Anda di halaman 1dari 3

6.

Gejala klinis
Setelah terinfeksi, tubuh akan melewati masa inkubasi selama 7-10 hari
sebelum munculnya gejala awal. Gejala awal yang muncul berupa trismus (rahang
yang terkunci). (papdi)
Gejala tetanus beragam, sesuai dengan empat macam tipe tetanus yaitu
tetanus generalized, localized, cephalic, dan neonatal. Empat tipe tetanus tersebut
hanya menjelaskan terkait dimana toksin bekerja. Gejala yang didapat pada
tetanus generalized yaitu trismus, kekakuan otot maseter, punggung serta bahu,
opistotonus, dekortikasi, dan ekstensi dari ekstremitas bawah. Gejala pada tetanus
localized adalah adanya kekakuan di daerah yang terdapat luka, secara bertahap
dapat sembuh dengan sendirinya. Terkadang pada lokasi luka terdapat kelemahan,
kekakuan, dan nyeri. (papdi)
Tetanus cephalic memiliki gejala adanya gangguan pada otot yang
diperantarai oleh susunan saraf perifer bagian bawah. Biasamya terjadi setelah
kecelakaan yang melibatkan daerah wajah dan leher. Gejala dapat berupa disfagia,
trismus, focal cranial neuropathy, hingga parese pada wajah. Tetanus neonatal
terjadi karena kurangnya hygiene saat proses melahirkan. Gejala muncul dua
minggu setelah kelahiran. Gejala yang dapat timbul seperti ketidakmampuan
menyusu, dan terkadang disertai opistotonus. (papdi)
7. Diagnosis
Diagnosis tetanus dapat ditegakkan dengan hanya melihat tanda dan gejala
klinis yang ada pada pasien. Menurut WHO, untuk menegakkan diagnosis tetanus
pada dewasa dibutuhkan salah satu tanda klinis, yaitu trismus atau risus
sarkodinus atau kontraksi otot yang nyeri. Pemeriksaan laboratorium dinilai
kurang menunjang untuk penegakan diagnosis. (jurnal usk tetanus, dan cdk)
Pemeriksaan mikrobiologis dapat dilakukan dengan cara mengambil
jaringan nekrotik pada luka atau pus (jika ada) yang kemudian dibiakkan dimedia
agar darah atau kaldu daging. Hanya 30% dari total kasus yang dapat mengisolasi
C. tetani sehingga tidak pada semua hasil pemeriksaan mikrobiologis didapatkan
C. tetani. pemeriksaan rutin yang dapat dilakukan seperti pemeriksaan darah rutin,
elektrolit, ureum, kreatinin, mioglobin urin, dan analisa gas darah. (usk tetanus)
8. Tatalaksana
Tujuan utama penanganan tetanus adalah menghambat pelepasan toksin,
menetralkan toksin yang belum terikat, dan meminimalkan efek toksin dengan
mempertahankan jalan napas yang adekuat. (papdi) Penderita tetanus hendaknya
ditempatkan di ruang perawatan yang sunyi dan terhindar dari stimulasi taktil
ataupun auditorik.(cdk)
Antitoksin tetanus secara IM, yaitu human tetanus immunoglobulin (TIG)
sebagai imunoterapi diberikan sebanyak 3.000-10.000 U yang dibagi ke dalam
tiga dosis dengan tempat injeksi yang berbeda-beda. Apabila tidak terdapat
human TIG, maka dapat diberikan ATS dengan dosis 100.000-200.000 yang
diberikan secara IV 50.000 unit dan secara IM 50.000 unit. Antitoksin berguna
sebagai inaktivasi toksin tetanus yang sifatnya bebas, tidak dapat menginaktivasi
toksin ang sudah terikat dengan saraf terminal. Oleh karena itu, gejala pada otot
masih tetap ada. Selain itu, tetanus toksoid (TT) dapat juga diberikan sebanyak
0,5 ml IM. Apabila pasien tersebut belum pernah vaksin sebelumnya, dosis kedua
dapat diberikan 1-2 bulan setelah dosis pertama diberikan, dan untuk dosis ketiga
6-12 bulan setelahnya.(CDK)
Antibiotik yang dapat diberikan pada penderita tetanus diantaranya
metronidazol 500 mg/6 jam baik IV maupun oral, penicillin G 100.000-200.000
IU/kgBB/hari IV dibagi dalam 2-4 dosis. Apabila pasien alergi terhadap penicillin
maka dapat diverikan tetrasiklin, makrolid, klindamisin, sefalosporin, atau
kloramfenikol.(CDK)
Golongan benzodiazepin dapat digunakan untuk mengontrol spasme oto
pada pasien tetanus. Diazepam IV diberikan mulai dari 5 mg atau lorazepam 2 mg
yang dapat dititrasi sampai kontrol spasme tercapai.magnesium sulfat juga dapat
diberikan baik secara tunggul maupun dikombinasikan dengan benzodiazepin
sebagai pengontrol spasme otot dan disfungsi otonom dengan loading dose 5 mg
IV diikuti 2-3 gram/jam hingga kontrol spasme tercapai. Terkadang, pilihan obat
untuk mengontrol spasme dapat mencetuskan depresi saluran napas. Oleh karena
itu, tindakan trakeostomi terkadang dibutuhkan. Input cairan serta nutrisi yang
optimal juga sangat penting dikarenakan tetanus dapat meningkatkan status
metabolik juga katabolik. (CKD)
9. Pencegahan
Infeksi tetanus dapat dicegah dengan melakukan penanganan serta
perawatan luka yang baik. Imunisasi juga dapat menghindari infeksi C. tetani.
WHO merekomendasikan dosis tetanus saat infan adalah 3 dosis, booster pertama
saat usia 4-7 serta 12-15 tahun, dan booster terakhir saat dewasa. WHO juga
merekomendasikan pemberian imunisasi pada wanita hamil yang sebelumnya
pernah diimunisasi sebanyak 2 dosis dengan selang empat minggu tiap dosisnya
untuk mencegah tetanus maternal dan neonatal.
10. Komplikasi
Komplikasi berbahaya yang dapat terjadi pada penderita tetanus adalah
hambatan jalan napas. Pada pasien tetanus dapat terjadi apneu maupun hipoksia.
Takikardi, hipertensi, serta aritmia jantung terkadang juga dapat ditemukan pada
penderita tetanus. Takikardi dan hipertensi yang dialami pasien dapat berubah
menjadi bardikardi dan hipotensi karena pelepasan katekolamin yang tidak
terkontrol. Komplikasi jenis ini merupakan kondisi yang cukup sulit untuk
ditangani Kejang yang terus-menerus terjadi juga dapat menyebabkan fraktur
tulang spinal, tulang panjang, hingga rhabdomiolisis yang sering diikuti dengan
gagal ginjal akut. (papdi dan management of tet complication)
11. Prognosis
Tetanus menyebabkan kematian yang signifikan di negara
berkembang. Ada 2 dari setiap 10 orang yang terkena penyakit ini yang tidak
dapat bertahan hidup. Tetanus tidak memberikan kekebalan apa walaupun
sudah pernah terinfeksi sebelumnya. Oleh karena itu, mereka yang bertahan
hidup harus diimunisasi secara aktif. Tetanus cephalic dan neonatal memiliki
prognosis yang buruk. Pemulihan total bisa memakan waktu berbulan-bulan
karena kebutuhan pertumbuhan terminal saraf baru, yang biasanya 4-6 minggu.
(statpearls)

Anda mungkin juga menyukai