Anda di halaman 1dari 25

Latar Belakang

Demensia merupakan jenis penyakit tidak menular, tetapi mempunyai dampak yang membahayakan
bagi fungsi kognitif lansia. Demensia adalah keadaan ketika seseorang mengalami penurunan daya
ingat dan daya pikir lain yang secara nyata mengganggu aktivitas kehidupan sehari-hari (Nugroho,
2014). Kriteria demensia yaitu kehilangan kemampuan intelektual, termasuk daya ingat yang cukup
berat, sehingga dapat mengganggu fungsi sosial dan pekerjaan (Santoso&Ismail, 2013).

Demensia adalah suatu sindroma penurunan kemampuan intelektual progresif yang menyebabkan
deteriorasi kognisi dan fungsional, sehingga mengakibatkan gangguan fungsi sosial, pekerjaan dan
aktivitas sehari-hari. Demensia bukanlah suatu penyakit yang spesifik. Demensia merupakan istilah
yang digunakan untuk mendeskripsikan kumpulan gejala yang bisa disebabkan oleh berbagai
kelainan yang mempengaruhi otak.

Seorang penderita demensia memiliki fungsi intelektual yang terganggu dan menyebabkan gangguan
dalam aktivitas sehari-hari baik dari pola aktivitas, pola nutrisi, pola tidur maupun hubungan dengan
orang sekitarnya. Penderita demensia juga kehilangan kemampuan untuk memecahkan masalah,
mengontrol emosi, dan bahkan bisa mengalami perubahan kepribadian dan masalah tingkah laku
seperti mudah marah dan berhalusinasi. Seseorang didiagnosa demensia bila dua atau lebih fungsi
otak, 2 seperti ingatan dan keterampilan berbahasa menurun secara signifikan tanpa disertai
penurunan kesadaran (Turana, 2015).

Menurut Alzheimer’s Disease International (2015), demensia merupakan suatu sindroma penurunan
kemampuan intelektual progresif yang menyebabkan deteriorasi kognitif dan fungsional, sehingga
mengakibatkan gangguan fungsi sosial, pekerjaan dan aktivitas sehari-hari. Demensia sendiri dapat
memunculkan gejala-gejala neuropsikiatrik sehingga dapat menyebabkan penderita kesulitan untuk
mengatur pola tidur, sehingga penderita mengalami gangguan pola tidurnya. Lebih dari 80%
penduduk usia lanjut menderita penyakit fisik yang mengganggu fungsi mandirinya. Sejumlah 30%
klien yang menderita sakit fisik tersebut menderita kondisi komorbid psikiatrik, terutama depresi
dan anxietas maupun demensia. Sebagian besar usia lanjut yang menderita penyakit fisik dan
gangguan mental tersebut menderita gangguan tidur. Terdapat 46,8 juta orang dinyatakan terkena
demensia di dunia (World Alzheimekanr Report, 2015). Sedangkan di Asia terdapat 22,9 juta
penderita demensia dan di Indonesia pada tahun 2015 lansia yang menderita demensia diperkirakan
sebesar 1,2 juta jiwa, dan masuk dalam sepuluh Negara dengan demensia tertinggi di dunia dan di
Asia Tenggara 2015 dan usia diatas 60 tahun merupakan usia yang rentan terkena demensia
Menurut Alzheimer’s Disease International (2015).

Data yang didapatkan dari dinas kesehatan didapatkan bahwa penderita demensia di Malang
sebesar 2800 lansia terkena demensia (Dinkes provinsi jawa timur, 2014). Data lansia yang berada di
Griya Asih Lawang pada tahun 2017 sebanyak 22 lansia dan terdapat yang mengalami tanda dan
gejala demensia. 3 Ada beberapa dampak jika fungsi kognitif pada lansia demensia tidak diperbaiki.
Dampak tersebut yaitu menyebabkan hilangnya kemampuan lansia untuk mengatasi kehidupan
sehari-hari seperti, toileting, mandi, makan, dan gangguan pola tidur (Hutapea, 2014). Demensia
juga berdampak pada pengiriman dan penerimaan pesan atau disebut kerusakan memori, risiko
jatuh, defisit perawatan diri, gangguan pola tidur. Tetapi peneliti lebih tertarik kegangguan pola tidur
karena jika tidak teratasi dapat menyebabkan berbagai gejala salah satunya terdapat kantung mata,
tidak konsen dalam bekerja. Dampak pada penerimaan pesan, antara lain: lansia mudah lupa
terhadap pesan yang baru saja diterimanya; kurang mampu membuat koordinasi dan mengaitkan
pesan dengan konteks yang menyertai; salah menangkap pesan; sulit membuat kesimpulan. Dampak
pada pengiriman pesan, antara lain: lansia kurang mampu membuat pesan yang bersifat kompleks;
bingung pada saat mengirim pesan; sering terjadi gangguan bicara; pesan yang disampaikan salah
(Nugroho, 2014). Penelitian lain dari Wreksoatmodjo ( 2013) menyatakan bahwa aktivitas fungsi
kogntif yang buruk akan memperbesar resiko fungsi kogntif yang buruk dan mengganggu pola tidur
dikalangan lansia. Kualitas tidur adalah suatu keadaan tidur yang dijalani seorang individu
menghasilkan kesegaran dan kebugaran saat terbangun. Kualitas tidur mencakup aspek kuantitatif
dari tidur, seperti durasi tidur, latensi tidur serta aspek subjektif dari tidur. Hal ini berhubungan
dengan proses degeneratif sistem dan fungsi dari organ tubuh seperti gangguan kognitif pada lansia
seperti penyakit demensia pada lansia atau sering dikenal oleh orang awam sebagai penyakit pikun.
Gangguan tidur yang disertai gangguan kognitif salah satunya disorientasi waktu 4 menyebabkan
penderitaan secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.
Gangguan pola tidur yang sering terjadi pada usia lanjut pada dasarnya sulit untuk mempertahankan
tidur dan jika terbangun di malam hari, sulit untuk tidur kembali. Gangguan pola tidur pada
kelompok usia lanjut cukup tinggi. Pada usia 65 tahun, mereka yang tinggal di rumah setengahnya
diperkirakan mengalami gangguan tidur dan dua pertiga dari mereka yang tinggal di tempat
perawatan usia lanjut juga megnalami gangguan pola tidur. Pada usia lanjut tersebut tentunya ingin
tidur enak dan nyaman setiap hari, yang merupakan indikator kebahagiaan dan derajat kualitas
hidup. Sedangkan insomnia dan gangguan tidur yang lain dapat dianggap sebagai bentuk paling
ringan dari gangguan mental (Prayitno, 2013).

Gangguan tidur juga dikenal sebagai penyebab morbiditas yang signifikan. Ada beberapa dampak
serius gangguan tidur pada lansia misalnya mengantuk berlebihan di siang hari, gangguan atensi dan
memori. Gangguan pola tidur yang terjadi pada lansia dengan gangguan kognitif adalah karena
adanya disorientasi lingkungan, waktu, maupun tempat sehingga lansia kebingungan untuk
mengatur pola tidurnya, maupun mengatur jadwal tidurnya sehingga kwalitas tidurnya pun
terganggua juga inilah yang dinamakan gangguan pola tidur pada lansia dengan gangguan kognitif.
Sulitnya kemampuan tidur lansia disebabkan karena perlahan-lahan matinya neuron yang terkait
mengatur pola tidur yang bernama nukleus preoptic ventrolateral seiring usia bertambah. Upaya
yang dapat dilakukan oleh tenaga keperawatan untuk mencegah penurunan fungsi kognitif pada
lansia demensia yaitu dengan terapi kolaboratif farmakologis dan terapi non farmakologis. Disini
peran perawat sendiri adalah 5 memberikan asuhan keperawatan pada lansia seperti melakukan
intervensi yang sesuai dengan keluhan yang dialami lansia sehingga keluhan lansia dapat teratasi
sehingga kemampuan kognitif maupun motorik dapat meningkat. Perawat juga dituntut untuk
membantu dalam pemenuhan sehari-hari lansia sehingga diharapkan kualitas hidup lansia dapat
meningkat dan para lansia bisa hidup produktif diusia senja mereka. Disini perawat juga memberi
dukungan dalam kehidupan lansia dan mempersiapkan mereka untuk menghadapi kematian mereka
(Suwandari, 2014).

Rumusan Masalah

Bagaimana proses asuhan keperawatan pada klien demensia dengan gangguan pola tidur

Tujuan

Tujuan Umum

Mengetahui tentang asuhan keperawatan pada klien demensia dengan gangguan pola tidur di Lansia
Tujuan Khusus
1. Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada klien demensia dengan gangguan pola tidur.

2. Mampu melakukan diagnosa keperawatan pada klien demensia dengan gangguan pola tidur

3. Mampu melakukan intervensi keperawatan pada klien demensia dengan gangguan pola tidur

4. Mampu melakukan implementasi keperawatan pada klien demensia dengan gangguan pola tidur
5. Mampu melakukan evaluasi keperawatan pada klien demensia dengan gangguan pola tidur

Manfaat Penulisan

Manfaat Teoritis Meningkatkan pengetahuan dan wawasan pada klien demensia dengan gangguan
pola tidur

Manfaat Praktis Dapat mengaplikasikan asuhan keperawatan pada klien demensia dengan gangguan
pola tidur.

1) Bagi Peneliti Untuk meningkatkan pengalaman, wawasan, dan pengetahuan Mahasiswa dalam
memberikan asuhan keperawatan pada klien demensia dengan gangguan pola tidur.

2) Bagi Institusi Pendidikan Dapat memberikan masukan kepada sistem pendidikan dan sebagai
tambahan referensi materi perkuliahan tentang yang terkait dengan demensia, sehingga mahasiswa
dapat mengerti terhadap gambaran dan Informasinya.

3) Bagi Perawat Asuhan keperawatan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ide dan
informasi dibidang keperawatan gerontik tentang asuhan keperawatan pada klien demensia dengan
gangguan pola tidur.

4) Bagi Instansi Pelayanan Kesehatan Memberikan masukan kepada panti jompo terkait dalam
memberikan asuhan keperawatan pada klien demensia dengan gangguan pola tidur.

5) Bagi Masyarakat Dapat menambah pengetahuan, wawasan dan panduan bagi masyarakat
mengenai penyakit Demensia dan cara perawatanya.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Konsep Lansia

Definisi Proses menua merupakan proses yang terus-menerus secara alami. Menua bukanlah suatu
proses berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam maupun luar
tubuh. Memang harus diakui bahwa ada berbagai penyakit yang sering menghinggapi kaum lanjut
usia. Lanjut usia akan selalu bergandengan dengan perubahan fisiologi maupun psikologi (Nugroho,
2013). Dalam buku keperawatan gerontik dan geriatric, Wahyudi Nugroho (2013) mengatakan
bahwa menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri/mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga
tidak dapat bertahan dari jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang di derita.
Pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa manusia secara perlahan mengalami kemunduran
struktur dan fungsi organ. Kondisi ini jelas menunjukkan bahwa proses menua itu merupakan
kombinasi dari bermacammacam factor yang saling berkaitan yang dapat mempengaruhi
kemandirian dan kesehatan lanjut usia, termasuk kehidupan seksualnya. Menua adalah suatu
keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang
hidup yang hanya di mulai dari satu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan.
Menua merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya, 9
yaitu anak, dewasa, dan tua. Tiga tahap ini berbeda, baik secara biologis, maupun psikologis.
Memasuki usia tua berarti mengalami kemunduran, misalnya kemunduran fisik yang ditandai
dengan kulit mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong, pendengaran kurang jelas,
penglihatan semakin memburuk, gerakan-gerakan lambat, dan postur tubuh yang tidak proforsional
(Iknatius, 2013).

Klasifikasi Lanjut usia Menurut Word Healty Organisation (WHO) dalam (Anggreini 2015), usia lanjut
meliputi:

1) Usia pertengahan (middle age), ialah kelompok usia 45-59 tahun.

2) Lanjut usia (elderly) antara 60-74 tahun.

3) Lanjut usia tua (old) antara 75-90 tahun.

4) Lanjut usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.

Perubaha Pada Lansia Proses menua menyebabkan terjadinya perubahan secara fisik dan psikososial
pada lansia.

1) Perubahan Fisik Perubahan fisik yang terjadi antara lain penurunan sistem muskuloskeletal, sistem
persarafan, gangguan pendengaran danpenglihatan, sistem reproduksi. Penurunan kemampuan
pada sistem muskuloskeletal akibat digunakan secara terus-menerus menyebabkan sel tubuh lelah
terpakai dan regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal,
seperti penurunan aliran darah ke otot, atropi dan penurunan massa otot, gangguan sendi, tulang
kehilangan densitasnya, 10 penurunan kekuatan dan stabilitas tulang, kekakuan jaringan
penghubung yang menyebabkan hambatan dalam aktivitas seperti gangguan gaya berjalan (Santoso
& Rohmah 2011).

2) Perubahan Psikososial Perubahan psikososial dapat terjadi akibat adanya penyakit kronis,
gangguan panca indra seperti kebutaan dan ketulian, dan gangguan gerak sehingga intensitas
hubungan lansia dengan lingkungan sosialnya berkurang karena lansia lebih banyak berada di
rumah. Bahkan dapat timbul kesepian akibat pengasingan dari lingkungan sosialnya ini(Nugroho,
2014).

3) Penurunan Fungsi Kognitif Perubahan tidak hanya terjadi pada fisik dan psikososial, tetapi juga
pada kognitif, karena fungsi kognitif dipengaruhi oleh adanya perubahan pada struktur dan fungsi
organ otak, penurunan fungsi sistem muskuloskeletal, dan sistem reproduksi. Atropi yang terjadi
pada otak akibat penuaan menyebabkan penurunan hubungan antarsaraf, mengecilnya saraf panca
indra sehingga waktu respon dan waktu bereaksi melambat, defisit memori, gangguan pendengaran,
penglihatan, penciuman, dan perabaan. Menurunya daya pendengaran pada telinga dalam,
terutama terhadap nada tinggi, suara tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi pada orang di
atas umur 65 tahun (Nugroho, 2014).

Konsep Demensia

Definisi Definisi demensia menurut WHO adalah sindrom neurodegeneratif yang timbul karena
adanya kelainan yang bersifat kronis dan progesifitas disertai 11 dengan gangguan fungsi luhur
multiple seperti kalkulasi, kapasitas belajar, bahasa, dan mengambil keputusan. Kesadaran pada
demensia tidak terganggu. Gangguan fungsi kognitif biasanya disertai dengan perburukan kontrol
emosi, perilaku, dan motivasi. (WHO, 2014). Demensia adalah penurunan memori yang paling jelas
terjadi pada saat belajar informasi baru, meskipun dalam. Pada kasus yang lebih parah memori
tentang informasi yang pernah dipelajari juga mengalami penurun. Penurunan terjadi pada materi
verbal dan non verbal. Penurunan ini juga harus didapatkan secara objektif dengan mendapatkan
informasi dari orang – orang yang sering bersamanya, atau pun dari tes neuropsikologi atau
pengukuran status kognitif. (International Classification of Diseases 10 ( ICD 10 ), 2013). Demensia
adalah sindroma klinis yang meliputi hilangnya fungsi intelektual dan memori yang sedemikian berat
sehingga menyebabkan disfungsi hidup sehari – hari. Demensia merupakan keadaan ketika
seseorang mengalami penurunan daya ingat dan daya pikir lain yang secara nyata mengganggu
aktivitas kehidupan sehari – hari. (Nugroho, 2015). Jadi, demensia sendiri merupakan penurunan
fungsi kognitif seseorang yang dapat menyebabkan penurunan daya ingat sehingga dapat
mengganggu aktivitas sehari-hari, sosial, emosional.

Klasifikasi

1. Menurut Kerusakan Struktur Otak

a. Tipe Alzheimer Alzheimer adalah kondisi dimana sel saraf pada otak mengalami kematian
sehingga membuat signal dari otak tidak 12 dapat di transmisikan sebagaimana mestinya (Grayson,
C. 2013). Penderita Alzheimer mengalami gangguan memori, kemampuan membuat keputusan dan
juga penurunan proses berpikir. Sekitar 50-60% penderita demensia disebabkan karena penyakit
Alzheimer. Demensia ini ditandai dengan gejala : 1) Penurunan fungsi kognitif 2) Daya ingat
terganggu, ditemkanya adanya : afasia, apraksia, agnosia, gangguan fungsi eksekutif 3) Tidak mampu
mempelajari / mengingat informasi baru 4) Perubahan kepribadian (depresi, obsestive, kecurigaan)
5) Kehilangan inisiatif. Penyakit Alzheimer dibagi menjadi 3 stadium berdasarkan beratnya
deteorisasi intelektual : a) Stadium I (amnesia) 1. Berlangsung 2-4 tahun 2. Amnesia menonjol 3.
Perubahan emosi ringan 4. Memori jangka panjang baik 5. Keluarga biasanya tidak terganggu b)
Stadium II (bingung) 1. Berlangsung 2-10 tahun 2. Episode psikotik 3. Agresif 13 4. Salah mengenali
keluarga c) Stadium III (akhir) 1. Setelah 6-12 tahun 2. Memori dan intelektual lebih terganggu 3.
Membisu dan gangguan berjalan 4. Inkontinensia urin
b. Demensia Vascular Demensia tipe vascular disebabkan oleh gangguan sirkulasi darah di otak dan
setiap penyebab atau faktor resiko stroke dapat berakibat terjadinya demensia. Depresi bisa
disebabkan karena lesi tertentu di otak akibat gangguan sirkulasi darah otak, sehingga depresi dapat
diduga sebagai demensia vaskular. Tanda-tanda neurologis fokal seperti : 1. Peningkatan reflek
tendon dalam 2. Kelainan gaya berjalan 3. Kelemahan anggota gerak.

c. Penyakit Lewy body (Lewy body disease) Penyakit Lewy body (Lewy body disease) ditandai oleh
adanya Lewy body di dalam otak. Lewy body adalah gumpalan gumpalan protein alpha-synuclein
yang abnormal yang berkembang di dalam sel-sel syaraf. Abnormalitas ini terdapat di tempat-
tempat tertentu di otak, yang menyebabkan perubahan-perubahan dalam bergerak, berpikir dan
berkelakuan. Orang yang menderita penyakit Lewy body dapat merasakan sangat naik-turunnya
perhatian dan 14 pemikiran. Mereka dapat berlaku hampir normal dan kemudian menjadi sangat
kebingungan dalam waktu yang pendek saja. Halusinasi visual (melihat hal-hal yang tidak ada) juga
merupakan gejala yang umum.

d. Demensia Frontotemporal (Frontotemporal dementia) Demensia front temporal (Frontotemporal


dementia) menyangkut kerusakan yang berangsur-angsur pada bagian depan (frontal) dan/atau
temporal dari lobus (cuping) otak. Gejalagejalanya sering muncul ketika orang berusia 50-an, 60-an
dan kadang-kadang lebih awal dari itu. Ada dua penampakan utama dari demensia front temporal–
frontal (menyangkut gejala-gejala dalam kelakuan dan perubahan kepribadian) dan temporal
(menyangkut gangguan pada kemampuan berbahasa).

2. Menurut usia

a. Demensia senilis (usia > 65 tahun) Demensia Senilis merupakan demensia yang muncul setelah
umur 65 tahun. Biasanya terjadi akibat perubahan dan degenerasi jaringan otak yang diikuti dengan
adanya gambaran deteriorasi mental.

b. Demensia prasenilis (usia < 65 tahun) Demensia Pre Senilis merupakan demensia yang dapat
terjadi pada golongan umur lebih muda (onset dini) yaitu umur 40-59 tahun dan dapat disebabkan
oleh berbagai kondisi medis yang dapat mempengaruhi fungsi jaringan otak (penyakit 15 degeneratif
pada sistem saraf pusat, penyebab intra kranial, penyebab vaskular, gangguan metabolik dan
endokrin, gangguan nutrisi, penyebab trauma, infeksi dan kondisi lain yang berhubungan, penyebab
toksik (keracunan)). Klasifikasi lain yang berdasarkan korelasi gejala klinik dengan
patologianatomisnya : a. Anterior : Frontal premotor cortex Perubahan behavior, kehilangan kontrol,
anti sosial, reaksi lambat. b. Posterior: lobus parietal dan temporal Gangguan kognitif: memori dan
bahasa, akan tetapi behaviour relatif baik. c. Subkortikal: apatis, forgetful, lamban, adanya gangguan
gerak. d. Kortikal: gangguan fungsi luhur; afasia, agnosia, apraksia. Kriteria derajat demensia : a.
Ringan : Walaupun terdapat gangguan berat daya kerja dan aktivitas sosial, kapasitas untuk hidup
mandiri tetap dengan higiene personal cukup dan penilaian umum yang baik. b. Sedang :Hidup
mandiri berbahaya diperlukan berbagai tingkat suportivitas. c. Berat :Aktivitas kehidupan sehari-hari
terganggu sehingga tidak berkesinambungan, inkoheren. Demensia dibagai menjadi beberapa
tingkat keparahan yang dapat dinilai dinilai sebagai berikut: 16 1. Mild Tingkat kehilangan memori
yang cukup mengganggu aktivitas sehari-hari, meskipun tidak begitu parah, tapi tidak dapat hidup
mandiri.Fungsi utama yang terkena adalah sulit untuk mempelajari hal baru.Penurunan kemampuan
kognitif menyebabkan penurunan kinerja dalam kehidupan sehari-hari, tetapi tidak pada tingkat
ketergantungan individu tersebut pada orang lain. Tidak dapat melakukan tugas sehari-hari yang
lebih rumit atau kegiatan rekreasi. 2. Moderat Derajat kehilangan memori merupakan hambatan
serius untuk hidup mandiri.Hanya hal – hal yang sangat penting yang masih dapat diingat.Informasi
baru disimpan hanya sesekali dan sangat singkat. Individu tidak dapat mengingat informasi dasar
tentang di mana dia tinggal, apa telah dilakukan belakangan ini, atau nama-nama orang yang akrab.,
penurunan kemampuan kognitif membuat individu tidak dapat melakukan aktivitasnya tanpa
bantuan orang lain dalam kehidupan sehari-hari, termasuk belanja dan penanganan kebutuhan
sehari - hari. Dalam rumah, hanya tugas – tugas sederhana yang dipertahankan.Kegiatan semakin
terbatas dan keadaan buruk dipertahankan. 3. Severe Derajat kehilangan memori ditandai oleh
ketidakmampuan lengkap untuk menyimpan informasi baru.Hanya beberapa informasi yang
dipelajari sebelumnya yang menetetap.Individu tersebut gagal 17 untuk mengenali bahkan kerabat
dekatnya.Penurunan kemampuan kognitif lain ditandai dengan penurunan penilaian dan berpikir,
seperti perencanaan dan pengorganisasian, dan dalam pengolahan informasi secara umum. Tingkat
keparahan penurunan, harus dinilai sebagai berikut., penurunan ini ditandai dengan ada atau tidak
adanya pemikiran yang dapat dimenerti.Hal – hal tersebut tadi ada minimal 6 bulan baru dapat
dikatakan demensia.

Etiologi

1. Penyakit alzaimer Penyebab utama dari penyakit demensia adalah penyakit alzaimer, yang
penyebabnya sendiri belum diketahui secara pasti. Penyakit Alzaimer disebabkan karena adanya
kelainan faktor genetik atau adanya kelainan gen tertentu. Bagian otak mengalami kemunduran
sehingga terjadi kerusakan sel dan berkurangnya respon terhadap bahan kimia yang menyalurkan
sinyal di dalam otak. Jaringan abnormal ditemukan di dalam otak (disebut plak senilitis dan serabut
saraf yang tidak teratur) dan protein abnormal. (Nugroho, 2014)

2. Serangan stroke yang berturut-turut. Stroke tunggal yang ukurannya kecil dan menyebabkan
kelemahan yang ringan atau kelemahan yang timbul secara perlahan. Stroke kecil ini secara
bertahap menyebabkan kerusakan jaringan otak, daerah otak yang mengalami kerusakan akibat
tersumbatnya aliran darah yang disebut dengan infark. Demensia yang disebabkan 18 oleh stroke
kecil disebut juga demensia multi-infark. Sebagian penderitanya memiliki tekanan darah tinggi atau
kencing manis, yang keduanya menyebabkan kerusakan pembuluh darah di otak. (Nugroho, 2014)

3. Sindroma demensia dengan penyakit yang etiologi dasarnya tidak dikenal kelainan yaitu : terdapat
pada tingkat subseluler atau secara biokimiawi pada sistem enzim, atau pada metabolisme.
(Nugroho, 2014)

4. Sindroma demensia dengan etiologi yang dikenal tetapi belum dapat diobati, penyebab utama
dalam golongan : Penyakit degenerasi spino serebral. (Nugroho, 2014)

5. Sindroma demensia dengan etiologi penyakit yang dapat diobati : gangguan nutrisi, akibat
intoksikasi menahun, penyakit – penyakit metabolisme. (Nugroho, 2014)

6. Neurotransmitter Neurotransmitter yang paling berperan dalam patofisiologi dari demensia


adalah asetikolin dan norepineprin. Keduanya dihipotesis menjadi hipoaktif, beberapa penelitian
melaporkan pada penyakit demensia ditemukanya suatu degenerasi spesifik pada neuron kolinergik
pada nucleus, data lain yang mendukung adanya defisit kolinergik pada demensia adalah ditemukan
konsentrasi asetikolin dan asetikolintransferase menurun (Watson, 2013)

7. Penyakit Jisim lewy (Lewy body diseases) 19 Penyakit Jisim Lewy adalah suatudemensia yang
secara klinis mirip dengan penyakit Alzheimer dan sering ditandai oleh adanya halusinasi, gambaran
Parkinsonisme, dan gejala ekstrapiramidal. Inklusi Jisim Lewy ditemukan di daerah korteks serebri.
Insiden yang sesungguhnya tidak diketahui. Klien dengan penyakit Jisim Lewy ini menunjukkan efek
yang menyimpang (adverse effect) ketika diberi pengobatan dengan antipsikotik (Watson, 2013).
Manifestasi Klinis

Demensia merupakan kondisi yang lama-kelamaan semakin memburuk. Penurunan fungsi dapat
terjadi dalam kurun waktu yang lama sebelum gejala demensia muncul dan ditemukan. Berikut
adalah tanda-tanda demensia:

1. Demensia adalah kondisi yang lama-kelamaan semakin memburuk. Penurunan fungsi dapat
terjadi dalam kurun waktu yang lama sebelum gejala demensia muncul dan ditemukan. Berikut
adalah tanda-tanda demensia: Menurunnya daya ingat yang terus terjadi. Pada penderita demensia,
”lupa” menjadi bagian keseharian yang tidak bisa lepas (Hurley, 2012).

2. Gangguan orientasi waktu dan tempat, misalnya: lupa hari, minggu, bulan, tahun, tempat
penderita demensia berada (Hurley, 2012).

3. Penurunan dan ketidakmampuan menyusun kata menjadi kalimat yang benar, menggunakan kata
yang tidak tepat untuk sebuah kondisi, mangulang kata atau cerita yang sama berkali- kali (Hurley,
2012).

4. Ekspresi yang berlebihan, misalnya menangis yang berlebihan saat melihat sebuah drama televisi,
marah besar pada kesalahan kecil yang di lakukan orang lain, rasa takut dan gugup yang tak
beralasan. Penderita demensia 20 kadang tidak mengerti mengapa perasaan-perasaan tersebut
muncul (Hurley, 2012).

5. Adanya perubahan tingkah laku seperti : acuh tak acuh, menarik diri dan gelisah sampai susah
mengatur pola tidur (Hurley, 2012).

Patofisiologi Demensia

sering terjadi pada usia >65 tahun , gejala yang mucul yaitu perubahan kepribadian dan tingkah laku
sehingga mempengaruhi aktivitas sehari – hari. Lansia penderita demensia tidak memeperlihatkan
gejala yang menonjol pada tahap awal, mereka sebagaimana lansia pada umumnya mengalami
proses penuanaan dan degeneratif. Kejanggalan awal dirasakan oleh penderita itu sendiri, mereka
sulit mengingat dan sering lupa jika meletakkan suatu barang. Mereka sering kali menutup – nutupi
hal tersebut dan meyakinkan bahwa itu adalah hal yang biasa pada usia mereka. Kejanggalan
berikutnya mulai dirasakan oleh orang – orang terdekat yang tinggal bersama mereka, mereka
merasa kawatir terhadap penurunan daya ingat yang semakin menjadi, namun sekali lagi keluarga
merasa bahwa mungkin lansia kelelahan dan perlu banyak istirahat. Mereka belum mencurigai
adanya sebuah masalah besar di balik penurunan daya ingat yang dialami oleh orang tua mereka.
Gejala demensia berikutnya yang muncul biasanya berupa depresi pada lansia. Mereka menjaga
jarak dengan lingkungan dan lebih sensitif. Kondisi seperti ini dapat saja diikuti oleh munculnya
penyakit lain dan biasanya akan memperparah kondisi lansia. Pada saat ini mungkin saja lansia
menjadi sangat ketakutan bahkan sampai berhalusinasi. Disinilah keluarga membawa lansia
penderita demensia ke rumah sakit, dimana demensia bukanlah menjadi hal 21 utama fokus
pemeriksaan. Seringkali demensia luput dari pemeriksaan dan tidak terkaji oleh tim kesehatan. Tidak
semua tenaga kesehatan memiliki kemampuan untuk dapat mengkaji dan mengenali gejala
demensia. WOC Faktor genetik Proses menua Imunologi Trauma Lingkungan Gangguan pada neuron
fibriliar Hilangnya serat – serat koligemik di korteks Atropi otak Penurunan sel neuro koligemik
Degenerasi neuron kelainan neurotransmiter Asetilkoin menurun Penurunan daya ingat Gangguan
kognitif Gangguan memori Gangguan fungsi bahasa Perubahan intelektual Perubahan perilaku
Kehilangan fungsi tonus otot Penurunan kemampuan akativitas Mudah lupa Muncul gejala neuro
psikiatrik Defisit perawatan diri Perubahan persepsi sensori Kesulitan mengatur pola tidur Risiko
jatuh Gangguan pola tidur Kehilangan kemampuan menyelesaikan masalah Perubahan mengawasi
keadaan kompleks dan perpikir abstrak Ketidakefektifan koping Kerusakan memori Pemeriksaan
Penunjang Demensia

1. Pemeriksaan laboratorium rutin Pemeriksaan laboratorium hanya dilakukan begitu diagnosis klinis
demensia ditegakkan untuk membantu pencarian etiologi demensia khususnya pada demensia
reversibel, walaupun 50% penyandang demensia adalah demensia Alzheimer dengan hasil
laboratorium normal, pemeriksaan laboratorium rutin sebaiknya dilakukan. Pemeriksaan
laboratorium yang dilakukan : pemeriksaan darah lengkap, urinalisis, elektrolit serum, kalsium darah,
ureum, fungsi hati, hormon tiroid, kadar asam folat.

2. Imaging Computed Tomography (CT) scan dan MRI (Magnetic Resonance Imaging) telah menjadi
pemeriksaan rutin dalam pemeriksaan demensia walaupun hasilnya masih dipertanyakan.

3. Pemeriksaan EEG (Electroencephalogram) Pada pemeriksaan EEG tidak memberikan gambaran


spesifik dan pada sebagian besar hasilnya normal. Pada Alzheimer stadium lanjut dapat memberi
gambaran perlambatan difus dan kompleks periodik.

4. Pemeriksaan cairan otak Pungsi lumbal diindikasikan bila klinis dijumpai awitan demensia akut,
penyandang dengan imunosupresan, dijumpai rangsangan meningen dan panas, tes sifilis (+),
penyengatan meningeal pada CT scan.

5. Pemeriksaan neuropsikologis 24 Meliputi pemeriksaan status mental, aktivitas sehari – hari /


fungsional dan aspek kognitif lainnya. Pemeriksaan neuropsikologis penting untuk sebagai
penambahan pemeriksaan demensia, terutama pemeriksaan untuk fungsi kognitif, minimal yang
mencakup atensi, memori, bahasa, konstruksi visuospatial, kalkulasi dan problem solving.
Pemeriksaan neuropsikologi sangat berguna terutama pada kasus yang sangat ringan untuk
membedakan proses ketuaan atau proses depresi. (Nugroho, 2013) Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada klien dengan demensia ada berbagai cara antara lain sebagai berikut (Turana,
2013) : 1. Farmakoterapi a. Untuk mengobati demensia alzheimer digunakan obat - obatan
antikoliesterase seperti Donepezil, Rivastigmine, Galantamine, Memantine b. Dementia vaskuler
membutuhkan obat -obatan anti platelet seperti Aspirin , Ticlopidine , Clopidogrel untuk
melancarkan aliran darah ke otak sehingga memperbaiki gangguan kognitif. c. Demensia karena
stroke yang berturut-turut tidak dapat diobati, tetapi perkembangannya bisa diperlambat atau
bahkan dihentikan dengan mengobati tekanan darah tinggi atau kencing manis yang berhubungan
dengan stroke. d. Jika hilangnya ingatan disebabakan oleh depresi, diberikan obat antidepresi seperti
Sertraline dan Citalopram. 25 e. Untuk mengendalikan agitasi dan perilaku yang meledak-ledak, yang
bisa menyertai demensia stadium lanjut, sering digunakanobat antipsikotik (misalnya Haloperidol ,
Quetiapine dan Risperidone) 2. Dukungan atau Peran Keluarga (Harrisons,2014). Mempertahankan
lingkungan yang familiar akan membantu penderita tetap memiliki orientasi. Kalender yang besar,
cahaya yang terang, jam dinding dengan angka-angka yang besar. 3. Terapi Simtomatik
(Harrisons,2014). Pada penderita penyakit demensia dapat diberikan terapi yang bersifat
simtomatik, terapi tersebut meliputi : a. Diet b. Latihan fisik yang sesuai c. Terapi rekreasional dan
aktifitas. d. Penanganan terhadap masalah-masalah 4. Pencegahan dan perawatan demensia Hal
yang dapat kita lakukan untuk menurunkan resiko terjadinya demensia diantaranya adalah menjaga
ketajaman daya ingat dan senantiasa mengoptimalkan fungsi otak,seperti (Harrisons,2014): a.
Mencegah masuknya zat-zat yang dapat merusak sel-sel otak seperti alkohol dan zat adiktif yang
berlebihan. b. Membaca buku yang merangsang otak untuk berpikir hendaknya dilakukan setiap
hari. c. Melakukan kegiatan yang dapat membuat mental kita sehat dan aktif seperti kegiatan rohani
& memperdalam ilmu agama. 26 d. Tetap berinteraksi dengan lingkungan, berkumpul dengan teman
yang memiliki persamaan minat atau hobi. e. Mengurangi stress dalam pekerjaan dan berusaha
untuk tetap relaks dalam kehidupan sehari-hari dapat membuat otak kita tetap sehat.

Konsep Kognitif

Definisi Gangguan kognitif merupakan gangguan dan kondisi yang mempengaruhi kemampuan
berfikir seseorang. Individu dengan masalah seperti itu akan memiliki kesulitan dengan ingatan,
persepsi, dan belajar. Meskipun berbeda dari pengetahuan yang sebenarnya, kognisi memainkan
peran penting dalam kemampuan seseorang untuk belajar dan akhirnya hidup sehat dan normal
ketidakmampuan mengingat beberapa informasi atau keterampilan sikap aktivitas mental secara
sadar seperti berpikir, mengingat, belajar, dan menggunakan bahasa. Fungsi kognitif juga merupakan
kemampuan atensi, memori, pertimbangan, pemecahan masalah, serta kemampuan eksekutif
seperti merencanakan, menilai, mengawasi, dan melakukan evaluasi (Strub &Black, 2012); Rizzo et
al, 2012).

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fungsi Kognitif Faktor – faktor yang mempengaruhi penurunan
fungsi kognitif pada lansia yaitu proses penuaan pada otak dan pertambahan usia. Sebagian besar
bagian otak termasuk lobus frontal mempunyai peranan penting dalam penyimpanan ingatan di otak
(Lucas, 2013). Faktor pertambahan usia yaitu bertambahnya usia seseorang maka akan semakin
banyak terjadi perubahan pada berbagai sistem dalam tubuh yang cenderung mengarah pada
penurunan fungsi. Pada fungsi 27 kognitif terjadi penurunan kemampuan fungsi intelektual,
berkurangnya kemampuan transmisi saraf di otak yang menyebabkan proses informasi menjadi
lambat, banyak informasi hilang selama transmisi, berkurangnya kemampuan mengakumulasi
informasi baru dan mengambil informasi dari memori (Pranarka, 2014).

Aspek-Aspek Kognitif

1. Orientasi Orientasi dinilai dengan pengacuan pada personal, tempat dan waktu. Orientasi
terhadap personal (kemampuan menyebutkan namanya sendiri ketika ditanya). Kegagalan dalam
menyebutkan namanya sendiri sering merefleksikan negatifism, distraksi, gangguan pendengaran
atau gangguan penerimaan bahasa. Orientasi tempat dinilai dengan menanyakan negara, provinsi,
kota, gedung dan lokasi dalam gedung. Sedangkan orientasi waktu dinilai dengan menanyakan
tahun, musim, bulan, hari dan tanggal. Karena perubahan waktu lebih sering daripada tempat, maka
waktu dijadikan indeks yang paling sensitif untuk disorientasi (Tambunan, 2013).

2. Atensi Atensi adalah kemampuan untuk bereaksi atau memperhatikan satu stimulus dengan
mampu mengabaikan stimulus lain yang tidak dibutuhkan. Atensi merupakan hasil hubungan antara
batang otak, aktivitas limbik dan aktivitas korteks sehingga mampu untuk fokus pada stimulus
spesifik dan mengabaikan stimulus lain yang tidak relevan. Konsentrasi merupakan kemampuan
untuk mempertahankan 28 atensi dalam periode yang lebih lama. Gangguan atensi dan konsentrasi
akan mempengaruhi fungsi kognitif lain seperti memori, bahasa dan fungsi eksekutif (Tambunan,
2013).

3. Bahasa Bahasa merupakan perangkat dasar komunikasi dan modalitas dasar yang membangun
kemampuan fungsi kognitif. Jika terdapat gangguan bahasa, pemeriksaan kognitif seperti memori
verbal dan fungsi eksekutif akan mengalami kesulitan atau tidak dapat dilakukan. Fungsi bahasa
meliputi 4 parameter, yaitu (Tambunan, 2013) : a. Kelancaran Kelancaran mengacu pada
kemampuan untuk menghasilkan kalimat dengan panjang, ritme dan melodi yang normal. Metode
yang dapat membantu menilai kelancaran klien adalah dengan meminta klien menulis atau
berbicara secara spontan. b. Pemahaman Pemahaman mengacu pada kemampuan untuk
memahami suatu perkataan atau perintah, dibuktikan dengan kemampuan seseorang untuk
melakukan perintah tersebut. c. Pengulangan Kemampuan seseorang untuk mengulangi suatu
pernyataan atau kalimat yang diucapkan seseorang. d. Penamaan Merujuk pada kemampuan
seseorang untuk menamai suatu objek beserta bagian-bagiannya.Gangguan bahasa sering terlihat
pada 29 lesi otak fokal maupun difus, sehingga merupakan gejala patognomonik disfungsi otak.
Penting bagi klinikus untuk mengenal gangguan bahasa karena hubungan yang spesifik antara
sindroma afasia dengan lesi neuroanatomi.

4. Memori Fungsi memori terdiri dari proses penerimaan dan penyandian informasi, proses
penyimpanan serta proses mengingat. Semua hal yang berpengaruh dalam ketiga proses tersebut
akan mempengaruhi fungsi memori. Fungsi memori dibagi dalam tiga tingkatan bergantung pada
lamanya rentang waktu antara stimulus dengan recall, yaitu : a. Memori segera (immediate
memory), rentang waktu antara stimulus dengan recall hanya beberapa detik. Disini hanya
dibutuhkan pemusatan perhatian untuk mengingat (attention) b. Memori baru (recent memory),
rentang waktu lebih lama yaitu beberapa menit, jam, bulan bahkan tahun. c. Memori lama (remote
memory), rentang waktunya bertahuntahun bahkan seusia hidup.Gangguan memori merupakan
gejala yang paling sering dikeluhkan klien. Istilah amnesiasecara umum merupakan efek fungsi
memori. Ketidakmampuan mempelajari materi baru setelah brain insult disebut amnesia
anterograd. Sedangkan amnesia retrograd merujuk pada amnesia pada yang terjadi sebelum brain
insult. Hampir semua klien demensia menunjukkan masalah memori 30 pada awal perjalanan
penyakitnya. Tidak semua gangguan memori merupakan gangguan organik. Klien depresi dan
ansietas sering mengalami kesulitan memori. Istilah amnesia psikogenik jika amnesia hanya pada
satu periode tertentu, dan pada pemeriksaan tidak dijumpai defek pada recent memori (Tambunan,
2013).

5. Visuospasial Kemampuan visuospasial merupakan kemampuan konstruksional seperti


menggambar atau meniru berbagai macam gambar (misal : lingkaran, kubus) dan menyusun balok-
balok. Semua lobus berperan dalam kemampuan konstruksi dan lobus parietal terutama hemisfer
kanan berperan paling dominan. Menggambar jam sering digunakan untuk skrining kemampuan
visuospasial dan fungsi eksekutif dimana berkaitan dengan gangguan di lobus frontal dan parietal
(Tambunan, 2013).

6. Fungsi eksekutif Fungsi eksekutif dari otak dapat didefenisikan sebagai suatu proses kompleks
seseorang dalam memecahkan masalah / persoalan baru. Proses ini meliputi kesadaran akan
keberadaan suatu masalah, mengevaluasinya, menganalisa serta memecahkan / mencari jalan
keluar suatu persoalan (Tambunan, 2013).

7. Fungsi konstruksi kemampuan seseorang untuk membangun dengan sempurna. Fungsi ini dapat
dinilai dengan meminta orang tersebut untuk 31 menyalin gambar, memanipulasi balok atau
membangun kembali suatu bangunan balok yang telah dirusak sebelumnya.

8. Kalkulasi: kemampuan seseorang untuk menghitung angka. 9. Penalaran: kemampuan seseorang


untuk membedakan baik buruknya suatu hal, serta berpikir abstrak. 2.3.4 Penyebab Gangguan
Kognitif 1. Faktor Predisposisi Pada umumnya gangguan kognitif disebabkan oleh gangguan pada
fungsi sususnan saraf pusat. Susunan saraf pusat memerlukan untuk nutrisi sebagai fungsi, jika ada
gangguan dalam pengiriman nutrisi maka hal ini akan mengakibatkan gangguan pada fungsi susunan
saraf pusat.salah satu faktor yang dapat menyebabkan yaitu adalah suatu keadaan penyakit seperti
infeksi sistematik, gangguan peredaran darah, keracunan zat-zat (Namun demikain banyak juga
faktor lain yang menurut beberapa ahli dapat menimbulkan gangguan kognitif, misalnya kekurangan
vitamin, malnutrisi, dan gangguan jiwa fungsional beck, Rawlins dan Williams, 2014). 2. Faktor
Presipitasi Ganggauan kognitif yang berdampak di otak. Hipoksia dapat juga berupa anemia
Hipoksia, Hitoksi Hiposia, Hipoksemia Hipoksia, atau Iskemik Hipoksia. Semua kondisi ini
menimbulkan distribusi aliran nutrisi ke otak berkurang. Gangguan metabolisme sering menganggu
fungsi mental, hipotiroidisme, hipoglikemia. Racun, 32 virus lain yang menyerang otak
mengakibatkan ganggaun pada fungsi otak beck, Rawlins dan Williams, 2014). 2.3.5 Penatalaksanaan
Gangguan Kognitif Karena tidak ada penyebab secara yang pasti dari gangguan kognitif dan
gejalanya pun berbeda – beda dari setiap penderitanya, maka tak ada obat penyembuh utama.

Pengkajian MMSE No Aspek Kognitif Nilai Nilai Klien Kriteria Klien 1 Klien 2 1 Orientasi 5 Menyebutka
dengan benar 1) Tahun 2) Musim 3) Tanggal 4) Hari 5) Bulan 5 Dimana kita sekarang berada 1)
Negara Indonesia 2) Provinsi 3) Kolta 4) Panti Werda 5) Wisma 2 Regristrasi 3 Pemeriksa
menyebutkan nama 3 objek 1 detik untuk mengatakan masing-masing objek, kemudian tanyakan
kepada klien ketiga objek tadi. 1) Objek 2) Objek 3) Objek Ex : Objek yang ada di sekitar Griya Asih
Lawang (meja, kursi, kipas angin) 3 Perhatian dan kalkulasi 5 Minta klien untuk memulai dari angka
100 kemudian dikurangi 7 sampai 5 kali atau tingkat 1) 93 35 2) 86 3) 79 4) 72 5) 65 4 Mengingat 3
Minta klien untuk mengulangi ketiga objek pada no. 2 tadi, bila benar 1 poin untuk masing-masing
objek 5 Bahasa 9 1) Tunjukan pada klien suatu benda dan tanyakan namanya pada klien a) Misal :
jam tangan b) Misal : pensil 2) Minta klien untuk mengulang kata tak, ada, jika,dan, atau, tetapi. Bila
benar saru nilai satu poin 3) Minta klien untuk mengikut perintah berikut yang terdiridari 3 langkah
a) Ambil kertas ditangan anda, lipat dua buah dan taruh dilantai b) Ambil keras ditangan anda c)
Lipat dua d) Taruh dilantai 4) Perintah pada klien untuk hal berikut a) Tutup mata anda 5) Perintah
klien untuk menulis kalimat dan menyalin gambar a) Tulis satu kalimat b) Menyalin gambar Total
Interpretasi hasil : 25-30 : tidak ada gangguan kognitif 18-23: gangguan kognitif sedang 0-17:
gangguan kognitif berat 36 2.4 Konsep Tidur 2.4.1 Definisi Istirahat dan tidur merupakan kebutuhan
dasar yang dibutuhkan oleh semua orang. Setiap orang memerlukan istirahat dan tidur yang cukup
untuk dapat berfungsi secara optimal (Haryati, 2013). Tidur adalah suatu proses yang sangat penting
bagi manusia, karena dalam tidur terjadi proses pemulihan, proses ini bermanfaat mengembalikan
kondisi seseorang pada keadaan semula, dengan begitu, tubuh yang tadinya mengalami kelelahan
akan menjadi segar kembali (Castro, 2014). Tidur adalah suatu keadaan yang berulang-ulang,
perubahan status kesadaran yang terjadi selama periode tertentu. Beberapa ahli berpendapat
bahwa tidur diyakini dapat memulihkan tenaga karena tidur memberikan waktu untuk perbaikan
dan penyembuhan sistem untuk periode keterjagaan berikutnya (Salam dkk, 2014). 2.4.2 Fungsi
tidur Tidur menggunakan kedua efek psikologis pada jaringan otak dan organorgan tubuh manusia.
Tidur dalam beberapa cara dapat menyegarkan kembali aktivitas tingkatan normal dan aktivitas
normal pada jaringan otak. Sehingga tidur berfungsi untuk mengembalikan tenaga untuk beraktivitas
sehari-hari, memperbaiki kondisi yang sedang sakit, tubuh menyimpan energy selama tidur dan
penurunan laju metabolik basal penyimpanan persediaan energi tubuh (Harsono, 2013). 37 2.4.3
Tahap-tahap Siklus Tidur Tidur merupakan aktivitas yang melibatkan sistem saraf pusat, saraf perifer,
endokrik kardiovaskuler, respirasi dan musculoskeletal. Pengaturan dan kontrol tidur tergantungg
dari hubungan antara dua mekanisme serebral yang secara bergantian mengaktifkan dan menekan
pusat otak untuk tidur dan bangun. Reticular Activating System (RAS) di batang otak diyakini
mempunyai sel khusus dalam mempertahankan kewaspadaan dan kesadaran (Harsono, 2013). 1.
Tidur REM (Rapid Eye Movement) Tidur REM merupakan tidur dalam kondisi aktif atau tidur
paradoksial yang ditandai dengan mimpi yang bermacam-macam, otot-otot yang meregang,
kecepatan jantung dan pernapsan tidak teratur (sering lebih cepat), perubahan tekanan darah,
gerakan otot tidak teratur, gerakan mata cepat. Saraf-saraf simpatetik bekerja selama tidur REM.
Diperkirakan terjadi proses penyimpanan secara mental yang digunakan sebagai pelajaran, adaptasi
psikologis dan memori (Faraguna, 2013). 2. Tidur NREM (Nonrapid Eye Movement) Tidur NREM
merupakan tidur yang nyaman dan dalam tidur gelombang pendek karena gelombang otak selama
tidur NREM lebih lambat dari pada gelombang alpha dan beta pada orang yang sadar atau tidak
dalam keadaan tidur. Tanda tidur NREM adalah mimpi yang berkurang, keadaan istirahat, tekanan
darah dan kecepatan pernapasan turun, metabolism turun dan gerakan mata lambat (Kaplan dkk,
2010). Biasanya tidur pada malam hari itu adalah tidur NREM. Tidur saat ini sangat dalam, tidur
penuh dan dapat memulihkan kembali beberapa fungsi fisiologis. Pada umumnya, 38 semua proses
metabolism mengacu pada tanda-tanda vital, metabolisme turun dan aktivitas menurun (Faraguna,
2013). Tidur NREM mempunyai empat tahap (Mental Health Foundation, 2013) : 1. Tahap I
Merupakan tahap transisi, berlangsung selama lima menit yang mana seseorang beralih dari sadar
menjadi tidur. Seseorang merasa rileks, mata bergerak, kecepatan jantung dan pernapasan turun
ecara jelas. Gelombang alpha sewaktu seseorang masih sadar diganti dengan gelombang beta yang
lebih lambat dan dapat dibangunkan dengan mudah. 2. Tahap II Merupakan tahap tidur ringan dan
proses tubuh menurun. Mata masih bergerak, kecepatan jantung dan pernapasan turun secara jelas,
suhu tubuh dan metabolisme menurun. Gelombang otak ditandai dengan sleep spindles dan
gelombang K komplek yang berlangsung pendek dalam waktu 10-15 menit. 3. Tahap III Kecepatan
jantung, pernapasan serta proses tubuh berlanjut mengalami penurunan dan sulit dibangunkan.
Gelombang otak menjadi lebih teratur dan terdapat penambahan gelombang delta yang lambat. 4.
Tahap IV Merupakan tahap tidur dalam, yang ditandai dengan predominasi gelombang delta yang
melambat. Kecepatan jantung dan pernapasan 39 turun, rileks, jarang bergerak dan sulit
dibangunkan dan mengalami 4 sampai 6 kali siklus tidur dalam waktu 7-8 jam. 2.4.4 Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Pola Tidur Kualitas tidur merujuk pada kemampuan seseorang untuk dapat
tidur dan mendapatkan tidur REM dan NREM yang tepat. Kualitas tidur adalah jumlah total waktu
tidur seseorang. Faktor yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas tidur, yaitu (Nasional Institutes of
Health, 2013) . 1. Lingkungan Lingkungan dapat mendukung dan menghambat tidur. Temperatur,
ventilasi, penerangan ruangan dan kondisi kebisingan sangat berpengaruh terhadap tidur seseorang.
2. Kelelahan Kelelahan akan berpengaruh terhadap pola tidur seseorang. Semakin lelah seseorang
maka akan semakin pendek tidur REMnya. 3. Penyakit Sakit menyebabkan nyeri dapat menimbulkan
masalah tidur. Seseorang yang sedang sakit membutuhkan waktu tidur lebih lama dari keadaan
normal. Sering sekali pada orang sakit pola tidurnya juga akan terganggu karena penyakitnya seperti
rasa nyeriyang ditimbulkan oleh luka. 4. Gaya hidup Orang yang bekerja shift dan sering berubah
shiftnya harus mengatur kegiatan agar dapat tidur pada waktu yang tepat. Keadaan rileks sebelum
istirahat merupakan faktor yang berpengaruh terhadap seseorang untuk dapat tidur. 40 5. Obat –
obatan dan alcohol Beberapa obat-obatan berpengaruh terhadap kualita tidur. Obat-obatan yang
mengandung diuretic menyebabkan insomnia, anti depresan akan memsupresi REM. Orang yang
minum alcohol terlalu banyak sering kali mengalami gangguan tidur. 6. Merokok Nikotine
mempunyai efek menstimulasi tubuh dan perokok seringkali mempunyai lebih banyak kesulitan
untuk bisa tidur dibandingkan dengan yang tidak perokok. Dengan menahan tidak merokok setalah
makan malam orang biasanya akan tidur lebih baik. Banyak perokok melaporkan pola tidurnya
menjadi lebih baik ketika mereka berhenti merokok. 2.4.5 Gangguan Pola Tidur Gangguan pola tidur
merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan adanya gangguan dalam jumlah, kualitas atau waktu
tidur pada seorang individu (Harsono, 2014). Gangguan pola tidur antara lain : 1. Insomnia Insomnia
adalah ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan tidur baik kualitas maupun kuantitas. Jenis
insomnia ada 3 macam yaitu insomnia inisial atau tidak dapat memulai tidur, insomnia intermitten
atau tidak bisa mempertahankan tidur atau sering terjaga dan insomnia terminal atau bangun secara
dini dan tidak dapat tidur kembali. 2. Hipersomnia Hipersomnia merupakan kebalikan dari insomnia.
Hipersomnia merupakan kelebihan tidur lebih dari 9 jam di malam hari dan biasanya 41 berkaitan
dengan gangguan psikologis seperti depresi atau kegilasahan, kerusakan sistem saraf pusat dan
gangguan pada ginjal, hati atau gangguan metabolisme. 3. Parasomnia Parasomnia merupakan suatu
rangkaian gangguan yang mempengaruhi tidur yang dapat menghilang sendiri dalam penghidupan
masa dewasa tengah dan selanjutnya. Mengigau, mimpi yang aneh serta seram, somnabulisme atau
automatisme tidur, bruksisme, dan paralisis tidur dapat disajikan sebagai keluhan, yang dapat
ditanggulangi oleh setiap medikus praktikus. 4. Narkolepsia Narkolepsia adalah serangan mengantuk
yang mendadak pada beberapa kali sehari. Sering disebut sebagai serangan tidur. Penyebabnya tidak
di ketahui tetapi tidak diperkirakan akibat kerusakan genetik sitem sarap pusat. 2.4.6 Pemeriksaan
penunjang Tabel 2.2 Pengkajian PSQI The Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) No Pertanyaan 1
Sekitar pukul berapa anda biasanya tidur di malam hari? 2 Berapa menit anda membutuhkan waktu
untuk dapat tertidur di malam hari? 3 Sekitar pukul berapa anda biasanya bangun tidur di pagi hari?
4 Berapa menit anda terjaga sebelum bangun dari tempat tidur ? 5 Seberapa sering anda terjaga
karena : Tidak Pernah ( 0) Kurang dari sekali dalam seminggu (1) 1 atau 2 kali dalam seminggu (2) 3
kali atau lebih dalam seminggu (3) a. Tidak dapat tertidur dalam waktu 30 menit b. Terbangun
ditengah malam 42 atau pagi-pagi sekali c. Terbangun karena ingin ke kamar mandi d. Terganggu
pernafasan e. Batuk/mendengkur terlalu keras f. Merasa kedinginan g. Merasa kepanasan h. Mimpi
buruk i. Merasa kesakitan j. Alasan lain : 6 Seberapa sering anda mengkonsumsi obat untuk
membantu agar anda dapat tertidur (resep/bebas) ? 7 Berapa sering anda tidak dapat menahan
kantuk ketika bekerja, makan atau aktifitas lainnya ? 8 Berapa sering anda mengalami kesukaran
berkonsentrasi ke pekerjaan ? Sangat baik Cukup baik Buruk Sangat buruk 9 Bagaimana anda menilai
kualitas tidur anda sebulan ini ? *Jawablah pertanyaan dengan sebenar-benarnya dan berilah tanda
checklist (√) pada kolom yang sesuai dengan keadaan bapak ibu saat ini Tabel 2.2 Cara pembacaan
PSQI Komponen No item Penilaian Jawaban skor Kualitas Tidur secara subyektif 9 Sangat baik 0
Cukup baik 1 Buruk 2 Sangat buruk 3 43 G a m b a r a n k e s i m p u l a n Sumber: Curcio et al. (2013)
Apabila semakin tinggi skor nilai yang didapatkan maka akan semakin buruk kualitas tidur seseorang.
Keuntungan dari PSQI adalah memiliki nilai validitas dan reliabilitas tinggi. Namun, kuesioner PSQI ini
juga memiliki kekurangan yaitu dalam pengisian kuesioner hasil yang diperoleh kurang benar
dikarenakan keterbatasan dan kesulitan dari responden sehingga perlu dilakukan pendampingan.
Kuesioner kualitas tidur terdiri dari pertanyaan terbuka dan tertutup. Pertanyaan untuk nomor
Durasi Tidur (lamanya waktu tidur) 4 >7 jam 0 6-7 jam 1 5-6 jam 2 60 menit 3 Efesiensi tidur Rumus:
1+3 >85 % 0 75-84 % 1 65-74 % 2 3 3 Jumlah lama tidur 100% Jumlah lamanya ditempat tidur 44 5-8
adalah pertanyaan tertutup dan masing-masing mempunyai rentang skor yaitu 0-3yang artinya 0=
tidak pernah dalam sebulan terakhir, 1= 1 kali seminggu, 2= 2 kali seminggu dan 3= lebih dari 3 kali
seminggu. Interpretasi nilai skor kualitas tidur baik apabila skor nilai 1-5, ringan 6-7, sedang 8-14 dan
kualitas tidur buruk jika skor nilai mencapai 15-21. 2.4.7 Penatalaksanaan 1) Terapi musik Definisi
terapi musik adalah suatu profesi di bidang kesehatan yang menggunakan musik dan aktivitas musik
untuk mengatasi berbagai masalah dalam aspek fisik, psikologis, kognitif dan kebutuhan sosial
individu yang mengalami cacat fisik (Djohan 2014). Terapi musik adalah suatu terapi kesehatan
menggunakan musik dimana tujuannya adalah untuk meningkatkan atau memperbaiki kondisi fisik,
emosi, kognitif, dan sosial bagi individu dari berbagai kalangan usia (Suhartini 2014) Manfaat terapi
musik : 1. Mampu menutupi bunyi dan perasaan yang tidak menyenangkan. 2. Mampu
memperlambat dan menyeimbangkan gelombang dalam otak. 3. Mempengaruhi denyut jantung,
nadi dan tekanan darah manusia. 4. Bisa mengurangi ketegangan otot dan 45 memperbaiki gerak
dan koordinasi tubuh. 5. Bisa mengatur hormon (hubungannya dengan stres). STANDAR
OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) “Terapi Musik” Pengertian : Pemanfaatan kemampuan musik dan
elemen musik oleh terapis kepada klien Tujuan : Memperbaiki kondisi fisik, emosional, dan
kesehatan spiritual klien Persiapan alat dan bahan : 1. Mp3 Musik 2. Headset Tabel 2.4 SOP Terapi
Musik PROSEDUR Pre interaksi 1 Cek catatan keperawatan atau catatan medis klien (jika ada) 2
Siapkan alat-alat 3 Identifikasi faktor atau kondisi yang dapat menyebabkan kontra indikasi 4 Cuci
tangan Tahap orientasi 5 Beri salam dan panggil klien dengan namanya 6 Jelaskan tujuan, prosedur,
dan lamanya tindakan pada klien/keluarga Tahap kerja 7 Berikan kesempatan klien bertanya
sebelum kegiatan dilakukan 8 Menanyakan keluhan utama klien 9 Jaga privasi klien. Memulai
kegiatan dengan cara yang baik 10 Menetapkan perubahan pada perilaku dan/atau fisiologi yang
diinginkan seperti relaksasi, stimulasi, konsentrasi, dan mengurangi rasa sakit. 11 Menetapkan
ketertarikan klien terhadap musik. 12 Identifikasi pilihan musik klien. 13 Berdiskusi dengan klien
dengan tujuan berbagi pengalaman dalam musik. 14 Pilih pilihan musik yang mewakili pilihan musik
klien 46 15 Bantu klien untuk memilih posisi yang nyaman. 16 Batasi stimulasi eksternal seperti
cahaya, suara, pengunjung, panggilan telepon selama mendengarkan musik. 17 Dekatkan mp3 musik
dan perlengkapan dengan klien. 18 Pastikan mp3 dan perlengkapan dalam kondisi baik. 19 Dukung
dengan headphone jika diperlukan. 20 Nyalakan musik dan lakukan terapi musik. 21 Pastikan volume
musik sesuai dan tidak terlalu keras. 22 Hindari menghidupkan musik dan meninggalkannya dalam
waktu yang lama. 23 Fasilitasi jika klien ingin berpartisipasi aktif seperti memainkan alat musik atau
bernyanyi jikan diinginkan dan memungkinkan saat itu. 24 Hindari stimulasi musik setelah nyeri/luka
kepala akut. 25 Menetapkan perubahan pada perilaku dan/atau fisiologi yang diinginkan seperti
relaksasi, stimulasi, konsentrasi, dan mengurangi rasa sakit. 26 Menetapkan ketertarikan klien
terhadap musik. 27 Identifikasi pilihan musik klien. Terminasi 28 Evaluasi hasil kegiatan (kenyamanan
klien) 29 Simpulkan hasil kegiatan 30 Berikan umpan balik positif 31 Kontrak pertemuan selanjutnya
32 Akhiri kegiatan dengan cara yang baik 33 Bereskan alat-alat 34 Cuci tangan Dokumentasi 35 Catat
hasil kegiatan di dalam catatan keperawatan - Nama Px, Umur, Jenis kelamin, dll - Keluhan utama -
Tindakan yang dilakukan (terapi musik) - Lama tindakan - Jenis terapi musik yang diberikan - Reaksi
selama, setelah terapi pemberian terapi musik - Respon klien. - Nama perawat - Tanggal
pemeriksaan 47 2.5 Konsep Keperawatan 2.5.1 Pengkajian 1. Aktifitas istirahat Gejala: Merasa lelah
Tanda: Siang/malam gelisah, tidak berdaya, gangguan pola tidur, penurunan minat atau perhatian
pada aktivitas yang biasa, hobi, ketidakmampuan untuk menyebutkan kembali apa yang dibaca/
mengikuti acara program televisi.Gangguan keterampilan motorik, ketidakmampuan untuk
melakukan hal yang telah biasa yang dilakukannya, gerakan yang sangat bermanfaat. Pada
pengkajian aktivitas ada beberapa indeks : a) Indeks Kemandirian Katz Tabel 2.5 Pengkajian KATZ N o
Aktivitas Mandiri Tergantung 1. Mandi Mandiri : Bantuan hanya pada satu bagian mandi ( seperti
punggung atau ekstremitas yang tidak mampu ) atau mandi sendiri sepenuhnya Tergantung :
Bantuan mandi lebih dari satu bagian tubuh, bantuan masuk dan keluar dari bak mandi, serta tidak
mandi sendiri 2. Berpakaian Mandiri : Mengambil baju dari lemari, memakai pakaian, melepaskan
pakaian, mengancingi/mengikat pakaian. Tergantung : Tidak dapat memakai baju sendiri atau hanya
sebagian 3. Ke Kamar Kecil Mandiri : 48 Masuk dan keluar dari kamar kecil kemudian membersihkan
genetalia sendiri Tergantung : Menerima bantuan untuk masuk ke kamar kecil dan menggunakan
pispot, memakai pempers 4. Berpindah Mandiri : Berpindah ke dan dari tempat tidur untuk duduk,
bangkit dari kursi sendiri Bergantung : Bantuan dalam naik atau turun dari tempat tidur atau kursi,
tidak melakukan satu, atau lebih perpindahan 5. Kontinen Mandiri : BAK dan BAB seluruhnya
dikontrol sendiri Tergantung : Inkontinensia parsial atau total; penggunaan kateter,pispot, enema
dan pembalut ( pampers) 6. Makan Mandiri : Mengambil makanan dari piring dan menyuapinya
sendiri Bergantung : Bantuan dalam hal mengambil makanan dari piring dan menyuapinya, tidak
makan sama sekali, dan makan parenteral ( NGT) Keterangan : Beri tanda ( v ) pada point yang sesuai
kondisi klien b) Barthel ADL (Activities of Daily Living) Indeks Tabel 2.6 Pengkajian ADL No ADL Nilai
Keterangan K.1 K.2 1. Mengontrol BAB 0 Inkontinensia 1 Kadang-kadang Inkontinensia 2 Kontinensia
teratur 2. Mengontrol BAK 0 Inkontinensia 1 Kadang-kadang Inkontinensia 2 Kontinensia teratur 3.
Membersihkan diri (lap muka, sisir rambut, skt gigi) 0 Butuh pertolongan orang lain 1 Mandiri 4.
Toileting 0 Tergantung pertolonhan orang lain 1 Perlu pertolongan pada 49 beberapa aktivitas,
tetapi beberapa aktivitas masih dapat dikerjakan sendiri 2 Mandiri 5. Makan 0 Tidak mampu 1 Butuh
pertolongan orang lain penuh 2 Bantuan minimal 3 Mandiri 6. Berpindah dari kursi ke tempat tidur 0
Tidak mampu 1 Perlu pertolongan untuk dapat duduk 2 Bantuan minimal 2 orang 3 Mandiri 7.
Mobilisasi / berjalan 0 Tidak mampu 1 Menggunakan kursi roda 2 Berjalan dibantu dengan orang lain
3 Mandiri 8. Berpakaian 0 Tergantung pertolongan orang lain 1 Sebagaian dibantu 2 Mandiri 9. Naik
turun tangga 0 Tidak mampu 1 Butuh pertolongan 2 Mandiri 10. Mandi 0 Tergantung pertolongan
orang lain 1 Mandiri TOTAL Nilai ADL : 20 : Mandiri 12-19: Ketergantungan ringan 9-11 :
Ketergantungan sedang 5-8 : Ketergantungan berat 0-4 : Ketergantungan total c) BBS (Berg Balance
Scale) Indeks Tabel 2.7 Pengkajian BBS No Item Keseimbangan Skor (0-4) Skor Klien 1 Skor Klien 50 2
1. Duduk ke berdiri 4 : dapat berdiri tanpa menggunakan tangan. 3 : mampu berdiri secara mandiri
menggunakan tangan. 2 : mampu berdiri menggunakan tangan setelah mencoba. 1 : perlu bantuan
minimal untuk berdiri atau menstabilkan. 0 : perlu asisten sedang atau maksimal untuk berdiri. 2.
Berdiri tanpa penunjang 4 : dapat berdiri dengan aman selama 2 menit. 3 : Mampu berdiri 2 menit
dengan pengawasan. 2 : dapat berdiri 30 detik yang tidak dibantu/ditunjang. 1 : membutuhkan
beberapa waktu untuk mencoba berdiri 30 detik yang tidak dibantu. 0 : tidak dapat berdiri secara
mandiri selama 30 detik. 3. Duduk tanpa penunjang 4 : bisa duduk dengan aman dan aman selama 2
menit. 3 : bisa duduk 2 menit dengan pengawasan. 2 : mampu duduk selama 30 detik. 1 : bisa duduk
10 detik. 0 : tidak dapat duduk tanpa penunjang. 4. Berdiri ke duduk 4 : duduk dengan aman dengan
menggunakan minimal tangan. 3 : mengontrol posisi turun dengan menggunakan tangan. 2 :
menggunakan punggung kaki terhadap kursi untuk mengontrol posisi turun. 51 1 : duduk secara
mandiri tetapi tidak terkendali. 0 : kebutuhan membantu untuk duduk. 5. Berpindah 4 : dapat
berpindah aman dengan penggunaan ringan tangan. 3 : dapat berpindah kebutuhan yang pasti aman
dari tangan. 2 : dapat berpindah dengan pengawasan. 1 : membutuhkan satu orang untuk
membantu 0 : membutuhkan dua orang untuk membantu atau mengawasi. 6. Berdiri dengan
menutup mata 4 : dapat berdiri 10 detik dengan aman. 3 : dapat berdiri 10 detik dengan
pengawasan. 2 : mampu berdiri 3 detik. 1 : tidak dapat menjaga mata tertutup 3 detik tapi tetap
aman. 0 : membutuhkan bantuan agar tidak jatuh. 7. Berdiri dengan kaki rapat 4 : mampu
menempatkan kaki bersama-sama secara mandiri dan berdiri 1 menit aman. 3 : mampu
menempatkan kaki bersama-sama secara mandiri dan berdiri 1 menit dengan pengawasan. 2 :
mampu menempatkan kaki bersama-sama secara mandiri tetapi tidak dapat tahan selama 30 detik.
1 : memerlukan bantuan untuk mencapai posisi tapi mampu berdiri selama 15 detik. 0 : memerlukan
bantuan untuk mencapai posisi dan tidak dapat tahan selama 15 detik. 52 8. Menjangkau ke depan
dengan lengan 4 : dapat mencapai ke depan dengan percaya diri 25cm (10 inci). 3: dapat mencapai
ke depan 12cm (5 inci). 2 : dapat mencapai ke depan 5cm (2 inci). 1 : mencapai ke depan tetapi
membutuhkan pengawasan. 0 : kehilangan keseimbangan ketika mencoba/memerlukan dukungan
eksternal. 9. Mengambil barang dari lantai 4 : dapat mengambil sandal aman dan mudah. 3 : dapat
mengambil sandal tetapi membutuhkan pengawasan. 2 : tidak dapat mengambil tetapi mencapai 2-
5cm (1-2 inci) dari sandal dan menjaga keseimbangan secara bebas. 1 : tidak dapat mengambil dan
memerlukan pengawasan ketika mencoba. 0 : tidak dapat mencoba/membantu kebutuhan untuk
menjaga dari kehilangan keseimbangan atau jatuh. 10. Menoleh ke belakang 4 : tampak belakang
dari kedua sisi. 3 : tampak belakang satu sisi saja. 2 : hanya menyamping tetapi tetap
mempertahankan keseimbangan. 1 : perlu pengawasan saat berputar. 0 : butuh bantuan untuk
menjaga dari kehilangan keseimbangan atau jatuh. 11. Berputar 360 derajat 4 : mampu berputar 360
derajat dengan aman dalam 4 detik atau kurang. 3 : mampu berputar 360 derajat dengan aman satu
sisi hanya 4 detik 53 atau kurang. 2 : mampu berputar 360 derajat dengan aman tetapi perlahan-
lahan. 1 : membutuhkan pengawasan yang ketat. 0 : membutuhkan saat berputar. 12.
Menempatkan kaki bergantian di bangku 4 : mampu berdiri secara mandiri dengan aman dan
menyelesaikan 8 langkah dalam 20 detik. 3 : mampu berdiri secara mandiri dan menyelesaikan 8
langkah dalam waktu kurang dari 20 detik. 2 : dapat menyelesaikan 4 langkah tanpa bantuan tetapi
dalam pengawasan. 1 : dapat menyelesaikan lebih dari 2 langkah perlu asisten minimal. 0 :
membutuhkan bantuan agar tidak jatuh/tidak mampu untuk mencoba. 13. Berdiri dengan satu kaki
di depan 4 : mampu menempatkan tandem kaki secara mandiri dan tahan dalam 30 detik. 3 :
mampu menempatkan kaki depan mandiri dan tahan selama kurang dari 30 detik. 2 : dapat
mengambil langkah kecil secara mandiri dan tahan selama 20 detik. 1 : kebutuhan membantu untuk
melangkah tapi dapat bertahan selama 15 detik. 0 : kehilangan keseimbangan saat melangkah atau
berdiri. 14. Berdiri dengan satu kaki 4 : mampu mengangkat kaki secara mandiri dan tahan lebih dari
10 detik. 3 : mampu mengangkat kaki secara mandiri dan tahan 5-10 detik. 2 : mampu mengangkat
kaki secara 54 mandiri dan tahan lebih dari 3 detik. 1 : mencoba untuk angkat kaki tidak bisa tahan 3
detik tetapi tetap berdiri secara mandiri. 0 : tidak dapat mencoba untuk mencegah jatuh. Total skor
Total skor : 56 Interpretasi 0-20 : harus memakai kursi roda (wheelchair bound) 21-40 : berjalan
dengan bantuan 41-56 : mandiri/independen 2. Sirkulasi Gejala: Riwayat penyakit vaskuler
serebral/sistemik. hipertensi, episode emboli (merupakan faktor predisposisi). 3. Integritas ego
Gejala : Curiga atau takut terhadap situasi/orang khayalan, kesalahan persepsi terhadap lingkungan,
kesalahan identifikasi terhadap objek dan orang, penimbunan objek : meyakini bahwa objek yang
salah penempatannya telah dicuri. kehilangan multiple, perubahan citra tubuh dan harga diri yang
dirasakan. Tanda : Menyembunyikan ketidakmampuan (banyak alasan tidak mampu untuk
melakukan kewajiban, mungkin juga tangan membuka buku namun tanpa membacanya) , duduk dan
menonton yang lain, aktivitas pertama mungkin menumpuk benda tidak bergerak dan emosi stabil,
gerakan berulang (melipat membuka lipatan melipat kembali kain), menyembunyikan barang, atau
berjalan-jalan. 55 4. Eliminasi Gejala: Dorongan berkemih. Tanda: Inkontinensia urine/feses,
cenderung konstipasi/ imfaksi dengan diare. 5. Hygene Gejala : Perlu bantuan /tergantung orang lain
Tanda : tidak mampu mempertahankan penampilan, kebiasaan personal yang kurang, kebiasaan
pembersihan buruk, lupa untuk pergi kekamar mandi, lupa langkah-langkah untuk buang air, tidak
dapat menemukan kamar mandi dan kurang berminat pada atau lupa pada waktu makan:
tergantung pada orang lain untuk memasak makanan dan menyiapkannya dimeja, makan,
menggunakan alat makan. 6. Neurosensori Gejala : Pengingkaran terhadap gejala yang ada terutama
perubahan kognitif,dan atau gambaran yang kabur, keluhan hipokondria tentang kelelahan, pusing
atau kadang-kadang sakit kepala. adanya keluhan dalam kemampuan kognitif, mengambil
keputusan, mengingat yang berlalu, penurunan tingkah laku (diobservasi oleh orang terdekat).
Kehilangan sensasi propriosepsi (posisi tubuh atau bagian tubuh dalam ruang tertentu). dan adanya
riwayat penyakit serebral vaskuler/sistemik, emboli atau hipoksia yang berlangsung secara periodik
(sebagai factor predisposisi) serta aktifitas kejang (merupakan akibat sekunder pada kerusakan
otak). 56 Tanda : Kerusakan komunikasi : afasia dan disfasia; kesulitan dalam menemukan kata- kata
yang benar (terutama kata benda); bertanya berulang-ulang atau percakapan dengan substansi kata
yang tidak memiliki arti; terpenggal-penggal, atau bicaranya tidak terdengar. Kehilangan
kemampuan untuk membaca dan menulis bertahap (kehilangan keterampilan motorik halus). 7.
Kenyamanan Gejala : Adanya riwayat trauma kepala yang serius ( mungkin menjadi factor
predisposisi atau factor akselerasinya), trauma kecelakaan ( jatuh, luka bakar dan sebagainya). Tanda
: Ekimosis, laserasi dan rasa bermusuhan/menyerang orang lain. 8. Interaksi sosial Gejala : Merasa
kehilangan kekuatan. faktor psikososial sebelumnya; pengaruh personal dan individu yang muncul
mengubah pola tingkah laku yang muncul. Tanda : Kehilangan control sosial,perilaku tidak tepat. 9.
Riwayat tidur Pengkajian riwayat tidur antara lain: kuantitas (lama tidur) dan kualitas tidur di siang
maupun malam hari, aktivitas dan rekreasi yang dilakukan sebelumnya, kebiasaan sebelum ataupun
pada saat tidur, lingkungan tidur, dengan siapa klien tidur, obat yang dikonsumsi sebelum tidur,
asupan dan stimulan, perasaan klien mengenai tidurnya, apakah ada kesulitan tidur, dan apakah ada
perubahan pola tidur. Gejala klinis : 57 Gejala klinis ditandai dengan perasaan lelah, gelisah, emosi,
apatis, adanya kehitaman di daerah sekitar mata, kelopak mata bengkak, konjungtiva merah, dan
mata perih, perhatian tidak fokus, serta sakit kepala. 10. Penyimpangan tidur : Penyimpangan tidur
meliputi perubahan tingkah laku dan auditorik, meningkatnya kegelisahan, gangguan persepsi,
halusinasi visual dan auditorik, bingung, dan disorientasi tempat dan waktu, ganguan koordinasi,
serta bicara rancu, tidak sesuai, dan intonasinya tidak teratur. 2.5.2 Analisa Data 1) Data subyektif a)
Klien mengatakan tidak ada rasa kantuk, perasaan gelisah. b) Klien mengatakan tidak mampu
mengawali saat tidur. 2) Data obyektif a) Klien sering merasa gelisah, disorientasi waktu. b) Klien
mengalami perubahan tingkah laku, kebingungan. c) Klien tampak konjungtiva merah, dan sering
merasakan mata perih 3) Diagnosa keperawatan a) Risiko Jatuh b) Kerusakan memori b/d distraksi
lingkungan c) Defisit perawatan diri b/d kelemahan muskuloskeletal d) Ketidakefektifan koping b/d
ketidakmampuan mengenal situasi yang komplek 58 e) Gangguan pola tidur b/d halangan
lingkungan (disorientasi waktu, lingkungan, tempat) 2.5.3 Intervensi keperawatan NO Diagnosa
Keperawatan NOC NIC 1. Kerusakan Memori Definisi: ketidakmampuan mengingat informasi
( Nanda, 2015) Batasan Karakteristik : 1. Ketidakma mpuan melakukan keterampil an yang telah
dipelajari sebelumny a 2. Ketidakma mpuan mempelaja ri informasi baru 3. Ketidakma mpuan
mempelaja ri keterampil an baru 4. Ketidakma mpuan mengingat informasi actual 5. Keidakma
mpuan mengingat perilaku tertentu yang pernah dilakukan 6. Ketidakma Tujuan : Setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3 x kunjungan , kesadaran klien terhadap identitas personal, waktu
dan tempat lebih baik. NOC : Manajemen Demensia N o Indikator 1 2 3 4 5 1 . 2 Kesulitan mengingat
dan memproses informasi yang baru terjadi Kesulitan melakukan kebutuhan dasar sehari-hari
Keterangan : Beri tanda (X) sesuai dengan nilai skoring klien sebelum intervensi Beri tanda (√) sesuai
dengan nilai skoring klien setelah intervensi 1) Sangat terganggu a) Tidak dapat memproses
informasi atau bahkan tidak ada informasi yang dapat diingat atau diproses. b) Sangat
ketergantungan dengan orang lain. Tidak dapat melakukan sama sekali kegiatan sehari-hari. 2)
Terganggu a) Kehilangan memori yang parah.Hanya informasi yang sangat sederhana yang dapat
diterima oleh klien. b) Dapat pemenuhan kebutuhan sehari-hari dibutuhkan bantuan dari orang lain
secara maksimal. Manajemen demensia 1) Perkenalkan diri saat melakukan kontak dengan klien 2)
Monitor daya ingat klien 3) Panggil klien dengan jelas, dengan lama ketika melakukan interaksi dan
berbicara secara perlahan 4) Berikan alat untuk mengingat suatu informasi 5) Ingatkan klien untuk
jadwal yang harus dilakukan oleh klien 6) Berikan waktu istirahat untuk mengurangi kelelahan dan
stress 7) Pilih aktifitas sesuai kemampuan pengelolaan kognitif dan minat klien 8) Beri latihan
orientasi misalnya klien berlatih mengenai informasi pribadi dan tanggal Table 2.8 Intervensi 59
mpuan mengingat peristiwa 7. Ketidakma mpuan menyimpa n informasi 8. Lupa melakukan perilaku
pada waktu yang telah dijadwalka n 9. Mudah lupa 3) Cukup terganggu a) susah menerima dan
memproses informasi yang sederhana tetapi terkadang masih ada informasi yang dapat diterima. b)
Dapat melakukan kegiatan sehari hari dengan antuan orang lain secara minimal dan menggunakan
alat bantu. 4) Sedikit terganggu a) Dapat menerima dan memproses informasi yang bersifat
sederhana. b) Dapat melakukan kegiatan sehari hari dengan bantuan orang lain atau hanya dengan
alat bau. 5) Normal a) Dapat menerima da memproses informasi dengan baik b) Dapat melakukan
kegiatan sehari-har secara mandiri. secara tepat 9) Memberikan kegiatan yang dapat mengasah
kerja otak 10) Sediakan pengingat dengan menggunakan gambar dengan cara yang
tepat( mengunakan simbol, gambar, tulisan ) 11) Kolaborasi dengan perawat yang lain agar selalu
memantau klien dan mengingtkan klien 12) Kolaborasi dengan tim medis lainnya. NO Diagnosa
Keperawatan NOC NIC 2. Defisit perawatan diri (mandi) Definisi : hambatan untuk melakukan
aktifitas mandi secara mandiri Batasan karateristik: 1. Ketidakma mpuan membasuh tubuh 2.
Ketidakma mpuan mengingat waktu untuk mandi 3. Ketidakma mpuan mengambil pealatan mandi
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah defisit perawatan diri
dapat teratasi. NOC : Perawatan Diri : Mandi N o Indikator 1 2 3 4 5 1. 2. 3. Mengambil alat mandi
Mencuci wajah Mencuci bagian atas sampai bawah tubuh Mengeringk an tubuh Keterangan : Beri
tanda (X) sesuai dengan nilai skoring klien sebelum intervensi Beri tanda (√) sesuai dengan nilai
skoring klien setelah intervensi Skoring : 1) Sangat terganggu a) Mengambil alat mandi : tidak
mampu Bantuan perawatan diri : mandi (kebersihan tubuh) 1) Observasi keadaan umum klien dan
kebersihan tubuh 2) Sediakan lingkungan yang terapeutik dengan memastikan suasana rileks dan
privasi 3) Sediakan barang pribadi yang diinginkan (sabun mandi, pasta gigi dan sikat gigi, lotion,
deodoran) 4) Letakkan 60 Faktor yang berhubungan : 1. Gangguan neuromusk ular 2. Gangguan
kognitif 3. Kelemahan b) Mencuci wajah :tidak mampu melakukan sendiri c) Mencuci tubuh bagian
atas sampai bawah : tidak mampu d) Mengeringkan badan tidak mampu 2) Terganggu a) Mengambil
alat mandi bantuan orang lain b) Mencuci wajah :melakukan hanya ¼ bagian wajah dengan bantuan
c) Mencuci tubuh bagian atas sampai bawh :melakukan dengan bantuan dari 2-3 orang d)
Mengeringkan badan: mampu melakukan hanya 1 bagian tubuh 3) Cukup terganggu a) Mengambil
alat mandi : mampu mengambil hanya 1 alat saja b) Mencuci wajah :mampu melakukan hanya ½
bagian wajah dengan bantuan c) Mencuci tubuh bagian atas sampai bawah :melakukan dengan
bantuan 2 orang d) Mengeringkan badan: mampu melakukan hanya 2 bagian tubuh 4) Sedikit
terganggu a) Mengambil alat mandi : mampu mnegambil 2 ampai 3 alat mandi b) Mencuci wajah :
mampu melakukan setengah bagian tanpa bantuan c) Mencuci tubuh bagian atas sampai bawah
:melakukan dengan bantuan 1 orang d) Mengeringkan badan : mampu melakukan hanya pada 2
sampai 3 bagian tubuh 5) Normal a) Mengambil alat mandi : mengambil semua alat mandi yang
diperlukan b) Mencuci wajah : melakukan seluruh wajah c) Mencuci bagian bawah dan handuk,
sabun, sikat gigi dan pasta gigi serta aksesois lain yang diperlukan disisi tempat tidur 5) Jaga
kebersihan klien 6) Dukung keluarga untuk berpartisipasi untuk menjaga kebersihan klien 7) Fasilitasi
klien untuk melakukan mandi sendiri 8) Berikan bantuan sampai klien benar-benar mampu merawat
diri 61 atas tubuh : melakukan tanpa bantuan d) Mengeringkan badan : melakukan utuh NO
Diagnosa Keperawatan NOC NIC 3 Ketidakefektifan koping Definisi: Ketidakmampua n untuk
membentuk penilaian valid tentang stresor, ketidakmampua n pilahan respon yang dilakukan,
ketidakmampua n untuk menggunakan sumber daya yan ada, Faktor resiko: 1. Akses dukungan
sosial tidak adekuat 2. Kesulitan mengorganis asi informasi 3. Ketidakmam puan memenuhi
kebutuhan dasar 4. Ketidakmam puan mengatasi masalah 5. Ketidakmam puan menghadapi masalah
6. Ketidakmam pan mengikuti informasi 7. Perubahan konsentrasi 8. Strategi koping tidak Tujuan :
setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan asia/ klien mengalami koping yang efektif N o
Indikator 1 2 3 4 5 1 2 Konsentrasi Memproses informasi Keterangan : Beri tanda (X) sesuai dengan
nilai skoring klien sebelum intervensi Beri tanda (√) sesuai dengan nilai skoring klien setelah
intervensi Skoring : 1) Sangat terganggu a) Klien sama sekali tidak dapat konsentrasi b) Klien tidak
dapat memproses informasi 2) Terganggu a) konsentrasi terhadap hal hal yang sederhana tetai
terkadang tidak dapat konsentrasi b) Hanya hal hal yang sederhana yang dapat diproses dan
terkaang tidak bisa 3) Cukup terganggu a) Dapat konsentrasi terhadap hal hal yang sederhana b)
Hanya informasi hal-hal yang sederhana yang dapat diproses 4) Sedikit terganggu a) Dapat
konsentrasi terhadap hal-hal yang rumit b) Dapat memproses informasi terhadap hal yang rumit 5)
Normal a) Dapat konsentrasi dengan baik b) Dapat memproses informasi dengan baik 1) Amati
penyebab tidak efektifnya konsep diri. 2) Amati kekuatan seperti kemampuan untuk menceritakan
kenyataan dan mengenali sumber tekanan 3) Monitor risiko membahayakan diri 4) Bantu klien
menentukan tujuan yang realistis dan mengenali ketrampilan dan pengetahuan pribadi 5) Anjurkan
klien untuk membuat pilihan dan ikut serta dalam perencanaan perawatan dan aktivitas yang
terjadwal 6) Berikan aktivitas fisik dan mental yang tidak melebihi kemampuanklie n Jika memiliki 7)
Gunakan pendengaran dan penerimaan aktif dalam membantu klien mengekspresika 62 efektif n
emosi 8) Hindaripenenan gan yang salah; berikan jawaban jujur dan berikan hanya informasi yang
diminta 9) Dukunglah perilaku penanggulanga n; berikan klien waktu untuk bersantai 10) Bantu klien
untuk menjelaskan arti gejala yang mereka miliki 11) Anjurkan penggunaan relaksasi perilaku kognitif
(misal terapi musik,guided imagery) 12) Gunakan teknik selingan selama prosedur yang
menyebabkan klien merasa ketakutan NO 4 Diagnosa Keperawatan Gangguan pola tidur Definisi :
Interupsi jumlah waktu dan kualitas akibat faktor eksternal Faktor Resiko 1. Kesulitan jatuh tertidur
2. Ketidakpua san tidur 3. Menyataka n tidak NOC Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan 3
x 24 jam pada klien dengan gangguan pola tidur dapat teratasi. NOC : Kriteria hasil : N o Indikato r 1
2 3 4 5 1 2 3 Waktu tidur Kualitas tidur NIC Environment management (manajemen lingkungan) 1)
Perkenalkan diri 2) Monitoring TTV 3) Beri edukasi pentingnya kebutuhan tidur 4) Kaji pola tidur
dengan cara observasi 5) Monitoring 63 merasa cukup tidur 4. Perubahan pola tidur normal 4 Teknik
relaksasi Lingkun gan Keterangan : Beri tanda (X) sesuai dengan nilai skoring klien sebelum intervensi
Beri tanda (√) sesuai dengan nilai skoring klien setelah intervensi 1) Sangat parah a) Waktu tidur : 0-2
jam b) Kualitas tidur : perasaan lelah, kelopak mata bengkak, pusing c) Teknik relaksasi : tidak
bias/mampu melakukan teknik relaksasi d) Lingkungan : mengatakan tidak nyaman 2) Parah a)
Waktu tidur : 3-4 jam b) Kualitas tidur : tidur tidak puas, hitam disekitar mata, pusing c) Teknik
relaksasi : bias dilakukan teknik relaksasi tapi tidak terpengaruh d) Lingkungan : belum terbiasa
dengan lingkungan 3) Sedang a) Waktu tidur : 5-6 jam b) Kualitas tidur : selalu terbangun saat tidur,
gelisah c) Teknik relaksasi : sedikit bisa dilakukan teknik relaksasi d) Lingkungan : mulai merasa
nyaman dengan lingkungan 4) Ringan a) Waktu tidur : 7 jam b) Kualitas tidur : sakit kepala, mudah
menguap c) Teknik relaksasi : bias melakukan teknik relaksasi tapi masih dibantu d) Lingkungan :
sedikit merasa nyaman 5) Normal a) Waktu tidur : 8 jam b) Kualitas tidur : tidak ada gangguan
tidur/merasa kenyamanan setelah tidur 6) Observasi sering terbangun pada malam hari 7) Ciptakan
lingkungan yang aman 8) Berikan tempat tidur dan lingkungan yang bersih dan nyaman 9) Berikan
posisi tidur yang membuat klien yang nyaman 10) Berikan terapi nafas dalam 11) Berikan terapi
musik pada klien 64 nyaman c) Teknik / relaksasi : bias melakukan teknik relaksasi d) Lingkungan :
merasa nyaman dan terbiasa dengan lingkungan NO Diagnosa Keperawatan NOC NIC 5 Risiko jatuh
Definisi : Peningkata n kerentanan untuk jatuh yang dapat menyebabkan bahaya fisik Faktor Resiko
1. Dewasa a. Usia 65 tahun atau lebih b. Riwayat jatuh c. Prosthesis eksremita s bawah d. Pengguna
an alat bantu 2. Lingkungan a. Lingkung an yang tidak terorganis ir b. Ruang yang memiliki pencahay
aan yang redup c. Lantai yang licin 3. Fisiologis a. Sakit akut b. Kelemaha n dari ekstermit as bawah c.
Arthritis Tujuan :Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3x24 jam diharapkan risiko jatuh tidak dapat
terjadi NOC : Kejadian jatuh N o Indikator 1 2 3 4 5 1 2 3 Susah saat berdiri susah saat berjalan
kesulitan melakuka n kegiatan dasar hidup seharihari Keterangan : Beri tanda (X) sesuai dengan nilai
skoring klien sebelum intervensi Beri tanda (√) sesuai dengan nilai skoring klien setelah intervensi 1)
Sangat terganggu a) Susah saat berdiri: tidak dapat berdiri b) Susah saat berjalan : tidak dapat
berjalan sepenuhnya c) Kesulitan melakukan kegiatan kehidupan seharihari :dibantu orang lain
dengan sepenuhnya 2) Terganggu a) Susah saat berdiri : dapat berdiri dengan bantuan orang lain
atau alat sepenuhnya b) Susah saat berjalan : dapat berjalan dengan bantuan orang lain atau alat
bantu dengan sepenuhnya c) Kesulitan melakukan kegiatan kehidupan seharihari: diabntu orang
dengan sepenuhnya 3) Cukup terganggu 1) Mengidentifika si defisit kognitif atau fisik yang dapat
meningkatkan potensi jatuh dalam lingkungan tertentu. 2) Mengidentifika si perilaku dan faktor yang
mempengaruhi resiko jatuh 3) Mengidentifika si karakteristik lingkungan yang dapat meningkatkan
potensi untuk jatuh ( misalnya : lantai yang licin dan tangga terbuka ) 4) Mendorong klien untuk
menggunakan tongkat atau alat pembantu berjalan 5) Membantu toilet seringkali,inter val
dijadwalkan 6) Tempat artikel mudah dijangkau dari klien 65 2.5.4 Implementasi adalah tahap ke
empat dalam tahap proses keperawatan dalam melaksanakan tindakan perawatan sesuai dengan
rencana (Hidayat, 2013). Implementasi merupakan tahap keempat dari proses dokumentasi
keperawatan yang dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan. Dengan rencana
keperawatan yang diberikan dibuat berdasrkan diagnosa yang tepat, intervensi diharapkan dapat
mencapai a) Susah saat berdiri : dapat berdiri dengan bantuan orang lain atau alat minimal b) Susah
saat berjalan : dapat berjalan dengan bantuan orang lain atau alat bantu dengan minimal c)
Kesulitan melakukan kegiatan kehidupan seharihari: diabntu orang dengan minimal 4) Sedikit
terganggu a) Susah saat berdiri : dapat berdiri dengan mengunakan alat bantu saja b) Susah saat
berjalan : dapat berjalan dengan alat bantu saja c) Kesulitan melakukan kegiatan kehidupan
seharihari: mengunakan alat bantu saja 5) Tidak terganggu a) Susah saat berdiri : dapat berdiri
sendiri dengan alat bantu b) Susah saat berjalan : dapat berjalan sendiri tanpa alat bantu c) Kesulitan
melakukan kegiatan kehidupan seharihari : tidak ada kesulitan 66 tujuan yang diharapkan untuk
meningkatkan status kesehatan. Implementasi meliputi klien, perawat dan staf lainnya yang akan
melaksanakan rencana keperawatan. Komponen lain dari proses keperawatan, seperti pengkajian
dan peencanaan berlajut selama komponen ini. Didalam konsep konsep asuhan keperawatan ini
klien melakukan intervensi atau perencanaan yang sudah disusun kepaa para klien lansia seperti
melakukan terapi aktivitas dan lain-lain. Menurut Debora tahun 2013 Implementasi merupakan
suatu tahapan keempat dari proses keperawatan. Tahap ini muncul jika perencanaan yang dibuat
diaplikasikan pada klien. Tindakan yang dilakukan mungkin sama, mungkin juga berbeda dengan
urutan yang telah dibuat pada perencanaan. Aplikasi yang dilakukan pada klien akan berbeda,
disesuaikan dengan kondisi klien saat itu dan kebutuhan yang paling dirasakan oleh klien.
Implementasi keperawatan membutuhkan fleksibilitas dan kreatifitas perawat. Sebelum melakukan
suatu tindakan, perawat harus mengetahui alasan mengapa tindakan tersebut dilakukan. Perawat
harus yakin bahwa: 1. Tindakan keperawatan yang dilakukan sesuai dengan tindakan yang sudah
direncanakan. 2. Dilakukan dengan cara yang tepat, aman, serta sesuai dengan kondisi klien. 3.
Selalu dievaluasi apakah sudah efektif. 4. Aktivitas yang dilakukan pada tahap implementasi Jenis –
jenis Implementasi : 67 Menurut Asmadi (2013) dalam melakukan implementasi keperawatan
terdapat tiga jenis implementasi keperawatan, yaitu : 1. Independent implementations adalah suatu
tindakan yang dilakukan secara mandiri oleh perawat tanpa petunjuk dari tenaga kesehatan lainnya.
Independent implementations ini bertujuan untuk membantu klien dalam mengatasi masalahnya
sesuai dengan kebutuhan klien itu sendiri, seperti contoh : membantu klien dalam memenuhi
activity daily living (ADL), memberikan perawatan diri, menciptakan lingkungan yang aman, nyaman
dan bersih untuk klien, memberikan dorongan motivasi, membantu dalam pemenuhan psiko-sosio-
spiritual klien, membuat dokumentasi, dan lain-lain. 2. Interdependent/collaborative
implementations adalah tindakan perawat yang dilakukan berdasarkan kerjasama dengan tim
kesehatan yang lain. Contohnya dalam pemberian obat, harus berkolaborasi dengan dokter dan
apoteker untuk dosis, waktu, jenis obat, ketepatan cara, ketepatan klien, efek samping dan respon
klien setelah diberikan obat. 3. Dependen implementations adalah pelaksanaan rencana tindakan
medis/instruksi dari tenaga medis seperti ahli gizi, psikolog, psikoterapi, dan lain-lain dalam hal
pemberian nutrisi kepada klien sesuai dengan diet yang telah dibuat oleh ahli gizi dan latihan fisik
sesuai dengan anjuran bagian fisioterapi. 68 2.5.5 Evaluasi Evaluasi merupakan langkah proses yang
memungkinkan perawat untuk menetukan apakah intervensi keperawatan telah berhasil
meningkatkan kondisi klien atau tidak. Kriteria proses yaitu menilai pelaksanaan proses keperawatan
sesuai situasi, kondisi dan kebutuhan klien. Evaluasi proses harus dilaksanakan untuk membantu
keefektifan terhadap tindakan. Kriteria keberhasilan yaitu menilai hasil asuhan keperawatan yang
ditujukan dengan perubahan tingkah laku klien. Disini peneliti melakukan evaluasi apakah intervensi
yang telah dilakukan sudah berhasil dalam meningkatkan memori klin, mengurangi defisit perawatan
diri klien, membantu klien dalam keefektifan koping dan mencegah resiko jatuh pada klien. Evaluasi
adalah tahap kelima dari proses keperawatan. Pada tahap ini perawat membandingkan hasil
tindakan yang telah dilakukan dengan kriteria hasil yang sudah ditetapkan serta menilai apakah
masalah yang terjadi sudah teratasi seluruhnya, hanya sebagian, atau bahkan belum teratasi
semuanya. Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan yaitu suatu proses yang digunakan mengukur
dan memonitor kondisi klien untuk mengetahui kesesuaian tindakan keperawatan, perbaikan
tindakan keperawatan, kebutuhan kliet saat ini, perlunya dirujuk pada tempat kesehatan lainnya dan
apakah perlu menyusun ulang prioritas diagnosis supaya kebutuhan klien bisa terpenuhi (Debora,
2011). 69 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Desain yang digunakan dalam laporan
penelitian ini adalah studi kasus, yaitu studi yang mengeksplorasi suatu masalah atau fenomena
dengan batasan terperinci, memiliki pengambilan data yang mendalam dan menyertakan berbagai
sumber informasi. Studi kasus dibatasi oleh waktu dan tempat, serta kasus yang dipelajari berupa
peristiwa, aktivitas atau individu (Parwoto, 2015). Studi kasus ini adalah studi kasus untuk
mengeksplorasi asuhana keperawatan pada klien lansia dengan demensia disertai gangguan pola
tidur di Griya Asih Lawang. 3.2 Batasan Ilmiah Batasan istilah adalah pernyataan yang menjelaskan
istilah – istilah yang menjelaskan istilah – istilah kunci yang menjadi focus studi kasus. Beberapa
batasan istilah antara lain : 1. Definisi demensia menurut WHO adalah sindrom neurodegeneratif
yang timbul karena adanya kelainan yang bersifat kronis dan progesifitas disertai dengan gangguan
fungsi luhur multiple seperti kalkulasi, kapasitas belajar, bahasa, dan mengambil keputusan.
Kesadaran pada demensia tidak terganggu. Gangguan fungsi kognitif biasanya disertai dengan
perburukan kontrol emosi, perilaku, dan motivasi. (WHO, 2014). 2. Gangguan pola tidur merupakan
suatu kondisi yang ditandai dengan adanya gangguan dalam jumlah, kualitas atau waktu tidur pada
seorang individu (Harsono, 2014). 3.3 Partisipan 70 Subyek yang digunakan sebagai partisipan dalam
studi kasus ini adalah dua klien yang memiliki masalah keperawatan dan diagnosa medis yang sama.
Partisipan atau unit yang diteliti dalam studi kasus ini klien demensia dengan gangguan pola tidur di
Griya Asih Lawang, Kabupaten Malang. 1. Inklusi a. Lansia usia 70-80 tahun b. Lansia dengan hasil
pemeriksaan PSQI buruk saat pengkajian. c. Lansia dengan hasil pemeriksaan MMSE ringan-sedang
saat pengkajian. 2. Ekslusi a. Lansia demensia dengan komplikasi b. Lansia meninggal sebelum selesai
penelitian c. Lansia dengan gangguan pendengaran 3.4 Lokasi dan Waktu penelitian Lokasi penelitian
dilakukan di Griya asih Lawang jl. Pramuka RT 06 RW 07 Lawang penelitian dilaksanakan selama 14
hari dengan 3x kunjungan pada tanggal 20 Juli s/d 3 Agustus 2018 dengan responden para lansia
penghuni Griya Asih Lawang. 3.5 Pengumpulan Data 1. Wawancara Wawancara dilakukan untuk
memperoleh hasil anamnese tentang identitas klien, keluhan utama yang dirasakan klien, riwayat
penyakit sekarang, penyakit dahulu dan riwayat penyakit keluarga, pola aktivitas sehari-hari yang
dilakukan klien sebelum sakit dan pada saat sakit. 71 Sumber data dapat diperoleh dari ungkapan
secara langsung yang disampaikan oleh klien maupun keluarga klien. 2. Observasi dan pemeriksaan
fisik Observasi dan pemeriksaan fisik dilakukan secara fisik disini yang perlu diperhatiakan oleh
peneliti adalah tingkat kecemasan klien, raut wajah klien , pola aktivitas sehari-hari klien, tanda-
tanda vital klien dan juga fungsi dari organ-organ klien masih berfungsi dengan baik atau ada
tidaknya gangguan. 3. Studi dokumentasi dan angket (hasil pemeriksaan diagnostik dan data lain
yang relevan). 3.6 Uji Keabsahan Data Uji keabsahan data dimaksudkan untuk menguji kualitas data
atau informasi yang diperoleh sehingga menghasilkan data dengan validitas tinggi. Uji keabsahan
data dilakukan dengan: 1. Memperpanjang waktu pengamatan atau tindakan 2. Sumber informasi
tambahan menggunakan triangulasi dari tiga sumber data utama yaitu klien, perawat yang berkaitan
dengan masalah yang diteliti. 3. Keabsahan data perlu dijamin akan kebenarannya, peneliti telah
melakukan dengan konfirmasi informasi yang telah ditemukan dengan cara melakukan verifikasi
tingkat kepercayaan (credibility) dengan tujuan untuk menilai kebenaran dari temuan data yang
telah dibuat oleh peneliti berdasarkan informasi dari partisipan. 72 4. Partisipan diberi kesempatan
untuk membaca berulang kali dan dimohon memberikan penilaian apakah isi temuan data tersebut
sesuai dengan pengalaman diri sendiri (Prawoto, 2015) 3.7 Alur Studi Kasus Peneliti Menentukan
Sample dengan 2 Partisipan Berdasarkan Inklusi Yang Ditentukan Peneliti Pemohonan Surat Ijin
Penelitian Populasi Seluruh Klien Demensia Dengan Gangguan Pola Tidur Menjelaskan Maksud Dan
Tujuan Peneliti Informed Consent Memastikan Legalitas Persetujuan Dengan Surat Persetujuan
Bersedia Menjadi Responden Uji Keabsahan Data Menggunakan Triangulasi Sumber, Teknik Dan
Waktu Analisa Data Hasil dan Pembahasan Penarikan kesimpulan Penyajian data Bagan 3.1 Alur
Studi Kasus 73 3.8 Analisis Data Analisis data dilakukan dengan cara mengemukakan fakta,
selanjutnya membandingkan dengan teori yang ada dan selanjutnya dituangkan dalam opini
pembahasan. Teknik analisis yang digunakan dengan cara menarasikan jawabanjawaban yang
diperoleh dari hasil interprestasi wawancara mendalam yang dilakukan untuk menjawab rumusan
masalah. Teknik analisis yang digunakan dengan cara observasi oleh peneliti dan studi dokumentasi
yang menghasilkan data untuk selanjutnya diinterprestasikan dan dibandingkan teori yang ada
sebagai bahan untuk memberikan rekomendasi dalam intervensi tersebut. Urutan dalam analisis
adalah: 1. Pengumpulan data Data dikumpulkan dari hasil WOD (wawancara, observasi, dokumen).
Hasil ditulis dalam bentuk catatan lapangan, kemudian disalin dalam bentuk transkrip (catatan
terstruktur). 2. Mereduksi data Dari hasil wawancara yang terkumpul dalam bentuk catatan
lapangan dijadikan satu dalam bentuk transkrip dan dikelompokkan menjadi data subyektif dan
obyektif, dianalisis berdasarkan hasil pemeriksaan diagnostik kemudian dibandingkan nilai normal. 3.
Penyajian data Penyajian data dapat dilakukan dengan tabel, gambar, bagan maupun teks naratif.
Kerahasiaan dari klien dijamin dengan jalan mengaburkan identitas dari klien serta surat informed
consent yang telah disetujui responden. 74 4. Kesimpulan Dari data yang disajikan, kemudian data
dibahas dan dibandingkan dengan hasil penelitian terdahulu secara teoritis dengan perilaku
kesehatan. Penarikan kesimpulan dengan metode induksi. Data yang dikumpulkan terkait dengan
data pengkajian, diagnosis, perencanaan, tindakan, dan evaluasi. 3.9 Etika Penelitian Masalah etika
penelitian keperawatan merupakan masalah yang sangat penting dalam penelitian, mengingat
penelitian keperawatan berhubungan langsung dengan manusia, maka segi etika penelitian harus
diperhatikan. Masalah etika yang harus diperhatikan antara lain adalah sebagai berikut (Hidayat,
2014): 1. Informed consent (persetujuan) Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara
peneliti dengan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed consent
tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan untuk
menjadi responden. Tujuan informed consent adalah agar subjek mengerti maksud dan tujuan
penelitian, mengetahui dampaknya. Jika responden tidak bersedia, maka peneliti harus
menghormati hak klien. Beberapa informasi yang ada dalam informed consent tersebut antara lain:
a. Partisipasi klien b. Tujuan dilakukannnya tindakan c. Komitmen 75 d. Prosedur pelaksanaan e.
Potensial masalah yang akan terjadi f. Manfaat g. Kerahasiaan 2. Anonimity (tanpa nama) Masalah
etika keperawatan adalah masalah yang memberikan jaminan dalam penggunakan subjek penelitian
dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan
data atau hasil penelitian yang akan disajikan. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan inisial pada
nama klien. 3. Confidentiality (kerahasian) Masalah ini merupakan masalah etika dengan
memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah lainnya.
Semua informasi yang tealah dikumpulkan dijaminan kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok
data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset. Pada penelitian ini peneliti menjaga kerahasiaan
dengan cara tidak menyebarkan informasi apapun yang berasal dari klien kepada orang lain. 4.
Justice (keadilan) Prinsip keadilan dibutuhkan untuk terapi yang sama dan adil terhadap orang lain
yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan. Nilai ini direfleksikan dalam praktek
profesional ketika perawat bekerja untuk klien yang benar sesuai hukum, standar praktek dan
keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas pelayanan 76 kesehatan. Dalam penelitian ini
peneliti menggunakan rencana terapi yang sama pada 2 partisipan yang berbeda. 5. Veracity
(Kejujuran) Nilai ini diperlukan oleh pemberi layanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran
pada setiap klien dan untuk meyakinkan bahwa klien sangat mengerti. Dalam penelitian ini peneliti
menyampaikan penjelasan dengan jujur kepada partisipan. 6. Beneficence Manfaat suatu penelitian
yang harus secara nyata lebih besar kadarnya dibanding risiko yang munkin akan dialami oleh subjek
penelitian dan harus dilakukan dengan metode yang benar secara ilmiah serta harus dilaksanakan
oleh penelitian yang kompeten. Dalam penelitian ini peneliti mempelajari instrumen – instrumen
terapi yang diberikan pada partisipan agar peneliti mendapat manfaat penelitian ini. 7.
Nonmaleficience Mengusahakan semaksimal mungkin agar subjek tidak terpapar oleh perlakuan
yang akan merugikan jiwa maupun kesehatan dan kesejahteraannya. Peneliti lebih berhati – hati dari
mulai perencanaan tindakan, sampai implementasi karena agar klien tidak merasaa dirugikan. 77
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Lokasi Penelitian Griya Asih Lawang merupakan
lembaga dibawah yayasan Diakonia GPIB Rumah Asuh Anak Lansia GRIYA ASIH LAWANG yang
beralamat di JL.Pramuka RT 06 RW O7 Ds Ngarmato Kelurahan Lawang Kecamatan Lawang. Didalam
Rumah Asuh Anak dan Lansia Griya Asih lawang ini menampung anak yatim atau yatim piatu dan
juga lansia atau disebut dengan panti werdha dengan sistem rumah asuh atau pendampingan saja.
Griya Asih Lawang terdiri dari bangunan asrama panti werdha, bangunan anak yatim, bangunan aula,
perkantoran dan rumah dinas dengan luas 6000 m2 dengan personil organisasi sebanyak 21 orang
dengan tugas yang telah dibagi masingmasing, dan terdapat 24 lansia di Griya Asih Lawang. 4.1.2
Pengkajian a. Identitas klien Tabel 4.1 Identitas Klien Identitas Klien Klien 1 Klien 2 Nama Ny. L Ny. Y
Usia 72 th 77 th Jenis kelamin P P Alamat Jl.Kalimas Baru 1/3A Perak Utara Pabean Canhan Surabaya
Jl.Irian Jaya 96 Situbondo Status pernikahan Menikah Janda Agama Kristen Kristen Pekerjaan IRT
Swasta Suku bangsa Jawa Cina Tanggal masuk 17 September 2017 07 November 2007 Tanggal
pengkajian 2 Juli 2018 7 Juli 2017 78 Diagnosa medis Demensia Demensia b. Status kesehatan Tabel
4.2 Status Kesehatan Dan Riwayat Kesehatan Riwayat Penyakit Klien 1 Klien 2 Keluhan Utama Klien
mengeluh sering lupa dan sering terbangun saat malam hari ± 2x / malam. Klien mengatakan sering
lupa dan susah untuk mengawali tidur. Riwayat Penyakit Sekarang Klien datang ke Griya Asih Lawang
dengan diantarkan keluarga tanpa keluhan atau riwayat penyakit. Klien datang ke Griya Asih Lawang
denga diantarkan keluarga dengan kondisi klien mengalami gangguan mobilitas fisik. Riwayat
Penyakit Dahulu Klien tidak memiliki riwayat penyakit terdahulu. Klien tidak memiliki riwayat
penyakit terdahulu. Sering Riwayat Penyakit Keluarga Dalam keluarga klien tidak ada riwayat
penyakit seperti hipertensi, diabetes militus dan lain-lain. Dalam keluarga klien tidak ada riwayat
penyakit seperti hipertensi, diabetes militus dan lain-lain. c. Genogram Klien 1 X X X X X X Ket : :
perempuan : laki-laki X : meninggal : menikah : penderita / klien 79 Klien 2 X X X X X Bagan 4.1
Genogram d. Pola kesehatan Tabel 4.3 Pola Kesehatan POLA KESEHATA N KLIEN1 KLIEN2 Pola Nutrisi
Klien makan 3x1 sehari dengan gizi seimbang yang telah ditentukan oleh panti. Klien memenuhi
kebutuhan makan tanpa dibantu oleh orang lain. Jumlah minuman 8 gelas/hari Frekuensi minuman
2000 ml/24 jam Jumlah makanan 1 porsi, 3 x 1 Jenis makanan nasi, lauk, dan sayur Cara pemberian
makanan melalui oral. Klien memenuhi kebutuhan makan tanpa dibantu oleh orang lain. Jumlah
minuman 7 gelas/hari Frekuensi minuman 1500 ml/24 jam Pola Eliminasi BAB lancar, warnanya
kuning, bentuknya padat Frekuensi BAK 5x/hari, warnanya kuning cerah, bau khas kencing Klien
mengatakan lupa Pola Istirahat/tidur Klien tidur 3 jam/hari Tidur siang 1 jam/hari, malam 2 jam/hari
Tidur tidak nyaman sering terbangun Klien lupa, klien mengatakan tidurnya sering terbangun. Pola
Personal Hygiene Mandi 2x perhari, pakai sabun, mandi pagi dan sore secara mandiri Mandi 2x
perhari, pakai sabun, mandi pagi dan sore secara dengan bantuan Ket : : perempuan : laki-laki X :
meninggal : menikah : penderita / klien 80 Pola Aktifitas Klien mengikuti aktivitas senam pagi setiap
hari dipanti. Aktivitas sehari-hari dibantu alat (kursi roda). Ketergantung an Klien beraktifitas secara
mandiri Klien beraktifitas dibantu orang lain dan alat bantu (kursi roda) e. Pemeriksaan fisik Tabel 4.4
Pemeriksaan Fisik Klien 1 Klien 2 Suhu 36,7 ºC 36,2 ºC Nadi 82 x/menit 77 x/menit Tekanan Darah
110/70 mmHg 120/90 mmHg Pernafasan 18 x/menit 24 x/menit GCS 4 5 6 Compos mentis 4 5 6
Compos mentis TB 153 cm 157 cm BB 56 kg 65 kg Keadaan Umum Baik Baik Kepala Ekspresi wajah
Grimace (-) tegang (-) Grimace (-) tegang (-) Rambut Rambut berwarna putih tidak rata, bersih
Rambut berwarna putih tidak rata, tidak lepek dan bersih Kulit Kepala Bersih dan tidak ada lesi
Bersih dan tidak ada lesi Mata Simetris, konjungtiva anemis, sklera putih, tidak ada benjolan, reaksi
pupil terhadap cahaya responnya mengecil, pupil isokor, terdapat kantung mata Simetris,
konjungtiva merah muda, sklera putih, tidak ada benjolan, reaksi pupil terhadap cahaya responya
mengecil, pupil isokor, terdapat kantung mata Hidung Simetris, tidak ada polip, tidak terdapat
pernafasan cuping hidung Simetris, tidak ada polip, tidak terdapat pernafasan cuping hidung Telinga
Simetris, pendengaran baik Simetris, pendengaran tidak baik Mulut Bibir atas dan bawah Bibir atas
dan bawah

Anda mungkin juga menyukai