XI/15/2012
Menurut Terbanding : bahwa yang menjadi pokok sengketa keberatan adalah koreksi other income sebesar
Rp.5.340.513.876,00 karena Pemohon Banding mengurangkan saldo other income
sebesar Rp.5.340.513.876,00 tanpa didukung dengan bukti.
Menurut Pemohon : bahwa apa yang telah diuraikan oleh Direktorat Jenderal Pajak di dalam (SPUB)
Nomor: S-1146/WPJ.19/BD.05/2010 tanggal 15 Juli 2010 angka romawi III, angka 4,
adalah tidak benar. Pemohon Banding beralasan bahwa pada saat melakukan
pemeriksaan pembukuan Pemohon Banding, Pemohon Banding telah memberikan
seluruh transaksi tahun 2007 dalam bentuk file Soft Copy dan juga Nama Kode
Rekening Buku Besar/Chart of account. Jadi menurut Pemohon Banding tidak ada
lagi alasan untuk meminta data-data yang sudah pernah diterimanya. Sebagai
Pemeriksa seharusnya mengerti dan memahami sistim pembukuan Wajib Pajak
yang diperiksanya dan oleh karenanya harus dapat pula mempertanggung jawabkan
kebenaran atas setiap temuan hasil pemeriksaannya. Jadi tidak seperti yang terjadi
pada koreksi ini dimana terkesan mengada-adakan koreksi, dan selanjutnya
Pemohon Banding diminta membuktikan ketidak benaran hasil koreksi dengan
Pembuktian Terbalik.
Menurut Majelis : bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis atas Laporan Pemeriksaan Pajak (LPP)
Nomor: LAP- 130/WPJ.19/KP.0205/2009 tanggal 27 Juli 2009 yang dibuat oleh KPP
Wajib Pajak Besar Dua diketahui bahwa Terbanding melakukan koreksi positip
penghasilan dari luar usaha sebesar Rp. 5.340.513.876,00 dengan penjelasan
koreksi sebagai berikut:
berdasarkan pemeriksaan atas akun Other Income dan Bank, ditemukan adanya
transaksi dengan isi teksnya adalah "X...." Pemeriksa kemudian
menggabungkan kedua transaksi tersebut dan didapatkan perbedaan nilai
antara penerimaan bank dengan pengakuan Other Income-nya.
Sebagai contoh di X.03.1
Laporan Audit Pemohon Banding untuk tahun yang berakhir pada tanggal 31
Desember 2007 menyebutkan jumlah pendapatan lain-lain selama tahun 2007
sebesar Rp.11.353.951.324,00 tidak terdapat penjelasan mengenai rincian
penghasilan tersebut.
Other Income (Penghasilan dari Luar Usaha) Wajib Pajak dalam SPT Tahunan
PPh Badan 2007 menyatakan Rp.0,00 (Pemohon Banding tidak melaporkan
adanya other income).
Jurnal voucher form, proforma invoice serta rekening koran yang disampaikan
Pemohon Banding tidak dapat menunjukkan korelasi data tersebut dengan
koreksi Pemeriksa.
bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan koreksi Terbanding dengan alasan
sebagai berikut:
Adalah sangat tidak berdasar dan sangat merugikan WP manakala setiap akun yang
selisih dianggap sebagai beban dan atau penghasilan oleh terbanding, oleh
karenanya WP tidak setuju atas koreksi sebesar Rp5.340.513.876.
Dalam surat banding Nomor 30/JT/PTTS/2010 tanggal 10 Juni 2010, tidak ada
alasan banding dari Pemohon Banding, hanya menceritakan tentang kronologis
penerbitan surat keputusan keberatan, sehingga sesuai dengan tanggapan tertulis
Terbanding Nomor S-2489/PJ.07/2011 tanggal 18 April 2011 yang disampaikan di
persidangan tanggal 25 April 2011, Terbanding berpendapat bahwa pengajuan
banding Pemohon Banding tidak memenuhi ketentuan formal pengajuan banding.
Dan matriks yang disampaikan oleh Pemohon Banding dalam persidangan, alasan
banding adalah sebagai berikut:
1.1. Bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah koreksi positif pendapatan
lain-lain (other income) sebesar Rp 5.340.513.876,00 berdasarkan
penelusuran terhadap akun nomor 900010000 (other income). Jumlah
pendapatan lain-lain yang dilaporkan Pemohon Banding lebih kecil
dibandingkan dengan penerimaan bank-nya.
bahwa Majelis telah memeriksa Laporan rugi Laba Konsolidasian Tahun yang
berakhir pada tanggal-tanggal 31 Desember 2007 dan 2006 yang telah diaudit
diketahui terdapat akun pendapatan lainnya bersih sebesar Rp. 11.353.951.324,00
dan memang tidak terdapat penjelasan akun pendapatan pada catatan atas laporan
keuangan konsolidasian;
bahwa mengenai Other Income (Penghasilan dari Luar Usaha ) Pemohon Banding
telah melaporkan dalam SPT Tahunan PPh Badan Tahun 2007 seperti telah
dijelaskan a quo;
bahwa dengan demikian terbukti bahwa Pemohon Banding telah melaporkan Other
Income (Penghasilan dari Luar Usaha ) di dalam SPT Tahunan PPh WP Badan
tahun pajak 2007 sehingga dengan demikian maka koreksi Terbanding atas Other
Income (Penghasilan dari Luar Usaha) sebesar Rp. 5.340.513.876,00 tidak dapat
dipertahankan;
Menurut Terbanding : Bahwa yang menjadi pokok sengketa keberatan adalah koreksi sebesar
Rp.11.238.568.834,00 yang merupakan pembayaran leasing yang dipercepat (sebab
ekonomis) sesuai Keputusan Menteri Keungan Nomor 1169/KMK.01/1991 dan SE-
10/PJ.42/1994.
Menurut Pemohon : Bahwa yang menjadi pokok sengketa keberatan adalah koreksi sebesar
Rp.11.238.568.834,00 yang merupakan pembayaran leasing yang dipercepat (sebab
ekonomis) sesuai Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991 dan SE-
10/PJ.42/1994, adalah benar adanya.
Menurut Majelis : bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis atas Laporan Pemeriksaan Pajak (LPP)
Nomor: LAP- 130/WPJ.19/KP.0205/2009 tanggal 27 Juli 2009 yang dibuat oleh KPP
Wajib Pajak Besar Dua diketahui bahwa Terbanding melakukan koreksi fiskal negatif
sebesar Rp. 11.238.568.834,00 dengan penjelasan koreksi sebagai berikut:
Perjanjian leasing Pemohon Banding dengan PT. Chandra Sakti Utama Leasing
atas mesin peralatan untuk jangka waktu 4 tahun. Pada tanggal 2 November
2007 disepakati seluruh hutang leasing yang tersisa dilunasi seluruhnya
berdasarkan Kepmenkeu No. 1169/KMK.01/1991 tanggal 27/11/1991 Pasal 16
huruf d, SE No. 29/PJ.42/1992 tanggal 19/12/1992 dan SE No. 10/PJ.42/1994
tanggal 22/3/1994 dijelaskan bahwa bagi Leasee: Selama masa leasing, tidak
boleh melakukan penyusutan, setelah Leasee gunakan hak opsi untuk beli
barang, boleh melakukan penyusutan sebesar nilai sisa (residual value) barang
modal, dan pembayaran sewa tahun setelah percepatan pembayaran sekaligus
pada tanggal 2 November 2007 adalah sebagai berikut:
bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan koreksi Terbanding dengan alasan
sebagai berikut:
Bahwa perjanjian finance lease antara Pemohon Banding dengan lesor belum
memberikan opsi pada akhir masa leasing atau dengan kata lain Pemohon belum
memberikan prestasi atau sejumlah pembayaran kepada lesor, maka dengan
demikian barang/mesin yang menjadi objek perjanjian dalam perjanjian finance lease
tersebut belum bisa dikatakan sebagai asset milik Pemohon Banding, maka
barang/mesin tersebut tidak boleh disusutkan dan oleh karenanya angsuran
pembayaran leasing yang dilakukan oleh Pemohon Banding tetap dianggap sebagai
biaya pada tahun yang bersangkutan, sehingga akibat hukum yang seharusnya
dikenakan kepada Pemohon Banding khususnya perpajakan terhadap objek
perjanjian tersebut belum bisa dibebankan kepada Pemohon Banding.
Pengakuan penghasilan dan pembebanan biaya bagi lessor dan lessee diatur
sebagai berikut: Alasan ekonomis; Pemutusan finance lease karena sebab ekonomis
harus terdapat kesepakatan dari kedua belah pihak yaitu dari lessor dan lessee. Bagi
lessor akan timbul akumulasi penerimaan lease payment yang terdiri dari angsuran
pokok pembiayaan dan imbalan jasa SGU (lease fee). Pelunasan pembelian barang
modal karena lessee menggunakan hak opsi juga akan diterima lebih cepat oleh
lessor. Keuntungan fiskal yang diperoleh lessor dihitung berdasarkan akumulasi
imbalan jasa SGU (lease fee) yang diterima pada tahun yang bersangkutan ditambah
penalti yang dibebankan lessor kepada lease akibat dipercepatnya masa SGU.
Sebaliknya bagi lease, atas peristiwa yang sama akan terjadi pengeluaran sekaligus
berupa akumulasi sisa angsuran SGU, penalti akibat
Bahwa di dalam perkara sengketa pajak antara Pemohon Banding dan Terbanding
ini, Pemohon Banding belum menggunakan hak opsi di akhir leasingnya, sehingga
kurang tepatlah jika Pemohon Banding harus tunduk kepada Pasal 16 angka 1 huruf
d KMK Nomor 1169/KMK.01/1991;
Bahwa kalaupun pembayaran leasing dipercepat tidak diakui sebagai biaya tahun
yang bersangkutan, mestinya Pemeriksa mengkoreksi pertambahan aktiva tetap
dengan jumlah yang sama yaitu sebesar Rp11.238.568.834 atau sama dengan
jumlah pembayaran leasing dipercepat yang tidak diakui sebagai biaya pada tahun
yang bersngkutan. Dan selanjutnya dari jumlah tersebut dihitung nilai penyusutan
fiskalnya sehingga diperoleh angka koreksi yang benar, adil dan tidak merugikan
Pemohon Banding.
Pasal 1 huruf a
Sewa-guna-usaha (Leasing) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan
barang modal baik secara sewa-guna-usaha dengan hak opsi (finance lease)
maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh
Lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala.
Pasal 3
Kegiatan sewa-guna-usaha digolongkan sebagai sewa-guna-usaha dengan hak opsi
apabila memenuhi semua kriteria berikut:
Pasal 4
Kegiatan sewa-guna-usaha digolongkan sebagai sewa-guna-usaha tanpa hak opsi
apabila memenuhi semua kriteria berikut:
Pasal 16
Perlakuan Pajak Penghasilan bagi lessee adalah sebagai berikut:
setelah lessee menggunakan hak opsi untuk membeli barang modal tersebut, lessee
melakukan penyusutan dan dasar penyusutannya adalah nilai sisa (residual value)
barang modal yang bersangkutan;
dalam hal masa sewa-guna-usaha lebih pendek dari masa yang ditentukan dalam
Pasal 3 Keputusan ini, Direktur Jenderal Pajak melakukan koreksi atas pembebanan
biaya sewa-guna-usaha.
Butir 2
Dalam pelaksanaannya suatu perjanjian SGU dengan hak opsi kadang-kadang
terputus, sehingga masa sewa guna usaha menjadi lebih pendek dari masa yang
semula disepakati. Hal ini dapat terjadi karena beberapa hal:
force majeur, yaitu putusnya transaksi SGU karena bencana alam seperti kebakaran
dan lain-lain, sehingga barang modal yang diperoleh secara finance lease
mengalami rusak berat dan tidak dapat dipakai lagi.
default, yaitu terputusnya transaksi SGU karena lessee tidak dapat memenuhi
pembayaran lease payment serta kewajiban lainnya sehingga kontrak finance lease
berakhir lebih cepat.
sebab ekonomis, yaitu lessee mengakhiri masa lease sebelum waktunya karena
pertimbangan ekonomis semata-mata, dengan membayar sekaligus kewajiban yang
tersisa.
Pemutusan finance lease karena sebab ekonomis harus terdapat kesepakatan dari
kedua belah pihak yaitu dari lessor dan lessee. Bagi lessor akan timbul akumulasi
penerimaan lease payment yang terdiri dari angsuran pokok pembiayaan dan
imbalan jasa SGU (lease fee). Pelunasan pembelian barang modal karena lessee
menggunakan hak opsi juga akan diterima lebih cepat oleh lessor. Keuntungan fiskal
yang diperoleh lessor dihitung berdasarkan akumulasi imbalan jasa SGU (lease fee)
yang diterima pada tahun yang bersangkutan ditambah penalti yang dibebankan
lessor kepada lease akibat dipercepatnya masa SGU. Sebaliknya bagi lease, atas
peristiwa yang sama akan terjadi pengeluaran sekaligus berupa akumulasi sisa
angsuran SGU, penalti akibat dipercepatnya masa SGU dan harga (nilai) residu yang
harus dibayar apabila lessee menggunakan hak opsinya untuk membeli barang
modalyang bersangkutan. Seluruh pengeluaran atau pembebanan tersebut harus
diperhitungkan sebagai harga perolehan barang modal yang bersangkutan.
Penyusutannya dilakukan sejak tahun pajak diputusnya finance lease, dengan tarif
sesuai dengan tarif golongan hanta yang berkenaan.
Bahwa yang menjadi dasar koreksi adalah karena adanya pembayaran leasing yang
dipercepat karena sebab ekonomis pada tanggal 2 November 2007, yang sesuai
dengan ketentuan Pasal 16 huruf d Keputusan Menteri Keuangan Nomor
1169/KMK.01/1991 yang menyatakan bahwa dalam hal masa sewa guna usaha lebih
pendek dari masa sewa guna usaha berdasarkan Pasal 3 KMK No.
1169/KMK.01/1991 karena pertimbangan ekonomis tertentu, Direktur Jenderal Pajak
melakukan koreksi atas pembebanan biaya SGU tersebut.
Bahwa pembayaran leasing yang dipercepat tersebut merupakan leasing atas mesin
peralatan untuk jangka waktu 4 tahun yang berasal dari perjanjian leasing antara
Pemohon Banding dengan PT Chandra Sakti Utama. Perjanjian sewa guna usaha
yang disepakati oleh Pemohon Banding dengan PT Chandra Sakti Utama Leasing
adalah Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi (sesuai dengan surat penawaran
leasing Nomor 07-LS-0003640-001 (1395-001-S-3640) tanggal 10 September 2004
dan surat penawaran leasing Nomor 07-LS0003982-002 (1395-002-S-3982) tanggal
2 Agustus 2005). Dan surat penawaran leasing yang telah disepakati kedua belah
pihak merupakan penawaran leasing yang tak terpisahkan dengan perjanjian induk
sewa guna usaha tanpa nomor tanggal 7 September 2004. Sesuai Pasal 13
Perjanjian lnduk Sewa Guna Usaha dinyatakan bahwa Pemohon Banding diberikan
fasilitas sewa guna usaha dengan hak opsi sesuai dengan penawaran sewa yang
ditawarkan oleh PT Chandra Sakti Utama Leasing.
Dasar koreksi karena adanya pembayaran leasing yang dipercepat karena sebab
ekonomis pada tanggal 2 November 2007, yang sesuai dengan ketentuan Pasal 16
huruf d Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991 yang menyatakan
bahwa dalam hal masa sewa guna usaha lebih pendek dari masa sewa guna usaha
berdasarkan Pasal 3 KMK No. 1169/KMK.01/1991 karena pertimbangan ekonomis
tertentu, Direktur Jenderal Pajak melakukan koreksi atas pembebanan biaya SGU
tersebut.
Bahwa perhitungan penyusutan dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2007 yang
disampaikan oleh Pemohon Banding di persidangan tidak relevan dengan koreksi
Terbanding oleh karena Terbanding sudah mengakui biaya penyusutan dan biaya
angsuran yang dibebankan oleh Pemohon Banding (tidak ada dispute terkait biaya
penyusutan dan biaya angsuran). Terbanding hanya melakukan koreksi atas
pembayaran leasing yang dipercepat yang dibebankan sekaligus yang berasal dari
akun neraca sebesar Rp 11.238.568.834,00 dan hal tersebut telah sesuai dengan
ketentuan yang berlaku sebagaimana dalam Pasal 16 huruf d Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991 yang menyatakan bahwa dalam hal masa
sewa guna usaha lebih pendek dari masa sewa guna usaha berdasarkan Pasal 3
KMK No. 1169/KMK.01/1991 karena pertimbangan ekonomis tertentu, Direktur
Jenderal Pajak melakukan koreksi atas pembebanan biaya SGU tersebut.
Berdasarkan uraian tersebut di atas maka diusulkan kepada Majelis Hakim yang
terhormat untuk menolak permohonan banding Pemohon Banding atas nama PT
Trias Sentosa terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-
149/WPJ.19/BD.05/2010 tanggal 08 April 2010 tentang Keberatan atas SKPLB PPh
Badan Nomor 00045/406/07/092/09 tanggal 27 Juli 2009 Tahun Pajak 2007.
bahwa yang menjadi dasar koreksi menurut Terbanding adalah karena adanya
pembayaran leasing yang dipercepat karena sebab ekonomis pada tanggal 2
November 2007, yang sesuai dengan ketentuan Pasal 16 huruf d Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991 yang menyatakan bahwa dalam hal masa
sewa guna usaha lebih pendek dari masa sewa guna usaha berdasarkan Pasal 3
KMK No. 1169/KMK.01/1991 karena pertimbangan ekonomis tertentu, Direktur
Jenderal Pajak melakukan koreksi atas pembebanan biaya SGU tersebut.
Kutip:
Butir A.2. huruf c. Pengakuan penghasilan dan pembebanan biaya bagi lesor dan
lessee diatur sebagai berikut:
a. Alasan ekonomis;
Pemutusan finance lease karena sebab ekonomis harus terdapat kesepakatan
dari kedua belah pihak yaitu dari lessor dan lessee. Bagi lessor akan timbul
akumulasi penerimaan lease payment yang terdiri dari angsuran pokok
pembiayaan dan imbalan jasa SGU (lease fee). Pelunasan pembelian barang
modal karena lessee menggunakan hak opsi juga akan diterima lebih cepat oleh
lessor. Keuntungan fiskal yang diperoleh lessor dihitung berdasarkan akumulasi
imbalan jasa SGU (lease fee) yang diterima pada tahun yang bersangkutan
ditambah penalti yang dibebankan lessor kepada lease akibat dipercepatnya
masa SGU. Sebaliknya bagi lease, atas peristiwa yang sama akan terjadi
pengeluaran sekaligus berupa akumulasi sisa angsuran SGU, penalti akibat
dipercepatnya masa SGU dan harga (nilai) residu yang harus dibayar apabila
lessee menggunakan hak opsinya untuk membeli barang modal yang
bersangkutan. Seluruh pengeluaran atau pembebanan tersebut harus
diperhitungkan sebagai harga perolehan barang modal yang
bersangkutan. Penyusutannya dilakukan sejak tahun pajak diputusnya finance
lease, dengan tarif sesuai dengan tarif golongan harta yang berkenaan.
bahwa berdasarkan pemeriksaan majelis atas Foto copy penawaran sewa nomor:
07-LS-0003640-001 (1395-001-S-3640) tanggal 10 September 2004 dan Foto copy
penawaran sewa nomor 07-LS-0003982-002 (1395-002-S-3982) tanggal 2 Agustus
2005 dapat diketahui bahwa jenis fasilitas sewa guna usaha adalah Sales & Lease
Back ( Finance Lease);
bahwa Majelis telah meneliti dokumen pengalokasian nilai leasing diketahui bahwa
dalam penjelasan jurnal atas transaksi leasing terdapat akun Machnery under lease;
bahwa dengan demikian dapat diketahui bahwa transaksi leasing yang dilakukan
oleh Pemohon Banding adalah termasuk dalam kelompok Sales & Lease Back (
Finance Lease/Capital Lease) sehingga memenuhi ketentuan surat Edaran Direktur
Jenderal Pajak No SE.10/PJ.42/1994 Teantang Perlakuan PPh dan PPN Terhadap
Perjanjian Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi yang berakhir dengan lebih singkat
dari masa sewa guna usaha disyaratkan dalam Pasal 3 Kepmenkeu No.
1169/KMK.01/1991.
bahwa dengan demikian Pemohon Banding telah membebankan sewa atas biaya
leasing untuk tahun 2007;
bahwa berdasarkan pemeriksaan majelis atas Foto copy penawaran sewa nomor 07-
LS-0003982-002 (1395-002-S-3982) tanggal 2 Agustus 2005 dapat diketahui bahwa
tanggal angsuran uang sewa terakhir adalah tanggal 15 September 2005 dan
tanggal 15 September 2009, sehingga leasing yang dipercepat adalah untuk tahun
2008 dan 2009;
bahwa berdasarkan pemeriksaan majelis atas Foto copy penawaran sewa nomor:
07-LS-0003640-001 (1395-001-S-3640) tanggal 10 September 2004 dapat diketahui
bahwa tanggal angsuran uang sewa terakhir adalah tanggal 10 September 2008,
sehingga leasing yang dipercepat adalah untuk tahun 2008;
bahwa dengan demikian koreksi Terbanding atas koreksi positif penyesuaian fiskal
negatif sebesar Rp 11.238.568.834,00 tetap dipertahankan;
Kesimpulan Majelis:
Menimbang : bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai Kompensasi
Kerugian;
Menimbang : bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai Tarif Pajak;
Menimbang : bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai Kredit Pajak;
Menimbang : bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai Sanksi
Administrasi, kecuali bahwa besarnya sanksi administrasi tergantung pada
penyelesaian sengketa lainnya;
Menimbang : bahwa atas hasil pemeriksaan dalam persidangan, Majelis berkesimpulan untuk
mengabulkan sebagian permohonan banding Pemohon Banding, sehingga jumlah
penghasilan neto tahun pajak 2007 dihitung kembali sebagai berikut:
Mengingat : Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, dan ketentuan
perundang-undangan lainnya serta peraturan hukum yang berlaku dan yang
berkaitan dengan perkara ini;