Anda di halaman 1dari 20

(Mata Pelajaran)

Analisi Fungsi Artikel Pada Media Massa

MEDIA MASSA

Nama :

Kelas

No.Absen:

(NAMA SEKOLAH)

(DAERAH)
 Artikel 1 (Berita)
 Sumber :
https://www.liputan6.com/news/read/4242124/headline-penyaluran-bansos-corona-
di-daerah-tersendat-faktor-data-atau-birokrasi

HEADLINE: Penyaluran Bansos Corona di Daerah Tersendat, Faktor Data atau


Birokrasi?

Pekerja mengemas paket bantuan sosial (bansos) di Gudang Food Station Cipinang,
Jakarta, Rabu (22/4/2020). Pemerintah pusat menyalurkan paket bansos selama tiga
bulan untuk mencegah warga mudik dan meningkatkan daya beli selama masa pandemi
COVID-19. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Penyaluran bantuan sosial (bansos) dari pemerintah pusat


untuk warga terdampak virus Corona atau Covid-19 disorot. Selain lambannya
penyaluran ke warga terdampak, bansos yang tidak tepat sasaran juga kerap dikeluhkan.

Selain Pemprov DKI Jakarta yang mengakui adanya penyaluran bansos yang salah
sasaran, di daerah pun cerita yang sama juga terjadi. Di Jawa Timur, bantuan antara
pemerintah provinsi dan tingkat desa tumpang tindih. Masyarakat yang berada di rumah
hanya mendapat masker dan sembako. Tapi, mereka yang keluyuran malah mendapat
bantuan lebih.
Ada pula video viral 25 detik yang menunjukkan dua anak yatim piatu di Desa Sebau,
Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan, dengan kondisi tubuh kurus kering akibat
kelaparan. Itu hanya contoh kecil dari banyaknya cerita serupa di daerah lain seiring
pengetatan aktivitas warga di saat pandemi Covid-19. Benarkah semua disengaja untuk
mempersulit warga penerima bansos?

Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera punya jawabannya. Dia
ingin berprasangka baik, bahwa ini bukan keinginan dari pemerintah. Tak ada keinginan
mempersulit, hanya saja pemerintah juga tak punya kemampuan dan determinasi.

"Tidak punya kemampuan karena tidak punya data, data dan data. Tanpa data yang
akurat, mengurus puluhan juta bantuan pasti tidak akan tepat sasaran. Padahal kita sudah
punya program e-KTP. Mestinya itu bisa jadi dasar," ujar Mardani kepada
Liputan6.com, Kamis (30/4/2020).

Padahal, lanjut dia, sekarang semua kementerian punya data namun tidak terharmonisasi.
Badan Pusat Statistik (BPS) data global, Dukcapil data dasar, sementara Kemensos data
penerima Program Keluarga Harapan (PKH).

"Sedih negara sebesar Indonesia tidak punya basis data yang akurat dan terpusat. Padahal
ini proyek sederhana. Sensus 2020 jika tetap berjalan bisa jadi pondasi membangun basis
data akurat dan benar. Mestinya crisis center bisa melabrak semua birokrasi dalam
kondisi bencana seperti sekarang," tegas Mardani.

Karena itu, dia merasa wajar ketika ada kepala daerah yang kesal dengan pola
penyaluran bansos pemerintah pusat. Sudah kewenangannya diambil, di lapangan juga
tak dilaksanakan dengan baik. Akibatnya, kepala daerah yang harus menghadapi kondisi
di lapangan yang kian berat.

"Solusinya, beri amanah pada satu orang, seperti dulu Pak JK sukses karena dapat
mandat sepenuhnya mengurus perdamaian Aceh. Kasih wewenang sepenuhnya, berikan
anggaran dan sumber daya yang cukup. Habis itu Pak Jokowi cukup tiap hari evaluasi.
Insya Allah selesai," tandas Mardani.

Sementara itu, anggota Komisi IX DPR dari Fraksi PAN Saleh P Daulay mengatakan,
sudah semestinya pemerintah mempercepat penyaluran bantuan sosial. Alasannya,
pemerintah telah menetapkan pandemi ini sebagai bencana dan darurat nasional yang
berimplikasi luas bagi ekonomi dan kehidupan masyarakat.

"Pemberian bantuan sosial semestinya tidak boleh tersendat karena persoalan non-
esensial seperti itu. Masyarakat saat ini benar-benar sangat membutuhkan bantuan.
Mereka sebetulnya tidak mempermasalahkan tas pembungkusnya. Yang mereka tunggu
saat ini adalah bagaimana agar kebutuhan hidup mereka tercukupi," ujar Saleh kepada
Liputan6.com, Kamis (30/4/2020).

Di sisi lain, sama seperti Mardani, dia juga tak melihat adanya kesengajaan atau
keinginan mempersulit yang dilakukan pemerintah pusat.

"Saya tidak melihat ada kesengajaan seperti itu. Justru saya melihat ketidaksiapan
pemerintah dalam melayani masyarakat. Kalau semua siap, kejadiannya kan tidak seperti
ini," papar Saleh.

Dia hanya berharap, penyaluran bansos di saat pandemi ini bisa lebih rapi lagi, caranya
dengan mempertegas koordinasi di antara semua lembaga yang terlibat dalam
penyaluran.

"Koordinasi dan kerja sama lintas kementerian dan lembaga. Termasuk dengan
pemerintah daerah. Dalam konteks pembagian bantuan sosial, bisa memanfaatkan semua
jaringan pemerintah yang ada sampai ke daerah. Bahkan, sampai ke tingkat RT-RW,"
Saleh memungkasi.
Infografis Penyaluran Bansos Corona di Daerah Terkendala Birokrasi.
(Liputan6.com/Trieyasni)

Tanggapan juga datang dari Sekjen Kemensos Hartono Laras. Menurut dia, selama ini
Kemensos sudah berkoordinasi dalam penyaluran bansos dengan gubernur dan bupati
seluruh Indonesia, termasuk soal data.

"Data itu simpel, daerah yang tahu, cuma kita minta supaya bantuan itu tidak menumpuk
pada suatu keluarga atau orang tertentu, kita minta penerima BLT itu diluar PKH sama di
luar BPNT," ujar Hartono kepada Liputan6.com, Kamis (30/4/2020).

Data yang ada di Kemensos saat ini, lanjut dia, merupakan hasil dari verifikasi daerah.
Data ini pula yang sudah digunakan untuk berbagai program jangka panjang.
"Kondisi pandemi ini kan kondisi atau situasi berbeda, bahwa lebih banyak orang miskin
baru, orang terkena dampak Covid-19. Karena itu, daerah boleh mengusulkan diluar data
Kemensos, boleh. Silakan saja. Waktunya kan sangat mepet, silakan saja," beber
Hartono.

Kendala lainnya, lanjut dia, saat ini kita harus mengikuti protokol kesehatan social
distancing, sehingga penyalurannya tidak bisa seperti kondisi yang normal. Kita kalau
keluar harus pakai masker, harus ada jarak, jaga jarak.

"Kalau kondisi kaya zaman dulu gampang, plung-plung aja. Terus kalau ada yang
kemudian sulit dijangkau orangnya jauh, diantar langsung ke rumahnya. Ini kan perlu
waktu," jelas Hartono.

Tak kurang dari Istana ikut bersuara menanggapi hal ini. Menurut Tenaga Ahli Utama
KSP Donny Gahral Adian, tidak ada kesengajaan untuk mempersulit penyaluran bansos.
Karena ini kondisinya kritis, menurut mekanismenya dibuat sangat efisien, sangat
sederhana, sehingga bansos bisa diterima cepat dan tepat sasaran.

"Dari daerah mengusulkan data-data penerima ke pemerintah. Karena daerah yang punya
dari tingkatan RT. RT mendaftar kemudian datanya ditarik ke atas sampai ke pemerintah
daerah. Dari situ kemudian pemerintah pusat mendrop bansos untuk dibagikan
pemerintah daerah sampai ke level rumah tangga," jelas Donny kepada Liputan6.com,
Kamis (30/4/2020).

Langkah lainnya untuk memperlancar penyaluran bansos, lanjut dia, adalah dengan
memotong berbagai birokrasi yang bisa memperpanjang mata rantai pendistribusian.
Pokoknya, tegas dia, birokrasi yang bisa mempersulit harus disederhanakan.

"Saya kira dinamika di lapangan kan berbeda-beda ya, ada kondisi tertentu yang
membuat agak lama. Misalnya daerahnya itu terlalu terpencil, kalau di perkotaan atau
daerah-daerah yang aman tidak terpencil, saya kira distribusi jadi tidak ada masalah.
Pemerintah pusat sudah menyiapkan dana yang cukup besar, sehingga persoalannya
murni karena distribusi," papar Donny.
"Instruksi Presiden sudah jelas, distribusikan cepat dan tepat. Artinya, sampai kepada
orang yang memang berhak. Jangan sampai cepat tapi tidak sampai ke orang yang tidak
berhak. Di sini data jadi sangat penting," dia mengakhiri.

Lemah Data di Tengah Corona

Paket bantuan sosial (bansos) terlihat di Gudang Food Station Cipinang, Jakarta, Rabu
(22/4/2020). Pemerintah pusat menyalurkan paket bansos selama tiga bulan untuk
mencegah warga mudik dan meningkatkan daya beli selama masa pandemi COVID-19.
(Liputan6.com/Johan Tallo)

Di mata sosiolog Imam B Prasodjo, carut-marut pembagian bansos di daerah bukan hal
yang aneh. Bahkan, jauh sebelum pandemi Covid-19 masif memakan korban di
Indonesia, kelemahan itu sudah terlihat. Semuanya bermuara pada lemahnya data yang
dimiliki negara.

"Yang salah menurut saya kesiapan kita dalam mendesain social maping, apakah itu
harus menggunakan data Badan Pusat Statistik (BPS) atau data Kemensos? Siapa yang
melakukannya? Dengan apa metodologinya? Kan belum pernah ada diskusi terkait," ujar
Imam kepada Liputan6.com, Kamis (30/4/2020).

Karena itu, dia melihat apa yang terjadi di lapangan saat penyaluran bansos saat ini
bukan soal keinginan untuk mempersulit atau adanya kesengajaan. Melainkan soal
ketidakpastian siapa yang seharusnya menerima bansos.
"Karena itu, dalam situasi darurat seperti ini, dengan kriteria baru yakni orang rentan
atau hampir miskin itu bagaimana cara mendeteksinya? Sebagai orang yang belajar ilmu
sosial, bagaimana cara menentukannya? Jadi perlu semacam pemikiran mendalam siapa
kelompok rentan itu," jelas Imam.

Padahal, lanjut dia, untuk menentukan tingkat kemiskinan warga bukanlah sesuatu yang
sulit dari sisi metode. Ada dua cara, objektif dan subjektif. Kalau objektif tentu dilihat
dari rumahnya, pekerjaannya, jumlah anak, angka pendapatan, serta kena PHK atau
tidak.

"Kalau subjektif, kumpulin aja orang seperti Karang Taruna, PKK, dan ormas aktif
dalam satu RT itu. Dari kumpulan itu kan biasanya mereka tahu siapa-siapa saja yang
kiranya berhak mendapatkan bantuan secara ekonomi," ujar Dosen Fakultas Ilmu Sosial
dan Politik Universitas Indonesia itu.

Menurut dia, pemerintah bisa mencontoh PLN yang sudah bisa memetakan secara
koordinat posisi pelanggan 400 VA dan 900 VA. Demikian pula dengan Gojek yang
punya pemetaan administrasi.

"Negara ini harusnya juga bisa. Kalau data administrasi itu negara belum punya, mari
segera lakukan pendataan yang masif dan maping dengan melibatkan banyak pihak.
Anda bisa bayangkan jika pendataan warga yang layak mendapat bansos ini dibebankan
ke ketua RT atau RW yang tak punya staf atau kantor?" papar Imam.

Bahkan, lanjut dia, lebih masuk akal penyaluran zakat fitrah karena mereka memiliki
kepantiaan. Sementara RT atau RW dipastikan kewalahan karena bergerak sendiri.
Ditambah lagi kalau yang bersangkutan tidak punya kapasitas maping siapa saja yang
layak mendapat bansos.

"Dalam situasi begini, dia disuruh memilih siapa yang layak atau membutuhkan, kan
enggak bisa. Dia harus punya ilmu pemetaan sosial seperti kriteria menunjuk siapa-siapa
saja yang dapat. Nah, siapa yang mau melakukan itu dalam waktu singkat? Jadi ini
menurut saya nggak masuk akal skenarionya," tegas Imam.

Dia menyarankan untuk mendata warga yang membutuhkan itu dengan skema block to
block, jadi tidak tergantung pada lingkup RT atau RW. Dengan skema ini, pendataan
lebih fokus pada wilayah kumuh dan padat penduduk yang makin sulit bergerak di
tengah kepungan virus Corona.

"Jadi kita fokus ke RT yang padat penduduk saja, atau BTN yang perumahannya tipe 18
atau 21. Kalau perumahan mewah ya lewatin saja, ngapain mendata orang di perumahan
harga semiliar rupiah," tegas Imam.

"Misal di wilayah Proklamasi, ya nggak usah ke Menteng yang ada rumah-rumah gede
itu. Misal di Senayan City, di belakangnya ada bedeng-bedeng, dari situ bisa ditanyakan
kepada RT siapa saja yang berhak menerima bansos. Tentu skema tadi belum sempurna,
tapi dengan prioritas menyasar ke yang layak dan sangat butuh, itu sudah langkah yang
tepat," Imam memungkasi.

Saat ini, Kementerian Sosial (Kemensos) menambah jumlah penerima bantuan sosial
(bansos) sembako sebanyak 4,8 juta keluarga penerima manfaat (KPM). Penambahan
jumlah itu merupakan upaya Kemensos untuk mengurangi dampak pandemi coronavirus
disease 2019 (Covid-19).

"Bantuan ini di luar bantuan sembako dari Presiden Joko Widodo yang telah diluncurkan
di depan Istana kemarin," kata Menteri Sosial Juliari P Batubara saat menghadiri
pembagian 198 Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) di Kelurahan Sawah, Ciputat,
Tangerang Selatan, Selasa (21/4/2020).

Ia melanjutkan, penambahan 4,8 juta KPM itu membuat jumlah penerima program
bansos sembako menjadi 20 juta KPM di seluruh Indonesia pada 2020.

"Sebelumnya, jumlah penerima program sembako adalah 15,2 juta KPM. Sekarang,
menjadi 20 juta KPM," ujar Mensos.

Menurut dia, penambahan tersebut adalah perluasan program bansos sembako yang dulu
dikenal dengan nama Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT).

Bantuan yang diberikan Kemensos tersebut berbeda dengan bantuan yang diberikan
Presiden Joko Widodo. Perbedaan penyaluran bansos itu dijelaskan Dirjen Penanganan
Fakir Miskin Kemensos Nurul Farijati. Perbedaannya adalah KPM perluasan program
bansos sembako akan mendapat bantuan setiap bulan Rp 200.000 hingga Desember
2020.

Untuk bantuan sembako dari presiden, nominalnya adalah Rp 600.000 selama tiga bulan
yang cair Rp 300.000 dua kali per bulan.

"Rincian bantuan dari presiden itu antara lain beras, minyak goreng, sarden, kornet,
sambal, kecap, mi instan, susu, teh, dan sabun mandi," kata Nurul.

Bupati Versus Menteri

Menteri Sosial Juliari Batubara. (Merdeka.com/Muhammad Genantan Saputra)

Video Bupati Bolaang Mongondow Timur (Boltim) Sehan Salim Landjar mengamuk
karena warganya susah makan, belum dapat bantuan dari pemerintah akibat pandemi
Corona, viral di media sosial. Bahkan, dalam video yang beredar sejak Minggu 26 April
2020 itu, Sehan sampai menghardik menteri yang mengeluarkan mekanisme BLT
melalui transfer bank.

Dalam video berdurasi dua menit lebih tersebut, Sehan mengatakan para menteri
mempersulit pembagian BLT kepada rakyat yang terdampak Covid-19. Dia bahkan
sampai mengumpat dengan kata-kata kasar. Kata dia, rakyat sudah kelaparan dan
membutuhkan kehadiran negara.
Sehan Landjar mengungkapkan, warganya mulai mengeluh kehabisan beras. Bahkan ada
warga yang meminta BLT diganti dengan beras lima kilogram saja. Sementara, aturan
dari Menteri Sosial Juliari Batubara melarang masyarakat penerima Bantuan Langsung
Tunai (BLT) mendapatkan bantuan pangan dari pemerintah daerah.

"Rakyat minta seliter beras, dia tunggu BLT tapi BLT-nya kapan? Bahkan ada yang
bilang kasih saja beras 5 kg, biar nggak usah BLT. Kita sudah mau makan sekarang,"
kata dia.

"Kalau ada 4.700 (bantuan), memangnya Bank Sulut ada buku rekening sebanyak itu?"
lanjut Sehan.

Dalam video itu, dia juga meminta pemerintah pusat untuk memberikan diskresi dalam
setiap situasi kepada pemerintah daerah untuk mengucurkan BLT. Nantinya kata dia,
agar tidak terjadi penyimpangan dalam pengalokasiannya ini akan dikawal oleh
kejaksaan, OJK, KPK dan Kepolisian.

"Makanya menteri-menteri. Emangnya menteri itu lebih hebat daripada bupati? Saya
selalu bilang jangan menggeneralisir seakan-akan kepala daerah itu garong jangan
menggeneralisir, kasih aja diskresi dikawal KPK, polisi, OJK, jaksa, LSM, wartawan.
Terlalu banyak aturan kertas-kertas menteri-menteri ini, bosan dengan menteri-menteri,"
kata dia lagi.

Sehari kemudian, Menteri Sosial Juliari Batubara menjawab tudingan itu. Dia
menegaskan memberikan kebebasan kepada pemerintah daerah (pemda) menentukan
nama-nama penerima bantuan sosial (bansos) untuk warga terdampak pandemi Covid-
19. Dia menegaskan bahwa pemda tak perlu terpaku pada penerima yang terdata dalam
Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).

"Ini sudah kami sampaikan berkali-kali, silakan memberikan nama-nama penerima


bansos yang tidak ada di dalam DTKS. Kami tidak mengunci daerah untuk hanya
mengambil data-data yang dari DTKS kami. Tidak sama sekali," ujar Juliari dalam video
conference, Senin (27/4/2020).

Dia mengakui bahwa penyaluran bansos untuk warga tidak mampu menuai kritik
lantaran dinilai mekanismenya berbelit-belit. Untuk itu, pemerintah pusat memberikan
keleluasaan kepada pemda untuk mengatur mekanisme penyaluran bansos dari anggaran
APBD masing-masing.

"Tidak perlu ragu, tidak perlu takut, tidak perlu khawatir. Bahwa apabila ada satu
keluarga yang sudah menerima bansos dari pusat, apakah itu bansos sembako atau
bansos tunai, mereka takut kalau memberikan lagi bansos dari mereka. Silakan, tidak ada
halangan sama sekali dari pemerintah pusat," jelas Juliari.

Menurut dia, hal itu karena anggaran bansos tersebut merupakan anggaran daerah.
Pemerintah pusat akan mengatur seluruh bansos yang berasal dari APBN sehingga tidak
menumpuk dan dapat dipertanggungjawabkan.

"Silakan dengan kebijakan masing-masing, pemahaman daerah masing-masing untuk


gelontorkan dan menetapkan siapa-siapa saja yang bisa mendapatkan program bansos
daerah tersebut," jelas Juliari.

Dia juga mengakui bahwa distribusi bansos berpotensi tak tersalurkan secara merata.
"Sudah pasti ada yang tidak terima. Makanya penyelesaiannya silakan pemda atur," ujar
Juliari.

Sementara, pada Rabu 29 April 2020 lalu, Juliari mengakui penyaluran bansos berupa
paket sembako untuk warga terdampak Covid-19 sempat tersendat. Hal itu dikarenakan
harus menunggu tas pembungkus untuk mengemas paket sembako.

Juliari menyebut tas itu belum tersedia karena pemasok bahan mengalami kesulitan
mengimpor bahan baku. Sehinggga menyebabkan distribusi bansos terkendala meski
paket sembako sudah tersedia.

"Awalnya iya (sempat tersendat) karena ternyata pemasok-pemasok sebelumnya


kesulitan bahan baku yang harus impor," kata Juliari.

Tas untuk mengemas paket sembako itu bewarna merah putih dan bertuliskan 'Bantuan
Presiden RI Bersama Lawan Covid-19'. Di tas itu juga terdapat logo Presiden Republik
Indonesia dan Kementerian Sosial serta cara-cara agar terhindar dari virus corona.
Juliari menegaskan bahwa saat ini produksi tas kemasan tersebut sudah lancar. Dia
mengaku telah mengajak perusahaan lain untuk membuat tas kemasan sehingga
diharapkan distribusi paket sembako kedepannya tidak terganggu.

"Sekarang supply kantong sudah lancar," jelas Juliari.

 Analisa Artikel

Artikel di atas kita dapat menyebutnya sebagai komunikasi massa, dimana


komunikasi massa adalah komunikasi yang dicirikan dengan pesan yang
dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar. Pada artikel berita dengan
judul “ HEADLINE: Penyaluran Bansos Corona di Daerah Tersendat, Faktor Data
atau Birokrasi?” kita dapat mengetahui beberapa fungsi dari media massa pada saat ini .
Fungsi media massa diantaranya adalah sebagai fungsi informasi di mana media massa
berperan sebagai penyedia dan penyampai informasi mengenai berbagai macam
peristiwa, kejadian, realita dan banyak hal lain yang terjadi di tengah masyarakat
terutama di tengah pendemi virus COVID-19 sekarang ini. Informasi pada berita ini juga
seperti menjawab pertanyaan rakyat akan lambatnya penyaluran bantuan dari pemerintah
kepada mereka yang terdampak COVID-19 seperti yang telah dijanjikan. Hal ini juga
menyebabkan media massa memiliki fungsi lain yang tidak hanya sebagai fungsi
informasi tetapi juga sebagai fungsi pengawasan terutama pada jalannya pemertintahan.
 Artikel 2 (Surat Pembaca)
 Sumber :
https://mediakonsumen.com/2020/05/08/surat-pembaca/penipuan-toko-sembako-
online

Tips Tetap Semangat dan Sehat Berpuasa di Tengah Social Distancing

Harus ekstra hati-hati jaga diri selama Ramadan di tengah pandemi (Foto: iStock) via
https://cdn-image.hipwee.com

Mengatur menu makanan saat sahur dan buka puasa serta olahraga ringan sudah pasti
adalah anjuran yang harus dilakukan saat berpuasa biar badan tetap sehat. Tapi bulan
Ramadan kali ini agak berbeda karena kita tengah melakukan social distancing. Jadi
kamu harus esktra hati-hati menjalankan ibadah puasa selama Ramadan. Dengan kata
lain, kamu harus jaga diri lebih baik lagi.

Nggak cuma rajin cuci tangan, jaga kebersihan, dan hindari kumpul-kumpul. Kamu juga
harus perhatikan kebiasaan sehari-hari yang sering disepelekan. Selama berpuasa
#dirumahaja, kita jadi sering lebih scrolling media sosial buat cari hiburan. Tapi
terkadang kegiatan ini jadi bikin kita panik sendiri karena banyak berita yang justru
membuat kita panik. Pikiran jadi kemana-mana dan bikin diri makin panik, ujung-
ujungnya berpengaruh ke kesehatan. Ini tips yang bisa kamu lakukan biar bisa jalani
puasa lebih semangat dan sehat. Jangan patah semangat ya!

1. Hindari overthinking akibat baca informasi di media sosial atau nonton TV

Tetap berpikir jernih ya saat menerima informasi tentang pandemi Covid-19 (Foto:
iStock)

Di tengah social distancing, orang-orang cenderung gampang panik. Nah di saat


kayak gini, kamu harus mencerna berita tersebut dengan baik dan nggak overthinking.
Kamu harus punya mindset bahwa berita tersebut memberikan informasi yang
bermanfaat dan nggak usah panik, lakukan saja imbauan yang dianjurkan lembaga
terpercaya. Coba camkan dalam diri kamu “Semua baik-baik saja asal aku ikutin
imbauan pemerintah dan selalu jaga kesehatan”. Kalau kamu terlalu gampang panik,
kurangi waktu scrolling media sosial dan lakukan kegiatan yang produktif biar nggak
terus-terusan terpapar informasi negatif.

2. #TahanTahan diri #dirumahaja. Usahakan kalau nggak ada kepentingan keluar rumah
ya nggak usah keluar

Tahan-tahan di rumah aja, kalo kangen sama temen ya video call (Foto: iStock)

Pemerintah aja udah mengimbau kalau nggak boleh mudik, pastinya Ramadan ini
juga harus jaga jarak dulu dengan orang lain. Usahakan kalau kamu nggak ada
keperluan yang penting banget, nggak usah keluar rumah dulu deh. Tahan-tahan
berburu takjil di jalan atau buka puasa bareng teman-teman. Misalnya nih kamu
bandel masih ngeyel pengen keluar rumah untuk hal yang nggak penting. Terus (amit-
amit) pas ke pulang ke rumah dan baca berita, ternyata tempat yang kamu datangi
adalah zona merah. Pasti langsung panik pas mengetahui hal itu. Ketika kamu panik,
suhu tubuh kamu akan naik. Bahkan bikin tensi kamu naik. Yah ujung-ujungnya
tubuh jadi drop dan bisa berpengaruh ke kesehatan kamu. Kalau udah kangen sama
teman, video call aja ya!
3. Minum VIT saat sahur dan berbuka puasa untuk memastikan tubuh tetap sehat selama
Ramadan dan di tengah social distancing

Bikin tubuh tetap adem dengan minum VIT (Foto: dok. VIT)
Kalau pikiran udah ke mana-mana, jangan panik. Ademin dulu dengan minum VIT.
Selain menghilangkan rasa haus, VIT bisa membantu kamu untuk membuat tubuh
tetap adem dan pikiran lebih rileks saat panik melanda. Di bulan Ramadan ini,
pastikan kamu minum VIT saat sahur dan berbuka puasa serta menjelang tidur ya.
Soalnya berpuasa sambil beraktivitas bisa membuat kita dehidrasi dan kekurangan
mineral. Makanya kamu harus mencukupi asupan cairan pada tubuh yang hilang
ketika nggak minum saat berpuasa. Dengan minum VIT, air mineral berkualitas
terpercaya sejak 1984, badan tetap sehat dan pikiran tetep adem selama menjalankan
ibadah puasa.

4. Atur pola makan dengan baik. Melakukan social distancing di bulan Ramadan
ternyata ada hikmahnya~

Ada hikmahnya juga puasa #dirumahaja, jadi bisa atur menu makanan yang lebih
sehat (Foto: iStock)

Selain minum VIT, kamu juga harus atur pola makan dengan baik. Misalnya
Ramadan tahun lalu kamu suka beli takjil sembarangan. Bahkan kadang nggak
memerhatikan kebersihan tempat makan dan malas cuci tangan saat menyiapkan dan
menyantap makanan. Nah di situasi kayak sekarang gini alias harus menomorsatukan
kebersihan, kita jadi waspada terhadap asupan yang masuk ke tubuh. Dengan
#dirumahaja, kamu bisa menjaga makanan dan minuman untuk berbuka puasa. Bikin
aja takjil yang mudah dan tentunya sehat di rumah. Ada banyak kok makanan dan
minuman menyehatkan tapi rasanya pun nikmat.

5. Lakukan kegiatan ngabuburit yang berfaedah, tapi tetep #dirumahaja

Manfaatkan waktu #dirumahaja dengan kegiatan produktif (Foto: iStock)

Biasanya ngabuburit dilakukan dengan banyak cara. Mulai dari kumpul-kumpul di


masjid terdekat buat dapat kultum, buka puasa bersama teman-teman, sampai muter-
muter komplek buat cari takjil. Nah kali ini ngabuburit harus dilakukan #dirumahaja.
Tenang, nggak usah patah semangat. Ada banyak kegiatan ngabuburit berfaedah dan
seru yang bisa kamu lakukan walau di rumah aja. Kamu bisa gali hobi dan bakatmu.
Buat cewek-cewek bisa bikin tutorial makeup atau ikut pass the brush challenge. Atau
yang cowok-cowok bisa bikin podcast dan video cover lagu. Kamu juga bisa
mendapatkan ide aktivitas ngabuburit seru di Instagram VIT.
Yuk, jangan bikin Ramadan kali ini jadi nggak seru gara-gara kamu patah semangat
ya!

 Analisa Artikel

Artikel di atas merupakan salah satu artikel bertemakan hiburan dan tips yang
sekarang ini banyak diminati oleh pembaca artikel di media online, sehingga
menyebabkan banyak content writer yang mengangkat tema ini. Dari artikel di atas kita
dapat mengetahui fungsi lain dari media massa terutama pada media eletronik seperti
website yang memiliki peranan khusus sebagai hiburan yang dimaksudkan sebagai
fungsi pengalihan bagi pembaca dari masalah yang ada di masyarakat sekarang ini.
Tidak hanya itu pada artikel ini juga terdapat pesan yang mengajak pembaca untuk
mengikuti apa yang telah dianjurkan pada artikel ini sehingga dapat kita ketahui bahwa
tidak hanya sebagai fungsi hiburan tetapi media massa juga memiliki fungsi sebagai
fungsi persuasi. Dimana sebagai fungsi persuasi ini media massa dapat membuat
pengaruh terhadap pikiran dan pandangan orang yang membacanya.

Anda mungkin juga menyukai