Anda di halaman 1dari 32

ASUHAN KEPERAWATAN KEPADA Ny.

N DENGAN
DIAGNOSA MEDIS POST PARTUM DI RUANG
VK PKM PAHANDUT PALANGKA RAYA

OLEH :

ARMELIA WIDIARTI
NIM: (2017.C.09a.0878)

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas Rahmat dan
karunia-Nya lah kami selaku penulis Laporan yang berjudul ” Asuhan Keperawatan
Kepada Ny. N Dengan Diagnosa Medis Post Partum Di Ruang VK PKM Pahandut
Palangka Raya” yang mana laporan ini untuk memenuhi tugas Praktek Pra Klinik
III (PPK III).
Saat penyusunan laporan ini penulis banyak mendapatkan bimbingan dan
dorongan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk
itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang kepada :
1. Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes, Selaku Ketua STIKes Eka Harap Palangka
Raya.
2. Meilitha Carolina, Ners., M.Kep, Selaku Ketua Prodi S1 Keperawatan.
3. Ika Paskaria., S.Kep.,Ners, Selaku Koordinator PPK III
4. Lisnae Waty, S.Kep., Ners, Ners, Selaku pembimbing akademik yang telah
banyak memberi saran dan bimbingannya dalam menyelesaikan laporan ini.
Serta teman-teman dikelas III-B yang telah memberikan dukungan dan sarannya.
Serta Orang Tua yang selalu mendukung dan mendoakan saya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari kata
sempurna. Maka dengan ini penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari berbagai pihak.
Akhir kata, semoga laporan ini dapat berguna bagi pengembangan Ilmu
Keperawatan dan semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan berkat
dan karunia-Nya kepada kita semua. Amin.
Palangka Raya, 3 Mei 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ i
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii
BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Konsep Penyakit Post Partum ........................................................................ 1
1.1.1 Definisi ...................................................................................................... 1
1.1.2 Anatomi Fisiologi ..................................................................................... 1
1.1.3 Etiologi ...................................................................................................... 6
1.1.4 Patofisiologi .............................................................................................. 10
1.1.5 Manifestasi Klinis ..................................................................................... 11
1.1.6 Komplikasi ................................................................................................ 16
1.1.7 Penatalaksanaan Medis ............................................................................. 18
1.1.8 Pemeriksaan Penunjang ............................................................................ 18
1.2 Manajemen Asuhan Keperawatan Post Partum ............................................. 20
1.2.1 Pengkajian Keperawatan ........................................................................... 20
1.2.2 Diagnosa Keperawatan .............................................................................. 21
1.2.3 Intervensi Keperawatan ............................................................................. 22
1.2.4 Implementasi Keperawatan ....................................................................... 27
1.3.5 Evaluasi Keperawatan ............................................................................... 27
BAB 2 ASUHAN KEPERAWATAN
2.1 Pengkajian Keperawatan ......................................................................................
2.2 Diagnosa Keperawatan.........................................................................................
2.3 Intervensi Keperawatan ........................................................................................
2.4 Implementasi Keperawatan ..................................................................................
2.5 Evaluasi Keperawatan ..........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Konsep Dasar Post Partum


1.1.1 Definisi Post Partum
Post partum adalah masa sesudah persalinan dapat juga disebut masa nifas
(puerperium) yaitu masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya
kembali alat kandungan yang lamanya 6 minggu. Post partum adalah masa 6
minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ reproduksi sampai kembali ke
keadaan normal sebelum hamil (Bobak,
2010).
Partus di anggap spontan atau normal jika wanita berada dalam masa
aterm, tidak terjadi komplikasi, terdapat satu janin presentasi puncak kepala
dan persalinana selesai dalam 24 jam (Bobak, 2005).
Partus spontan adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan
cukup bulan dengan ketentuan ibu atau tanpa anjuran atau obat- obatan
(prawiroharjo, 2000).
Ruptur perineum adalah robekan yang terjadi pada perineum sewaktu
persalinan (Mohtar, 1998).
1.1.2 Anatomi Dan Fisiologi
Sistem reproduksi wanita terdiri dari organ interna, yang terletak di dalam
rongga pelvis dan ditopang oleh lantai pelvis, dan genetalia eksterna,
yang terletak di perineum. Struktur reproduksi interna dan eksterna
berkembang menjadi matur akibat rangsang hormon estrogen dan
progesteron (Bobak, 2005).
1. Stuktur eksterna

1
2

1) Vulva
Vulva adalah nama yang diberikan untuk struktur genetalia
externa. Kata ini berarti penutup atau pembungkus yang berbentuk
lonjong, berukuran panjang, mulai klitoris, kanan kiri dibatasi
bibir kecil sampai ke belakang dibatasi perineum.
2) Mons pubis
Mons pubis atau mons veneris adalah jaringan lemak
subkutan berbentuk bulat yang lunak dan padat serta merupakan
jaringan ikat jarang di atas simfisis pubis. Mons pubis
mengandung banyak kelenjar sebasea dan ditumbuhi rambut
berwarna hitam, kasar, dan ikal pada masa pubertas, mons
berperan dalam sensualitas dan melindungi simfisis pubis selama
koitus.
3) Labia mayora
Labia mayora adalah dua lipatan kulit panjang melengkung
yang menutupi lemak dan jaringan kulit yang menyatu dengan
mons pubis. Keduanya memanjang dari mons pubis ke arah
bawah mengililingi labia minora, berakhir di perineum pada garis
tengah. Labia mayora melindungi labia minora, meatus urinarius,
dan introitus vagina. Pada wanita yang belum pernah melahirkan
anak pervaginam, kedua labia mayora terletak berdekatan di garis
tengah, menutupi stuktur-struktur di bawahnya. Setelah melahirkan
anak dan mengalami cedera pada vagina atau pada perineum,
labia sedikit terpisah dan bahkan introitus vagina terbuka.
Penurunan produksi hormon menyebapkan atrofi labia mayora.
Pada permukaan arah lateral kulit labia tebal, biasanya memiliki
pigmen lebih gelap daripada jaringam sekitarnya dan ditutupi
rambut yang kasar dan semakin menipis ke arah luar perineum.
Permukaan medial labia mayora licin, tebal, dan tidak tumbuhi
rambut. Sensitivitas labia mayora terhadap sentuhan, nyeri, dan
suhu tinggi. Hal ini diakibatkan adanya jaringan saraf yang
menyebar luas, yang juga berfungsi selama rangsangan seksual.
3

4) Labia minora
Labia minora terletak di antara dua labia mayora,
merupakan lipatan kulit yang panjang, sempit, dan tidak berambut
yang , memanjang ke arah bawah dari bawah klitoris dan dan
menyatu dengan fourchett. Sementara bagian lateral dan anterior
labia biasanya mengandung pigmen, permukaan medial labia
minora sama dengan mukosa vagina. Pembuluh darah yang
sangat banyak membuat labia berwarna merah kemerahan dan
memungkankan labia minora membengkak, bila ada stimulus
emosional atau stimulus fisik. Kelenjar-kelenjar di labia minora
juga melumasi vulva. Suplai saraf yang sangat banyak membuat
labia minora sensitif, sehingga meningkatkan fungsi erotiknya.
5) Klitoris
Klitoris adalah organ pendek berbentuk silinder dan yang
terletak tepat di bawah arkus pubis. Dalam keadaan tidak
terangsang, bagian yang terlihat adalah sekitar 6x6 mm atau
kurang. Ujung badan klitoris dinamai glans dan lebih sensitif dari
pada badannya. Saat wanita secara seksual terangsang, glans dan
badan klitoris membesar. Kelenjar sebasea klitoris menyekresi
smegma, suatu substansi lemak seperti keju yang memiliki aroma
khas dan berfungsi sebagai feromon. Istilah klitoris berasal dari
kata dalam bahasa yunani, yang berarti ‘’kunci’’ karena klitoris
dianggap sebagai kunci seksualitas wanita. Jumlah pembuluh darah
dan persarafan yang banyak membuat klitoris sangat sensitif
terhadap suhu, sentuhan dan sensasi tekanan.
6) Vestibulum
Vestibulum ialah suatu daerah yang berbentuk seperti
perahu atau lojong, terletak di antara labia minora, klitoris dan
fourchette. Vestibulum terdiri dari muara uretra, kelenjar
parauretra, vagina dan kelenjar paravagina. Permukaan
vestibulum yang tipis dan agak berlendir mudah teriritasi oleh
bahan kimia. Kelenjar vestibulum mayora adalah gabungan dua
4

kelenjar di dasar labia mayora, masing-masing satu pada setiap


sisi orifisium vagina.
7) Fourchette
Fourchette adalah lipatan jaringan transversal yang pipih
dan tipis, dan terletak pada pertemuan ujung bawah labia mayora
dan minora di garis tengah di bawah orifisium vagina. Suatu
cekungan dan fosa navikularis terletak di antara fourchette dan
himen
8) Perineum
Perineum adalah daerah muskular yang ditutupi kulit antara
introitus vagina dan anus. Perineum membentuk dasar badan
perineum.
2. Struktur interna

1) Ovarium
Sebuah ovarium terletak di setiap sisi uterus, di bawah dan
di belakang tuba falopi. Dua lagamen mengikat ovarium pada
tempatnya, yakni bagian mesovarium ligamen lebar uterus, yang
memisahkan ovarium dari sisi dinding pelvis lateral kira-kira
setinggi krista iliaka anterosuperior, dan ligamentum ovarii
proprium, yang mengikat ovarium ke uterus. Dua fungsi ovarium
adalah menyelenggarakan ovulasi dan memproduksi hormon.
Saat lahir, ovarium wanita normal mengandung banyak ovum
primordial. Di antara interval selama masa usia subur ovarium
5

juga merupakan tempat utama produksi hormon seks steroid


dalam jumlah yang dibutuhkan untuk pertumbuhan, perkembangan,
dan fungsi wanita normal.
2) Tuba fallopi
Sepasang tuba fallopi melekat pada fundus uterus. Tuba ini
memanjang ke arah lateral, mencapai ujung bebas legamen lebar
dan berlekuk-lekuk mengelilingi setiap ovarium. Panjang tuba ini
kira-kira 10 cm dengan berdiameter 0,6 cm. Tuba fallopi
merupakan jalan bagi ovum. Ovum didorong di sepanjang tuba,
sebagian oleh silia, tetapi terutama oleh gerakan peristaltis lapisan
otot. Esterogen dan prostaglandin mempengaruhi gerakan
peristaltis. Aktevites peristaltis tuba fallopi dan fungsi sekresi
lapisan mukosa yang terbesar ialah pada saat ovulasi.
3) Uterus
Uterus adalah organ berdinding tebal, muskular, pipih,
cekung yang tampak mirip buah pir yang terbalik. Uterus normal
memiliki bentuk simetris, nyeri bila di tekan, licin dan teraba padat.
Uterus terdiri dari tiga bagian, fudus yang merupakan tonjolan bulat
di bagian atas dan insersituba fallopi, korpus yang merupakan
bagian utama yang mengelilingi cavum uteri, dan istmus, yakni
bagian sedikit konstriksi yang menghubungkan korpus dengan
serviks dan dikenal sebagai sekmen uterus bagian bawah pada masa
hamil. Tiga fungsi uterus adalah siklus menstruasi dengan
peremajaan endometrium, kehamilan dan persalinan.
Dinding uterus terdiri dari tiga lapisan :
1. Endometrium yang mengandung banyak pembuluh darah
ialah suatu lapisan membran mukosa yang terdiri dari tiga
lapisan : lapisan permukaan padat, lapisan tengah jaringan ikat
yang berongga, dan lapisan dalam padat yang
menghubungkan indometrium dengan miometrium.
2. Miometrum yang tebal tersusun atas lapisan – lapisan serabut
otot polos yang membentang ke tiga arah. Serabut
6

longitudinal membentuk lapisan luar miometrium, paling benyak


ditemukan di daerah fundus, membuat lapisan ini sangat cocok
untuk mendorong bayi pada persalinan.
3. Peritonium perietalis Suatu membran serosa, melapisi seluruh
korpus uteri, kecuali seperempat permukaan anterior bagian
bawah, di mana terdapat kandung kemih dan serviks. Tes
diagnostik dan bedah pada uterus dapat dilakukan tanpa perlu
membuka rongga abdomen karena peritonium perietalis tidak
menutupi seluruh korpus uteri.
4) Vagina
Vagina adalah suatu tuba berdinding tipis yang dapat melipat
dan mampu meregang secara luas. Mukosa vagina berespon dengan
cepat terhadap stimulai esterogen dan progesteron. Sel-sel mukosa
tanggal terutama selama siklus menstruasi dan selama masa
hamil. Sel-sel yang di ambil dari mukosa vagina dapat digunakan
untuk mengukur kadar hormon seks steroid. Cairan vagina berasal
dari traktus genetalis atas atau bawah. Cairan sedikit asam. Interaksi
antara laktobasilus vagina dan glikogen mempertahankan
keasaman. Apabila pH nik diatas lima, insiden infeksi vagina
meningkat. Cairan yang terus mengalir dari vagina
mempertahankan kebersihan relatif vagina.
1.1.3 Etiologi
Partus normal adalah proses pengeluaran hasil konsepsi yang telah
cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau jalan
lain, dengan bantuan.
1. Partus dibagi menjadi 4 kala :
1) kala I, kala pembukaan yang berlangsung antara pembukaan nol
sampai pembukaan lengkap. Pada permulaan his, kala pembukaan
berlangsung tidak begitu kuat sehingga parturien masih dapat
berjalan-jalan. Lamanya kala I untuk primigravida berlangsung 12
jam sedangkan multigravida sekitar 8 jam.
2) Kala II, gejala utama kala II adalah His semakin kuat dengan
7

interval 2 sampai 3 menit, dengan durasi 50 sampai 100 detik.


Menjelang akhir kala I ketuban pecah yang ditandai dengan
pengeluaran cairan secara mendadak. Ketuban pecah pada
pembukaan mendekati lengkap diikuti keinginan mengejan. Kedua
kekuatan, His dan mengejan lebih mendorong kepala bayi sehingga
kepala membuka pintu. Kepala lahir seluruhnya dan diikuti oleh
putar paksi luar. Setelah putar paksi luar berlangsung kepala
dipegang di bawah dagu di tarik ke bawah untuk melahirkan bahu
belakang. Setelah kedua bahu lahir ketiak di ikat untuk melahirkan
sisa badan bayi yang diikuti dengan sisa air ketuban.
3) Kala III, setelah kala II kontraksi uterus berhenti 5 sampai 10
menit. Dengan lahirnya bayi, sudah dimulai pelepasan plasenta.
Lepasnya plasenta dapat ditandai dengan uterus menjadi bundar,
uterus terdorong ke atas, tali pusat bertambah panjang dan terjadi
perdarahan.
4) Kala IV, dimaksudkan untuk melakukan observasi karena
perdarahan post partum paling sering terjadi pada 2 jam pertama,
observasi yang dilakukan yaitu tingkat kesadaran penderita,
pemeriksaan tanda-tanda vital, kontraksi uterus, terjadinya
perdarahan. Perdarah dianggap masih normal bila jumlahnya tidak
melebihi 400 sampai 500 cc (Manuaba, 1989).
2. Faktor penyebab ruptur perineum diantaranya adalah faktor ibu, faktor
janin, dan faktor persalinan pervaginam.
1) Faktor Ibu
1. Paritas
Menurut panduan Pusdiknakes 2003, paritas adalah
jumlah kehamilan yang mampu menghasilkan janin hidup di
luar rahim (lebih dari 28 minggu). Paritas menunjukkan jumlah
kehamilan terdahulu yang telah mencapai batas viabilitas dan telah
dilahirkan, tanpa mengingat jumlah anaknya (Oxorn,2003).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia paritas adalah
keadaan kelahiran atau partus. Pada primipara robekan perineum
8

hampir selalu terjadi dan tidak jarang berulang pada persalinan


berikutnya (Sarwono, 2005).
2. Meneran
Secara fisiologis ibu akan merasakan dorongan untuk
meneran bila pembukaan sudah lengkap dan reflek ferguson
telah terjadi. Ibu harus didukung untuk meneran dengan benar pada
saat ia merasakan dorongan dan memang ingin mengejang
(Jhonson, 2004). Ibu mungkin merasa dapat meneran secara lebih
efektif pada posisi tertentu (JHPIEGO, 2005).
2) Faktor Janin
1. Berat Badan Bayi Baru lahir
Makrosomia adalah berat janin pada waktu lahir lebih dari
4000 gram (Rayburn, 2001). Makrosomia disertai dengan
meningkatnya resiko trauma persalinan melalui vagina seperti
distosia bahu, kerusakan fleksus brakialis, patah tulang
klavikula, dan kerusakan jaringan lunak pada ibu seperti laserasi
jalan lahir dan robekan pada perineum (Rayburn, 2001).
2. Presentasi
Menurut kamus kedokteran, presentasi adalah letak
hubungan sumbu memanjang janin dengan sumbu memanjang
panggul ibu (Dorland,1998).
1) Presentasi Muka
Presentasi muka atau presentasi dahi letak janin memanjang,
sikap extensi sempurna dengan diameter pada waktu masuk
panggul atau diameter submentobregmatika sebesar 9,5 cm.
Bagian terendahnya adalah bagian antara glabella dan dagu,
sedang pada presentasi dahi bagian terendahnya antara
glabella dan bregma (Oxorn, 2003).
2) Presentasi Dahi
Presentasi dahi adalah sikap ekstensi sebagian
(pertengahan), hal ini berlawanan dengan presentasi muka
yang ekstensinya sempurna. Bagian terendahnya adalah
9

daerah diantara margo orbitalis dengan bregma dengan


penunjukknya adalah dahi. Diameter bagian terendah adalah
diameter verticomentalis sebesar 13,5 cm, merupakan
diameter antero posterior kepala janin yang terpanjang
(Oxorn, 2003).
3) Presentasi Bokong
Presentasi bokong memiliki letak memanjang dengan
kelainan dalam polaritas. Panggul janin merupakan kutub
bawah dengan penunjuknya adalah sacrum. Berdasarkan
posisi janin, presentasi bokong dapat dibedakan menjadi
empat macam yaitu presentasi bokong sempurna, presentasi
bokong murni, presentasi bokong kaki, dan presentasi bokong
lutut (Oxorn, 2003).
3. Faktor Persalinan Pervaginam
1) Vakum ekstrasi
Vakum ekstrasi adalah suatu tindakan bantuan persalinan,
janin dilahirkan dengan ekstrasi menggunakan tekanan negatif
dengan alat vacum yang dipasang di kepalanya.
2) Ekstrasi Cunam/Forsep
Ekstrasi Cunam/Forsep adalah suatu persalinan buatan, janin
dilahirkan dengan cunam yang dipasang di kepala janin (Mansjoer,
2002). Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu karena tindakan
ekstrasi forsep antara lain ruptur uteri, robekan portio, vagina,
ruptur perineum, syok, perdarahan post partum, pecahnya varices
vagina (Oxorn, 2003).
3) Embriotomi adalah prosedur penyelesaian persalinan dengan jalan
melakukan pengurangan volume atau merubah struktur organ
tertentu pada bayi dengan tujuan untuk memberi peluang yang lebih
besar untuk melahirkan keseluruhan tubuh bayi tersebut.
4) Persalinan Presipitatus
Persalinan presipitatus adalah persalinan yang berlangsung
sangat cepat, berlangsung kurang dari 3 jam, dapat disebabkan oleh
10

abnormalitas kontraksi uterus dan rahim yang terlau kuat, atau pada
keadaan yang sangat jarang dijumpai, tidak adanya rasa nyeri pada
saat his sehingga ibu tidak menyadari adanya proses persalinan yang
sangat kuat (Cunningham, 2005).
1.1.4 Patofisiologi
1. Adaptasi Fisiologi
1) Infolusi uterus
Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah
melahirkan, proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat
kontraksi otot-otot polos uterus. Pada akhir tahap ketiga persalinan,
uterus berada di garis tengah, kira-kira 2 cm di bawah umbilikus
dengan bagian fundus bersandar pada promontorium sakralis.
Dalam waktu 12 jam, tinggi fundus mencapai kurang lebih 1 cm di
atas umbilikus. Fundus turun kira-kira 1 smpai 2 cm setiap 24 jam.
Pada hari pasca partum keenam fundus normal akan
berada di pertengahan antara umbilikus dan simpisis pubis. Uterus,
pada waktu hamil penuh baratnya 11 kali berat sebelum hamil,
berinvolusi menjadi kira-kira 500 gr 1 minggu setelah melahirkan dan
350 gr 2 minggu setelah lahir. Satu minggu setelah melahirkan uterus
berada di dalam panggul. Pada minggu keenam, beratnya menjadi
50-60 gr. Peningkatan esterogen dan progesteron bertabggung jawab
untuk pertumbuhan masif uterus selama hamil. Pada masa pasca
partum penurunan kadar hormon menyebapkan terjadinya autolisis,
perusakan secara langsung jaringan hipertrofi yang berlebihan.
Sel-sel tambahan yang terbentuk selama masa hamil menetap.
Inilah penyebap ukuran uterus sedikit lebih besar setelah hamil.
2) Kontraksi
intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera
setelah bayi lahir, diduga terjadi sebagai respon terhadap
penurunan volume intrauterin yang sangat besar. homeostasis pasca
partum dicapai terutama akibat kompresi pembuluh darah
intramiometrium, bukan oleh agregasi trombosit dan pembentukan
11

bekuan. Hormon oksigen yang dilepas dari kelenjar hipofisis


memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengopresi pembuluh
darah dan membantu hemostasis. Salama 1-2 jam pertama pasca
partum intensitas kontraksi uterus bisa berkurang dan menjadi tidak
teratur. Untuk mempertahankan kontraksi uterus, suntikan oksitosin
secara intravena atau intramuskuler diberikan segera setelah plasenta
lahir. Ibu yang merencanakan menyusui bayinya, dianjurkan
membiarkan bayinya di payudara segera setelah lahir karena isapan
bayi pada payudara merangsang pelepasan oksitosin.
2. Adaptasi psikologis
Menurut Hamilton, 1995 adaptasi psikologis ibu post partum dibagi
menjadi 3 fase yaitu :
1) Fase taking in / ketergantungan
Fase ini dimuai hari pertama dan hari kedua setelah melahirkan dimana
ibu membutuhkan perlindungandan pelayanan.
2) Fase taking hold / ketergantungan tidak ketergantungan
Fase ini dimulai pada hari ketiga setelah melahirkan dan berakhir pada
minggu keempat sampai kelima. Sampai hari ketiga ibu siap untuk menerima
peran barunya dan belajar tentang semua hal-hal baru. Selama fase ini
sistem pendukung menjadi sangat bernilai bagi ibu muda yang
membutuhkan sumber informasi dan penyembuhan fisik sehingga ia dapat
istirahat dengan baik
3) Fase letting go / saling ketergantungan
Dimulai sekitar minggu kelima sampai keenam setelah kelahiran.
Sistem keluarga telah menyesuaiakan diri dengan anggotanya yang baru.
Tubuh pasian telah sembuh, perasan rutinnya telah kembali dan kegiatan
hubungan seksualnya telah dilakukan kembali.
1.1.5 Manifestasi Klinis
Periode post partum ialah masa enam minggu sejak bayi lahir sampai
organ-organ reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum hamil. Periode
ini kadang-kadang disebut puerperium atau trimester keempat kehamilan
(Bobak, 2004).
12

1. Sistem reproduksi
1) Proses involusi
Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah
melahirkan, proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar
akibat kontraksi otot-otot polos uterus. Uterus, pada waktu hamil
penuh baratnya 11 kali berat sebelum hamil, berinvolusi menjadi kira-
kira 500 gr 1 minggu setelah melahirkan dan 350 gr dua minggu
setelah lahir. Seminggu setelah melahirkan uterus berada di dalam
panggul. Pada minggu keenam, beratnya menjadi 50-60gr. Pada
masa pasca partum penurunan kadar hormon menyebapkan terjadinya
autolisis, perusakan secara langsung jaringan hipertrofi yang
berlebihan. Sel-sel tambahan yang terbentuk selama masa hamil
menetap. Inilah penyebap ukuran uterus sedikit lebih besar setelah
hamil.
2) Kontraksi
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera
setelah bayi lahir, hormon oksigen yang dilepas dari kelenjar hipofisis
memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengopresi pembuluh
darah dan membantu hemostasis. Salama 1-2 jam pertama pasca
partum intensitas kontraksi uterus bisa berkurang dan menjadi tidak
teratur. Untuk mempertahankan kontraksi uterus, suntikan oksitosin
secara intravena atau intramuskuler diberikan segera setelah plasenta
lahir.
3) Tempat plasenta
Segera setelah plasenta dan ketuban dikeluarkan, kontraksi vaskular
dan trombus menurunkan tempat plasenta ke suatu area yang meninggi
dan bernodul tidak teratur. Pertumbuhan endometrium ke atas
menyebapkan pelepasan jaringan nekrotik dan mencegah
pembentukan jaringan parut yang menjadi karakteristik penyembuha
luka. Regenerasi endometrum, selesai pada akhir minggu ketiga masa
pasca partum, kecuali pada bekas tempat plasenta.
4) Lochea
13

Rabas uterus yang keluar setelah bayi lahir, mula-mula berwarna


merah, kemudian menjadi merah tua atau merah coklat. Lochea rubra
terutama mengandung darah dan debris desidua dan debris
trofoblastik. Aliran menyembur menjadi merah setelah 2-4 hari.
Lochea serosa terdiri dari darah lama, serum, leukosit dan denrus
jaringan. Sekitar 10 hari setelah bayi lahir, cairan berwarna kuning
atau putih. Lochea alba mengandung leukosit, desidua, sel epitel,
mukus, serum dan bakteri. Lochea alba bisa bertahan 2-6 minggu
setelah bayi lahir.
5) Serviks
Serviks menjadi lunak segera setelah ibu melahirkan. 18 jam
pasca partum, serviks memendek dan konsistensinya menjadi lebih
padat dan kembali ke bentuk semula. Serviks setinggi segmen
bawah uterus tetap edematosa, tipis, dan rapuh selama beberapa hari
setelah ibu melahirkan.
6) Vagina dan perineum
Vagina yang semula sangat teregang akan kembali secara
bertahap ke ukuran sebelum hami, 6-8 minggu setelah bayi lahir.
Rugae akan kembali terlihat pada sekitar minggu keempat, walaupun
tidak akan semenonjol pada wanita nulipara.
2. Sistem endokrin
1) Hormon plasenta
Penurunan hormon human plasental lactogen, esterogen dan
kortisol, serta placental enzyme insulinase membalik efek diabetagenik
kehamilan. Sehingga kadar gula darah menurun secara yang bermakna
pada masa puerperium. Kadar esterogen dan progesteron menurun
secara mencolok setelah plasenta keluar, penurunan kadar esterogen
berkaitan dengan pembengkakan payudara dan diuresis cairan
ekstra seluler berlebih yang terakumulasi selama masa hamil.
2) Hormon hipofisis
Waktu dimulainya ovulasi dan menstruasi pada wanita
menyusui dan tidak menyusui berbeda. Kadar prolaktin serum yang
14

tinggi pada wanita menyusui tampaknya berperan dalam menekan


ovulasi. Karena kadar follikel-stimulating hormone terbukti sama pada
wanita menyusui dan tidak menyusui di simpulkan ovarium tidak
berespon terhadap stimulasi FSH ketika kadar prolaktin meningkat
(Bowes, 1991).
3. Abdomen
Apabila wanita berdiri di hari pertama setelah melahirkan,
abdomenya akan menonjol dan membuat wanita tersebut tampak seperti
masih hamil. Diperlukan sekitar 6 minggu untuk dinding abdomen kembali
ke keadaan sebelum hami.
4. Sistem urinarius
Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu satu bulan setelah wanita
melahirkan. Diperlukan kira-kira dua smpai 8 minggu supaya hipotonia
pada kehamilan dan dilatasi ureter serta pelvis ginjal kembali ke keadaan
sebelum hamil (Cunningham, dkk ; 1993).
5. Sistem cerna
1) Nafsu makan
Setelah benar-benar pulih dari efek analgesia, anestesia, dan
keletihan, ibu merasa sangat lapar.
2) Mortilitas
Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna
menetap selam waktu yang singkat setelah bayi lahir.
3) Defekasi
Buang air besar secara spontan bias tertunda selama dua sampai
tiga hari setelah ibu melahirkan.
4) Payudara
Konsentrasi hormon yang menstimulasai perkembangan payu
dara selama wanita hamil (esterogen, progesteron, human chorionik
gonadotropin, prolaktin, krotison, dan insulin) menurun dengan cepat
setelah bayi lahir.
1. Ibu tidak menyusui
Kadar prolaktin akan menurun dengan cepat pada wanita
15

yang tidak menyusui. Pada jaringan payudara beberapa wanita, saat


palpasi dailakukan pada hari kedua dan ketiga. Pada hari ketiga
atau keempat pasca partum bisa terjadi pembengkakan. Payudara
teregang keras, nyeri bila ditekan, dan hangat jika di raba.
2. Ibu yang menyusui
Sebelum laktasi dimulai, payudara teraba lunak dan suatu
cairan kekuningan, yakni kolostrum. Setelah laktasi dimula,
payudara teraba hangat dan keras ketika disentuh. Rasa nyeri akan
menetap selama sekitar 48 jam. Susu putih kebiruan dapat
dikeluarkan dari puting susu.
6. Sistem kardiovaskuler
1) Volume darah
Perubahan volume darah tergantung pada beberapa faktor
misalnya kehilangan darah selama melahirkan dan mobilisasi serta
pengeluaran cairan ekstravaskuler. Kehilangan darah merupakan
akibat penurunan volume darah total yang cepat tetapi terbatas.
Setelah itu terjadi perpindahan normal cairan tubuh yang
menyebapkan volume darah menurun dengan lambat. Pada minggu
ketiga dan keempat setelah bayi lahir, volume darah biasanya
menurun sampai mencapai volume sebelum lahir.
2) Curah jantung
Denyut jantung volume sekuncup dan curah jantung
meningkat sepanjang masa hamil. Segera setelah wanita
melahirkan, keadaan ini akan meningkat bahkan lebih tinggi
selama 30 sampai 60 menit karena darah yang biasanya melintasi
sirkuit utero plasenta tiba- tiba kembali ke sirkulasi umum
(Bowes, 1991).
3) Tanda-tanda vital
Beberapa perubahan tanda-tanda vital bisa terlihat, jika
wanita dalam keadaan normal. Peningkatan kecil sementara, baik
peningkatan tekanan darah sistol maupun diastol dapat timbul dan
berlangsung selama sekitar empat hari setelah wanita melahirkan
16

(Bowes, 1991).
7. Sistem neurologi
Perubahan neurologis selama puerperium merupakan kebalikan
adaptasi neurologis yang terjadi saat wanita hamil dan disebapkan
trauma yang dialami wanita saat bersalin dan melahirkan.
8. Sistem muskuluskeletal
Adaptasi sistem muskuluskeletal ibu yang terjadi selama masa
hamil berlangsung secara terbalik pada masa pascapartum. Adaptasi ini
mencakup hal-hal yang membantu relaksasi dan hipermobilitas sendi dan
perubahan pusat berat ibu akibat pemsaran rahim.
9. Sistem integumen
Kloasma yang muncul pada masa hamil biasanya menghilang saat
kehamilan berakhir. Pada beberapa wanita, pigmentasi pada daerah tersebut
akan menutap. Kulit kulit yang meregang pada payudara, abdomen,
paha, dan panggul mungkin memudar, tapi tidak hilang seluruhnya.
1.1.6 Komplikasi
1. Perdarahan
Perdarahan adalah penyebap kematian terbanyak pada wanita
selama periode post partum. Perdarahan post partum adalah :
kehilangan darah lebih dari 500 cc setelah kelahiran kriteria perdarahan
didasarkan pada satu atau lebih tanda-tanda sebagai berikut:
1) Kehilangan darah lebih dari 500 cc
2) Sistolik atau diastolik tekanan darah menurun sekitar 30 mmHg Hb
turun sampai 3 gram % (novak, 1998).
3) Perdarahan post partum dapat diklasifikasi menurut kapan
terjadinya perdarahan dini terjadi 24 jam setelah melahirkan.
Perdarahan lanjut lebih dari 24 jam setelah melahirkan, syok
hemoragik dapat berkembang cepat dan menadi kasus lainnya,
tiga penyebap utama perdarahan antara lain :
a. Atonia uteri : pada atonia uteri uterus tidak mengadakan
kontraksi dengan baik dan ini merupakan sebap utama dari
perdarahan post partum. Uterus yang sangat teregang
17

(hidramnion, kehamilan ganda, dengan kehamilan dengan


janin besar), partus lama dan pemberian narkosis merupakan
predisposisi untuk terjadinya atonia uteri.
b. laserasi jalan lahir : perlukan serviks, vagina dan perineum
dapat menimbulkan perdarahan yang banyak bila tidak
direparasi dengan segera.
c. Retensio plasenta, hampir sebagian besar gangguan pelepasan
plasenta disebapkan oleh gangguan kontraksi uterus.retensio
plasenta adalah : tertahannya atau belum lahirnya plasenta atau
30 menit selelah bayi lahir.
d. Lain-lain
1) Sisa plasenta atau selaput janin yang menghalangi
kontraksi uterus sehingga masih ada pembuluh darah
yang tetap terbuka
2) Ruptur uteri, robeknya otot uterus yang utuh atau
bekas jaringan parut pada uterus setelah jalan lahir
hidup.
3) Inversio uteri (Wikenjosastro, 2000).
2. Infeksi puerperalis
Didefinisikan sebagai; inveksi saluran reproduksi selama masa post
partum. Insiden infeksi puerperalis ini 1 % - 8 %, ditandai adanya
kenaikan suhu > 38 0 dalam 2 hari selama 10 hari pertama post partum.
Penyebap klasik adalah : streptococus dan staphylococus aureus dan
organisasi lainnya.
3. Endometritis
Adalah infeksi dalam uterus paling banyak disebapkan oleh infeksi
puerperalis. Bakteri vagina, pembedahan caesaria, ruptur membran
memiliki resiko tinggi terjadinya endometritis (Novak, 1999).
4. Mastitis
Yaitu infeksi pada payudara. Bakteri masuk melalui fisura atau
pecahnya puting susu akibat kesalahan tehnik menyusui, di awali dengan
pembengkakan, mastitis umumnya di awali pada bulan pertamapost
18

partum (Novak, 1999)


5. Infeksi saluran kemih
Insiden mencapai 2-4 % wanita post partum, pembedahan
meningkatkan resiko infeksi saluran kemih. Organisme terbanyak adalah
Entamoba coli dan bakterigram negatif lainnya.
6. Tromboplebitis dan trombosis
Semasa hamil dan masa awal post partum, faktor koagulasi dan
meningkatnya status vena menyebapkan relaksasi sistem vaskuler,
akibatnya terjadi tromboplebitis (pembentukan trombus di pembuluh
darah dihasilkan dari dinding pembuluh darah) dan trombosis
(pembentukan trombus) tromboplebitis superfisial terjadi 1 kasus dari
500 – 750 kelahiran pada 3 hari pertama post partum.
7. Emboli
Yaitu : partikel berbahaya karena masuk ke pembuluh darah
kecil menyebapkan kematian terbanyak di Amerika (Novak. 1999).
8. Post partum depresi
Kasus ini kejadinya berangsur-angsur, berkembang lambat sampai
beberapa minggu, terjadi pada tahun pertama. Ibu bingung dan merasa
takut pada dirinya. Tandanya antara lain, kurang konsentrasi, kesepian
tidak aman, perasaan obsepsi cemas, kehilangan kontrol, dan lainnya.
Wanita juga mengeluh bingung, nyeri kepala, ganguan makan, dysmenor,
kesulitan menyusui, tidak tertarik pada sex, kehilanagan semangat
(Novak, 1999).
1.1.7 Pemeriksaan Penunjang
1. Darah lengkap ( Hb, Ht, Leukosit, trombosit )
2. Urine lengkap
1.1.8 Penatalaksanaan Medis
Penanganan ruptur perineum diantaranya dapat dilakukan dengan
cara melakukan penjahitan luka lapis demi lapis, dan memperhatikan
jangan sampai terjadi ruang kosong terbuka kearah vagina yang biasanya
dapat dimasuki bekuan-bekuan darah yang akan menyebabkan tidak baiknya
penyembuhan luka. Selain itu dapat dilakukan dengan cara memberikan
19

antibiotik yang cukup (Moctar, 1998).


Prinsip yang harus diperhatikan dalam menangani ruptur perineum
adalah:
1. Bila seorang ibu bersalin mengalami perdarahan setelah anak lahir,
segera memeriksa perdarahan tersebut berasal dari retensio plasenta
atau plasenta lahir tidak lengkap.
2. Bila plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi uterus baik, dapat
dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan pada jalan
lahir, selanjutnya dilakukan penjahitan. Prinsip melakukan jahitan
pada robekan perineum :
1) Reparasi mula-mula dari titik pangkal robekan sebelah
dalam/proksimal ke arah luar/distal. Jahitan dilakukan lapis demi
lapis, dari lapis dalam kemudian lapis luar.
2) Robekan perineum tingkat I : tidak perlu dijahit jika tidak ada
perdarahan dan aposisi luka baik, namun jika terjadi perdarahan
segera dijahit dengan menggunakan benang catgut secara jelujur
atau dengan cara angka delapan.
3) Robekan perineum tingkat II : untuk laserasi derajat I atau II jika
ditemukan robekan tidak rata atau bergerigi harus diratakan
terlebih dahulu sebelum dilakukan penjahitan. Pertama otot dijahit
dengan catgut kemudian selaput lendir. Vagina dijahit dengan
catgut secara terputus-putus atau jelujur. Penjahitan mukosa
vagina dimulai dari puncak robekan. Kulit perineum dijahit
dengan benang catgut secara jelujur.
4) Robekan perineum tingkat III : penjahitan yang pertama pada
dinding depan rektum yang robek, kemudian fasia perirektal dan
fasia septum rektovaginal dijahit dengan catgut kromik sehingga
bertemu kembali.
5) Robekan perineum tingkat IV : ujung-ujung otot sfingter ani yang
terpisah karena robekan diklem dengan klem pean lurus,
kemudian dijahit antara 2-3 jahitan catgut kromik sehingga
bertemu kembali. Selanjutnya robekan dijahit lapis demi lapis
20

seperti menjahit robekan perineum tingkat I.


6) Meminimalkan Derajat Ruptur Perineum
Menurut Mochtar (1998) persalinan yang salah merupakan
salah satu sebab terjadinya ruptur perineum. Menurut Buku
Acuan Asuhan Persalinan Normal (2008) kerjasama dengan ibu
dan penggunaan perasat manual yang tepat dapat mengatur
ekspulsi kepala, bahu, dan seluruh tubuh bayi untuk mencegah
laserasi atau meminimalkan robekan pada perineum.
Dalam menangani asuhan keperawatan pada ibu post
partum spontan, dilakukan berbagai macam penatalaksanaan,
diantaranya :
a. Monitor TTV
Tekanan darah meningkat lebih dari 140/90 mungkin
menandakan preeklamsi suhu tubuh meningkat menandakan
terjadinya infeksi, stress, atau dehidrasi.
b. Pemberian cairan intravena
Untuk mencegah dehidrasi dan meningkatkan kemampuan
perdarahan darah dan menjaga agar jangan jatuh dalam keadaan
syok, maka cairan pengganti merupakan tindakan yang vital,
seperti Dextrose atau Ringer.
3. Pemberian oksitosin
Segera setelah plasenta dilahirkan oksitosin (10 unit) ditambahkan
dengan cairan infuse atau diberikan secara intramuskuler untuk
membantu kontraksi uterus dan mengurangi perdarahan post partum.
4. Obat nyeri
Obat-obatan yang mengontrol rasa sakit termasuk sedative,
alaraktik, narkotik dan antagonis narkotik. Anastesi hilangnya sensori,
obat ini diberikan secara regional/ umum (Hamilton, 1995).

1.2 Manajemen Keperawatan Post Partum


1.2.1 Pengkajian
1. Identitas Pasien
21

2. Keluhan Utama
Sakit perut, perdarahan, nyeri pada luka jahitan, takut bergerak
3. Riwayat Kehamilan
Umur kehamilan serta riwayat penyakit menyetai
4. Riwayat Persalinan
1) Tempat persalinan
2) Normal atau terdapat komplikasi
3) Keadaan bayi
4) Keadaan ibu
5. Riwayat Nifas Yang Lalu
1) Pengeluaran ASI lancar / tidak
2) BB bayi
3) Riwayat ber KB / tidak
6. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum pasien
2) Abdomen
3) Saluran cerna
4) Alat kemih
5) Lochea
6) Vagina
7) Perinium dan rectum
8) Ekstremitas
9) Kemampuan perawatan diri
7. Pemeriksaan psikososial
1) Respon dan persepsi keluarga
2) Status psikologis ayah, respon keluarga terhadap bayi
3) keluarga terhadap bayi
1.2.2 Diagnosa
1. Nyeri berhubungan dengan involusi uterus, nyeri setelah melahirkan.
(Doenges, 2001)
2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan laserasi dan proses
persalinan. (Doenges, 2001)
22

3. Resiko menyusui tidak efektif berhubungan dengan kurang


pengetahuan cara perawatan payudara bagi ibu menyusui.
(Bobak,2004)
4. Gangguan pola eliminasi bowel berhubungan dengan adanya
konstipasi. (Bobak, 2004)
5. Resiko tinggi kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan
dengan kehilangan darah dan intake ke oral. (Doenges, 2001)
6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan respon hormonal psikologis,
proses persalinan dan proses melelahkan. (Doenges, 2001)
1.2.3 Intervensi
1. Nyeri berhubungan dengan involusi uterus, nyeri setelah melahirkan

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri berkurang

Kriteria Hasil :

a. Klien mengatakan nyeri berkurang dengan skala nyeri 3-4

b. Klien terlihat rileks, ekspresi wajah tidak tegang, klien bisa tidur

nyaman

c. Tanda-tanda vital dalam batas normal : suhu 36-370 C, N 60-100

x/menit, RR 16-24 x/menit, TD 120/80 mmHg

Intervensi :

a. Kaji karakteristik nyeri klien dengan PQRST ( P : faktor penambah

dan pengurang nyeri, Q : kualitas atau jenis nyeri, R : regio atau

daerah yang mengalami nyeri, S : skala nyeri, T : waktu dan

frekuensi )

Rasional : untuk menentukan jenis skala dan tempat terasa nyeri

b. Kaji faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi klien terhadap nyeri

Rasional : sebagai salah satu dasar untuk memberikan tindakan

atau asuhan keperawatan sesuai dengan respon klien.


23

c. Berikan posisi yang nyaman, tidak bising, ruangan terang dan

tenang

Rasional : membantu klien rilaks dan mengurangi nyeri

d. Biarkan klien melakukan aktivitas yang disukai dan alihkan

perhatian klien pada hal lain

Rasional : beraktivitas sesuai kesenangan dapat mengalihkan

perhatian klien dari rasa nyeri

e. Kolaborasi pemberian analgetik

Rasional : untuk menekan atau mengurangi nyeri

2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kurangnya

pengetahuan cara perawatan Vulva

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi infeksi,


pengetahuan bertambah
Kriteria hasil :
a. Klien menyertakan perawatan bagi dirinya
b. Klien bisa membersihkan vagina dan perineumnya secara
mandiri c. Perawatan pervagina berkurang
d. Vulva bersih dan tidak
inveksi e. Tidak ada
perawatan
f. Vital sign dalam batas normal

Intervensi :
1) Pantau vital sign
Rasional : peningkatan suhu dapat mengidentifikasi adnya infeksi
2) Kaji daerah perineum dan vulva
Rasioal : menentukan adakah tanda peradangan di daerah vulva
dan perineum
3) Kaji pengetahuan pasien mengenai cara perawatan ibu post partum
Rasional : pasien mengetahui cara perawatan vulva bagi dirinya
24

4) Ajarkan perawatan vulva bagi pasien


Rasional : pasien mengetahui cara perawatan vulva bagi dirinya
5) Anjurkan pasien mencuci tangan sebelum memegang daerah
vulvanya
Rasional : meminimalkan terjadinya infeksi
6) Lakukan perawatan vulva
Rasional : mencegah terjadinya infeksi dan memberikan rasa
nyaman bagi pasien
3. Resiko menyusui tidak efektif berhubungan dengan
kurang pengetahuan cara perawatan payudara bagi ibu menyusui
Tujuan : pasien mengetahui cara perawatan payudara bagi ibu
menyusui
Kriteria hasil :
a. Klien mengetahui cara perawatan payudara bagi ibu
menyusui b. Asi keluar
c. Payudara bersih
d. Payudara tidak bengkak dan tidak
nyeri e. Bayi mau menetek
Intervensi :
1) Kaji pengetahuan paien mengenai laktasi dan perawatan payudara
Rasional : mengetahui tingkat pengetahuan pasien dan untuk
menentukan intervensi selanjutnya.
2) Ajarkan cara merawat payudara dan lakukan cara brest care
Rasional : meningkatkan pengetahuan pasien dan mencegah
terjadinya bengkak pada payudara
3) Jelaskan mengenai manfaat menyusui dan mengenai gizi waktu
menyusui
Rasional : memberikan pengetahuan bagi ibu mengenai manfaat
4) ASI bagi bayi Jelaskan cara menyusui yang benar
Rasional : mencegah terjadinya aspirasi pada bayi
4. Gangguan pola eliminasi bowel berhubungan dengan
adanya konstipasi
25

Tujuan : kebutuhan eliminasi pasien terpenuhi


Kriteria hasil :
a. Pasien mengatakan sudah BAB
b. Pasien mengatakan tidak konstipasi
c. Pasien mengatakan perasaan nyamannya
Intervensi :
1) Auskultasi bising usus, apakah peristaltik menurun
Rasional : penurunan peristaltik usus menyebapkan konstpasi b.
2) Observasi adanya nyeri abdomen
Rasional : nyeri abdomen menimbulkan rasa takut untuk BAB
3) Anjurkan pasien makan-makanan tinggi serat
Rasional : makanan tinggi serat melancarkan BAB
4) Anjurkan pasien banyak minum terutama air putih hangat
Rasional : mengkonsumsi air hangat melancarkan BAB
5) Kolaborasi pemberian laksatif ( pelunak feses ) jika diperlukan
Rasional : penggunana laksatif mungkan perlu untuk
merangsang peristaltik usus dengan perlahan atau evakuasi feses
5. Resiko tinggi kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan
dengan kehilangan darah dan intake ke oral
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan kebutuhan cairan
terpenuhi.
Kriteria hasil :
1) Menyatakan pemahaman faktor penyebap dan perilaku yang perlu untuk
memenuhi kebutuhan cairan, seperti banyak minum air putih dan
pemberian cairan lewat IV.
2) Menunjukkan perubahan keseimbangan cairan, dibuktikan oleh
haluaran urine adekuat, tanda-tanda vital stabil, membran mukosa
lembab, turgor kulit baik
Intervensi :
1) Mengkaji keadaan umum pasien dan tanda-tanda vital
Rasional : menetapkan data dasar pasien untuk mengetahui
penyimpangan dari keadaan normal
26

2) Mengobservasi kemungkinan adanya tanda-tanda syok


Rasional : agar segera dilakukan rehidrasi maksimal jika terdapat
tanda- tanda syok
3) Memberikan cairan intravaskuler sesuai program
Rasional : pemberian cairan IV sangat penting bagi pasien yang
mengalami difisit volume cairan dengan keadaan umum yang
buruk karena cairan IV langsung masuk ke pembuluh darah.
6. Kurang pengetahuan mengenai perawatan diri dan bayi berhubungan dengan
kurang mengenai sumber informasi
Tujuan : memahami parawatan diri dan bayi
Kriteria hasil :
Mengungkapkan pemahaman perubahan fiiologis kebutuhan individu
Intervensi :
1) Pastikan persepsi klien tentang persalian dan kelahiran, lama
persalinan dan tingkat kelelahan klien
Rasional : terdapat hubungan lama persalinan dan kemampuan untuk
melakukan tanggung jawab tugas dan aktivitas perawatan dari atau
perawatan bayi
2) Kaji kesiapan klien dan motifasi untuk belajar, bantu klien dan
pasangan dalam mengidentifikasi hubungan
Rasional : periode postnatal dapat merupakan pengalaman positif bila
penyuluhan yang tepat diberikan untuk membantu mengembangkan
pertumbuhan ibu maturasi, dan kompetensi
3) Berikan informasi tentang peran progaram latihan postpartum
progresif
Rasional : latiahn membantu tonus otot, meningkatkan sirkulasai,
menghasilkan tubuh yang seimbang dan meningkatkan perasaan sejahtera
secara umum
4) Identifikasi sumber-sumber yang tersedia misal pelayanan perawat,
berkunjung pelayanan kesehatan masyarakat
Rasional : meningkatkan kemandirian dan memberikan dukunagan untuk
adaptasi pada perubahan multiple.
27

1.2.4 Implementasi keperawatan


Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang
dihadapi kestatus kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria
hasil yang diharapkan. Ukuran intervensi keperawatan yang diberikan
kepada klien terkait dengan dukungan, pengobatan, tindakan untuk
memperbaiki kondisi, pendidikan untuk klien-keluarga, atau tindakan untuk
mencegah masalah kesehatan yang muncul dikemudian hari.Untuk
kesuksesan pelaksanaan implementasi keperawatan agar sesuai dengan
rencana keperawatan, perawat harus mempunyai kemampuan kognitif
(intelektual), kemampuan dalam hubungan interpersonal, dan keterampilan
dalam melakukan tindakan. Proses pelaksanaan implementasi harus
berpusat kepada kebutuhan klien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi
kebutuhan keperawatan, strategi implementasi keperawatan, dan kegiatan
komunikasi.
1.2.5 Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yg menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana
tindakan, dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Perawat dapat
memonitor kealpaan yg terjadi slm tahap pengkajian, diagnosa,
perencanaan, dan pelaksanaan tindakan.
1. Klien tidak lagi merasakan nyeri
2. Klien dapat menyusui secaraefektif
3. Eliminasi urine klien kembali normal
4. Klien tidak mengalami infeksi
5. Klien tidak mengalami kekurangan volumen cairan
DAFTAR PUSTAKA

Bagian Obstetri dan Ginekologi FK Unpad (1994), Obstetri Patologi, Bagian Obstetri
dan Ginekologi FK Unpad, Bandung.
Hacker Moore (1999), Esensial Obstetri dan Ginekologi Edisi 2, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
Hanifa Wikyasastro (1997), Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawiroharjo, Jakarta.
http://www.slideshare.net/septianraha/asuhan-keperawatan-pada-ny-d-dengan-post-
partum-normal-di-wilayah-kerja-puskesmas-delanggu-klaten diakses pada tanggal
22 Juni 2014
http://dwitasari37.blogspot.com/2013/09/post-partum.html diakses pada tanggal 22
Juni 2014
Marylin E. Doengoes, Mary Frances Moorhouse, Alice C. Geissler (2000), Rencana
Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien Edisi 3, Peneribit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai