Anda di halaman 1dari 11

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT36910/PP/M.

XI/15/2012

Jenis Pajak : Pajak Penghasilan Badan

Tahun Pajak : 2007

Pokok Sengketa : Koreksi positif penghasilan netto terdiri dari:


1) Koreksi Positif Other Income sebesar Rp. 5.340.513.876,00
2) Koreksi Penyesuaian Fiskal Negatif sebesar Rp.11.238.568.834,00
Rp.16.579.082.710,00

Koreksi Positif Other Income sebesar Rp. 5.340.513.876,00

Menurut Terbanding : bahwa yang menjadi pokok sengketa keberatan adalah koreksi other income sebesar
Rp.5.340.513.876,00 karena Pemohon Banding mengurangkan saldo other income
sebesar Rp.5.340.513.876,00 tanpa didukung dengan bukti.

Menurut Pemohon : bahwa apa yang telah diuraikan oleh Direktorat Jenderal Pajak di dalam (SPUB)
Nomor: S-1146/WPJ.19/BD.05/2010 tanggal 15 Juli 2010 angka romawi III, angka 4,
adalah tidak benar. Pemohon Banding beralasan bahwa pada saat melakukan
pemeriksaan pembukuan Pemohon Banding, Pemohon Banding telah memberikan
seluruh transaksi tahun 2007 dalam bentuk file Soft Copy dan juga Nama Kode
Rekening Buku Besar/Chart of account. Jadi menurut Pemohon Banding tidak ada
lagi alasan untuk meminta data-data yang sudah pernah diterimanya. Sebagai
Pemeriksa seharusnya mengerti dan memahami sistim pembukuan Wajib Pajak
yang diperiksanya dan oleh karenanya harus dapat pula mempertanggung jawabkan
kebenaran atas setiap temuan hasil pemeriksaannya. Jadi tidak seperti yang terjadi
pada koreksi ini dimana terkesan mengada-adakan koreksi, dan selanjutnya
Pemohon Banding diminta membuktikan ketidak benaran hasil koreksi dengan
Pembuktian Terbalik.

Menurut Majelis : bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis atas Laporan Pemeriksaan Pajak (LPP)
Nomor: LAP- 130/WPJ.19/KP.0205/2009 tanggal 27 Juli 2009 yang dibuat oleh KPP
Wajib Pajak Besar Dua diketahui bahwa Terbanding melakukan koreksi positip
penghasilan dari luar usaha sebesar Rp. 5.340.513.876,00 dengan penjelasan
koreksi sebagai berikut:

berdasarkan pemeriksaan atas akun Other Income dan Bank, ditemukan adanya
transaksi dengan isi teksnya adalah "X...." Pemeriksa kemudian
menggabungkan kedua transaksi tersebut dan didapatkan perbedaan nilai
antara penerimaan bank dengan pengakuan Other Income-nya.
Sebagai contoh di X.03.1

Pengakuan di Other Income ( 76,444,403 )


Penerimaan Bank 676,444,403
Selisih 600,000,000

bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis atas Laporan Penelitian Keberatan Nomor:


LAP- 149/WPJ.19/BD.05/2010 tanggal 08 April 2010 yang dibuat oleh Wajib Pajak
Besar Dua diketahui alasan koreksi Terbanding atas other income sebesar
Rp.5.340.513.876,00 adalah sebagai berikut:

 Laporan Audit Pemohon Banding untuk tahun yang berakhir pada tanggal 31
Desember 2007 menyebutkan jumlah pendapatan lain-lain selama tahun 2007
sebesar Rp.11.353.951.324,00 tidak terdapat penjelasan mengenai rincian
penghasilan tersebut.
 Other Income (Penghasilan dari Luar Usaha) Wajib Pajak dalam SPT Tahunan
PPh Badan 2007 menyatakan Rp.0,00 (Pemohon Banding tidak melaporkan
adanya other income).
 Jurnal voucher form, proforma invoice serta rekening koran yang disampaikan
Pemohon Banding tidak dapat menunjukkan korelasi data tersebut dengan
koreksi Pemeriksa.

bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan koreksi Terbanding dengan alasan
sebagai berikut:

Adalah sangat tidak berdasar dan sangat merugikan WP manakala setiap akun yang
selisih dianggap sebagai beban dan atau penghasilan oleh terbanding, oleh
karenanya WP tidak setuju atas koreksi sebesar Rp5.340.513.876.

bahwa Terbanding menyerahkan surat nomor: S-3352/PJ.072/2011 tanggal 24 Mei


2011 yang pada pokoknya menyampaikan:
Koreksi positif pendapatan lain-lain (other income) sebesar Rp 5.340.513.876,00
karena berdasarkan penelusuran terhadap akun other income (akun nomor
900010000, jumlah other income yang dilaporkan Pemohon Banding lebih kecil
dibandingkan dengan penerimaan banknya.

Rincian koreksi other income sebesar Rp.5.340.513.876,00 adalah sebagai berikut:

Penerimaan Pengakuan Deskripsi


Date Doc No. Selisih
Bank Other Income Ledger
3/15/2007 1400001157 676,444,403 76,444,403 600,000,000 X.03.1
3/16/2007 1400001160 676,591,654 76,591,654 600,000,000 X.03.2
5/4/2007 1400001920 850,169,556 50,169,556 800,000,000 X.05.1
5/25/2007 1400002235 190,991,990 90,991,990 100,000,000 X.05.2
6/19/2007 1400002621 633,416,987 33,416,987 600,000,000 X.06.1
6/20/2007 1400002660 638,624,072 38,624,072 600,000,000 X.06.2
7/11/2007 1400002969 1,064,952,627 12,642,611 1,052,310,016 X.07.1
1/18/2007 1400000496 137,855,652 37,855,652 100,000,000 X.01.1
8/13/2007 1400003525 605,273,264 417,069,404 188,203,860 X.08.1
8/15/2007 1400003576 612,541,611 12,541,611 600,000,000 X.08.2
8/15/2007 1400003580 140,466,107 40,466,107 100,000,000 X.08.3
Jumlah 6,227,327,923 886,814,047 5,340,513,876

Dalam surat banding Nomor 30/JT/PTTS/2010 tanggal 10 Juni 2010, tidak ada
alasan banding dari Pemohon Banding, hanya menceritakan tentang kronologis
penerbitan surat keputusan keberatan, sehingga sesuai dengan tanggapan tertulis
Terbanding Nomor S-2489/PJ.07/2011 tanggal 18 April 2011 yang disampaikan di
persidangan tanggal 25 April 2011, Terbanding berpendapat bahwa pengajuan
banding Pemohon Banding tidak memenuhi ketentuan formal pengajuan banding.

Dan matriks yang disampaikan oleh Pemohon Banding dalam persidangan, alasan
banding adalah sebagai berikut:

1. Koreksi Positif Pendapatan lain-lain (Other Income) sebesar


Rp.5.340.513.876,00
Sebagaimana telah dijelaskan Pemeriksa di dalam laporan temuan hasil
pemeriksaan bahwa GL yang diberikan Pemohon Banding berbentuk soft
copy setelah diolah dengan ACL didapatkan mutasi perkiraan neraca
sebanyak 3.753.898 record dengan nilai Rp 11.933.084.000,00 mutasi
perkiraan rugi laba sebanyak 4.336.394 record dengan nilai
Rp 912.633.084.000,00 sehingga terdapat selisih Rp 700.000.000,00
(seharusnya nilai transaksi perkiraan neraca dan rugi laba adalah Rp 0,00).
Di temuan tersebut,00 dan telah dikoreksi dan disetujui oleh Pemohon
Banding. Tetapi Pemeriksa masih mengkoreksi lagi selisih di salah satu akun.
Seharusnya dengan software ACL yang dimiliki oleh pemeriksa bisa
dilakukan pemeriksaan terhadap seluruh akun sehingga bisa dijelaskan
secara gamblang adanya selisih dan Pemohon Banding percaya bahwa
pastilah ada akun lain dengan selisih yang sama dengan temuan Pemeriksa
yang oleh Pemeriksa sengaja tidak dimunculkan karena akan mengeliminasi
temuan Pemeriksa.
Bahwa tidak benar Pemohon Banding tidak melaporkan other income dalam
SPT PPh Badan tahun 2007. Pemohon Banding telah melaporkan other
income di formulir 1771-I huruf 1f yaitu sebesar Rp8.895.818.841,00

1. Koreksi Positif Pendapatan lain-lain (Other Income) sebesar


Rp.5.340.513.876,00

1.1. Bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah koreksi positif pendapatan
lain-lain (other income) sebesar Rp 5.340.513.876,00 berdasarkan
penelusuran terhadap akun nomor 900010000 (other income). Jumlah
pendapatan lain-lain yang dilaporkan Pemohon Banding lebih kecil
dibandingkan dengan penerimaan bank-nya.

Berikut adalah rincian koreksi other income sebesar Rp.5.340.513.876,00

Penerimaan Pengakuan Deskripsi


Date Doc No. Selisih
Bank Other Income Ledger
3/15/2007 1400001157 676,444,403 76,444,403 600,000,000 X.03.1
3/16/2007 1400001160 676,591,654 76,591,654 600,000,000 X.03.2
5/4/2007 1400001920 850,169,556 50,169,556 800,000,000 X.05.1
5/25/2007 1400002235 190,991,990 90,991,990 100,000,000 X.05.2
6/19/2007 1400002621 633,416,987 33,416,987 600,000,000 X.06.1
6/20/2007 1400002660 638,624,072 38,624,072 600,000,000 X.06.2
7/11/2007 1400002969 1,064,952,627 12,642,611 1,052,310,016 X.07.1
1/18/2007 1400000496 137,855,652 37,855,652 100,000,000 X.01.1
8/13/2007 1400003525 605,273,264 417,069,404 188,203,860 X.08.1
8/15/2007 1400003576 612,541,611 12,541,611 600,000,000 X.08.2
8/15/2007 1400003580 140,466,107 40,466,107 100,000,000 X.08.3
Jumlah 6,227,327,923 886,814,047 5,340,513,876

Sesuai dengan KKP, Pemeriksa menyatakan bahwa berdasarkan


pemeriksaan atas akun Other Income dan Bank, ditemukan adanya
transaksi dengan isi teksnya adalah "X...." Pemeriksa kemudian
menggabungkan kedua transaksi tersebut dan didapatkan perbedaan nilai
antara penerimaan bank dengan pengakuan Other Income-nya.

Sebagai contoh di X.03.1

Pengakuan di Other Income ( 76,444,403 )


Penerimaan Bank 676,444,403
Selisih 600,000,000

Atas selisih tersebut ditelusuri dengan ACL (Audit Command Language)


tidak ditemukan. Kasus yang sama terjadi selama setahun dengan
akumulasi selisih sebesar Rp.5.340.513.876,00.

Pada waktu pemeriksaan Pemohon Banding tidak dapat membuktikan


selisih sebesar Rp.5.340.513.876,00 masuk ke rekening/perkiraan lawan
transaksinya.

1.2. Dalam persidangan tanggal 09 Mei 2011, Pemohon Banding menyatakan


bahwa tidak ada data/dokumen/bukti yang dapat disampaikan di
persidangan oleh karena semua data/dokumen/bukti sudah diberikan
pada saat keberatan.

1.3. Berdasarkan data dan fakta tersebut di atas, Terbanding berpendapat


sebagai berikut:
a. Bahwa pokok sengketa adalah koreksi pendapatan lain-lain sebesar
Rp5.340.513.876 karena berdasarkan hasil pemeriksaan diketahui ada
pencatatan penerimaan bank sebesar Rp 5.340.513.876 dengan
perincian nomor dan tanggal dokumen sebanyak 11 transaksi
sebagaimana uraian pada hurud D angka 1.1 diatas, yang tidak dapat
dijelaskan dan ditrasir lawan transaksinya oleh Pemohon Banding,
sehingga menjadikan koreksi pendapatan lain-lain.
b. Bahwa pada saat keberatan dan persidangan tanggal 09 Mei 2011,
Pemohon Banding menyatakan tidak ada lagi dokumen/data/bukti yang
dapat disampaikan, oleh karena menurut Pemohon Banding semua
dokumen/data/bukti terkait koreksi tersebut telah disampaikan pada
saat keberatan
c. Bahwa dokumen yang disampaikan Pemohon Banding pada proses
keberatan adalah sebagai berikut:
- Fotokopi Laporan Audit 2007;
- Fotokopi Kertas Kerja Pemeriksaan tahun 2007, yang dilengkapi
oleh Pemohon Banding dengan jurnal voucher form, proforma
invoice, rekening Koran harian Standar Chartered Bank, Invoice
"X".
- SPT Tahunan PPh Badan 2007;
Dari data yang disampaikan tersebut, disimpulkan bahwa:
- Laporan Audit Pemohon Banding untuk tahun yang berakhir pada
tanggal 31 Desember 2007 menyebutkan jumlah pendapatan lain-
lain selama tahun 2007 sebesar Rp 11.353.951.324,00 tidak
terdapat penjelasan mengenai rincian penghasilan tersebut.
- Other Income (Penghasilan dari Luar Usaha) Pemohon Banding
dalam SPT Tahunan PPh Badan 2007 menyatakan Rp 0,00
(Pemohon Banding tidak melaporkan adanya other income).
- Jurnal voucher form, proforma invoice serta rekening koran yang
disampaikan Pemohon Banding tidak dapat menunjukkan korelasi
data tersebut dengan koreksi Pemeriksa.
d. Bahwa Penelaah Keberatan kemudian mengirimkan surat permintaan
penjelasan dan atau pembuktian (surat permintaan kedua) dengan
surat nomor S431/WPJ.19/BD.05/2010 tanggal 8 Februari 2010. Data
yang diminta adalah sebagai berikut:
- Ledger Akun 101010001 (Bank) dan Akun 900010000 (Other
Income) untuk periode Januari – Desember 2007;
Detil perhitungan penghasilan lain-lain yang dilaporkan dalam SPT
-
Tahunan PPh Badan 2007;
Bahwa sampai dengan batas waktu yang sudah ditetapkan, data
pendukung dimaksud belum disampaikan oleh Pemohon Banding,
dengan demikian Penelaah Keberatan tidak dapat melakukan
penelitian lebih lanjut untuk membuktikan kebenaran alasan Pemohon
Banding.
e. Berdasarkan hal tersebut diatas, dan oleh karena pada saat
persidangan Pemohon Banding menyatakan tidak ada lagi
data/dokumen/bukti yang dapat disampaikan, maka Terbanding
berpendapat bahwa Pemohon Banding tidak dapat membuktikan
bahwa tidak ada pendapatan lain-lain yang belum dilaporkan di SPT
PPh Badan tahun 2007, mengingat dasar koreksi Terbanding sudah
jelas perincian nomor dan tanggal dokumen penerimaan bank, namun
tidak dapat ditrasir dan dibuktikan pencatatan lawan transaksinya oleh
Pemohon Banding, sehingga koreksi positif sebesar
Rp 5.340.513.876,00 tetap dipertahankan.

Bahwa terhadap pernyataan Terbanding a quo Pemohon Banding menyampaikan


bahwa tidak benar bahwa Pemohon Banding tidak melaporkan Other Income
(Penghasilan dari Luar Usaha) Pemohon Banding dalam SPT Tahunan PPh Badan
Tahun 2007. Yang benar adalah Pemohon Banding telah melaporkan Other Income
(Penghasilan dari Luar Usaha) Wajib Pajak dalam SPT Tahunan PPh Badan Tahun
2007 yang mana dapat dilihat pada Formulir 1771-I huruf 1f yaitu sebesar
Rp.8.895.818.841, yang terdiri atas:

Semuanya bisa dilihat dalam Laporan Keuangan PT


Laba (rugi) selisih kurs,
20.690.797.572 XXX secara individu yang dilampirkan pada SPT
bersih
Tahunan PPh Badan Th 2007
Semuanya bisa dilihat dalam Laporan Keuangan PT
Penghasilan bunga (462.774.676) XXX secara individu yang dilampirkan pada SPT
Tahunan PPh Badan Th 2007
Semuanya bisa dilihat dalam Laporan Keuangan PT
Lainnya bersih (11.332.204.055) XXX secara individu yang dilampirkan pada SPT
Tahunan PPh Badan Th 2007
Jumlah 8.895.818.841

bahwa Majelis telah memeriksa Laporan rugi Laba Konsolidasian Tahun yang
berakhir pada tanggal-tanggal 31 Desember 2007 dan 2006 yang telah diaudit
diketahui terdapat akun pendapatan lainnya bersih sebesar Rp. 11.353.951.324,00
dan memang tidak terdapat penjelasan akun pendapatan pada catatan atas laporan
keuangan konsolidasian;

bahwa mengenai Other Income (Penghasilan dari Luar Usaha ) Pemohon Banding
telah melaporkan dalam SPT Tahunan PPh Badan Tahun 2007 seperti telah
dijelaskan a quo;

bahwa dengan demikian terbukti bahwa Pemohon Banding telah melaporkan Other
Income (Penghasilan dari Luar Usaha ) di dalam SPT Tahunan PPh WP Badan
tahun pajak 2007 sehingga dengan demikian maka koreksi Terbanding atas Other
Income (Penghasilan dari Luar Usaha) sebesar Rp. 5.340.513.876,00 tidak dapat
dipertahankan;

Koreksi Penyesuaian Fiskal Negatif sebesar Rp.11.238.568.834,00

Menurut Terbanding : Bahwa yang menjadi pokok sengketa keberatan adalah koreksi sebesar
Rp.11.238.568.834,00 yang merupakan pembayaran leasing yang dipercepat (sebab
ekonomis) sesuai Keputusan Menteri Keungan Nomor 1169/KMK.01/1991 dan SE-
10/PJ.42/1994.

Menurut Pemohon : Bahwa yang menjadi pokok sengketa keberatan adalah koreksi sebesar
Rp.11.238.568.834,00 yang merupakan pembayaran leasing yang dipercepat (sebab
ekonomis) sesuai Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991 dan SE-
10/PJ.42/1994, adalah benar adanya.

Menurut Majelis : bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis atas Laporan Pemeriksaan Pajak (LPP)
Nomor: LAP- 130/WPJ.19/KP.0205/2009 tanggal 27 Juli 2009 yang dibuat oleh KPP
Wajib Pajak Besar Dua diketahui bahwa Terbanding melakukan koreksi fiskal negatif
sebesar Rp. 11.238.568.834,00 dengan penjelasan koreksi sebagai berikut:

Perjanjian leasing Pemohon Banding dengan PT. Chandra Sakti Utama Leasing
atas mesin peralatan untuk jangka waktu 4 tahun. Pada tanggal 2 November
2007 disepakati seluruh hutang leasing yang tersisa dilunasi seluruhnya
berdasarkan Kepmenkeu No. 1169/KMK.01/1991 tanggal 27/11/1991 Pasal 16
huruf d, SE No. 29/PJ.42/1992 tanggal 19/12/1992 dan SE No. 10/PJ.42/1994
tanggal 22/3/1994 dijelaskan bahwa bagi Leasee: Selama masa leasing, tidak
boleh melakukan penyusutan, setelah Leasee gunakan hak opsi untuk beli
barang, boleh melakukan penyusutan sebesar nilai sisa (residual value) barang
modal, dan pembayaran sewa tahun setelah percepatan pembayaran sekaligus
pada tanggal 2 November 2007 adalah sebagai berikut:

Short Term Leasing Rp. 1.585.136.404


Short Term Leasing Rp. 6.107.877.232
Sub total Rp. 7.693.013.636
Long term leasing Rp. 3.545.555.198
Total koreksi Rp. 11.238.568.834

bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis atas Laporan Penelitian Keberatan Nomor:


LAP-149/WPJ.19/BD.05/2010 tanggal 08 April 2010 yang dibuat oleh Wajib Pajak
Besar Dua diketahui alasan koreksi fiskal negatif sebesar Rp.11.238.568.834,00
adalah sebagai berikut:

bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 16 huruf d Keputusan Menteri Keuangan Nomor


1169/KMK.01/1991 dan SE-10/PJ.42/1994 dinyatakan dalam hal masa sewa guna
usaha lebih pendek dari masa sewa guna usaha berdasarkan Pasal 3 KMK No.
1169/KMK.01/1991 karena pertimbangan ekonomis tertentu, Direktur Jenderal Pajak
melakukan koreksi atas pembebanan biaya SGU tersebut. Bagi lease seluruh
pengeluaran (akumulasi sisa angsuran SGU, penalty akibat percepatan SGU dan
nilai residu) harus diperhitungkan sebagai harga perolehan barang modal yang
bersangkutan.

bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan koreksi Terbanding dengan alasan
sebagai berikut:

bahwa pada saat Pemohonan banding melakukan pelunasan dipercepat sebagai


mana angka 5 diatas nampak jelas bahwa tidak ada opsi yang dibayar oleh
Pemohon Banding, oleh karenanya pemohon banding berpendapat bahwa perjanjian
lesing antara WP dan pihak Lesor tidak memberikan opsi pada masa akhir leasing,
dan belum ada prestasi yang diberikan atau sejumlah pembayaran kepada Lesor,
maka dengan demikian barang/mesin yang menjadi objek perjanjian dalam
Perjanjian Finance Lease tersebut belum bisa dikatakan sebagai asset milik
Pemohon Banding,

bahwa Terbanding menyerahkan surat nomor: S-3352/PJ.072/2011 tanggal 24 Mei


2011 yang pada pokoknya menyampaikan:

Koreksi positif penyesuaian fiskal negatif sebesar Rp.11.238.568.834,00 karena


adanya pembayaran leasing yang dipercepat (sebab ekonomis) pada tanggal 2
November 2007.

Berdasarkan KMK 1169/KMK.01/1991 tanggal 27 November 1991 Pasal 16 huruf d,


SE29/PJ.42/1992 tanggal 19 Desember 1992 dan SE-10/PJ.42/1994 tanggal 22
Maret 1994 dijelaskan bahwa bagi Lessee: Selama masa sewa leasing, tidak boleh
melakukan penyusutan, setelah lessee gunakan hak opsi untuk membeli barang,
boleh melakukan penyusutan sebesar nilai sisa (residual value) barang modal, dan
pembayaran sewa tahun setelah percepatan pembayaran tidak dapat dibebankan
sekaligus dalam tahun pembayaran (SE-10).

Pembayaran sekaligus pada tanggal 2 November 2007 adalah sebagai berikut

Short Term Leasing Rp. 1.585.136.404


Short Term Leasing Rp. 6.107.877.232
Sub total Rp. 7.693.013.636
Long term leasing Rp. 3.545.555.198
Total koreksi Rp. 11.238.568.834
Koreksi positif penyesuaian fiskal negatif sebesar Rp 11.238.568.834,00

Bahwa perjanjian finance lease antara Pemohon Banding dengan lesor belum
memberikan opsi pada akhir masa leasing atau dengan kata lain Pemohon belum
memberikan prestasi atau sejumlah pembayaran kepada lesor, maka dengan
demikian barang/mesin yang menjadi objek perjanjian dalam perjanjian finance lease
tersebut belum bisa dikatakan sebagai asset milik Pemohon Banding, maka
barang/mesin tersebut tidak boleh disusutkan dan oleh karenanya angsuran
pembayaran leasing yang dilakukan oleh Pemohon Banding tetap dianggap sebagai
biaya pada tahun yang bersangkutan, sehingga akibat hukum yang seharusnya
dikenakan kepada Pemohon Banding khususnya perpajakan terhadap objek
perjanjian tersebut belum bisa dibebankan kepada Pemohon Banding.

Berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-10/PJ.42/1994 tentang


Perlakuan PPh dan PPN terhadap Perjanjian Sewa Guna Usaha Dengan Hak Opsi
yang Berakhir Menjadi Lebih Singkat dari Masa Sewa Guna Usaha yang Disyaratkan
dalam Pasal 3 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991, di Butir A.2.
huruf c, menyatakan

Pengakuan penghasilan dan pembebanan biaya bagi lessor dan lessee diatur
sebagai berikut: Alasan ekonomis; Pemutusan finance lease karena sebab ekonomis
harus terdapat kesepakatan dari kedua belah pihak yaitu dari lessor dan lessee. Bagi
lessor akan timbul akumulasi penerimaan lease payment yang terdiri dari angsuran
pokok pembiayaan dan imbalan jasa SGU (lease fee). Pelunasan pembelian barang
modal karena lessee menggunakan hak opsi juga akan diterima lebih cepat oleh
lessor. Keuntungan fiskal yang diperoleh lessor dihitung berdasarkan akumulasi
imbalan jasa SGU (lease fee) yang diterima pada tahun yang bersangkutan ditambah
penalti yang dibebankan lessor kepada lease akibat dipercepatnya masa SGU.
Sebaliknya bagi lease, atas peristiwa yang sama akan terjadi pengeluaran sekaligus
berupa akumulasi sisa angsuran SGU, penalti akibat

menggunakan hak opsinya untuk membeli barang modal yang bersangkutan.


Seluruh pengeluaran atau pembebanan tersebut harus diperhitungkan sebagai harga
perolehan barang modal yang bersangkutan. Penyusutannya dilakukan sejak tahun
pajak diputusnya finance lease, dengan tarif sesuai dengan tarif golongan harta yang
berkenaan.

Bahwa, kembali merujuk klausula penjelasan alasan ekonomis tersebut diatas


adalah terdapat kata "apabila" lessee menggunakan hak opsinya untuk membeli
barang modal yang bersangkutan. Penyusutannya dilakukan sejak tahun pajak
diputusnya finance lease, dengan tarif sesuai dengan tarif golongan harta yang
berkenaan.

Bahwa di dalam perkara sengketa pajak antara Pemohon Banding dan Terbanding
ini, Pemohon Banding belum menggunakan hak opsi di akhir leasingnya, sehingga
kurang tepatlah jika Pemohon Banding harus tunduk kepada Pasal 16 angka 1 huruf
d KMK Nomor 1169/KMK.01/1991;

Bahwa kalaupun pembayaran leasing dipercepat tidak diakui sebagai biaya tahun
yang bersangkutan, mestinya Pemeriksa mengkoreksi pertambahan aktiva tetap
dengan jumlah yang sama yaitu sebesar Rp11.238.568.834 atau sama dengan
jumlah pembayaran leasing dipercepat yang tidak diakui sebagai biaya pada tahun
yang bersngkutan. Dan selanjutnya dari jumlah tersebut dihitung nilai penyusutan
fiskalnya sehingga diperoleh angka koreksi yang benar, adil dan tidak merugikan
Pemohon Banding.

Bahwa pada saat Pemohon Banding mengajukan permohonan banding,


pemeriksaan pajak badan tahun 2008 telah selesai dilakukan dan telah diterbitkan
surat ketetapan pajaknya. Artinya, angka koreksi sebesar Rp11.238.568.834 tersebut
tetap menjadi beban Pemohon Banding yang menggantung dan tidak dapat
diperhitungkan dalam SPT Tahunan PPh Badan Tahun 2008

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991 tentang Kegiatan Sewa


Guna Usaha (Leasing)

Pasal 1 huruf a
Sewa-guna-usaha (Leasing) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan
barang modal baik secara sewa-guna-usaha dengan hak opsi (finance lease)
maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh
Lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala.

Pasal 2 ayat (1)


Kegiatan sewa-guna-usaha dapat dilakukan secara:
sewa-guna-usaha dengan hak opsi (finance lease);
sewa-guna-usaha tanpa hak opsi (operating lease).

Pasal 3
Kegiatan sewa-guna-usaha digolongkan sebagai sewa-guna-usaha dengan hak opsi
apabila memenuhi semua kriteria berikut:

jumlah pembayaran sewa-guna-usaha selama masa sewa-guna-usaha pertama


ditambah dengan nilai sisa barang modal, harus dapat menutup harga perolehan
barang modal dan keuntungan lessor;
masa sewa-guna-usaha ditetapkan sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun untuk barang
modal Golongan I, 3 (tiga) tahun untuk barang modal Golongan II dan III, dan 7
(tujuh) tahun untuk Golongan bangunan;

perjanjian sewa-guna-usaha memuat ketentuan mengenai opsi bagi lessee.

Pasal 4
Kegiatan sewa-guna-usaha digolongkan sebagai sewa-guna-usaha tanpa hak opsi
apabila memenuhi semua kriteria berikut:

jumlah pembayaran sewa-guna-usaha selama masa sewa-guna-usaha pertama tidak


dapat menutupi harga perolehan barang modal yang disewa-guna-usahakan
ditambah keuntungan yang diperhitungkan oleh lessor;

perjanjian sewa-guna-usaha tidak memuat ketentuan mengenai opsi bagi lessee.

Pasal 16
Perlakuan Pajak Penghasilan bagi lessee adalah sebagai berikut:

selama masa sewa-guna-usaha, lessee tidak boleh melakukan penyusutan atas


barang modal yang disewa-guna-usaha, sampai saat lessee menggunakan hak opsi
untuk membeli;

setelah lessee menggunakan hak opsi untuk membeli barang modal tersebut, lessee
melakukan penyusutan dan dasar penyusutannya adalah nilai sisa (residual value)
barang modal yang bersangkutan;

pembayaran sewa-guna-usaha yang dibayar atau terutang oleh lessee kecuali


pembebanan atas tanah, merupakan biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan
bruto lessee sepanjang transaksi sewa-guna-usaha tersebut memenuhi ketentuan
dalam Pasal 3 Keputusan ini;

dalam hal masa sewa-guna-usaha lebih pendek dari masa yang ditentukan dalam

Pasal 3 Keputusan ini, Direktur Jenderal Pajak melakukan koreksi atas pembebanan
biaya sewa-guna-usaha.

Lessee tidak memotong Pajak Penghasilan Pasal 23 atas pembayaran sewa-guna-


usaha yang dibayar atau terutang berdasarkan perjanjian sewa-guna-usaha dengan
hak opsi.

Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-10/PJ.42/1994 tentang Perlakuan


PPh dan PPN terhadap Perjanjian Sewa Guna Usaha Dengan Hak Opsi yang
Berakhir Menjadi Lebih Singkat dari Masa Sewa Guna Usaha yang Disyaratkan
dalam Pasal 3 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991

Butir 2
Dalam pelaksanaannya suatu perjanjian SGU dengan hak opsi kadang-kadang
terputus, sehingga masa sewa guna usaha menjadi lebih pendek dari masa yang
semula disepakati. Hal ini dapat terjadi karena beberapa hal:

force majeur, yaitu putusnya transaksi SGU karena bencana alam seperti kebakaran
dan lain-lain, sehingga barang modal yang diperoleh secara finance lease
mengalami rusak berat dan tidak dapat dipakai lagi.

default, yaitu terputusnya transaksi SGU karena lessee tidak dapat memenuhi
pembayaran lease payment serta kewajiban lainnya sehingga kontrak finance lease
berakhir lebih cepat.

sebab ekonomis, yaitu lessee mengakhiri masa lease sebelum waktunya karena
pertimbangan ekonomis semata-mata, dengan membayar sekaligus kewajiban yang
tersisa.

Butir A.2. huruf c


Pengakuan penghasilan dan pembebanan biaya bagi lessor dan lessee diatur
sebagai berikut: Alasan ekonomis;

Pemutusan finance lease karena sebab ekonomis harus terdapat kesepakatan dari
kedua belah pihak yaitu dari lessor dan lessee. Bagi lessor akan timbul akumulasi
penerimaan lease payment yang terdiri dari angsuran pokok pembiayaan dan
imbalan jasa SGU (lease fee). Pelunasan pembelian barang modal karena lessee
menggunakan hak opsi juga akan diterima lebih cepat oleh lessor. Keuntungan fiskal
yang diperoleh lessor dihitung berdasarkan akumulasi imbalan jasa SGU (lease fee)
yang diterima pada tahun yang bersangkutan ditambah penalti yang dibebankan
lessor kepada lease akibat dipercepatnya masa SGU. Sebaliknya bagi lease, atas
peristiwa yang sama akan terjadi pengeluaran sekaligus berupa akumulasi sisa
angsuran SGU, penalti akibat dipercepatnya masa SGU dan harga (nilai) residu yang
harus dibayar apabila lessee menggunakan hak opsinya untuk membeli barang
modalyang bersangkutan. Seluruh pengeluaran atau pembebanan tersebut harus
diperhitungkan sebagai harga perolehan barang modal yang bersangkutan.
Penyusutannya dilakukan sejak tahun pajak diputusnya finance lease, dengan tarif
sesuai dengan tarif golongan hanta yang berkenaan.

Koreksi positif penyesuaian fiskal negatif sebesar Rp 11.238.568.834,00

Bahwa yang menjadi dasar koreksi adalah karena adanya pembayaran leasing yang
dipercepat karena sebab ekonomis pada tanggal 2 November 2007, yang sesuai
dengan ketentuan Pasal 16 huruf d Keputusan Menteri Keuangan Nomor
1169/KMK.01/1991 yang menyatakan bahwa dalam hal masa sewa guna usaha lebih
pendek dari masa sewa guna usaha berdasarkan Pasal 3 KMK No.
1169/KMK.01/1991 karena pertimbangan ekonomis tertentu, Direktur Jenderal Pajak
melakukan koreksi atas pembebanan biaya SGU tersebut.

Bahwa pembayaran leasing yang dipercepat tersebut merupakan leasing atas mesin
peralatan untuk jangka waktu 4 tahun yang berasal dari perjanjian leasing antara
Pemohon Banding dengan PT Chandra Sakti Utama. Perjanjian sewa guna usaha
yang disepakati oleh Pemohon Banding dengan PT Chandra Sakti Utama Leasing
adalah Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi (sesuai dengan surat penawaran
leasing Nomor 07-LS-0003640-001 (1395-001-S-3640) tanggal 10 September 2004
dan surat penawaran leasing Nomor 07-LS0003982-002 (1395-002-S-3982) tanggal
2 Agustus 2005). Dan surat penawaran leasing yang telah disepakati kedua belah
pihak merupakan penawaran leasing yang tak terpisahkan dengan perjanjian induk
sewa guna usaha tanpa nomor tanggal 7 September 2004. Sesuai Pasal 13
Perjanjian lnduk Sewa Guna Usaha dinyatakan bahwa Pemohon Banding diberikan
fasilitas sewa guna usaha dengan hak opsi sesuai dengan penawaran sewa yang
ditawarkan oleh PT Chandra Sakti Utama Leasing.

Bahwa kemudian Pemohon Banding mengajukan permohonan percepatan


pelunasan leasing dan telah disetujui oleh PT Chandra Sakti Utama Leasing.
Perincian pembayaran pembayaran leasing yang dipercepat karena sebab ekonomis
berasal dari mutasi akun neraca 204202000 (Long Term Leasing PT Chandra) dan
203202000 (Short Term Leasing PT Chandra) adalah sebagai berikut:

Jurnal Bukti Nomor 1500005453


Jumlah
Nomor Dokumen Keterangan
USD Rp
900050000 5,760 52,681,215 Chandra Sakti - Leasing I
900050000 6,266 57,310,492 Chandra Sakti - Leasing II
900030004 - (395,212,889)
101010004 (356,453) (3,260,334,016) PT Chandra Sakti
204202000 (344,427) (3,545,555,198) Payment Leasing I, II

Jurnal Bukti Nomor 1500005453


Jumlah
Nomor Dokumen Keterangan
USD Rp
900030004 - (176,690,617)
101010001 (168,535) (1,541,522,140) PT Chandra Sakti
203202000 14,549 133,076,353 Payment
203202000 (153,986) (1,585,136,404) Payment Leasing I, STL

Jurnal Bukti Nomor 1500005452


Jumlah
Nomor Dokumen Keterangan
USD Rp
900030004 - (329,758,177)
101010004 (643,547) (5,886,265,984) PT Chandra Sakti
203202000 11,824 108,146,929 Payment
203202000 (631,723) (6,107,877,232) Payment Leasing I, II

Short Term Leasing (1,585,136,404)


Short Term Leasing (6,107,877,232)
Long Term Leasing (3,545,555,198)
Total (11,238,568,834)

Dalam matriks Pemohon Banding di persidangan, Pemohon Banding menyatakan


bahwa Pemohon Banding belum menggunakan hak opsi di akhir leasingnya, dengan
demikian barang/mesin yang menjadi objek perjanjian dalam perjanjian finance lease
tersebut belum bisa dikatakan sebagai asset milik Pemohon Banding, maka
barang/mesin tersebut tidak boleh disusutkan dan oleh karenanya angsuran
pembayaran leasing yang dilakukan oleh Pemohon Banding tetap dianggap sebagai
biaya pada tahun yang bersangkutan, sehingga akibat hukum yang seharusnya
dikenakan kepada Pemohon Banding khususnya perpajakan terhadap objek
perjanjian tersebut belum bisa dibebankan kepada Pemohon Banding;

Dalam persidangan tanggal 09 Mei 2011, Pemohon Banding menyampaikan


perhitungan penyusutan dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2007

Berdasarkan hal tersebut, Terbanding berpendapat sebagai berikut:

Dasar koreksi karena adanya pembayaran leasing yang dipercepat karena sebab
ekonomis pada tanggal 2 November 2007, yang sesuai dengan ketentuan Pasal 16
huruf d Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991 yang menyatakan
bahwa dalam hal masa sewa guna usaha lebih pendek dari masa sewa guna usaha
berdasarkan Pasal 3 KMK No. 1169/KMK.01/1991 karena pertimbangan ekonomis
tertentu, Direktur Jenderal Pajak melakukan koreksi atas pembebanan biaya SGU
tersebut.

bahwa dari matriks sengketa yang disampaikan oleh Pemohon Banding di


persidangan, yang menyatakan bahwa Pemohon Banding belum menggunakan hak
opsi di akhir leasingnya, dengan demikian barang/mesin yang menjadi objek
perjanjian dalam perjanjian finance lease tersebut belum bisa dikatakan sebagai
asset milik Pemohon Banding dan barang/mesin tersebut tidak boleh disusutkan,
oleh karenanya angsuran pembayaran leasing yang dilakukan oleh Pemohon
Banding tetap dianggap sebagai biaya pada tahun yang bersangkutan, semakin
menguatkan koreksi Terbanding, oleh karena Terbanding tidak pernah melakukan
koreksi atas biaya angsuran leasing yang dibebankan Pemohon Banding,
Terbanding melakukan koreksi atas pembayaran leasing yang dipercepat yang
dibebankan sekaligus yang berasal dari akun neraca yaitu akun 204202000 (Long
Term Leasing PT Chandra) dan 203202000 (Short Term Leasing PT Chandra)
sebesar Rp11.238.568.834,00. Hal ini sesuai dengan Pasal 16 Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991 yang menyatakan: perlakuan pajak
penghasilan bagi lessee adalah sebagai berikut:a.selama masa sewa-guna-usaha,
lessee tidak boleh melakukan penyusutan atas barang modal yang disewa-guna-
usaha, sampai saat lessee menggunakan hak opsi untuk membeli;b.setelah lessee
menggunakan hak opsi untuk membeli barang modal tersebut, lessee melakukan
penyusutan dan dasar penyusutannya adalah nilai sisa (residual value) barang
modal yang bersangkutan; c.pembayaran sewa-guna-usaha yang dibayar atau
terutang oleh lessee kecuali pembebanan atas tanah, merupakan biaya yang dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto lessee sepanjang transaksi sewa-guna-usaha
tersebut memenuhi ketentuan dalam Pasal 3 Keputusan ini;

Bahwa perhitungan penyusutan dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2007 yang
disampaikan oleh Pemohon Banding di persidangan tidak relevan dengan koreksi
Terbanding oleh karena Terbanding sudah mengakui biaya penyusutan dan biaya
angsuran yang dibebankan oleh Pemohon Banding (tidak ada dispute terkait biaya
penyusutan dan biaya angsuran). Terbanding hanya melakukan koreksi atas
pembayaran leasing yang dipercepat yang dibebankan sekaligus yang berasal dari
akun neraca sebesar Rp 11.238.568.834,00 dan hal tersebut telah sesuai dengan
ketentuan yang berlaku sebagaimana dalam Pasal 16 huruf d Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991 yang menyatakan bahwa dalam hal masa
sewa guna usaha lebih pendek dari masa sewa guna usaha berdasarkan Pasal 3
KMK No. 1169/KMK.01/1991 karena pertimbangan ekonomis tertentu, Direktur
Jenderal Pajak melakukan koreksi atas pembebanan biaya SGU tersebut.

Berdasarkan hal tersebut Terbanding berpendapat bahwa koreksi positif


penyesuaian fiskal negatif sebesar Rp 11.238.568.834,00 telah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangan-undangan yang berlaku sehingga tetap
dipertahankan.

Berdasarkan uraian tersebut di atas maka diusulkan kepada Majelis Hakim yang
terhormat untuk menolak permohonan banding Pemohon Banding atas nama PT
Trias Sentosa terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-
149/WPJ.19/BD.05/2010 tanggal 08 April 2010 tentang Keberatan atas SKPLB PPh
Badan Nomor 00045/406/07/092/09 tanggal 27 Juli 2009 Tahun Pajak 2007.

bahwa dalam persidangan Pemohon Banding menyerahkan dokumen-dokumen


sebagai berikut:
- Foto copy penawaran sewa nomor: 07-LS-0003640-001 (1395-001-S-3640)
tanggal 10 September 2004, untuk 1 unit High Vacum Web Coating System
Machine Topmet 2450F, 1 unit Slitter-Rewinder model SBZ 100.250 dan 2 unit
Erema Recycling Machines RGA 100T senilai US$ 2.000.000;
- Foto copy Amortization schedule Ref No. 0615/CSUL/IV/2007 tanggal
30/04/2007;
- Foto copy penawaran sewa nomor 07-LS-0003982-002 (1395-002-S-3982)
tanggal 2 Agustus 2005 untuk mesin dry laminating senilai US$ 1.500.000;
- Foto copy Amortization schedule Ref.No. 0614/CSUL/IV/2007 tanggal
130/04/2007
- Foto copy dokumen Pengalokasian nilai leasing;
- Surat Re: Leasing confirmation for PT XXX; tanggal 16 Februari 2006
- Surat Re: Penurunan Tingkat Dasar Suku Bunga tanggal 4 Mei 2007;

bahwa yang menjadi dasar koreksi menurut Terbanding adalah karena adanya
pembayaran leasing yang dipercepat karena sebab ekonomis pada tanggal 2
November 2007, yang sesuai dengan ketentuan Pasal 16 huruf d Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991 yang menyatakan bahwa dalam hal masa
sewa guna usaha lebih pendek dari masa sewa guna usaha berdasarkan Pasal 3
KMK No. 1169/KMK.01/1991 karena pertimbangan ekonomis tertentu, Direktur
Jenderal Pajak melakukan koreksi atas pembebanan biaya SGU tersebut.

bahwa Pemohon Banding menyampaikan, kembali merujuk klausula penjelasan


alasan ekonomis tersebut diatas adalah terdapat kata "APABILA" lessee
menggunakan hak opsinya untuk membeli barang modal yang bersangkutan.
Penyusutannya dilakukan sejak tahun pajak diputusnya finance lease, dengan tarif
sesuai dengan tarif golongan harta yang berkenaan.

bahwa di dalam perkara sengketa pajak antara Pemohon Banding dengan


Terbanding ini, Pemohon Banding "belum menggunakan hak Opsi" di akhir
leasingnya, sehingga kurang tepatlah jika Pemohon Banding harus tunduk pada
Pasal 16 angka 1 huruf d KMK No. 1169/KMK.01/1991.

Merujuk surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No SE.10/PJ.42/1994 Teantang


Perlakuan PPh dan PPN Terhadap Perjanjian Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi
yang berakhir dengan lebih singkat dari masa sewa guna usaha disyaratkan dalam
Pasal 3 Kepmenkeu No. 1169/KMK.01/1991.

Kutip:
Butir A.2. huruf c. Pengakuan penghasilan dan pembebanan biaya bagi lesor dan
lessee diatur sebagai berikut:

a. Alasan ekonomis;
Pemutusan finance lease karena sebab ekonomis harus terdapat kesepakatan
dari kedua belah pihak yaitu dari lessor dan lessee. Bagi lessor akan timbul
akumulasi penerimaan lease payment yang terdiri dari angsuran pokok
pembiayaan dan imbalan jasa SGU (lease fee). Pelunasan pembelian barang
modal karena lessee menggunakan hak opsi juga akan diterima lebih cepat oleh
lessor. Keuntungan fiskal yang diperoleh lessor dihitung berdasarkan akumulasi
imbalan jasa SGU (lease fee) yang diterima pada tahun yang bersangkutan
ditambah penalti yang dibebankan lessor kepada lease akibat dipercepatnya
masa SGU. Sebaliknya bagi lease, atas peristiwa yang sama akan terjadi
pengeluaran sekaligus berupa akumulasi sisa angsuran SGU, penalti akibat
dipercepatnya masa SGU dan harga (nilai) residu yang harus dibayar apabila
lessee menggunakan hak opsinya untuk membeli barang modal yang
bersangkutan. Seluruh pengeluaran atau pembebanan tersebut harus
diperhitungkan sebagai harga perolehan barang modal yang
bersangkutan. Penyusutannya dilakukan sejak tahun pajak diputusnya finance
lease, dengan tarif sesuai dengan tarif golongan harta yang berkenaan.

bahwa berdasarkan pemeriksaan majelis atas Foto copy penawaran sewa nomor:
07-LS-0003640-001 (1395-001-S-3640) tanggal 10 September 2004 dan Foto copy
penawaran sewa nomor 07-LS-0003982-002 (1395-002-S-3982) tanggal 2 Agustus
2005 dapat diketahui bahwa jenis fasilitas sewa guna usaha adalah Sales & Lease
Back ( Finance Lease);

bahwa Majelis telah meneliti dokumen pengalokasian nilai leasing diketahui bahwa
dalam penjelasan jurnal atas transaksi leasing terdapat akun Machnery under lease;

bahwa dengan demikian dapat diketahui bahwa transaksi leasing yang dilakukan
oleh Pemohon Banding adalah termasuk dalam kelompok Sales & Lease Back (
Finance Lease/Capital Lease) sehingga memenuhi ketentuan surat Edaran Direktur
Jenderal Pajak No SE.10/PJ.42/1994 Teantang Perlakuan PPh dan PPN Terhadap
Perjanjian Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi yang berakhir dengan lebih singkat
dari masa sewa guna usaha disyaratkan dalam Pasal 3 Kepmenkeu No.
1169/KMK.01/1991.

bahwa Majelis telah memeriksa Laporan Keuangan Konsolidasian beserta Laporan


Keungan Auditor Independen Tahun yang berakhir pada tanggal-tanggal 31
Desember 2007 dan 2006 Pemohon Banding, diketahui bahwa Pemohon Banding
membebankan biaya sewa sebesar Rp. 1.040.764.500,00;

bahwa dengan demikian Pemohon Banding telah membebankan sewa atas biaya
leasing untuk tahun 2007;

bahwa berdasarkan pemeriksaan majelis atas Foto copy penawaran sewa nomor 07-
LS-0003982-002 (1395-002-S-3982) tanggal 2 Agustus 2005 dapat diketahui bahwa
tanggal angsuran uang sewa terakhir adalah tanggal 15 September 2005 dan
tanggal 15 September 2009, sehingga leasing yang dipercepat adalah untuk tahun
2008 dan 2009;

bahwa berdasarkan pemeriksaan majelis atas Foto copy penawaran sewa nomor:
07-LS-0003640-001 (1395-001-S-3640) tanggal 10 September 2004 dapat diketahui
bahwa tanggal angsuran uang sewa terakhir adalah tanggal 10 September 2008,
sehingga leasing yang dipercepat adalah untuk tahun 2008;

bahwa dengan demikian koreksi Terbanding atas koreksi positif penyesuaian fiskal
negatif sebesar Rp 11.238.568.834,00 tetap dipertahankan;

Kesimpulan Majelis:

bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan atas fakta-fakta, bukti-bukti, penjelasan


Pemohon Banding dan Terbanding yang terungkap dalam persidangan, penelitian
terhadap berkas banding, selanjutnya Majelis berkesimpulan koreksi positif Other
income sebesar Rp. 5.340.513.876,00 tidak dapat dipertahankan sedangakn utnuk
koreksi positif penyesuaian fiskal negatif sebesar Rp 11.238.568.834,00 tetap
dipertahankan;

Menimbang : bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai Kompensasi
Kerugian;
Menimbang : bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai Tarif Pajak;

Menimbang : bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai Kredit Pajak;

Menimbang : bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai Sanksi
Administrasi, kecuali bahwa besarnya sanksi administrasi tergantung pada
penyelesaian sengketa lainnya;

Menimbang : bahwa atas hasil pemeriksaan dalam persidangan, Majelis berkesimpulan untuk
mengabulkan sebagian permohonan banding Pemohon Banding, sehingga jumlah
penghasilan neto tahun pajak 2007 dihitung kembali sebagai berikut:

Penghasilan Netto menurut keputusan Terbanding Rp.31.179.951.708


Koreksi yang tidak dapat dipertahankan:
- Koreksi positif Other income Rp. 5.340.513.876
Penghasilan Netto menurut Majelis Rp.25.839.437.832

Mengingat : Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, dan ketentuan
perundang-undangan lainnya serta peraturan hukum yang berlaku dan yang
berkaitan dengan perkara ini;

Memutuskan : Menyatakan Mengabulkan Sebagian permohonan Banding Pemohon banding


terhadap keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-149/WPJ.19/BD.05/2010
tanggal 08 April 2010, tentang keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak
Lebih Bayar Pajak Penghasilan Badan Tahun Pajak 2007, Nomor:
00045/406/07/092/09 tanggal 27 Juli 2009, atas nama: XXX dengan perhitungan
menjadi sebagai berikut:

Penghasilan Neto Rp. 25.839.437.832,00


Kompensasi Kerugian Rp. 0,00
Penghasilan Kena Pajak 25.839.437.832,00

PPh Terutang 7.734.331.100,00


Kredit Pajak Rp. 10.274.235.953,00
Jumlah Pajak Yang Masih Harus atau (Lebih) Dibayar Rp. (2.539.904.853,00)

Anda mungkin juga menyukai