = Curah Hujam
ET = Evapotranspirasi
RO = Run Off
Untuk kondisi tertentu, beberapa suku dari persamaan 3.7 dapat diabaikan yang
tergantung pada sifat daerah yang ditinjau dan periode hitungan neraca air. Apabila
63
evaluasi dilakukan dalam suatu periode panjang (misalnya siklus tahunan), variasi
(Triatmodjo, 2009). Perhitungan neraca air diambil n tahun dan daerah yang di teliti
cukup luas, maka variasi meteorologi dapat berulang dalam siklus 1 tahun.
Analisis Evapotranspirasi
dengan ketersediaan data. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode Thornthwaite. Metode ini biasa digunakan untuk perhitungan neraca air
terutama untuk mengetahui kapan terjadi surplus dan defisit air (Hadisusanto, 2010).
............................................ (3.9)
dengan:
............................................ (3.10)
64
Analisis Run off (Aliran Permukaan)
Menurut Bahagiarti, S (2012) dalam Suya, 2014, air permukaan (Run – off)
dapat dihitung dengan menghubungkan antara curah hujan dan penggunaan lahan
Menurut Dunne dan Leopold (1978) dalam Bahagiarti (2012) dalam Suya, 2014,
Misalnya C untuk hutan adalah 0,1 arti nya 10% dari total curah hujan akan
menjadi air larian. Nilai C yang besar berarti sebagian besar air hujan menjadi air
larian, maka ancaman erosi dan banjir akan besar. Besaran nilai C akan berbeda -
beda tergantung dari topografi dan penggunaan lahan. Semakin curam kelerengan
Pengelolaan dapat diketahui dari hasil evaluasi potensi mataair sebagai sumber air
penentuan daerah imbuhan. Arahan pengelolaan dibagi menjadi dua, yakni arahan
pengelolaan untuk mataair dan arahan pengelolaan untuk daerah imbuhan. Daerah
65
imbuhan memerlukan arahan pengelolaan tersendiri karena penting keberadaannya untuk
menjaga ketersediaan air tanah yang menjadi sumber pasokan mataair. Secara umum
a. Pengelolaan Mataair
Mataair harus dikelola dengan baik agar tetap terjaga kualitas dan kuantitasnya.
Sehingga keberlanjutan mataair sebagai sumber air warga tetap lestari. Pendekatan
vegetatif untuk arahan pengelolaan mataair dan yang sangat penting adalah dengan
Nomor 2 Tahun 2010 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Daerah
pada pasal 42 ayat d yaitu penetapan kawasan sempadan mataair yang terdapat di
Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul, Kulon Progo, dan
penampungan menjadi yang lebih baik karena kualitas dan kuantitas juga dapat
dipengaruhi dari sistem perpipaan dan bak penampungan. Pendekatan sosial adalah
meningkatkan volume air tanah, yang berkaitan erat dengan ketersediaan air tanah.
66
imbuhan berdasarkan tabel kriteria penentuan daerah imbuhan menurut Peraturan
Pasir
Daerah yang memiliki tekstur tanah
berupa pasir akan memiliki Pasir berlempung
kemampuan resapan air yang lebih
4. Tekstur Tanah Lempung berpasir
tinggi dibandingkan dengan daerah
yang memiliki tekstur tanah berupa Lempung berpasir halus
lempung
Lempung
Sumber : Permen PU No. 2 Tahun 2013
67
41
BAB IV
penelitian didapatkan dari data sekunder oleh instansi atau dinas terkait dan dari data
tanah, satuan batuan, tata air, bencana alam. Sumber data adalah dari instansi
4.1.1 Iklim
air di daerah penelitian. Data curah hujan yang digunakan diperoleh dari 4
Barongan, Stasiun Dlingo, dan Stasiun Piyungan. Data yang digunakan adalah
dari tahun 2005 sampai 2014. Data curah hujan bulanan selama 10 tahun di 4
stasiun dapat dilihat pada tabel 4.1. Data curah hujan kemudian diolah
69
70
2
Dlingo 455 209 405 382 0 0 0 0 0 0 91 558 2100
4 1
Dlingo 38 598 250 750 550 420 25 0 0 51 290 995 3967
9 9 7
Dlingo 390 450 300 110 190 25 0 0 0 20 170 240 1895
,4
16 13
Dlingo 114 351 430 255 475 160 420 270 297 376 3438
0 0
Piyungan 126 195 210 105 210 116 40 88 228 203 323 375 2219
Dlingo 361 486 316 195 165 40 0 0 0 104 216 339 2222
Gandok 501 372 127 161 136 160 20 0 0 74 230 327 2108
Dlingo 694 602 148 270 165 291 94 0 0 39 379 361 3043
Piyungan 308 392 176 239 140 209 59 0 0 39 266 278 2106
70
71
T Bulan (mm/bulan)
a
h Stasiun Jlh
u (mm/
Ap Me Ag
n Jan Feb Mar Jun Jul Sep Okt Nov Des th)
r i t
Bulan
Bulan
Lembab
Lembab
Bulan
Bulan Basah Kering
Bulan Basah
di daerah penelitian bulan kering terjadi mulai dari pertengahan Juni sampai
pertengahan Oktober, sementara bulan basah terjadi mulai dari awal November
sampai akhir Mei. Bulan lembab (pancaroba) terjadi pada pertengahan Oktober
sampai akhir Oktober dan dari akhir Mei sampai pertengahan bulan Juni. Curah
hujan tertinggi terjadi di bulan Februari, sementara curah hujan terendah terjadi
pada bulan Agustus. Peta ishoyet daerah penelitian dapat dilihat pada Peta 4.1.
Curah hujan dapat berpengaruh pada kuantitas dan kualitas air. Pada
kuantitas air, curah hujan berpengaruh pada ketersediaan air. Curah hujan
tinggi maka pasokan untuk ketersediaan air tanah besar, sehingga debit mataair
menjadi semakin besar. Curah hujan rendah maka pasokan untuk ketersediaan
71
72
air semakin kecil, debit mataair menjadi kecil pula. Curah hujan juga
masih sederhana membuat air rentan terpapar tanah atau debu yang terbawa
Schmidt dan Fergusson. Tipe iklim diketahui dari perbandingan antara rerata
bulan kering dengan rerata bulan basah. Apabila jumlah curah hujan bulanan
kurang dari 60mm maka masuk ke dalam kelas bulan kering. Apabila jumlah
curah hujan bulanan lebih dari 100mm maka masuk ke dalam kelas bulan
basah. Apabila jumlah curah hujan diantara 60mm sampai 100mm maka masuk
ke dalam kelas bulan lembab. Tipe iklim di daerah penelitian termasuk tipe
dalam kelas sedang. Suhu di daerah penelitian bervariasi dari 19,30C sampai
25,860C. Data suhu diambil dari stasiun BMKG Wates, dari tahun 2005 sampai
2014. Suhu rata-rata terendah dalam 10 tahun berada di bulan Juli, sementara
Tabel 4.2 Tipe dan Kelas Iklim Klasifikasi Shcmidt dan Ferguson (1951)
Tipe Iklim Rasio Q Kelas Iklim
A 0 ≤ Q 0,143 Sangat basah
B 0,143 ≤ Q 0,333 Basah
C 0,333 ≤ Q 0,6 Agak basah
D 0,6 ≤ Q 1,0 Sedang
E 1,0 ≤ Q 1,67 Agak kering
F 1,67 ≤ Q 3,0 Kering
G 3,0 ≤ Q 7,0 Sangat kering
H Q 7,0 Luar biasa kering
Sumber: Sutarno (1998)
72
69
74
4.1.2 Bentuklahan
Bentuklahan atau bentanglahan dapat berarti bentuk luar dari permukaan bumi di
muka bumi. Thornbury (1954) dalam Santosa, 2014 mengemukakan bahwa “Struktur
geologi merupakan faktor pengontrol dominan dalam evolusi bentuklahan, dan struktur
geologi dicerminkan oleh bentuklahannya”. Oleh karena itu, struktur geologi yang berbeda
akan menghasilkan bentuklahan yang berbeda pula. Daerah penelitian masih dalam satu
Baturagung di Zona Selatan Jawa adalah struktur patahan akibat bekerjanya tenaga
tektonik berupa proses pengangkatan terhadap material penyusun yang bersifat keras dan
padu berupa batuan breksi vulkanik tua dan batuan malihan (Santosa dan Lutfi, 2014).
Perbukitan Struktural
Dataran fluvio-vulkanik
Bentuk lahan pada daerah penelitian terdiri dari bentuk lahan asal proses struktural
dan bentuk lahan asal proses fluvial. Sebagian besar wilayah penelitian termasuk ke dalam
bentuk lahan asal proses struktural. Hasil dari bentuk lahan asal daerah struktural meliputi
gawir, perbukitan struktural, dan bukit struktural terisolir. Identifikasi gawir dari
interpretasi topografi yaitu garis kontur yang lurus dan memanjang dari tenggara ke selatan
dengan kemiringan lereng dari curam sampai tegak (>140%). Di lokasi penelitian, gawir
dicirikan oleh adanya tebing-tebing curam sampai tegak memanjang dari tenggara ke
selatan. Sesar turun ditemukan di jalur ini, di Dusun Purworejo, Desa Wonolelo dengan
74
75
kedudukan sesar N2400E/660. Sesar turun dapat terjadi akibat adanya pergeseran batuan
karena gaya gravitasi. Pada awalnya berupa perbukitan, namun akibat adanya tenaga
endogen, blok batuan mengalami pergeseran menyebabkan satu blok batuan bergerak turun
mengikuti gaya gravitasi. Perbukitan struktural hasil dari bentuk lahan asal proses
struktural dicirikan dengan bagian perbukitan yang terbentuk oleh lapisan-lapisan batuan
dengan arah kemiringan seragam dan struktur geologi yang berkembang di daerah
penelitian. Kemiringan lapisan batuan cenderung searah yaitu ke arah tenggara. Struktur
geologi yang berkembang pada perbukitan struktural adalah sesar mendatar kanan dan
sesar turun. Sesar mendatar kanan diketahui dari Peta Geologi Lembar Yogyakarta Tahun
1995 dan dari interpretasi Peta Topografi. Peta Topografi menunjukan pola sungai Pesing
yang khas, yaitu adanya pembelokan sungai secara tiba-tiba dan kelurusan sungai. Citra
Google Earth tahun 2015 menunjukan perbukitan sejajar dan lurus dengan warna yang
lebih gelap daripada warna dataran disekitarnya. Bukit struktural terisolir di daerah
batupasir tufan dan di sebelah timur endapan dataran fluvio-vulkanik dengan jenis batuan
breksi monomik. Proses geomorfologi yang mulai berkembang pada bentuklahan asal
proses struktural adalah pelapukan batuan. Batuan yang telah mengalami pelapukan sangat
rentan mengalami erosi dan gerakan masa batuan. Struktur spheroidal weathering
(mengulit bawang) pada batupasir tufan sering dijumpai di lokasi penelitian. Tipe gerakan
masa batuan yang sering terjadi di daerah penelitian adalah longsoran (slide).
Pada daerah penelitian terdapat juga bentuk lahan fluvial. Bentuk lahan asal proses
fluvial adalah semua bentuk lahan yang terjadi akibat adanya proses aliran baik yang
terkonsentrasi berupa aliran sungai maupun yang tidak terkonsentrasi yang berupa
limpasan permukaan (Sungkowo,Andi dan Herwin Lukito, 2011). Pada daerah penelitian,
75
76
dataran fluvial terpengaruh juga dari material-material vulkanik sehingga disebut dataran
fluvio-vulkanik. Dataran fluvio-vulkanik ini berada dekat dengan aliran sungai dimana
sangat sulit ditemukan singkapan batuan yang masih segar serta menimbulkan perbedaan
bentukanlahan. Peta Bentuklahan dan Kemiringan Lereng dapat dilihat pada Peta 4.2 dan
Peta 4.3.
Perbukitan struktural
Bukit Struktural
Terisolir
Dataran Fluvio-Vulkanik
76
77
Pola aliran sungai di daerah penelitian adalah dendritik. Cabang-cabang sungai dari
pola pengaliran ini menyerupai percabangan batang pohon. Percabangan sungai tidak
teratur. Pola ini cenderung berkembang di daerah yang memiliki batuan yang homogen.
Cabang sungai yang membelok secara tiba-tiba ini dipengaruhi oleh struktur geologi
seperti kekar dan sesar. Pada daerah yang bertopografi datar sampai miring, sering
ditemukan kekar pada aliran sungai. Salah satunya dapat dilihat pada gambar 4.4. Kekar
pada gambar 4.4 terisi andesit, berwarna abu-abu, memiliki komposisi mineral hornblend,
Kekar
Hanging wall
Footwall
77
74
74
75
75
76
76
77
77
82
4.1.3 Tanah
Jenis tanah di daerah penelitian adalah tanah latosol. Latosol adalah tanah
dengan kadar liat lebih dari 60%, remah sampai gumpal, gembur, warna tanah
seragam, solum dalam (>150cm) (Suripin, 2004). Warna tanah di daerah penelitian
Nglanggran, warna tanah lebih merah, sementara pada satuan batupasir-tufan warna
tanah lebih kecoklatan, sama halnya pada endapan aluvium. Tebal tanah di daerah
penelitian berkisar antara 10cm – 85cm. Ketebalan tanah dapat dilihat pada gambar
4.5. Pada kemiringan lereng yang curam, tebal tanah lebih tipis daripada tebal tanah
pada topografi dengan kemiringan lereng datar. Pada satuan batupasir-tufan, saat
tanah diambil sebagian kemudian ditetesi air sedikit demi sedikit sampai
membentuk pasta, rasa kasar agak jelas, agak melekat, dapat dibuat bola, dan dapat
sedikit dibuat gulungan. Tekstur tanah pada endapan aluvium sedikit berbeda, saat
tanah diambil sebagian kemudian ditetesi air sedikit demi sedikit sampai
membentuk pasta, rasa halus dengan sedikit bagian agak kasar, agak melekat, dapat
dibentuk bola, dan mudah hancur bila dibuat gulungan. Berdasarkan hasil
Priyanto, 2009 terdiri dari lempung berpasir pada satuan batupasir-tufan dan breksi-
82
83
Tanah
Batuan induk
83
84
lembar Yogyakarta umur formasi semilir adalah Miosen Bawah Bagian Bawah, umur
formasi Nglanggran adalah Miosen Awal, dan umur endapan aluvium adalah kuarter.
Untuk lebih jelasnya, satuan batuan dapat dilihat pada peta 4.4.
Peta Geologi lembar Yogyakarta tahun 1995 (Rahardjo, dkk) menunjukkan bahwa
batuan-batuan Semilir terdiri dari perselingan antara breksi-tuf, breksi batuapung, tuf dasit,
dan tuf andesit, serta batulempung tufan, sementara batuan-batuan pada formasi
lignit batugamping berlapis dan batugamping koral. Selain itu, endapan aluvium terdiri
dari kerakal, pasir, lanau dan lempung sepanjang sungai yang besar dan dataran pantai.
M Satuan
Satuan Breksi monomik Nglanggran
i Breksi
Tersier Nglanggran terdiri dari breksi andesit, dengan
o Monomi
perselingan batupasir tufan.
s k
e
n awal
-
M Satuan Batupasir Piroklastik Semilir
Satuan
i terdiri dari batupasir tuff, tuff, lapili,
Tersier Batupasir Semilir
o dan batupasir tuff dengan sisipan
tufan
s batulempung tufan.
e
n
tengah
(Sumber: Penulis, 2015)
84
85
batuan yang terdapat pada daerah penelitian adalah endapan aluvium, satuan batuan
segar putih kekuningan dan warna lapuk kuning kecoklatan, ukuran butir pasir kasar
sampai pasir sangat halus, kemas terbuka, pemilahan baik, derajat kebundaran
412,5meter sampai 600meter. Pada topografi berbukit dengan kemiringan lereng curam
sampai sangat curam dijumpai kekar dan pelapukan batupasir tufan, ditandai dengan
batulanau-tufan pada topografi berbukit dengan kemiringan lereng sangat curam sekali
sampai tegak. Sisipan batulanau-tufan memiliki ketebalan lebih tipis, yaitu dari 0cm –
hitam kehijauan, ukuran butir lanau, kemas tertutup, pemilahan baik, derajat kebundaran
monomik sebagai sisipan. Breksi monomik yang dijumpai berfragmen andesit dengan
memiliki ukuran butir krikil sampai brangkal, pemilahan buruk, derajat kebundaran
menyudut tanggung, kemas terbuka, dan semen silika. Sisipan breksi monomik sering
dijumpai di sepanjang sungai yang diindikasikan sebagai jalur sesar mendatar kanan.
85
86
Gambar 4.7 Singkapan Batupasi-tufan pada topografi sangat terjal (70%-140% / 480)
(Foto Penulis September 2015, Kamera Menghadap ke Tenggara)
Gambar 4.8 Singkapan Batupasir-tufan pada topografi curam yang mengalami pelapukan (spheroidal
weathering)
(Foto Penulis September 2015, Kamera Menghadap ke Utara
86
87
(a) (b)
Gambar 4.10 Singkapan Breki Monomik dengan fragmen andesit sebagai sisipan pada batupasir tufan
Semilir (a)kenampakan dari jauh (b)kenampakan dari dekat
(Foto Penulis September 2015, Kamera Menghadap ke Utara)
Gambar 4.11 Kontak singkapan breksi-andesit dengan batupasir-tufan pada formasi Semilir
(Foto Penulis September 2015, Kamera Menghadap ke Timur)
87
88
Gambar 4.12 Singkapan perulangan batupasir-tufan dengan sisipan batulanau-tufan pada topografi
sangat terjal sekali (>140%)
(Foto Penulis September 2015, Kamera Menghadap ke Tenggara)
- Satuan breksi-andesit Nglanggran tersebar memanjang dari tenggara sampai barat laut
Breksi monomik adalah breksi yang hanya terdiri dari satu jenis fragmen, yaitu andesit.
Warna singkapan abu-abu kehitaman, besar butir berukuran pasir halus sampai
bongkah, pemilahan buruk sampai sedang, struktur masif, bentuk butir menyudut
sampai membulat tanggung, kemas terbuka, terdapat mineral piroksin, hornblende, dan
plagioklas. Pada daerah yang diperkirakan sebagai batas satuan batuan dijumpai struktur
(a) (b)
88
89
(a) (b)
Gambar 4.14 Sisipan batupasir-tufan pada formasi Nglanggran yang mengulit bawang (a)singkapan
dari jauh (b)singkapan dari dekat
(Foto Penulis September 2015, Kamera Menghadap ke Utara)
- Endapan aluvium tersebar pada bentuk lahan asal proses fluvial-vulkanik. Pada daerah
ini sangat jarang dijumpai adanya singkapan sehingga tidak dapat dilakukan
pengukuran dan pengamatan yang lebih mendetail. Daerah ini banyak digunakan
penduduk untuk persawahan dan pemukiman. Pada satuan aluvium di daerah penelitian
dijumpai material lepas dari yang berukuran lempung, pasir halus sampai kerikil,
sampai brangkal yang merupakan rombakan dari breksi dan batupasir-tufan. Porositas
pada endapan aluvial tergolong baik tergantung pada rata-rata ukuran butiran (Discroll,
89
90
Porositas yang tinggi belum tentu memiliki tingkat permeabilitas yang tinggi pula.
Batuan yang memiliki sifat permeabel pasti memiliki porositas yang tinggi, tetapi batuan
yang memiliki tingkat porositas tinggi belum tentu permeabel. Contohnya adalah serpih,
serpih memiliki tingkat porositas tinggi tetapi tingkat permeabilitas yang rendah.
dengan proses pembentukan batuan, sementara breksi termasuk ke dalam porositas primer
dan sekunder karena selain terbentuk bersamaan dengan proses pembentukan batuan, juga
90
82
82
92
Daerah penelitian yaitu desa Wonolelo termasuk daerah yang kesulitan air dan telah
dipetakan pada tahun 2013. Berdasarkan hasil penelitian Fakultas Teknik Universitas
Gadjah Mada, profil geologi sumur bor di wilayah Kabupaten Bantul, umumnya berada
pada formasi akuifer bebas dan akuifer setengah tertekan (Sanitasi, Pokja). Menurut
penelitian Heru Hendrayana, Kecamatan Pleret memiliki total cadangan airtanah dinamis
11.135.423.029 Liter/Tahun. Dari data tersebut diketahui bahwa rasio pemanfaatan dan
cadangan airtanah sebesar 28,72%, dengan persentase tersebut maka Kecamatan Pleret
termasuk dalam daerah dengan tingkat pemanfaatan airtanah tinggi, artinya kondisi
airtanah pada daerah ini termasuk dalam kategori kritis. Selain itu, untuk sistem akuifer
Air permukaan di daerah penelitian terdiri dari sungai dan mataair. Sungai di daerah
penelitian lebih banyak berupa sungai musiman yang hanya dialiri air saat musim hujan.
Saat musim kemarau, pasokan air hujan berkurang sehingga kedalaman muka air tanah
mengalami penurunan, pasokan air untuk mengaliri sungai juga berkurang mengakibatkan
sungai menjadi kering saat musim kemarau. Di bagian timur desa Wonolelo memanjang
perbukitan struktural. Pada daerah punggungan tersebut dijumpai deretan tebing yang
menjadi hulu sungai. Pada tebing tebing ini dijumpai beberapa mataair yang dimanfaatkan
warga untuk memenuhi kebutuhan air bersih. Arah aliran air tanah di daerah penelitian
secara umum adalah dari utara ke barat daya menuju sungai Opak, dapat dilihat pada peta
92
93
Air bawah tanah yang digunakan di Desa Wonolelo terdiri dari sumur gali dan
sumur bor. Sumur gali jarang digunakan karena kedalaman airnya yang cukup dalam,
terlebih di saat musim kemarau. Warga lebih banyak menggunakan air dari sumur bor.
Hanya saja, beberapa bulan terakhir salah satu sumur bor di dusun Bojong mengalami
(a) (b)
Gambar 4.16 (a) Sungai musiman dan (b) Sumur Bor di Daerah Penelitian
(Foto Penulis September 2015, Kamera Menghadap ke (a)Selatan dan (b) Barat)
Arah aliran air tanah umumnya adalah mengikuti bentuk topografi permukaan.
Topografi daerah penelitian terdiri dari kondisi perbukitan sampai datar, maka aliran air
tanah pada daerah penelitian bergerak dari daerah yang memiliki topografi terjal menuju
Dusun yang termasuk dalam daerah rawan kekeringan berdasarkan peta Tingkat
Resiko Bencana Kekeringan Desa Wonolelo, Kecamatan Pleret, Kabupaten Bantul tahun
2013 meliputi dusun Bojong, dusun Purworejo, dusun Ploso, dan dusun Cegokan. Dusun
Bojong menggunakan mataair Surupetek dan sumur bor dalam pemenuhan kebutuhan air
kebutuhan air domestik. Dusun Ploso menggunakan sumur bor dan PDAM dalam
93
94
pemenuhan kebutuhan air domestik dan air minum. Dusun Cegokan menggunakan mataair
Pengukuran debit mataair dilakukan saat musim kemarau dan pancaroba yaitu pada
bulan Juni, September, Oktober, November, dan Desember. Debit rata-rata mataair
(a) (b)
Gambar 4.17 Mataair Keluar Melalui Rekahan Batuan pada Batupasir-tufan pada Mataair Surupetek
(a)bak penampung air rembesan (b)rembesan air keluar dari rekahan batuan
(Foto Penulis Juni dan September 2015, Kamera Menghadap ke Timur Laut)
(a) (b)
Gambar 4.18 Mataair Purworejo pada Batupasir-tufan (a)mataair pertama (b)mataair kedua
(Foto Penulis Juni dan September 2015, Kamera Menghadap ke Timur)
94
95
muka air tanah yang terbatas pada akuifer bebas kaitannya dengan tujuan penelitian
yaitu untuk mengetahui karakteristik mataair dan aliran air tanah. Akuifer dibentuk
Nglanggran. Data yang digunakan untuk pembuatan peta ketinggian muka air tanah
adalah data kedalaman sumur gali warga dan mataair. Dari peta ketinggian muka air
tanah diketahui arah aliran di daerah penelitian berbeda-beda, tetapi tetap berpola
mengalir dari daerah yang lebih tinggi ke daerah yang lebih rendah. Desa Srimulyo,
Kec. Piyungan arah aliran air tanah dari topografi berbukit di bagian timur, barat, dan
utara desa menuju ke topografi datar (lembah) dengan satuan batuan adalah
gawir sesar. Desa Wonolelo, Kec. Pleret arah aliran air tanah dari utara bertopografi
berbukit ke tenggara selatan menuju lembah, dan dari topografi berbukit di bagian
timur desa menuju daerah yang bertopografi lebih rendah ke arah barat barat laut.
Aliran air tanah di daerah penelitian secara keseluruhan mengalir dari utara timurlaut
ke barat daya menuju sungai Opak. Dari data kedalaman air tanah pula, diketahui
bahwa sebaran air tanah pada endapan aluvium lebih merata dari satuan batupasir-
tufan. Gradien-hidrolik merupakan tenaga pendorong gerakan air dalam tanah. Oleh
adannya hujan yang terputus, evaporasi, dan buangan air di lapangan, maka akan
selalu ada tenaga pendorong gerakan air tanah. Gradien hidrolik merupakan
kemiringan permukaan air atau akuifer. Gradien hidrolik ini mempengaruhi arah dan
laju aliran air tanah. Nilai gradien atau landaian hidrolika dari 3 penampang muka air
tanah yang diambil berturut-turut adalah 48% (67,40); 30% (16,40); dan 34%
95
96
adalah 35% (34,50). Semakin terjal dan pendek jarah tempuh aliran air maka nilai
landaian hidrolika akan semakin besar. Dari nilai landaian hidrolika juga diketahui
daerah imbuhan didaerah penelitian dimana nilai landaian hidrolika yang besar atau
96
92
92
98
Bencana alam di daerah penelitian adalah gempa bumi, longsor, gerakan masa
batuan, kekeringan, dan banjir. Gempabumi adalah salah satu bukti adanya tenaga-tenaga
endogen dari dalam bumi baik tektonik maupun vulkanik. Besar kecilnya kerusakan yang
ditimbulkan bergantung kepada besarnya tenaga yang dikeluarkan oleh gelombang gempa
tersebut dan letak titik pusat gempa di perut bumi (episentrum). Sebagai contoh perubahan
bentang alam akibat gempabumi tektonik di daerah Bantul, D.I.Yogyakarta hingga Klaten,
Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2006 (Santosa dan Lutfi, 2014). Perubahan bentuk lahan
ini dapat mempengaruhi pula pada pemunculan mataair, yaitu dapat mematikan mataair
dan dapat memunculkan mataair baru. Gempa bumi sering terjadi di lokasi penelitian
karena dipengaruhi oleh sesar Opak. Longsor sering terjadi di daerah penelitian terutama
pada daerah yang memiliki kemiringan lereng terjal dan tingkat pelapukan batuan yang
tinggi. Data BLHD 2013 mencatat bahwa kerugian yang diakibatkan oleh tanah longsor
perdi daerah Pleret adalah Rp 11.000.000,00. Masih terdapat beberapa rumah yang
berpotensi terkena longsor sampai saat ini, tetapi sudah ada pendekatan dan informasi dari
BPBD Bantul kepada masyarakat setempat agar segera pindah ke lokasi yang lebih aman.
Kekeringan pada daerah penelitian terutama terjadi saat musim kemarau panjang. Air
untuk domestik saat kekeringan sempat dipasok dari BPBD pada musim kemarau tahun
2015, sementara air untuk minum dan masak warga Bojong, Ploso, Cegokan, dan
Purworejo memanfaatkan sumber air dari mataair. Sebagian warga Bojong memanfaatkan
mataair Surupetek, sementara warga Purworejo memanfaatkan sumber air dari mataair
Purworejo. Keberadaan sumber air dari mataair harus selalu dijaga kelestariannya, agar
dapat mencukupi kebutuhan warga yang menggunakan, terutama untuk minum dan masak.
98
99
Pada daerah dataran aluvial sering mengalami banjir karena topografi yang datar dan lokasi
pemukiman yang berdekatan dengan sungai-sungai. Musim hujan yang panjang dapat
berpotensi menyebabkan terjadinya banjir. Berdasaran data BLHD tahun 2013, bencana
Gambar 4.19 Gerakan masa batuan di pinggir jalan (tikungan) (gambar kiri) dan tanda
kawasan rawan longsor (gambar kanan)
(Foto Penulis (a) September dan (b) Oktober 2015, Kamera Menghadap ke (a) Timur laut dan (b)
Barat)
4.2.1 Flora
Tanaman yang ada di daerah penelitian sangat beragam dan bervariasi. Flora atau
jenis tanaman di desa Wonolelo dan desa Srimulyo terdiri dari tanaman pangan dan
tanaman hutan, dan tanaman liar. Tanaman pangan meliputi padi, jagung, kedelai, ubi jalar,
singkong, pisang, jeruk, mangga, kelapa, kacang tanah, rambutan, mangga, tomat, terong,
dan cabai. Tanaman hutan meliputi jati, mahoni, sengon, pinus, dan akasia. Tanaman liar
meliputi rumput liar dan semak yang tumbuh liar begitu saja.
99
100
(a) (b)
Gambar 4.20 Vegetasi di Daerah Penelitian (a) persawahan dan (b) kebun campuran
(Foto Penulis Oktober 2015, Kamera Menghadap ke Tenggara)
4.2.2 Fauna
Fauna atau jenis hewan di daerah penelitian terdiri dari hewan ternak, hewan
peliharaan, dan hewan liar. Hewan ternak meliputi ayam, kambing, ikan, domba, dan sapi.
Warga dusun Cegokan, Ploso, dan Purworejo umumnya memiliki ternak sapi ataupun
ternak sapi, bahkan di dusun Purworejo sudah memiliki kelompok tani yaitu kelompok
Tani Manunggal. Hewan peliharaan meliputi kucing, burung merpati, dan anjing. Hewan
liar meliputi ular, nyamuk, lalat, cicak, serangga, ulat, cacing, burung Cakakak Jawa, dan
burung Elang.
(a) (b)
Gambar 4.21 Hewan Ternak milik warga (a) Ternak domba dan (b) Ternak sapi
(Foto Penulis Oktober 2015)
100
101
Komponen sosial merupakan salah satu aspek yang penting dalam mendukung suatu
daya dukung lingkungan. Komponen sosial terdiri dari kondisi kependudukan, ekonomi,
dan budaya.
4.3.1 Kependudukan
Daerah penelitian mencakup Desa Wonolelo dan sebagian Desa Bawuran, Kec. Pleret;
sebagian Desa Srimulyo, Kec. Piyungan; dan sebagian Desa Terong dan sebagian Desa
Muntuk, Kec. Dlingo. Desa Terong secara administratif merupakan satu dari enam desa
yang berada di wilayah Kecamatan Dlingo, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Desa
yang terletak sejauh 25 km dari ibukota Kabupaten Bantul ini memiliki luas wilayah 775,
8615 Ha. Jumlah pedukuhan di Desa Terong ada 9 dengan jumlah total RT adalah 42.
Wilayah yang termasuk dalam daerah penelitian berada di bagian barat Desa Terong
dengan luas 57,55275 Ha. Desa Muntuk terletak pada arah timur dari pusat kota kabupaten
Bantul. Jarak Desa Muntuk dengan pusat kabupaten Bantul kurang lebih 25 km. Desa
Muntuk terdiri dari 71 wilayah RT yang terbagi dalam 11 pedusunan. Wilayah yang
termasuk dalam daerah penelitian berada di bagian barat Desa Muntuk dengan luas 60,91
Ha. Desa Srimulyo berada di Kecamatan Piyungan, di sebelah utara daerah penelitian.
Luas Desa Srimulyo yang termasuk dalam daerah penelitian seluas 251,18085 Ha. Total
luas Desa Srimulyo adalah 1.456,70 Ha. Desa Srimulyo terbagi menjadi 22 dusun.
Desa Segoroyoso, Desa Bawuran, dan Desa Wonolelo berada di Kecamatan Pleret.
Desa Segoroyoso berada di sebelah barat daya daerah penelitian. Luas wilayah Desa
101
102
Segoroyoso seluas 458,0125 Ha. Luas desa yang masuk dalam daerah penelitian adalah
25,27685 Ha. Desa Segoroyoso terdiri dari 9 dusun, meliputi dusun Srumbung,
Jembangan, Kloron, Segoroyoso I, Segoroyoso II, Trukan, Dahromo I, Dahromo II, dan
Bawuran terletak di timur daerah penelitian. Total luas wilayah Desa Bawuran adalah
490,9535 Ha. Luas wilayah Desa Bawuran yang termasuk dalam daerah penelitian adalah
177,28579 Ha. Desa Bawuran terdiri dari 7 dusun, yaitu Tegalrejo, Bawuran I, Bawuran II,
Jambon, Kedungpring, Sentulrejo, dan Sanan. Jumlah penduduk setiap desa yang masuk
dalam daerah penelitian dapat dilihat pada tabel 4.4 dibawah ini:
Batas sosial penelitian berada di Desa Wonolelo. Luas total Desa Wonolelo adalah
488,67032 Ha. Desa Wonolelo terdiri dari 8 dusun, yaitu dusun Kedongrejo, Cegokan,
Mataair Surupetek dan Mataair Purworejo sementara ini digunakan oleh 2 dusun di
desa Wonolelo, yaitu dusun Bojong dan dusun Purworejo. Mataair Surupetek digunakan
102
103
oleh warga dusun Bojong, sementara Mataair Purworejo digunakan oleh warga dusun
Purworejo. Air dari mataair dialirkan melalui pipa-pipa menuju penampungan sementara
(a) (b)
Gambar 4.22 Sarana dan Prasarana (a) SD Wonolelo dan (b) Masjid di dusun Bojong
(Foto Penulis Oktober 2015)
4.3.2 Perekonomian
Jenis pekerjaan paling banyak adalah buruh atau tukang berkeahlian khusus sebanyak
1.327 jiwa. Jenis pekerjaan paling banyak kedua adalah di sektor pertanian, peternakan,
dan perikanan sebanyak 728 jiwa. Selanjutnya penduduk yang masih berstatus pelajar atau
mahasiswa sebanyak 715 jiwa. Penduduk yang belum bekerja sebanyak 675 jiwa.
serabutan sebanyak 345, sebagai karyawan swasta sebanyak 187 jiwa, mengurus rumah
tangga sebanyak 180 jiwa, sebagai PNS sebanyak 53 jiwa, pensiunan sebanyak 35 jiwa,
POLRI sebanyak 9 jiwa, TNI sebanyak 6 jiwa, sebagai tenaga medis sebanyak 4 jiwa, dan
paling banyak adalah tamatan SD sebanyak 1.723 jiwa, kemudian tidak sekolah sebanyak
103
104
1.160 jiwa. Jenjang pendidikan sampai SMP sebanyak 730 jiwa, SMA 626 jiwa, belum
lapangan kerja di daerah penelitian. Para warga di dusun Purworejo, Pleret, Bantul,
Kelompok Tani Manunggal membuat usaha kerupuk kulit yang kemudian dijual ke
warung-warung sampai ke pasar-pasar di wilayah Bantul. Selain itu, kerajinan kayu dan
bambu juga ada yaitu untuk dijadikan pintu, kursi, meja, dan perabot rumah tangga
lainnya.
(a) (b)
Gambar 4.23 Industri kecil warga (a) Pembuatan perabot rumah tangga dan (b) Industri Pembuatan
Krupuk Kulit
(Foto Penulis Oktober 2015)
4.3.3 Kebudayaan
Sosial budaya masyarakat desa Wonolelo masih sangat baik. Kerjasama antar dusun
masih terjalin dengan baik. Hal ini terlihat dengan masih rutin diadakannya gotongroyong
setiap bulan, pertemuan RT dengan warga setiap minggu, pertemuan kelompok tani. Salah
satu tradisi yang terkait dengan adat pernikahan Jawa adalah Selapanan Manten yang
104
105
Desa Segoroyoso memiliki kegiatan olah raga yang menonjol adalah cabang sepak bola
dan telah dibentuk organisasinya, yaitu PORS (Persatuan Olah Raga Segoroyoso). Selain
itu, di Desa Srimulyo masih dilaksanakan Festival Takbir dan Parade Bedug saat hari raya
Idul Adha. Kegiatan-kegiatan lain antar warga juga masih sering dilakukan seperti doa
bersama, ritual-ritual keagamaan, dan lain-lain. Kebudayaan akan kelestarian mataair juga
tetap dipertahankan yaitu dengan tidak adanya penebangan hutan disekitar lokasi mataair.
masyarakat di desa Wonolelo terdiri dari satu puskesmas dan 8 UKBM (posyandu dan
polindes). Kesehatan masyarakat juga dapat dilihat dari indikator kesehatan lingkungan
sekitar. Semakin bersih keadaan lingkungan maka kesehatan masyakarat akan semakin
105
106
lembar Imogiri skala 1:25.000 terdiri dari kebun, tanah ladang, belukar, sawah irigasi,
sawah tadah hujan, dan pemukiman. Di sesuaikan dengan kondisi di lapangan, belukar
berada ditopografi perbukitan dengan lereng sangat terjal sampai terjal. Kebun, tanah
ladang, dan sawah tadah hujan berada di topografi bergelombang sampai topografi
dengan lereng miring. Kebun campuran warga tidak jarang juga berada di daerah
berada di daerah yang bertopografi datar. Mataair yang dikaji yaitu mataair Surupetek
dan mataair Purworejo berada pada penggunaan lahan kebun campuran dan hutan
pada topografi perbukitan dengan kemiringan lereng sangat terjal sampai sangat terjal
sekali. Begitu pula dengan mataair Curugbulan yang berada di Desa Srimulyo berada
pada topografi perbukitan dengan lereng sangat terjal sekali. Penggunaan lahan di
daerah penelitian secara lebih jelas dapat dilihat pada peta 4.6.
(a) (b)
Gambar 4.25 Penggunaan lahan (a) Pertambangan Batupasir-Tufan dan (b) Sawah Tadah Hujan
(Foto Penulis September 2015, Kamera Menghadap ke Timur)
106
92
92
BAB V
Mataair merupakan air tanah yang mengalir keluar menuju permukaan tanah
karena adanya aliran terpusat. Kondisi geologi dapat menjadi salah satu faktor yang
geologi berupa sesar turun pada satuan batupasir-tufan Semilir. Sesar turun dapat
meliputi sebaran, tipe (sifat pengaliran, debit, dan tenaga gravitasi), dan kualitas.
struktur geologi.
permukaan tanah sebagai arus dari aliran airtanah (Tolman, 1937). Proses
yaitu mataair Surupetek yang terletak di dusun Bojong dan mataair Purworejo
108
109
ini menjadi indikasi adanya suatu struktur geologi berupa sesar, dan hasil
dengan dijumpainya gawir terjal dan kedudukan sesar. Selain itu, berdasarkan
interpretasi garis kontur juga mengindikasikan adanya sesar, yaitu dari garis
kontur yang lurus dan memanjang. Sesar turun yang dijumpai disekitar
Surupetek berupa tebing terjal dengan kemiringan lereng yang masih seragam
Srimulyo berada pada kemiringan lereng yang masih seragam (sangat curam
sampai tegak) dengan ketinggian yang tidak jauh beda dengan mataair
lokasi ketiga mataair ini berada pada kemiringan lereng dan ketinggian yang
seragam, dan didominasi oleh satuan batuan yang seragam pula, maka
109
110
seperti jenis batuan. Perbedaan karakteristik ini dapat didasarkan pada sifat
Mataair yang dikaji untuk mengetahui tipenya dalam penelitian ini ada
tipe Perenial Springs karena kedua mataair ini tetap mengeluarkan air pada
selama 4 bulan setiap tahunnya dengan nilai curah hujan yang sangat sedikit
atau bahkan tidak ada. Hanya saja, debit mataair pada saat musim kemarau
Pada saat musim peralihan dari musim kemarau ke musim hujan, debit
Surupetek adalah 0,068,8 ml/detik pada musim kemarau tepatnya pada bulan
110
111
batupasir-tufan yang tergolong kecil, yaitu 0,2 m/hari menyebabkan air tanah
gempa yang mengguncang Bantul, D.I.Yogyakarta pada tahun 2006. Hal ini
menjadi salah satu indikator bahwa kemungkinan mataair ini muncul karena
4.5 Peta Ketinggian Muka Air Tanah), terlihat mataair berada pada topografi
yang seragam, yaitu tegak atau sangat terjal sekali. Mataair Surupetek berada
hidrolika yang kecil, menyebabkan debit mataair menjadi kecil pula. Struktur
geologi berupa patahan atau pergerakan blok batuan menyebabkan air tanah
yang masuk melewati batuan lolos air ketika bertemu dengan struktur geologi
yang disebabkan oleh patahan berupa rekahan pada batuan menyebabkan air
tipe mataair patahan. Sementara pada mataair Purworejo berada pada kondisi
topografi yang seragam, yaitu tegak atau sangat terjal sekali dengan
111
112
aktivitas sesar, yaitu bidang offset, bekas jatuhan batuan, dan pergeseran
batuan. Jenis batuan pada mataair Purworejo adalah batupasir-tufan. Air tanah
keluar karena adanya patahan pada batuan yang lulus air dengan kelulusan
yang rendah, yaitu 0,2 m/hari. Air tanah bergerak pelan ke permukaan
kemudian air tanah menuju permukaan tanah melalui rekahan tersebut. Oleh
karena itu, mataair Purworejo termasuk pula dalam tipe mataair patahan.
Potensi mataair adalah mengenai kuantitas dan kualitas dari mataair yang
dikaji. Potensi mataair nantinya akan di hitung dengan proyeksi jumlah penduduk
dan kebutuhan air domestik warga selama 10 tahun kedepan sehingga dapat
diketahui tingkat potensi mataair yang dikaji untuk pemenuhan kebutuhan air sampai
10 tahun ke depan.
Pengukuran debit air dari mataair dilakukan sebanyak 5 kali, yaitu dua
kali dibulan kering, dua kali dibulan lembab, dan satu kali dibulan basah
berdasarkan data curah hujan dari tahun 2005-2014. Data pengukuran debit
112
113
Mataair Purworejo
Debit
No Bulan
l/detik l/hari m3/hari l/tahun
1 Juni 0,474 40.976,717 40,977 14.956.501,851
2 September 0,438 37.868,683 37,869 13.822.069,149
3 Oktober 0,435 37.585,517 37,586 13.718.713,851
4 November 0,507 43.803,283 43,803 15.988.198,149
5 Desember 0,690 59.616,000 59,616 21.759.840,000
Rata-rata 0,636 43.970,040 43,970 16.049.064,6
Sumber : Hasil Pengolahan Data Primer, 2015
(1923), debit kedua mataair yang dikaji termasuk kecil. Debit mataair
mataair bagi sumber pemenuhan kebutuhan air warga dengan asumsi bahwa
sangat sedikit dan dangkal sehingga untuk pengambilan sampel air langsung
adalah sifat fisik (bau, rasa, suhu, TDS, dan kekeruhan), sifat kimia (pH,
COD, DO, Fe, Cl+, HCO3-, Ca2+, Mg2+, NO3-, NO2-,SO42-, NH3-N,
BOD), dan sifat biologi (Coliform total). Khusus parameter pH dan suhu
113
114
1) Sifat Fisik
Sifat fisik merupakan sifat yang terlihat secara kasat mata dan panca
indera. Hasil uji laboratorium untuk kualitas air dari mataair secara fisik
Surupetek dan mataair Purworejo tidak berbau dan tidak berasa. Begitu
pula dengan parameter padatan terlarut (TDS) dan suhu dari kedua mataair
masih berada dibawah batas bakumutu untuk air minum, dengan nilai TDS
114
115
Gambar 5.1 Sumber mataair Purworejo dengan material pasir yang mudah terbawa
dalam pipa penyalur
Nilai kekeruhan mataair Surupetek 13,33 FTU dan mataair
kekeruhan akibat dari terbawanya partikel tuf ataupun lempung dan pasir
tepat pada bak penampung air dari mataair dapat memperkecil nilai
2) Sifat Kimia
115
116
kimia air dari mataair akan dibahas lebih lanjut dibawah ini:
a. pH
terlalu tinggi (basa) akan berasa tidak enak (kental/licin). Nilai pH yang
ini berarti bahwa air yang berasal dari mataair Surupetek maupun
air minum.
116
117
b. Kalsium (Ca)
Surupetek adalah 52mg/L dan pada air dari mataair Purworejo adalah
tinggi nilai kalsium, maka nilai kesadahan juga akan semakin tinggi.
c. Magnesium (Mg)
34mg/L. Hal ini berarti kadar Magnesium dari air kedua mataair yang
d. Kesadahan (CaCO3)
mataair Purworejo adalah 176mg/L. Kadar dari kedua air dari mataair
yang dikaji masih berada dibawah batas bakumutu air untuk air minum
500mg/L. Air sadah atau air keras adalah air yang memiliki kadar
mineral yang tinggi, sedangkan air lunak adalah air dengan kadar
kesadahan dari Peavy et al, 1985 dalam Effendi, 2003, air dari mataair
117
118
e. Amoniak (NH3-N)
mg/L dan mataair Purworejo adalah 0,317. Besi diperoleh dari mineral-
(Pratiknyo, 1992). Kadar besi dari kedua mataair yang dikaji berada
g. Sulfat (SO42-)
118
119
dalam jumlah yang cukup besar dapat membentuk kerak air yang keras
h. Klorida (Cl-)
sebesar 26mg/L. Kadar klorida dari kedua mataair berada jauh dibawah
i. Nitrat (NO3-)
Kualitas Air Minum yaitu tidak boleh lebih dari 50 mg/L. Kadar nitrat
pupuk, aktiitas manusia, dan kotoran hewan. Kadar nitrat dalam mata
119
120
Purworejo.
j. Nitrit (NO2-)
PerMenKes No.492 Tahun 2010 adalah 3mg/L. Kadar nitrit yang lebih
diketahui kadar nitritnya sebesar 0,026mg/L. Hal ini berarti kadar nitrit
k. BOD
air minum berdasarkan PerMenKes No.492 Tahun 2010, maka dari itu,
kadar BOD, COD, dan DO akan dicocokan dengan PerGub DIY no.20
Tahun 2008 untuk peruntukan kelas 1, yaitu untuk air baku air minum.
Kadar BOD pada air dari matair Surupetek dan mataair Purworejo
120
121
l. COD
Purworejo. Kadar COD dari kedua mataair ini masih berada dibawah
m. DO
3) Sifat Biologi
air dari mataair Surupetek dan mataair Purworejo adalah coliform total.
121
122
Gambar 5.2 Lumut pada mulut pipa penyalur mataair di bak penampung
mataair Purworejo
(Sumber: Foto Penulis, Desember, 2015)
Dari hasil uji laboratorium, kadar coliform total pada air dari
48MPN/ml. Batas bakumutu air untuk air minum adalah 0 atau nihil,
sehingga dapat dikatakan bahwa kadar coliform total dari kedua mataair
dan air yang telah terpengaruh oleh air permukaan serta limbah
terkandung pada kedua mataair dapat berasal dari kotoran hewan, dimana
lokasi mataair yang belum ada perlindungan dari kotoran hewan, serta
pengelolaan sumber mataair dan bak penampung air dari mataair yang
122
123
atau sangat buruk. Dari 19 parameter yang diujikan, mataair Surupetek dan
mataair Purworejo memiliki kelas kualitas air yang berbeda, yaitu sangat
baik dengan skor adalah 5. Uji kualitas air dari mataair Purworejo
kualitas air minum. sementara uji kualitas air dari mataair Surupetek
yaitu kekeruhan, kadar besi (Fe), DO, dan Coliform Total. 15 parameter
lainnya memenuhi persyaratan kualitas air minum. Oleh karena itu, air dari
mataair masih baik digunakan untuk air bersih, namun apabila digunakan
untuk air minum harus endapkan beberapa jam dan dimasak terlebih dulu,
serta perlu adanya pengelolaan lebih lanjut terhadap bak penampung air
dari mataair.
kebutuhan air domestik maupun untuk non domestik. Kebutuhan air domestik
yaitu seperti untuk minum, memasak, mandi, dan keperluan rumah tangga
lainnya. Kebutuhan air non domestik yaitu seperti untuk peternakan, industri
rumah tangga, dan sejenisnya. Kebutuhan air yang akan diproyeksikan dan
123
124
kebutuhan air domestik saja. Kebutuhan air warga diketahui dengan metode
kebutuhan air per orang sebesar 144,27 liter/hari. Berbeda dengan dusun
Kebutuhan air di dusun Ploso per orang 141,30 liter/hari, dengan kebutuhan
air per keluarga sebesar 553,92 liter/hari. kebutuhan air di dusun Cegokan per
keluarga adalah 605,90 liter/detik dan per orang adalah 151,47 liter/detik.
Kebutuhan per orang di ke empat dusun ini tergolong tinggi. Dari tabel
kebutuhan air tiap dusun hasil dari kuisioner dapat dilihat pada tabel 5.11 di
bawah ini.
124
125
semua dusun, tetapi hanya dusun-dusun tertentu yang dekat dengan mataair,
yaitu dusun Bojong dan dusun Purworejo. Proyeksi jumlah penduduk sangat
masih dapat memenuhi kebutuhan air dari dusun pengguna mataair atau tidak.
D.I.Yogyakarta Tengah pada tahun 1971 – 1980, 1980 – 1990, 1990 – 2000,
2000 – 2010, berturut – turut adalah 1,10%, 0,57%, 0,72%, dan 1,04%. Laju
jumlah debit mataair sampai 10 tahun ke depan dengan harapan masih dapat
2025. Kebutuhan air untuk tahun 2025 sesuai dengan proyeksi penduduk
126
127
Kebutuhan Air Dusun Kebutuhan Air Dusun Ploso Kebutuhan Air Dusun
Jenis Kebutuhan Kebutuhan Air Dusun Bojong Purworejo Cegokan
Air Liter/Tahun Liter/tahun Liter/tahun Liter/tahun
2015 2025 2015 2025 2015 2025 2015 2025
Minum 210.787,50 235.279,00 280.393,00 312.713,75 286.327,90 319.280,10 284.499,25 322.273,10
Masak 2.207.520,00 2.464.012,80 2.257.773,20 2.518.025,50 2.375.113,40 2.648.454,60 2.063.162,50 2.337.095,00
Mandi 8.759.178,75 9.776.911,90 12.771.291,60 14.243.431,50 13.295.471,75 14.825.588,25 12.741.657,25 14.433.406,70
Perabot 3.100.492,50 3.460.740,20 4.105.928,80 4.579.217,00 4.252.673,40 4.742.094,60 4.017.737,50 4.551.185,00
Baju 3.671.535,00 4.098.132,40 248.696,40 277.363,50 3.447.669,55 3.844.446,45 3.329.292,75 3.771.333,30
Kakus 5.053.151,25 5.640.279,30 7.473.083,00 8.334.501,25 7.165.238,35 7.989.853,65 8.072.394,75 9.144.191,70
Total 23.002.665,00 25.675.355,60 27.137.166,00 30.265.252,50 30.822.494,35 34.369.717,65 30.508.744,00 34.559.484,80
Tanaman 1.920.082,50 2.143.177,80 655.875,80 731.478,25 805.003,85 897.648,15 1.090.218,50 1.234.970,20
Halaman 2.391.480,00 2.669.347,20 1.601.897,40 1.786.547,25 126.735,30 141.320,70 870.871,75 986.500,10
Kendaraan 331.511,25 370.029,70 207.247,00 231.136,25 1.408.170,00 1.570.230,00 427.834,75 484.639,70
Total 27.645.738,75 30.857.910,30 29.602.186,20 33.014.414,25 33.162.403,50 36.978.916,50 32.895.497,25 37.263.134,70
Ternak sapi 1.247.478,75 1.392.423,90 3.203.794,80 3.573.094,50 2.645.012,65 2.949.415,35 2.100.082,25 2.378.916,70
Ternak Kambing 337.260,00 376.446,40 697.325,20 777.705,50 882.453,20 984.010,80 434.350,00 492.020,00
Total 29.230.477,50 32.626.780,60 33.503.306,20 37.365.214,25 36.689.869,35 40.912.342,65 35.429.929,50 40.134.071,40
Sumber: Hasil Perhitungan Data Primer dan Data Sekunder, 2015
127
128
Surupetek digunakan oleh warga Bojong. Kebutuhan air warga Bojong tahun
liter/detik. Oleh karena itu, untuk pemenuhan kebutuhan air warga dusun
Bojong, mataair Surupetek tergolong dalam kelas sangat kecil dengan skor
adalah 1. Debit mataair Purworejo lebih besar dari debit mataair Surupetek.
mataair tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan air warga dusun Purworejo.
Debit mataair hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan air minum dan
masak. Total kebutuhan air untuk minum dan masak warga 4 dusun adalah
khusus untuk minum dan masak dapat digunakan untuk ke 4 dusun, dari
dusun Bojong, dusun Purworejo, dusun Ploso, dan dusun Cegokan dengan
128
129
syarat harus dengan persetujuan dari ke empat dusun tersebut. Oleh karena
itu, mataair Purworejo tergolong dalam kelas sedang dengan skor adalah 3.
Kualitas air dari mataair Purworejo tergolong sangat baik dengan skor
5, yaitu memenuhi standar baku mutu air minum menurut PerMEnKEs yang
tergolong baik, sebesar 78, 95% dapat memenuhi persyaratan kualitas air
minum yang diujikan dengan skor 4. Kelas potensi mataair Surupetek dan
air tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan air domestik, hanya dapat
memenuhi kebutuhan air minum warga dusun Bojong di tahun 2025, tetapi
karena kualitas air yang tergolong sangat baik dan dapat memenuhi
kebutuhan air warga dusun Purworejo di tahun 2025 untuk minum dan
domestik warga dusun Purworejo, debit mataair masih sangat cukup untuk
kebutuhan air minum dan masak warga dusun Purworejo, dusun Bojong,
129
128
128
131
air tanah. Dari ciri litologi dan muka air tanah di daerah penelitian secara
informasi warga, tinggi muka air tanah di daerah penelitian sangat dipengaruhi
oleh musim. Pada saat musim hujan muka air tanah menjadi dangkal,
sementara saat musim kemarau air tanah menjadi sangat dalam terutama pada
satuan batupasir-tufan.
Satuan batuan yang dominan dan paling tua di daerah penelitian adalah
primer dengan sistem ruang antar butir. Ukuran butir batupasir adalah batupasir
Tabel Todd, 1980 adalah dari 33% sampai 37%. Sementara nilai porositas tuf
adalah kisaran 0,2 m/hari sampai 3,1 m/hari dengan tingkat konduktivitas
hidrolika sedang sampai tinggi. Tebal lapisan pada satuan batuan ini adalah
dari 412,5 meter sampai 600meter dengan nilai transmisivitas atau keterusan
air adalah dari 82,5 m2/hari sampai 1860 m2/hari. Kedalaman muka air tanah
131
132
tufan. Porositas breksi pada daerah penelitian termasuk dalam porositas ruang
kerikil halus sampai kerikil kasar dengan nilai porositas berkisar antara 28%
batuan Sementara nilai kelulusan batuan pada breksi adalah kisaran 150
untuk mataair dan air tanah di daerah penelitian. Pada zona ini, kedalaman
muka air tanah pada musim kemarau berkisar antara 7,44 m sampai 17, 87 m.
berdasarkan tabel Todd, 1980 nilai porositas pada endapan aluvium berkisar
dari 28% sampai 43%. Kelas porositas termasuk besar berdasarkan kelas
132
133
menurut Todd, 1980. Sementara tebal akuifer pada endapan aluvium adalah
dari 62,5 meter sampai 125 meter. Sehingga, nilai transmisivitas pada endapan
56.250m2/hari. Kedalaman muka air tanah pada endapan aluvium saat musim
kemarau adalah dari 2,5 m sampai 2,77 m. Muka air tanah pada endapan
menyimpan air. Semakin besar nilai porositas suatu batuan maka semakin
besar pula air yang dapat tersimpan pada formasi batuan tersebut. Akan tetapi,
besarnya nilai porositas tidak menjamin volume air pada suatu akuifer menjadi
besar, begitu pula kaitan antara porositas dengan konduktivitas hidrolika. Nilai
porositas yang besar tidak selalu berarti nilai konduktivitas hidrolika menjadi
besar pula. Ukuran butir yang halus ditambah dengan adanya tuf menjadikan
lambat dalam meluluskan air. Nilai transmisivitas paling tinggi berada pada
daerah penelitian adalah baik sebagai penyimpan air akan tetapi memiliki
133
134
sebagian lagi akan masuk ke dalam tanah. Air yang masuk ke dalam tanah
sebagian akan keluar lagi ke sungai-sungai, danau, laut, dan sebagian lagi akan
tetap tersimpan sebagai air tanah. Water balance atau neraca air adalah suatu
juga dapat digunakan untuk mengetahui jumlah air tersebut kelebihan (surplus)
atau kekurangan (defisit). Kegunaan mengetahui kondisi air pada surplus dan
Sumber air yang berada di daerah penelitian berasal dari sumur gali,
sumur bor, PDAM, dan mataair. PDAM bersumber dari luar daerah penelitian.
Pengambilan air dari sumur bor dan sumur gali secara terus menerus dapat
karena itu, ketersediaan air tanah turut di evaluasi dalam penelitian ini.
Data curah hujan dari tahun 2005-2014 diperoleh dari Dinas Sumber
Daya Air Kabupaten Bantul. Parameter curah hujan dalam evaluasi neraca air
sangat penting karena curah hujan merupakan sumber utama yang mengisi
atau memasok air tanah. Berikut volume curah hujan di daerah penelitian
134
135
persamaan Mock. Persamaan Mock yaitu pada setiap perubahan elevasi 100
mdpl maka suhu juga akan mengalami perubahan sebesar 0,60C. Perhitungan
135
136
Run off atau aliran permukaan dihitung dari tahun 2005 sampai 2014
dengan interpretasi citra dari google earth. Berikut data run off di daerah
136
137
Hujan, Evapotranspirasi, Run Off, dan Ketersediaan air seperti pada gambar
5.1.
Keterangan: CH Ep
Ro Ketersediaan air tanah
Gambar 5.3 Grafik Volume CH, EP, RO, dan Ketersediaan Air Tanah
137
138
ketersediaan air tanah. Hubungan antara evapotranspirasi dan run off adalah
run off tinggi, sebaliknya apabila nilai evapotranspirasi tinggi, maka nilai run
off rendah. Dua parameter ini yakni evapotranspirasi dan run off mengurangi
jumlah air hujan yang masuk ke tanah sebagai infiltrasi. Saat musim hujan atau
surplus air, air yang akan masuk ke dalam tanah lebih dikontrol oleh run off,
sementara saat musim kemarau atau defisit air, curah hujan yang masuk ke
dalam tanah lebih dikontrol oleh evapotranspirasi. Hal ini karena penggunaan
membutuhkan air untuk tetap hidup, maka disaat musim kemarau pun tanaman
musim kemarau. Keadaan ini seharusnya dapat memberikan pasokan air tanah
musim kemarau, terutama pada mataair. Akan tetapi, pada grafik semakin
besar nilai curah hujan maka volume run off juga akan semakin tinggi. Hal ini
138
139
jumlah air hujan yang seharusnya dapat masuk mengisi air tanah.
pada 10 tahun terakhir telah mengalami banyak perubahan. Sampai pada tahun
2014, berdasarkan interpretasi citra dari google earth pada tahun 2005 sampai
dan tegal, perubahan lahan vegetasi lainnya adalah untuk pertambangan. Hal
berkurangnya pasokan air hujan untuk mengisi air tanah, terlebih lagi
daerah penelitian memiliki potensi aliran permukaan yang lebih besar dari
daerah yang memiliki kondisi topografi datar. Pada lahan dengan kemiringan
waktu infiltrasi. Akibatnya sebagian besar air hujan menjadi aliran permukaan.
Sebaliknya, pada lahan yang datar air menggenang sehingga mempunyai waktu
penelitian, kondisi topografi sangat bervariasi dari datar sampai sangat terjal
sekali. Hal ini tentunya sangat berpengaruh pada jumlah air yang masuk dalam
139
140
meluluskan air.
Jenis tanah di daerah penelitian adalah latosol, dengan tekstur tanah yng
140
141
besar dibandingkan dengan yang tidak bervegetasi. Hal ini dikarenakan sersah
pada satuan batuan breksi vulkanik yang paling tinggi, berada pada daerah
resapan mataair atau daerah imbuhan. Akan tetapi, morfologi daerah imbuhan
berupa punggungan, serta terdapat gawir (lereng terjal) membuat jumlah air
yang mengalir di atas permukaan tanah menjadi lebih besar dari jumlah air
yang masuk ke dalam tanah. Oleh karena itu, penggunaan lahan di daerah
dibandingkan dengan hasil pada neraca air, hasil dari pengukuran infiltrasi
langsung untuk per tahun adalah 1.649.550.256,9 m3/tahun. Hasil ini sangat
berbeda dengan perhitungan pada neraca air untuk ketersediaan air tanah yaitu
evapotranspirasi dan run off sebagai keluaran. Tujuan dari pengukuran infiltrasi
air mengisi air tanah. Daerah lepasan adalah daerah keluaran air tanah. Debit
141
142
yang tinggi di daerah penelitian semestinya dapat memberi pasokan air tanah
yang besar pula. Mataair merupakan hinge line atau batas antara daerah
imbuhan dengan daerah lepasan, maka dari itu daerah imbuhan penting untuk
daerah resapan mataair. Sehingga pada penelitian ini dibahas pula kondisi
yang masuk mengisi air tanah menjadi sangat berkurang dan tidak optimal.
Apabila ketersediaan air tanah semakin tahun semakin menurun, maka debit
mataair juga berpotensi semakin kecil. Daerah imbuhan atau yang biasa disebut
mataair, baik itu dari segi kualitas maupun kuantitas air dari mataair tersebut.
lereng, pemunculan mataair, pola aliran sungai, dan kedalaman muka air tanah.
imbuhan, sementara daerah yang berada di bawah tekuk lereng disebut daerah
kemiringan lereng. Dari peta kemiringan lereng didapatkan daerah tekuk lereng
juga dapat menjadi indikator untuk menentukan batas antara daerah imbuhan
dan daerah lepasan. Daerah imbuhan berada pada daerah diatas pemunculan
142
143
sekali.
merupakan daerah imbuhan. Pada peta 5.2 Peta Orde Sungai di daerah
pendek dan berarti cabang sungai tersebut berada pada daerah imbuhan.
Kedalaman muka air tanah merupakan cara yang paling akurat menurut
daerah imbuhan merupakan daerah dengan gradien hidrolik yang besar dan
curam. Hasil akhir daerah imbuhan didaerah penelitian dapat dilihat pada peta
5.3.
Pengelolaan Sumber Daya Air, Kriteria Penentuan Daerah Resapan Air (DRA)
dapat digolongkan menjadi 4 kelas, yaitu sangat baik, baik, sedang, dan buruk.
kelas sedang karena daerah imbuhan pada daerah penelitian memiliki curah
(buruk dengan skor 2), penggunaan lahan didominasi oleh kebun campuran
(sedang dengan skor 3), dan tekstur tanah lempung berpasir (sedang dengan
skor 3).
143
144
tanah tidak terlalu besar. Meskipun curah hujan tinggi, tetapi tekstur tanah
lahan yang didominasi oleh kebun campuran menjadikan air hujan yang jatuh
ke permukaan tidak maksimal masuk ke tanah mengisi air tanah. Tekstur tanah
yang berupa lempung berpasir bersifat kurang baik dalam meloloskan air,
terlebih berada pada kemiringan lahan yang curam membuat air cenderung
menjadi aliran permukaan dan kekurangan waktu untuk masuk mengisi air
tanah, serta tanah menjadi kurang berkembang. Hal ini dikarenakan air yang
sehingga air hujan yang menjadi aliran permukaan kurang terkontrol, didukung
oleh kemiringan lahan yang curam. Daerah imbuhan atau daerah resapan harus
144
131
131
132
132
BAB VI
PENGELOLAAN
harus segera dikelola dengan baik agar tetap terjaga dan tidak mengalami
penurunan dari segi kualitas dan kuantitas. Kualitas air dari mataair Surupetek
dan mataair Purworejo tergolong baik, baik itu untuk air bersih maupun air
minum. Apabila digunakan untuk minum, harus dimasak terlebih dahulu karena
mengandung sedikit coliform total. Dari segi kuantitas, debit Mataair Surupetek
tidak dapat memenuhi kebutuhan air domestik maupun air minum pada tahun
2025 karena debitnya yang terlalu kecil, hanya dapat digunakan oleh beberapa
warga. Debit Mataair Purworejo tidak dapat memenuhi kebutuhan air domestik,
akan tetapi apabila peruntukannya untuk air minum dan memasak berkecukupan
bahkan untuk 4 dusun. Oleh karena itu, walaupun debit mataair Surupetek dan
Berikut upaya pengelolaan mataair baik dari segi kuantitas dan kualitas
Konservasi daerah gawir sangat penting dalam hal ini untuk menahan
147
148
imbuhan. Serta menjaga kawasan sempadan mataair, yaitu radius 200 meter
dari mataair.
148
149
pembatas ataupun tanda disekitar mataair dan bak penampungan air dari
mataair yang masih sangat sederhana. Mataair yang telah ada masih belum
mengetahui ada mataair diarea tersebut. Instalasi pipa dari sumber mataair ke
jarak mata air, jika jarak mata air ke daerah pelayanan memenuhi ketentuan
(kurang dari 6 km), maka mata air dapat dipakai 2) Perhatikan lokasi mata air,
jika mata air berada di desa lain atau jalur pipa melalui desa lain, maka mata
air belum dapat dipergunakan, kecuali ada ijin dan kesepakatan bersama
untuk mata air dan jalur yang akan dilalui pipa 3) Bandingkan beda tinggi
antara mata air dan daerah pelayanan dapat dikategorikan seperti pada Tabel
6.1
149
150
Tabel 6.1 Evaluasi Sistem Pelayanan untuk Sumber Air Baku Mata Air
No. Beda Tinggi antara Jarak Penilaian
Mataair dan Desa
1. Lebih besar dari 30 m Lebih kecil dari 2 km Baik, sistem gravitasi
2. 10 – 30 m Lebih kecil dari 1 km Berpotensi, tapi diperlukan desain
rinci untuk sistem gravitasi, pipa
berdiameter besar mungkin
diperlukan
3. 3 – 10 m Lebih kecil dari 0,2 Kemungkinan diperlukan pompa,
km kecuali untuk sistem yang sangat
kecil
4. Lebih kecil dari 3 m Diperlukan pompa
Sumber: Tata Cara Evaluasi Hasil Survei Mata Air untuk Perencanaan Air Bersih
Perdesaan (AB-D/ RE/TC/003/98), Departemen Pekerjaan Umum dalam Petunjuk Teknis
Pelaksanaan Prasarana Air Minum Sederhana Tahun 2007
Beda tinggi antara mataair Purworejo dengan dusun lebih besar dari 30
m dengan jarak lebih kecil dari 2 km yaitu 575 m, maka mataair dinilai baik
Komponen sarana dan prasarana yang penting dan harus ada pada
Teknis Pelaksanaan Prasarana Air Minum Sederhana Tahun 2007 dan telah
Bak Penampung
30 – 60 liter per orang per hari dan waktu pengambilan adalah 8 sampai 12
jam sehari.
150
151
Perpipaan
Untuk tanah berbatu dan curam digunakan pipa GIP yang dipasang diatas
permukaan tanah. Pipa PVC digunakan untuk jalur pipa yang ditanam
Manhole.
Pompa adalah alat yang digunakan untuk mengangkat air dari bak
Pagar keliling pada mata air dimaksudkan untuk melindungi mata air
dari gangguan luar seperti manusia dan hewan. Garis pagar keliling
ditentukan sejauh (5 – 10) m dari titik mata air dan tinggi pagar keliling
50cm dengan tinggi 40cm. Pipa hanya ditahan menggunakan batu. Tidak
151
152
semua air yang tertangkap oleh pipa masuk ke bak penampungan, sebagian
kecil lainnya mengalir keluar dari pipa karena kondisi pipa yang sangat
menjadi tidak maksimal. Begitu pula dengan kualitas air dari mataair tersebut
menjadi sangat rentan terganggu oleh bakteri, kotoran hewan, dan dari
vegetasi disekitarnya. Apabila hujan turun, air yang ada dibak penampungan
tercampur dengan air hujan, kualitas air alami dari mataair akan terganggu
oleh air hujan. Untuk bak penampungan air dari mataair Surupetek perlu
dibenahi. Pipa penyalur air dari mataair dapat diperlebar dan diperkuat agar
tidak ada air yang melimpas keluar, sehingga air yang tertangkap dapat
diberi atap pelindung agar tidak terganggu kualitasnya oleh kotoran hewan
(a)
152
153
Lubang udara
Penutup Bak
Pipa Masukan
Bak Penampung
Penahan pipa
permanen
Pipa Keluaran
(b)
Gambar 6.3 (a) Bak penampung pertama air dari mataair Surupetek dan (b)
sketsa pengelolaannya
(Foto Penulis, September 2015 )
Berdasarkan debit air yang keluar dengan jumlah penduduk yang dapat
Sederhana.
menjadi 60L per orang per hari sesuai asumsi maksimal yang digunakan
memenuhi kebutuhan air domestik 99 orang. Oleh karena itu, bak penampung
153
154
kedua sebagai hidran umum untuk mataair Surupetek berukuran 5m3, dengan
154
155
Pada mataair Purworejo, pipa penyalur air dari mataair lebih baik dan
155
156
berdiameter 50cm dengan tinggi 80cm. Memiliki penutup bak yang bersifat
(a)
(b)
Gambar 6.7 Bak Penampung Air dari Mataair Purworejo (a) Bak penampung
pertama dan (b) bak penampung kedua
(Sumber: Foto Penulis, November 2015)
156
157
memenuhi 362 orang. Akan tetapi, apabila penggunaan air ditekan menjadi
60L per orang per hari sesuai asumsi maksimal yang digunakan untuk
kebutuhan air domestik 733 orang. Bak penampung pertama air dari mataair
dibuat dengan ukuran panjang x lebar x tinggi adalah 2,5m x 2m x2m atau
Gambar 6.8 Sketsa Pengelolaan Bak Penampung Pertama Air dari Mataair
Purworejo Tampak atas
Sumber: Desain penulis, 2016
157
158
Gambar 6.9 Sketsa Pengelolaan Bak Penampung Pertama Air dari Mataair
Purworejo Tampak Depan
Sumber: Desain penulis, 2016
Gambar 6.10 Sketsa Pengelolaan Bak Penampung Pertama Air dari Mataair
Purworejo Tampak Samping
Sumber: Desain penulis, 2016
Pada lokasi penampungan kedua, terdiri dari 1 bak yang sejenis, hanya
berbeda tinggi, yaitu 80cm dan 160cm. Pipa-pipa kecil sudah mulai banyak.
Memiliki penutup bak yang bersifat tidak sementara. Bak penampung yang
158
159
Gambar 6.11 Sketsa Pengelolaan Bak Penampung Kedua Pertama Air dari
Mataair Purworejo Tampak Atas
Sumber: Desain penulis, 2016
159
160
Gambar 6.12 Sketsa Pengelolaan Bak Penampung Kedua Pertama Air dari
Mataair Purworejo Tampak Depan
Sumber: Desain penulis, 2016
Gambar 6.13 Sketsa Pengelolaan Bak Penampung Kedua Pertama Air dari
Mataair Purworejo Tampak Samping
Sumber: Desain penulis, 2016
disisi luar dan dalam pipa. Hal ini dapat berpengaruh pada kualitas air yaitu
160
161
Selain itu, nilai kekeruhan juga masih berada diatas bakumutu air minum.
Sementara konsumsi warga terhadap air dari mataair juga diperuntukan untuk
air minum dan masak. Maka dari itu, sebelum dikonsumsi untuk air minum
harus didiamkan beberapa saat kemudian dimasak terlebih dahulu. Selain itu,
untuk kebutuhan air minum dan masak untuk 4 dusun terdekat, yaitu dusun
Bojong, dusun Purworejo, dusun Ploso, dan dusun Cegokan. Dari segi
kualitas, mataair Purworejo juga tergolong sangat baik untuk air minum. Oleh
dusun ini. Bak penampungan harus lebih dikelola dengan lebih baik lagi.
berikut:
a. Perawatan rutin
161
162
hujan
Menjaga lingkungan mata air agar debit mata air tetap dan tidak
kering
tercemar
kerusakan
Periksa dan jaga sekitar radius 100 meter dari bangunan bak
162
163
Periksa dan bersihkan pipa keluar dari lumut sehingga tidak terjadi
penyumbatan.
diupayakan:
2) Perawatan dan pengecekan mataair secara rutin, dari sisi kualitas dan
kuantitas.
163
164
Debit mataair yang dikaji di daerah penelitian tergolong kecil. Hal ini
sebanding dengan tingkat daerah imbuhan pada daerah penelitian yang tergolong
sedang. Dari evaluasi ketersediaan tanah, diketahui aliran permukaan nilai aliran
permukaan saat bulan basah lebih memiliki pengaruh besar dalam ketersediaan
air tanah, selain itu, dari evaluasi karakteristik akuifer, daerah penelitian
didominasi oleh satuan batupasif-tufan yang sedang dalam meloloskan air, maka
dan meningkatkan jumlah air yang masuk ke dalam tanah. Pengelolaan dapat
dilihat dari berbagai aspek antara lain dapat berupa ilmu pengetahuan, berupa
sekelompok orang atau beberapa grup dengan tujuan tertentu (Kodoatie, 2010).
Ada banyak pendekatan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan laju infiltrasi
164
165
besar, yaitu 80% (SMEC dkk, 1998 dalam Kodoatie, 2005). Jenis rumput
yang digunakan adalah jenis rumput yang mudah tumbuh pada tanah yang
stek, pools atau sobekan, dapat pula ditanam secara zig-zag dan rapat
mengikuti kontur.
165
166
dapat tumbuh sepanjang tahun, dan dikenal orang sejak lama sebagai
kondisi lingkungan sangat basah atau sangat kering, dengan curah hujan
tandus dan pada tipe tanah yang beragam. Vetiveria zizanioides dewasa
hewan, jenis rumput ini masih dapat tetap tumbuh. Vetiver dapat
tumbuh pada tanah berpasir sampai tanah agak liat. Batang tumbuh dari
166
167
Jenis ini toleran terhadap kekeringan. Tumbuh paling baik pada tanah
di atas 5.5. Juga toleran terhadap kesuburan tanah yang rendah tetapi
ternak, dan dipakai juga untuk mengendalikan erosi dan sebagai rumput
tanah.
167
168
Phaspalum notatum
http://www.tropicalforages.info/key/Forages/Media/Html/Paspalum_dilatatum.htm)
teras, tanah kering, dinding dan dasar saluran pengairan, serta di tebing-
daerah imbuhan.
168
169
Gambar 6.17 Tegalan di daerah imbuhan pada bagian barat daerah penelitian
(Foto Penulis, September 2015, kamera menghadap tenggara)
air tertahan di permukaan tanah dan meningkatkan jumlah air yang masuk ke
berupa:
169
170
(a) (b)
Gambar 6.18 Penggunaan Lahan di Daerah Imbuhan dengan Topografi Sangat
Curam sampai Tegak (a) Sebelah timur dari mataair Surupetek dan mataair
Purworejo dan (b) Sekitar mataair Curugbulan
(Foto Penulis, September 2015, kamera menghadap selatan)
dibuat saluran air. Fungsi saluran teras ialah untuk menampung air
170
171
hujan dan air tersebut dialirkan menuju saluran pembuangan air alami.
171
172
campuran warga sudah mengikuti garis kontur, hal ini sangat baik
172
173
lagi.
kepada masyarakat.
2029.
173
147
BAB VII
7.1 Kesimpulan
air dari mataair, serta pendekatan sosial berupa pengetahuan sejak dini
174
175
7.2 Saran
kuantitas mataair.
175
DAFTAR PUSTAKA
174
175
175
176
176
177
LAMPIRAN
177
Lampiran 1. Data Curah Hujan Tahun 2005-2014
Bulan (mm/bulan)
Thn Stasiun Jumlah
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des
Gandok 252 298 240 22 0 22 0 0 0 15 0 229 1078
2 Barongan 1655 1465 483 308 0 131 17,7 0 0 171,3 585,8 1750 6566,8
0
Dlingo 455 209 405 382 0 0 0 0 0 130 155 0 1736
0
5 Piyungan 148 258 106 100 0 18 36 0 0 18 64 0 748
Rata-rata 627,5 557,5 308,5 203 0 42,8 13,4 0 0 83,6 201,2 494,8 2532,2
Gandok 801 731 584 422 412 0 0 0 0 0 0 397 3347
174
175
Lampiran 3. Data Suhu Bulanan Tahun 2005 – 2014 Stasiun BMKG Wates
Suhu Udara Rata-rata
Tahun
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des
2005 26,1 26,2 26,6 26,6 26,8 26,8 25,7 25,2 26,5 26,6 26,5 25,3
2006 25,7 26,2 24,9 0 0 0 0 24,1 24,6 26,4 28 26,7
2007 26,5 26,1 26,1 26,1 26,6 25,4 24,6 24,5 25 26,6 26,8 0
2008 27,2 25 25,4 26 25,6 24,8 23,8 25,1 26,1 26,9 25,5 25,6
2009 26,2 25,6 26,4 26,6 26,3 26,1 24,2 23,9 26,1 26,8 26,9 26,7
2010 26,3 26,5 26,8 26,9 26,8 26,4 25,9 26,3 26,2 26,1 26,4 25,7
2011 25,7 26 25,8 25,9 26,1 25,5 25 25,7 26,2 27,1 26,3 26,3
2012 25,9 26 0 0 0 0 0 0 0 0 26,9 26,6
2013 26,4 26,4 27 27,2 26,7 26,2 25,5 25,1 25,6 27,1 27,8 26
2014 25,6 25,9 26,8 26,7 27,1 26,6 25,4 25,4 25,5 27 26,5 25,9
175
176
176
177
177
178
178
179
ET Luas
Faktor Volume ET
Bulan T I a ET (cm) Koreksi Wilayah
Pengali (m3)
(m) (m2)
Jan 25,26 11,62 2,92 11,92099 1,07 0,13 10.608.765,8 1.353.197,048
Feb 25,09 11,50 2,92 11,64606 0,96 0,11 10.608.765,8 1.186.083,020
Mar 22,77 10,48 2,92 10,74542 1,04 0,11 10.608.765,8 1.185.554,986
Apr 20,48 9,48 2,92 9,797902 1 0,10 10.608.765,8 1.039.436,499
Mei 20,48 9,48 2,92 9,790286 1,02 0,10 10.608.765,8 1.059.401,085
Jun 20,06 9,19 2,92 9,176728 0,98 0,09 10.608.765,8 954.066,826
Jul 19,29 8,66 2,92 8,085695 1,01 0,08 10.608.765,8 866.370,340
Agt 21,72 9,76 2,92 9,270714 1,02 0,09 10.608.765,8 1.003.178,483
Sep 22,37 10,20 2,92 10,15495 1 0,10 10.608.765,8 1.077.314,419
Okt 23,25 10,82 2,92 11,37883 1,05 0,12 10.608.765,8 1.267.511,031
Nov 25,86 12,04 2,92 12,65392 1,04 0,13 10.608.765,8 1.396.121,754
Des 22,67 10,41 2,92 10,515 1,08 0,11 10.608.765,8 1.204.752,140
Jumlah 123,651 125,136 1,281 13.592.987,631
179
180
180
181
Nilai
Nilai Run Off Luas Wilayah Volume Ro
Bulan CH (mm) Run Off
C (m) (m2) (m3)
(mm)
Jan 393,683 0,46 165,347 0,165 10.608.765,8 1.754.123,886
Feb 426,195 0,46 179,002 0,179 10.608.765,8 1.898.989,235
Mar 355,950 0,46 133,340 0,133 10.608.765,8 1.414.567,527
Apr 238,898 0,46 100,337 0,100 10.608.765,8 1.064.451,204
Mei 129,183 0,46 54,257 0,054 10.608.765,8 575.596,093
Jun 63,328 0,46 26,598 0,027 10.608.765,8 282.167,179
Jul 19,693 0,46 8,271 0,008 10.608.765,8 87.743,511
Agt 9,025 0,46 3,791 0,004 10.608.765,8 40.212,527
Sep 31,500 0,46 13,230 0,013 10.608.765,8 140.353,972
Okt 59,700 0,46 25,074 0,025 10.608.765,8 266.004,194
Nov 211,840 0,46 88,973 0,089 10.608.765,8 943.891,598
Des 344,765 0,46 144,801 0,145 10.608.765,8 1.536.163,079
Jumlah 2.283,758 943,019 0,943 10.004.264,003
181
182
Volume Ketersediaan
Bulan P (m3/bulan) Ep (m3/bulan) Ro (m3/bulan)
Air (m3/bulan)
Jan 4.176.485,442 1.353.197,048 1.754.123,886 1.069.164.508,789
Feb 4.521.402,940 1.186.083,020 1.898.989,235 1.436.330.684,968
Mar 3.776.190,187 1.185.554,986 1.414.567,527 1.176.067.672,642
Apr 2.534.407,628 1.039.436,499 1.064.451,204 430.519.924,773
Mei 1.370.466,888 1.059.401,085 575.596,093 0,000
Jun 671.826,616 954.066,826 282.167,179 0,000
Jul 208.913,121 866.370,340 87.743,511 0,000
Agt 95.744,111 1.003.178,483 40.212,527 0,000
Sep 334.176,123 1.077.314,419 140.353,972 0,000
Okt 633.343,318 1.267.511,031 266.004,194 0,000
Nov 2.247.360,947 1.396.121,754 943.891,598 0,000
Des 3.657.531,141 1.204.752,140 1.536.163,079 916.615.921,790
Jumlah 24.227.848,461 13.592.987,631 10.004.264,003 5.028.698.712,963
Endapan Aluvium
Vegetasi Non vegetasi
Waktu f ukur Waktu f ukur
No f (cm) No f (cm)
(menit) (cm/menit) (menit) (cm/menit)
1 5 0,9 0,18 1 5 0,9 0,18
2 10 0,7 0,14 2 10 0,6 0,12
3 15 0,6 0,12 3 15 0,5 0,1
4 20 0,5 0,1 4 20 0,5 0,1
5 25 0,5 0,1 5 25 0,5 0,1
6 30 0,5 0,1
Breksi-andesit
Vegetasi Non vegetasi
Waktu f ukur Waktu f ukur
No f (cm) No f (cm)
(menit) (cm/menit) (menit) (cm/menit)
1 5 0,8 0,16 1 5 0,5 0,1
2 10 0,7 0,14 2 15 0,4 0,08
3 15 0,5 0,1 3 20 0,3 0,06
4 20 0,4 0,08 4 25 0,1 0,02
5 25 0,4 0,08 5 30 0,1 0,02
6 30 0,4 0,08 6 35 0,1 0,02
182
183
Batupasir-tufan 1
Vegetasi Non vegetasi
Waktu f ukur Waktu f ukur
No f (cm) No f (cm)
(menit) (cm/menit) (menit) (cm/menit)
183
184
Batupasir-tufan 1
Vegetasi Non Vegetasi
No (f ukur-f duga)kuadrat No (f ukur-f duga)kuadrat
Wkt 5 10 15 20 25 30 35 Wkt 5 10 15 20 25
1 0,000 0,002 0,005 0,009 0,013 0,017 0,020 1 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
2 0,000 0,000 0,000 0,001 0,002 0,003 0,004 2 ~ ~ ~ ~ ~
3 0,063 0,009 0,000 0,003 0,008 0,012 0,015 3 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
4 ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ 4 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
5 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 5 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
6 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 Ʃ= 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
7 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
Ʃ= 0,063 0,010 0,006 0,014 0,023 0,032 0,039
Batupasir-tufan 2
Vegetasi Non Vegetasi
No (f ukur-f duga)kuadrat No (f ukur-f duga)kuadrat
Wkt 5 10 15 20 25 Wkt 5 10 15 20 25
1 0,000 0,000 0,001 0,002 0,002 1 0,000 0,002 0,002 0,003 0,003
2 ~ ~ ~ ~ ~ 2 ~ ~ ~ ~ ~
3 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 3 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
4 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 4 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
5 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 5 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
Ʃ= 0,000 0,000 0,001 0,002 0,002 Ʃ= 0,000 0,002 0,002 0,003 0,003
Mataair Surupetek
Debit
No Bulan
l/detik l/hari m3/hari l/tahun
1 Juni 0,019 1.648,406 1,648 601.668,117
2 September 0,014 1.177,594 1,178 429.821,883
3 Oktober 0,014 1.177,453 1,177 429.770,309
4 November 0,017 1.507,247 1,507 550.145,192
5 Desember 0,280 24.192,00 24,192 8.830.080,000
Rata-rata 0,086 7.425,675 7,426 2.168.297,100
Mataair Purworejo
Debit
No Bulan
l/detik l/hari m3/hari l/tahun
1 Juni 0,474 40.976,717 40,977 14.956.501,851
2 September 0,438 37.868,683 37,869 13.822.069,149
3 Oktober 0,435 37.585,517 37,586 13.718.713,851
4 November 0,507 43.803,283 43,803 15.988.198,149
5 Desember 0,690 59.616,000 59,616 21.759.840,000
Rata-rata 0,636 54.962,550 54,963 16.049.064,600
184
185
185
186
A. Dusun Bojong
Ma Pera Ka Tana Hala Kenda Ternak Ternak
Mi Man Baju
Ang sak bot kus man man raan sapi Kambing
No Nama num Di (L) Total
gota (L) (L) (L) (L) (L) (L) (L) (L)
(L) (L)
186
187
B. Dusun Purworejo
187
188
C. Dusun Ploso
Ahmad
1 4 3,8 48 208 48 80 144 0 32 16 48 0 627,8
Sodiq
Supri
2 6 6,6 64 384 128 64 176 48 0 80 0 0 950,6
hatin
3 Tugiman 3 5 32 128 64 64 128 32 0 0 0 0 453
4 Jumadi 5 6 32 224 80 80 128 0 0 0 0 48 598
5 Junadi 5 6,2 48 256 96 48 192 16 0 0 0 0 662,2
6 Paidi 3 3,8 32 208 64 48 128 0 48 0 0 0 531,8
Zaihi
7 5 5,2 48 272 80 64 112 0 32 40 192 0 845,2
Anwar
8 Supaya 6 6,8 48 240 80 64 112 0 0 0 0 0 550,8
9 Sugiri 5 6,2 64 256 48 96 128 32 0 28 80 0 738,2
10 Asrori 4 6 48 288 48 48 144 16 0 48 0 0 646
11 Ngatiran 5 7 48 256 128 80 144 0 0 80 0 80 823
Lilik
12 Nur 3 3,8 16 176 64 48 80 16 0 0 64 0 467,8
Huda
13 Aminudin 3 3,2 32 96 80 64 112 32 0 0 128 0 547,2
14 Wahono 4 5,2 48 224 80 64 96 32 32 48 80 0 709,2
15 Wagimin 3 2 32 160 48 48 64 0 32 0 0 64 450
16 Mariana 3 2,6 32 144 16 32 64 0 0 72 160 0 522,6
17 Widodo 4 4,4 48 272 48 80 144 64 32 0 0 0 692,4
Ahmad
18 4 5 32 240 80 64 144 0 0 64 0 80 709
Jayuli
19 Sunardi 5 6,4 48 208 64 64 160 0 48 0 0 48 646,4
20 Sujadi 4 6 48 272 80 80 144 48 0 0 0 48 726
21 Mujiono 3 3,4 16 272 112 48 112 0 48 80 0 0 691,4
Slame
22 4 5,8 48 304 80 32 128 0 32 32 144 0 805,8
giono
23 Pardiono 4 4,8 48 240 96 48 112 0 32 0 208 0 788,8
24 Wahyudi 3 4,2 32 224 64 32 96 0 0 0 0 0 452,2
Jumlah 98 119,4 992 5552 1776 1440 2992 336 52,57 588 1104 368 15319,97
Rata-rata
3,92 4,98 41,33 231,33 74,00 60,00 124,67 14,00 2,19 24,50 46,00 15,33 612,80
keluarga
188
189
D. Dusun Cegokan
189
190
Pn = Po (1+r)n
A. Dusun Bojong
Pn = 525 (1+0,011)10
= 525 (1,011)10
= 525 (1,1156)
= 585,69 ≈ 586
B. Dusun Purworejo
Pn = 668 (1+1,1)10
= 668 (1,011)10
= 668 (1,1156)
= 745,22 ≈ 745
C. Dusun Ploso
Pn = 643 (1+1,1)10
= 643 (1,011)10
= 643 (1,1156)
= 717,33 ≈ 717
D. Dusun Cegokan
Pn = 604 (1+1,1)10
= 604 (1,011)10
= 604 (1,1156)
= 673,82 ≈ 674
190
191
A. Dusun Bojong
Q = Kebutuhan Air Domestik per Orang x Jumlah Penduduk Tahun 2025 x 365
= 30.857.910,3 liter/tahun
B. Dusun Purworejo
Q = Kebutuhan Air Domestik per Orang x Jumlah Penduduk Tahun 2025 x 365
= 33.014.414,25 liter/tahun
C. Dusun Ploso
Q = Kebutuhan Air Domestik per Orang x Jumlah Penduduk Tahun 2025 x 365
= 36.978.916,5 liter/tahun
D. Dusun Cegokan
Q = Kebutuhan Air Domestik per Orang x Jumlah Penduduk Tahun 2025 x 365
= 37.263.134,7 liter/tahun
191
192
No x y h2 h1 Δh elevasi MAT
1 439.666 9.131.849 8,50 0,60 7,90 231,00 223,10
2 440.244 9.130.878 6,17 0,72 5,45 203,00 197,55
3 439.999 9.130.243 7,40 0,80 6,60 174,00 167,40
4 439.188 9.129.594 6,90 0,73 6,17 117,00 110,83
5 438.643 9.129.194 6,00 0,20 5,80 91,00 85,20
6 438.778 9.128.708 5,60 0,61 4,99 169,00 164,01
7 439.198 9.128.363 8,00 0,56 7,44 364,00 356,56
8 438.315 9.128.122 3,80 0,89 2,91 109,00 106,09
9 437.759 9.128.589 6,80 0,25 6,55 62,50 55,95
10 436.733 9.128.572 2,70 0,20 2,50 50,00 47,50
11 435.856 9.129.727 7,00 0,71 6,29 60,00 53,71
12 436.593 9.130.156 3,15 0,83 2,32 62,00 59,68
13 439.239 9.131.254 14,20 0,60 13,60 237,50 223,90
14 439.709 9.130.404 7,60 0,50 7,10 121,00 113,90
15 439.596 9.130.518 1,78 0,20 1,58 132,00 130,42
16 439.029 9.129.922 11,00 0,33 10,67 121,00 110,33
17 438.668 9.129.576 13,00 0,58 12,42 98,00 85,58
18 437.496 9.126.984 4,00 0,30 3,70 163,00 159,30
19 437.321 9.126.872 6,15 0,00 6,15 152,00 145,85
20 437.428 9.128.908 6,50 0,29 6,21 74,00 67,79
21 437.671 9.128.201 10,00 0,76 9,24 86,00 76,76
22 437.358 9.128.921 5,90 0,36 5,54 60,00 54,46
23 436.750 9.129.157 5,35 0,60 4,75 85,00 80,25
24 435.960 9.129.263 5,40 0,72 4,68 59,00 54,32
25 436.995 9.128.195 3,13 0,36 2,77 52,50 49,73
26 436.859 9.127.205 9,50 0,57 8,93 94,00 85,07
27 435.972 9.126.819 4,18 0,73 3,45 54,00 50,55
28 435.813 9.127.841 22,00 0,79 21,21 78,00 56,79
29 436.370 9.127.877 15,40 0,65 14,75 110,00 95,25
30 436.737 9.125.943 8,90 0,71 8,19 91,00 82,81
31 438.085 9.126.507 12,90 0,49 12,41 377,00 364,59
32 438.734 9.127.155 16,00 0,76 15,24 369,00 353,76
33 439.773 9.128.922 17,50 0,55 16,95 368,00 351,05
34 440.359 9.129.726 18,70 0,83 17,87 390,00 372,13
35 440.935 9.130.428 14,56 0,70 13,86 380,00 366,14
192
193
Batupasir-tufan
= (412,5-600m) x (0,2-3,1m2/hari)
Breksi-andesit
= (25-300m) x (150-450m2/hari)
Endapan aluvium
= (62,5m-125m) x (0,0002-450m2/hari)
193
194
1. Sayatan A- A’
400 400
375 375
350 350
325 325
300 300
275 275
250 250
225 225
200 200
175 175
150 150
125 125
100 100
75 75
50 50
25 25
i= = =0,48 X 100% = 48 %
α = arc tg = 67,40
2. Sayatan B-B’
400 400
375 375
350 350
325 325
300 300
275 275
250 250
225 225
200 200
175 175
150 150
125 125
100 100
75 75
50 50
25 25
i= = =0,30X 100% = 30 %
α = arc tg = 16,40
3. Sayatan C-C’
400 400
375 375
350 350
325 325
300 300
275 275
250 250
225 225
200 200
175 175
150 150
125 125
100 100
75 75
50 50
25 25
i= = =0,34X 100% = 34 %
α = arc tg = 19,180
194