Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada saat ini, terjadi Pandemi Besar Virus Corona atau Covid-19, yang
merupakan virus berbahaya yang pertama kali teridentifikasi pada Desember 2019
di kota Wuhan, China. Covid-19 merupakan virus yang dapat menular melalui
sentuhan atau interaksi, hal ini mengakibatkan cara untuk mencegah penyebaran
dari virus ini adalah dengan melakukan social distancing dan dianjurkan untuk
selalu berada di rumah selama keadaan seperti ini.
Adanya Coronavirus yang menyebabkan penyakit Covid-19 di Indonesia.
Menyebabkan banyak kerugian di Indonesia, khususnya bagian ekonomi, seperti
yang kita ketahui, adanya Covid-19 ini mengharuskan kita untuk tetap dirumah,
dan beberapa daerah memberlakukan PSBB dimana berjualan dilarang. Dan juga
pusat perbelanjaan ditutup, hal tersebut menyebabkan berkurangnya pendapatan
negara khususnya pajak, sehingga ekonomi negara tersebut turun dan pengeluaran
lebih banyak keluar untuk penyembuhan Covid-19. Selain itu, banyaknya PHK
yang dilakukan oleh pemilik perusahaan juga memperburuk keadaan ekonomi saat
ini karena meningkatnya pengangguran. Maka dari itu ada beberapa strategi
pemerintah dalam menstimulus ekonomi dalam suatu negara agar ekonomi
Indonesia cepat pulih.

B. Rumusan Masalah
1. Kebijakan Fiskal dan Moneter Dalam Menghadapi Covid-19
2. APBN di tengah tekanan ekonomi

C. Tujuan
1. Mengetahui kebijakan pemerintah untuk mempertahankan ekonomi negara
2. Memahami kebijakan fiskal dan moneter yang diatur oleh pemerintah

1
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Corona Virus Disease 2019 (Covid-19)


Pada Desember 2019, kasus pneumonia misterius pertama kali dilaporkan
di Wuhan, Provinsi Hubei. Sumber penularan kasus ini masih belum diketahui
pasti, tetapi kasus pertama dikaitkan dengan pasar ikan di Wuhan. Tanggal 18
Desember hingga 29 Desember 2019, terdapat lima pasien yang dirawat dengan
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS). 2 Sejak 31 Desember 2019 hingga
3 Januari 2020 kasus ini meningkat pesat, ditandai dengan dilaporkannya
sebanyak 44 kasus. Tidak sampai satu bulan, penyakit ini telah menyebar di
berbagai provinsi lain di China, Thailand, Jepang, dan Korea Selatan. Sampel
yang diteliti menunjukkan etiologi coronavirus baru. Awalnya, penyakit ini
dinamakan sementara sebagai 2019 novel coronavirus (2019-nCoV), kemudian
WHO mengumumkan nama baru pada 11 Februari 2020 yaitu Coronavirus
Disease (COVID-19) yang disebabkan oleh virus Severe Acute Respiratory
Syndrome Coronavirus-2 (SARS-CoV-2). Virus ini dapat ditularkan dari manusia
ke manusia dan telah menyebar secara luas di China dan lebih dari 190 negara dan
teritori lainnya.5 Pada 12 Maret 2020, WHO mengumumkan COVID-19 sebagai
pandemik.6 Hingga tanggal 29 Maret 2020, terdapat 634.835 kasus dan 33.106
jumlah kematian di seluruh dunia. Sementara di Indonesia sudah ditetapkan
20.162 kasus dengan positif COVID-19 dan 1.278 kasus kematian.

B. Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal diterapkan kepada perubahan tarif pajak atau pengeluaran
pemerintah untuk mencapai tujuan ekonomi dan sosial yang ditetapkan oleh
pemerintah. Tujuan kebijakan fiskal adalah:
1. Menjaga efisiensi pengalokasian sumber daya ekonomi
2. Mencapai dan mempertahankan kesempatan kerja penuh
3. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi
4. Mengatur pendistribusian pendapatan dan kesejahteraan

2
Dengan demikian, peranan kebijakan fiskal dalam bidang perekonomian
menjadi semakin penting.
Kebijakan Fiskal adalah kebijakan ekonomi yang digunakan pememrintah
untuk mengendalikan atau mengarahkan perekonomian pada saat kondisi yang
lebih baik, caranya yaitu mengatr penerimaan atau pengeluaran pemerintah. Cara
pemerintah menerapkan kebijakan fiskal adalah pemerintah harus melihat kondisi
ekonomi nergara dahulu, apabila terjadi inflasi, maka pemerintah akan
mengurangi pengeluaran (berhemat) dan menaikkan tarif pajak (mengurangi
subsidi). Kebijakan ini dikenal juga dengan kebijakan fiskal ekspansi. Sedangkan
jika terjadi deflasi, maka pemerintah akan meningkatkan pengeluaran dan
menurunkan tarif pajak (menambah subsidi), dimana kebijakan ini disebut juga
kebijakan fiskal ekspansi.

C. Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter adalah kebijakan ekonomi yang digunakan Bank
Indonesia sebgai otoritas moneter, untuk mengendalikan atau mengarahkan
perekonomian pada kondisi yang lebih baik atau diinginkan dengan mengatur
jumlah uang yang beredar (JUB) dan tingkat suku bunga.
Perbedaan kebijakan moneter dan fiskal adalah terletak pada instrumen
kebijakannya. Dalam kebijakan fiskal pemerintah mengatur pengeluaran dan
pendapatan pemerintah sedangkan dalam kebijakan moneter Bank Indonesia
mengatur jumlah uang yang beredar (JUB). Kebijakan moneter dilakukan oleh
bank sentral dimana pendekatan ekspansi jika ingin menambah JUB dan
pendekatan konstraksi jika ingin mengurangi JUB.
Kebijakan moneter memiliki 3 instrumen, yaitu operasi pasar terbuka (open
market operation), kebijakan tingkat suku bunga (discount rate policy) dan rasio
adangan aajib (reserve requirement ratio)
1. Reserve Requirement
Adalah dana yang harus disimpan bank-bank kepada Bank Indonesia
sebagai jaminan kesanggupan bank tersebut beroperasi di Indonesia. Jika
terjadi inflasi, maka BI akan menaikkan nominal Reserve Requirement

3
sehingga kemampuan penyaluran dana oleh bank kepada pelaku ekonomi
akan berkurang sehingga JUB akan menurun.
2. Operasi Pasar Terbuka
BI bisa menjual atau membeli berbagai surat berharga yang diterbitan
oleh BI atau pemerintah dimana jika terjai inflasi, BI akan menjual surat
berharga kepada pelaku ekonomi sehingga menyerap uang dan akan
menurunkan JUB yang juga menurunkan inflasi
3. Discount Rate Policy
Merupakan bunga berbagai surat berharga yang dimiliki oleh BI ataupun
pemerintah, jika terjai inflasi maka BI akan menaikkan discount rate yang
akan menyebabkan penurunan JUB akibatnya tingginya suku bunga
sehingga inflasi akan turun

4
BAB III
PEMBAHASAN

A. Kebijakan Fiskal dan Moneter Dalam Menghadapi Covid-19


Menurut Kanwil DJKN Kalbar, Pemerintah Indonesia melakukan pendekatan
yang cepat dan prudent untuk mengurangi dampaknya pada perekonomian.
Beberapa ahli mengkhawatirkan, dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh Covid-
19 bisa lebih besar dari dampak kesehatan, dan pertumbuhan ekonomi akan
melambat. Jika terjadi perlambatan ekonomi, maka daya serap tenaga kerja akan
berkurang, meningkatnya pengangguran dan kemiskinan. Sektor yang sangat
terpukul dengan pandemi Covid-19 adalah pariwisata dikarenakan adanya
larangan traveling dan konsekuensi social distancing. Imbasnya merembet ke
industri perhotelan, restoran, retail, transportasi dan lainnya.
Pemerintah merilis stimulus ekonomi jilid I di bidang pariwisata dengan
memberikan diskon tiket penerbangan domestik dan pembebasan pajak restoran
serta hotel di 10 destinasi utama pariwisata nasional.
Stimulus juga memasukkan insentif berupa diskon tiket untuk penerbangan
internasional. Tidak cukup dengan satu paket stimulus, pemerintah kembali
melanjutkan dengan stimulus ekonomi jilid II yang berisi kebijakan fiskal dan
nonfiskal, utamanya untuk menopang aktivitas industri.
Sektor manufaktur juga terimbas karena terhambatnya supply chain bahan
baku disebabkan kelangkaan bahan baku terutama dari China dan keterlambatan
kedatangan bahan baku. Hal ini akan berdampak pada kenaikan harga produk dan
memicu inflasi.
Pemerintah Indonesia mengambil kebijakan yang komprehensif di bidang
fiskal dan moneter untuk menghadapi Covid-19. Di bidang fiskal, Pemerintah
melakukan kebijakan refocusing kegiatan dan realokasi anggaran. Untuk itu,
Presiden RI, Joko Widodo, menerbitkan Inpres No.4/2020, yang
menginstruksikan, seluruh Menteri/Pimpinan/Gubernur/Bupati/Walikota
mempercepat refocusing kegiatan, realokasi anggaran dan pengadaan barang jasa
penanganan Covid-19.

5
Menurut Inpres No.4/2020 seluruh institusi tersebut diinstruksikan untuk
melakukan:
1. Mengutamakan penggunaan alokasi anggaran yang telah ada untuk
kegiatan-kegiatan yang mempercepat penanganan Covid-19
(Refocusing kegiatan, dan realokasi anggaran) dengan mengacu kepada
protokol penanganan Covid-19 di Kementerian/Lembaga/Pemerintah
Daerah dan rencana operasional percepatan penanganan Covid-19
yang ditetapkan oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.
2. Mempercepat refocusing kegiatan dan realokasi anggaran melalui
mekanisme revisi anggaran dan segera mengajukan usulan revisi
anggaran kepada Menteri Keuangan sesuai dengan kewenangannya.
3. Mempercepat pelaksanaan pengadaan barang dan jasa untuk
mendukung percepatan penanganan Covid-19 dengan mempermudah
dan memperluas akses sesuai dengan Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, Peraturan Pemerintah
Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan
Bencana, Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2008 tentang
Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana, Peraturan Presiden
Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa
Pemerintah, dan Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2018 tentang
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana Dalam Keadaan Tertentu.
4. Melakukan pengadaan barang dan jasa dalam rangka percepatan
penanganan Covid-19 dengan melibatkan Lembaga Kebijakan
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah serta Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan.
5. Melakukan pengadaan barang dan jasa alat kesehatan dan alat
kedokteran untuk penanganan Covid-19 dengan memperhatikan
barang dan jasa sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh
Kementerian Kesehatan
6. Khusus kepada:
a. Menteri Keuangan untuk memfasilitasi proses revisi anggaran
secara cepat, sederhana, dan akuntabel.

6
b. Menteri Dalam Negeri untuk mengambil langkah-langkah lebih
lanjut dalam rangka percepatan penggunaan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD) dan}.atau perubahan peraturan kepala
Daerah tentang penjabaran APBD untuk percepatan penanganan
Covid-19 kepada Gubernur/Bupati/Wali Kota.
c. Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk
melakukan percepatan penyiapan dan pembangunan infrastruktur
yang diperlukan dalam rangka penanganan Covid-19.
d. Menteri Kesehatan  untuk  mempercepat  pemberian registrasi 
alat  kesehatan  dan  alat  kedokteran  untuk penanganan Covid-19
yang belum memiliki nomor registrasi sesuai dengan ketentuan
peraturan  perundang-undangan.
e. Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan untuk
melakukan pendampingan dan pengawasan keuangan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan terhadap
akuntabilitas keuangan negara untuk percepatan penanganan
Covid-19.
f. Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
untuk melakukan pendampingan pelaksanaan pengadaan Barang
dan Jasa dalam rangka percepatan penanganan Covid-19.
Selanjutnya, Kementerian Keuangan akan merealokasi dana APBN sebesar
Rp62,3 triliun. Dana tersebut diambil dari anggaran perjalanan dinas, belanja non
operasional, honor-honor, untuk penanganan/pengendalian Covid-19,
perlindungan sosial (social safety net) dan insentif dunia usaha. APBD juga
diharapkan di-refocusing dan realokasi untuk 3 hal tersebut.
Penguatan penanganan Covid-19, dilakukan dengan menyediakan fasilitas
dan alat kesehatan, obat-obatan, insentif tim medis yang menangani pasien Covid-
19 dan kebutuhan lainnya. Social safety net diberikan untuk meningkatkan daya
beli masyarakat melalui program keluarga harapan (PKH), Kartu Indonesia Pintar
(KIP), Kartu Sembako dan beras sejahtera. Kementerian/Lembaga/Pemda
diharapkan memperbanyak program padat karya termasuk Dana Desa. Sedangkan

7
insentif dunia usaha dilakukan untuk membantu pelaku usaha khususnya UMKM
dan sektor informal.
Dikarenakan daya beli masyarakat di masa pandemi berkurang, maka
Kemenkeu juga menerbitkan PMK 23/2020 yang memberikan stimulus pajak
untuk karyawan dan dunia usaha yaitu pajak penghasilan karyawan ditangung
Pemerintah, pembebasan pajak penghasilan impor, pengurangan angsuran PPh
Pasal 25. Disamping itu, pemberian insentif/fasilitas Pajak Pertambahan Nilai
yang terdampak Covid-19. Kebijakan kemenkeu ini disebut juga kebijakan fiskal
ekspansi.
Untuk melaksanakan pemberian insentif tersebut maka Direktorat Jenderal
Pajak menentukan klasifikasi lapangan usaha wajib pajak berdasarkan SPT tahun
pajak 2018 yaitu mengikuti KLU yang dicantumkan oleh wajib pajak pada SPT
tersebut. Apabila wajib pajak tidak mengisi KLU pada SPT dimaksud maka KLU
wajib pajak ditentukan berdasarkan data KLU terakhir yang ada pada database
(masterfile) Direktorat Jenderal Pajak. Dalam hal KLU yang sebenarnya berbeda
dengan KLU yang tercantum pada SPT 2018, maka wajib pajak dapat melakukan
pembetulan KLU dengan cara pembetulan SPT. Apabila terhadap SPT 2018
sedang atau telah dilakukan pemeriksaan sehingga tidak dapat dilakukan
pembetulan, maka wajib pajak dapat melakukan permintaan perubahan data agar
data KLU pada database DJP sesuai dengan kode KLU yang sebenarnya. Untuk
itu Direktorat Jenderal Pajak mengimbau wajib pajak yang bergerak di bidang
usaha yang berhak mendapatkan insentif pajak sesuai PMK-23/2020 namun
belum menyampaikan SPT 2018 untuk segera menyampaikan SPT 2018 dengan
mencantumkan KLU yang sesuai dengan kondisi yang sebenarnya agar dapat
memanfaatkan insentif pajak tersebut. Bagi wajib pajak yang baru terdaftar
setelah 1 Januari 2019, kode KLU yang digunakan adalah kode KLU sebagaimana
tercantum pada Surat Keterangan Terdaftar yang dikeluarkan oleh KPP tempat
wajib pajak terdaftar
Di bidang moneter, kebijakan moneter yang diambil harus selaras dengan
kebijakan fiskal dalam meminimalisir dampak Covid-19 terhadap perekonomian
nasional. Oleh sebab itu otoritas moneter harus dapat menjaga nilai tukar rupiah,
mengendalikan inflasi dan memberikan stimulus moneter untuk dunia usaha.

8
Pada 20 Februari 2020, Bank Indonesia secara responsif menerbitkan kebijakan
untuk mengantisipasi dampak Covid-19. Kebijakan yang diambil adalah
menurunkan BI 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 25 bps menjadi 4,75%;
mengoptimalkan strategi intervensi di pasar DNDF (Domestic Non Deliverable
Forward), pasar spot, dan pasar SBN guna meminimalkan risiko peningkatan
volatilitas nilai tukar rupiah; dan menurunkan rasio Giro Wajib Minimum (GWM)
Valuta Asing Bank Umum Konvensional, dari semula 8% menjadi 4%. Kemudian
menurunkan GWM Rupiah sebesar 50bps yang ditujukan kepada bank-bank yang
melakukan kegiatan pembiayaan ekspor-impor dan memperluas jenis jaminan
(underlying) transaksi bagi investor asing sehingga dapat memberikan alternatif
dalam rangka lindung nilai atas kepemilikan rupiah.
Tak hanya Bank Indonesia dan Pemerintah, Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
turut mengeluarkan aturan untuk memberikan stimulus bagi perbankan Indonesia.
Stimulus yang diberikan berupa pelonggaran penilaian kualitas kredit dan
restrukturisasi kredit di industri perbankan. Perbankan diharapkan dapat proaktif
dalam mengidentifikasi debitur-debiturnya yang terkena dampak penyebaran virus
Corona, sehingga para debitur tetap dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.
Tambahan anggaran Rp405,1 triliun disiapkan pemerintah guna menahan dampak
pendemi ke sektor ekonomi dan sosial. Tambahan dana dalam APBN 2020
tersebut dialokasikan untuk empat sektor utama yang terpapar yaitu belanja
bidang kesehatan Rp 75 triliun, perlindungan sosial Rp 110 triliun, insentif
perpajakan dan stimulus kredit usaha rakyat (KUR) Rp 70,1 triliun, dan
pemulihan ekonomi nasional Rp150 triliun.
Namun, kebijakan stimulus fiskal pemerintah Indonesia ini dianggap masih
kurang tepat sasaran karena sebagai bandingan negara negara seperti Thailand,
menggelontorkan 3,9 miliar dolar AS (0,72% dari PDB-nya), Singapura sebesar
4,6 miliar dolar AS (1,24% dari PDB-nya) dan Malaysia mencapai 4,8 miliar
dolar AS (1,32% dari PDB-nya). Hal ini dapat terjadi karena Thailand cepat
melakukan antisipasi dengan lockdown atau social distancing yang dilakukan
secara disiplin sehingga, pasien cepat berkurang maka dapat mempercepat proses
pemulihan ekonomi pula.

9
B. APBN di Tengah Tekanan Pandemi
Untuk mengurangi dampak Covid-19, Pemerintah mengarahkan kebijakan
fiskal yang ekspansif dan fokus pada penanganan di sektor kesehatan, bantuan
sosial, serta ekonomi.
1. Pendapatan Negara
Pendapatan negara mencapai Rp549,51 T (31,18% APBN). Penerimaan
pajak tampak tertekan akibat pelemahan inustri manufaktur dan pembatasan
perdagangan dunia. Namun, penerimaan kepabeanan dan cukai tumbuh dari
limpahan penerimaan cukai.
2. Belanja Negara
Sementara, belanja negara tercatat sebesar Rp623,98 T (23,87% APBN).
Komponen belanja ini mayoritas dipengaruhi oleh realisasi belanja kesehatan
dan bantuan sosial, baik di pusat maupun daerah, sebagai respons pemerintah
menghadapi pandemi Covid-19
3. Pembiayaan Anggaran
Sebagai konsekuensi belanja yang ekspansif di masa ini, maka defisit
APBN mencapai Rp74,7 T (terjaga di kisaran 0,44% PDB. Tentunya,
pembiayaan defisit dilakukan dengan mempertimbangkan keseimbangan
makro.

10
DAFTAR PUSTAKA

Adityo Susilo, 2020. Coronavirus Disease 2019: Tinjauan Literatur Terkini.


Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia

Kebijakan Pemerintah dalam Menstimulus Ekonomi Dampak Covid-19. 16


April 2020. Radarsukabumi.com

Kebijakan Fiskal dan Moneter Mengadapi Dampak Covid-19. 01 April 2020.


Djkn.kemenkeu.go.id

11

Anda mungkin juga menyukai