Anda di halaman 1dari 11

TUGAS UJIAN BRIDGING MATA KULIAH

PSIKOSOSIAL DAN BUDAYA

Dosen pengampu: Wien Soelistyo Adi, M.HKes

Oleh:

Velani Analan Najah

Nim. P1337420619109

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

JURUSAN KEPERAWATAN

POLiITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SEMARANG

2020
Resum Jurnal Konsep Teori Keperawatan

A. Pengertian

Keperawatan transkultural merupakan suatu area utama keperawatan yang


berfokus pada aspek budaya dan sub budaya yang berbeda , yang menghargai
prilaku caring, layanan keperawatan nilai- nilai keyakinan tentang sehat dan sakit,
serta pola-pola tingkah laku yang bertujuan mengembangkan body of knowledge
yang ilmiah dan humanistic guna memberi tempat praktik keperawatan pada
budaya tertentu .Pengetahuan dan nilai budaya mempengaruhi kemampuan
seorang ibu dalam merawat pascaoperasi secsio sesaria. Ibu pasca Sc dan
hubungan dengan karakteristik ,pengetahuan dan nilai budaya yang di anut dan
perilaku budaya terkait perawatan ibu postpartum.
Transkultural merupakan salah satu teori keperawatan yang di pakai
sebagai pendekatan dalam menyelesaikan masalah yang menggunakan sumber-
sumber dari lingkungan ,sosial dan budaya masyarakat. Transcultural Nursing
adalah suatu area atau wilayah keilmuan budaya pada proses belajar dan praktik
keperawatan yang fokus memandang perbedaan dan kesamaan diantara budaya
dengan menghargai asuhan sehat dan sakit didasarkan pada nilai budaya
manusia,kepercayaan dan tindakan. Ilmu ini di gunakan untuk memberikan
asuhan keperawatan khususnya budaya atau keutuhan budaya kepada manusia.
Penelitian tentang transkulturaldan perawatan balita tentang ISPA yang
dilakukan oleh Silva (2010) menunjukan bahwa dimensi budaya dan sosial Ibu-
Ibu yang menderita ISPA di pengaruhi oleh faktor teknologi ,agama ,filsafat,
kekerabatan dan nilai-nilai budaya , gay hidup, serta faktor ekonomi dan
pendidikan. Penelitian lain tentang pendekatan transkultural nursing didapatkan
pendekatan transkultural nursing yang baik Nilai budaya sebagai salah satu
bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat sangat erat kaitanya
dengan kesehatan ibu nifas termasuk pada Ibu pasca Sekcio sesaria , terlebih pada
kondisi operasi secsio yang dipandang secara budaya sebagai kondisi psikososiall
yang selanjutnya akan mempengaruhi kesehatan ibu dan bayinya. . Nilai budaya
dan praktik budaya akan berpengaruh terhadap kesehatan ibu.
B. Tujuan Keperawatan Transcultural
Tujuan penggunaan keperawatan transkultural adalah untuk mengembangkan
sains dan pohon keilmuan yang humanis sehingga tercipta pratik keperawatan
pada kultur yang spesifik dan universal Kultur yang spesifik adalah kultur dengan
nilai-nilai norma spesifik yang tidak dimiliki oleh kelompok lain, seperti bahasa.
Sedangkan kultur yang universal adalah nilai atau norma yang diyakini dan
dilakukan hampir oleh semua kultur seperti budaya berolahraga membuat badan
sehat, bugar; budaya minum teh dapat membuat tubuh sehat (Leininger, 1978).
C. Paradigma Keperawatan Transcultural
Cara pandang, persepsi, keyakinan, nilai-nilai dan konsep dalam pelaksanaan
asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya terhadap 4 konsep
sentral, yaitu manusia, keperawatan, kesehatan, dan lingkungan (Leininger, 1978).
D. Konsep dalam Transcultural Nursing
Menurut Kazier Barabara ( 1983 ) dalam bukuya yang berjudul Fundamentals of
Nursing Concept and Procedures mengatakan bahwa konsep keperawatan adalah
tindakan perawatan yang merupakan konfigurasi dari ilmu kesehatan dan seni
merawat yang meliputi pengetahuan ilmu humanistic , philosopi perawatan,
praktik klinis keperawatan , komunikasi dan ilmu sosial . Konsep ini ingin
memberikan penegasan bahwa sifat seorang manusia yang menjadi target
pelayanan dalam perawatan adalah bersifat bio – psycho – social – spiritual . Oleh
karenanya, tindakan perawatan harus didasarkan pada tindakan yang
komperhensif sekaligus holistik.
1. Kultur/Budaya adalah norma atau aturan tindakan dari anggota kelompok
yang dipelajari, dan dibagi serta memberi petunjuk dalam berfikir,
bertindak dan mengambil keputusan.
2. Nilai budaya adalah keinginan individu atau tindakan yang lebih diinginkan
atau sesuatu tindakan yang dipertahankan pada suatu waktu tertentu dan
melandasi tindakan dan keputusan.
3. Perbedaan budaya dalam asuhan keperawatan merupakan bentuk yang
optimal dari pemberian asuhan keperawatan, mengacu pada kemungkinan
variasi pendekatan keperawatan yang dibutuhkan untuk memberikan asuhan
budaya yang menghargai nilai budaya individu, kepercayaan dan tindakan
termasuk kepekaan terhadap lingkungan dari individu yang datang dan
individu yang mungkin kembali lagi (Leininger, 1985).
4. Etnosentris adalah persepsi yang dimiliki oleh individu yang
menganggapbahwa budayanya adalah yang terbaik diantara budaya-budaya
yang dimiliki oleh orang lain.
5. Etnis berkaitan dengan manusia dari ras tertentu atau kelompok budaya
yangdigolongkan menurut ciri-ciri dan kebiasaan yang lazim.
6. Ras adalah perbedaan macam-macam manusia didasarkan pada
mendiskreditkan asal muasal manusia
7. Etnografi adalah ilmu yang mempelajari budaya. Pendekatan
metodologipada penelitian etnografi memungkinkan perawat untuk
mengembangkankesadaran yang tinggi pada perbedaan budaya setiap
individu, menjelaskandasar observasi untuk mempelajari lingkungan dan
orang-orang, dan salingmemberikan timbal balik diantara keduanya.
8. Care adalah fenomena yang berhubungan dengan bimbingan, bantuan,
dukungan perilaku pada individu, keluarga, kelompok dengan adanya
kejadianuntuk memenuhi kebutuhan baik aktual maupun potensial untuk
meningkatkankondisi dan kualitas kehidupan manusia.
9. Caring adalah tindakan langsung yang diarahkan untuk membimbing,
mendukung dan mengarahkan individu, serta keluarga.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti, kebiasaan
mengkonsumsi pil PCC pada kelompok pengguna aktif dan kelompok pengguana
tidak aktif merupakan suatu budaya. Dikatakan sebagai budaya dikarenakan
budaya merupakan pengetahuan, sikap serta kebiasaan yang merupakan pola
hidup yang dimiliki oleh individu atau komunitas. Selain itu menurut responden
kebiasaan mengkonsumsi pil PCC awalnya jarang namun menjadi keseringan.
Pendektan yang dilakukan peneliti adalah dengan pendekatan negosiasi budaya,
yang dilakukan untuk membantu responden beradaptasi terhadap budaya tertentu
yang lebih menguntungkan kesehatan. Peneliti membantu responden agar dapat
memilih budaya lain yang lebih mendukung peningkatan kesehatan.
Sehingga responden mampu beradaptasi dengan perbedaan nilai budaya
dan kepercayaan. Adapun pendekatan negosiasi budaya yang dilakukan peneliti,
yaitu memberikan informasi terlebih dahulu tentang dampak negatif
penyalahgunaan pil PCC terhadap kesehatan, apabila responden telah paham
tentang dampak negatif penyalahgunaan pil PCC, peneliti kemudian peneliti
memberikan pilihan yang akan ditentukan sendiri oleh responden apakah
responden akan tetap mempertahankan budaya mengkonsumsi pil PCC yang akan
merugikan kesehatan responden ataukah merubah budaya tersebut untuk
meningkatkan status kesehatan.
E. Model Sunrise atau model konseptual

Trori ini berorientasi pada sistem yaitu pembentukan sistem pelayanan kesehatan
dengan berbasis budaya individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. Dalam
teori ini pelayanan keperawatan kepada klien perlu memperhatikan nilai-nilai
budaya dan konteks sehat sakit. Menurut leininger dalam Nursalam (2013) setiap
orang dari masing-masing budaya mengetahui dan dapat mendefinisikan cara cara
sesuai pengalamn dan persepsi masyarakat terhadap dunia kepearawatan dan
dapat menghubungkan terhadap keyakinan sehat secara umum dan pratiknya.
F. Pengkajian dalam keperawatan transkultural
Beberapa komponen yang dapat mempengaruhi perilaku kesehatan dalam
pendekatan sunrise model (Melo, 2013)
1. Faktor teknologi
Fator tersebut dapat berupa akses pada teknologi informasi, akses
dalam komunikasi, akses pada media dan pers, akses pada alat elektronik.
dilingungan, akses pada pelayanan kesehatan.
Berdasarkan hasil penelitian dari Melo (2011) yang menjelaskan bahwa
faktor teknologi dalam keperawatan transkutural berguna bagi masyarakat
dalam mengaskses infromasi, akses komunikasi dan akses terhadap
pelayanan kesehatan dalam menyelesaikan masalah kesehatan.
2. Faktor keyakinan dan filosofi
Faktor tersebut daoat berupa pratik religius, konsultasi pada terapis
tradisional, arti hidup, kekuata individu, kepercayaan , spiritualitas dan
kesehatan. Metode ini yang di anut oleh individu lansia dapat berdampak
positif atau negatif terhadap status kesehatan
Berdasarkan hasl penelitian Nevia Ratri indrianti (2018) mengatakan
penelitian ini pada faktor keyakinan dan filosofi dapat diukut melalui
indivual strength dan beliefs dalam melakukan kerokan. Terdapat 45
resoinden pada hasil penlitian yang memiiki nilai lemah terhadap faktor
ini, sebagian besar responden tersebut meyakini bahwa dengan melakukan
kerokan dapat mengeluarkan angin dari dalam tubuh padahal pernyataan
tersebut tidak benar. Angin hanya bisa dikeluarkan melalui sistem
pernafasan bukan melalui pori pori kulit yang membuka setelah dikeroki
(Triratnawati, 2011).
3. Faktor sosial dan keterikatan keluarga
faktor ini berupa struktur keluarga, kerukunan dalam keluarga, nilai
keluarga, peran keluarga, status sosial, penyakit keluarga. Berdasarkan
hasil penelitian Sari and Prastianty (2017) bahwa faktor sosial dan
keterikatan keluarga sangat bermakna bagi suku Melayu Jambi karena
dapat berperan dalam menjaga kesehatan keluarga, berperan membawa
keluarga ke pelayanan kesehatan, serta peran anggota keluarga dalam
menjaga kesehatan dalam kondisi sakit sangat berpengaruh pada
pengambilan keputusan di dalam keluarga yang berhubungan dengan
perilaku sehat dan sakit.
4. Nilai-nilai budaya dan gaya hidup
Perumusan sesuatu dan ditetapkan oleh penganut budaya yang
dianggap baik dn buruk. Norma norma budaya adalah sesuatu kaidah yang
mempunyai sifat penerapam terbatas pada penganut budaya terikat. Hal ini
yang dikaji oada faktir ini adalah posisi dan jabatan yang dipegang oleh
kepala keluarga, bahasa yang digunakan, persepsi sakit betkaitan dengan
aktivitas sehari-hari dan kebiasaan membersihkan diri serta keputusan
dalam pengobatan.
Bersarkan hasil penelitian Nevia Ratri indrianti (2018) lebih dari
setengah responden tidak bertentangan dengan nilai budaya dan gaya
hidup terkait kerokan, yaitu dengan jumlah 46 responden. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara faktor nilai budaya dan
gaya hidup dengan pemanfaatan kerokan pada lansia. Hal ini sejalan
dengan hasil penelitian Sari and Prastianty (2017) yang menjelaskan
bahwa faktor nilai budaya dan gaya hidup sangat bermakna bagi suku
Melayu Jambi karena hal tersebut menyangkut nilai keyakinan atau
kepercayaan yang diterapkan oleh budaya suku Melayu di dalam keluarga
dan di masyarakat.
5. Faktor kebijakan yang berlaku
Segala sesuatu yang mempengaruhi kegiatan individu dalam
asuhan keperawatan lintas budaya. Berdasarkan hasil penelitian Nevia
Ratri indirianti (2018) Hasil penelian tianmenunjukkan hasil bahwa
terdapat hubungan antara faktor kebijakan yang berlaku dengan
pemanfaatan kerokan pada lansia. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
Sari dan Prastianty (2017) yang menjelaskan bahwa faktor kebijakan yang
berlaku sangat bermakna bagi suku Melayu Jambi dan menjadi pedoman
pada kegiatan individu yang akan dilakukan. Faktor kebijakan dan
peraturan yang berlaku pada teori keperawatan transkultural,adalah
sesuatu yang mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan keperawatan
lintas budaya (Leininger dalam Andrew and Boyle, 2003).
6. Faktor ekonomi
Usaha manusia yntuk memenuhi kebutihan material dari sumber
yang terbatas. Yang dikaji pemasukan dalam keluarga, sumber
penghasilan lain, asuransi kesehatan, dampak penghaslan terhadap
kesehatan.
Berdasarkan Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian
Purnamaningrum (2010) yang menjelaskan bahwa pendapatan tidak
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku mengobati baik
menggunakan metode pengobatan tradisional maupun modern atau
konvensional. Penelitian yang dilakukan oleh Sudibyo Supardi dan
Sarjaini (2003) tingkat ekonomi penduduk Indonesia tidak berhubungan
bermakna dengan penggunaan obat tradisional dan penduduk yang
berlokasi di desa 1,36 kali lebih banyak daripada penduduk di kota.
Pendapatan keluarga dapat menentukan status kesehatan keluarga.
Pendapatan keluarga yang baik dapat berpengaruh dalam menjaga
kebersihan dan penanganan selanjutnya berdasarkan kemampuan
pendapatan keluarga. Sedangkan bagi keluarga berekonomi rendah hanya
dapaat memenuhi kebutuhan berupa fasilitas kesehatan sesuai kemampuan
mereka (Depkes,2006). Menurut Leininger (2002) seseorang akan
memanfaatkan sumber-sumber material yang dimiliki guna membiayai
sakitnya agar segera sembuh.
7. Faktor pendidikan
Menurut Notoatmodji (2005) beberapa faktor yang mempengaruho
pengetahuan seseorang antara lain pendidikan baik formal maupun non
formal, media massa, tradisi dan budaya, lingkungan, pengalaman dari
oarng tersebut. Berdasarkan hasil penelitian Sari and Prastianty (2017)
yang menyebutkan bahwa faktor pendidikan sangat bermakna bagi suku
Melayu Jambi dengan pendidikan atau pengetahuan akan berbagai
pengalaman dalam mengatasi suatu masalah kesehatan. Leininger (2002)
mengemukakan bahwa suatu perilaku kesehatan dibentuk oleh berbagai
faktor yang bekerja bersama-sama. Semakin tinggi pendidikan individu
maka keyakinan individu dapat didukung oleh bukti-bukti ilmiah yang
rasional dan dapat beradaptasi terhadap budaya yang sesuai dengan
kondisi kesehatannya. Menurut Mahyudin dalam Andini (2017)semakin
tinggi pendidikan individu diharapkan dapat melaksanakan sesuatu yang
sifatnya penting untuk dirinya sendiri maupun individu di lingkungan
sekitarnya.
DAFTAR PUSTAKA
XAtik Hadikah, & setyowati (2015). Kemampuan Merawat Pada Ibu Pasca secsio
Sesarea Dan Hubunganya Dengan Nilai Budaya. Jurnal (1-7)
Sri Rejeki (2015). Herbal Dan Kesehatan reproduksi perempuan,
Parawansyah, M.Ikhsan Dkk (2017). Pengaruh Pendekatan Transkultural
Nursing Terhadap Prilaku Pengguna Pil Paracetamol, Cafein Dan
Carisoprodol Di Kota Kendari (1-7)
Dina Andriani (2015) Faktor Transkultural Persepsi Kesehatan Ibu Dengan
Balita ISPA. Jurnal Ilmu keperawatan 3:1(1-16)
Dida Ibrahim (2018). Apropriasi Transkultural pada Konfigurasi Karakter3(2):
1-12,
Depkes, R. (2002) Kebijakan dan strategi pengembangan sistem informasi
kesehatan nasional. Jakarta.
Leininger, M. M. (1978). Transcultural nursing: Theories, research, and practice
(3nd ed.). New York: McGraw-Hill.
Kozier, Barbara. E.R.B, Glenora. Fundamentals of Nursing. 1983. Addison
Wesley Publishing Company, Inc
Atik Triratnawati (2011) ‘Masuk angin dalam konteks kosmologi jawa’, staf
pengajar antropologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta, 23(3)
Melo, L. P. (2011) ‘The Sunrise model: a contribution to the teaching of nursing
consultation in collective health.’, American Journal Of Nursing Research.
Notoatmodjo (2005) Promosi Kesehatan: Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT Rineka
Cipta.
Sudibyo supardi, Sarjaini, A. M. (2003) ‘Beberapa Faktor Yang Berhubungan
Dengan Penggunaan Obat Tradisional Dalam Pengobatan Sendiri Di
Indonesia
Andini, S. A. (2017) ‘Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku
Orangtua Tentang Open Defecation Pada Anak Usia Sekolah Berdasarkan
Teori Transkultural Nursing’
Leininger M (2002) ‘Culture Care Theory : A Major Contribution to Advance
Transcultural Nursing Knowledge and Practies’, Journal Transculture
Nursing,
Sari, M. T. and Prastianty, S. (2017) ‘Sick Health Behaviors Of The Jambi
Malay Tribe Based’, Jurnal Ilmiah Batanghari, Universitas Jambi, 17(3),
Purnamaningrum (2010) Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku
Masyarakat untuk Mendapatkan Pelayanan kesehatan Mata, Skripsi.
Nevia Nevia Ratri Indirianti (2018) Analisis Faktor Pemanfaatan Kerokan Pada
Lansia Berbasis Keperawatan Transkultural Di Posyandu Lansia Sukmajaya
Kelurahan Kertajaya Surabaya, skirpsi

Anda mungkin juga menyukai