Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan tanaman perkebunan yang bernilai ekonomi. Produksi kakao di dunian diperkirakan mencapai 4.232.000 ton tahun 2014/2015 (ICCO, 2015). Indonesia menyumbang skitar 9% produksi kakao secara global yaitu 380.000 ton kakao. Namun, umlah ini masih kalah dari Pantai Gading dan Ghana, produksinya mncapai 1.720.000 dan 810.000 ton kakao. Kedua negara Afrika ini merupakan pnghasil utama kakao dunia. Produktivitas tanaman kakao di negara-negara produksen, termasuk Indonesia, saat ini masih jauh lebih rendah dibanding potensinya (1-2 ton/ha). Budidaya tanaman kakao merupakan upaya yang tidak mudah karena tanaman tersbut sangat reponsif terhadap perubahan kondisi lingkungan. Faktor yang menyebabkan rendahnya produktivitas kakao adalah serangan hama dan penyakit, anomali iklim, tajuk tanaman rusak, populasi tanaman berkurang, serta teknologi budidaya oleh petani yang masih sederhana. Selain itu, penggunaan bahan tanam yang mutunya kurang baik serta umur tanaman yang sudah tua merupakan fenomena yang umum ditemukan di negara-negara produksen kakao. Serangan pnyakit pembuluh kayu (VSD) pada tanaman kakao telah mngancam keberlanjutan produksi kakao nasional. Penlyakit yang disebabkan oleh jamur Oncobasidium theobromae menyebabkan kerusakan pada jaringan pembuluh kayu sehingga proses transport hara dalam tanama terganggu. Kerusakan akibat serangan VSD tampak pada bagian-bagian vegetative tanaman, terutama ranting dan cabang. Akibat serangan VSD dapat menyebabkan kematian tanaman yang rentan hingga mencapai lebih dari 50%. Serangan VSD dianggap lebih berbahaya dibandingkan serangan jasad pengganggu kakao lainnya, seperti hama penggerek buah kakao dan penyakit busuk buah hanya menyebabkan kerusakan pada buah. Serangan VSD harus segera diatasi sbab sebarannya sudah meluas di daerah-daerah sentra produksi kakao. Pengendalian VSD harus dilakukan secara terpadu. Pada kasus serangan ringan, pengendalian VSD dapat dilakukan melalui pendekatan kultur teknis, yaitu pemangkasan cabang-cabang terinfeksi secara regular disertai dengan penyemprotan fungisida berbahan aktif Azocystrobin dan Difenoconazole pada daun-daun muda (flush) kemudian dilanjutkan dengan pemberian pupuk dan bahan organik. Pada kasus serangan berat, pengendalian VSD hanya efektif menggunakan bahan tanam tahan. Beberapa bahan tanam tahan telah direkomendasikan untuk pengendalian VSD, yaitu klon Sulawesi 1, Sulawesi 2, Sca 6, dan ICCRI 05. Pemanfaatan klon-klon tahan VSD tersebut terbukti efektif mengendalikan serangan VSD sehingga sebagian klon-klon tersebut telah berkembang luas di masyarakat. Meskipun demikian tangkat adopsi antar petani terhadap klon-klon tahan VSD tersebut tidak sama karena keterbatasan sumben bahan tanam dan tingkat keterampilan petani dalam hal teknik perbanyakan klonal. Oleh karena itu pengembangan bahan tanam hibrida masih perlu dilakukan sebagai alternative pilihan bahan tanam unggul bagi petani. Bahan tanam hibrida hingga kini masih menjadi sarana yang efektif untuk penyebarluasan bahan tanam unggul kakao karena kemudahan cara pembibitan dan pendistribusiannya ke lokasi-lokasi pengembangan. Di samping itu pengembangan kakao hibrida dapat menekan homogenisasi genetik pertanaman akibat pemanfaatan bahan tanam klonal yang dilakukan secara terus menerus dalam kurun waktu yang lama. Benih kakao hibrida akan menghasilkan pertanaman yang secara genetik beragam sehingga dapat meningkatkan ketahanan horizontal sebagai langkah antisipatif terhadap kemungkinan munculnya masalah hama/penyakit baru. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia telah melakukan penelitian dan pengembangan hibrida kakao tahan mVSD. Hibrida tersebut adalah ICCRI 06H hasil rakitan melalui persilangan antar klon-klon unggul yang memiliki potensi dayahasil tinggi dan ketahanan penyakit VSD. Pengembangan hibrida ICCRI 06H dilakukan secara generatif melalui proses persilangan alami (open-pollination) maupun persilangan terkendali (hand-pollination) antar induk klon-klon tetua persilangan. Ketersediaan hibrida ICCRI 06H ini memperkaya khasanah teknologi bahan tanam unggul kakao tahan VSD di Indonesia. I.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana tahapan proses perakitan varietas kakao tahan penyakit VSD? 2. Bagaimana hasil dari perakitan varietas kako tahan penyakit VSD? I.3 Tujuan 1. Mengetahui tahapan proses perakitan varietas kakao tahan penyakit VSD 2. Mengetahui hasil dari perakitan kakao varietas tahan VSD II. PEMBAHASAN
II.1 Penetapan Tujuan
Perakitan hibrida kakao tahan VSD dilakukan untuk mengatasi masalah serius pada tanaman kakao di beberapa daerah sentra produksi kakao. Perakitan hibrida kakao tahan VSD telah memperkaya komponen teknologi pengendalian VSD di Indonesia, serta dapat menekan kerugian petani kakao. II.2 Penyediaan Materi Pemuliaan Materi pemuliaan yang digunakan ada 14 hibrida (F1) yang diuji dalam penelitian ini dan satu hibrida komersial sebagai control. Hibrida tersebut merupakan hasil persilangan buatan antar klon-klon unggul, yaitu KW 162, KW 163, TSH 858, KEE 2, NIC 7, ICS 13, dan KW 165 yang diseleksi berdasarkan keunggulan sifat daya hasil dan ketahanan VSD. Dalam hal ini KEE 2, KW 162, dan KW 165 yang digunakan sebagai sumber ketahanan VSD. Proses persilangan tersebut dilakukan secara terkendali dengan cara melakukan pengerodongan bunga agar tidak terkontaminasi serbuk sari lain. II.3 Proses Pemuliaan Perakitan hibrida ICCRI 06H dilakukan dalam kurun waktu 10 tahun. Prosesnya diawali dengan seleksi klon-klon tetua persilangan pada lokasi plasma nutfah kakao di KP Kaliwining berdasarkan sifat produktivitas hasil, ketahanan penyakit VSD, dan kompatibilitas persilangan. Klon-klon yang terpilih sebagai tetua persilangan adalah TSH 858, KW 162, KW 163, KW 165, KEE 2, ICS 13, dan NIC 7. Ada 14 hibrida kombinasi persilangan antar klon-klom tersebut kemudian diuji pada beberapa lokasi yang kondisi agroklimatnya berbeda di wilayah Jawa Timur. Percobaan multilokasi ini dilakukan untuk mengetahui stabilitas daya hasil hibrida-hibrida hasil persilangan tersebut sebelum ditentukan jenis kombinasi persilangan yang layak direkomendasikan sebagai hibrida anjuran. Selanjutnya dilakukan pengamatan produksi dan ketahanan VSD selama 4 tahun masa tanaman berbuah. Dengan demikian pelaksanaan uji multilokasi ini memerlukan waktu kurang lebih 7 tahun sehingga total waktu yang diperlukan untuk perakitan hibrida kakao tahan VSD yang meliputi seleksi, persilangan, dan uji multilokasi kurang lebih 10 tahun. II.4 Seleksi Seleksi yang dianggap lebih aplikatif untuk pemuliaan kakao adalah seleksi berulang karena sasaran untuk mendapatkan bahan tanam hibrida dan klonal dapat dicapai secara bersamaan dalam setiap daur seleksi. Seleksi berulang diawali dengan pembentukan populasi dasar melalui persilangan antar klon-klon unggul terseleksi. Metode persilangan diallel dapat digunakan untuk tujuan ini, sekaligus untuk mengetahui daya gabung sifat-sifat unggul tetua persilangan sebagai dasar penentuan komposisi tetua dalam pembuatan benih hibrida. Setelah populasi dasar terbentuk maka tahap berikutnya adalah seleksi yang dilakukan dengan du acara, yaitu seleksi berbasis individual yang digunakan untuk mendapatkan klon unggul baru dan seleksi berbasis populasi untuk mendapatkan hibrida unggul baru. Klon ataupun hibrida unggul yang terseleksi selanjutnya diuji adaptabilitas sifat daya hasil dan mutunya di berbagai lingkunagn yang berbeda. Klon ataupun hibtida unggul yang telah melewati prosedur uji multilokasi selanjutnya dapat dilepas sebagai bahan tanam unggul baru, yang dilengkapi dengan karakteristik adaptabilitasnya. Kriteria seleksi ketahanan terhadap penyakit VSD dapat didasarkan pada karakter jumlah stomata, lebar pembukaan stomata, dan diamater stomata (Anita-Sari & Susilo, 2013). II.5 Pengujian a. Uji Daya Hasil Hibrida-hibrida hasil persilangan dengan tetua TSH 858, KW 162, dan KEE 2 memiliki rerata produksi lebih tinggi dibandingkan kontrol, yaitu kombinasi TSH 858 x KEE 2 (HKW 1) dan resiproknya (HKW 5), kombinasi TSH 858 x KW 162 (HKW 2) dan resiproknya (HKW 10), serta kombinasi KW 162 x KEE 2 (HKW 6) dan resiproknya (HKW 9). Klon-klon tetua persilangan tersebut diduga memiliki efek dayagabung yang baik untuk sifat dayahasil. b. Uji Multilokasi [ICCO] INTERNATIONAL CACAO ORGANIZATION. 2015. Quarterly Bulletin of Cocoa Statistics, Vol. XL, No. 4, Cocoa year 2014/15