Anda di halaman 1dari 43

Laporan Kasus

STROKE HEMORAGIK
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
Bagian/SMF Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala
RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

Disusun oleh:
Fitri Wahyu Ramadhani
1807101030009

Dokter Pembimbing:
Dr.dr. Suherman , Sp.S (K)

BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT SARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RSUD dr. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
2020
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.........................................................................................................................2
KATA PENGANTAR..........................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................4
BAB II LAPORAN KASUS..............................................................................................5
2.1 Identitas Pasien......................................................................................................5
2.2 Anamnesis.............................................................................................................5
2.3 Pemeriksaan Fisik..................................................................................................6
2.4 Pemeriksaan Penunjang.........................................................................................7
2.5 Diagnosis.............................................................................................................10
2.6 Tatalaksana..........................................................................................................10
2.7 Planning...............................................................................................................10
2.8 Prognosis.............................................................................................................10
BAB III TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................................11
3.1 Definisi................................................................................................................13
3.2 Epidemiologi.......................................................................................................13
3.3 Etiologi dan Patofisiologi....................................................................................14
3.4 Manifestasi Klinis................................................................................................14
3.5 Diagnosis.............................................................................................................15
3.6 Tatalaksana..........................................................................................................16
3.7 Komplikasi...........................................................................................................17
3.8 Prognosis.............................................................................................................17
BAB IV PEMBAHASAN..................................................................................................18
BAB V KESIMPULAN....................................................................................................38
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................39
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini dengan judul “Stroke
Hemoragik”. Shalawat beserta salam penulis sanjungkan ke pangkuan Nabi Muhammad
SAW, yang telah membawa manusia ke zaman yang berpendidikan dan terang benderang.
Laporan kasus ini disusun sebagai salah satu tugas menjalani kepaniteraan klinik
senior pada Bagian / SMF Neurologi Fakultas Kedokteran Unsyiah / RSUD dr. Zainoel
Abidin Banda Aceh.
Selama penyelesaian laporan kasus ini penulis mendapat bantuan, bimbingan,
pengarahan, dan bantuan dari banyak pihak. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan
terima kasih kepada dr. Nasrul Musadir, Sp.S yang telah banyak meluangkan waktu untuk
memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan laporan kasus ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada keluarga, sahabat, dan rekan-rekan yang
telah memberikan motivasi dan doa dalam menyelesaikan laporan kasus ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam laporan kasus ini. Untuk
itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari pembaca sekalian
demi kesempurnaan laporan kasus ini nantinya. Harapan penulis semoga laporan kasus ini
dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan umumnya dan profesi kedokteran
khususnya. Semoga Allah SWT selalu memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya kepada kita
semua.

 
Banda Aceh, September 2020
Penulis,

Fitri Wahyu Ramadhani


BAB I
PENDAHULUAN

Stroke adalah sindroma klinis yang berkembang cepat terjadi mendadak


akibat gangguan otak fokal maupun global dengan gejala – gejala yang berlangsung
selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa ada penyebab lain
yang jelas selain kelainan vascular.(1,2)
Adanya komorbid yang dimiliki seseorang baik itu dari sistem kardiovaskular
maupun nonkardiovaskular dapat menjadi faktor risiko untuk terjadinya stroke.
Hipertensi merupakan faktor risiko terbanyak yang menyebabkan stroke yaitu sebesar
80%. Kemudian dilanjutkan dengan penyakit jantung seperti fibrilasi atrium, diabetes
melitus, merokok, serta dislipidemia.1,4
Stroke diklasifikasikan menjadi dua, yaitu stroke iskemik dan stroke
hemoragik. Stroke iskemik menjadi yang paling banyak prevalensinya sebesar 80%.
Stroke iskemik dapat disebabkan oleh adanya trombus, emboli, ataupun
tromboemboli. Stroke hemoragik merupakan stroke yang terjadi akibat adanhya
perdarahan di otak. Angka kejadian lebih sedikit daripada stroke iskemik namun bisa
berakibat fatal. Adanya perdarahan di otak dapat mengakibatkan herniasi jaringan
otak dan menekan batang otak. Berdasarkan letaknya stroke hemoragik dibagi
menjadi perdarahan intracerebral dan perdarahan subarachnoid.(1,4)
Diagnosis stroke dibuat berdasarkan anamnesis, gejala klinis dan pemeriksaan
penunjang. Pada kasus stroke, CT scan dapat membedakan stroke iskemik dan stroke
hemoragik. Pemeriksaan CT scan kepala merupakan gold standar untuk menegakan
diagnosis stroke. Pemeriksaan laboratorium berperan dalam beberapa hal antara lain
untuk menyingkirkan gangguan neurologis lain, mendeteksi penyebab stroke, dan
menemukan keadaan komorbid. Oleh karena itu perlu dibahas lebih lanjut mengenai
gejala klinis yang terdapat pada pasien stroke. Adanya pengenalan dini terhadap
gejala stroke dapat membantu untuk panatalaksanaan yang lebih baik.(1,2,3,4)
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas Pasien
Nama : Ny. N
Usia : 53 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status Perkawinan : Menikah
Alamat :
Suku : Aceh
Pekerjaan :
No RM :
Tanggal Periksa : 14 September 2020

2.2 Anamnesis
Keluhan Utama:
Penurunan kesadaran
Keluhan Tambahan :
Nyeri kepala, muntah menyemprot, kelemahan anggota gerak kiri
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien rujukan dari RS daerah dengan Penurunan Kesadaran secara tiba tiba
saat beraktifitas sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Menurut keluarga, awalnya
pasien mengalami kelemahan anggota gerak kiri disertai nyeri kepala hebat yang
berdenyut di seluruh lapangan kepala sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit yang
tidak berkurang dengan istirahat.
Muntah menyemprot dengan frekuensi 3 kali. Mulut merot, bicara pelo tidak ada,
kejang tidak ada.
Riwayat Penggunaan Obat:
Amlodipin 5 mg, pasien tidak teratur minum obat
Riwayat Penyakit Dahulu:
Riwayat Hipertensi dan DM sejak 3 tahun terakhir tidak terkontrol.
Riwayat stroke, penyakit jantung dan kelainan pembuluh darah disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga:
Tidak ada
Riwayat Pekerjaan dan Kebiasaan Sosial:
Riwayat merokok, alkohol, dan napza disangkal
2.3 Status Internus
Keadaan Umum : Sakit berat
Kesadaran : E4 M6 V5
Tekanan Darah : 150/100 mmHg
Nadi : 75 kali/ menit
Pernafasan : 20 kali/menit
SpO2 : 99%
Suhu : 37.2 oC
Skala nyerri : 5 (RFlacc)
2.4 Pemeriksaan Fisik
a. Kulit
Warna : Sawo Matang
Sianosis : Tidak ada
Ikterus : Tidak ada
Oedema : Tidak ada
Anemia : Tidak ada
b. Kepala
Bentuk : normocephali, tidak terdapat deformitas
Wajah : tidak simetris, edema dan deformitas tidak dijumpai
Mata : konjungtiva pucat (-/-), ikterik (-/-), pupil bulat isokor 3 mm/3 mm, refleks
cahaya langsung (+/+), dan reflex cahaya tidak langsung ( +/+),edema
kelopak mata (-/-),sekret (-/-), ptosis (-/-), lagoftalmus (-/-)
Telinga : serumen (-/-), darah (-/-)
Hidung : sekret (-/-), darah (-/-)
Mulut : sudut nasolabial kiri tidak dijumpai, bibir pucat dan sianosis tidak
dijumpai, lidah deviasi kearah kiri
c. Leher
 Kelenjar Getah Bening : Tidak teraba membesar
 Kelenjar Tiroid : Tidak teraba membesar
 Trakhea : Lurus, tidak ada deviasi
 JVP : TVJ (N) R-2 cm H2O.
d. Thoraks
Inspeksi
Statis : simetris, bentuk normochest
Dinamis : simetris, pernafasan abdominothorakal, retraksi suprasternal dan
retraksi interkostal tidak dijumpai
Paru
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis, tidak ada jejas di dada
Kanan Kiri
Palpasi Simetris , nyeri tekan Simetris , nyeri tekan
tidak ada, tidak ada
Perkusi Sonor Sonor
Auskultasi Vesikuler Vesikuler
Ronki(-) wheezing (-) Ronki(-) wheezing (-)

Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS V linea midklavikula sinistra.
Perkusi : Atas : ICS III sinistra
Kiri : ICS V satu jari di dalam linea midklavikula sinistra.
Kanan : ICS IV di linea parasternal dextra
Auskultasi : BJ I > BJ II normal, reguler, murmur tidak dijumpai
e. Abdomen
Inspeksi : Bentuk tampak simetris dan tidak tampak pembesaran, keadaan di
dinding perut: sikatrik, striae alba, kaput medusa, pelebaran vena, kulit
kuning, gerakan peristaltik usus, dinding perut tegang, darm steifung,
darm kontur, dan pulsasi pada dinding perut tidak dijumpai.
Auskultasi : Peristaltik usus kesan normal, bising pembuluh darah tidak dijumpai
Palpasi : Nyeri tekan dan defans muskular tidak dijumpai.
 Hepar : Tidak teraba
 Lien : Tidak teraba
 Ginjal : Ballotement tidak di jumpai
Perkusi : Batas paru-hati relatif di ICS V, batas paru-hati absolut di ICS VI, suara
timpani di semua lapangan abdomen.
f. Tulang Belakang : Simetris, nyeri tekan (-)
g. Kelenjar Limfe : Pembesaran KGB tidak dijumpai
h. Ekstremitas : Kelemahan anggota gerak kiri

Superior Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri

Sianosis Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Oedema Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Fraktur Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada


2.5 Status Neurologis
A. G C S : E2 M4 V6
Pupil : Isokor (3 mm/3 mm)
Reflek Cahaya Langsung : (+/+)
Reflek Cahaya Tidak Langsung : (+/+)
Tanda Rangsang Meningeal : Tidak dilakukan pemeriksaan
B. Nervus Cranialis

Kelompok Sensoris:
1. Nervus I (fungsi penciuman) Sulit dinilai
2. Nervus II
-Tajam penglihatan
Sulit dinilai
-Lapangan pandang Sulit dinilai
-Fundus okuli Tidak dilakukan
-Pengenalan warna Tidak dilakukan
3. Nervus V (fungsi sensasi wajah) Sulit dinilai
4. Nervus VII (fungsi pengecapan 2/3 anterior lidah) Sulit dinilai
5. Nervus VIII (fungsi pendengaran dan Sulit dinilai
keseimbangan)
6. Nervus IX (pengecapan 1/3 posterior lidah) Sulit dinilai

Nervus III (otonom) Kanan Kiri


1. Ukuran pupil 3 mm 3 mm
2. Bentuk pupil bulat bulat
3. Refleks cahaya langsung + +
4. Refleks cahaya tidak langsung + +
5. Nistagmus - -
6. Strabismus - -
7. Eksoftalmus - -
8. Melihat kembar - -
Nervus III, IV, VI (gerakan
Kanan Kiri
okuler)
Pergerakan bola mata :
1. Lateral Sulit dinilai Sulit dinilai
2. Atas Sulit dinilai Sulit dinilai
3. Bawah Sulit dinilai Sulit dinilai
4. Medial Sulit dinilai Sulit dinilai
5. Diplopia Sulit dinilai Sulit dinilai
Kelompok Motorik:

Nervus V (fungsi motorik)


1. Membuka mulut Sulit dinilai
2. Menggigit dan mengunyah Sulit dinilai
Nervus VII (fungsi motorik) Kanan Kiri
1. Mengerutkan dahi Sulit dinilai Sulit dinilai
2. Menutup mata
3. Menggembungkan pipi Dalam batas
4. Memperlihatkan gigi normal
5. Sudut bibir Parese

Nervus IX & X (fungsi motorik) Kanan Kiri

1. Bicara
2. Menelan Sulit dinilai Sulit dinilai

Nervus XI (fungsi motorik)

1. Mengangkat bahu
Sulit dinilai Sulit dinilai
2. Memutar kepala

Nervus XII (fungsi motorik)


1. Artikulasi lingualis Positif
2. Menjulurkan lidah Sulit dinilai

A. Badan
Motorik
1. Gerakan respirasi : Abdomino Thorakalis
2. Bentuk columna vertebralis : Simetris
3. Gerakan columna vertebralis : Kesan simetris

Sensibilitas
1. Rasa suhu : Sulit dinilai
2. Rasa nyeri : Sulit dinilai
3. Rasa raba : Sulit dinilai
B. Anggota Gerak Atas
Motorik
1. Pergerakan : (+/+)
2. Kekuatan : sulit dinilai
3. Tonus : N/N
4. Atrofi : -/-
5. Gerakan Involunter : -/-
Refleks Fisiologis
1. Biceps : (+2/+3)
2. Triceps : (+2/+3)

C. Anggota Gerak Bawah


Motorik
1. Pergerakan : (+/+)
2. Kekuatan : Sulit dinilai
3. Tonus : N/N
4. Atrofi : -/-
5. Gerakan Involunter : -/-
Refleks Fisiologis
1. Patella : (+2/+3)
2. Achilles : (+2/+3)
Reflek Patologis
1. Babinski : (-/+)
Klonus
1. Paha : (-/-)
2. Kaki : (-/-)
3. Tanda Laseque : (-/-)
4. Tanda Kernig : (-/-)

D. Gerakan Involunter
1. Tremor : Ekstremitas Atas (-/-), Ekstremitas bawah (-/-)
2. Chorea : Ekstremitas Atas (-/-), Ekstremitas bawah (-/-)
3. Atetosis : Ekstremitas Atas (-/-), Ekstremitas bawah (-/-)
4. Myocloni : Ekstremitas Atas (-/-), Ekstremitas bawah (-/-)
5. Spasme : Ekstremitas Atas (-/-), Ekstremitas bawah (-/-)

E. Fungsi Vegetatif
1) Miksi : dalam batas normal
2) Defekasi : dalam batas normal

F. Koordinasi dan Keseimbangan


1. Cara berjalan : tidak diperiksa
2. Romberg test : tidak diperiksa
3. Tes Finger to finger : tidak diperiksa
11

4. Tes finger to nose : tidak diperiksa


5. Pronasi-supinasi : tidak diperiksa
2.6 Pemeriksaan Penunjang
Lab darah (14 September 2020)
TANGGAL
PEMERIKSAAN NILAI NORMAL
14/09/2020
HEMATOLOGI
Hb 12,0-15,0gr/dl 16,8
Ht 37-47% 50
Leukosit 4,5-10.5 103/mm3 26.100
Eritrosit 4,2-5,4 106/mm3 4,5
Trombosit 150-450 103/mm3 354.000

KIMIA KLINIK

Natrium (Na) 135-145 mmol/L 145


Kalium (K) 3,5-4,5 mmol/L 4,8
Clorida (Cl) 90-110 mmol/L 103
Kolestrol <200 mg/dl
Kolestrol HDL >60 mg/dl
Kolestrol LDL <150 mg/dL
Ureum 13-43 mg/dL 155
Kreatinin 0,51-0,95 11,26
GDS <200 mg/dL 178
HBsAg Negatif Negatif
AnTI-HCV Negatif Negatif

434 47
Osmolaritas 2(145+4,5) + +
18 6,4
330,4 mosmol/L

CT Scan Kepala Non Kontras (14 September)


12

ICH Score :
30 day mortality : 72%
13

2.7 Diagnosis
a. Diagnosis klinis : Penurunan Kesadaran, Hemiparesis Sinistra
b. Diagnosis Topis : Lobus parietal hemisfer cerebri dextra, Ventrikel Lateral dan
ventrikel III
c. .Diagnosis Etiologi : Ruptur mikroaneurisma
d. Diagnosa patologi : Hemoragik, oedema serebri
e. Diagnosa Tambahan :DM tipe 2, hipertensi stage 2

2.8 Terapi
- Primary survey ABC
- Head up 300
- 02 3 L/i (Nasal Canul)
- Pasang NGT – alirkan (bersih)
- Pasang Kateter
- IVFD NaCl 0,9% (Guyur) 200 cc kemudian 20 tpm
- IV Ceftriaxon 1 gr/12 jam.
- Drip Novorapid 2cc/jam
- IV Citicolin 500 mg/12 jam
14

- Drip Paracetamol 1gr / 8 jam


- IV Omeprazole 40 mg /12 jam

2.9 Prognosis
Qou ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad malam
Quo ad sanactionam : dubia ad malam
15

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Pengertian Stroke dan Stroke Hemoragik 


Menurut definisi WHO, stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang secara
cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dan gejala-gejala yang berlangsung
selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya
penyebab lain yang jelas selain vaskular. Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi
apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan ke
dalam ruang subaraknoid atau langsung ke dalam jaringan otak [3]

3.2. Epidemiologi Stroke dan Stroke Hemoragik 


Stroke merupakan penyebab kematian ketiga dan penyebab utama
kecacatan. [2] Sekitar 0,2% dari populasi barat terkena stroke setiap tahunnya yang
sepertiganyaakan meninggal pada tahun berikutnya dan sepertiganya bertahan
hidup dengan kekacauan, d a n s e p e r t i g a s i s a n y a d a p a t s e m b u h k e m b a l i
seperti semula. Dari keseluruhan data di dunia, ternyata stroke
sebagai penyebab kematian mencapai 9% (sekitar 4 juta)dari total
[4]
kematian per tahunnya.
Insidens kejadian stroke di Amerika Serikat yaitu 500.000 pertahunnya
dimana 10-15% merupakan stroke hemoragik khususnya perdarahan intraserebral.
Mortalitas dan morbiditas pada stroke hemoragik lebih berat dari
p a d a s t r o k e iskemik. Dilaporkan hanya sekitar 20% saja pasien yang
mendapatkan kembali kemandirian  fungsionalnya. Selain itu ada
s e k i t a r 4 0 - 8 0 % a k h i r n y a meninggal pada 30 hari pertama setelah serangan
dan sekitar 50% meninggal pada 48 jam pertama. Penelitian menunjukkan dari 251
penderita stroke,  a d a   4 7 % wanita dan 53% kali-laki dengan rata-rata umur 69 tahun
(78%) berumur lebih dari 60 tahun. Pasien dengan umur lebih  dari 75 tahun dan
berjenis kelamin laki-lakimenunjukkan outcome yang lebih buruk. [2]

3.3 Etiologi Stroke Hemoragik 


Penyebab stroke hemoragik sangat beragam, yaitu:[5]
 Perdarahan intraserebral primer (hipertensif)
 Ruptur kantung aneurisma
16

 Ruptur malformasi arteri dan vena


 Trauma (termasuk apopleksi tertunda pasca trauma)
 Kelainan perdarahan seperti leukemia, anemia aplastik, ITP, gangguan
fungsi hati, komlikasi obat trombolitik atau anti koagulan,
hipofibrinogenemia, dan hemofilia.
 Perdarahan primer atau sekunder dari tumor otak.
 Septik embolisme, myotik aneurisma
 Penyakit inflamasi pada arteri dan vena
 Amiloidosis arteri
 Obat vasopressor, kokain, herpes simpleks ensefalitis, diseksi
a r t e r i veretbral, dan acute necrotizing haemorrhagic encephalitis

3.4 Faktor Resiko Stroke Hemoragik


Faktor yang berperan dalam meningkatkan resiko terjadinya stroke hemoragik
dijelaskan dalam table berikut : [6]
Faktor Resiko Keterangan
Umur Umur merupakan faktor risiko yang paling kuat untuk stroke.
Sekitar 30% dari stroke terjadi sebelum usia 65; 70% terjadi pada
mereka yang 65 ke atas. Risiko stroke adalah dua kali ganda
untuk setiap 10 tahun di atas 55 tahun.
Hipertensi Risiko stroke berkaitan dengan tingkat sistolik hipertensi. Hal ini
berlaku untuk kedua jenis kelamin, semua umur, dan untuk
resiko perdarahan, atherothrombotik, dan stroke lakunar,
menariknya, risiko stroke pada tingkat hipertensi sistolik kurang
dengan meningkatnya umur, sehingga ia menjadi kurang kuat,
meskipun masih penting dan bisa diobati, faktor risiko ini pada
orang tua.
Seks Infark otak dan stroke terjadi sekitar 30% lebih sering pada laki-
laki berbanding perempuan, perbedaan seks bahkan lebih tinggi
sebelum usia 65.
Riwayat Terdapat lima kali lipat peningkatan prevalensi stroke antara
keluarga kembar monozigotik dibandingkan dengan pasangan kembar
laki-laki dizigotik yang menunjukkan kecenderungan genetik
untuk stroke. Pada 1913 penelitian kohort kelahiran Swedia
17

menunjukkan tiga kali lipat peningkatan kejadian stroke pada


laki-laki yang ibu kandungnya meninggal akibat stroke,
dibandingkan dengan laki-laki tanpa riwayat ibu yang mengalami
stroke. Riwayat keluarga juga tampaknya berperan dalam
kematian stroke antara populasi Kaukasia kelas menengah atas di
California.
Diabetes Setelah faktor risiko stroke yang lain telah dikendalikan, diabetes
mellitus meningkatkan risiko stroke tromboemboli sekitar dua kali lipat
hingga tiga kali lipat berbanding orang-orang tanpa diabetes.
Diabetes dapat mempengaruhi individu untuk mendapat iskemia
serebral melalui percepatan aterosklerosis pembuluh darah yang
besar, seperti arteri koronari, arteri karotid atau dengan, efek
lokal pada mikrosirkulasi serebral.
Penyakit Individu dengan penyakit jantung dari jenis apa pun memiliki
jantung lebih dari dua kali lipat risiko stroke dibandingkan dengan
mereka yang fungsi jantungnya normal.

Penyakit Arteri koroner :


Indikator kuat kedua dari keberadaan penyakit difus vaskular
aterosklerotik dan potensi sumber emboli dari thrombi mural
karena miocard infarction.

Gagal Jantung kongestif, penyakit jantung hipertensi :


Berhubungan dengan meningkatnya kejadian stroke
Fibrilasi atrial :
Sangat terkait dengan stroke emboli dan fibrilasi atrial
karena penyakit jantung rematik; meningkatkan risiko stroke
sebesar 17 kali.

Lainnya :
Berbagai lesi jantung lainnya telah dikaitkan dengan stroke, seperti
prolaps katup mitral, patent foramen ovale, defek septum atrium,
aneurisma septum atrium, dan lesi aterosklerotik dan trombotik dari
ascending aorta.
Merokok Beberapa laporan, termasuk meta-analisis angka studi,
18

menunjukkan bahwa merokok jelas menyebabkan peningkatan


risiko stroke untuk segala usia dan
kedua jenis kelamin, tingkat risiko berhubungan dengan jumlah
batang rokok yang dihisap, dan penghentian merokok
mengurangi risiko, dengan resiko kembali seperti bukan perokok
dalam masa lima tahun setelah penghentian.
Peningkatan Penigkatan viskositas menyebabkan gejala stroke ketika
hematokrit hematokrit melebihi 55%. Penentu utama viskositas darah
keseluruhan adalah dari isi sel darah merah;
plasma protein, terutamanya fibrinogen, memainkan peranan
penting. Ketika meningkat viskositas hasil dari polisitemia,
hyperfibrinogenemia, atau paraproteinemia, biasanya
menyebabkan gejala umum, seperti sakit kepala, kelesuan,
tinnitus, dan penglihatan kabur. Infark otak fokal dan oklusi vena
retina jauh kurang umum, dan dapat mengikuti disfungsi
trombosit akibat trombositosis. Perdarahan Intraserebral dan
subarachnoid kadang-kadang dapat terjadi.
Peningkatan Tingkat fibrinogen tinggi merupakan faktor risiko untuk stroke
tingkat trombotik. Kelainan sistem pembekuan darah juga telah dicatat,
fibrinogen seperti antitrombin III dan kekurangan protein C serta protein S
dan kelainan dan berhubungan dengan vena thrombotic.
system
pembekuan
Penyalahgunaa Obat yang telah berhubungan dengan stroke termasuk
n obat methamphetamines, norepinefrin, LSD, heroin, dan kokain.
Amfetamin menyebabkan sebuah vaskulitis nekrosis yang dapat
mengakibatkan pendarahan petechial menyebar, atau fokus
bidang iskemia dan infark. Heroin dapat timbulkan sebuah
hipersensitivitas vaskular menyebabkan alergi . Perdarahan
subarachnoid dan difarction otak telah dilaporkan setelah
penggunaan kokain.
Hiperlipidemia  Meskipun tingkat kolesterol tinggi telah jelas berhubungan
dengan penyakit jantung koroner, mereka sehubungan dengan
stroke kurang jelas. Peningkatan kolesterol tidak muncul untuk
menjadi faktor risiko untuk aterosklerosis karotis, khususnya
19

pada laki-laki di bawah 55 tahun. Kejadian hiperkolesterolemia


menurun dengan bertambahnya usia. Kolesterol berkaitan dengan
perdarahan intraserebral atau perdarahan subarachnoid. Tidak
ada hubungan yang jelas antara tingkat kolesterol dan infark
lakunar.
Kontrasepsi Pil KB, estrogen tinggi yang dilaporkan meningkatkan risiko
oral stroke pada wanita muda. Penurunan kandungan estrogen
menurunkan masalah ini, tetapi tidak dihilangkan sama sekali. Ini
adalah faktor risiko paling kuat pada wanita yang lebih dari 35
tahun . Mekanisme diduga meningkat koagulasi, karena stimulasi
estrogen tentang produksi protein liver, atau jarang penyebab
autoimun
Diet Konsumsi alkohol :
Ada peningkatan risiko infark otak, dan perdarahan subarakhnoid
dikaitkan dengan penyalahgunaan alkohol pada orang dewasa
muda. Mekanisme dimana etanol dapat menghasilkan stroke
termasuk efek pada darah tekanan, platelet, osmolalitas plasma,
hematokrit, dan sel-sel darah merah. Selain itu, alkohol bisa
menyebabkan miokardiopati, aritmia, dan perubahan di darah aliran
otak dan autoregulasi.

Kegemukan :
Diukur dengan berat tubuh relatif atau body mass indexs, obesitas
telah secara konsisten meramalkan berikutnya
stroke. Asosiasi dengan stroke dapat dijelaskan sebagian oleh
adanya hipertensi dan diabetes. Sebuah berat relatif lebih dari
30% di atas rata-rata kontributor independen ke-atherosklerotik
infark otak berikutnya.
Infeksi Infeksi meningeal dapat mengakibatkan infark serebral melalui
pengembangan perubahan inflamasi dalam dinding pembuluh
darah. Sifilis meningovaskular dan mucormycosis dapat
menyebabkan arteritis otak dan infark.
Sirkadian dan Variasi sirkadian dari stroke iskemik, puncaknya antara pagi dan
faktor musim siang hari. Hal ini telah menimbulkan hipotesis bahwa perubahan
diurnal fungsi platelet dan fibrinosis mungkin relevan untuk
20

stroke. Hubungan antara variasi iklim musiman dan stroke


iskemik telah didalihkan. Peningkatan dalam arahan untuk infark
otak diamati di Iowa. Suhu lingkungan rata-rata menunjukkan
korelasi negatif dengan kejadian cerebral infark di Jepang.
Variasi suhu musiman telah berhubungan dengan resiko lebih
tinggi cerebral infark dalam usia 40-64 tahun pada penderita
yang nonhipertensif, dan pada orang dengan kolesterol serum
bawah 160mg/dL.

3.5. Patogenesis Stroke Hemoragik


A. Perdarahan Intraserebral
Perdarahan intraserebral paling sering terjadi ketika tekanan darah tinggi kronis
melemahkan arteri kecil, menyebabkannya robek. Penggunakan kokain atau amfetamin
dapat menyebabkan tekanan darah dan perdarahan sementara tapi sangat tinggi. Pada
beberapa orang tua, sebuah protein abnormal yang disebut amiloid terakumulasi di
arteri otak. Akumulasi ini (disebut angiopati amiloid) melemahkan arteri dan dapat
menyebabkan perdarahan.[6]
Penyebab umum yang kurang termasuk kelainan pembuluh darah saat lahir,
luka, tumor, peradangan pembuluh darah (vaskulitis), gangguan perdarahan, dan
penggunaan antikoagulan dalam dosis yang terlalu tinggi. Pendarahan gangguan dan
penggunaan antikoagulan meningkatkan resiko kematian dari perdarahan intraserebral.
[6]

B. Perdarahan Subaraknoid
Perdarahan subaraknoid biasanya hasil dari cedera kepala. Namun, perdarahan
karena cedera kepala menyebabkan gejala yang berbeda dan tidak dianggap sebagai
stroke.[6]
Perdarahan subaraknoid dianggap stroke hanya jika terjadi secara spontan yaitu,
ketika perdarahan tidak hasil dari kekuatan-kekuatan eksternal, seperti kecelakaan atau
jatuh. Sebuah perdarahan spontan biasanya hasil dari pecahnya aneurisma mendadak di
sebuah arteri otak, yaitu pada bagian aneurisma yang menonjol di daerah yang lemah
dari dinding arteri itu.[6]
Aneurisma biasanya terjadi di percabangan arteri. Aneurisma dapat muncul pada
saat kelahiran (bawaan), atau dapat berkembang kemudian, yaitu setelah bertahun-tahun
21

dimana tekanan darah tinggi melemahkan dinding arteri. Kebanyakan perdarahan


subaraknoid adalah hasil dari aneurisma kongenital.7
Mekanisme lain yang kurang umum adalah perdarahan subaraknoid dari
pecahnya koneksi abnormal antara arteri dan vena (malformasi arteri) di dalam atau di
sekitar otak. Sebuah malformasi arteri dapat muncul pada saat kelahiran, tetapi
biasanya hanya diidentifikasi jika gejala berkembang. Jarang sekali suatu bentuk
bekuan darah pada katup jantung yang terinfeksi, perjalanan (menjadi emboli) ke arteri
yang memasok otak, dan menyebabkan arteri menjadi meradang. arteri kemudian dapat
melemah dan pecah.[6]

3.6. Patofisiologi Stroke Hemoragik


Penghentian total aliran darah ke otak menyebabkan hilangnya kesadaran dalam
waktu 15-20 detik dan kerusakan otak yang irreversibel terjadi setelah tujuh hingga
sepuluh menit. Penyumbatan pada satu arteri menyebabkan gangguan di area otak yang
terbatas (stroke). Mekanisme dasar kerusakan ini adalah selalu defisiensi energi yang
disebabkan oleh iskemia. Perdarahan juga menyebabkan iskemia dengan menekan
pembuluh darah di sekitarnya.[7]
Pembengkakan sel, pelepasan mediator vasokonstriktor, dan penyumbatan
lumen pembuluh darah oleh granulosit kadang-kadang mencegah reperfusi, meskipun
pada kenyataannya penyebab primernya telah dihilangkan. Kematian sel menyebabkan
inflamasi, yang juga merusak sel di tepi area iskemik (penumbra). Gejala ditentukan
oleh tempat perfusi yang terganggu, yakni daerah yang disuplai oleh pembuluh darah
tersebut.[7]
Penyumbatan pada arteri serebri media yang sering terjadi menyebabkan
kelemahan otot dan spastisitas kontralateral, serta defisit sensorik (hemianestesia) akibat
kerusakan girus lateral presentralis dan postsentralis. Akibat selanjutnya adalah deviasi
okular, hemianopsia, gangguan bicara motorik dan sensorik, gangguan persepsi spasial,
apraksia, dan hemineglect.[7]
Penyumbatan arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan defisit
sensorik kontralateral, kesulitan berbicara serta apraksia pada lengan kiri jika korpus
kalosum anterior dan hubungan dari hemisfer dominan ke korteks motorik kanan
terganggu. Penyumbatan bilateral pada arteri serebri anterior menyebabkan apatis
karena kerusakan dari sistem limbik.[7]
22

Penyumbatan arteri serebri posterior menyebabkan hemianopsia kontralateral


parsial dan kebutaan pada penyumbatan bilateral. Selain itu, akan terjadi kehilangan
memori.[7]
Penyumbatan arteri karotis atau basilaris dapat menyebabkan defisit di daerah
yang disuplai oleh arteri serebri media dan anterior. Jika arteri koroid anterior
tersumbat, ganglia basalis (hipokinesia), kapsula interna (hemiparesis), dan traktus
optikus (hemianopsia) akan terkena. Penyumbatan pada cabang arteri komunikans
posterior di talamus terutama akan menyebabkan defisit sensorik.[7]
Penyumbatan total arteri basilaris menyebabkan paralisis semua eksteremitas
dan otot-otot mata serta koma. Penyumbatan pada cabang arteri basilaris dapat
menyebabkan infark pada serebelum, mesensefalon, pons, dan medula oblongata. Efek
yang ditimbulkan tergantung dari lokasi kerusakan:[7]
 Pusing, nistagmus, hemiataksia (serebelum dan jaras aferennya, saraf
vestibular).
 Penyakit Parkinson (substansia nigra), hemiplegia kontralateral dan tetraplegia
(traktus piramidal).
 Hilangnya sensasi nyeri dan suhu (hipestesia atau anastesia) di bagian wajah
ipsilateral dan ekstremitas kontralateral (saraf trigeminus [V] dan traktus
spinotalamikus).
 Hipakusis (hipestesia auditorik; saraf koklearis), ageusis (saraf traktus
salivarus), singultus (formasio retikularis).
 Ptosis, miosis, dan anhidrosis fasial ipsilateral (sindrom Horner, pada
kehilangan persarafan simpatis).
 Paralisis palatum molle dan takikardia (saraf vagus [X]). Paralisis otot lidah
(saraf hipoglosus [XII]), mulut yang jatuh (saraf fasial [VII]), strabismus (saraf
okulomotorik [III], saraf abdusens [V]).
 Paralisis pseudobulbar dengan paralisis otot secara menyeluruh (namun
kesadaran tetap dipertahankan).

3.7. Gejala Klinis Stroke Hemoragik


Gejala klinis stroke ada berbagai macam, diantaranya adalah ditemukan perdarahan
intraserebral (ICH) yang dapat dibedakan secara klinis dari stroke iskemik, hipertensi
biasanya ditemukan, tingkat kesadaran yang berubah atau koma lebih umum pada
23

stroke hemoragik dibandingkan dengan stroke iskemik. Seringkali, hal ini disebabkan
peningkatan tekanan intrakranial. Meningismus dapat terjadi akibat adanya darah dalam
ventrikel.[2]
Defisit neurologis fokal. Jenis defisit tergantung pada area otak yang terlibat.
Jika belahan dominan (biasanya kiri) terlibat, suatu sindrom yang terdiri dari
hemiparesis kanan, kerugian hemisensory kanan, meninggalkan tatapan preferensi,
bidang visual kana terpotong, dan aphasia mungkin terjadi. Jika belahan nondominant
(biasanya kanan) terlibat, sebuah sindrom hemiparesis kiri, kerugian hemisensory kiri,
preferensi tatapan ke kanan, dan memotong bidang visual kiri. Sindrom belahan
nondominant juga dapat mengakibatkan pengabaian dan kekurangan perhatian pada sisi
kiri.[2]
Jika cerebellum yang terlibat, pasien beresiko tinggi untuk herniasi dan
kompresi batang otak. Herniasi bisa menyebabkan penurunan cepat dalam tingkat
kesadaran, apnea, dan kematian. Tanda-tanda lain dari keterlibatan cerebellar atau
batang otak antara lain: ekstremitas ataksia, vertigo atau tinnitus, mual dan muntah,
hemiparesis atau quadriparesis, hemisensori atau kehilangan sensori dari semua empat
anggota, gerakan mata yang mengakibatkan kelainan diplopia atau nistagmus,
kelemahan orofaringeal atau disfagia, wajah ipsilateral dan kontralateral tubuh.[2]

A. Perdarahan Intraserebral
Sebuah perdarahan intraserebral dimulai tiba-tiba. Di sekitar setengah dari jumlah
penderita, serangan dimulai dengan sakit kepala parah, sering selama aktivitas. Namun,
pada orang tua, sakit kepala mungkin ringan atau tidak ada. Gejala disfungsi otak
menggambarkan perkembangan yang terus memburuk sebagai perdarahan. Beberapa
gejala, seperti kelemahan, kelumpuhan, hilangnya sensasi, dan mati rasa, sering hanya
mempengaruhi satu sisi tubuh. Orang mungkin tidak dapat berbicara atau menjadi
bingung. Visi dapat terganggu atau hilang. Mata dapat menunjukkan arah yang
berbeda atau menjadi lumpuh. Mual, muntah, kejang, dan hilangnya kesadaran yang
umum dan dapat terjadi dalam beberapa detik untuk menit.[8]

B. Perdarahan Subaraknoid
Sebelum robek, aneurisma yang biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali menekan
pada saraf atau kebocoran sejumlah kecil darah, biasanya sebelum pecah besar (yang
menyebabkan sakit kepala), menghasilkan tanda-tanda peringatan, seperti berikut:[8]
24

 Sakit kepala, yang mungkin luar biasa tiba-tiba dan parah (kadang-kadang disebut
sakit kepala halilintar)
 Sakit pada mata atau daerah fasial
 Penglihatan ganda
 Kehilangan penglihatan tepi
Tanda-tanda peringatan dapat terjadi menit ke minggu sebelum pecahnya aneurisma.
Individu harus melaporkan setiap sakit kepala yang tidak biasa ke dokter segera.[8]
Aneurisma yang pecah biasanya menyebabkan sakit kepala, tiba-tiba parah dan
mencapai puncak dalam beberapa detik. Hal ini sering diikuti dengan kehilangan
kesadaran singkat. Hampir setengah dari orang yang terkena meninggal sebelum
mencapai rumah sakit. Beberapa orang tetap berada dalam koma atau tidak sadar dan
sebagian lainnya bangun, merasa bingung, dan mengantuk. Dalam beberapa jam atau
bahkan menit, penderita mungkin menjadi tidak responsif dan sulit untuk dibangunkan.
[8]

Dalam waktu 24 jam, darah dan cairan serebrospinal di sekitar otak mengiritasi
lapisan jaringan yang menutupi otak (meninges), menyebabkan leher kaku serta sakit
kepala terus, sering dengan muntah, pusing, dan nyeri pinggang. [2]
Sekitar 25% dari orang yang mengalami gejala-gejala yang mengindikasikan
kerusakan pada bagian tertentu dari otak, seperti berikut: [2,8]
 Kelemahan atau kelumpuhan pada satu sisi tubuh (paling umum)
 Kehilangan sensasi pada satu sisi tubuh
 Kesulitan memahami dan menggunakan bahasa
Gangguan berat dapat berkembang dan menjadi permanen dalam beberapa menit
atau jam. Demam adalah gejala umum selama 5 sampai 10 hari pertama. Sebuah
perdarahan subaraknoid dapat menyebabkan beberapa masalah serius lainnya, seperti:
[2,8]

 Hydrocephalus: Dalam waktu 24 jam, darah dari perdarahan subaraknoid dapat


membeku. Darah beku dapat mencegah cairan di sekitar otak (cairan serebrospinal)
dari pengeringan seperti biasanya tidak. Akibatnya, darah terakumulasi dalam otak,
peningkatan tekanan dalam tengkorak. Hydrocephalus mungkin akan menyebabkan
gejala seperti sakit kepala, mengantuk, kebingungan, mual, dan muntah-muntah
dan dapat meningkatkan risiko koma dan kematian.
 Vasospasme: Sekitar 3 sampai 10 hari setelah pendarahan itu, arteri di otak dapat
kontrak (kejang), membatasi aliran darah ke otak. Kemudian, jaringan otak tidak
25

mendapatkan oksigen yang cukup dan dapat mati, seperti pada stroke iskemik.
Vasospasm dapat menyebabkan gejala mirip dengan stroke iskemik, seperti
kelemahan atau hilangnya sensasi pada satu sisi tubuh, kesulitan menggunakan
atau memahami bahasa, vertigo, dan koordinasi terganggu.
 Pecah kedua: Kadang-kadang pecah kedua terjadi, biasanya dalam seminggu.

3.8. Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang Stroke Hemoragik


Diagnosis stroke dapat ditegakkan berdasarkan riwayat dan keluhan utama pasien.
Beberapa gejala/tanda yang mengarah kepada diagnosis stroke antara lain: hemiparesis,
gangguan sensorik satu sisi tubuh, hemianopia atau buta mendadak, diplopia. Vertigo,
afasia, disfagia, disartria, ataksia, kejang atau penurunan kesadaran yang
keseluruhannya terjadi secara mendadak. [1]
Pada manifestasi perdarahan intraserebral, terdapat pembagian berdasarkan
Luessenhop et al. Pembagian ini juga berguna dalam menentukan prognosis pada pasien
stroke dengan perdarahan intraserebral.[9]

Khusus untuk manifestasi perdarahan subaraknoid, pada banyak studi mengenai


perdarahan subaraknoid ini dipakai sistem skoring untuk menentukan berat tidaknya
keadaan perdarahan subaraknoid ini dan dihubungkan dengan keluaran pasien. [10]
Sistem grading yang dipakai antara lain :
 Hunt & Hess Grading of Sub-Arachnoid Hemorrhage
Grade Kriteria
26

I Asimptomatik atau minimal sakit keoala atau leher kaku


II Sakit kepala sedang hingga berat, kaku kuduk, tidak ada defisit
neurologis
III Mengantuk, kebingungan, atau gejala fokal ringan
IV Stupor, hemiparese sedang hingga berat, kadang ada gejala deselerasi
awal
V Koma

 WFNS SAH grade


WFNS GCS Score Major facal deficit
grade
0
1 15 -
2 13-14 -
3 13-14 +
4 7-12 + or -
5 3-6 + or -

Sistem skoring pada no 1 dan 2 dipakai pada kasus SAH primer akibat rupturnya
aneurisma. [10]
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mendukung diagnosis stroke dan
menyingkirkan diagnosis bandingnya. Laboratorium yang dapat dilakukan pada
penderita stroke diantaranya adalah hitung darah lengkap, profil pembekuan darah,
kadar elektrolit, dan kadar serum glukosa. [2]
Pemeriksaan pencitraan juga diperlukan dalam diagnosis. Pencitraan otak adalah
langkah penting dalam evaluasi pasien dan harus didapatkan dalam basis kedaruratan.
Pencitraan otak membantu dalam diagnosis adanya perdarahan, serta dapat
menidentifikasi komplikasi seperti perdarahan intraventrikular, edem otak, dan
hidrosefalus. Baik CT non kontras ataupun MRI otak merupakan pilihan yang dapat
digunakan.2
27

CT non kontras otak dapat digunakan untuk membedakan stroke hemoragik dari
stroke iskemik. Pencitraan ini berguna untuk membedakan stroke dari patologi
intrakranial lainnya. CT non kontras dapat mengidentifikasi secara virtual hematoma
yang berdiameter lebih dari 1 cm.2
MRI telah terbukti dapat mengidentifikasi stroke lebih cepat dan lebih bisa
diandalkan daripada CT scan, terutama stroke iskemik. MRI dapat mengidentifikasi
malformasi vaskular yang mendasari atau lesi yang menyebabkan perdarahan.2
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah elektrokardiogram (EKG) untuk
memulai memonitor aktivitas hantung. Disritmia jantung dan iskemia miokard memiliki
kejadian signifikan dengan stroke.2
Oleh karena tidak seluruh Rumah Sakit memiliki alat-alat di atas, maka untuk
memudahkan pemeriksaan dapat dilakukan dengan sistem lain, misalnya sistem skoring
yaitu sistem yang berdasarkan gejala klinis yang ada pada saat pasien masuk Rumah
Sakit. Sistem skoring yang sering digunakan antara lain:
Siriraj Hospital Score [11]

Versi orisinal:
= (0.80 x kesadaran) + (0.66 x muntah) + (0.33 x sakit kepala) + (0.33x tekanan darah
diastolik) – (0.99 x atheromal) – 3.71.

Versi disederhanakan:
= (2.5 x kesadaran) + (2 x muntah) + ( 2 x sakit kepala) + (0.1 x tekanan darah
diastolik) – (3 x atheroma) – 12.

Kesadaran:
Sadar = 0; mengantuk, stupor = 1; semikoma, koma = 2
Muntah: tidak = 0 ; ya = 1
Sakit kepala dalam 2 jam: tidak = 0 ; ya = 1
Tanda-tanda ateroma: tidak ada = 0 ; 1 atau lebih tanda ateroma = 1
(anamnesis diabetes; angina; klaudikasio intermitten)

Pembacaan:
Skor > 1 : Perdarahan otak
< -1: Infark otak
Sensivitas : Untuk perdarahan: 89.3%.
Untuk infark: 93.2%.
Ketepatan diagnostik : 90.3%.

Stroke dapat didiagnosa banding dengan penyakit-penyakit lain seperti: ensefalitis,


meningitis, migrain, neoplasma otak, hipernatremia, stroke iskemik, perdarahan
subaraknoid, hematoma subdural, kedaruratan hipertensif, hipoglikemia, labirinitis, dan
Transient Ischemic Attack (TIA).2
28

3.9. Penatalaksanaan Stroke Hemoragik


A. Penatalaksanaan di Ruang Gawat Darurat
1. Evaluasi cepat dan diagnosis
2. Terapi umum (suportif)
a. stabilisai jalan napas dan pernapasan
b. stabilisasi hemodinamik/sirkulasi
c. pemeriksaan awal fisik umum
d. pengendalian peninggian TIK
e. penanganan transformasi hemoragik
f. pengendalian kejang
g. pengendalian suhu tubuh
h. pemeriksaan penunjang

B. Penatalaksanaan Stroke Perdarahan Intra Serebral (PIS)


Terapi medik pada PIS akut:
a. Terapi hemostatik 1
 Eptacog alfa (recombinant activated factor VII [rF VIIa]) adalah obat
haemostasis yang dianjurkan untuk pasien hemofilia yang resisten terhadap
pengobatan faktor VIII replacement dan juga bermanfaat untuk penderita
dengan fungsi koagulasi yang normal.
 Aminocaproic acid terbuktitidak mempunyai efek menguntungkan.
 Pemberian rF VIIa pada PIS pada onset 3 jam hasilnya adalah highly-
significant, tapi tidak ada perbedaan bila pemberian dilakukan setelah lebih dari
3 jam.
b. Reversal of anticoagulation 1
1. Pasien PIS akibat dari pemakaian warfarin harus secepatnya diberikan fresh
frozen plasma atau prothrombic complex concentrate dan vitamin K.
2. Prothrombic-complex concentrates suatu konsentrat dari vitamin K dependent
coagulation factor II, VII, IX, dan X, menormalkan INR lebih cepat
dibandingkan FFP dan dengan jumlah volume lebih rendah sehingga aman
untuk jantung dan ginjal.
3. Dosis tunggal intravena rFVIIa 10-90µg/kg pada pasien PIS yang memakai
warfarin dapat menormalkan INR dalam beberapa menit. Pemberian obat ini
29

harus tetap diikuti dengan coagulation-factor replacement dan vitamin K karena


efeknya hanya beberapa jam.
4. Pasien PIS akibat penggunaan unfractionated atau low moleculer weight
heparin diberikan Protamine Sulfat, dan pasien dengan trombositopenia atau
adanya gangguan fungsi platelet dapat diberikan dosis tunggal Desmopressin,
transfusi platelet, atau keduanya.
5. Pada pasien yang memang harus menggunakan antikoagulan maka pemberian
obat dapat dimulai pada hari ke-7-14 setelah erjadinya perdarahan.
c. Tindakan bedah pada PIS berdasarkan EBM
 Keputusan mengenai apakah dioperasi dan kapan dioperasi masih tetap
kontroversial.
 Tidak dioperasi bila: 1
 Pasien dengan perdarahan kecil (<10cm3) atau defisit neurologis minimal.
 Pasien dengan GCS <4. Meskipun pasien GCS <4 dengan perdarahan
intraserebral disertai kompresi batang otak masih mungkin untuk life
saving.
 Dioperasi bila: 1
 Pasien dengan perdarahan serebelar >3cm dengan perburukan klinis atau
kompresi batang otak dan hidrosefalus dari obstruksi ventrikel harus
secepatnya dibedah.
 PIS dengan lesi struktural seperti aneurisma malformasi AV atau angioma
cavernosa dibedah jika mempunyai harapan outcome yang baik dan lesi
strukturnya terjangkau.
 Pasien usia muda dengan perdarahan lobar sedang s/d besar yang
memburuk.
 Pembedahan untuk mengevakuasi hematoma terhadap pasien usia muda
dengan perdarahan lobar yang luas (>50cm3) masih menguntungkan.

B. Penatalaksanaan Perdarahan Sub Arakhnoid


1. Pedoman Tatalaksana 1
a. Perdarahan dengan tanda-tanda Grade I atau II (H&H PSA):
 Identifikasi yang dini dari nyeri kepala hebat merupakan petunjuk untuk
upaya menurunkan angka mortalitas dan morbiditas.
30

 Bed rest total dengan posisi kepala ditinggikan 30 dalam ruangan dengan
lingkungan yang tenang dan nyaman, bila perlu diberikan O2 2-3 L/menit.
 Hati-hati pemakaian obat-obat sedatif.
 Pasang infus IV di ruang gawat darurat dan monitor ketat kelainan-kelainan
neurologi yang timbul.
b. Penderita dengan grade III, IV, atau V (H&H PSA), perawatan harus lebih intensif:
1

 Lakukan penatalaksanaan ABC sesuai dengan protocol pasien di ruang


gawat darurat.
 Intubasi endotrakheal untuk mencegah aspirasi dan menjamin jalang nafas
yang adekuat.
 Bila ada tanda-tanda herniasi maka dilakukan intubasi.
 Hindari pemakaian sedatif yang berlebhan karena aan menyulitkan penilaian
status neurologi.

2. Tindakan untuk mencegah perdarahan ulang setelah PSA 1


a. Istirahat di tempat tidur secara teratur atau pengobatan dengan antihipertensi saja
tidak direkomendasikan untuk mencegah perdarahan ulang setelah terjadi PSA,
namun kedua hal tersebut sering dipakai dalam pengobatan pasien dengan PSA.
b. Terapi antifibrinolitik untuk mencegah perdarahan ulang direkomendasikan pada
keadaan klinis tertentu. Contohnya pasien dengan resiko rendah untuk terjadinya
vasospasme atau memberikan efek yang bermanfaat pada operasi yang ditunda.
c. Pengikatan karotis tidak bermanfaat pada pencegahan perdarahan ulang.
d. Penggunaan koil intra luminal dan balon masih uji coba.

3. Operasi pada aneurisma yang rupture 1


a. Operasi clipping sangat direkomendasikan untuk mengurangi perdarahan ulang
setelah rupture aneurisma pada PSA.
b. Walaupun operasi yang segera mengurangi resiko perdarahan ulang setelah PSA,
banyak penelitian memperlihatkan bahwa secara keseluruhan hasil akhir tidak
berbeda dengan operasi yang ditunda. Operasi yang segera dianjurkan pada pasien
dengan grade yang lebih baik serta lokasi aneurisma yang tidak rumit. Untuk
31

keadaan klinis lain, operasi yang segera atau ditunda direkomendasikan tergantung
pada situasi klinik khusus.
c. Aneurisma yang incompletely clipped mempunyai resiko yang tinggi untuk
perdarahan ulang.

4. Tatalaksana pencegahan vasospasme 1


a. Pemberian nimodipin dimulai dengan dosis 1-2 mg/jam IV pada hari ke-3 atau
secara oral 60 mg setiap 6 jam selama 21 hari. Pemakaian nimodipin oral terbukti
memperbaiki deficit neurologi yang ditimbulkan oleh vasospasme. Calcium
antagonist lainnya yang diberikan secara oral atau intravena tidak bermakna.
b. Pengobatan dengan hyperdinamic therapy yang dikenal dengan triple H yaitu
hypervolemic-hypertensive-hemodilution, dengan tujuan mempertahankan
“cerebral perfusion pressure” sehingga dapat mengurangi terjadinya iskemia
serebral akibat vasospasme. Hati-hati terhadap kemungkinan terjadinya perdarahan
ulang pada pasien yang tidak dilakukan embolisasi atau clipping.
c. Fibrinolitik intracisternal, antioksidan, dan anti-inflamasi tidak begitu bermakna.
d. Angioplasty transluminal dianjurkan untuk pengobatan vasospasme pada pasien-
pasien yang gagal dengan terapi konvensional.
e. Cara lain untuk manajemen vasospasme adalah sebagai berikut:
 Pencegahan vasospasme:
 Nimodipine 60 mg per oral 4 kali sehari.
 3% NaCl IV 50 mL 3 kali sehari.
 Jaga keseimbangan cairan.
 Delayed vasospasm:
 Stop Nimodipine, antihipertensi, dan diuretika.
 Berikan 5% Albumin 250 mL IV.
 Pasang Swan-Ganz (bila memungkinkan), usahakan wedge pressure 12-14
mmHg.
 Jaga cardiac index sekitar 4 L/menit/m2.
 Berikan Dobutamine 2-15 µg/kg/menit.
5. Antifibrinolitik
32

Obat-obat anti-fibrinolitik dapat mencegah perdarahan ulang. Obat-obat yang sering


dipakai adalah epsilon aminocaproic acid dengan dosis 36 g/hari atau tranexamid acid
dengan dosis 6-12 g/hari.1

6. Antihipertensi 1
a. Jaga Mean Arterial Pressure (MAP) sekitar 110 mmHg atau tekanan darah sistolik
(TDS) tidak lebih dari 160 dan tekanan darah diastolic (TDD) 90 mmHg (sebelum
tindakan operasi aneurisma clipping).
b. Obat-obat antihipertensi diberikan bila TDS lebih dari 160 mmHg dan TDD lebih
dari 90 mmHg atau MAP diatas 130 mmHg.
c. Obat antihipertensi yang dapat dipakai adalah Labetalol (IV) 0,5-2 mg/menit sampai
mencapai maksimal 20 mg/jam atau esmolol infuse dosisnya 50-200 mcg/kg/menit.
Pemakaian nitroprussid tidak danjurkan karena menyebabkan vasodilatasi dan
memberikan efek takikardi.
d. Untuk menjaga TDS jangan meurun (di bawah 120 mmHg) dapat diberikan
vasopressors, dimana hal ini untuk melindungi jaringan iskemik penumbra yang
mungkin terjadi akibat vasospasme.

7. Hiponatremi
Bila Natrium di bawah 120 mEq/L berikan NaCl 0,9% IV 2-3 L/hari. Bila perlu
diberikan NaCl hipertonik 3% 50 mL, 3 kali sehari. Diharapkan dapat terkoreksi 0,5-1
mEq/L/jam dan tidak melebihi 130 mEq/L dalam 48 jam pertama.1
Ada yang menambahkan fludrokortison dengan dosis 0,4 mg/hari oral atau 0,4 mg
dalam 200 mL glukosa 5% IV 2 kali sehari. Cairan hipotonis sebaiknya dihindari karena
menyebabkan hiponatremi. Pembatasan cairan tidak dianjurkan untuk pengobatan
hiponatremi.1

8. Kejang
Resiko kejang pada PSA tidak selalu terjadi, sehingga pemberian antikonvulsan tidak
direkomendasikan secara rutin, hanya dipertimbangkan pada pasien-pasien yang
mungkin timbul kejang, umpamanya pada hematom yang luas, aneurisma arteri serebri
media, kesadaran yang tidak membaik. Akan tetapi untuk menghindari risiko
perdarahan ulang yang disebabkan kejang, diberikan anti konvulsan sebagai profilaksis.1
33

Dapat dipakai fenitoin dengan dosis 15-20 mg/kgBB/hari oral atau IV. Initial dosis
100 mg oral atau IV 3 kali/hari. Dosis maintenance 300-400 mg/oral/hari dengan dosis
terbagi. Benzodiazepine dapat dipakai hanya untuk menghentikan kejang.1
Penggunaan antikonvulsan jangka lama tidak rutin dianjurkan pada penderita yang
tidak kejang dan harus dipertimbangkan hanya diberikan pada penderita yang
mempunyai faktor-faktor risiko seperti kejang sebelumnya, hematom, infark, atau
aneurisma pada arteri serebri media.1

9. Hidrosefalus 1
a. Akut (obstruksi)
Dapat terjadi setelah hari pertama, namun lebih sering dalam 7 hari pertama.
Kejadiannya kira-kira 20% dari kasus, dianjurkan untuk ventrikulostomi (atau
drainase eksternal ventrikuler), walaupun kemungkinan risikonya dapat terjadi
perdarahan ulang dan infeksi.
b. Kronik (komunikan)
Sering terjadi setelah PSA. Dilakukan pengaliran cairan serebrospinal secara
temporer atau permanen seperti ventriculo-peritoneal shunt.

10. Terapi Tambahan 1


a. Laksansia (pencahar) iperlukan untuk melembekkan feses secara regular.
Mencegah trombosis vena dalam, dengan memakai stocking atau pneumatic
compression devices.
b. Analgesik:
 Asetaminofen ½-1 g/4-6 jam dengan dosis maksimal 4 g/hari.
 Kodein fosfat 30-60 mg oral atau IM per 4-6 jam.
 Tylanol dengan kodein.
 Hindari asetosal.
 Pada pasien dengan sangat gelisah dapat diberikan:
 Haloperidol IM 1-10 mg tiap 6 jam.
 Petidin IM 50-100 mg atau morfin SC atau IV 5-10 mg/4-6 jam.
 Midazolam 0,06-1,1 mg/kg/jam.
 Propofol 3-10 mg/kg/jam.
 Cegah terjadinya “stress ulcer” dengan memberikan:
34

 Antagonis H2
 Antasida
 Inhibitor pompa proton selama beberapa hari.
 Pepsid 20 mg IV 2 kali sehari atau zantac 50 mg IV 2 kali sehari.
 Sucralfate 1 g dalam 20 mL air 3 kali sehari.

3.10. Komplikasi dan Prognosis Stroke Hemoragik


Peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi adalah komplikasi yang paling
ditakutkan pada perdarahan intraserebral. Perburukan edem serebri sering
mengakibatkan deteoriasi pada 24-48 jam pertama. Perdarahan awal juga berhubungan
dengan deteorisasi neurologis, dan perluasan dari hematoma tersebut adalah penyebab
paling sering deteorisasi neurologis dalam 3 jam pertama. Pada pasien yang dalam
keadaan waspada, 25% akan mengalami penurunan kesadaran dalam 24 jam pertama.
Kejang setelah stroke dapat muncul. Selain dari hal-hal yang telah disebutkan diatas,
stroke sendiri adalah penyebab utama dari disabilitas permanen.2
Prognosis bervariasi bergantung pada tingkap keparahan stroke dan lokasi serta
ukuran dari perdarahan. Skor dari Skala Koma Glasgow yang rendah berhubungan
dengan prognosis yang lebih buruk dan mortalitas yang lebih tinggi. Apabila terdapat
volume darah yang besar dan pertumbuhan dari volume hematoma, prognosis biasanya
buruk dan outcome fungsionalnya juga sangat buruk dengan tingkat mortalitas yang
tinggi. Adanya darah dalam ventrikel bisa meningkatkan resiko kematian dua kali lipat.
Pasien yang menggunakan antikoagulasi oral yang berhubungan dengan perdarahan
intraserebral juga memiliki outcome fungsional yang buruk dan tingkat mortilitas yang
tinggi.2

3.11. Pencegahan Stroke Hemoragik


Pencegahan primer pada stroke meliputi upaya memperbaiki gaya hidup dan mengatasi
berbagai faktor risiko. Upaya ini ditujukan pada orang sehat maupun kelompok risiko
tinggi yang berlum pernah terserang stroke. Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan
adalah:1
 Mengatur pola makan yang sehat
 Melakukan olah raga yang teratur
 Menghentikan rokok
35

 Menhindari minum alkohol dan penyalahgunaan obat


 Memelihara berat badan yang layak
 Perhatikan pemakaian kontrasepsi oral bagi yang beresiko tinggi
 Penanganan stres dan beristirahat yang cukup
 Pemeriksaan kesehatan teratur dan taat advis dokter dalam hal diet dan obat
 Pemakaian antiplatelet
Pada pencehagan sekunder stroke, yang harus dilakukan adalah pengendalian
faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi, dan pengendalian faktor risiko yang dapat
dimodifikasi seperti hipertensi, diabetes mellitus, riwayat TIA, dislipidemia, dan
sebagainya.1
BAB IV
PEMBAHASAN

Telah diperiksa seorang perempuan berusia 53 tahun rujukan dari RS daerah


dengan penurunan kesadaran, sebelumya pasien mengalami kelemahan anggota
gerak kiri disertai nyeri kepala hebat dan muntah menyemprot. Pasien didiagnosa
dengan stroke hemoragik. Berdasarkan data insidensi, stroke merupakan penyebab
kematian terbesar ketiga di negara-negara industri setelah penyakit jantung dan
kanker. Di Indonesia, penyebab kematian utama pada semua umur adalah stroke
(15,4%), yang disusul oleh TB (7,5%), Hipertensi (6,8%), dan cedera (6,5%).
Hasil Riskesdas 2007, prevalensi stroke di Indonesia ditemukan sebesar 8,3 per
1.000 penduduk, dan yang telah didiagnosis oleh tenaga kesehatan adalah 6 per
1.000. Prevalensi stroke tertinggi Indonesia dijumpai di Nanggroe Aceh
Darussalam (16,6 per 1.000 penduduk) dan terendah di Papua (3,8 per 1.000
penduduk). Stroke hemoragik terjadi pada 20% kasus stroke, namun berakibat
fatal pada orang yang mengalaminya.(12,13)
Berat otak orang dewasa sekitar 1400 gram, yaitu hanya sekitar 2% dari
bobot tubuhnya. Akan tetapi, otak mengosumsi oksigen sekitar 20 persen dan
glukosa sebanyak 50 persen dari total energi tub uh. Otak tidak memiliki
kemampuan untuk menyimpan sari makanan dan oksigen dalam jumlah yang
memadai sehingga untuk dapat berfungsi otak memerlukan pasokan darah 24 jam
terus-menerus, tidak boleh terhambat dalam hitungan detik sekalipun. Otak yang
sehat harus dipasok dengan satu liter darah per menit, yaitu sekitar 15 persen
jumlah darah total yang dipompa jantung.(14)
Stroke hemoragik disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak, sehingga
darah memenuhi jaringan otak dan ruang subarakhnoid maupun keduanya.
Perdarahan juga dapat menekan otak sehingga bisa meningkatkan tekanan
intrakranial yang bisa menekan batang otak. Ini adalah jenis stroke yang paling
mematikan dan merupakan sebagian kecil dari stroke total yaitu 10-15%
perdarahan intraserebrum dan sekitar 5% untuk perdarahan subaraknoid.(15)
Berdasarkan letak perdarahan, stroke hemoragik bisa dibagi menjadi 2 jenis
yaitu perdarahan intracerebral dan perdarahan subarakhnoid. Perdarahan
intraserebral paling sering terjadi ketika tekanan darah tinggi kronis melemahkan

14
15

arteri kecil, menyebabkannya robek. Penggunaan kokain atau amfetamin dapat


menyebabkan tekanan darah dan perdarahan sementara tapi sangat tinggi.
Penyebab perdarahan intraserebral spontan dibedakan atas perdarahan primer dan
perdarahan sekunder. Penyebab perdarahan primer adalah penyakit hipertensi
kronik yang menyebabkan vaskulopati serebral dengan akibat pecahnya pembuluh
darah otak. Lokasi yang paling sering untuk perdarahan tipe ini adalah ganglia
basalis (65%), batang otak (10%) serebelum (10%), subkortikal(15%). Sedangkan
perdarahan sekunder terjadi antara lain akibat anomaly vaskuler congenital,
koagulopati, tumor otak, vaskulopati non hipertensif ( amiloid serebral),
vaskulitis, dan obat anti koagulan.(15)
Pada kasus ini, pasien berumur 53 tahun. Menurut Riskesdas 2007, stroke
merupakan penyebab kecacatan kronik yang paling tinggi pada kelompok umur di
atas usia 45 tahun.(2) Semakin tua usia seseorang akan semakin mudah terkena
stroke. Stroke dapat terjadi pada semua usia, namun lebih dari 70% kasus stroke
terjadi pada usia diatas 65 tahun. Laki-laki lebih mudah terkena stroke. Hal ini
dikarenakan lebih tingginya angka kejadian faktor risiko stroke (misalnya
hipertensi) pada laki-laki. Penyakit stroke belakangan ini menyerang bukan hanya
kelompok usia diatas 50 tahun, melainkan juga kelompok usia produktif yang
menjadi tulang punggung keluarga. Bahkan, dalam sejumlah kasus, penderita
penyakit itu masih berusia dibawah 30 tahun.(12)
Pada pasien terdapat gejala berupa kelemahan anggota gerak kiri. Pasien
mengeluh kelemahan pada anggota gerak tubuh bagian kiri yang dirasakan pasien
muncul secara tiba-tiba dan terasa berat saat diangkat yang disebut dengan parese.
Parese atau Paresis (kelemahan) merupakan berkurangnya kekuatan otot sehingga
gerak voluntar sukar tapi masih bisa dilakukan walaupun dengan gerakan yang
terbatas, menimbulkan kelemahan pada belahan tubuh kontralateral yang ringan
sampai berat. Pada pasien terjadi pada anggota gerak bagian kiri, sehingga disebut
dengan hemiparese sisnistra.(16)
Hemiparese sinistra yang terjadi pada pasien timbul dengan onset mendadak.
Pada gejala klinis stroke dapat menimbulkan hemiparese yang tiba-tiba serta
terdapat gejala dini pada pasien yaitu, terjadi gangguan artikulasi (disartria) serta
gangguan membuka mata kiri (ptosis). Pada pasien terjadi hemiparese yang
bersifat unilateral disertai gejala di atas, kelumpuhan dapat berupa lesi UMN atau
serebelar. Pada kelumpuhan UMN unilateral atau serebelar dapat mengakibatkan
gangguan (parese) dari nervus IX dan X. Kelumpuhan UMN atau serebelar juga
mengakibatkan gangguan (parese) nervus VII dan XII yang menyebabkan
terbatasnya kebebasan lidah untuk bergerak ke satu sisi dan mendasari gangguan
artikulasi (disartria). Kelumpuhan UMN atau sereblar juga mengakibatkan
gangguan (parese) nervus III yang mempersyarafi m.levator palpebrae, sehingga
mengakibatkan kelopak mata atas terjatuh, mata tertutup, dan tidak dapat
membuka mata (ptosis). Kelumpuhan UMN atau sereblar juga mengakibatkan
gangguan pada
N.III, IV, dan VI yang mengatur gerak bola mata, maka terjadi kesan penglihatan
ganda.(17)
Pada stroke, terjadi hipoksia serebrum yang menyebabkan cedera dan
kematian sel-sel neuron. Kerusakan otak karena stroke, terjadi sebagai akibat
pembengkakan dan edema yang timbul 24-72 jam pertama setelah kematian sel
neuron. Stroke dapat dikenal dari gejala klinisnya yang bersifat onset mendadak
dengan gejala klinis baik fokal ( paresis, sulit bicara, buta, dll) maupun global
(gangguan kesadaran dan berkembang cepat serta mencapai maksimal dalam
waktu beberapa menit sampai jam.(17)
Pada Ct Scan pasien didapatkan adanya perdarahan intracerebral berupa
gambaran hyperdens di area parietal dextra. Hal ini sesuai dengan gejala yang
dialami pasien berupa kelemahan anggota gerak kontralateral dari lesi perdarahan.
Diagnosis stroke dapat ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik serta
pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik akan didapatkan
tanda klinis dari stroke yaitu adanya hemidefisit motorik, hemidefisit sensorik,
penurunan kesadaran, kelumpuhan nervus fasialis (VII) dan nervus hipoglosus
(XII), gangguan fungsi luhur seperti kesulitan berbahasa (afasia) dan gangguan
fungsi intelektual (demensia), buta separuh lapangan pandang dan defisit batang
otak. Computerised Tomography Scanning (CT Scan) merupakan pemeriksaan
baku emas (Gold Standard) untuk mendiagnosis penyakit stroke. Mengingat
bahwa alat tersebut saat ini hanya dijumpai di kota tertentu, maka dalam
menghadapi kasus dengan kecurigaan stroke, langkah pertama yang ditempuh
adalah menentukan lebih dahulu apakah benar kasus tersebut kasus stroke, karena
abses otak, tumor otak, infeksi otak, trauma kepala, juga dapat memberikan
kelainan neurologis yang sama, kemudian menentukan jenis stroke yang
dialaminya. Dengan perjalanan waktu, gejala klinis stroke dapat mengalami
perubahan.(18)
Pasien diberikan terapi injeksi intravena citicolin 500 mg/ 12 jam. Citicolin
berperan untuk perbaikan membran sel saraf melalui peningkatan
sintesis phosphatidylcholine dan perbaikan neuron kolinergik yang rusak melalui
potensiasi dari produksi asetilkolin. Citicolin juga menunjukkan kemampuan
untuk
meningkatkan kemampuan kognitif, Citicolin diharapkan mampu membantu
rehabilitasi memori pada pasien. Studi klinis menunjukkan peningkatan
kemampuan kognitif dan motorik yang lebih baik pada pasien yang
mendapatkan Citicolin.(19)
Pada pasien diberikan terapi paracetamol untuk mengurangi nyeri. Omprazol
di berikan sebagai terapi profilaksis. Sedangkan Ceftriaxone diberikan sebagai
antibiotic dikarenakan leukosit pasien yang tinggi. Untuk tatalaksana DM pasien
diterapi dengan drip novorapid 2cc/jam.
Tujuan penatalaksanaan komprehensif pada kasus stroke akut adalah
meminimalkan jumlah sel yang rusak melalui perbaikan jaringan penumbra dan
mencegah perdarahan lebih lanjut pada perdarahan intraserebral, mencegah secara
dini komplikasi neurologik maupun medik, dan mempercepat perbaikan fungsi
neurologis secara keseluruhan. Jika secara keseluruhan dapat berhasil baik,
prognosis pasien diharapkan akan lebih baik.(20)
19

BAB IV
KESIMPULAN

Stroke adalah gangguan fungsional otak yang bersifat lokal dan atau global, terjadi
secara akut berlangsung selama 24 jam atau lebih yang disebabkan oleh gangguan aliran
darah otak. Stroke yang menyebabkan perdarahan di otak disebut sebagai stroke hemoragik
yang salah satu faktor penyebabnya adalah hipertensi kronis. Penanganan stroke
hemoragik dapat bersifat medik atau bedah tergantung keadaan dan syarat yang diperlukan
untuk masing-masing jenis terapi. Penanganan medik fase akut dilakukan pada penderita
stroke hemoragik dengan menurunkan tekanan darah sistemik yang tinggi dengan obat-
obat anti hipertensi yang biasanya kerja cepat untuk mencapai tekanan darah pre morbid
atau diturunkan kira-kira 20 % dari tekanan darah waktu masuk rumah sakit. Prognosis
bervariasi bergantung pada tingkap keparahan stroke dan lokasi serta ukuran dari
perdarahan.
20

DAFTAR PUSTAKA

1. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf


Indonesia.Guideline Stroke 2007. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis
Saraf Indonesia: Jakarta, 2007.

2. Nasissi, Denise. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape, 2010.

3. Price, Sylvia A. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit ed.6.EGC,


Jakarta. 2006.

4. Sjahrir, Hasan. Stroke Iskemik. Yandira Agung: Medan, 2003.

5. Ropper AH, Brown RH. Adams dan Victor’s Principles of Neurology. Edisi 8.
BAB 4. Major Categories of Neurological Disease: Cerebrovascular Disease.
McGraw Hill: New York.2005.

6. Sotirios AT,. Differential Diagnosis in Neurology and Neurosurgery.New York.


Thieme Stuttgart. 2000.

7. Silbernagl, S., Florian Lang. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. EGC: Jakarta,
2007.

8. MERCK. Hemorrhagic Stroke. 2007.

9. Samino. Perjalanan Penyakit Peredaran Darah Otak. FK UI/RSCM, 2006.

10. Mesiano, Taufik. Perdarahan Subarakhnoid Traumatik. FK UI/RSCM, 2007.

11. Poungvarin, N. Skor Siriraj stroke dan studi validasi untuk membedakan
perdarahan intraserebral supratentorial dari infark.

12. Depkes RI. Riset Kesehatan Dasar 2007. Jakarta; 2007.

13. Kemenkes RI. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta; 2013.

14. Junaidi I. Stroke Waspadai Ancamannya. Yogyakarta: CV. Andi; 2011.

15. Feigin V. Stroke. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer; 2006.

16. Alway D. Esensial Stroke Untuk Layanan Primer. Jakarta: Buku Kedokteran
EGC; 2009.

17. Pinzon R, Asanti L. Stroke, Pengertian, Gejala, Tindakan, Perawatan &


Pencegahan. Yogyakarta: CV. Andi Offset; 2010.

18. Stroke Association. State of the Nation Stroke Statistics January 2016. London;
21

2015.

19. Pinzon R, Asanti L. Stroke, Pengertian, Gejala, Tindakan, Perawatan &


Pencegahan. Yogyakarta: CV. Andi Offset; 2010.

20. Ismail S. 2011. Stroke : Gejala dan Penatalaksanaan. Yogyakarta : Fakultas


Kedokteran Universitas Gadjah Mada.

Anda mungkin juga menyukai