Anda di halaman 1dari 87

NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK

DALAM KITAB TA’LIM MUTTA’ALIM


KARYA BURHANUDDIN AL ZARNUJI

Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruaan untuk
Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh:
MUHAMMAD BAYU PAMUNGKAS
NIM 111 12 110

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2017
i
ii
iii
iv
v
MOTTO

“AJINING DHIRI SAKA KEDHALING LATHI, AJINING

SALIRA MARGA SAKA ENDHAHING BUSANA”

vi
PERSEMBAHAN

Skripsi ini aku persembahkan untuk :

1. Ibu saya Prih Suhardiyatmi yang selama ini telah mencurahkan doa dan

kasih sayang kepadaku, dan memberikan dukungan, sehingga aku dapat

menyelesaikan skripsi ini.

2. Ayah saya tercinta Moh Yoedhi yang selalu memberikan dukungan moril

maupun materiil, engkau telah mencurahkan doa dan kasih sayang

kepadaku, dan memberikan dukungan, sehingga aku dapat menyelesaikan

skripsi ini dan engkau selalu berpesan kepadaku untuk bersabar dalam

menghadapi setiap masalah yang dihadapi.

3. Kakakku, Agung Bayu Cahyono S. Pd. I dan Hafidzatinnisa Purba yang

mengingatkanku untuk selalu optimis menjalani hidup.

4. Keluarga besar Forum Komunikasi Mahasiswa Magelang (FKWAMA),

yang terus memberikan suport disaat saya terpuruk dan terus

mengingatkan ku untuk selalu bersabar dalam kehidupan.

5. Keluarga Besar PMII kota Salatiga yang telah memberikan ku ilmu dan

pengalaman dalam hidup Sahabat/I ku yang selalu memberikan dukungan.

vii
ABSTRAK

Pamungkas, Muhammad Bayu. 2017. Nilai- Nilai Pendidikan Akhlak Dalam


Kitab Ta’limul Muta’alim Karya Burhanuddin Al Zarnuji. Skripsi.
Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Jurusan Pendidikan Agama
Islam.Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri. Pembimbing Dra.
Urifatun Anis, M. Pd. I.

Kata kunci: Pendidikan Akhlak .

Latar belakang dalam penulisan skripsi ini adalah pendidikan


merupakan hal yang harus ditempuh oleh semua orang. Pendidikan yang
ada seharusnya bisa mencetak anak-anak bangsa yang unggul dalam
intelektual, emosional maupun spiritual. Semua pendidikan penting,
namun penulis akan memaparkan mengenani pendidikan akhlak, kerena
menurut penulis. Pendidikan akhlaklah yang menjadi jawaban dalam
untuk menyelesaikan krisis moral dalam bangsa ini. Yang menjadi
permasalahan dari penulisan ini adalah Bagaimana nilai-nilai pendidikan
akhlak dalam kitab Ta’limul Muta’allim karya Burhanudin Al Zarnuji dan
Bagaimana relevansi nilai-nilai pendidikan Akhlak yang terkandung dalam
kitab Ta’limul Muta’allim karya Burhanudin Al Zarnuji dalam pendidikan
saat ini. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui nilai-nilai
pendidikan akhlak dalam kitab Ta’limul Muta’allim karya Burhanudin Al
Zarnuji dan relevansi nilai-nilai pendidikan Akhlak yang terkandung
dalam kitab Ta’limul Muta’allim karya Burhanudin Al Zarnuji dalam
pendidikan saat ini.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Dengan objek material
kajian pustaka dan sumber primer dari kitab ta’limul muta’allim. Dalam
proses menganalisis penulis menggunakan Content Analysis dan Reflektif
Thinking. Dalam mengambil kesimpulan mengunakan metode deduktif,
Hasil penelitian ini menunjukkan : 1) nilai-nilai pendidikan akhlak
dalam kitab Ta’limul Muta’allim dibagi menjadi beberapa point, yaitu
akhlak kepada Allah, akhlak kepada manusia dan akhlak terhadap ilmu. 2)
relevansi nilai-nilai pendidikan Akhlak yang terkandung dalam kitab
Ta’limul Muta’allim sangatlah cocok bila di implementasikan dalam dunia
pendidikan formal di Indonesia ini karena akan membentuk suatu karakter
bangsa yang berbudi luhur.

viii
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala

limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas

akhir skripsi dengan judul “Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Kitab

Ta’lim Mutta’alim Karya Burhanuddin Al Zarnuji”. Skripsi ini disusun untuk

memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar kesarjanaan S1 Jurusan

Pendidikan Agama Islam Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak,

tidak akan mungkin penulis dapa tmenyelesaikan penulisan skripsi ini dengan

lancar. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima

kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd.,selaku Rektor IAIN Salatiga.

2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.

3. Ibu Siti Rukhayati, M. Ag. sebagai kepala jurusan Pendidikan Agama Islam

yang selau memberi arahan dan bantuan demi kelancaran penulis.

4. Ibu Dra. Urifatun Anis, M. Pd.I selaku pembimbing yang dengan sabar dan

tulus memberikan nasehat kepada penulis.

5. Ibu Peni Susapti, S.Si., M.Si. sebagai dosen pembimbing yang selalu

mengingatkan dalam menempuh studi.

ix
x
xi
DAFTAR ISI

1. JUDUL………………………………………………………………………..i

2. LOGO IAIN……………………………………………………...………….ii

3. PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN……………………………….....iii

4. PERSETUJUAN PEMBIMBING……………………………….………....iv

5. PENGESAHAN KELULUSAN……………………………………….……v

6. MOTTO………………………………………………………………….….vi

7. PERSEMBAHAN………………………………………………………….vii

8. ABSTRAK…………………………………………………………………viii

9. KATA PENGANTAR……………………………………………………....ix

10. DAFTAR ISI……………………………………………………….…….….xi

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang………………………………………………..1

B. Rumusan Masalah…………………………………………….7

C. Tujuan Penelitian……………………………………………..7

D. Manfaat Penelitian……………………………………………8

E. Penegasan Istilah……………………………………………..10

F. Kajian Pustaka………………………………………………14

G. Metode Penelitian……………………………………………15

H. Sistematika Penulisan………………………………………..17

BAB II. BIOGRAFI BURHANUDDIN AL ZARNUJI

xii
A. Riwayat Hidup Burhanuddin Al Zarnuji……………………19

B. Riwayat Pendidikan Al Zarnuji……………………………..21

C. Situasi Pendidikan Burhanuddin Al Zarnuji………………..25

D. Biografi Ta’lim Muta’allim………………….............….….27

BAB III. DESKRIPSI PEMIKIRAN BURHANUDDIN AL ZARNUJI

TENTANG PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB

TA’LIM MUTA’ALLIM

A. Pengertian Nilai Pendidikan Akhlak………………………31

1. Pengertian Nilai………………………….……………..31

2. Pengertian Pendidikan……………….…………………33

3. Pengertian Akhlak………………………….…………..35

B. Pemikiran Burhanuddin Al Zarnuji Tentang Pendidikan

Akhlak Dalam Kitab Ta’lim Muta’allim…………………….36

1. Pembagian Ilmu……………………….……………......37

2. Tujuan Pendidikan…………………….………………..43

3. Metode Pembelajaran…………………….…………….44

BAB IV. ANALISIS RELEVANSI NILAI-NILAI PENDIDIKAN

AKHLAK DALAM KITAB TA’LIM MUTA’ALLIM

A. Nilai Pendidikan Akhlak Kitab Ta’lim Muta’allim……….47

1. Akhlak kepada Allah SWT……………………….…....47

2. Akhlak kepada Manusia……………………….………48

3. Akhlak kepada Ilmu………………………….………..51

xiii
B. Relevansi Pendidikan Akhlak Dalam Kitab Ta’lim Muta’allim

Dengan Dunia Pendidikkan………………………………55

C. Kelebihan dan Kelemahan Pemikiran Burhanudin Al

Zarnuji…………………………………………………….56

BAB V. PENUTUP

A. Kesimpulan……………………………………………….59

B. Saran……………………………………………………...61

C. Penutup…………………………………………………...62

11. DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………….63

12. LAMPIRAN-LAMPIRAN………………………………………………65

13. RIWAYAT HIDUP PENULIS………………………………… ……….66

xiv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan hal yang penting dalam menjalani kehidupan,

baik pendidikan formal maupun non formal. Rasulullah pun mendapatkan

wahyu pertama ialah untuk membaca. Membaca bukan berarti hanya

membaca buku akan tetapi, membaca dapat diartikan adalah belajar, belajar

yang dimaksud bukan hanya sekedar belajar saja namun juga diamalkan.

Belajar yang sebenarnya adalah dari kita memahami alam sekitar

dan/atau wahyu Allah SWT baik yang tersirat maupun tersurat. Di indonesia

pendidikan menjadi hal yang perlu di perhatikan, contoh seperti orang tua

lebih senang anaknya menjadi juara kelas daripada anaknya tidak menghargai

orang yang lebih tua darinya. Disini pendidikan berbasis pendidikan akhlak

perlu di tegaskan, karena fakta di indonesia sekarang banyak orang yang

pandai dalam keilmuan namun sedikit orang yang berakhlak, sebagai contoh

yaitu para koruptor. Mereka merupakan orang yang berpendidikan dan

merupakan intelektual, namun mereka tidak punya akhlak yang baik.

Negara kita memang memerlukan orang yang berpendidikan tinggi,

karena untuk persaingan dengan negara asing dan kualitas negara dilihat

secara kasap mata adalah dari anak bangsa yang berpendidikan tinggi,namun

alangkah lebih baiknya adalah bila pendidikan di negara kita lebih

menekankan pada pendidikan akhlak sehingga pemimpin Negara ini memang

1
benar –benar layak baik secara akhlak maupun pemikiran. Kita dapat

menggambarkan bagaimana kekacauan pemerintahan bangsa ini dan

bagaimana pentingnya pendidikan akhlak untuk para generasi penerus

bangsa.

Akhlak merupakan dasar hidup manusia, sehingga manusia dapat

menjaga hidupnya. Didalam Islam akhlak menempati posisi yang penting.

Kualitas diri seseorang dinilai dari akhlaknya, baik itu urusan

Hablumminannas maupun hablumminallah. Pendidikan akhlak dimulai dari

lingkungan anak hidup dari kecil, yaitu keluarga. Karena pondasi seorang

generasi bangsa dimulai dari keluarga dan lingkungan sekitar anak tesebut

tinggal. Salah satu kesalah kaprahan dari orang tua menyerahkan pendidikan

anaknya kepada pihak sekolah, dan pihak sekolahlah yang bertanggung jawab

sepenuhnya atas pendidikan anak tersebut. Meskipun memang benar waktu

anak memang banyak disekolah. Anggapan tersebut tentu saja keliru, sebab

pendidikan yang berlangsung dalam keluarga adalah bersifat asasi. Karena

itulah orang tua merupakan pendidik pertama, utama dan kodrati. Dialah yang

banyak memberikan pengaruh dan warna kepribadian seorang anak

(Hasbullah, 2009:22). Di dalam Islam Rasulullah SAW secara jelas

mengingatkan akan pentingnya pendidikan keluarga ini, sebagaimana

haditsnya yang berbunyi :

ُّ ‫الز َب ْيدِي ِ َع ْن‬


ِ ‫الز ْه ِري‬ َ ‫اجب بْن ْال َو ِلي ِد َحدَّثَنَا م َح َّمد بْن َح ْرب‬
ُّ ‫ع ْن‬ ِ ‫َحدَّثَنَا َح‬

‫صلَّى‬ َّ ‫ قَا َل َرسول‬.‫ع ْن أَبِي ه َري َْرة َ أَنَّه َكانَ يَقول‬


َ ِ‫اّلل‬ َ ‫ب‬ َ ‫س ِعيد بْن ْالم‬
ِ َّ‫سي‬ َ ‫أ َ ْخبَ َرنِي‬

2
‫َص َرا ِن ِه‬ ْ ‫علَى ْال ِف‬
ِ ‫ط َر ِة فَأ َ َب َواه ي َه ِودَا ِن ِه َوين‬ َ ‫سلَّ َم َما ِم ْن َم ْولود ِإ َّّل يولَد‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ
َ ‫اّلل‬

َ ‫سانِ ِه َك َما ت ْنتَج ْالبَ ِهي َمة َب ِهي َمة َج ْمعَا َء ه َْل ت ِحسُّونَ فِي َها ِم ْن َج ْد‬
‫ث َّم‬. ‫عا َء‬ َ ‫َوي َم ِج‬

‫علَ ْي َها َّل تَ ْبدِي َل‬ َ َ‫اّللِ الَّتِي ف‬


َ َّ‫ط َر الن‬
َ ‫اس‬ ْ ِ‫يَقول أَبو ه َري َْرة َ َوا ْق َرءوا ِإ ْن ِشئْت ْم { ف‬
َّ َ ‫ط َرة‬

َ ‫عبْد ْاْل َ ْعلَى ح و َحدَّثَنَا‬


‫عبْد‬ َ ‫اّللِ } ْاْليَةَ َحدَّثَنَا أَبو بَ ْك ِر بْن أَ ِبي‬
َ ‫ش ْيبَةَ َحدَّثَنَا‬ َّ ‫ق‬ِ ‫ِلخ َْل‬

ِ ْ ‫ع ْن ال ُّز ْه ِري ِ ِب َهذَا‬


‫اْل ْسنَا ِد‬ َ ‫ق ِك ََله َما‬
َ ‫ع ْن َم ْع َمر‬ ِ ‫الر َّزا‬ َ ‫بْن ح َميْد أ َ ْخ َب َرنَا‬
َّ ‫عبْد‬

) ‫ (رواه مسلم‬.‫َوقَا َل َك َما ت ْنتَج ْالبَ ِهي َمة َب ِهي َمة َولَ ْم يَ ْذك ْر َج ْم َعا َء‬
“(MUSLIM - 4803) : Telah menceritakan kepada kami Hajib bin Al

Walid telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Harb dari Az Zubaidi

dari Az Zuhri telah mengabarkan kepadaku Sa'id bin Al Musayyab dari Abu

Hurairah, dia berkata; "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah

bersabda: 'Seorang bayi tidak dilahirkan (ke dunia ini) melainkan ia berada

dalam kesucian (fitrah). Kemudian kedua orang tuanyalah yang akan

membuatnya menjadi Yahudi, Nasrani, ataupun Majusi -sebagaimana hewan

yang dilahirkan dalam keadaan selamat tanpa cacat. Maka, apakah kalian

merasakan adanya cacat? ' Lalu Abu Hurairah berkata; 'Apabila kalian mau,

maka bacalah firman Allah yang berbunyi: '…tetaplah atas fitrah Allah yang

telah menciptakan manusia menurut fitrahnya itu. Tidak ada perubahan atas

fitrah Allah.' (QS. Ar Ruum (30): 30). Telah menceritakan kepada kami Abu

Bakr bin Abu Syaibah; telah menceritakan kepada kami 'Abdul 'Alaa

Demikian juga diriwayatkan dari jalur lainnya, dan telah menceritakan

kepada kami 'Abd bin Humaid; telah mengabarkan kepada kami

3
'Abdurrazzaq keduanya dari Ma'mar dari Az Zuhri dengan sanad ini dan dia

berkata; 'Sebagaimana hewan ternak melahirkan anaknya.-tanpa

menyebutkan cacat.-“

Manusia mengerti akan apa yang baik dan apa yang buruk, bahwa ia

dapat membedakan antara kedua pengertian itu selanjutnya mengamalkannya,

adalah sesuatu kenyataan yang tidak bisa dibantah. Pengertian itu tidak

dicapainya melalui pengalaman, akan tetapi telah ada padanya sejak ada

dalam kandungan ibunya. Pada ketika itu tuhan lalu memberikan pengertian

tersebut kepadanya (Achmad, 1997:13). Jadi baik buruk merupakan

tanggapan pembawaan manusia. Hal ini dijelaskan dalam Al Qur’an surat

Asy Syams : 7-8:

َ ‫ فَأ َۡل َه َم َها فج‬٧ ‫س َّو ٰى َها‬


٨ ‫ورهَا َوت َ ۡق َو ٰى َها‬ َ ‫َون َۡف ٖس َو َما‬
” dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya). maka Allah

mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya (QS Asy

Syams:8-7)“

Akhlak yang baik atau mulia tidak lahir dengan sendirinya, bukan pula

karena keturunan dari orang tuanya namun akhlak yang mulia diri seseorang

membutuhan proses yang panjang. Yakni melalui pendidikan akhlak, yang

dimulai dari lingkungan terkecil sampai terbesar, baik dari keluarga sampai

lingkungan dia hidup baik di masyarakat, atau lingkungan dia menuntut ilmu.

Banyak metode-metode atau sistem pendidikan akhlak atau moral yang

ditawarkan oleh barat. Namun tentu saja ada kekurangan dan kelebihan.

Karena berasal dari manusia yang ilmu dan pengetahuannya terbatas.

4
Sedangkan pendidikan akhlak yang diajarkan oleh Islam sudah

sempurna, karena bersumber dari Allah SWT kemudian diberikan kepada

nabi Muhammad SAW melalui perantara malaikat Jibril. Rasulullah

menyampaikan "tarbiyah" atau pendidikan kepada umatnya melalui dakwah,

bukan dengan melalui peperangan maupun paksaan. Setelah rasulullah wafat

beliau tetap meninggalkan pendidikan akhlak kepada umatnya dengan

meninggalkan Al Qur'an dan As Sunnah. Rasulullah pertama diutus kemuka

bumi tidak lain tidak bukan adalah untuk menyempurnakan akhlak umatnya.

Akhlak yang baik adalah perangai dari para Rasul dan orang terhormat,

sifat orang yang muttaqin dan hasil dari perjuangan orang yang ‘abid.

Sedangkan akhlak yang jahat adalah racun berbisa, kejahatan dan kebusukan

yang menjauhkan diri dari Rabbil Alamin. Akhlak yang buruk menyebabkan

orang terusir dari jalan Tuhan, tercampak kepada jalan setan. Akhlak buruk

adalah pintu menuju neraka yang menyala menghanguskan hati nurani ,

sedang akhlak baik laksana pintu menuju jannah Ilahi (Hamka, 1992: 1).

Allah Swt telah bersabda memuji Nabi-nya dengan menyatakan nikmat

yang telah dilimpahkan-Nya kepadanya,

٤ ‫َو ِإنَّ َك لَ َعلَ ٰى خلق َع ِظ ٖيم‬


“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang

agung”(QS. Al-Qolam : 4).

Mengingat pentingnya pendidikan akhlak bagi diri sendiri maupun

lingkungan harus ada upaya yang serius dan intensif dalam penanaman nilai-

nilai pendidikan akhlak tersebut. Supaya sejarah bangsa arab yang jahiliyah

5
tidak terulang. Karena jika melihat masa tersebut banyak kekurangan akhlak

seperti pembunuhan, perzinaan, penyembahan patung-patung dan lain

sebagainya yang tentu saja bertentangan dengan nilai akhlak yang terkandung

dalam Al-Qur’an. Selain Al-Qur’an, hadits Nabi dapat di jadikan rujukan

mengingat salah satu fungsi hadits adalah menjelaskan kandungan ayat yang

terdapat di dalamnya.

Pada masa kejayaan Islam abad Ke empat, banyak pemikir-pemikir

pendidikan Islam bermunculan. Salah satunya adalah Burhanuddin Al

Zarnuji, beliau adalah sosok pemikir pendidikan Islam yang banyak

menyoroti tentang akhlak dan dimensi spiritual dalam pendidikan Islam.

Dalam karyanya, beliau lebih mengedepankan tentang akhlak dalam proses

pendidikan. Hal itu dikhususkan kepada peserta didik, supaya bisa

memperoleh ilmu pengetahuan yang bernilai bagi masyarakat dan bangsanya,

serta akhlak terhadap pendidik dan peserta didik yang lain. Pemikiran

utamanya mengenai pendidikan adalah pembentukan budi pekerti yang luhur

dan penekanannya adalah kepada nilai-nilai dari tuhan.

Dengan melihat permasalahan permasalahan akhlak diatas, penulis

bermaksud mencoba memberikan jalan keluar dari permasalahan tersebut

dengan merujuk kepada kitab karya beliau yang menjadi dasar seseorang

dalam membina akhlak dalam menuntut ilmu dan pengabdian dalam

masyarakat yaitu kitab Ta’limul Muta’allim karya Burhanudin Al Zarnuji.

Konsep pendidikan yang ditawarkan oleh Burhanuddin Al Zarnuji,

menurut penulis harus mendapatkan sorotan yang khusus karena konsep

6
beliau dalam kitab Ta’limul Muta’allim menjadi dasar dalam konsep

pendidikan akhlak antara murid dan guru, dan semua orang yang berada

dalam lingkup pendidikan.

Dengan penelitian ini diharapkan dapat menyingkap secara deskriptif

tentang pendidikan akhlak yang termuat dalam kitab Ta’limul Muta’allim.

Oleh karena itu untuk mengenal lebih jauh konsep pendidikan akhlak yang di

tawarkan oleh Burhanuddin Al Zarnuji, oleh karena itu penulis mengangkat

judul penelitian ini “Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Kitab Ta’limul

Muta’allim Karya Burhanuddin Al Zarnuji“

B. Rumusan Masalah

Dalam melakukan penelitian ini penulis memberikan rumusan masalah

sebagai berikut:

1. Bagaimana nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kitab Ta’limul Muta’allim

karya Burhanudin Al Zarnuji?

2. Bagaimana relevansi nilai-nilai pendidikan Akhlak yang terkandung dalam

kitab Ta’limul Muta’allim karya Burhanudin Al Zarnuji dalam pendidikan

saat ini?

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penulis dalam penelitian ini mengacu pada

permasalahan tersebut di atas adalah sebagai berikut:

1. Untuk mendeskripsikan bagaimana nilai-nilai pendidikan akhlak dalam

kitab Ta’limul Muta’allim karya Burhanudin Al Zarnuji.

7
2. Untuk mendeskripsikan bagaimana relevansi nilai-nilai pendidikan Akhlak

yang terkandung dalam kitab Ta’limul Muta’allim karya Burhanudin Al

Zarnuji dalam pendidikan saat ini.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat atau kegunaan dari penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu

sebagai berikut:

1. Secara Teoritis

a. Penelitian ini dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan

wacana keilmuan khususnya dalam pendidikan akhlak

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memecahkan

krisis moral yang dihadapi oleh bangsa Indonesia ini.

c. Dapat menjadi referensi dalam memperbaiki akhlak generasi muda

dan alternatif untuk mencari problem-problem akhlak yang muncul

akhir-akhir ini.

d. Juga menambah bahan pustaka bagi perpustakaan Institut Agama

Islam Negeri Salatiga.

2. Secara Praktis

a. Bagi penulis

Menambah ilmu pengetahuan mengenai akhlak yang akan

diimplementasikan ketika nanti sudah terjun kedalam dunia

masyarakat dan dalam kehidupan sehari-hari.

8
b. Bagi Guru

1) Bisa memberikan pendidikan yang ditekankan kepada akhlak,

khususnya antara murid dan guru.

2) Bisa menjadi rujukan dalam pembinaan siswa yang kurang baik

akhlaknya.

c. Bagi peserta didik

Supaya peserta didik bisa memperbaiki kuwalitas dirinya dalam

berakhlak, baik antara murid dengan guru maupun murid dengan

murid.

d. Bagi Lembaga

1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan dalam

meningkatkan kualitas lembaga pendidikan khususnya dalam

bidang pembentukan akhlak yang baik terhadap siswa-siswa atau

santri-santri.

2) Sebagai bahan referensi dalam ilmu pendidikan terutama dalam

pendidikan islam, sehingga dapat memperkaya dan menambah

wawasan di bidang tersebut.

3) Mengetahui betapa pentingnya pendidikan akhlak dalam kitab

Ta’limul Muta’allim karena akhlak dipakai dalam kehidupan

sehari-hari, baik untuk urusan habluminallah maupun

habluminannas.

9
E. Penegasan Istilah

Agar didalam penelitian ini tidak terjadi penafsiran yang berbeda dengan

maksud penulis, maka penulis akan menjelaskan istilah-istilah lain adalah

didalam judul ini. Istilah yang perlu penulis jelaskan sebagai berikut:

1. Nilai Pendidikan Akhlak

a. Pengertian Nilai

1) Menurut spranger, nilai diartikan sebagai suatu tatanan yang

dijadikan panduan oleh individu untuk menimbang dan memilih

alternatif keputusan dalam situasi social tertentu (Asrori,

2008:153).

2) Nilai adalah sesuatu yang dipandang baik, disukai, dan paling

benar menurut keyakinan seseorang atau kelompok orang

sehingga preferensinya tercermin dalam perilaku, sikap dan

perbuatan-perbuatannya (Ensiklopedia Pendidikan, 2009:106).

3) Zakiyah Darajat dalam bukunya Dasar-Dasar Agama Islam

berpendapat nilai adalah suatu perangkat keyakinan ataupun

perasaan yang diyakini sebagai suatu identitas yang memberikan

corak yang khusus kepada pola pemikiran, perasaan, keterikatan

maupun perilaku (Zakiyah Darajat Dkk, 1984:260).

Dari bebrapa pengertian diatas menurut penulis sendiri, nilai adalah

suatu keyakinan yang membuat seseorang bertindak atas dasar

pilihannya.

10
b. Pengertian Pendidikan

1) Ki Hajar dewantara berpendapat, pendidikan yaitu tuntunan

didalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya,

pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada

anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota

masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang

setinggi-tingginya (Suwarno, 1985:2).

2) Menurut UU Nomor 2 tahun 1989 UU Nomor 2 tahun

1989,menjelaskan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar untuk

menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan,

pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan

dating ( Depag RI, 1991/1992:3).

Dari pendapat di atas, penulis menyimpulkan bahwa pendidikan

adalah sesuatu yang harus ditempuh setiap manusia supaya

mendapatkan kehidupan yang layak dan siap menghadapi semua

tantangan kehidupan.

c. Pengertian Akhlak

1) Akhlak merupakan buah dari akidah dan syariah yang benar,

secara mendasar akhlak ini erat kaitannya dengan kejadian

manusia yaitu khaliq (pencipta) dan makhluq(yang diciptakan).

Rasulullah diutus untuk menyempurnakan akhlak yaitu untuk

memperbaiki hubungan makhluq (manusia) dengan khaliq (Allah

Ta’ala) (Deden Makbuloh, 2013:139).

11
2) Menurut Moh. Aziz Al Khuly, akhlak adalah sifat jiwa yang

terlatih demikian kuatnya sehingga mudahlah bagi yang punya

melakukan suatu tindakan tanpa dipikir dan di renungkan lagi.

3) Sedangkan menurat Al Ghazali, Akhlak adalah sifat atau bentuk

atau keadaan yang tertanam dalam jiwa, yang dari padanya lahir

perbuatan-perbuatan dengan mudah dan gampang dan perlu

difikirkan dan dipertimbangkan lagi (Amin Syukur. 2010: 5).

Penulis menyimpulkan bahwa akhlak adalah suatu sifat yang sudah

melekat dalam jiwa seseorang untuk berbuat dan berkehendak sesuai

dengan kemampuan yang dimilikinya tanpa perlu berfikir dan

merenung.

Jadi yang dimaksud nilai pendidikan akhlak adalah suatu tatanan

yang dijadikan panduan oleh individu untuk menimbang dan memilih

alternatif keputusan untuk menuntun segala kekuatan kodrat yang ada

pada anak-anak sesuai dengan tuntunan agama.

2. Burhanuddin Al Zarnuji

Kata Syaikh adalah panggilan kehormatan untuk pengarang kitab ini.

Sedang Al Zarnuji adalah nama marga yang diambil dari nama kota

tempat beliau berada yaitu Zarnuj. Diantara dua nama itu ada yang

menuliskan gelar Burhanuddin (bukti kebenaran agama), sehingga

menjadi Syaikh Burhanuddin Al Zarnuji (As’ad, 2007:ii). Tanggal

kelahirannya belum diketahui secara pasti. Mengenai tanggal wafatnya,

terdapat dua pendapat. Ada yang mengatakan beliau wafat pada tahun

12
591 H, 593H dan 597 H. Hidup beliau semasa dengan Ridha Al-Din Al-

Naisari, antara tahun 500-600 H (Baharuddin, Wahyuni. 2010: 49-50).

Tidak ada keterangan yang pasti mengenai tempat kelahirannya.

Namun dilihat dari nisbahnya, Al Zarnuji, maka sebagian peneliti

mengatakan bahwa beliau berasal dari zarnuj, suatu daerah yang kini

dikenal dengan nama Afghanistan.( Baharuddin, Wahyuni, 2010: 50). Al

Zarnuji menuntut ilmu di Bukhara dan Samarkand, dua kota yang

menjadi pusat keilmuan dan pengajaran. Al Zarnuji, selain ahli dalam

bidang pendidikan dan tasawuf, juga menguasai bidang-bidang lain

seperti sastra, fiqh, ilmu kalam dan sebagainya.

3. Kitab Ta’limul Muta’allim

Pemikiran beliau tertuang dalam karya monumentalnya, kitab

“Ta’lim al-Muta’allim Thuruq al-Ta’allum”. Kitab ini diakui sebagai

karya yang monumental dan sangat diperhitungkan keberadaannya. Kitab

ini juga banyak dijadikan bahan penelitian dan rujukan dalam penulisan

karya-karya ilmiah, terutama dalam bidang pendidikan. Kitab ini tidak

hanya digunakan oleh ilmuwan Muslim saja, tetapi juga dipakai oleh para

orientalis dan penulis barat.

Kitab ini salah satu karangan Al Zarnuji yang tetap abadi sampai

sekarang. Dalam pandangan kita, sebagai mana lazimnya ulama’ besar

yang hidup pada abad VI-VII Hijriah tentu masih banyak kitab karangan

yang lain. Boleh jadi manuskripnya hilang di musium penyimpanan

13
sebelum sempat diterbitkan atau turut dihancurkan dalam peperangan

bangsa Mongol yang terjadi di abad itu juga.

F. Kajian Pustaka

Berdasarkan hasil penelusuran kepustakan yang telah penulis lakukan

terkait tentang judul Nilai-nilai pendidikan Akhlak dalam Kitab Talimul

Muta’allim Karya Burhanuddin Al Zarnuji diakui bahwa sejauh pengamatan

yang penulis lakukan,ada beberapa skripsi yang terkait dengan penelitian ini.

1. Skripsi Fenny Riskya, mahasiswa jurusan Pendidikan Agama Islam

Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Salatiga 2011 mengangkat

mengenai pemikiran Al Zarnuji mengenai pendidikan, sedangkan yang

penulis angkat mengenai nilai-nilai akhlak yang terkandung dalam kitab

Ta’limul Muta’allim.

2. Skripsi Muhammad Khoirun Ni’am, mahasiswa jurusan Pendidikan

Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Salatiga

2012. Skripsi ini berjudul Pendidikan Akhlak dalam Kitab Idzotun

Nasyiin karangan Syekh Mustofa Al-Gholayayni yang dikupas dalam

skripsi hamper sama dengan yang penulis teliti, namun hanya berbeda

objek pembahasan.

Jadi berdasarkan kajian pustaka di atas dapat diketahui bahwa memang

sudah ada beberapa skripsi terkait yang mengkaji tentang pendidikan akhlak,

namun judul dan fokus kajiannya berbeda dengan yang penulis lakukan.

14
G. Metode Penelitian

Sarosa dalam bukunya menulis bahwa menurut Coghlan Metode

penelitian adalah cara yang akan ditempuh oleh peneliti untuk menjawab

permasalahan penelitian atau rumusan masalah(Sarosa, 2012: 36).

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian

kepustakaan (library research), karena yang dijadikan objek kajian

adalah hasil karya tulis yang merupakan hasil pemikiran.

2. Sumber Data

Karena jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan(library

research), maka data yang diperoleh bersumber dari literatur. Maka

peneliti menggunakan teknik yang diperoleh dari perpustakaan dan

dikumpulkan dari kitab-kitab dan buku-buku yang berkaitan dengan

objek penelitian. Yang terdiri dari:

a. Sumber primer, adalah sumber yang langsung berkaitan dengan

permasalahan yang didapat yaitu kitab Ta’lim Muta’allim.

b. Sumber sekunder, adalah data yang diperoleh untuk memperjelas

sumber primer, yaitu terjemahan kitab Ta’lim Muta’allim dan

buku-buku yang mendukung penelitian ini.

3. Teknik Analisis Data

a. Metode Content Analysis

Metode Content Analysis (analisis isi) menurut Soejono yang

berjudul : Metode penelitian suatu pemikiran dan penerapan”,

15
adalah: “metodologi penelitian yang memanfaatkan seperangkat

prosedur untuk menarik kesimpulan yang shahih dari sebuah buku

atau dokumen” (Soejono, 2005:13). Merujuk pada pendapat tesebut,

penulis akan menganalisis terhadap isi ataupun makna yang

terkandung dalam kitab Ta’lim Muta’allim yang berkaitan dengan

nilai pendidikan akhlak dalam menuntut ilmu khususnya.

b. Metode Reflektif Thinking

Metode Reflektif Thinking yaitu berfikir yang prosesnya mondar-

mandir antara yang empiri dengan yang abstrak. Empiri yang khusus

dapat saja menstimulasi berkembangnya yang abstrak yang luas, dan

menjadikan mampu melihat relevensi empiri pertama dengan empiri-

empiri yang lain yang termuat dalam abstrak baru dibangunnya

(Muhadjir, 1991:66-67). Metode ini digunakan untuk melihat

relevansi kitab Ta’lim Muta’allim dengan Nilai pendidikan Akhlak.

c. Metode deduktif

Metode ini adalah pendektan yang menggunakan logika untuk

menarik satu atau lebih kesimpulan (conclusion) berdasarkan

seperangkat premis yang diberikan

d. Metode Induktif

Peneliti melakukan pengamatan terhadap objek kajian, lalu menarik

kesimpulan berdasarkan pengamatan tersebut. Metode ini sering

disebut sebagai sebuah pendekatan pengambilan kesimpulan dari

khusus menjadi umum (going from specific to the general).

16
H. Sistematika Penulis

Untuk memudahkan pembahasan dan penelaahan yang jelas dalam

membaca skripsi ini, maka disusunlah sistematika hasil penelitian secara garis

besar sebagai berikut:

1. Bagian Awal

Bagian awal ini, meliputi: sampul, judul (sama dengan

sampul),lembar berlogo, nota persetujuan pembimbing, pengesahan

kelulusan, pernyataan keaslian tulisan, motto, persembahan, kata

pengantar, abstrak, daftar isi, dan daftar lampiran.

2. Bagian Inti

Pada bagian inti dalam skripsi ini, memuat data:

BAB I: Pendahuluan meliputi Latar Belakang Masalah, Rumusan

Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Penegasan Istilah,

Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan Skripsi.

BAB II: Biografi Penulis Kitab Ta’lim Muta’allim meliputi Riwayat

Hidup, Riwayat pendidikan, Situasi pendidikan dan biografi naskah

BAB III : Deskripsi Penelitian meliputi Pengertian Nilai Pendidikan

Akhlaq, dan Pemikiran Burhanuddin Al Zarnuji Tentang Pendidikan

Akhlak Dalam Kitab Ta’lim Muta’allim

BAB IV : Pembahasan meliputi Nilai Pendidikan Akhlak Kitab Ta’lim

Muta’allim, Relevansi Pendidikan Akhlak Dalam Kitab Ta’lim

Muta’allim Dengan Dunia Pendidikkan, dan Kelebihan dan Kekurangan

Pemikiran Al Zarnuji.

17
BAB V: Kesimpulan, Saran dan Penutup meliputi Kesimpulan, Saran-

saran, dan Penutup.

3. Bagian Akhir

Bagian akhir dari skripsi ini, memuat: Daftar Pustaka, Lampiran-

lampiran, dan Daftar Riwayat Hidup Penulis.

18
BAB II

BIOGRAFI BURHANUDDIN AL ZARNUJI

A. Riwayat Hidup Burhanuddin Al Zarnuji

Al Zarnuji diyakini sebagai satu-satunya pengarang kitab ta’lim al

muta’allim, tetapi nama beliau tidak begitu terkenal dari apa yang ditulisnya.

Kata Syaikh adalah panggilan kehormatan untuk pengarang kitab ini. Sedang

Al Zarnuji adalah nama marga yang diambil dari nama kota tempat beliau

berada yaitu Zarnuj. Diantara dua nama itu ada yang menuliskan gelar

Burhanuddin (bukti kebenaran agama), sehingga menjadi Syaikh

Burhanuddin Al Zarnuji (As’ad, 2007:ii). Tanggal kelahirannya belum

diketahui secara pasti. Mengenai tanggal wafatnya, terdapat dua pendapat.

Ada yang mengatakan beliau wafat pada tahun 591 H/1195 M, dan ada pula

yang mengatakan beliau wafat pada tahun 840 H/1243 M. Hidup beliau

semasa dengan Ridha Al-Din Al-Naisari, antara tahun 500-600 H

(Baharuddin, Wahyuni. 2010: 49-50).

Affandi Muchtar mendapat informasi lain tentang Al Zarnuji berdasar

pada data dari ibnu Khalikan, yaitu : menurutnya Imam Al Zarnuji adalah

salah seorang guru imam Rukn Addin Imam Zada (wafat 573/1177-1178)

dalam bidang fiqh. Imam Zada juga berguru pada Syech Ridau Al Din An

Nishapuri (Wafat antara tahun 550 dan 600) dalam bidang mujahadah.

Kepopuleran imam Zada diakui karena prestasinya dalam bidang ushuludin

bersama dengan kepopuleran imam lain yang juga mendapat gelar rukn

19
(sendi). Mereka antara lain Rukn Al-Din Al-Amidi (wafat 615) dan Rukn Ad

Din At Tawusi (wafat 600)(Sudarto Abdul Hakim, 1995: 20). Data ini bisa di

bilang sebagi penguat .argumen di paragraf atasnya yaitu sezaman dengan

Ridha Al-Din Al-Naisari atau Syekh Ridau Al Din An Nisaphuri.

Sehubungan dengan hal diatas, Grunebeum dan Abel mengatakan bahwa

Burhanuddin Al Zarnuji adalah toward the end of 12th and beginning of 13th

century A.D. Demikian pula mengenai daerah kelahirannya tidak ada

keterangan pasti.Namun dilihat dari nisbahnya, Al Zarnuji, maka sebagian

peneliti mengatakan bahwa beliau berasal dari Zarnuj. Dalam hubungan ini

Mochtar Affandi dalam tesisnya yang berjudul The Methode of Learning as

Illustrated in al Zarnuji Ta’lim Al-Muta’alim mengatakan : it is a city in

Persia which was for maelly a capital and city of Sadjistan to the south of

heart (now Afganistan) Zarnuj adalah salah satu daerah di wilayah Persia

yang pernah menjadi ibu kota Sidjistan yang terletak disebelah selatan Herat

suatu daerah yang kini dikenal dengan nama Afghanistan (Nata, 2000 : 104).

Afganistan sendiri merupakan salah satu wilayah penyebaran Islam dari

Dinasti Ghaznawiyah yang berdiri sejak tahun 350 H. pada zaman bani

Ghaznawiyah ini pembangunan dan kemajuan bidang ilmu pengetahuan

mengalami kemajuan sehingga tidak kalah dengan daerah daerah sekitar

seperti bukhara. Maka hal tersebut sangat mempengaruhi perkembangan

intelektual Al Zarnuji.

Pada sisi lain, ada juga yang berbeda pendapat bahwa menurut Al

Quraisyi, sebutan Al Zarnuji itu dinisbatkan (diambil) dari nama sebuah

20
kampung “Zarnuj”, yaitu sebuah pekampungan yang terletak di Turki,

sedangkan Yaqut Al Humawi menisbatkan kata Al Zarnuji kepada sebuah

perkampungan pekerja di Turkistan (Qabbani, 1981:1).

Walaupun apabila dilihat dari karyanya yang terkenal yaitu kitab Ta’lim

al-Muta’allim menggunakan bahasa Arab hal tersebut tidak dapat dijadikan

patokan bahwa az-Zarnuji berasal dari bangsa Arab. Karena banyak sekali

para ulama ulama non Arab yang juga menuliskan karya-karyanya dengan

menggunakan bahasa Arab, seperti kitab Tafsir Munir yang sering disebut

sebagai Tafsir Munir, Maraah Labiid yang menggunakan bahasa Arab

merupakan karangan Syekh Muhammad Nawawi yang berasal dari

Indonesia.

B. Riwayat Pendidikan Al Zarnuji

Mengenai riwayat pendidikannya dapat di ketahui dari keterangan yang

dikemukakan para peneliti. Bahwa Al Zarnuji menuntut ilmu di Bukhara

dan samarkand, dua kota yang menjadi pusat keilmuan dan pengajaran.

Masjid-masjid di kedua kota tersebut dijadikan sebagai lembaga pendidikan

dan ta’lim, yang diasuh antara lain oleh Burhanuddin Al-Marginani,

Syamsuddin Abd Al-Wajdi Muhammad bin Muhammad bin Abd dan Al-

Sattar Al-Amidi (Nata, 2000 : 104). Lebih lanjut ada beberapa peneliti

mengatakan bahwa al Zarnuji ahli hukum dari sekolah Imam Hanafi yang ada

di Khurasan dan Transoxiana. Sayangnya tidak tersedia fakta yang

mendukung informasi ini (Muchtar Affandi dan Maemonah, 2009:52).

21
Kemudian menurut beberapa peneliti banyak ulama-ulama yang menjadi

guru Al Zarnuji, ulama-ulama tersebut seperti yang disebut dalam kitab

Ta’limul Muta’allim antara lain seperti:

1. Ali bin Abu Bakar bin Abdul Jalil Al Farghani Al Marghinani Al Rustami,

ulama besar bermadzhab Hanafi yang mengarang kitab Al Hidayah, suatu

kitab fiqih rujukan utama dalam madzhabnya. Beliau wafat tahun

593H/1197M.

2. Ruknul Islam Muhammad bin Abi Bakar. Popoler dengan gelar Khowahir

Zadeh atau Imam Zadeh. Beliau ulama besar ahli Fiqih bermadzhab

Hanafi, pujangga sekaligus penyair. Pernah menjadi mufti d Bukhara dan

sangat masyhur dengan fatwa-fatwanya. Wafat tahun 573 H/ 1177 M

3. Hamad bin Ibrahim. Seorang ulama ahli Fiqih bermadzhab Hanafi,

sastrawan dan ilmu kalam, wafat tahun 576 H/ 1180M

4. Fakhruddin al-Kasyani, yaitu Abu Bakar bin Mas’ud Al Kasyani, ulama

ahli fiqih bermadzhab Hanafi. Wafat 587 H / 1191 M

5. Fakhruddin Al Hasan bin Mansur atau yang dikenal dengan Syech

Fakhruddin Qadli Khan Al Ouzjandi, ulama besar yang dikenal sebagai

mujtahid dalam madzhab Hanafi dan banyak kitab karangannya. Beliau

wafat Ramadhan 592 H/1196M.

6. Ruknuddin Al-Farghani yang di gelari Al Adib Al Mukhtar (sastrawan

pujangga pilihan), seorang ulama ahli fiqih, sastrawan dan syair, wafat

tahun 594 H/ 1098 M (As’ad, 2007:iv).

22
Dengan demikian berdasar keterangan tersebut dapat didefinisikan bahwa

pemikiran dan intelektualitasnya sangat dipengaruhi oleh faham Fiqih yang

berkembang saat itu, sebagaimana faham dikembngkan oleh para gurunya,

yakni fiqih aliran Hanafiyah.

Sebagai mana yang diutarakan oleh Muid Khan, dalam studinya tentang

kitab ta’lim yang di publikasikan dalam bahasa Inggris, mengenai karakter

pemikiran Al Zarnuji. Muid Khan memasukan pemikiran Al Zarnuji ke

dalam garis pemikiran madzhab Hanafiyah, yang dikuatkan dengan bukti

banyak ulama Hanafiyah yang dikutip oleh Al Zarnuji, termasuk Imam Abu

Hanifah sendiri. Dari sekitar 50 ulama’ yang disebutkan Al Zarnuji hanya

dua orng saja yang bermadzhab Syafi’iyah, yakni Imam Syafi’i sendiri dan

Imam Yusuf Al Hamdani (wafat tahun 1140).

Menurut Muid Khan ide-ide madzhab yang dianutnya mempengaruhi

pemikirannya tentang pendidikan (Hakim. 1995: 25). Sehingga Mahmud bin

Sulaiman Al Kaffawi yang wafat tahun 990H/1562M dalam kitabnya Al

Alamul Akhyar Min Fuqaha’I Madzhab Al Nu’man Al Mukhtar,

menempatkan Al Zarnuji dalam peringkat ke 12 dari daftar madzhab Hanafi.

Selain itu, Al Zarnuji juga belajar pada Rukn Al-Din Al-Firqinani, seorang

ahli Fiqh, satrawan dan penyair (w. 594 H/1196 M), Hammad bin Ibrahim,

seorang ahli ilmu kalam, sastrawan dan penyair (w. 564 H/1170 M) dan Rukn

Al-Islam Muhammad bin Abi Bakar yang dikenal dengan nama Khowahir

Zadeh, seorang mufti Bukhara dan ahli dalam bidang fiqh, sastra dan syair

(w. 573 H/1177 M).

23
Al Zarnuji, selain ahli dalam bidang pendidikan dan tasawuf, juga

menguasai bidang-bidang lain seperti sastra, ilmu kalam dan sebagainya

(Baharuddin, Wahyuni. 2010: 50). Sekalipun belum diketahui dengan pasti

bahwa untuk bidang tasawuf beliau memiliki seorang guru tasawuf yang

masyhur. Namun dapat diduga bahwa dengan memiliki pengetahuan yang

luas dalam bidang fiqih dan ilmu kalam disertai jiwa sastra yang halus dan

mendalam, seseorang telah memperoleh akses (peluang) yang tinggi untuk

masuk ke dalam dunia tasawuf (Nata, 2000 : 105).

Sebagai seorang Filosof muslim Al Zarnuji lebih condong kepada Al

Ghozali, sehingga banyak jejak Al Ghozali dalam bukunya dengan konsep

epistimologi yang tidak lebih dari buku pertama dalam Ihya’ Ulum Al Din

akan tetapi Al Zarnuji memiliki system sendiri, yang mana pada setiap bab

dengan bab lain, atau setiap kalimat dengan kalimat yang lain, bahkan setiap

kata dengan setiap kata lain dalam buku tersebut merupakan sebuah kerikil

dan konfigurasi mozaic kepribadian Al Zarnuji sendiri (Langgalung,

1988:99).

Selain faktor latar belakang pendidikan seperti yang tertera di atas, faktor

sosial dan perkembangan masyarakat juga mempengaruhi pola pikir

seseorang. Untuk itu pada bagian ini juga dikemukakan situasi pendidikan

pada zaman Al Zarnuji.

24
C. Situasi Pendidikan Burhanuddin Al Zarnuji

Dalam sejarah pendidikan Islam, terdapat lima tahap pertumbuhan dan

perkembangan pendidikan yaitu:

1. Masa Pendidikan pada masa Nabi Muhammad saw. (571-632 M).

2. Masa Pendidikan pada masa Khulafaur Rasyidin (632-661 M).

3. Masa Pendidikan pada masa Bani Umayyah di Damsyik (661-750 M).

4. Masa Pendidikan pada masa Bani Abbasiyah di Baghdad (750-1250M).

5. Masa Kemunduran kekuasaan Bani Umayyah di Baghdad (1250-sekarang)

(Zuhairi, 1992: 7).

Dari periodisasi di atas,disebutkan bahwa Al Zarnuji hidup sekitar akhir

abad ke-12 dan awal ke-13 (591-640H/ 1195-1234M) (Nata, 2000 : 104).

Dari kurun waktu tersebut dapat diketahui bahwa Al Zarnuji hidup pada masa

keempat dari periode pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam,

antara 750-1250 M. Dalam catatan sejarah, periode ini merupakan zaman

keemasan peradaban Islam, terutama dalam bidang pendidikan Islam

(Baharuddin, Wahyuni. 2010:51). Dalam hubungan ini Hasan Langgulung

mengatakan: “Zaman keemasan Islam mengenai dua pusat, yaitu kerajaan

Abbasiyah yang berpusat di Baghdad yang berlangsung kurang lebih lima

abad (750-1258M) dan kerajaan Umayyah di Spanyol yang berlangsung

kurang lebih delapan abad(711-1492M) (Hasan Langgulung, 1989: 13).

Pada masa itu kebudayaan Islam berkembang pesat dengan ditandai oleh

tumbuhnya berbagai lembaga pendidikan, mulai tingkat dasar sampai tingkat

perguruan tinggi. Di antaranya adalah

25
1. Madrasah Nizhamiyah, yang didirikan oleh Nizham Al-Mulk (457-1106

M), seorang pembesar pemerintahan Bani Saljuk. Pada tiap-tiap kota,

Nidzam Al Mulk menirikan satu Madrasah yang besar, seperti di

Baghdad, Balkh, Naisabur, Hearat, Asfahan, Bashrah dan lain-lain.

2. Madrasah Al-Nuriyah Al-Kubra, didirikan oleh Nuruddin Mahmud Zanki

(563-1167 M) di Damaskus.

3. Madrasah Al-Mustansyirah didirikan oleh khalifah Abbasyiah, Al-

Mustansir Billah di Baghdad (631 H/1234 M). Sekolah yang disebut

terakhir ini dilengkapi dengan berbagai fasilitas yang memadai seperti

gedung berlantai dua, aula, perpustakaan dengan kurang lebih 80.000

koleksi buku, halaman dan lapangan yang luas, masjid, balai pengobatan

dan lain sebagainya. Keistimewaan lainnya Madrasah yang disebut

terakhir adalah karena mengajarkan ilmu fiqih dalam empat mazhab

(Maliki, Hanafi, Syafi’I, dan Ahmad ibn Hambal) (Nata, 2001:106).

Selain ketiga madrasah tersebut, masih banyak lembaga pendidikan Islam

yang tumbuh dan berkembang pesat pada zaman Al Zarnuji hidup. Dengan

informasi tersebut, tampak jelas bahwa beliau hidup pada masa ilmu

pengetahuan dan kebudayaan Islam mengalami puncak kejayaan, yaitu pada

masa Abbasyiah yang ditandai dengan munculnya pemikir-pemikir Islam

ensiklopedik yang sukar ditandingi.

Kondisi pertumbuhan dan perkembangan tersebut sangat menguntungkan

bagi pembentukan Al Zarnuji sebagai seorang ilmuwan atau ulama yang luas

pengetahuannya (Baharuddin, Wahyuni. 2010:51). Atas dasar ini tidak

26
mengherankan bahwa Al Zarnuji termasuk seorang filosof yang memiliki

system pemikiran sendiri dan dapat disejajarkan dengan tokoh-tokoh seperti

Ibnu Sina, Al Ghazali dan sebagainya (Nata, 2001: 107).

Namun, dengan makin banyaknya lembaga-lembaga pendidikan dan

pemikir-pemikir yang bermunculan pada masa itu, disisi lain kondisi

pemerintahan dan politik sedang tidak menentu, khususnya pada

pemerintahan Bani Abbasiyah.

Tahun-tahun tersebut adalah awal runtuhnya kekuasaan Bani Abbasiyah

yang ditandai dengan perebutan kekuasaan di pemerintahannya. Sehingga

mengakibatkan kelemahan-kelemahan dari internal Bani Abbasiyah. Hal

tersebut seperti yang diungkapkan Imam Tholkhah dan Ahmad Barizi dalam

bukunya Membuka Jendela Pendidikan mengurai Akar Tradisi dan Interaksi

Keilmuan Pedidikan Islam bahwa Al Zarnuji hidup pada masa pemerintahan

dan pemikiran Islam mengalami kemunduran (Tholkhah, Barizi, 2004: 281).

D. Biografi kitab Ta’limul Mutta’alim

Kita mungkin tidak mengetahui secara pasti hasil karya Al Zarnuji ada

berapa banyak dan hanya bisa mengetahui Ta’limul Mutta’allim lah yang

bisa kita ketahui dan dapat dijumpai sampai sekarang dan tanpa keterangan

tahun penerbitan. Dalam keyakinan kita, sebagai mana lazimnya ulama’ besar

yang hidup pada abad VI-VII Hijriah tentu masih banyak kitab karangan yang

lain. Boleh jadi manuskripnya hilang di musium penyimpanan sebelum

sempat diterbitkan atau turut dihancurkan dalam peperangan bangsa Mongol

yang terjadi di abad itu juga.

27
Pertama kali diketahui, naskah kitab ini dicetak di Jerman tahun 1709

Masehi oleh Ralandalus, di Labstak/Libsik tahun 1838M oleh Kaspari dengan

tambahan mukaddimah oleh Plessner, di Marsadabad tahun 1265H, di Qazan

tahun 1898M menjadi 32 halaman, dan tahun 1901M menjadi 32 halaman

dengan tambahan sedikit penjelasan atau syarah dibagian belakang, di

Tunisia tahun 1286H menjadi 40 halaman. Tahun 1307H menjadi 52

halaman, dan juga tahun 1311H. dalam wujud naskah berharakat

(musyakkalah), dapat ditemukan dari penerbit Al Miftah, Surabaya (As’ad,

2007:iv).

Kitab ini telah disyarahi menjadi satu kitab baru tapi tanpa judul sendiri

oleh Asy Syaikh Ibrahim bin Ismail, dan selesai ditulis pada tahun 996H.

menurut pensyarah yang ini kitab tersebut banyak penggemarnya dan

mendapat tempat selayaknya dilingkungan pelajar maupun guru. Terutama

dimasa pemerintahan Murad Khan bin Salim Khan berarti pada abad ke 16

M. Dan di Negara kita, kitab syarahnya inilah yang beredar luas dari para

penerbit Indonesia sendiri.

Kitab Ta’limul Muta’allim juga ditulis dalam bentuk nadhom (puisi,

pantun) yang diubah dengan bahar rojaz menjadi 269 bait oleh ustadz Ahmad

Zaini, solo jawa tengah. Naskahnya pernah diterbitkan oleh Maktabah

Nabharah Kubro, Surabaya Jawa Timur, atas nama penerbit Musthafa Babil

Halabi, Mesir, dibawah tashih Ahmad Sa’ad Ali, seorang ulama’ Al Azhar

dan ketua Lajnah Tashih.

28
Penerjamahan ke dalam bahasa asing tentu telah banyak dilakukan.

Terjemahan dalam bahasa Turki dilakukan oleh Abdul Majid bin Nashuh bin

Israel, dengan judul baru Irsyadut Thalibin fi Ta’limil Muta’alimin. KH

Hamman Nashiruddin, Grabag Magelang juga telah menerjemahkan ke dalam

bahasa Jawa, dengan sistem italic atau yang dikenal dengan istilah makna

jenggot. Dan kali ini di tangan pembaca terdapat terjemahan ke dalam bahasa

Indonesia. (As’ad, 2007:iv-v)

Isi yang terkandung dalam kitab ta’limul mutta’alim terbagi menjadi

beberapa bab atau pasal, yaitu :

1) Pasal : definisi ilmu dan fiqih serta keutamaannya

)‫(فصل فى ما هية العلم و الفقه و فضله‬

2) Pasal : niat ketika belajar )‫(فصل فى النية حا ل التعلم‬

3) Pasal : memilih bidang ilmu, guru, teman dan ketekunan

)‫(فصل فى اختيار العلم و اّلستا ذ والشريك والثبا ت عليه‬

4) Pasal : mengagungkan ilmu dan ulama )‫(فصل فى تعظيم العلم وا هله‬

5) Pasal : tekun dan semangat )‫(فصل فى الجد والمواظبة و الهمة‬

6) Pasal : memulai belajar, pengaturannya dan urutannya

)‫(فصل فى بداية السبق وقد ره وترتيبه‬

7) Pasal : tawakal )‫(فصل فى التوكل‬

8) Pasal : waktu mencari ilmu. )‫(فصل فى وقت التحصيل‬

9) Pasal : kasih saying dan nasehat )‫(فصل فى الشفقة و النصيحة‬

10) Pasal : mengambil faedah )‫(فصل فى اّل إستفادة‬

11) Pasal : bersikap wara’ saat belajar )‫(فصل فى الو رع فى حال التعلم‬

29
12) Pasal : hal-hal yang dapat memperkuat hafalan dan yang menyebabkan

kelupaan ) ‫(فصل فى فيم يورث الحفظ وفيم يورث النسيان‬

13) Pasal : hal-hal yang dapat mendatangkan rezki dan yang dapat

mencegahkan, yang dapat menambah umur dan yang dapat

menguranginya.)‫(فصل فى فيما يجلب الرزق و م يمنع الرزق وما يزيد فى العمر وما ينقص‬

30
BAB III

DESKRIPSI PEMIKIRAN BURHANUDIN AL ZARNUJI

TENTANG NILAI PENDIDIKAN AKHLAK

DALAM KITAB TA’LIMUL MUTA’ALLIM

A. Pengertian Nilai Pendidikan Akhlak

1. Pengertian Nilai

Nilai mempunyai banyak definisi yang di kemukakan oleh banyak

ahli. Pada penelitian ini penulis akan menjelaskan pengertian nilai dari

beberapa ahli yang mengutip dari berbagi sumber. Yang pertama dari

Spranger yang di kutip Asrori dalam bukunya “Psikologi

Perkembangan” dia mengartikan nilai sebagai suatu tatanan yang

dijadikan panduan oleh individu untuk menimbang dan memilih

alternatif keputusan dalam situasi sosial tertentu (Asrori, 2008:152).

Dalam pandangan Spranger, kepribadian manusia terbentuk dan

berakar pada tatanan nilai-nilai kesejarahan. Meskipun menempatkan

konteks sosial sebagai dimensi nilai dalam kepribadian manusia,

namun Spranger mengakui akan kekuatan individual yang dikenal

dengan istilah roh subjektif. Sementara itu kekuatan nilai-nilai budaya

hanya akan berkembang dan bertahan apabila didukung dan dihayati

oleh individu (Asrori, 2008: 153)

Kemudian yang kedua penulis mengutip dari Ensiklopedia

Pendidikan bahwa nilai adalah sesuatu yang dipandang baik, disukai,

31
dan paling benar menurut keyakinan seseorang atau kelompok orang

sehingga preferensinya tercermin dalm perilaku, sikap dan perbuatan-

perbuatannya (Ensiklopedia Pendidikan, 2009:106).

Pendapat ketiga dari Zakiyah Darajat dalam bukunya Dasar-Dasar

Agama Islam berpendapat nilai adalah suatu perangkat keyakinan

ataupun perasaan yang diyakini sebagai suatu identitas yang

memberikan corak yang khusus kepada pola pemikiran, perasaan,

keterikatan maupun perilaku (Darajat, Dkk, 1984:260).

Menurut Sidi Gazalba merupakan pendapat keempat nilai adalah

suatu yang bersifat abstrak, ideal, nilai bukan benda konkrit, bukan

fakta, tidak hanya persoalan benar dan salah yang menuntut

pembuktian empiric, melainkan soal penghayatan yang dikehendaki

dan tidak dikehendaki, disenangi dan tidak disenangi.

Dan yang terakhir Sesuai dengan pendapat Dewey nilai adalah

hasil ciptaan yang tahu, nilai sudah ada sejak semula, terdapat dalam

setiap kenyataan, namun tidak berinteraksi, nilai itu bersifat objektif

dan tetap (Thoha. 1996: 60-62).

Dari pengertian-pengertian diatas penulis menyimpulkan bahwa

nilai adalah suatu keyakinan yang membuat seseorang bertindak atas

dasar pilihannya.

32
2. Pengertian Pendidikan

Seperti halnya nilai, pendidikan pun mempunyai banyak arti yang

dikemukakan oleh para ahli pendidikan baik Indonesia maupun luar

negeri. Berikut pendidikan menurut beberapa ahli pendidikan.

Langeveld mengemukakan pendapatnya dalam buku Dasar-Dasar

Ilmu Pendidikan karya Hasbullah, pendidikan ialah setiap usaha,

pengaruh, perlindungan, dan bantuan yang diberikan kepada anak

tertuju kepada pendewasaan anak itu, atau lebih tepat membantu anak

agar cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri(Hasbullah,

2009:2-3).

Yang kedua John dewey menyatakan bahwa pendidikan adalah

proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara

intelektual dan emosional kearah aam dan sesama manusia.

(Hasbullah, 2009:2-3).

Ki Hajar Dewantara salah satu tokoh pedidikan yang tekemuka di

Indonesia yang bisa dibilang sebagai bapak pendidikan di negara ini

menyatakan dalam buku yaitu “Pengantar Umum Pendidikan” karya

Suwarno mengemukakan bahwa pendidikan yaitu tuntunan didalam

hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu

menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar

mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah

mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya

(Suwarno, 1985:2).

33
Menurut UU Nomor 2 tahun 1989 “Pendidikan adalah usaha sadar

untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan,

pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan

datang” (Dirjend.Binbaga Islam, 1991/1992:3).

Dalam kitab ‘idzotun nasyiin bahwa anak-anak itu akan menjadi

generasi penerus, jadi ketika telah terbiasa berperilaku baik yang bisa

meningkatkan drajatnya dan menghasilkan ilmu yang bermafaat bagi

negaranya(AlGhulayani, 2009:69-70).

Pendidikan bagi seorang muslim dan muslimah adalah sebuah

kewajiban. Sebagaimana yang dikatakan Al Ghozali bahwa mendidik

anak adalah suatu kewajiban bagi kedua orang tuanya, sebab anak

merupakan amanah untuk kedua orang tuanya, hati anak yang bersih

itu merupakan hal yang paling berharga dibandingkan berlian. Karena

anak yang dididik dan terbiasa berbudi baik dan ia menjadi ahli

kebaikan maka orang yang mendidik dan kedua orang tuanya dapat

pahala dari amal yang dikerjakan oleh anak tersebut.

Dari pendapat di atas, penulis menyimpulkan bahwa pendidikan

adalah sesuatu yang harus ditempuh setiap manusia supaya

mendapatkan kehidupan yang layak dan siap menghadapi semua

tantangan kehidupan.

34
3. Pengertian Akhlaq

Secara bahasa (linguistik) kata akhlak berasal dari bahasa arab,

yaitu perangai, kelakuan, tabiat, kebiasaan, kelaziman,peradaban yang

baik dan agama. Kata akhlak adalah bentuk jamak dari ‘khilqun’ dan

‘khulqun’ sebagaimana tersebut dalam surat Al-Qolam ayat 4, yang

artinya sama dengan akhlak seperti tersebut di atas( Aminudin dkk,

2002 :152).

Akhlak merupakan buah dari akidah dan syariah yang benar, secara

mendasar akhlak ini erat kaitannya dengan kejadian manusia yaitu

khaliq (pencipta) dan makhluq (yang diciptakan). Rasulullah diutus

untuk menyempurnakan akhlak yaitu untuk memperbaiki hubungan

makhluq manusia dengan khaliq (Allah Ta’ala) (Makbuloh, 2013:139).

Menurut pengertian sehari-hari umumnya akhlaq itu disamakan

dengan budi pekerti, kesusilaan, sopan santun. Khalq merupakan

gambaran sifat batin manusia, akhlaq merupakan gambaran

bentuklahir manusia, seperti raut wajah dan body. Dalam bahasa

yunani pengertian Khalq ini dipakai kata ethicos atau ethos artinya

adab kebiasaan, perasaan batin, kecenderungan hati untuk melakukan

perbuatan. Ethicos kemudian beruba menjadi etika (Nasir, 1991:14).

Kemudian beberapa definisi yang dikutip oleh M. Amin Syukur

dalam buku studi Akhlak adalah

35
a. Menurut Moh. Aziz Al Khuly, akhlak adalah sifat jiwa yang

terlatih demikian kuatnya sehingga mudahlah bagi yang punya

melakukan suatu tindakan tanpa dipikir dan di renungkan lagi.

b. Menurut Ibnu Maskawaih, akhlak adalah keadaan jiwa yang

mendorong (mengajak) untuk melakukan perbuatan-perbuatan

tanpa diikir dan dipertimbangkan terlebih dahulu (Syukur. 2010:

5).

Dari pendapat-pendapat diatas, penulis menyimpulkan bahwa

akhlak adalah suatu sifat yang sudah melekat dalam jiwa seseorang

untuk berbuat dan berkehendak sesuai dengan kemampuan yang

dimilikinya tanpa perlu berfikir dan merenung.

Jadi yang dimaksud nilai pendidikan akhlak adalah suatu tatanan

yang dijadikan panduan oleh individu untuk menimbang dan memilih

alternatif keputusan untuk menuntun segala kekuatan kodrat yang ada

pada anak-anak sesuai dengan tuntunan agama.

B. Pemikiran Burhanuddin Al Zarnuji Tentang Pendidikan Akhlak

Dalam Kitab Ta’limul Muta’allim

Pemikiran Al Zarnuji tentang tujuan pendidikan tidak lepas dari tujuan

ideal dan tujuan operasional. Tujuan ideal biasanya disesuikan dengan

tujuan hidup manusia. Pendapat tersebut dilandaskan karena manusia

untuk mencapai tujuan hidup memerlukan pendidikan formal maupun non

formal. Sedangkan tujuan oprasional adalah suatu kondisi yang ingin

36
dicapai pada setiap tahap dalam proses pendidikan yang sdang

dilangsungkan.

4. Pembagian Ilmu

Al-Zarnuji membagi ilmu pengetahuan ke dalam tiga kategori.

Pertama ilmu fardhu ‘ain, seperti dalam kitab beliau yaitu

َ ‫َوي ْفت َ َرض َعلَى ْالم ْس ِل ِم‬


,‫طلَب َما َيقَع لَه ِفى َحا ِل ِه‬

-: َ‫فِى أَي ِ َحا ل َكا ن‬


Orang muslim wajib mempelajari ilmu yang diperlukan untuk

menghadapi tugas/kondisi dirinya, apapun wujud tugas/ kondisi itu:-

(As’ad, 2007: 5).

Kedua ilmu fardhu kifayah,

َ ‫ض َعلَى‬
‫سبِ ْي ِل‬ ِ ‫َوأ َ َّما ِح ْفظ َما يَقَع فِى بَ ْع‬
ٌ ‫ض ْاْل َ َحا يِي ِْن فَفَ ْر‬

‫ فَِإ ِ ْن لَ ْم َيك ْن‬, َ‫ط َع ِن ْال َبا قِيْن‬ َ ‫ام ْال َب ْعض فِى َب ْلدَة‬
َ َ‫سق‬ َ َ‫ ِإذَا ق‬, ‫ْال ِكفَا َي ِة‬

‫ِفى ْال َب ْلدَ ِة َم ْن َيق ْوم ِب ِه ا ْشت َ َر ك ْوا َج ِميْعا ِفى ْال َمأ ْ ِث ِم‬
Adapun mempelajari ilmu yang dibutuhkan pada saat-saat tertentu

itu hukumnya fardlu kifayah, jika dalam suatu daerah telah terdapat

orang yang mengetahuinya maka cukuplah bagi yang lain, tetapi kalau

sama sekali tidak ada yang mengetahuinya maka seluruh penduduk

menanggung dosa (As’ad, 2007: 11).

Yang terakhir adalah ilmu haram, sebagaimana yang tertulis dalam

kitab beliau “ adapun ilmu nujum untuk meramalkan penyakit adalah

37
haram dipelajari, karena berbahaya dan tidak bermanfaat, lagi pula

tidak mungkin seseorang dapat menghindar dari takdir Allah SWT”

(As’ad, 2007: 5).

Setiap cabang ilmu harus diiringi dengan akhlak yang baik. Al

Zarnuji juga berpendapat bahwa kurangnya akhlak hanya dapat

menghilangkan ilmu. Karena akhlak sejajar dengan iman, tauhid, dan

syari’at. Tauhid itu menyebabkan iman, barang siapa tidak mempunyai

iman berati tidak bertauhid. Iman juga menyebabkan syari’at, maka

barang siapa tidak melaksanakan syari’at berati tidak beriman dan

tidak bertauhid. Syari’at menyebabkan akhlak, maka barang siapa yang

tidak mempunyai akhlak berarti tidak bersyari’at tidak beriman dan

tidak bertauhid.

Pendidikan akhlak ditekankan beliau menjadi tiga kategori akhlak ,

yaitu:

a. Akhlak kepada Allah

Bahwa hendaknya aktifitas guru dan murid dalam belajar

mengajar diniatkan kepada Allah semata, bukan karena tujuan

duniawi saja, karena banyak amal perbuatan yang bentuknya

duniawi kemudian menjadi amal akhirat karena bagus niatnya

begitu pula sebaliknya banyak amal akhirat menjadi perbuatan

amal duniawi sebab sudah salah dalam niatnya, kemudian

menyerahkan semua urusan kepada Allah serta memohon petunjuk

38
Nya, menerima apa adanya pemberian Allah dan sabar dengan

segala kondisi dirinya.

Akhlak yang baik harus dipenuhi untuk setiap penuntut ilmu

terutama kepada Allah SWT supaya mendapatkan ilmu yang

bermanfaat. Kemudian bersyukur atas apa yang diberikan kepada

kita baik kenikmatan akal dan kesehatan badan dengan cara

bersyukur dengan lisan, hati,perbuatan dan hartanya. Disebutkan

bahwa Abu Hanifah ra berkata : “aku mendapat ilmu dengan

hamdallah dan bersyukur, setiap aku diberi taufiq untuk

memahami fiqih dan hikmah lalu aku mengucap “Alhamdulillah”

maka bertambahlah ilmuku. (As’ad, 2007: 89)

Apabila seseorang telah mendapatkan ilmu, entah seberapa

banyak ilmu yang didapatnya dengan susah payah, maka jangan

sampai membelokan ilmunya demi kepentingan duniawi yang hina

saja(As’ad, 2007: 21). Seorang yang berilmu harus bisa

mengamalkan apa yang ia peroleh, salah satunya dengan beramar

ma’ruf nahi munkar, memperjuangkan kebenaran dan meluhurkan

agama bukan untuk kepentingan hawa nafsu diri sendiri (As’ad,

2007: 20).

b. Akhlak kepada sesama manusia

Menurut penulis ada 3 penerapan akhlak atau sikap kepada

manusia yang diajarkan dalam kitab ta’limul mutta’alim, yang

39
pertama akhlak untuk diri sendiri, kedua akhlak dari murid kepada

guru dan yang terkahir akhlak kepada orang lain.

1) Berakhlak pada diri sendiri, maksudnya sebagai seorang

pencari ilmu kita harus membenahi diri terlebih dahulu. Karena

ilmu merupakan sesuatu yang istimewa dan bukan hal

sembarangan, yang membedakan antara manusia dengan

makhluk lain. Oleh karena itu setiap manusia harus

mempelajari mengenai akhlak, seperti dermawan, kikir,

penakut, nekad, sombong, rendah diri, menjaga diri, berlebih-

lebihan dan lain sebagainya. Ketika sudah memahami tentang

ilmu akhlak maka seorang penuntut ilmu harus bisa

menerapkan akhlak baik dan menjauhi akhlak buruk, terutama

bersikap tama’ terhadap sesuatu yang tidak semestinya.

Dan seorang penuntut ilmu harus bisa menjaga diri dari

hal-hal yang menghinakan ilmu dan orang alim/ ahli ilmu atau

singkatnya santun. Kemudian hendaklah bersikap tawadlu’,

yaitu sikap tengah antara angkuh dan hina(As’ad, 2007: 22).

Lalu harus bersungguh hati dan terus menerus atau istiqomah,

ada kata mutiara “siapa yang bersungguh hati mencari sesuatu

pastilah ketemu, ibarat siapa mengetuk pintu bertubi-tubi

pastilah memasuki”. Hal yang paling penting seorang penuntut

ilmu harus hindari adalah sikap sombong, karena dengan sikap

sombong maka tidak akan diperoleh ilmu atau ilmu yang

40
didapatnya menjadi sia-sia. Dan tidak boleh hasud/ dengki

karena berbahaya lagi pula tak bermanfaat.

2) Akhlak dari seorang murid terhadap guru. Dimanapun guru

dipandang sebagai pribadi yang sangat dihormati, baik dikala

beliau masih hidup maupun beliau sudah meninggal. Seorang

murid tidak akan mendapatkan ilmu dan tidak memetik

manfaat ilmu selain dengan menghargai ilmu dan menghormati

ahli ilmu (ulama), menghormati guru dan memuliakannya

(As’ad, 2007: 35)

Dalam kitab karya Al Zarnuji ini,beliau berwasiat diantara

cara memuliakan guru adalah

a) Tidak melintas dihadapannya

b) Tidak menduduki tempat duduknya

c) Tidak memulai bicara kecuali atas ijinnya

d) Tidak banyak bicara di sebelahnya,

e) Tidak menanyakan Sesuatu yang membosankan

f) Hendaklah pula mengambil waktu yang tepat dan jangan

pernah mengetuk pintu tetapi bersabarlah sampai beliau

keluar (As’ad, 2007: 38).

3) Selain itu akhlak murid terhadap teman senasib seperjuangan

juga perlu mendapat perhatian, karena dari sini akan tercipta

sebuah pemahaman bahwa murid mempunyai akhlak yang baik

kepada teman sesamanya, sikap saling menghormati dan

41
menghargai satu sama lain. Namun dalam memilih teman

hendaklah memilih orang yang tekun, wira’i, berwatak jujur

dan mudah memahami masalah ; hendaklah menjauh dari

pemalas, pengangguran, suka banyak bicara, suka mengacau

dan gemar memfitnah(As’ad, 2007: 32).

Dalam kitab lain yaitu kitab Alaa Laa nadhom nomer 3 dan 4

tertulis,

‫ فان القرين بالمقا رن يقتدى‬# ‫س ْل َع ْن قَ ِر ْينِ ِه‬ َ ‫َع ِن ْالـ َم ْر ِء ّلَ ت َ ْسأ َ ْل َو‬
ِ َ‫ فَا ِْن َكانَ ذَا َخيْر فَق‬#
ْ ‫ار ْنه ت َ ْهتَد‬
‫ِي‬ ‫فَا ِْن َكانَ ذَا شَر فَ َجنِبْه س ْر َعة‬

Janganlah engkau bertanya tenteng kepribadian orang lain lihat

saja temannya,karena seseorang akan mengikuti apa yang

dilakukan teman-temannya, bila temannya tidak baik maka

jauhilah dia secepatnya, dan bila temannya baik maka temanilah

dia kamu akan mendapatkan petunjuk (Al Zarnuji, t th: 15-16).

c. Akhlak kepada ilmu

Dalam mencari ilmu seseorng akan dihadapi berbagai

rintangan, karena tak semudah membalikkan telapak tangan. Ali

bin Abi Thalib pernah bersyair

42
َ # ‫اَّلَ ّلَتَنَال ْال ِع ْل َم ِاّلَّ ِب ِستَّة‬
‫سأ ْنبِي َْك َع ْن َم ْجم ْو ِع َها ِببَيَان‬
‫ َوا ِْرشَاد ا ْستَاذ َوط ْو ِل زَ َمان‬# ‫ص ِطبَار َوب ْلغَة‬ ْ ‫ذ َكاء َو ِح ْرص َوا‬
Ingatlah, tidak akan kalian mendapat ilmu yang bermanfaat,

kecuali dengan 6 syarat : cerdas, semangat, sabar, biaya, petunjuk

uztad, dan waktu yang lama (Al Zarnuji, t th: 15).

Selain syarat diatas pencari ilmu juga harus berdo’a kepada

Allah SWT supaya diringankan rintangannya dan menganugrahkan

ketabahan/ kesabaran. Al Zarnuji menulis dalam kitabnya bahwa

sabar dan tabah adalah pangkal yang besar untuk segala urusan,

terutama dalam berguru, dalam memperlajari suatu kitab jangan

ditinggalkan terbengkalai. Maksudnya jangan berpindah kepada

kitab atau study lain sebelum yang pertama sempurna

dipelajari(As’ad, 2007: 31).

5. Tujuan Pendidikan

Pendidikan merupakan sesuatu yang bernilai ibadah dan

menghantarkan seseorang untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan

akhirat. Tujuan pendidikan menurut Al-Zarnuji adalah untuk mencari

keridhaan Allah, memperoleh kebahagiaan di akhirat, berusaha

memerangi kebodohan pada diri sendiri dan orang lain,

mengembangkan dan melestarikan ajaran Islam, serta mensyukuri

nikmat Allah. (Nata, 2003: 109)

Menurut al-Syaibani bahwa ada tiga bidang perubahan yang

diinginkan dari tujuan pendidikan yaitu tujuan-tujuan yang bersifat

43
individual; tujuan-tujuan sosial dan tujuan-tujuan professional (Al-

Syaibani, 1979:399). Kalau dilihat dari tujuan-tujuan pembelajaran

individual dalam konsep Al Zarnuji, maka menghilangkan kebodohan

dari diri pembelajaran, mencerdaskan akal, mensyukuri nikmat,

merupakan tujuan-tujuan yang bersifat individual. Tujuan

pembelajaran mencari ilmu untuk menghilangkan kebodohan pada

orang lain (mencerdaskan masyarakat), dan melestarikan Ajaran Islam

adalah merupakan tujuan-tujuan sosial. Sedangkan tujuan professional,

berhubungan dengan tujuan seseorang mencapai ilmu itu ialah

menguasai ilmu yang berimplikasi pada pencapaian kedudukan.

Namun kedudukan yang telah dicapai itu adalah dengan tujuan-tujuan

kemaslahatan umat secara keseluruhan. Ketiga tujuan tersebut haruslah

atas dasar memperoleh keridhaan Allah dan kebahagiaan akhirat.

6. Metode Pembelajaran

Berdasarkan analisa Mochtar Affandi, bahwa dari segi metode

pembelajaran yang dimuat Al-Zarnuji dalam kitabnya meliputi dua

kategori. Metode yang bersifat etik, dan metode yang bersifat strategi.

Metode yang bersifat etik antara lain mencakup niat dalam belajar;

sedangkan metode yang bersifat strategi meliputi cara memilih

pelajaran, memilih guru, memilih teman dan langkah-langkah dalam

belajar (Nata, 2003:53).

Kemudian Al Zarnuji membagi pendidikan dalam tiga konsep,

yaitu:

44
a. Dimensi religius

Agama sebagai bagian tak terpisah dari kehidupan manusia. Ia

bukan hanya sebagai pelengkap tetapi lebih sebagai kebutuhan

yang harus dipenuhi. Manusia tidak hanya sebagai makhluk sosial

yang memikirkan hubungan manusia dengan manusia, melainkan

juga dengan Allah sebagai pencipta alam semesta.

b. Dimensi Pengalaman

Peserta didik atau santri sebagai manusia yang berilmu harus

mengaktualkan ilmunya untuk kebaikan umat. Hal ini dilakukan

sebagai kebaktian dan tugas sebagai seorang yang di anugerahi

ilmu oleh Allah, disamping sebagai pengalaman untuk santri atau

peserta didik itu sendiri.

c. Dimensi keilmuan

Santri atau peserta didik dianjurkan selalu mengembangkan

ilmunya, tidak hanya ilmu agama saja, melainkan juga ilmu

pengetahuan yang lain yakni ilmu pengetahun umum. Dengan

begitu santri atau peserta didik dapat mengetahui perubahan yang

terjadi disekelilingnya (Iqbal. 2015: 379).

Dari pemaparan diatas, Al Zarnuji tampak mencoba merumuskan

methode belajar yang komprehensif holistik, yaitu metode dengan

perspektif teknis dan moral bahkan spiritual sebagai paradigmanya.

Suatu tantangan bagi kita yang berkompeten dibidang pendidikan

45
untuk memahami dan merumuskan kembali apa yang selama ini kita

lakukan, demi kemajuan masa depan (As’ad, 2007:vii).

46
BAB IV

PEMBAHASAN

Berdasarkan pada data yang telah dipaparkan pada BAB III, maka pada bab

ini akan dilakukan analisis data. Adapun hal-hal yang akan dianalisis adalah

A. Nilai Pendidikan Akhlak Kitab Ta’lim Muta’allim

Pemikiran Al Zarnuji mengenai pendidikan akhlak dalam kitab ta’lim

muta’allim ada beberapa kategori,

1. Akhlak kepada Allah SWT

Yang dilakukan seorang pencari ilmu pertama adalah memiliki niat

yang baik, diniatkan hanya untuk mendapat ridho dari Allah SWT.

Rintangan dalam mencari sebuah ilmu begitulah besar, baik faktor

internal yaitu dari diri kita maupun faktor eksternal yaitu dari lingkungan.

Dan kita harus berkhusnudzon kepada Allah karena semua yang di

berikan kepada kita baik itu nikmat maupun musibah adalah untuk

mengukur kadar keimanan kita. Ketika kita mampu melewati hal tersebut

kita akan dinaikan drajat menjadi manusia yang lebih baik dihadapan

Allah SWT. Lalu kita harus bersyukur sebab Allah akan memberikan apa

yang kita butuhkan bukan yang kita inginkan, didalam kita ini ditegaskan

bahwa Al Zarnuji menginginkan seorang pencari ilmu harus pandai-pandai

bersyukur.

,‫ص َّح ِة ْال َبدَ ِن‬


ِ ‫علَى ْن َع َم ِة ْال َع ْق ِل َو‬
َ ‫ي ِب ِه الش ْك َر‬
َ ‫َو َي ْن ِو‬
َ ‫بح‬
,‫طا ِم الدُّ ْنيَا‬ َ ‫ي بِ ِه إِ ْقبَا َل النِا ِس‬
َ ‫ َو َّلا َ ْس ِت ْج ََل‬,‫علَ ْي ِه‬ َ ‫َو َّل َي ْن ِو‬
47
َ ‫س ْل‬
‫طا ِن َو َغ ْي ِر ِه‬ ُّ ‫َو ْال َك َرا َمةَ ِع ْندَ ال‬

(Al Zarnuji, t th: 10)

“dan dalam menuntut ilmu hendaklah diniatkan juga untuk


mensyukuri atas kenikmatan akal dan kesehatan badan, hendaklah
tidak niat mencari popularitas, tidak untuk mencari harta dunia, juga
tidak niat mencari kehormatan dimata penguasa dan semacamnya”.

Kemudian pencari ilmu harus bisa mengaplikasikan apa yang

didapatnya selama mencari ilmu supaya menjadi ilmu yang bermanfaat.

Dengan cara beramar ma’ruf nahi munkar. Dalam bait tertulis sebagai

berikut:

ْ ‫ع ِن‬
‫االم ْن َك ِر َو‬ ِ ‫ب ْال َجا هَ ِل ْل َ ْم ِر ِبا ْل َم ْعر ْو‬
َ ِ ‫ف َوالنَّ ْهي‬ َ ‫ا َلله َم ِإ َّّل ِإذَا‬
َ َ‫طل‬

‫ فَ َيج ْوز ذَ ِل َك ِبقَ ْد ِر َما ي ِق ْيم ِب ِه‬,‫ َّل ِلنَ ْف ِس ِه َو َه َواه‬,‫الد ْي ِن‬ ِ ‫ت َ ْن ِف ْي ِذ ْال َح‬
ِ ‫ق َو ِإ ْعزَ ِاز‬

‫ع ِن ْالم ْن َك ِر‬ ِ ‫ْاْل َ ْم َر ِبا ْل َم ْعر ْو‬


َ ‫ف َو النَّ ْه‬
َ ‫ي‬
(Al Zarnuji, t th: 11)

“Ya Allah ,kecuali jika mencari posisi dilakukan untuk amar ma’ruf

nahi mungkar, memperjuangkan kebenaran dan meluhurkan agama, bukan

untuk kepentingan hawa nafsu diri sendiri”.

2. Akhlak kepada Manusia

Dalam point ke dua ini, seorang murid dianjurkan untuk melakukan

hablum minannas dengan baik, ada tiga unsur dalam berakhlak kepada

manusia, yaitu:

a. Akhlak kepada diri sendiri

48
Seseorang sebelum membenahi lingkungan harus bisa merubah diri

sendiri untuk lebih baik terlebih dahulu. Oleh sebab itu dia harus

membiasakan diri untuk berakhlak baik kepada diri sendiri. Beberapa

akhlak yang harus dibiasakan oleh seorang pencari ilmu dia harus

santun, seperti dalam salah hadits rasulullah bersabda

‫ أ َ َّل ِإ َّن‬: ‫ قَ َل َرس ْول اّلل صصصم‬,‫ص ٌل َع ِظ ْي ٌم ِفى َج ِم ْيعِ ْاْل َ ْشيَا ِء‬
ْ َ ‫الر ْفق أ‬
ِ ‫َو‬

ِ‫علَى نَ ْف ِس َك ِع َبا دَة َ اّلل‬ ْ ‫ َو َّل ت ْب ِغ‬,‫الد ْينَ َم ِت ْي ٌن فَأ َ ْو ِغل ْوا فِ ْي ِه ِب ِر ْفق‬
َ ‫ض‬ ِ ‫َهذَا‬

,‫ظ ْهرا أ َ ْبقَى‬ َّ ‫ فَِإ ِ َّن ْالم ْن ِب‬,‫ت َ َعا لَى‬


َ َ‫ت َّل أ َ ْر ضا ق‬
َ ‫ط َع َو َّل‬

(Al Zarnuji, t th:23 )

“sikap santun adalah pangkal segala hal, sebagaimana sabda


Rasulullah SAW: sadarlah, bahwa Islam ini agama yang kokoh, maka
perlakukanlah dirimu dengan santun dan jangan kamu perbuat ibadah
kepada Allah SWT untuk menyengsarakan dirimu, karena orang yang
munbit itu tidak sanggup lagi menerjang bumi dan tiada pula
kendaraannya”.

Sikap kedua yang harus dilakukan kepada diri sendiri adalah sikap

tawadlu’. Pesan Al Zarnuji “bersikaplah tawadlu’, yaitu sikap tengah

antara angkuh dan hina, demikian pula sikap iffah/perwira dan semua

itu dapat dipelajari dalam kitab-kitab akhlak” (As’ad, 2007:22 ).

Orang berilmu hendaklah tidak mencemarkan dirinya sendiri

dengan sifat tama’ terhadap sesuatu yang tidak semestinya, dan

hendaklah pula menjaga diri dari hal-hal yang menghinakan ilmu dan

orang alim. Kemudian yang kedua sikap yang harus dihindari adalah

sombong karena dengan sombong seseorang tidak akan memperoleh

ilmu. Yang ketiga harus menghindari dengki terhadap seseorang. Dan

49
yang terakhir adalah menghindari sifat malas, seperti wasiat Imam

Hanifah kepada Abu Yusuf : “kamu orang bodoh, tetapi kebodohanmu

diusir oleh kontinuitas belajarmu, maka hindarilah bermalas-malasan

karena kemalasan itu jahat dan malapetaka besar” (As’ad, 2007: 63).

b. Akhlak kepada guru

Penuntut ilmu hendaknya mengagungkan ilmu dan ulama serta

memuliakan dan menghormati guru. Karena salah satu kesuksesan

seseorang dapat dilihat dari situ. Dan kegagalan seseorang karena tidak

mau untuk memuliakan dan mengagungan ilmu dan guru, bahkan

meremehkannya.

Namun seorang guru harus mempunyai kriteria, sedikitnya harus

berilmu, agamis dan berakhlak mulia pula. Seorang guru pun harus

menyucikan niatnya hanya karena Allah SWT, untuk mengajarkan

ilmunya. Artinya seorang pendidik bukan semata-mata hanya untuk

mencari material dan menambah wawasan duniawi saja, namun untuk

meraih keridhaan Allah SWT. Keikhlasan guru dalam menularkan

ilmunya kepada murid-muridnya merupakan hal yang akan menjadi

salah satu kunci dari kesuksesan seorang murid.

Seorang guru harus menempatkan diri, bahwa dirinya merupakan

orang tua kedua dari murid-muridnya. Sehingga sebagai seorang guru

harus mempunyai sikap rendah hati dan tidak arogan. Kewibawaan

seorang guru akan muncul ketika dia bisa menjadi contoh untuk

muridnya seperti menghindari tertawa yang berlebihan dan banyak

50
bicara yang tidak berfaedah. Ketika seorang guru sudah berwibawa

dihadapan anak didiknya, diharapkan bisa membina akhlak murid-

muridnya untuk menjadi seseorang yang lebih baik.

c. Akhlak kepada teman

Tak terlupa seorang murid adalah dalam memilih teman hendaklah

memilih orang yang tekun, wira’i, berwatak jujur dan mudah

memahami masalah ; hendaklah menjauh dari pemalas, pengangguran,

suka banyak bicara, suka mengacau dan gemar memfitnah(As’ad,

2007: 32). Kemudian ketika mencari ilmu murid dianjurkan untuk

berkasih mesra dengan guru dan teman-teman sebangku pelajarannya

agar mudah mendapat pengetahuan dari mereka.

Ada sebuah syair yang berbunyi : jangan kau temani orang

pemalas, hindarilah semua tingkahnya, banyak orang shalih menjadi

rusak karena imbas dari orang lain. Menjalar ketololan pada cendikia,

amat cepat terlalu, laksana bara api ia padam di atas abu (As’ad, 2007:

34).

Adapula kata mutiara dalam bahasa Persia : kawan yang jahat lebih

berbahaya dibanding ular yang berbisa, bahkan kawan yang jahat akan

menyeretmu ke neraka jahim, dan kawan yang baik dia mengajakmu

ke sorga na’im(As’ad, 2007: 34).

3. Akhlak kepada Ilmu

Menghormati ilmu salah satunya yaitu dengan menghormati kitab.

Seorang santri dilarang memegang kitab kecuali dengan kondisi suci.

51
Imam Syamsul A’immah Al Halwani berkata “Aku memperoleh ilmu

ini karena aku menghormatinya. Aku tidak pernah mengambil kitab

kecuali dalam keadaan suci”. Ilmu itu adalah cahaya dan wudhu itu

juga cahaya. Sedangkan cahaya ilmu tidak akan bertambah kecuali

dengan berwudhu. Para santri juga dilarang meletakkan kitab didekat

kakinya ketika duduk bersila, dalam menulis kitabnya tulisannya harus

jelas dan memakai tinta merah dalam menulis kitab (As’ad, 2007: 44).

Dalam mencari sebuah ilmu dapat melalui berbagai jalan, baik itu

dari buku, teman, pengalaman dan dari seorang guru. Untuk menguji

ilmu yang kita peroleh dapat melakukan diskusi. Yaitu dengan

mudzakaroh yaitu tukar pendapat untuk saling melengkapi

pengetahuan masing-masing, kemudian dapat mengunakan

munadhoroh adalah saling mengkritisi pendapat masing-masing atau

dengan muthorohah yaitu adu pendapat untuk diuji dan dicari mana

yang benar.

Rasa sabar, tabah dan istiqomah dalam belajar sangat diperlukan.

Al zarnuji berpendapat bahwa pelajar hendak kontinu dalam belajar

dan mengulangi pelajaran yang terlewat di awal dan di akhir waktu

malam yaitu saat antara magrib dengan isya dan waktu sahur atau

menjelang subuh karena dua waktu itu adalah waktu yang diberkahi

Allah SWT.

Selain mengulangi pelajaran yang sudah disampaikan, disarankan

pula untuk menghafal dan mencatat apa yang di peroleh dengan tulisan

52
yang baik. Karena hafalan akan mudah hilang sedangkan tulisan lebih

tahan lama. Al Zarnuji berkata dalam kitabnya, faktor-faktor

seseorang kuat dalam hafalan :

‫ص ََل‬ ِ َ‫ َو ت َ ْق ِل ْيل ْال ِغذ‬, ‫ظ َبة‬


َ ‫اء َو‬ َ ‫ب ْال ِح ْف ِظ ْال ِجدُّ َو ْالم َو ا‬
ِ ‫َو أ َ ْق َو ى أ َ ْس َبا‬

,‫ة اللَّ ْي ِل‬

ْ ‫ش ْي ٌء أ َ ْز يَدَ ِل ْل ِح ْف ِظ ِم ْن قِ َرا َء ةِ ْالق ْر أ َ ِن َن‬


‫ظرا‬ َ ‫صصصصصصصصصلَ ْي‬
َ ‫س‬

َ‫علَى النَّ ِبي ِ فَِإ ِ نَّه ِذ ْك ٌر ِل ْلعَا لَ ِم ْين‬ َّ ‫َوي ْكثِر ال‬
َ َ ‫ص ََل ة‬

ُّ ‫الس َواك َوش ْرب ْال َع ِس ِل َو أ َ ْكل ْال َك ْندَ ِر َم َع ال‬


‫س َّك ِر َو أ َ ْكل إ ْحدَ ى َو‬ ِ ‫َو‬

َ‫ِع ْش ِر ْينَ زَ ِب ْي َبة َح ْم َرا َء ك َّل َي ْومصصصصصصصص‬

‫ت َي ِز ْيد ِفى ْال ِح ْف ِظصصص‬ ُّ ‫َوك ُّل َما يقَ ِلل ْال َب ْلغَ َم َو‬
ِ ‫الرط ْو َبا‬

(Al Zarnuji, t th:41-42 )

a. Bersungguh-sungguh dan kontinu dalam belajar

b. Menyedikitkan makan

c. Memperbanyak sholat sunnah malam

d. Membiasakan membaca Al Quran

e. Memperbanyak sholawat kepada Nabi Muhammad SAW

f. Bersiwak

g. Minum madu, memakan kandar (menyan putih) dengan gula, dan

menelan kismis 21 butir setiap hari

h. Makan sesuatu yang mengurangi dahak .

Kemudian ada faktor-faktor yang melemahkan hafalan.

53
‫ب َو ْالهم ْو ِم‬ ِ ‫الن ْس َيا نَ َفا ْل َم َعا‬
ِ ‫صى َو َكثْ َرة الذُّ ن ْو‬ ِ ‫َوأ َ َّما َما ي ْو ِرث‬

ِ ِِ ‫اْل ْشتِغَا ِل َو ْالعَ ََل‬


‫ق‬ ِ ْ ‫ َو َكثْ َرة‬,‫ان فِى أم ْو ِر الدُّ ْنيَا‬
ِ َ‫َو ْْل َ ْحز‬

ِ ‫طبَ ِة َوالنُّفَّا حِ ْال َحا ِم‬


,‫ض‬ ْ ‫الر‬
َّ ِ‫ َفأ َ ْكل ْال َك ْزبَ َرة‬: ‫َو أ َ َّما أ َ ْسبَا ب نِ ْسيَا ِن‬

‫ار‬
ِ ‫ط‬َ ‫ َو ْالمر ْور َب ْينَ ِق‬,‫ َوقِ َرا َء ة لَ ْوحِ ْالقب ْو ِر‬,‫ب‬ ْ ‫ظر ِإلَى ْال َم‬
ِ ‫صل ْو‬ َ َّ‫َوالن‬

َ َ‫ َوا ْل ِح َجا َمة عل‬,‫ض‬


‫ى ن ْق َر ِة‬ َ ِ ‫ َو ِإ ْلقَاء ْالق َّم ِل ْال َحي‬,‫ْال ِج َما ِل‬
ِ ‫علَى ْاْل َ ْر‬

ِ ‫ كلُّ َها ي ْو ِر ث‬,‫ْالقَفَا‬


‫الن ْس َيانَ ص‬

(Al Zarnuji, t th:42 )

a. Berbuat maksiat

b. Berbuat dosa

c. Keinginan dan kegelisahan perkara dunia

d. Memakan ketumbar basah

e. Memakan buah-buahan yang asam

f. Melihat orang disalib

g. Membaca tulisan dipatok kuburan

h. Berjalan antra gandengan onta

i. Membuang kutu kepala hidup-hidup ke tanah

j. Bekam pada lekuk leher belakang.

54
B. Relevansi Pendidikan Akhlak Dalam Kitab Ta’lim Muta’allim Dengan

Dunia Pendidikkan.

Di zaman sekarang ini, tentu berbeda dengan pada saat Al Zaruji masih

menuntut ilmu. Dengan realita yang ada saat ini banyak sekali kita lihat

bahwa moral atau akhlak sudah tidak diperhatikan lagi. Orang tua hanya

melihat hasil pendidikan yang dapat dilihat oleh mata saja bukan dari akhlak

dari seorang anak. Lembaga pendidikan seharusnya mendidik anak dalam

bidang jasmani dan rohani secara seimbang supaya tercipta anak bangsa yang

unggul dalam berakhlak. Akan tetapi sekarang berubah makna, anak yang

berpendidikan belum tentu berakhlak baik. Sudah bukan hal yang tabu lagi,

kita melihat secara fakta bahwa pejabat-pejabat di Negara kita khususnya

sekarang ini mereka berpendidikan tinggi, bahkan tak jarang mereka lulusan

dari perguruan tinggi di luar Negeri namum mereka tak sedikit yang kering

akan aspek spiritual terutama akhlak.

Pemikiran-pemikiran dari seorang Al Zarnuji cukup relevan untuk

mengembalikan pendidikan pada fungsinya. Melihat dunia pendidikan

sekarang sangat ironis banyak seorang pendidik atau guru yang sudah

kehilangan wibawa dan di segani oleh murid-muridnya, alhasil banyak guru

yang dilaporkan muridnya dengan tuduhan kekerasan kepada murid, padahal

bila melihat hal yang dilakukan guru adalah sebuah peringatan kepada

muridnya supaya muridnya menjadi seseorang yang lebih baik. Oleh karena

itu konsep hubungan antara guru yang berwibawa namun tetap akrab dengan

murid harus ada. Wibawa seorang guru dan akrab dengan murid adalah dua

55
unsur yang sangat esensial untuk membentuk lingkungan pendidikan yang

baik, benar dan sehat. Seorang guru yang wibawa, disegani dan akrab dengan

murid akan mampu membentuk kepribadian seorang murid dalam hal

akhlak yang baik bukan sekedar memberi pelajaran yang meningkatkan

intelektual saja.

Ketaatan kepada guru dan orang tua harus ditanamkan sejak awal. Karena

akan membentuk kepribadiaan seorang anak dalam menuntut ilmu. Seorang

murid yang ta’dzim dengan guru dia akan dipermudah dalam segala hal,

seperti proses masuknya ilmu yang diberikan seorang guru kepada murid.

Selain itu seorang pencari ilmu harus berakhlak baik terhadap diri sendiri dan

kepada teman-temannya.

Oleh karena itu lembaga pendidikan di Indonesia khususnya, harus bisa

memproduksi calon-calon pemimpin bangsa yang kaya akan moral dan

akhlak yang baik sesuai kaidah-kaidah Islam. Karena apabila akhlak sudah

baik secara otomatis hal apapun akan membaik. Walaupun hal tersebut tidak

mudah, berbagai elemen harus saling mendukung baik lingkungan keluarga,

lingkungan masyarakat dan lingkungan pendidikan.

C. Kelebihan dan Kelemahan Pemikiran Al Zarnuji Terhadap Pendidikan

1. Kelebihan Al Zarnuji Tentang Pendidikan

Konsep pendidikan beliau tertuang dalam karya monumentalnya, kitab

“Ta’lim al-Muta’allim Thuruq al-Ta’allum”. Kitab ini diakui sebagai

karya yang monumental dan sangat diperhitungkan keberadaannya. Kitab

ini juga banyak dijadikan bahan penelitian dan rujukan dalam penulisan

56
karya-karya ilmiah, terutama dalam bidang pendidikan. Kitab ini tidak

hanya digunakan oleh ilmuwan Muslim saja, tetapi juga dipakai oleh para

orientalis dan penulis barat.

Keistimewaan lain dari kitab Ta’lim Muta’allim ini terletak pada

materi yang dikandungnya. Meskipun kecil dan dengan judul yang

seakan-akan hanya membahas metode belajar, sebenarnya esensi kitab ini

juga mencakup tujuan, prinsip-prinsip dan strategi belajar yang

didasarkan pada moral religius. Kitab ini tersebar hampir ke seluruh

penjuru dunia. Kitab ini juga dicetak dan diterjemahkan serta dikaji di

berbagai dunia, baik di Timur maupun di Barat. Di Indonesia, kitab

monumental tersebut dikaji dan dipelajari hampir di setiap lembaga

pendidikan klasik tradisional seperti pesantren, bahkan di pondok

pesantren modern.

Al Zarnuji mengutamakan akhlak seseorang murid kepada guru,

akhlak sesama penuntut ilmu, dan akhlak kepada ilmu. Materi-materi di

dalamnya sangat mudah dipelajari dan dipahami. Materi ini telah

menggali dan menghidupkan kembali nilai-nilai etika dalam proses

pendididkan dan sekaligus menjadikan sebagai dasar pembentukan akhlak

dan landasan dalam membina hubungan yang harmonis antara guru

dengan murid yang berorientasi pada hubungan yang etis humanis.

Karena orientasi pendidikannya bertujuan untuk kebahagiaan dunia

akhirat.

57
2. Kelemahan Al Zarnuji Tentang Pendidikan

Melihat dari situasi dan kondisi Al Zarnuji hidup maka berbeda sekali

dengan situasi dan kondisi pada zaman saat ini. Dan menjadi sebuah

persoalan konsep pendidikan yang ditawarkan Al Zarnuji apakah masih

relevan dengan dunia pendidikan saat ini. Salah satu contoh adalah peran

dan perilaku dalam menghormati guru. Jika pendapat Al Zarnuji

disampaikan secara eksklusif maka yang pada akhirnya terjadi adalah

kepatuhan murid tanpa syarat kepada seorang guru. Disinilah pada

nantinya pendidikan akan kehilangan signifikansinya. Jadi kelemahan

yang dimungkinkan muncul dari pemikiran Al Zarnuji adalah pemahaman

yang tekstual terkait dengan karyanya, akan membuka peluang

munculnya sikap ketergantungan.

58
BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Setelah dilakukan pembahasan dan analisis mulai dari bab I sampai

dengan bab IV, guna menjawab pokok permasalahan dalam penelitian yang

dilakukan, maka ada beberapa hal yang menjadi titik tekan sebagai

kesimpulan dalam skripsi ini, yaitu:

1. Nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kitab Ta’limul Muta’allim

a. Didalam kitab ini Al Zarnuji menuliskan beberapa akhlak yang harus

dipenuhi oleh setiap murid dalam mencari ilmu, yang pertama adalah

akhlak kepada Allah, akhlak terhadap manusia dan akhlak terhadap

ilmu. Berikut penjelasannya :

1) Akhlak terhadap Allah SWT yang ditekankan pada kitab ini

adalah seorang pencari ilmu harus pandai-pandai bersyukur atas

yang diberikan Allah kepada kita dan ketika seorang sudah

mempunyai ilmu dia harus bisa mengamalkan ilmu yang dia

miliki, bukan sekedar mengetahuinya saja dengan cara beramar

ma’ruf nahi mungkar.

2) Akhlak kepada manusia, penulis membaginya menjadi 3, yaitu

a) Berakhlak pada diri sendiri, dengan cara dia bisa bersikap

santun kepada semua orang terutama kepada orang yang

berilmu dan yang lebih tua dari dirinya, kemudian dia harus

tawadlu’ dan bisa beristiqomah dalam mencari ilmu. Seorang

59
berilmu harus menghindari perilaku-perilaku atau akhlak yang

tidak baik khususnya sifat tama’, sombong dan dengki

terhadap orang lain.

b) Akhlak murid kepada utstadz. Seorang murid harus bisa

menghormati dan memuliakan gurunya.

c) Akhlak kepada teman. Kita harus berakhlak baik kepada

teman, harus bisa berkasih sayang. Ketika mencari teman

harus pandai memilih teman seperti teman yang tekun dalam

belajar, wira’i, dan jujur. Kemudian kita bisa menghindari

dari teman yang pemalas, pengangguran, banyak bicara, suka

memfitnah dan suka mengacau.

3) Seorang pencari ilmu harus bisa berakhlak baik kepada ilmu,

maksudnya dalam mencari ilmu seseorang harus bisa tabah dan

sabar karena pasti banyak godaan dan rintangan entah itu dari diri

sendiri maupun lingkungan diman kita mencari ilmu.

b. Pedidikan akhlak merupakan proses pengembangan nilai-nilai akhlak

pada diri sehingga terbangun pribadi yang berakhlakul kariamah dan

tercermin dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan penulis dalam

kitab Ta’limul muta’allim ini dalam mencari ilmu seseorang harus

melalui beristiqomah dan sabar, kemudian dalam bergaul dengan

teman serta ta’dzim kepada guru harus menggunakan adab-adab yang

sudah tertulis dalam pemaparan di atas.

60
2. Relevansi nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kitab Ta’lim muta’allim

dengan pendidikan.

Dalam penelitian ini penulis menitik beratkan kepada dua faktor

dalam pendidikan, yaitu pendidikan intelektual dan pendidikan moral.

Penekanan Al Zarnuji terhadap dua aspek tersebut bisa menjadi sebuah

jawaban dari dunia pendidikan sekarang yang krisis akan moral dan lebih

menekankan kepada aspek intelektual saja. Bagi beliau pendidikan yang

dilakukan setiap orang bukan untuk menghasilkan manusia yang baik

dalam lahirnya saja, namun Al Zarnuji menginginkan seseorang yang telah

berilmu bisa baik secara batiniahnya dan perbuatannya. Yang terpenting

adalah proses dalam mencari ilmu, hasil yang baik adalah sebuah

penghargaan bagi seorang pencari ilmu.

B. SARAN

Berdasarkan pembahasan dalam penelitiaan diatas, penulis memberikan

saran yang bersifat membangun kepada pihak-pihak yang terkait dengan

dunia pendidikan, yaitu :

1. Pemerintah khususnya Kementrian Agama dan kementrian pendidikan

harus lebih menitik beratkan kepada pendidikan akhlak terhadap peserta

didik, tanpa melupakan dan mengurangi aspek intelektualitasnya.

2. Seorang pendidik harus bisa menbaca situasi pendidikan modern ini, dan

tetap profesional serta berpegang teguh kepada nilai-nilai pendidikan

akhlak dalam agama Islam.

61
3. Seorang peserta didik harus sadar diri dan tetap istiqomah serta sabar

dalam mencari suatu bidang keilmuaan.

4. Untuk para mahasiswa fakultas tarbiyah dan ilmu keguruan harus peka

terhadap kondisi pendidikan di Negara ini, dan terus mencari jalan

keluar terhadap permasalahan-permasalahan yang ada serta terus

menggali kembali pemikiran-pemikiran tokoh pendidikan baik yang

klasik maupun modern yang pas untuk diterapkan di Indonesia.

C. PENUTUP

Alhamdulillahirobbil’alamin, penulis panjatkan kehadirat Illahi Robbi

Sang Maha Pengatur dan Pencipta Alam Semesta, yang telah memberikan

hidayah dan taufiq-Nya. Sehingga penulis telah dapat menyelesaikan skripsi

ini dengan judul “Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak dalam Kitab Ta’limul

Muta’allim Karya Burhanuddin Al Zarnuji“ yang masih jauh dari sempurna.

Maka untuk kesempurnaan skripsi ini, penulis menerima masukan, kritik, dan

saran. Penulis juga menyadari bahwa tanpa bimbingan dari dosen

pembimbing tentu penulis akan mengalami kesulitan dalam penulisan skripsi

ini. Oleh sebab itu, tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada

Bapak Dra. Urifatun Anis, M.Pd.I selaku dosen pembimbing skripsi. Semoga

segala amal kebaikannya dibalas oleh Allah SWT. Akhir penulisan ini penulis

berharap dengan keridhoan Allah SWT. Semoga skripsi ini bisa bermanfaat,

terutama terhadap penulis sendiri dan para pembaca yang budiman pada

umumnya. Aamiin.

62
DAFTAR PUSTAKA

Achmad, Mudlor. 1997. Etika dalam Islam. Surabaya: Al Ikhlas

Afandi, Mochtar dan Maemonah, Reward dan Punishment Sebagai Metode


Pendidikan Anak Menurut Ulama Klasik (Studi Pemikiran Ibnu Maskawih,
Al-Ghozali Dan Al-Zarnuji), (Semarang: Tesis Program Pasca Sarjana IAIN
Walisongo; 2001), hlm. 52, t.d
Al Ghulayani, Musthafa.t.th, ‘idzatun Nasyi’in. Surabaya: al Hidayah

Al Zarnuji, t.th, Ta’limul Muta’allim.

As’ad, Aliy, 2007. Terjemah Ta’limul Muta’alim. Kudus: Menara Kudus

Asrori, Muhammad. 2008. Psikologi Perkembangan. Bandung: CV Wacana


Prima
Baharuddin dan Esa Nur wahyuni, 2010, Teori Belajar dan Pembelajaran,
Jogjakarta: Ar-Ruzz media
Darajat, Zakiyah. 1984. Dasar-Dasar Agama Islam(Buku Tesk Pendidikan Agama
Islam Pada Perguruan Tinggi Umum). Jakarta. Bulan Bintang
Depag RI. 1991/1992. Himpunan Peraturan Perundang-undangan Sistem
Pendidikan Nasional, Jakarta. Dirjend. Binbaga Islam (di dalam buku
dasar2 ilmu pendidikan Hasbullah)
Ensiklopedia Pendidikan. 2009.

Hamka. 1992. Akhlaqul Karimah. Jakarta: Pustaka Panjimas

Hasbullah. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT RajaGrafindo


Persada
Imam Tholkhah dan Ahmad Barizi. 2004. Membuka Jendela Pendidikan
mengurai Akar Tradisi dan Interaksi Keilmuan Penidikan Islam. Jakarta.
PT. Raja Grafindo Persada.
Iqbal, Muhammad Abu. 2015. Pemikiran Pendidikan Islam Gagasan-gagasan
Besar Para ilmuan Muslim. Yogyakarta:Pustaka Pelajar
Langgulung, Hasan,1988 Pendidikan Islam Menghadapi Abad ke 21,Jakarta:
Pustaka al-Husna

63
. 1989. Manusia dan Pendidikan : Suatu Analisa Psikologi
dan Pendidikan. Jakarta: Pustaka al-Husna
Nasir. 1991. Tinjauan Akhlak. Surabaya: Al-Ikhlas

Nata, Abudin. 2001. Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Raja
Grafindo

Omar Mohammad al-Taumy al-Syaibani. 1979. Falsafah Pendidikan Islam, terj.


Hasan Langgulung. Bandung: Bulan Bintang

Pedoman Penulisan Skripsi dan Tugas Akhir STAIN Salatiga. 2008

Pimay, Awaluddin. 1999. Konsep Pendidik dalam Islam (Studi Komparasi atas
Pandangan al-Ghozali dan al-Zarnuji). Semarang. Tesis PPS IAIN
Walisongo Semarang.
Qabbani, Marwan. 1981. Syeikh Al Zarnuji. Beirut: Dar Al Maktab Al Islami

Sarosa, Samiaji. 2012. Penelitian Kualitatif Dasar-Dasar. Jakarta: Indeks

Sudarto, Abdul Hakim. 1995. Islam Berbagai Perspektif. Yogyakarta: LPMII

Suwarno. 1985. Pengantar Umum Pendidikan, Jakarta, Aksara Baru (di dalam
buku dasar2 ilmu pendidikan Hasbullah)

Syikh Ibrahim bin Ismail. 1993. Syarku Ta’lim Al-Muta’allim. Semarang: CV.
Toha Putra

Syukur, Amin, 2010. Studi Akhlak. Semarang. Walisongo Press

Toha, Chabib. 1996. Kapita Selekta Pendidikan Agama Islam. Yogyakarta.


Pustaka Pelajar

Zuhairi, 1992. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara

64
65
DAFTAR NILAI SKK

Nama : Muhammad Bayu Pamungkas

NIM : 111-12-110

Fakultas : Tarbiyah dan Ilmu Keguruuan

Jurusan : Pendidikan Agama Islam

Dosen Pembimbing :

No Nama Kegiatan Pelaksanaan Keterangan Nilai


1. OPAK STAIN Salatiga 05-07 September Peserta 3
2012 2012
2. OPAK Jurusan Tarbiyah 08-09 September Peserta 3
STAIN Salatiga 2012 2012
3. Orientasi Dasar 10 September 2012 Peserta 2
Keislaman “Membangun
Karakter Keislaman
Bertaraf Internasional di
Era Globalisasi Bahasa”
4. Seminar 11 September 2012 Peserta 2
Entrepreneurship dan
Perkoperasian “Explore
Your Entrepreneurship
Talent”
5. Achievment Motivation 12 September 2012 Peserta 2
Training “Dengan AMT,
Bangun Karakter Raih
Prestasi”
6. Library user education 13 September 2012 Peserta 2
7. Seminar Nasional LPM 29 September 2012 Peserta 8
Dinamika “Urgensi
Media dalamPergulatan
Politik”
8 Masa Penerimaan 05-07 Oktober 2012 Peserta 2
Anggita Baru PMII
“Membentuk Militansi
Kader Menuju
Mahasiswa Yang Ideal”
9 PLCPP ke 22 18 Oktober 2012 Peserta 2
“Pendidikan Pramuka
66
Sebagai Pembentuk
karakter Pandega yang
Berdisiplin dn
Berkredibilitas tinggi
untuk Membangun
Indonesia”
10 Pertandingan Futsal 9 Desember 2012 Peserta 2
Persahabatan Racana Se-
Kota Semarang Dan
Sekitarnya
11 Surat Keputusan 17 Januari 2013 Pengurus 4
Pengangkatan Pengurus
HMJ Tarbiyah STAIN
Salatiga Masa Bakti
2012-2013
12 Pelatihan Karya Tulis 16 Maret 2013 Panitia 3
Ilmiah HMJ Tarbiyah
“Karya Ilmiyah Sebagai
Wujud Pelaksanaan
Tridharma Perguruan
Tinggi”
13 Seminar Nasional 26 Maret 2013 Peserta 8
DEMA STAIN
“Ahlussunnah
Waljamaah dalam
Perspektif Islam
Indonesia”
14 Seminar Nasional dan 20 April 2013 Panitia 8
Dialog Publik HMJ
Tarbiyah dan Syari’ah
“Minimnya Pasokan
energy, Pembatasan
Subsidi BBM dan Peran
Masyarakat dalam
Penghematan Energi”
15 Seminar Pendidikan 2 Mei 2013 Panitia 3
HMJ Tarbiyah
“Menimbang Mutu dan
Kwalitas Pendidikan di
Indonesia”
16 Pelatihan Strategi 8 Juni 2013 Peserta 2
Sukses Kuliah
17 Seminar Nasional 08 Juli 2013 Peserta 8
DEMA STAIN
“Mengawal
Pengendalian BBM
67
Bersubsidi, Kebijakan
BLSM Yang Tepat
Sasaran Serta
Pengendalian Inflasi
Dalam Negeri Sebagai
Dampak Kenaikan
Harga BBM Bersubsidi
18 Surat Keputusan Panitia 26 Agustus 2013 Panitia 3
OPAK Jurusan Tarbiyah
STAIN periode 2013
19 Sosialisasi dan 30 September 2013 Panitia 8
Silaturahmi Nasional
HMJ Tarbiyah dan
Syari’ah “Sosialisasi UU
No.1 th 2013, Peran
Serta Fungsi OJK dan
Peran Pemerintah dalam
Pengawasan LKM
(Lembaga Keuangan
Mikro)
20 Sosialisasi 4 Pilar 24 Oktober 2013 Peserta 8
Kebangsaan dan
Seminar Nasional “4
Pilar Kebangsaan Untuk
Mempertegas Karakter
Ke Indonesiaan”
21 Sosialisasi Pancasila, 25 Oktober 2013 Peserta 8
UUD 1945, NKRI, dan
Bhineka Tunggal Ika
22 Surat keputusan KPUM 31 Oktober 2013 Pengurus 3
dan PANWASLU
Mahasiswa tahun 2013
23 Seminar Nasional HMJ 18 November 2013 Panitia 8
Tarbiyah “Guru Kreatif
dalam Implementasi
Kurikulum 2013”
24 Dialog Energi “Dampak 12 Desember 2013 Peserta 2
Kenaikan Tarif Dasar
Listrik Terhadap
Perekonomian
Indonesia, Solusi
Menciptakan Listrik
Murah Untuk Rakyat
Kecil dan Industri dalam
negeri”
25 Pelatihan Administrasi 24 Januari 2014 Peserta 2
68
PMII “Menciptakan
keseragaman dalam
Management
Administrasi dan
Keuangan Demi Menuju
Tertib Organisasi”
26 Sosialisasi HIV/ AIDS 06 April 2014 Peserta 2
PCNU Salatiga “Pelajar
Berkualitas Tanpa
HIV/AIDS, pelajar
Berakhlak Tanpa
Diskriminasi Pelaku
HIV/AIDS”
27 Pendidikan dan Latian 13-14 Mei 2014 Panitia 3
Keprofesian HMJ
Tarbiyah “Mencerahkan
Dunia Pendidikan
Melalui Kreatifitas
Guru”
28 Seminar Regional FK- 13-14 September Panitia 3
WAMA “Rekontruksi 2014
Karakter Mahasiswa
dalam Upaya
Pembangunan Menuju
Magelang Yang Beretika
dan Berpendidikan”
29 PERBASIS 27 November 2014 Peserta 2
(Perbandingan Bahasa
Arab Bahasa Inggris)
CEC dan ITTAQO
30 Seminar Regional FK- 20 Maret 2015 Panitia 3
WAMA “Menggali Ilmu
Pendidikan Islam dalam
Kesenian Tradisional
Kubro Siswo”
31 Seminar Nasional 30 Oktober 2015 Peserta 8
Kewirausahaan
DISPERINDAGKOP
Salatiga “Jiwa Muda,
Berani Berwirausaha”
32 IAIN bersholawat dan 03 November 2015 Peserta 2
Orasi Kebangsaan
“Menyemai Nilai-Nilai
Islam Indonesia Untuk
Memperkokoh NKRI
Dalam Mewujudkan
69
70
71
72
73

Anda mungkin juga menyukai