Anda di halaman 1dari 18

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam beberapa tahun terakhir ini angka kejadian beberapa penyakit non
infeksi makin menonjol, baik di negara maju maupun di negara berkembang.
Perbaikan tingkat sosial ekonomi telah membawa perubahan pola penyakit. Penyakit
infeksi dan defisiensi gizi makin lama makin sedikit, sedangkan berbagai penyakit
non-infeksi, termasuk penyakit kongenital makin dikenal.
Dalam bidang kardiologi, insidensi penyakit jantung bawaan semakin
meningkat ditandai dengan makin meningkatnya konsultasi serta rujukan oleh
puskesmas, dokter umum, dokter spesialis anak, dan dokter spesialis lain ke
konsultan jantung. Penyakit jantung bawaan merupakan kelainan bawaan yang
paling sering dijumpai, meliputi hampir 30% dari seluruh kelainan bawaan. Para
petugas medis merupakan ujung tombak dalam deteksi dini bayi dengan penyakit
jantung bawaan, oleh karena itu kewaspadaan terhadap kemungkinan adanya
penyakit jantung bawaan perlu terus ditingkatkan, mengingat insidensi penyakit ini
cukup tinggi yaitu hampir 1% dari semua bayi yang lahir hidup.
Pada sebagian besar kasus, penyebab penyakit jantung bawaan tidak
diketahui. Berbagai jenis obat, penyakit ibu, pajanan terhadap sinar x telah diduga
sebagai penyebab eksogen penyakit jantung bawaan. Penyakit rubela yang diderita
ibu pada awal kehamilannya dapat menyebabkan penyakit jantung bawaan pada
bayinya, terutama duktus arteriosus persisten. Apapun sebabnya, pajanan terhadap
faktor penyebab tersebut harus ada sebelum akhir bulan kedua kehamilan, oleh
karena pada minggu kedelapan pembentukan jantung sudah selesai.
Penyakit jantung bawaan dapat diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu
penyakit jantung bawaan non-sianotik dan sianotik. Jumlah pasien penyakit jantung
bawaan non-sianotik jauh lebih besar daripada sianotik yakni berkisar antara 3

1
sampai 4 kali. Penyakit jantung bawaan non-sianotik salah satunya adalah patent
duktus arteriosus (PDA).

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Patent Duktus Arteriosus (PDA) adalah penyakit jantung bawaan yang
asianotik dimana tetap terbukanya duktus arterious setelah lahir, yang menyebabkan
dialirkannya darah secara langsung dari aorta (tekanan lebih tinggi ) ke dalam arteri
pulmonalis (tekanan lebih rendah) (Schumacher et al, 2011).

2.2. Epidemiologi
Diperkirakan insiden PDA di Korea sekitar 0.02% - 0.04% pada bayi cukup
bulan. Pada bayi kurang bulan terjadi sekitar 20%-60% pada hari ketiga kehidupan.
PDA terjadi sekitar 6%-11% dari semua penyakit jantung bawaan (Park et al, 2012).
Pada penelitian Sekar dan Corff insiden PDA terjadi pada 70% bayi kurang bulan
dengan berat <1000 gram dan usia gestasi <29 minggu. Walaupun penutupan spontan

3
dari duktus arteriosus akan terjadi sekitar 34% pada berat bayi lahir sangat rendah,
namun kegagalan yang terjadi dapat mengancam nyawa (Sekar, 2008 ).
Pada penelitian Ronald et al yang menggunakan ekokardiografi dengan
pulsasi doppler yang dilakukan pada bayi cukup bulan menunjukkan penutupan DA
terjadi pada hampir 50% bayi dalam satu hari, 90% menutup pada dua hari dan
seluruhnya menutup pada tiga hari kelahiran (Clyman et al, 2012).
Rata-rata duktus arteriosus terlambat menutup pada bayi kurang bulan, 90%
terjadi bersamaan dengan respiratory distress syndrome, pada bayi dengan usia
kehamilan lebih dari 30 minggu, duktus akan menutup empat hari setelah kelahiran
(Clyman et al, 2012).
Bayi kurang bulan dengan severe respiratory distress memiliki insiden sekitar
65% yang menderita PDA lebih dari empat hari setelah kelahiran. Namun
diantaranya, penutupan spontan dapat juga terjadi selama periode neonatus. 67% bayi
dengan berat badan lahir 1000 dan 1500 gram, DA nya akan menutup secara spontan
dalam tujuh hari setelah kelahiran (94% menutup setelah keluar rumah sakit). Bayi
dengan berat bayi lahir sangat rendah<1500 gram yang DA nya masih terbuka setelah
keluar dari rumah sakit, 86% menutup spontan pada akhir tahun pertama kehidupan
(Clyman et al , 2012).

2.3 Faktor Resiko


Faktor yang bertanggung jawab atas PDA tidak dimengerti sepenuhnya.
Prematuritas secara jelas meningkatkan insidensi PDA dan hal ini lebih disebabkan
oleh faktor-faktor fisiologis yang berhubungan dengan prematuritas dari pada
abnormalitas duktus. Pada bayi cukup bulan, kasus lebih sering terjadi secara
sporadik, tetapi terdapat peningkatan bukti bahwa faktor genetis berperan pada pasien
dengan PDA. Sebagai tambahan, faktor-faktor lain seperti infeksi prenatal juga
memiliki peran.
PDA lebih sering terjadi pada sindroma-sindroma genetik tertentu, termasuk
dengan perubahan kromosom yang diketahui seperti trisomy 21 dan sindroma 4p,
mutasi gen tunggal seperti sindroma Carpenter dan sindroma Holt-Oram, mutasi

4
terkait kromosom X seperti incontinentia pigmenti. Infeksi rubela pada kehamilan
trimester pertama, terutama pada empat minggu pertama berhubungan dengan
insidensi PDA. PDA juga dilaporkan mempunyai hubungan dengan faktor
lingkungan lain seperti sindroma fetal valproate (Schneider, 2013).

2.4. Transisi Sirkulasi dari Fetus ke Neonatus

1. Sirkulasi Janin
Pada sirkulasi fetus ventrikel kanan dan kiri berada pada jalur yang paralel,
dimana hal ini berbeda pada jalur pada bayi baru lahir dan orang dewasa. Pada fetus
plasenta diperlukan terhadap pertukaran gas dan metabolit. Pada paru – paru tidak
terjadi pertukaran gas dan pembuluh darah pada sirkulasi paru akan mengalami
vasokonstriksi. Ada tiga struktur unik dari sistem kardiovaskular pada fetus yang
penting untuk mempertahankan sirkulasi paralel tersebut, diantaranya: duktus
venosus, foramen ovale dan duktus arteriosus (Nelson, 2008).
Darah yang kaya oksigen mengalir dari plasenta ke fetus melalui vena
umbilikalis dengan PO2 30 – 35 mmHg. Hampir 50% darah dari vena umbilikus
masuk ke sirkulasi hepatik, dimana selebihnya melewati hati dan bergabung dengan
vena cava inferior melalui duktus venosus, sebagian kecil bercampur dengan darah
dengan oksigenasi yang buruk di vena cava inferior pada tubuh bagian bawah fetus.
Pencampuran darah dari bagian tubuh bawah dengan vena umbilikus (PO2
diperkirakan 26 -28 mmHg) memasuki atrium kanan dan secara langsung melewati
foramen oval ke atrium kiri. Aliran darah selanjutnya masuk ke ventrikel kiri dan
dipompakan ke aorta ascendens. Darah dari vena cava superior pada fetus, yang
sedikit kadar oksigennya (PO2 = 12 – 14 mmHg), masuk ke atrium kanan dan
diteruskan ke katup trikuspid lebih banyak dari foramen ovale dan mengalir ke
ventrikel kanan (Nelson, 2008).
Pada ventrikel kanan darah dipompakan menuju ateri pulmonalis, tetapi
karena arteri pulmonalis tersebut vasokonstriksi hanya 10% dari aliran darah
ventrikel kanan masuk ke paru – paru. Sebagian besar jumlah darah, dengan PO2

5
yang diperkirakan sebesar 18 – 22 mmHg, melewati paru –paru dan mengalir
langsung lewat duktus arteriosus menuju ke aorta asendens untuk memperdarahi
bagian tubuh bawah dari fetus yang kemudian kembali ke plasenta lewat dua arteri
umbilikus. Dengan itu bagian tubuh atas dari fetus, termasuk arteri koronaria dan
arteri serebri dan arteri pada ekstermitas atas, memancar dari ventrikel kiri dengan
darah yang memiliki tekanan PO2 sedikit lebih tinggi dari pancaran darah dari tubuh
bagian bawah (yang sebagian besar berasal dari ventrikel kanan). Hanya sedikit
volume darah dari aorta asendens (10% dari cardiac output fetus) yang lewat melalui
isthmus aorta ke aorta desendens (Nelson, 2008).
Cardiac output total dari bayi sekitar 450 ml/kg/min. Diperkirakan 65% dari
aliran darah aorta desendens kembali ke plasenta dan 35% memperdarahi organ -
organ dan jaringandari fetus. Pada masa fetus ventrikel kanan memompakan darah
tidak hanya melawan tekanan darah tetapi juga mengeluarkan volume yang lebih
besar dari yang di pompakan ventrikel kiri (Nelson, 2008).

6
2. Sirkulasi Neonatus
Pada saat lahir sirkulasi bayi akan dengan cepat beradaptasi dengan keadaan
di luar rahim karena pertukaran gas berpindah dari plasenta ke paru – paru. Beberapa
dari perubahan ini sebenarnya spontan bersama dengan pernafasan pertama dan yang
lain dipengaruhi selama beberapa jam atau beberapa hari. Pada mulanya ada
penurunan ringan tekanan darah sistemik, kemudian tekanan darah naik dengan
semakin bertambahnya umur. Frekuensi jantung melambat sebagai akibat respons
baroreseptor pada kenaikan tahanan vaskuler sistemik bila sirkulasi plasenta
dihilangkan. Rata- rata tekanan aorta sentral pada neonatus cukup bulan adalah 75/50
mmHg (Nelson, 2008).
Pada neonatus yang normal penutupan duktus arteriosus dan penurunan
tekanan darah pulmonal mengakibatkan penurunan tekanan arteri pulmonalis dan
ventrikel kanan. Pada minggu pertama kehidupan, penurunan tekanan vaskuler
pulmonal akan lebih banyak akibat perubahan bentuk vaskularisasi pulmonal.
Termasuk penipisan otot polos pada pembuluh darah dan pembentukan pembuluh
darah baru. Penurunan tekanan vaskuler ini mempengaruhi gejala klinis pada
penyakit jantung kongenital yang bergantung pada perdarahan sistemik (Nelson,
2008).
Duktus arteriosus yang normal secara morfologi berada pada gabungan aorta
dan arteri pulmonalis dan terdapat otot polos yang berbentuk sirkuler pada bagian
tunika media. Selama kehidupan janin duktus arteriosus digunakan untuk mengontrol
kadar oksigen yang rendah dan memproduksi prostaglandin endogen. Pada neonatus
cukup bulan oksigen merupakan faktor yang penting untuk menutup duktus
arteriosus. Bila PO2 darah yang lewat melalui duktus arteriosus mencapai sekitar 50
mmHg, maka dinding duktus akan konstriksi. Efek oksigen pada otot polos di duktus
dapat berefek langsung atau diperantarai oleh pengaruhnya pada sintesis
prostaglandin. Umur kehamilan juga berperan penting dan duktus bayi prematur
kurang tanggap terhadap oksigen, walaupun otot – ototnya berkembang (Nelson,
2008 ).

7
2.5 Patofisiologi
Duktus arteriosus berasal dari lengkung aorta dorsal distal ke enam dan secara
utuh dibentuk pada usia ke delapan kehamilan. Perannya adalah untuk mengalirkan
darah dari paru fetus yang tidak berfungsi melalui hubungannya dengan arteri
pulmonal utama dan aorta desendens proksimal. Pengaliran kanan ke kiri tersebut
menyebabkan darah dengan konsentrasi oksigen yang cukup rendah untuk dibawa
dari ventrikel kanan melalui aorta desendens dan menuju plasenta, dimana terjadi
pertukaran udara. Sebelum kelahiran, kira-kira 90% curahan ventrikel mengalir
melalui duktus arteriosus. Penutupan duktus arteriosus pada bayi kurang bulan
berhubungan dengan angka morbiditas yang signifikan, termasuk gagal jantung
kanan. Biasanya, duktus arteriosus menutup dalam 24-72 jam dan akan menjadi
ligamentum arteriosum setelah kelahiran cukup bulan (Dice et al, 2007).
Konstriksi dari duktus arteriosus setelah kelahiran melibatkan interaksi
kompleks dari peningkatan tekanan oksigen, penurunan sirkulasi prostaglandin E2,
penurunan respetor PGE2 duktus dan penurunan tekanan dalam duktus. Hipoksia
dinding pembuluh dari duktus menyebabkan penutupan melalui inhibisi dari
prostaglandin dan nitrik oksida di dalam dinding duktus (Dice et al, 2007).
Patensi dari duktus arteriosus biasanya diatur oleh tekanan oksigen fetus yang
rendah dan sirkulasi dari prostanoid yang dihasilkan dari metabolisme asam
arakidonat oleh COX dengan PGE2 yang menghasilkan relaksasi duktus yang paling
hebat di antara prostanoid lain. Relaksasi otot polos dari duktus arteriosus berasal dari
aktivasi reseptor prostaglandin G berpasangan EP4 oleh PGE2. Setelah aktivasi
reseptor prostaglandin EP4, terjadi kaskade kejadian yang termasuk akumulasi siklik
adenosine monofosfat, peningkatan protein kinase A dan penurunan myosin rantai
ringan kinase, yang menyebabkan vasodilatasi dan patensi dukt us arteriosus (Dice et
al, 2007).
Dalam 24-72 jam setelah kelahiran cukup bulan, duktus arteriosus menutup
sebagai hasil dari peningkatan tekanan oksigen dan penurunan sirkulasi PGE2 dan
prostasiklin. Seiring terjadinya peningkatan tekanan oksigen, kanal potassium
dependen voltase pada otot polos terinhibisi. Melalui inhibisi tersebut, influx kalsium

8
berkontribusi pada konstriksi duktus. Konstriksi yang disebabkan oleh oksigen
tersebut gagal terjadi pada bayi kurang bulan dikarenakan ketidakmatangan reseptor
perabaan oksigen. Kadar dari PGE2dan PGI1berkurang disebabkan oleh peningkatan
metabolisme pada paru-paru yang baru berfungsi dan juga oleh hilangnya sumber
plasenta. Penurunan dari kadar vasodilator tersebut menyebabkan duktus arteriosus
berkontriksi. Faktor-faktor tersebut berperan dalam konstriksi otot polos yang
menyebabkan hipoksia iskemik dari dinding otot bagian dalam duktus arteriosus
(Dice et al, 2007).

Selagi duktus arteriosus berkonstriksi, area lumen berkurang yang


menghasilkan penebalan dinding pembuluh dan hambatan aliran melalui vasa
vasorum yang merupakan jaringan kapiler yang memperdarahi sel-sel luar pembuluh.
Hal ini menyebabkan peningkatan jarak dari difusi untuk oksigen dan nutrisi,
termasuk glukosa, glikogen dan adenosine trifosfat yang menghasilkan sedikit nutrisi
dan peningkatan kebutuhan oksigen yang menghasilkan kematian sel. Konstriksi
ductal pada bayi kurang bulan tidak cukup kuat. Oleh karena itu, bayi kurang bulan
tidak bias mendapatkan hipoksia otot polos, yang merupakan hal utama dalam
merangsang kematian sel dan remodeling yang dibutuhkan untuk penutupan
permanen duktus arteriosus. Inhibisi dari prostaglandin dan nitrik oksida yang berasal
dari hipoksia jaringan tidak sebesar pada neonatus kurang bulan dibandingkan dengan
yang cukup bulan, sehingga menyebabkan lebih lanjut terhadap resistensi penutupan
duktus arteriosus pada bayi kurang bulan (Dice et al, 2007).
Pemberi nutrisi utama pada duktus arteriosus di bagian lumen, namun vasa
vasorum juga merupakan pemberi nutrisi penting pada dinding luar duktus. Vasa
vasorum berkembang ke dalam lumen dan memiliki panjang 400-500 μm dari
dinding luar duktus. Jarak antara lumen dan vasa vasorum disebut sebagai zona
avaskular dan melambangkan jarak maksimum yang mengizinkan terjadinya difusi
nutrisi. Pada bayi cukup bulan, zona avascular tersebut berkembang melebihi jarak
difusi yang efektif sehingga menyebabkan kematian sel. Pada bayi kurang bulan,
zona avaskuler tersebut tidak mengembang secara utuh yang menyebabkan sel tetap

9
hidup dan menyebabkan terjadinya patensi duktus. Apabila kadar PGE2 dan
prostaglandin lain menurun melalui inhibisi COX, penutupan dapat terfasilitasi.
Sebagai hasil dari deficit nutrisi dan hipoksia iskemi, growth factorendotel vaskular
dan kombinasinya dengan mediator peradangan lain menyebabkan remodeling dari
duktus arteriosus menjadi ligament non kontraktil yang disebut ligamentum
arteriosum (Dice et al, 2007).

2.6 Manifestasi Klinis


1. Patent Duktus Arteriosus kecil
Patent duktus arteriosus kecil dengan diameter 1,5-2,5 mm biasanya tidak
memberi gejala. Tekanan darah dan tekanan nadi dalam batas normal. Jantung tidak
membesar. Kadang teraba getaran bising di sela iga II kiri sternum. Pada auskultasi
terdengar bising kontinu, machinery murmur yang khas untuk Patent Duktus
Arteriosus, di daerah subklavikula kiri. Bila telah terjadi hipertensi pulmonal, bunyi
jantung kedua mengeras dan bising diastolik melemah atau menghilang (Cassidy,
2009).

2. Patent Duktus Arteriosus sedang


Patent Duktus Arteriosus sedang dengan diameter 2,5-3,5 mm biasanya
timbul sampai usia dua sampai lima bulan tetapi biasanya keluhan tidak berat. Pasien
mengalami kesulitan makan, seringkali menderita infeksi saluran nafas, namun
biasanya berat badannya masih dalam batas normal. Anak lebih mudah lelah tetapi
masih dapat mengikuti permainan (Kumar, 2008).

3. Patent Duktus Arteriosus besar


Patent Duktus Arteriosus besar dengan diameter >3,5-4,0 mm menunjukkan
gejala yang berat sejak minggu-minggu pertama kehidupannya. Ia sulit makan dan
minum, sehingga berat badannya tidak bertambah. Pasien akan tampak sesak nafas

10
(dispnea) atau pernafasan cepat (takipnea) dan banyak berkeringat bila minum
(Kumar, 2008).

2.7 Diagnosis

1. Radiologi
Pada simpel PDA gambaran radiografi tergantung pada ukuran defeknya. Jika
defeknya kecil biasanya jantung tidak tampak membesar. Jika defeknya besar kedua
atrium kiri dan ventrikel kiri juga tampak membesar (Sondheimer, 2007).

2. Elektrokardiografi
Pada gambaran EKG bisa terlihat normal atau mungkin juga terlihat
manifestasi dari hipertrofi dari ventrikel kiri. Hal tersebut tergantung pada besar
defeknya. Pada pasien dengan hipertensi pulmonal yang di sebabkan peningkatan
aliran darah paru, hipertrofi pada kedua ventrikel data tergambarkan melalui EKG
atau dapat juga terjadi hipertrofi ventrikel kanan saja (Sondheimer,, 2007).

3. Ekokardiografi
Pada pemeriksaan ekokardiografi dapat melihat visualisasi secara langsung
dari duktus tersebut dan dapat mengkonfirmasi secara langsung drajat dari defek
tersebut. Pada bayi kurang bulan dengan suspek PDA dapat dilihat dari
ekokardiografi untuk mengkonfirmasi diagnosis. Mendeteksi jika sudah terjadi
shuntdari kiri ke kanan (Sondheimer, 2007)

4. Kateterisasi dan Angio Kardiografi


Pemeriksaan kateterisasi jantung hanya dilakukan bila terdapat hipertensi
pulmonal, yaitu dimana secara Doppler ekokardiografi tidak terlihat aliran diastolik.
Pada kateterisasi didapat kenaikan saturasi oksigen di arteri pulmonalis. Bila tekanan
di arteri pulmonalis meninggi perlu di ulang pengukurannya dengan menutup PDA
dengan kateter balon. Angiografi ventrikel kiri dilakukan untuk mengevaluasi
fungsinya dan juga melihat kemungkinan adanya defek septum ventrikel atau
kelainan lain yang tidak terdeteksi dengan pemeriksaan ekokardiografi (Sondheimer,
2007).

11
2.8 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan patent duktus arteriosus yang tidak terkomplikasi
adalah untuk menghentikan shunt dari kiri ke kanan. Pada penderita dengan duktus
yang kecil, penutupan ini di tujukan untuk mencegah endokarditis, sedangkan pada
duktus sedang dan besar untuk menangani gagal jantung kongestif dan mencegah
terjadinya penyakit vaskular pulmonal. Penatalaksanaan ini di bagi atas terapi
medikamentosa dan tindakan bedah.

1.Medikamentosa
Terapi medikamentosa diberikan terutama pada duktus ukuran kecil, dengan tujuan
terjadinya kontriksi otot duktus sehingga duktus menutup. Jenis obat yang sering di
berikan adalah:
a.Indometasin
Merupakan inhibitor sintesis prostaglandin yang terbukti efektif mempercepat
penutupan duktus arteriosus. Tingkat efektifitasnya terbatas pada bayi kurang bulan
dan menurun seiiring menigkatnya usia paska kelahiran. Efeknya terbatas pada 3–4
minggu kehidupan.
b.Ibuprofen
Merupakan inhibitor non selektif dari siklooksigenase yang berefek pada
penutupan duktus arteriosus. Studi klinik membuktikan bahwa ibuprofen memiliki
efek yang sama dengan indometasin pada pengobatan duktus arteriosus pada bayi
kurang bulan (Gomella et al, 2004).
Pada penelitian Rahayuningsih dianjurkan untuk memberikan indometasin
pada bayi prematur dengan berat badan lahir kurang dari 1500, sebelum gejala gejala
tersebut timbul dan dikenal sebagai terapi profilaksis. Pemberian indometasin
intravena dengan dosis 0,2 mg/kg BB sebagai dosis awal, yang kemudian dilanjutkan
dengan dosis kedua dan ketiga sebanyak 0,1 mg/kg BB yang diberikan dengan
interval 12-24 jam menunjukkan hasil yang bermakna (kelompok yang mendapat
indometasin mengalami penutupan sebanyak 79% dibandingkan plasebo sebanyak
35%). Beberapa peneliti mengemukakan bahwa dengan pemberian indometasin pada
12 jam pertama kehidupan dapat menurunkan kejadian PDA, sedangkan peneliti lain

12
memberikannya pada usia 2-8 hari.Walaupun efek dari indometasin terhadap
penutupan duktus arteriosus cukup bagus, ternyata tidak semua bayi PDA yang
mendapat terapi indometasin menutup secara permanen. Sekitar 30% duktus yang
telah menutup dengan pemberian indometasin dapat terbuka kembali.

2. Tindakan bedah
Tindakan terbaik untuk menutup duktus adalah dengan melakukan operasi.
Pada penderita dengan PDA kecil, dilakukan tindakan bedah adalah untuk mencegah
end-arteritis atau komplikasi lambat lain. Pada penderita dengan PDA sedang sampai
besar, penutupan di selesaikan untuk menangani gagal jantung kongestif atau
mencegah terjadinya penyakit vaskuler pulmonal. Bila diagnosis PDA ditegakkan,
penangan bedah jangan terlalu ditunda sesudah terapi medik gagal jantung kongestif
telah dilakukan (Bernstein, 2008).
Karena angka kematian kasus dengan penanganan bedah sangat kecil kurang
dari 1% dan risiko tanpa pembedahan lebih besar, pengikatan dan pemotongan duktus
terindikasi pada penderita yang tidak bergejala. Hipertensi pulmonal bukan
merupakan kontraindikasi untuk operasi pada setiap umur jika dapat dilakukan pada
kateterisasi jantung bahwa aliran shuntmasih dominan dari kiri ke kanan dan bahwa
tidak ada penyakit vaskuler pulmonal yang berat (Bernstein, 2008) .
Ada beberapa teknik operasi yang dipakai untuk menutup duktus, seperti
penutupan dengan mengunkan teknik cincin dan metode ADO (Amplatzer Duct
Occluder). ADO berupa coil yang terdiri dari beberapa ukuran yang seseuai dengan
ukuran duktus dan dimasukkan ke dalam duktus dengan bantuan kateterisasi jantung
melalui arteri femoralis sampai ke aorta (Wahab, 2006).
Sesudah penutupan, gejala – gejala gagal jantung yang jelas atau yang baru
dengan cepat menghilang. Biasanya ada perbaikan segera pada perkembangan fisik
bayi yang telah gagal tumbuh. Nadi dan tekanan darah kembali normal dan bising
seperti mesin (machinery like) menghilang. Bising sistolik fungsional pada daerah
pulmonal kadang – kadang dapat menetap,

13
bising ini mungkin menggambarkan turbulen pada arteria pulmonalis yang tetap
dilatasi. Tanda – tanda roentgenografi pembesaran jantung sirkulasi pulmonal
berlebih akan menghilang selama beberapa bulan dan elektrokardiogram menjadi
normal.

2.9 Komplikasi
Komplikasi yang parah dapat terjadi pada PDA. Adanya penurunan insidensi
dari PDA dikarenakan oleh menutupnya duktus arteriosus dengan cepat atau pada
beberapa keadaan dimana gejala belum terlihat. Pengobatan profilaksis pada bayi
kurang bulan dengan surfaktan yang kurang meningkatkan terjadinya PDA.
Penutupan duktus arteriosus menurunkan resiko pendarahan pada paru. Intoleransi
dari pemberian makanan secara enternal dan nekrosis enterokolitis juga sering terjadi
pada bayi kurang bulan. Sebagaimana disebutkan di atas, insidensi pada kondisi ini
tampaknya terkait dengan penurunan aliran darah gastrointestinal, dimana telat diteliti
pada domba yang menderita PDA. Insiden nekrosis enterikolitis menurun secara
signifikan pada bayi yang duktus arteriosusnya telah menutup (Rudolph, 2009).
Bayi dengan PDA yang besar meningkatkan tekanan arteri pulmonal, dan jika
terdapat perpindahan aliran darah dari kiri ke kanan dalam jumlah yang besar,
tekanan atrium kiri dan vena pulmonal akan meningkat, maka akan meningkatkan
transudasi cairan ke jaringan paru dan alveolus (Rudolph, 2009).
Pada bayi kurang bulan, kapiler pulmonal lebih permeable dari bayi yang
cukup bulan. Protein plasma dapat masuk ke dalam alveolus dan mengganggu fungsi
surfaktan (Rudolph, 2009).
Telah diusulkan bahwa faktor-faktor ini berkontribusi pada kerusakan paru
yang kemudian dapat menjadi penyakit paru kronis atau dysplasia bronkopulmonar.
Penutupan yang cepat pada PDA secara signifikan menurunkan resiko dysplasia
bronkopulmonar (Rudolph, 2009).

14
2.10 Prognosis
Pasien dengan simple PDA dan defek ringan sampai sedang biasanya dapat
bertahan tanpa tindakan pembedahan walaupun pada tiga sampai empat dekade
kehidupan, biasanya muncul gejala seperti mudah lelah, sesak nafas bila beraktifitas
dan exercise intolerance dapat muncul. Hal tersebut merupakan konsekuensi dari
hipertensi pulmonal atau gagal jantung kongestif (Sondheimer, 2007).
Penutupan PDA secara sepontan masih dapat terjadi sampai umur 1 tahun.
Hal ini biasanya terjadi pada bayi kurang bulan. Setelah umur 1 tahun penutupan
secara spontan jarang di temukan karena disebabkan terjadinya endokarditis sebagai
komplikasi yang paling berpotensi (Sondheimer, 2007).
Prognosis untuk pasien dengan defek yang besar atau hipertensi pulmonal
tidak baik dan terjadi keterlambatan dalam pertumbuhan dan perkembangan,
pneumonia yang berulang dan gagal jantung kongestif. Oleh karena itu pasien PDA
dengan defek besar walaupun masih dalam usia baru lahir perlu dilakukan operasi
penutupan PDA segera (Sondheimer, 2007).

15
DAFTAR PUSTAKA

Bernstein, Daniel. 2008. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta:


Penerbit Kedokteran EGC.

Cassidy, Harvey Det al. 2009. Incidental Discovery of a Patent


Ductus Arteriosus in Adults.Journal of The American Board of
Family Medicine 2009 Vol.22 No.2. Available
from:http.//www.jabfm.org

Clyman, Ronald I. 2012. Patent ductus arteriosus: are current


neonatal treatment options better or worse than no treatment at
all?. California San Francisco.

Dice, James E. 2007. Patent Ductus Arteriosus: An Overview.J


Pediatr Pharmacol Ther 2007 Vol. 12 No. 3 • www.ppag.org .

Gomella, T L, et al. 2004. Lange Clinical Manual Neonatology:


Management Procedures On-Call Problems, Diseases, and Drugs
fifth edition.United States of America: The McGraw-Hill
Companies.

Kumar, RR. 2008. Coil Occlusion of the Large Patent Ductus


Arteriosus. Pediatri Cardiology.

Rudolph, A. 2009. Congenital Diseases of the Heart .San Fransisco,


CA, USA: Wiley-Blackwell.

Schumacher, Kurt R. 2011. Patent ductus arteriosus. US: PubMed.

Schneider, Douglas J et al. 2013. Patent Ductus Arteriosus.


Congenital Heart Disease for the Adult Cardiologist.

16
Sekar KC, 2008. Treatment of patent ductus arteriosus:
indomethacin or ibuprofen?. USA: PubMed.

Sondheimer, et al. 2007. Lange: Current Pediatric Diagnosis and


Treatment in Pediatrics. Eighteenth Edition.United States of
America: The McGraw-Hill Companies.

Wahab, Samik, 2006. Kardiologi Anak Penyakit Jantung


Kongenital yang Tidak Sianotik. Jakarta: Penerbit Kedokteran EGC.

17
18

Anda mungkin juga menyukai