Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA DAN

FARMAKOKINETIKA

“UJI DIFUSI”

Dosen Pengampu:

Yardi, Ph.D., Apt.

Umar Mansur, Drs., M.Sc

Marvel, M.Farm., Apt

Suci Ahda Novitri, M.Si., Apt

Disusun Oleh:

An Nisa Patimah Az Zahrah (11171020000064)


Kelas C

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2020
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................................... 2


BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 3
1.1 Latar Belakang.......................................................................................... 3
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 4
1.3 Tujuan ....................................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 5
2.1 Kulit .......................................................................................................... 5
2.2 Gel ............................................................................................................ 6
2.3 Difusi Obat ............................................................................................... 6
BAB III METODE KERJA..................................................................................... 8
3.1 Pembuatan Membran Difusi ..................................................................... 8
3.2 Pembuatan Sediaan Gel ............................................................................ 8
3.3 Uji Difusi .................................................................................................. 9
3.4 Perhitungan ............................................................................................. 10
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 13
4.1 Hasil........................................................................................................ 13
4.2 Pembahasan ............................................................................................ 18
BAB V PENUTUP................................................................................................ 25
5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 25
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 26

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seiring berkembangnya zaman, berkembang pula ilmu pengetahuan
dan teknologi di masyarakat. Termasuk dalam bidang science. Dewasa ini,
telah banyak ditemukan teori-teori baru yang dapat membantu manusia
mengetahui hal-hal yang belum diketahuinya. Salah satunya adalah teori
tentang difusi. Difusi merupakan peristiwa mengalirnya atau berpindahnya
suatu zat dalam pelarut dari bagian berkonsentrasi tinggi ke bagian yang
berkonsentrasi rendah. Terdapat berbagai macam rute dalam pengaplikasian
obat untuk tubuh. Salah satunya melalui kulit. Kulit merupakan lapisan atau
jaringan yang menutup seluruh tubuh dan melindungi tubuh dari bahaya
yang datang dari luar. Dikarenakan fungsinya untuk melindungi tubuh,
maka pada kulit terdapat berbagai macam lapisan yang memiliki berbagai
fungsi dan salah satunya adalah sebagai pelindung (barrier). Lapisan
tersebut terdiri atas stratum corneum, epidermis dan dermis (S. Wibowo,
Daniel, 2008

Dalam mendapatkan efek terapi, obat harus dapat melewati barrier


kulit. . Seperti yang kita ketahui bahwa kulit memiliki beberapa lapisan
mulai dari epidermis hingga dermis. Lapisan terluar yang berada di lapisan
dermis adalah stratum corneum. Lapisan inilah yang menjadi target utama
obat agar dapat berefek melalui sistemik ataupun lokal. Obat melewati
barrier kulit melalui proses difusi. Jumlah obat yang berpenetrasi ke kulit
dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Jumlah obat yang berdifusi melalui
kulit haruslah tetap sesuai dengan dosis terapeutik yang diperlukan sehingga
diperlukan suatu metode yang dapat menghitung berapa jumlah obat yang
terdapat di dalam sistem sirkulasi setelah berdifusi ke dalam kulit. Dalam
praktikum kali ini, mahasiswa akan mempelajari metode perhitungan
jumlah obat yang berdifusi ke dalam kulit dan juga faktor-faktor yang
mempengaruhi difusi obat melalui kulit.

3
1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana cara membuat membran difusi?


2. Bagaimana cara membuat sediaan gel?
3. Bagaimana cara uji difusi?
4. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi difusi obat melalui kulit?
1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui cara pembuatan membran difusi


2. Untuk mengetahui proses uji difusi
3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi difusi obat
melalui kulit

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kulit
Kulit adalah organ yang terletak paling luar. Luas kulit orang dewasa
1,5 sampai 2,0 m2 dengan berat kira-kira 16% berat badan (4,8 kg pada pria
dan 3,2 kg pada wanita). Kulit mempunyai lima fungsi utama yaitu fungsi
proteksi, fungsi absorpsi, fungsi ekskresi, fungsi persepsi, dan fungsi
termolegulasi (Pearce & Evelyn 2009).

Kulit terdiri atas tiga lapisan dengan berbagai jenis sel dan fungsinya
(Trommer & Neubert 2006). Ketiga lapisan tersebut yaitu:

1. Epidermis

Merupakan lapisan terluar kulit yang tidak terdapat pembuluh darah.


Selsel epidermis terus menerus mengalami mitosis, dan digantikan dengan
sel baru sekurang-kurangnya setiap 30 hari sehari. Bagian epidermis ini
tersusun atas jaringan epitel skuamosa bertingkat, yaitu stratum korneum,
stratum lusidum, stratum granulosum, stratum spinosum, dan stratum
basale.

2. Dermis Dermis

Lapisan ini adalah suatu lapisan yang tersusun atas jaringan fibrosa
dan jaringan ikat elastis yang terletak di bawah epidermis dan berfungsi
sebagai penopang struktur dan nutrisi. Permukaan lapisan dermis tersusun
5
atas papilapapila kecil, sedangkan pada lapisan yang lebih dalam terdapat
jaringan subkutan dan fasia. Lapisan dermis ini mengandung pembuluh
darah, pembuluh limfa, dan saraf yang disuplai oleh saraf sensorik dan
motorik.

3. Subkutan (Hipodermis)

Lapisan ini terdiri atas jaringan penghubung, pembuluh darah, dan


sel-sel penyimpan lemak yang memisahkan lemak dengan otot, tulang, dan
struktur lain. lapisan ini berfungsi sebagai cadangan makanan dan bantalan
untuk melindungi tubuh dari benturan-benturan fisik serta berperan dalam
pengaturan suhu tubuh.

2.2 Gel
Gel merupakan sistem semipadat terbuat dari partikel kecil atau
molekul organik besar yang terpenetrasi melalui cairan (Gennaro, A. R.,
1990). Beberapa dari sistem gel adalah transparan, yang secara estetika
merupakan keadaan yang menyenangkan. Sistem yang lainnya adalah
keruh, karena polimer berada dalam bentuk agregat koloid yang
mendispersikan atau memantulkan cahaya. Kejernihan dari sistem gel yang
keruh berkisar dari sedikit kabur (hazy) hingga whitish translucence
(tembus cahaya yang berwarna keputihan) sama seperti yang diamati
dengan gel petrolatum (Banker, G.S., 1995).

2.3 Difusi Obat


Difusi merupakan peristiwa mengalirnya atau berpindahnya suatu zat
terlarut dari bagian konsentrasi zat terlarut tinggi ke rendah, sedangkan
osmosis adalah perpindahan zat pelarut melalui membran permeabel
selektif dari bagian konsentrasi zat terlarut yang rendah ke tinggi. . Contoh
peristiwa difusi yang sederhana adalah pemberian gula pada cairan teh
tawar dan contoh peristiwa osmosis adalah kentang yang dimasukkan ke
dalam air garam. Kecepatan difusi ditentukan oleh: Jumlah zat yang
tersedia, kecepatan gerak kinetik dan jumlah celah pada membran sel.Sel
memiliki membran yang melapisi dan berperan sebagai gerbang masuk
semua dan keluar semua zat.
6
Sebelum suatu obat yang diberikan dapat mencapai tempat kerjanya
dalam konsentrasi yang efektif, obat harus menembus sejumlah pembatas
(barrier). Barrier ini pada dasarnya merupakan membran membran biologis
seperti epitel lambung usus, paru paru, darah dan otak. Membran tubuh pada
umumnya digolongkan menjadi 3 tipe utama: (a) Membran yang terdiri dari
beberapa lapisan sel seperti kulit, (b) membran yang terdiri dari satu lapis
sel seperti epitel usus halus dan (c) membran yang tebalnya kurang dari satu
lapis sel seperti membran dari suatu sel tunggal. Dalam banyak hal zat obat
harus melalui lebih dari satu tipe membran sebelum obat tersebut mencapai
tempat kerjanya, sebagai contoh obat oral harus menembus membran dalam
sirkulasi umum, melewati organ / jaringan dimana obat tersebut mempunyai
afinitas, dapat masuk ke dalam jaringan tersebut dan kemudian masuk ke
dalam sel individualnya. (Ansel, 2005)

7
BAB III
METODE KERJA
3.1 Pembuatan Membran Difusi
a. Alat dan Bahan
Alat Bahan

Kertas whatman no.1 Asam oleat

Cawan penguap Asam stearat

Hot plate Minyak kelapa

Pinset Parafin

Hair Dryer Lilin putih

b. Prosedur Kerja
1. Potong kertas whatman dengan ukuran seragam
2. Dilebur bahan untuk membuat cairan spangler
3. Masukkan potongan kertas whatman ke cairan spangler selama 15
menit
4. Angkat dan saring kertas whatman dengan kertas saring
5. Hitung presentasi impregnasi

3.2 Pembuatan Sediaan Gel


a. Alat dan Bahan
1. Alat
o Lumpang dan alu
o Sudip
o Cawan penguap
o Kaca arloji
o Batang pengaduk
2. Bahan
Formula Gel Parasetamol Basis Karbopol
Bahan Konsentrasi
Parasetamol 1%

8
Karbopol 1%
Trietanolamin 1,2 %
Etanol 95 % 10 %
Natrium benzoat 0,3 %
Air suling Ad 100 %

Formula Gel Parasetamol Basis HPMC


Bahan Konsentrasi
Parasetamol 1%
HPMC 8%
Etanol 95 % 10 %
Natrium benzoat 0,3 %
Air suling Ad 100 %

b. Prosedur Kerja
1. Hitung dan timbang bahan yang akan digunakan membuat gel
2. Dibuat sediaan gel dengan basis karbopol dan HPMC
3. Kembangkan HPMC dan Karbopol dengan aquadest sampai
membentuk gel ( M1)
4. Larutkan parasetamol dan etanol di kaca arloji ( M2)
5. Larutkan natrium benzoat dengan aquadest di kaca arloji ( M3)
6. Masukkan M1, M2 dan M3 ke lumpang gerus hingga homogen
7. Tambahkan sisa aquadest dan aduk sampai homogen

3.3 Uji Difusi


a. Alat dan Bahan
Alat Bahan
Spektrofotometer UV-Vis Gel basis karbopol
Suntikan Gel basis HPMC
Magnetic stirrer Aquadest
Selang
Pompa peristaltik

9
Tangas air
Termometer
Penampung reseptor

b. Prosedur Kerja
1. Formula uji ditimbang 1 gram kemudian ratakan diatas membran
( diameter = 15 cm )
2. Samakan suhu cairan sistem dengan cairan sirkulasi pada suhu 37 C
3. Isi air 20 ml ke dalam alat dan letakkan kertas membran diatas alat
4. Cuplikan diambil dari cairan reseptor sebanyak 5 ml dan diencerkan
dengan pelarut campur 10 ml
5. Setiap pengambilan selalu diganti dengan aquadest 5 ml, diambil
dengan selang waktu 10,20,30,40 menit
6. Ukur serapan dengan spektrofotometer pada gelombang maksimal
parasetamol

3.4 Perhitungan
- Perhitungan Komposisi Cairan Spangler
* Cairan dibuat sebanyak 30 gram
No. Nama Bahan Perhitungan Penimbangan
1. Asam Oleat 15
= 60 𝑥 30 𝑔 = 7,5 𝑔𝑟𝑎𝑚

2. Asam Stearat 5
= 60 𝑥 30 𝑔 = 2,5 𝑔𝑟𝑎𝑚

3. Minyak Kelapa 15
= 60 𝑥 30 𝑔 = 7,5 𝑔𝑟𝑎𝑚
10
4. Parafin = 𝑥 30 𝑔 = 5 gram
60

5. Lilin Putih 15
= 60 𝑥 30 𝑔 = 7,5 𝑔𝑟𝑎𝑚

- Hasil Penimbangan Kertas Whatman

No. B0 (Berat Awal) B (Berat Setelah Penjenuhan)


1. 0,0973 g 0,2067 g
2. 0,0985 g 0,2286 g

10
𝐵𝑡 –𝐵𝑜
Rumus: Presentase Impregnasi = 𝑥 100 %
𝐵𝑜

Impregnasi Kertas No. 1

0,2067 −0,0973
% Impregnasi = 𝑥 100% = 112,44%
0,0973

a. Impregnasi Kertas No. 2


0,2286 −0,0985
% Impregnasi = 𝑥 100% = 132,10%
0,0985

- Perhitungan Formula Gel Basis Karbopol 940 (5 gram)

No. Nama Bahan Persentase Perhitungan Penimbangan


1
1. Paracetamol 1% = 𝑥 5 𝑔 = 0,05 𝑔
100
1
2. Karbopol 940 1% = 𝑥 5 𝑔 = 0,05 𝑔
100
1,2
3. TEA 1,2% = 𝑥 5 𝑔 = 0,06 𝑔
100
10
3. Etanol 95% 10% = 𝑥 5 𝑔 = 0,5 𝑔
100
0,3
4. Na-Benzoat 0,3% = 𝑥 5 𝑔 = 0,015 𝑔
100

5. Air Suling Ad. 100% =5 - (0,05 + 0,05 + 0,06 + 0,5 +


0,015)
= 4,325 -0,5
= 3,825 mL
6. Air untuk = 10 x 0,05 = 0,5 mL
mengembangkan

- Perhitungan Formual Gel Karbopol 940 (5 gram)


No. Nama Bahan Persentase Perhitungan Penimbangan
1
1. Paracetamol 1% = 100 𝑥 5 𝑔 = 0,05 𝑔
8
2. HPMC 8% = 100 𝑥 5 𝑔 = 0,4 𝑔
10
3. Etanol 95% 10% = 100 𝑥 5 𝑔 = 0,5 𝑔

11
0,3
4. Na-Benzoat 0,3% = 100 𝑥 5 𝑔 = 0,015 𝑔
1
5. Air Untuk 1/3 Berat = 3 𝑥 4,085 𝑔 = 1,361 𝑔
Mengembangkan HPMC
6. Air Suling Ad. 100% =5 - (0,05+0,4+0,5+0,015)
= 5 – 0,965
= 4,035 – 1,361
= 2,674 mL

12
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
- Hasil Pembuatan Kurva Kalibrasi

Konsentrasi Absorbansi Rata-rata


No.
PCT 1 2 3 Absorbansi
1. 6 ppm 0,325 0,324 0,325 0,325
2. 8 ppm 0,438 0,439 0,438 0,439
3. 10 ppm 0,545 0,545 0,544 0,545
4. 12 ppm 0,651 0,650 0,651 0,651
5. 14 ppm 0,753 0,752 0,752 0,753

• Kurva Kalibrasi

Kurva Kalibrasi
0,800

0,700
0,600
0,500
0,400
0,300 y = 0,1068x + 0,2218
0,200
R² = 0,9996
0,100

0,000
0 1 2 3 4 5 6

Persamaan: y = 0,1068x + 0,2218


R = 0,9996

13
- Hasil Absorbansi Formula Gel Parasetamol dengan basis Karbopol 940

Absorban Rata-rata
No. t (mnt)
1 2 3 Absorban
Sampel
1 10 0,245 0,244 0,243 0,244
2 20 0,440 0,439 0,441 0,440
3 30 0,573 0,571 0,573 0,572
4 40 0,942 0,943 0,941 0,942

- Perhitungan konsentrasi parasetamol basis Karbopol 940


Berdasarkan data absorbansi pada masing-masing interval waktu dan juga
persamaan regresi linear kurva kalibrasi, maka dapat dihitung konsentrasi
paracetamol dengan mendistribusikan nilai absorbansi ke dalam persamaan
regresi.

y = 0,1068x + 0,2218

y – 0,2218 = 0,1068x

x = (y – 0,2218) / 0,1068
• Menit ke-10 (Abs = 0,244)
x = (y – 0,2218) / 0,1068
x = (0,244 – 0,2218) / 0,1068
x = 0,0222 / 0,1068
x = 0,208 ppm
= 0,208 µg/ml
Kadar = 0,208 µg/ml x 20 ml
= 4,16 µg
• Menit ke-20 (Abs = 0,440)
x = (y – 0,2218) / 0,1068
x = (0,440 – 0,2218) / 0,1068
x = 0,2182 / 0,1068
x = 2,043 ppm
= 2,043 µg/ml
14
Kadar = 2,043 µg/ml x 20 ml
= 40,86µg
Faktor koreksi = 0,208 µg/ml x 5 mL = 1,04 µg
Kadar total = 40,86 µg + 1,04 µg = 41, 9 µg
• Menit ke-30 (Abs = 0,572)
x = (y – 0,2218) / 0,1068
x = (0,572 – 0,2218) / 0,1068
x = 0,3502 / 0,1068
x = 3,279 ppm
= 3,279 µg/ml
Kadar = 3,279 µg/ml x 20 ml
= 65,58 µg
Faktor koreksi = 2,043 µg/ml x 5 mL = 10,215 µg
Kadar total = 65,58 µg + 10,215 µg + 1,04 µg = 76,835 µg
• Menit ke-40 (Abs = 0,942)
x = (y – 0,2218) / 0,1068
x = (0,942 – 0,2218) / 0,1068
x = 0,7202 / 0,1068
x = 6,743 ppm
= 6,743 µg/ml
Kadar = 6,743 µg/ml x 20 ml
= 134,86 µg
Faktor koreksi = 3,279 µg/ml x 5 mL = 16,395 µg
Kadar total = 134,86 µg + 16,395 µg + 10,215 µg + 1,04 µg =
162,51 µg
- Hasil Absorbansi Formula Gel Parasetamol dengan basis HPMC

Absorban Rata-rata
No. t (mnt)
1 2 3 Absorban
Sampel
1 10 0,366 0,368 0,367 0,367
2 20 0,869 0,870 0,868 0,869
3 30 1,264 1,262 1,262 1,263

15
4 40 1,693 1,692 1,695 1,693

- Perhitungan konsentrasi parasetamol basis HPMC


Berdasarkan data absorbansi pada masing-masing interval waktu dan juga
persamaan regresi linear kurva kalibrasi, maka dapat dihitung konsentrasi
paracetamol dengan mendistribusikan nilai absorbansi ke dalam persamaan
regresi.

y = 0,1068x + 0,2218

y – 0,2218 = 0,1068x

x = (y – 0,2218) / 0,1068
• Menit ke-10 (Abs = 0,367)
x = (y – 0,2218) / 0,1068
x = (0,367 – 0,2218) / 0,1068
x = 0,1452 / 0,1068
x = 1,360 ppm
= 1,360 µg/ml
Kadar = 1,360 µg/ml x 20 ml
= 27,2 µg
• Menit ke-20 (Abs = 0,869)
x = (y – 0,2218) / 0,1068
x = (0,869 – 0,2218) / 0,1068
x = 0,6472 / 0,1068
x = 6,060 ppm
= 6,060 µg/ml
Kadar = 6,060 µg/ml x 20 ml
= 121,2 µg
Faktor koreksi = 1,360 µg/ml x 5 mL = 6,8 µg
Kadar total = 121,2 µg + 6,8 µg = 128 µg
• Menit ke-30 (Abs = 1,263)
x = (1,263 – 0,2218) / 0,1068
x = 1,0412 / 0,1068
16
x = 9,75 ppm
= 9,75 µg/ml
Kadar = 9,75 µg/ml x 20 ml
= 195 µg
Faktor koreksi = 6,060 µg/ml x 5 mL = 30,3 µg
Kadar total = 195 µg + 30,3 µg + 6,8 µg = 232,1 µg
• Menit ke-40 (Abs = 1,693)
x = (y – 0,2218) / 0,1068
x = (1,693 – 0,2218) / 0,1068
x = 1,4712 / 0,1068
x = 13,77 ppm
= 13,77 µg/ml
Kadar = 13,77 µg/ml x 20 ml
= 275,4 µg
Faktor koreksi = 9,75 µg/ml x 5 mL = 48,75 µg
Kadar total = 275,4 µg + 48,75 µg + 30,3 µg + 6,8 µg = 361,25 µg
- Kadar Parasetamol Tiap Satuan Waktu Berdasadarkan Basisnya

Paracetamol Formula Karbopol Paracetamol Formula HPMC


Waktu (menit) Kadar (µg) Waktu (menit) Kadar (µg)
10 4,160 10 27,200
20 41,900 20 128,000
30 76,835 30 231,100
40 162,510 40 361,250

17
KURVA LAJU DIFUSI BASIS KARBOPOL 940
180,0
160,0
140,0 y = 5,0999x - 56,145
120,0 R² = 0,9477
Kadar (µg) 100,0 Series1
80,0
60,0 Linear
40,0 (Series1)
20,0
0,0
-20,0 0 10 20 30 40 50
Waktu (menit)

KURVA LAJU DIFUSI BASIS HPMC


400
350 y = 11,053x - 89,425
300 R² = 0,996
250 Kadar (µg)
Kadar (µg)

200
Linear
150
(Kadar
100 (µg))
50
0
0 10 20 30 40 50
Waktu (menit)

4.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini, kami melakukan pengujian difusi obat untuk
mengetahui seberapa banyak obat menembus membran tiap waktu. Obat untuk
berefek dalam tubuh maka perlu melalui proses difusi terlebih dahulu. Difusi
yang paling sering dialami oleh obat adalah difusi pasif merupakan suatu
proses perpindahan masa dari tempat yang berkonsentrasi tinggi ke tempat
yang berkonsentrasi rendah. Prinsip absorbsi obat melalui kulit adalah difusi
pasif dimana proses tersebut dimulai dari suatu substansi yang bergerak dari
daerah suatu sistem ke daerah lain dan terjadi penurunan kadar gradien dari
tinggi ke rendah.
Sebelum suatu obat yang diberikan dapat mencapai tempat kerjanya
18
dalam konsentrasi yang efektif, obat harus menembus sejumlah pembatas
(barrier). Barrier ini pada dasarnya merupakan membran membran biologis
seperti epitel lambung usus, paru paru, darah dan otak. Membran tubuh pada
umumnya digolongkan menjadi 3 tipe utama: (a) Membran yang terdiri dari
beberapa lapisan sel seperti kulit, (b) membran yang terdiri dari satu lapis sel
seperti epitel usus halus dan (c) membran yang tebalnya kurang dari satu lapis
sel seperti membran dari suatu sel tunggal. Dalam praktikum ini pengujian
dilakukan untuk mengetahui bagaimana obat yakni parasetamol dapat
berdifusi ke membran tubuh manusia dengan kondisi yang direkayasa.
Parasetamol ini dibuat dalam bentuk sediaan gel. Alasan pemilihan gel
adalah karena gel mempunyai sifat yang menyejukkan, melembabkan, mudah
penggunaannya, mudah berpenetrasi pada kulit sehingga memberikan efek
yang menyembuhkan lebih cepat. Sehingga nantinya uji difusi dalam berjalan
dengan lebih efektif dan efisien. Basis gel dapat dibedakan menjadi basis gel
hidrofobik dan basis gel hidrofilik (Ansel,H,C., 2005). Dua buah basis yang
digunakan dalam praktikum ini adalah karbopol 940 dna HPMC. Karbopol 940
adalah gelling agent yang sangat umum digunakan dalam produksi kosmetik
karena kompatibilitas dan stabilitasnya tinggi (Flory, 1953, cit Lu and Jun,
1998), tidak toksik jika diaplikasikan kekulit (Das et al, 2011) dan penyebaran
di kulit lebih mudah (Lachman et al, 1994). Gel dengan gelling agent karbopol
940 memiliki sifat yang baik dalam pelepasan zat aktif (Madan and Singh,
2010). Biasanya karbopol digunakan sebagai gelling agent dengan konsentrasi
0,5-2%. Sedangkan HPMC merupakan gelling agent yang dapat menghasilkan
gel yang netral, jernih, stabil pada pH 3 sampai 11, dan stabil dalam
penyimpanan jangka lama serta memiliki resistensi yang baik terhadap
serangan mikroba. HPMC sebagai gelling agent (8% ) memiliki viskositas
yang lebih rendah disbanding arbopol yakni 1046 cP sedangkan karbopol 940
(1%) memiliki viskositas sebesar 250480 cP (Metwally, 2013).
Proses uji difusi dilakukan untuk pengembangan lebih lanjut agar
didapatkan profil in-vitro dari suatu obat perihal permeasinya pada membran
kulit. Salah satu syarat obat dengan rute transdermal yakni utamanya harus
dapat berpermeasi ke dalam membran kulit agar dapat bisa masuk sirkulasi

19
darah atau pun memberikan efek di daerah lokal tsb. Dengan uji difusi obat
nantinya peneliti dapat mengetahui mengetahui seberapa banyak obat (kadar
obat dalam micro gram) menembus membran tiap waktu (menit). Jenis uji yang
digunakan adalah metode flow through. Maksud dari metode ini adalah
penggunaan metode dimana proses difusi dibuat seolah seperti aslinya yakni
ialah membuat obat melintas melalui membran rekayasa (flow through =
mengalir melalui). Maka dari itu dalam metode ini dibutuhkan alat yang dapat
berperan sebagai membran asli tubuh dan dibentuk kondisinya mirip
sedemikian rupa dengan kondisi fisiologis tubuh.
Pertama-tama dalam pengujian ini perlu adanya pembuatan membran
difusi dimana yang akan berperan seperti kulit. Membran ini bisa dibuat dari
kertas whatman yang ukurannya disesuaikan dengan kapasitas alat. Kemudian,
kertas tersebut akan diimpregmentasikan ke dalam larutan Spangler. Cairan
spangler dianggap sebagai komposisi kandungan cairan yang terdapat pada
kulit atau yang diwakilkan dengan kertas whatman tadi. Cairan spangler dibuat
dengan mengandung banyak jenis lemak yakni dengan komposisi asam oleat,
asam stearat, minyak kelapa, paraffin, lilin putih. Komposisi cairan spangler
banyak mengandung lipid layaknya stratum corenum karena stratum korneum
yang terdiri dari kurang lebih 40% protein (pada umumnya keratin) dan 40%
air dengan lemak berupa trigliserida, asam lemak bebas, kolesterol dan fosfat
lemak.
Sebelum diimpregnasikan dengan cairan spangler, bobot kertas whatman
ditimbang terlebih dahulu untuk menentukan persentase impregmentasi dari
kertas whatman. Setelah itu kertasnya dimasukkan ke dalam cairan spangler
selama 10 menit agar terserap merata cairannya masuk ke dalam kertasnya.
Setelah itu, diangkat dan segera dikeringkan lalu ditimbang kembali. Nanti
kedua data yakni berat kertas whatman sebelum ditimbang dan setelah
𝐵𝑡 –𝐵𝑜
ditimbang ini akan dimasukkan ke dalam rumus 𝑥 100 %. Dari hasil
𝐵𝑜

perhitungan terssebut menunjukkan seberapa banyak cairan spangler yang


masih tersisa dan menempel pada lapisan kertas whangler. Hal ini berpengaruh
untuk menentukan hasil difusi nantinya, karena dengan mengetahui persentase
tsb. kita dapat mengetahui seberapa tebal membran yang dilalui obat untuk
20
dapat berdifusi. Semakin tebal ukuran maka waktu obat berdifusi juga akan
semakin lama. Dilihat dari persentasi impregmentasikan 2 kertas whangler
bahwa kertas 02 (132,10%) memiliki bobot cairan spangler yang lebih banyak
dibandingkan dengan keras 01(112,44%).

Setelah selesai membuat membran difusi, lankah selanjutnya adalah


melakukan pembuatan sediaan gel obat dengan gelling agent Karbopol 940 dan
HPMC. Kedua gelling agent harus dikembangkan terlebih dahulu untuk bisa
terdispersi di dalam air. Dalam pembuatan gelling agent Karbopol 940, air yang
perlu digunakan untuk mengembangakannya adalah sebanyak 10x dari massa
Karbopol 940, sedangkan gelling agent HPMC dikembangan dengan air
sebanyak 1/3 dari massa HPMC. Pengembangan gelling agent tersebut
dilakukan selama ± 5-10 menit agar bisa terdispersi secara merata. Setelah
gelling agent dikembangkan, lalu dimasukkan komponen bahan lainnya sambil
diaduk secara cepat menggunakan mortar agar homogen.

Tahapan selanjutnya yaitu melakukan uji difusi gel Parasetamol. Gel


parasetamol berbasis Karbopol 940 dan berbasis HPMC ditimbang dahulu
sebanyak 1gram lalu diratakan diatas membran dengan diameter 1,5 cm. Dalam
proses ini perlu diperhatikan 2 hal yakni ketebalan dalam pengaplikasian obat
ke membran. Pengaplikasian sediaan dengan bobot yang terlalu besar pada luas
membran yang kecil akan menyebabkan terjadinya penumpukan sediaan pada
lapisan atas membran, sehingga zat aktif tidak sepenuhnya terlepas dari sediaan
dan hanya tertinggal di permukaan kulit. Selanjutnyam air akan dialirkan dari
termostat masuk ke dalam water jacket untuk menjaga temperature sesuai
dengan suhu tubuh yaitu 37°C. Suhu harus dicek dan tetap dijaga karena
perubahan suhu dapat mengakibatkan perubahan laju difusi Parasetamol
menembus membran. Di pengujian ini kompartemen reseptor harus tetap
diaduk maka dari itu digunakanlah magnetic stirrer pada kecepatan 500 rpm
untuk memastikan cairan kompartemen tetap homogen. Penggunaan kecepatan
yang lebih tinggi dapat menyebabkan timbulnya gelembung udara diantara
membran dan cairan kompartemen penerima. Langkah selanjutnya adalah
pencuplikasan sampel. Proses ini akan dimulai dengan menyuplik sampel

21
sebanyak 5 ml dan digantikan dengan medium kompartemen reseptor yang
baru dengan volume yang sama yakni 5 mL untuk mempertahankan sink
condition dan kondisi membran akan selalu sama seperti tubuh (Lachman
dkk.,1994). Hasil cuplikan yang didapat selanjutnya akan diderivatisasi untuk
dapat mengukur kadar Parasetamol dalam sampel.

Setelah cuplikan diambil dengan selang waktu 10 menit, yaitu pada


menit ke 10, 20, 30, dan 40, maka cuplikan tersebut diukur serapannya dengan
menggunakan Spektrofotometri UV-Visible pada panjang gelombang 248 nm.
Apabila absorbsi pada cuplikan melebihi rentang 0,1 – 0,9 maka cuplikan
tersebut harus dilakukan pengenceran dan harus diukur jembali absorbansinya
dengan spektrofotometeri UV-vis agar didapatkan kurva difusi yang linier.
Namun, dalam praktikum kali ini walaupun data yang didapatkan ada 3 data
yang melebih rentang di gel dengan basis karbopol dan HPMC, namun dalam
praktikum ini karena kami tidak mengerjakannya secara langsung maka faktor
pengenceran tidak dimasukkan dalam perhitungan tiap cuplikannya.

Proses selanjutnya dalam praktikum kali ini ialah mendapatkan kurva


laju difusi antara gel parasetamol yang berbasis Karbopol 940. Hasil
menunjukkan bahwa basis ini tidak terlalu linear dibandingkan dengan basis
HPMC yakni 0,9477. Padahal menurut hukum lamber beer bahwa minimal
linearitas dari suatu kurva ialah 0,999. Sedangkan berdasarkan data kurva
difusi pada basis HPMC memiliki nilai koefisien relasi 0,996. Bila
dibandingkan dengan basis karbopol 940, basis ini jauh lebih linier dna lebih
mendeketi syarat yakni 0,999. Dari data ini dapat dilihat bahwa perbedaan basis
gelling agent sediaan mempengaruhi hasil kurva laju difusi. Sesuai teori bahwa
sifat pembawa dari sediaan gel sangat dipengaruhi oleh jenis gelling agent yang
digunakan. Pada beberapa studi, sediaan gel yang dibuat dengan gelling agent
Karbopol 940 memiliki viskositas yang lebih besar bila dibandingkan dengan
sediaan gel yang menggunakan HPMC sebagai gelling agent. Viskositas yang
tinggi dapat meningkatkan tahanan dari pembawa terhadap obat yang hendak
berdifusi melalui membran, sehingga pelepasan obat akan berlangsung lebih
lambat (Martin, Sinko, & Singh, 2011, dalam Afianti & Murrukmihadi, 2015).

22
Disamping itu, perbedaan konsentrasi dari penggunaan gelling agent yang
sama dengan, akan mempengaruhi koefisien difusi dari formula gel. Semakin
besar kadar gelling agent yang dipakai, maka semakin kecil koefisien difusi
dari formula gel, sehingga akan berpengaruh pula pada difusi zat aktif (Aslani
et al., 2013).

Bukan hanya jenis gelling agent yang dapat mempengaruhi dari laju
difusi suatu obat. Berdasarkan persamaan Fick dibawah ini:

dM dC
J = J = −D
Sdt dX

Dimana: M = massa (gram)


S = luas permukaan batas (cm2 )
D = koefisien difusi (cm2 /detik)
C = konsentrasi (gram/cm3 )
X = jarak (cm)

dapat diketahui bahwa beberapa faktor difusi adalah ukuran partikel


obat. Semakin kecil ukuran partikel maka akan semakin cepat pula partikel itu
akan bergerak dan berdifusi ke dalam membran kulit. Selanutnya adalah
ketebalan membran. Dimana makin tebal suatu membran maka laju difusi akan
semakin lama. Sayangnya dalam praktikum ini tidak melakukan perbandingan
gel yang dioelskan kedua membran yang berbeda dan tidak juga disajikan
hasilnya. Semestinya jika berdasarkan teori bahwa gel parasetamol akan
memiliki laju difusi yang lebih cepat bila diaplikasikan ke kertas whangler no.
01 karena % impregmentasinya lebih rendah. Poin ketiga yakni luas suatu area
atau diameter dimana semakin luas permukaan maka difusi semakin cepat. Hal
ini dikarenakan lebih banyak ruang pertukaan molekul. Faktor selanjutnya
adalah semakin tinggi suhu maka difusi semakin cepat. Hal ini dikarenakan
tingginya suhu maka akan meningkatkan energi kinetik molekul. Lalu ada
fakto koefisien difusi. Koefisien difusi sendiri dapat dipengaruhi konsentrasi,
suhu, tekanan, sifat pelarut (dalam kasus ini basis gel), dan sifat kimia difusan
(Paracetamol) (Sinko, 2011). Faktor terakhir gradient konsetrasi dimana
semakin besar gradient konsentrasi maka difusi semakin cepat. Nantinya laju
23
difusi ini juga akan mempengaruhi laju absrobsi obat higga akhirnya mencapai
ke reseptor yang dituju. Jadi secara umum, semakin lama obat yang
diaplikasikan berkontak dengan kulit atau makin lama laju difusinya maka
akan semakin banyak total obat yang diabsorbsi dan laju absorbsi obat juga
akan makin tinggi.

24
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil praktikum ini yang telah dilakukan, bahwa dapat disimpulkan
beberapa hal yakni:
1. Hasil laju difusi gel parasetamol berbasis Karbopol 940 didapatkan
hasil koefisien relasi ialah 0,9477
2. Hasil laju difusi gel parasetamol berbasis HPMC didapatkan hasil
koefisien relasi ialah 0,996
3. Dilihat dari kesimpulan diatas bahwa linearitas yang paling baik adalah
formula gel dengan basis HPMC dikarenakan gelling agent ini memiliki
viskositas yang lebih rendah dibandingkan dengan Karbopol 940
4. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi laju difusi ini adalah
konsentrasi obat dan membran, suhu, luas permukaan, ketebalan
membran, ukuran partikel obat, serta jarak.

25
DAFTAR PUSTAKA

Afianti, H. P., & Murrukmihadi, M. (2015). PENGARUH VARIASI KADAR


GELLING AGENT ANTIBAKTERI SEDIAAN GEL EKSTRAK ETANOLIK
DAUN KEMANGI ( Ocimum basilicum L . forma citratum Back .) INFLUENCE
OF VARIATION LEVELS HPMC AS GELLING AGENT AGAINTS PHYSICAL
PROPERTIES AND ANTIBACTERIAL ACTIVITY OF PREPARATION GEL.
11(2), 307–315.

Ansel, H. C. (2005). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi Keempat. Jakarta: UI


Press.

Ardana, M., Aeyni, V., & Ibrahim, A. (2015). Formulasi dan optimasi basis gel hpmc
(. Journal of Tropical Pharmacy and Chemistry, 3(2), 101–108.

Aslani, A., Ghannadi, A., & Najafi, H. (2013). Design , formulation and evaluation
of a mucoadhesive gel from Quercus brantii L . and coriandrum sativum L . as
periodontal drug delivery. 2(2), 1–9. https://doi.org/10.4103/2277-9175.108007

Kesumawardhany, B., & Mita, S. R. (2016). Review Artikel: Pengaruh Penambahan


Tween 80 sebagai Enhancer dalm Sediaan Transdermal. Farmaka, 4(2), 1–13.

Martin, A. N., Sinko, P. J., & Singh, Y. (2011). Martin’s physical pharmacy and
pharmaceutical sciences : physical chemical and biopharmaceutical principles
in the pharmaceutical sciences. Lippincott Williams & Wilkins.

Mursyid, A. M. (2017). Evaluasi Stabilitas Fisik Dan Profil Difusi Sediaan Gel
(Minyak Zaitun). Jurnal Fitofarmaka Indonesia, 4(1), 205–211.
https://doi.org/10.33096/jffi.v4i1.229

Moser K, dkk. 2001. Passive skin penetration enhancement and its quantification in
vitro. European journal of pharmaceutics and biopharmaceutics. 52(2): 103-12

Patrick J. Sinko. 2006. MARTIN Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika. Terjemahan
oleh Joshita Djajadisastra. Jakarta: Penerbit Buku Kedoteran EGC

26
Simon, Patricia. 2012. Formulasi dan Uji Penetrasi Mikroemulsi Natrium Diklofenak
dengan Metode Sel Difusi Franz dan Metode Tape Stripping. Skripsi.
FMIPA: Universitas Indonesia.

Suhartati, Tati. 2017. Dasar-Dasar Spektrofotometri Uv-Vis Dan Spektrometri


Massa Untuk Penentuan Struktur Senyawa Organik. Bandar Lampung :
AURA (Anugrah Utama Raharja).
Tortora, G.J. & Grabowski, S. 2006. Principles of Anatomy & Physiology. Edisi
keenam. John Wiley & sons, Inc.

Trommer, H., dan Neubert, R.H.H. 2006. Overcoming The Stratum Corneum: The
Modulation of Skin Penetration. Skin Pharmacology and Physiology. 19:
106-121.

Tulandi, G. P., Sudewi, S., Lolo, W. S., 2015, Validasi Metode Analisis untuk
Penetapan Kadar Parasetamol dalam Sediaan Tablet Secara Spektrofotometri
Ultraviolet, PHARMACON, Vol. 4, hal. 169-17.
Wasitaatmadja. 1997. Penuntun Kosmetik Medik. Jakarta: Universitas Indonesia

27

Anda mungkin juga menyukai