Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan Islam pada intinya adalah sebagai wahana pembentukan manusia


yang bermoralitas tinggi. Di dalam ajaran Islam moral atau akhlak tidak dapat
dipisahkan dari keimanan. Keimanan merupakan pengakuan hati. Akhlak
adalah pantulan iman yang berupa perilaku, ucapan, dan sikap atau dengan
kata lain akhlak adalah amal saleh. Iman adalah maknawi (abstrak) sedangkan
akhlak adalah bukti keimanan dalam bentuk perbuatan yang dilakukan dengan
kesadaran dan karena Allah semata.

Berkaitan dengan pernyataan di atas bahwa akhlak tidak akan terpisah dari
keimanan, dalam al-Qur'an juga sering dijelaskan bahwa setelah ada
pernyataan “orang-orang yang beriman,” maka langsung diikuti oleh “beramal
saleh.” Dengan kata lain amal saleh sebagai manifestasi dari akhlak
merupakan perwujudan dari keimanan seseorang. Pemahaman moralitas
dalam bahasa aslinya dikenal dengan dua istilah yaitu al-akhlaq al-karimah
dan al-akhlaq al-mahmudah. Keduanya memiliki pemahaman yang sama yaitu
akhlak yang terpuji dan mulia, semua perilaku baik, terpuji, dan mulia yang
diridlai Allah.

Satu masalah sosial/kemasyarakatan yang harus mendapat perhatian kita


bersama dan perlu ditanggulangi dewasa ini ialah tentang kemerosotan akhlak
atau dekadensi moral.

Di samping kemajuan teknologi akibat adanya era globalisasi, kita melihat pula
arus kemorosotan akhlak yang semakin melanda di kalangan sebagian pemuda-
pemuda kita. Dalam surat-surat kabar sering kali kita membaca berita tentang
perkelahian pelajar, penyebaran narkotika, pemakaian obat bius, minuman
keras, penjambret yang dilakukan oleh anak-anak yang berusia belasan tahun,
meningkatnya kasus-kasus kehamilan dikalangan remaja putrid dan lain
sebagainya.

Hal tersebut adalah merupakan suatu masalah yang dihadapi masyarakat yang
kini semakin marak, Oleh kerena itu persoalan remaja seyogyanya mendapatkan
perhatian yang serius dan terfokus untuk mengarahkan remaja ke arah yang
lebih positif, yang titik beratnya untuk terciptanya suatu sistem dalam
menanggulangi kemerosotan akhlak dan moral dikalangan remaja.

1.2 Tujuan
a. Mengetahui Pengertian dan perbedaan dari akhlak, etika, dan moral
b. Mengetahui modernisasi dan globalisasi serta dampaknya terhadap
akhlak, etika, dan moral remaja
c. Mengetahui kondisi akhlak remaja saat ini dan permasalahan yang
ditimbulkan
d. Dapat menentukan solusi yang tepat untuk menangani permasalahan
akhlak, etika, dan moral remaja berdasar atas dalil naqli dan aqli
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Etika
Dari segi etimologi (ilmu asal usul kata), etika berasal dari bahasa yunani,
ethos yang berarti watak kesusilaan atau adat. Dalam Kamus Umum Bahasa
Indonesia etika berarti ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral).
Sedangkan etika menurut filsafat dapat disebut sebagai ilmu yang menyelidiki
mana yang baik dan mana yang buruk dengan memperhatikan amal perbuatan
manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran. Pada dasarnya,etika
membahasa tentang tingkah laku manusia.
Tujuan etika dalam pandangan filsafat ialah mendapatkan ide yang sama
bagi seluruh manusia disetiap waktu dan tempat tentang ukuran tingkah laku
yang baik dan buruk sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran manusia.
Akan tetapi dalam usaha mencapai tujuan itu, etika mengalami kesulitan, karena
pandangan masing-masing golongan dunia ini tentang baik dan buruk
mempunyai ukuran (kriteria) yang berlainan.
Secara metodologi, tidak setiap hal menilai perbuatan dapat dikatakan
sebagai etika. Etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam
melakukan refleksi. Karena itulah etika merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu
ilmu, objek dari etika adalah tingkah laku manusia. Akan tetapi berbeda dengan
ilmu-ilmu lain yang meneliti juga tingkah laku manusia, etika memiliki sudut
pandang normatif, yaitu melihat perbuatan manusia dari sudut baik dan buruk .
Etika terbagi menjadi tiga bagian utama: meta-etika (studi konsep etika),
etika normatif (studi penentuan nilai etika), dan etika terapan (studi penggunaan
nilai-nilai etika).

Adapun Jenis-jenis Etika adalah sebagai berikut:

1. Etika Filosofis
Etika filosofis secara harfiah dapat dikatakan sebagai etika yang berasal
dari kegiatan berfilsafat atau berpikir, yang dilakukan oleh manusia.
Karena itu, etika sebenarnya adalah bagian dari filsafat; etika lahir dari
filsafat.

Ada dua sifat etika, yaitu:

a. Non-empiris Filsafat digolongkan sebagai ilmu non-empiris. Ilmu


empiris adalah ilmu yang didasarkan pada fakta atau yang kongkret.
Namun filsafat tidaklah demikian, filsafat berusaha melampaui yang
kongkret dengan seolah-olah menanyakan apa di balik gejala-gejala
kongkret. Demikian pula dengan etika. Etika tidak hanya berhenti pada
apa yang kongkret yang secara faktual dilakukan, tetapi bertanya
tentang apa yang seharusnya dilakukan atau tidak boleh dilakukan.
b. Praktis Cabang-cabang filsafat berbicara mengenai sesuatu “yang
ada”. Misalnya filsafat hukum mempelajari apa itu hukum. Akan tetapi
etika tidak terbatas pada itu, melainkan bertanya tentang “apa yang
harus dilakukan”. Dengan demikian etika sebagai cabang filsafat
bersifat praktis karena langsung berhubungan dengan apa yang boleh
dan tidak boleh dilakukan manusia. Etika tidak bersifat teknis
melainkan reflektif, dimana etika hanya menganalisis tema-tema
pokok seperti hati nurani, kebebasan, hak dan kewajiban, dsb, sambil
melihat teori-teori etika masa lalu untuk menyelidiki kekuatan dan
kelemahannya.

2. Etika Teologis

Terdapat dua hal-hal yang berkait dengan etika teologis. Pertama, etika
teologis bukan hanya milik agama tertentu, melainkan setiap agama
dapat memiliki etika teologisnya masing-masing. Kedua, etika teologis
merupakan bagian dari etika secara umum, karena itu banyak unsur-unsur
di dalamnya yang terdapat dalam etika secara umum, dan dapat
dimengerti setelah memahami etika secara umum.

Secara umum, etika teologis dapat didefinisikan sebagai etika yang


bertitik tolak dari presuposisi-presuposisi teologis. Definisi tersebut
menjadi kriteria pembeda antara etika filosofis dan etika teologis.
Setiap agama dapat memiliki etika teologisnya yang unik berdasarkan apa
yang diyakini dan menjadi sistem nilai-nilai yang dianutnya. Dalam hal ini,
antara agama yang satu dengan yang lain dapat memiliki perbedaan di
dalam merumuskan etika teologisnya.

2.2 Moral
Moral berasal dari bahasa latin yakni mores kata jamak dari mos yang berarti
adat kebiasaan. Sedangkan dalam bahasa Indonesia, moral diartikan sebagai
susila. Moral adalah hal-hal yang sesuai dengan ide-ide yang umum diterima
tentang tindakan manusia, mana yang baik dan mana yang wajar.
Moral (Bahasa Latin Moralitas) adalah istilah manusia menyebut ke manusia
atau orang lainnya dalam tindakan yang mempunyai nilai positif. Manusia yang
tidak memiliki moral disebut amoral artinya dia tidak bermoral dan tidak
memiliki nilai positif di mata manusia lainnya. Sehingga moral adalah hal mutlak
yang harus dimiliki oleh manusia. Moral secara ekplisit adalah hal-hal yang
berhubungan dengan proses sosialisasi individu tanpa moral manusia tidak bisa
melakukan proses sosialisasi. Moral adalah nilai ke-absolutan dalam kehidupan
bermasyarakat secara utuh. Penilaian terhadap moral diukur dari kebudayaan
masyarakat setempat.Moral adalah perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang
dalam ber interaksi dengan manusia. apabila yang dilakukan seseorang itu
sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di masyarakat tersebut dan dapat diterima
serta menyenangkan lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dinilai
mempunyai moral yang baik, begitu juga sebaliknya.Moral adalah produk dari
budaya dan Agama.

2.3 Akhlak
Secara linguistik atau bahasa, akhlak berasal dari bahasa arab yakni
khuluqun yang menurut loghat diartikan: budi pekerti,perangai, tingkah
laku atau tabiat. Kalimat tersebut mengandung segi-segi persesuaian
denga perkataan khalakun yang berarti kejadian, serta erat hubungan dengan
khaliq yang berarti pencipta dan makhluk yang berarti diciptakan. Perumusan
pengertian akhlak timbul sebagai media yang memungkinkan adanya hubungan
baik antara khaliq dengan makhluk dan antara makhluk dengan makhluk.
Menurut Al Ghazali akhlak adalah sifat yang melekat dalam jiwa seseorang yang
menjadikan ia dengan mudah tanpa banyak pertimbangan lagi. Sedangkan
sebagaian ulama yang lain mengatakan akhlak itu adalah suatu sifat yang
tertanam didalam jiwa seseorang dan sifat itu akan timbul disetiap ia bertindak
tanpa merasa sulit (timbul dengan mudah) karena sudah menjadi budaya sehari-
hari.
Defenisi akhlak secara substansi tampak saling melengkapi, dan darinya kita
dapat melihat lima ciri yang terdapat dalam perbuatan akhlak, yaitu :
1. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam dalam jiwa
seseorang, sehingga telah menjadi kepribadiannya.
2. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah dan tanpa
pemikiran. Ini berarti bahwa saat melakukan sesuatu perbuatan, yang
bersangkutan dalam keadaan tidak sadar, hilang ingatan, tidur, atau gila.
3. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang
mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar. Perbuatan
akhlak adalah perbutan yang dilakukan atas dasar kemauan, pilihan dan
keputusan yang bersangkutan. Bahwa ilmu akhlak adalah ilmu yang
membahas tentang perbuatan manusia yang dapat dinilai baik atau buruk.
4. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesunggunya,
bukan main-main atau karena bersandiwara
5. Sejalan dengan ciri yang keempat, perbuatan akhlak (khususnya akhlak yang
baik) adalah perbuatan yang dilakukan karena keikhlasan semata-mata
karena Allah, bukan karena dipuji orang atau karena ingin mendapatkan
suatu pujian.
Secara garis besar, akhlak dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu akhlak baik
(akhlak al-karimah) dan akhlak yang buruk (akhlak madzmumah). Yang
termasuk akhlak baik misalnya seperti berbuat adil, jujur, sabar, pemaaf,
dermawan, amanah, dan lain sebagainya. Sedangkan, yang termasuk akhlak
buruk adalah seperti berbuat dhalim, berdusta, pemarah, pendendam, kikir,
curang, dan lain sebagainya.
Akhlak adalah hal yang terpenting dalam kehidupan manusia karena akhlak
mencakup segala pengertian tingkah laku, tabiat, perangai, karakter manusia
yang baik maupun yang buruk dalam hubungannya dengan Khaliq atau dengan
sesama rnakhluk. Rasulullah saw bersabda: " Sesungguhnya hamba yang paling
dicintai Allah ialah yang paling baik akhlaknya".
Dari sudut kebahasaan, akhlak berasal dari bahasa arab, yaitu isim mashdar
(bentuk infinitive) dari kata al-akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan, sesuai timbangan
(wazan) tsulasi majid af'ala, yuf'ilu if'alan yang berarti al-sajiyah (perangai), at-
thobi'ah (kelakuan, tabiat, watak dasar), al-adat (kebiasaan, kelaziman), al-
maru'ah (peradaban yang baik) dan al-din (agama).
Namun akar kata akhlak dari akhlaqa sebagai mana tersebut diatas tampaknya
kurang pas, sebab isim masdar dari kata akhlaqa bukan akhlak, tetapi ikhlak.
Berkenaan dengan ini, maka timbul pendapat yang mengatakan bahwa secara
linguistic, akhlak merupakan isim jamid atau isim ghair mustaq, yaitu isim yang
tidak memiliki akar kata, melainkan kata tersebut memang sudah demikian
adanya.

2.4 Modernisasi
Modernisasi diartikan sebagai perubahan-perubahan masyarakat yang bergerak
dari keadaan yang tradisional atau dari masyarakat pra modern menuju kepada
suatu masyarakat yang modern. Pengertian modernisasi berdasar pendapat para
ahli adalah sebagai berikut.
Menurut Widjojo Nitisastro, modernisasi adalah suatu transformasi total dari
kehidupan bersama yang tradisional atau pramodern dalam arti teknologi serta
organisasi sosial, ke arah pola-pola ekonomis dan politis. Sedangkan Soerjono
Soekanto mengemukakan bahwa sebuah modernisasi memiliki syarat-syarat
tertentu, yaitu sebagai berikut.
a. Cara berpikir yang ilmiah yang berlembaga dalam kelas penguasa ataupun
masyarakat.
b. Sistem administrasi negara yang baik, yang benar-benar mewujudkan
birokrasi.
c. Adanya sistem pengumpulan data yang baik dan teratur yang terpusat pada
suatu lembaga atau badan tertentu.
d. Penciptaan iklim yang menyenangkan dan masyarakat terhadap modernisasi
dengan cara penggunaan alat-alat komunikasi massa.
e. Tingkat organisasi yang tinggi yang di satu pihak berarti disiplin, sedangkan di
lain pihak berarti pengurangan kemerdekaan.
f. Sentralisasi wewenang dalam pelaksanaan perencanaan sosial.

Dalil-dalil yang berhubungan dengan akhlak, moral, dan etika


Firman Allah swt:
Sesungguhnya dalam penciptaan langit langit dan bumi, dan silih bergantinya
malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (QS. Ali
Imran: 190)

Tidak ada kebaikan dari banyak pembicaraan mereka, kecuali pembicaraan


rahasia dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat
maruf, atau mengadakan perdamaian diantara manusia. Dan barangsiapa yang
berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami memberi
kepadanya pahala yang besar. (QS. An-nisa: 114)

Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama
Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya
bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka
bertawakkal. (QS. Al Anfal:2)
Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan
memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Rabbnya dan ampunan serta
rezki (nimat) yang mulia. (QS. Al Anfal:4)

Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mumin, diri dan harta
mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan
Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar
dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al-Quran. Dan siapakah yang lebih menepati
janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah
kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar. (QS. At Taubah: 111)

Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu hai Bani Adam supaya kamu
tidak menyembah syaitan? Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagi
kamu, (QS. Yasin: 60)

Sesungguhnya Kami telah mensucikan mereka dengan (menganugerahkan


kepada mereka) akhlak yang tinggi yaitu selalu mengingatkan (manusia) kepada
negeri akhirat. (QS. Sad: 46)
Sabda Rasulullah:
‘Sesungguhnya aku Muhammad s.a.w. tidak diutus melainkan untuk
menyempurnakan kemuliaan akhlak.’

‘Ketahuilah kamu di dalam badan manusia terdapat segumpal darah. Apabila


baik maka baiklah keseluruhan segala perbuatannya dan apabila buruk maka
buruklah keseluruhan tingkah lakunya. Ketahuilah kamu bahawa ia adalah hati’

‘Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada rupa paras kamu dan tidak kepada
tubuh badan kamu, dan sesungguhnya Allah tetap melihat kepada hati kamu
dan segala amalan kamu yang berlandaskan keikhlasan hati.’

‘Seseorang itu tidak beriman sehinggalah dia mengasihi terhadap saudaranya


seperti mana dia kasih terhadap dirinya sendiri’
(Riwayat Bukhari dan Muslim)

‘Sesunggubnya amalan yang sangat dicintai Allah selepas melakukan ibadat


fardhu oleh hambanya ialah mengembirakan hati saudaranya sesama Islam’
(Riwayat Baihaqi)

BAB III
PEMBAHASAN
Apabila kita menelusuri lebih mendalam, maka kita dapat menemukan secara
jelas persamaan dan perbedaan etika dan akhlak. Persamaan diantara keduanya
adalah terletak pada objek yang akan dikaji, dimana kedua-duanya sama-sama
membahas tentang baik buruknya tingkah laku dan perbuatan manusia.
Sedangkan perbedaannya sumber norma, dimana akhlak mempunyai basis atau
landasan kepada norma agama yang bersumber dari hadist dan al-Quran.
Tujuan etika dalam pandangan filsafat ialah mendapatkan ide yang sama bagi
seluruh manusia disetiap waktu dan tempat tentang ukuran tingkah laku yang
baik dan buruk sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran manusia. Akan
tetapi dalam usaha mencapai tujuan itu, etika mengalami kesulitan, karena
pandangan masing-masing golongan dunia ini tentang baik dan buruk
mempunyai ukuran (kriteria) yang berlainan.
Para ahli dapat segera mengetahui bahwa etika berhubungan dengan empat hal
sebagai berikut. Pertama, dilihat dari segi objek pembahasannya, etika berupaya
membahas perbutaan yang dilakukan oleh manusia. Kedua, dilihat dari segi
sumbernya, etika bersumber pada akal pikiran dan filsafat. Sebagai hasil
pemikiran maka etika tidak bersifat mutla, absolut dan tidak pula universal.
Ketiga, dilihat dari segi fungsinya, etika berfungsi sebagai penilai, penentu dan
penetap terhadap suatu perbuatan tersebut akan dinilai baik, buruk, mulia,
terhormat, terhina dsb. Dan keempat, dilihat dari segi sifatnya, etika bersifat
relatif yakni dapat berubah-rubah sesuai tuntutan zaman. Dengan ciri-ciri yang
demikian itu, maka etika lebih merupakan ilmu pengetahuan yang berhubungan
dengan upaya menentukan perbuatan yang dilakukan manusia untuk dikatakan
baik atau buruk. Dengan kata lain etika adalah aturan atau pola tingkah laku
yang dihasilkan oleh akal manusia.
Moral berasal dari bahasa latin yakni mores kata jamak dari mos yang berarti
adat kebiasaan. Sedangkan dalam bahasa Indonesia moral diartikan dengan
susila. Sedangkan moral adalah sesuai dengan ide-ide yang umum diterima
tentang tindakan manusia, mana yang baik dan mana yang wajar.
Antara etika dan moral memang memiliki kesamaan. Namun, ada pula
berbedaannya, yakni etika lebih banyak bersifat teori, sedangkan moral lebih
banyak bersifat praktis. Menurut pandangan ahli filsafat, etika memandang
tingkah laku perbuatan manusia secara universal (umum), sedangkan moral
secara lokal. Moral menyatakan ukuran, etika menjelaskan ukuran itu.
Namun demikian, dalam beberapa hal antara etika dan moral memiliki
perbedaan. Pertama, kalau dalam pembicaraan etika, untuk menentukan nilai
perbutan manusia baik atau buruk menggunakan tolak ukur akal pikiran atau
rasio, sedangkan dalam pembicaran moral tolak ukur yang digunakan adalah
norma-norma yang tumbuh dan berkembang dan berlangsung di masyarakat.
Dalam beberapa hal antara etika dan moral memiliki perbedaan. Pertama, kalau
dalam pembicaraan etika, untuk menentukan nilai perbuatan manusia baik atau
buruk menggunakan tolak ukur akal pikiran atau rasio, sedangkan moral tolak
ukurnya yang digunakan adalah norma-norma yang tumbuh dan berkembang
dan berlangsung di masyarakat. Dengan demikian etika lebih bersifat pemikiran
filosofis dan berada dalam konsep-konsep, sedangkan etika berada dalam
dataran realitas dan muncul dalam tingkah laku yang berkembang di
masyarakat.
Etika dan moral sama artinya tetapi dalam pemakaian sehari-hari ada sedikit
perbedaan. Moral atau moralitas dipakai untuk perbuatan yang sedang dinilai,
sedangkan etika dipakai untuk pengkajian system nilai yang ada.
Namun, etika, moral, susila dan akhlak tetap saling berhubungan dan
membutuhkan. Uraian tersebut di atas menunjukkan dengan jelas bahwa etika,
moral dan susila berasala dari produk rasio dan budaya masyarakat yang secara
selektif diakui sebagai yang bermanfaat dan baik bagi kelangsungan hidup
manusia. Sementara akhlak berasal dari wahyu, yakni ketentuan yang
berdasarkan petunjuk Al-Qur'an dan Hadis. Dengan kata lain jika etika, moral
dan susila berasal dari manusia sedangkan akhlak berasal dari Tuhan.

3.1 Dampak modernisasi dan globalisasi terhadap akhlak, etika, dan


moral remaja
Modernisasi merupakan suatu proses transformasi dari suatu perubahan ke arah
yang lebih maju atau meningkat di berbagai aspek dalam kehidupan
masyarakat. Sedangkan, globalisasi yang berasal dari kata global atau globe
artinya bola dunia atau mendunia. Jadi, globalisasi berarti suatu proses masuk ke
lingkungan dunia.
Modernisasi dan globalisasi dapat memperngaruhi sikap masyarakat dalam
bentuk positif maupun negatif. Penjelasannya adalah sebagai berikut:
 Sikap Positif
1) Penerimaan secara terbuka (open minded); lebih dinamis, tidak
terbelenggu hal-hal lama yang bersikap kolot
2) Mengembangkan sikap antisipatif dan selektif kepekaan (antisipatif)
dalam menilai hal-hal yang akan atau sedang terjadi.
 Sikap Negatif
1) Tertutup dan was-was (apatis)
2) masyarakat yang telah merasa nyaman dengan kondisi kehidupan
masyarakat yang ada
3) Acuh tah acuh
4) masyarakat awam yang kurang memahami arti strategis modernisasi dan
globalisasi
5) Kurang selektif dalam menyikapi perubahan modernisasi
6) dengan menerima setiap bentuk hal-hal baru tanpa adanya seleksi/filter

Modernisasi dan globalisasi dapat masuk ke kehidupan masyarakat melalui


berbagai media, terutama media elektronik seperti internet. Karena dengan
fasilitas ini semua orang dapat dengan bebas mengakses informasi dari
berbagai belahan dunia. Pengetahuan dan kesadaran seseorang sangat
menentukan sikapnya untuk menyaring informasi yang didapat. Apakah nantinya
berdampak positif atau negatif terhadap dirinya, lingkungan, dan masyarakat.
Untuk itu, diperlukan pemahaman agama yang baik sebagai dasar untuk
menyaring informasi. Kurangnya filter dan selektivitas terhadap budaya asing
yang masuk ke Indonesia, budaya tersebut dapat saja masuk pada masyarakat
yang labil terhadap perubahan terutama remaja dan terjadilah penurunan etika
dan moral pada masyarakat Indonesia.
Jika dilihat pada kenyataannya, efek dari modernisasi dan globalisasi lebih
banyak mengarah ke negatif. Kita dapat kehilangan budaya negara kita sendiri
dan terbawa oleh budaya barat, jika masyarakat Indonesia sendiri tidak
mempelajari pengetahuan tentang kebudayaan Indonesia dan tidak menjaga
kebudayaan tersebut. Ada baiknya budaya barat yang kita serap disaring
terlebih dahulu. Karena tidak semua budaya barat adalah baik. Jika kita terus
menerima dan menyerap budaya asing yang tidak sesuai dengan karakter
bangsa Indonesia, dapat terjadi penyimpangan etika dan moral bangsa Indonesia
sendiri. Melalui penyimpangan etika dan moral tersebut, dapat tercipta pola
kehidupan dan pergaulan yang menyimpang. Tidak hanya akibat negatif yang
dihasilkan modernisasi dan globalisasi. Proses ini juga menghasilkan akibat
positif, yaitu terciptanya masyarakat yang lebih intelek dan melek terhadap
perubahan dan perkembangan dunia.
3.2 Kondisi akhlak remaja saat ini dan permasalahan yang
ditimbulkan
Berikut ini adalah beberapa fakta mengenai penurunan akhlak masyarakat
yang diadapat dari berbagai masyarakat.
 15-20 persen dari remaja usia sekolah di Indonesia sudah melakukan
hubungan seksual di luar nikah
 15 juta remaja perempuan usia 15-19 tahun melahirkan setiap tahunnya
 hingga Juni 2009 telah tercatat 6332 kasus AIDS dan 4527 kasus HIV
positif di Indonesia, dengan 78,8 persen dari kasus-kasus baru yang
terlaporkan berasal dari usia 15-29 tahun
 Diperkirakan terdapat sekitar 270.000 pekerja seks perempuan yang ada
di Indonesia, di mana lebih dari 60 persen adalah berusia 24 tahun atau
kurang, dan 30 persen berusia 15 tahun atau kurang
 setiap tahun ada sekitar 2,3 juta kasus aborsi di Indonesia di mana 20
persen diantaranya adalah aborsi yang dilakukan oleh remaja
 Berdasarkan data kepolisian, setiap tahun penggunaan narkoba selalu
naik. Korban paling banyak berasal dari kelompok remaja, sekitar 14 ribu
orang atau 19% dari keseluruhan pengguna.
 jumlah kasus kriminal yang dilakukan anak-anak dan remaja tercatat
1.150 sementara pada 2008 hanya 713 kasus. Ini berarti ada peningkatan
437 kasus. Jenis kasus kejahatan itu antara lain pencurian, narkoba,
pembunuhan dan pemerkosaan.
 Sejak Januari hingga Oktober 2009, Kriminalitas yang dilakukan oleh
remaja meningkat 35% dibandingkan tahun sebelumnya, Pelakunya rata-
rata berusia 13 hingga 17 tahun.

Kemorosotan akhlak di atas disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:


 Salah pergaulan, apabila kita salah memilih pergaulan kita juga bisa ikut-
ikutan untuk melakukan hal yang tidak baik.
 Orang tua yang kurang perhatian, apabila orang tua kuran
memperhatikan anaknya, bisa-bisa anaknya merasa tidak nyaman berada
di rumah dan selalu keluar rumah. Hal ini bisa menyebabkan remaja
terkena pergaulan bebas.
 Ingin mengikuti trend, bsia saja awalmya para remaja merokok adalah
ingin terlihat keren, padahal hal itu sama sekali tidak benar. Lalu kalu
sudah mencoba merokok dia juga akan mencoba hal-hal yang lainnya
seperti narkoba dan seks bebas.
 Himpitan ekonomi yang membuat para remaja stress dan butuh tempat
pelarian.
 Kurangnya pendidikan Agama dan moral.

Faktor-faktor di atas sebagian besar dipengaruhi oleh perkembangan teknologi.


Dengan berkembang pesatnya teknologi pada zaman sekarang ini, arus
informasi menjadi lebih transparan. Kemampuan masyarakat yang tidak dapat
menyaring informasi ini dapat mengganggu akhlak. Pesatnya perkembangan
teknologi dapat membuat masyarakat melupakan tujuan utama manusia
diciptakan, yaitu untuk beribadah.

Untuk mengatasi masalah ini, penulis memeberikan beberapa solusi berdasarkan


dalil naqli dan akli sebagai berikut.
 Untuk meghindari salah pergaulan, kita harus pandai memilah dan
memilih teman dekat. Karena pergaulan akan sangat berpengaruh
terhadap etika, moral, dan akhlak.
 Peran orang tua sangat penting dalam pembentukan karakter seseorang,
terutama dalam mengenalkan pendidikan agama sejak dini. Perhatian dari
orang tua juga sangat penting. Karena pada banyak kasus, kurangnya
perhatian orang tua dapat menyebabkan dampak buruk pada sikap anak.
 Memperluas wawasan dan pengetahuan akan sangat berguna untuk
menyaring pengaruh buruk dari lingkungan, misalnya kebiasaan merokok.
Dewasa ini, orang-orang menganggap bahwa merokok meningkatkan
kepercayaan diri dalam pergaulan. Padahal jika dilihat dari sisi kesehatan,
merokok dapat menyebabkan banyak penyakit, baik pada perokok aktif
maupun pasif. Sehingga kebiasaan ini tidak hanya akan mempengaruhi
dirinya sendiri, melainkan juga orang-orang di sekelilingnya.
 Meningkatkan iman dan takwa dengan cara bersyukur, bersabar, dan
beramal sholeh.
BAB IV
KESIMPULAN

Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:


1. Perbedaaan antara akhlak, moral, dan etika adalah terletak pada sumber
yang dijadikan patokan untuk menentukan baik dan buruk. Pada etika,
penilaian baik buruk berdasarkan pendapat akal pikiran, dan pada moral
berdasarkan kebiasaan yang berlaku umum di masyarakat, maka pada
akhlak ukuran yang digunakan untuk menentukan baik buruk itu adalah
al-Qur'an dan al-hadis.
2. Modernisasi adalah suatu proses transformasi dari suatu perubahan ke
arah yang lebih maju atau meningkat di berbagai aspek dalam kehidupan
masyarakat. Sedangkan globalisasi adalah suatu proses masuk ke
lingkungan dunia, dimana semua informasi dari berbagai belahan dunia
dapat diakses dengan mudah dan cepat. Kedua hal ini dapat memberi
pengaruh positif dan negatif tergantung pada kemampuan masyarakat
untuk menyaring informasi tersebut.
3. Berdasarkan fakta yang ada, dapat dilihat bahwa terjadi kemerosotan nilai
akhlak, seperti tingkat kriminalitas yang tinggi, tingkat aborsi yang tinggi,
dan lain-lain. Jika hal-hal seperti ini tidak diperbaiki, hal ini akan
menyebabkan rusaknya generasi masyarakat di masa yang akan datang.
Sehingga tidak mungkin zaman akan berganti lagi seperti zaman jahiliyah
dahulu.
4. Untuk mencegah dan atau memperbaiki kemorosotan akhlak ini, ada
berbagai macam solusi yang dapat dilakukan seperti yang telah
disebutkan di atas. Namun pada dasarnya, semua solusi tersebut
mengarah pada pemahaman dan pengamalan yang sebenarnya pada
ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits.

DAFTAR PUSTAKA
http://wizanies.blogspot.com/2007/08/akhlak-etika-moral.html
http://grms.multiply.com/journal/item/26
http://dewon.wordpress.com/2007/11/03/kategori-19/

ETIKA MORAL DAN AKHLAK


TUGAS AGAMA

Diajukan untuk memenuhi tugas pada mata kuliah


Agama dan Etika Islam (KU 2061)

Disusun oleh:
Marissa Fitri (13508001)
Vega Annisa ( 15308014)
Tia Fitriani (15308026)
Anissa Sukma Safitri (15308027)
Rosetyati Retno (153080 )
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2010

Anda mungkin juga menyukai