Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang


Penyakit diare di Indonesia sampai saat ini masih merupakan salah satu
penyakit endemis dan masih sering menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) di
masyarakat oleh karena seringnya terjadi peningkatan kasus-kasus pada saat atau
musim-musim tertentu yaitu pada musim kemarau dan pada puncak musim hujan
(Sunoto, 1990). Penyakit diare masih termasuk dalam 10 penyakit terbesar di
Indonesia tahun 1999 sebesar 5 per 1000 penduduk dan menduduki urutan kelima dan
10 penyakit terbesar.
Penyakit diare masih sering menimbulkan KLB (Kejadian Luar Biasa) seperti
halnya Kolera dengan jumlah penderita yang banyak dalam waktu yang singkat.
Namun dengan tata laksana diare yang cepat, tepat dan bermutu kematian dapat
ditekan seminimal mungkin.
Diare hingga kini masih merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian
pada bayi dan anak-anak. Saat ini morbiditas (angka kesakitan) diare di Indonesia
mencapai 195 per 1000 penduduk dan angka ini merupakan yang tertinggi di antara
negara-negara di Asean (kalbe.co.id). Diare juga masih merupakan masalah
kesehatan yang penting di Indonesia. Walaupun angka mortalitasnya telah menurun
tajam, tetapi angka morbiditas masih cukup tinggi Penanganan diare yang dilakukan
secara baik selama ini membuat angka kematian akibat diare dalam 20 tahun terakhir
menurun tajam. Walaupun angka kematian sudah menurun tetapi angka kesakitan
masih cukup tinggi. Lama diare serta frekuensi diare pada penderita akut belum dapat
diturunkan.
B.     Rumusan Masalah
1. Apa diare itu ?
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kejadian diare ?
3. Sebutkan gejala penyakit diare ?
4. Apa saja penyebab terjadinya diare ?
5. Bagaimana penyebaran dan cara penularan penyakit diare ?
6. Apa saja jenis-jenis diare itu?
7. Bagaiman cara pencegahan dan perawatan diare ?
C.    Tujuan
1. Mengetahui pengertian diare
2. Mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kejadian diare
3. Mengetahui gejala penyakit diare ?
4. Mengetahui penyebab terjadinya diare ?
5. Mengetahui penyebaran dan cara penularan penyakit diare ?
6. Mengetahui jenis-jenis diare itu?
7. Mengetahui cara pencegahan dan perawatan diare ?
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian
Diare adalah adalah kondisi di mana terjadi frekuensi defekasi yang abnormal
(lebih dari 3 kali per hari) serta perubahan dalam isi (lebih dari 200 gram per hari)
dan konsistensi (feses cair). Pada definisi ini jelas menyebutkan frekuensi diare
terjadi lebih dari 3 kali dalam sehari. (Smeltzer, 2002).
Diare juga merupakan keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada
bayi dan lebih dari 3 kali pada anak dengan konsistensi feses encer dapat berwarna
hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja (WHO,1980).
Definisi diare yang diberikan oleh Depkes RI (2003) adalah penyakit yang
ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi feses melembek sampai mencair
dan bertambahnya frekuensi buang air besar (BAB) lebih banyak dari biasanya
(lazimnya 3 kali atau lebih dalam sehari).
Diare merupakan keadaan dimana seseorang menderita mencret-mencret,
tinjanya encer,dapat bercampur darah dan lendir kadang disertai muntah-muntah.
Sehingga diare dapat menyebabkan cairan tubuh terkuras keluar melalui tinja. Bila
penderita diare banyak sekali kehilangan cairan tubuh maka hal ini dapat
menyebabkan kematian terutama pada bayi dan anak-anak usia di bawah lima tahun
(Ummuauliya. 2008).
Beberapa definisi yang telah disebutkan di atas, menjelaskan definisi diare
berdasarkan konsistensi dan bentuk tinja (feses) yang melembek dengan atau tanpa
menunjuk pada frekuensi diarenya. Bahkan definisi diare yang diberikan WHO secara
spesifik juga menyebutkan diare dengan feses yang berwarna hijau, bercampur lendir
dan atau darah. Dengan demikian, secara umum berdasarkan beberapa definisi diare
dapat disebutkan bahwa diare adalah penyakit yang ditandai dengan buang air besar
yang sering melebihi keadaan biasanya dengan konsistensi tinja yang melembek
sampai cair dengan atau tanpa darah dan atau lendir dalam tinja.
B.  Faktor yang mempengaruhi kejadian Diare
Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian diare antara lain faktor gizi.
kepadatan penduduk, sosial ekonomi, perilaku, dan kesehatan lingkungan
(Sutoto.1992 ) :
1. Faktor Gizi
Beratnya dan lamanya diare sangat dipengaruhi oleh status gizi penderita.
Pada penelitian yang cermat insiden diare pada anak bergizi kurang ternyata
saran dengan anak yang gizinya baik. Namun anak yang gizinya menderita diare
lebih berat dan keluaran tinja lebih banyak sehingga dehidrasi lebih berat. Juga
diare pada anak bergizi kurang berlangsung lebih lama, sebagian karena
penyembuhan dan perbaikan kerusakan usus akibat infeksi lebih lambat terjadi
pada anak yang gizinya kurang (Depkes RI. 1990).
Jadi proses diare dan gizi kurang merupakan lingkaran setan. Diare
mendorong anak ke arah gizi kurang, dan gizi kurang mendorong anak ke arah
diare yang lebih berat. Bila lingkaran ini tidak diputus pada waktunya mungkin
dapat amat berat atau karena infeksi lain menimbulkan kematian, karena diare
yang misalnya penemonia. (Depkes RI, 1990).
2. Faktor Kepadatan Penduduk
Jumlah penduduk yang padat dapat memudahkan terjadinya penularan diare.
Kelompok usia di bawah lima tahun merupakan kelompok umur yang paling
banyak menderita diare. Penelitian tentang hubungan pengetahuan, sikap dengan
kejadian diare pada anak balita yang tinggal bersama ibu dan jumlah anggota
keluarga banyak mempunyai hubungan yang bermakna. (Tandiyo, 1984).
Selain itu rumah tinggal dengan kepadatan 10 meter persegi atau lebih untuk
tiap orang, didapati kejadian diare anak balita 10,3 % di kota dan 9,7 % di desa.
Sedangkan kepadatan kurang dari 10 meter persegi tiap orang 11,8 % dan 13,5
%.
Rumah tinggal merupakan kebutuhan pokok disamping sandang dan pangan.
Demi kenyamanan tinggal di rumah maha seharusnya rumah memenuhi
kebutuhan kondisi tempat tinggal yang sehat. Rumah yang sehat dengan
memenuhi tata ruang yang memenuhi syarat dapat menghindari terjadinya dan
menularnya penyakit. Kepadatan hunian adalah satu unsure kenyamanan tinggal
di rumah, perlu dipikirkan dan diupayakan 10 meter persegi atau lebih tiap orang,
mengingat kepadatan hunian termasuk factor yang mempunyai pengaruh
dominan terhadap kejadian diare anak balita. Dalam analisis ini hampir 60,%
anak balita tinggal di rumah dengan kepadatan kurang dari 10 meter persegi tiap
orang. Anilisis faktor ini menunjukkan anak-anak balita yang tinggal di rumah
dengan kepadatan kurang dari 10 meter persegi tiap orang mempunyai resiko
menderita diare 1,37 kali dibanding anak balita yang tinggal di rumah dengan
kepadatan 10 meter persegi atau lebih tiap orang. Risiko ini mengingat menjadi
1,85 setelah kepadatan hunian berinteraksi dengan faktor sosial demografi dan
lingkungan yang lain (Joko Iriantc dkk ; Analisis Lanjut SDKI, 1994).
3. Faktor Sosial Ekonomi
Sosial ekonomi masyarakat yang rendah dapat mempengaruhi tingkat
partisipasi aktif dalam melaksanakan upaya pelayanan kesehatan masyarakat,
misalnya meningkatkan fasilitas kesehatan, meningkatkan status gizi masyarakat.
Hal ini merupakan faktor yang berhubungan dengan kejadian diare di
masyarakat. Selain itu masyarakat yang berpenghasilan rendah pada umumnya
mempunyai keadaan sanitasi dan hygiene perorangan yang buruk (Tandiyo,
1984).
4. Faktor Prilaku Masyarakat
Kebiasaan yang berhubungan dengan keberhasilan. adalah bagian terpenting
dalam penularan kuman diare, mengubah kebiasaan tertentu seperti mencuci
tangan dapat memutuskan penularan. Mencuci tangan dengan sabun terutama
sesudah buang air besar dan sebelum menyiapkan makanan atau makan, telah
dibuktikan mempunyai dampak dalam kejadian diare dan harus menjadi sasaran
utama dalam pendidikan kebersihan, Sebagai contoh rotavirus dapat terdeteksi
dalam air mencuci tangan dari 79 % perawat pasien yang datang dan dirawat di
sebuah rumah sakit di Banglades karena diare (Akral, 1990).
Menurut Sunoto (1990) penurunan 14-48 % kejadian diare dapat diharapkan
sebagai hasil pendidikan tentang kebersihan dan perbaikan kebiasaan. Kebiasaan
adat istiadat dapat mempeugaruhi kesenatan individu. Oleh sebab itu faktor
kebiasaan merupakan faktor yang penting dalam penyebaran terjadinya penyakit
diare antara lain penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak saniter.
Tindakan penyapihan yang jelek (penghentian ASI yang terlalu dini, susu botol
4-6 bulan pertama) serta kebersihan perorangan (Depkes Rl; Ajar Diare, 1990).
5. Faktor Kesehatan Lingkungan
Kesehatan lingkungan rnerupakan faktor yang dominan dalam mempengaruhi
kejadian diare di masyarakat. Keadaan kesehatan lingkungan yang berkaitan erat
dengan diare adalah pengadaan air bersih dan jamban keluarga.
Menurut Warsito Sidik (1986) tidak rnereukupinya kebutuhan air bersih akan
menyebabkan masyarakat menggunakan air yang tidak memenuhi syarat
kesehatan untuk kebutuhan rumah tangga sehari-hari. Hal ini dapat memudahkan
masuknya kuman penyakit dan terkontaminasinya rnakanan yang akan
dikonsumsi masyarakat. penggunaan jamban yang tidak saniter akan semudahkan
cara penularan penyakit diare. Berdasarkan penelitian Sidik Wasito di Sumedang
menunjukkan bahwa pada kelompak keluarga yang membuang kotoran secara
saniter mempunyai angka terkena penyakit diare lebih rendah dibandingkan
dengan keluarga yang membuang kotoran yang tidak saniter.
Angka kejadian penyakit diare ternyata dipengaruhi pula oleh kwalitas
persediaan air bersih (minum) Sutrisno Eram (1977) meingatakan bahwa
kejadian tersangka kolera ternyata lebih tinggi di wilayah air dangkal (Kabupaten
Sleman, Bantul dan Kodya Yogyakarta). Sedangkan Sumantri dkb: (1979)
mendapatkan dari 68 keluarga di pinggiran kota Semarang, sebanyak 17,65 %
mempergunakan air minum "baik" dan 82,35 % air minum kotor (rakteri E. Col'
positif) dengan kejadian yang berbeda bermakna (ignatius SP; 1980).
Selain itu penggunaan jamban yang benar dapat mengurangi risiko diare lebih
baik dari pada perbaikan sumber air, walaupun dampak yang paling tinggi dapat
diharapkan dari gabungan kebersihan dan perbaikan sumber air. Hasil penelitian
dampak proyek sumber air dan kebersihan 28 negara menunjukkan penurunan
angka kesakitan diare 22-27 % dan penurunan angka kematian diare 21-30 %
(Sunoto, 1990).
6. Faktor Musim
Penyakit diare adakalanya dipengaruhi oleh musim. Pada daerah yang
bermusim tropis, diare oleh bakteri cenderung terjadi lebih sering pada musim
panas. Sedangkan diare oleh virus terutama oleh rotavirus cenderung terjadi
Sepanjang tahun dengan peningkatan kekerapan sepanjang bulan musim
kemarau. Sedangkan diare oleh bakteri cenderung memuncak pada musim hujan
(Depkes KL.Ajar Diare, 1990).
C.    Gejala Diare
Gejala diare atau mencret adalah tinja yang encer dengan frekuensi 4 x atau
lebih dalam sehari, yang kadang disertai :
1. Muntah
2. Badan lesu atau lemah
3. Panas
4. Tidak nafsu makan
5. Darah dan lendir dalam kotoran
Rasa mual dan muntah-muntah dapat mendahului diare yang disebabkan oleh
infeksi virus. Infeksi bisa secara tiba-tiba menyebabkan diare, muntah, tinja
berdarah, demam, penurunan nafsu makan atau kelesuan.
Selain itu, dapat pula mengalami sakit perut dan kejang perut, serta gejal-gejala
lain seperti flu misalnya agak demam, nyeri otot atau kejang, dan sakit kepala.
Gangguan bakteri dan parasit kadang-kadang menyebabkan tinja mengandung darah
atau demam tinggi.
Diare bisa menyebabkan kehilangan cairan dan elektrolit (misalnya natrium dan
kalium), sehingga bayi menjadi rewel atau terjadi gangguan irama jantung maupun
perdarahan otak.
Diare seringkali disertai oleh dehidrasi (kekurangan cairan). Dehidrasi ringan
hanya menyebabkan bibir kering. Dehidrasi sedang menyebabkan kulit keriput,
mata dan ubun-ubun menjadi cekung (pada bayi yang berumur kurang dari 18
bulan). Dehidrasi berat bisa berakibat fatal, biasanya menyebabkan syok.
Komplikasi diare yang sering terjadi adalah dehidrasi (ringan sedang, berat,
hipotonik,isotonik atau hipertonik), renjatan hipovolemik, hipokalemia (dengan
gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardia, perubahan
elektrokardiogram), hipoglikemia, intoleransi sekunder akibat kerusakan vili
mukosa usus dan defisiensi enzim laktosa, kejang terjadi juga pada dehidrasi
hipertonik dan juga malnutrisi energi protein (akibat muntah dan diare, jika lama
atau kronik).
Komplikasi yang jarang terjadi adalah kerusakan saraf, persendian atau jantung,
dan kadang-kadang usus yang berlubang. Dorongan yang kuat selama proses buang
air besar, menyebabkan sebagian selaput lendir usus keluar melalui lubang dubur
(Ummuauliya. 2008).
D.    Penyebab Diare
Etiologi diare dapat dibagi dalam beberapa factor, yaitu:
1. Faktir infeksi
a. Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab
utama diare, yang meliputi: Infeksi bakteri (Vibrio, E. coli, Salmonella,
Shigella, Campylobacter, Yersinia, Aeromonas, dan sebagainya).Infeksi
virus (Enterovirus, Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus, dan lain-lain). Infeksi
parasit (Cacing, Protozoa, dan Jamur).
b. Infeksi parenteral yaitu infeksi dibagian tubuh lain di luar alat pencernaan,
seperti Otitis Media Akut (OMA), Tonsilofaringitis, Bronkopneumania,
Ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan
anak berumur di bawah 2 tahun.
2. Faktor malabsorbsi
a. Malabsorbsi karbohidrat: Disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan
sukrosa). Monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa, dan galaktosa). Pada
bayi dan anak yang terpenting dan tersering adalah intoleransi laktosa.
b. Malabsorbsi lemak.
c. Malabsorbsi protein.
3. Faktor makanan: makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
4. Faktor psikologis: rasa takut dan cemas. (Ilmu kesehatan anak, 1985)
E.    Penyebaran & cara penularan Diare
1. Penyebaran :
a. Penyebaran Diare Menurut Orang
Penyakit diare lebih banyak menyerang golongan umur anak balita
pada daerah endemis, sedangkan pada waktu terjadinya kejadian luar biasa
(KLB) dapat menyerang semua golongan semua umur. Kejadian diare di
Indonesia diperkirakan 40-50 per 100 penduduk per tahun, dimana 70 % - 80
% dari padanya terjadi pada golongan umur balita. Insiden tertinggi terdapat
pada usia dibawah 2 tahun (Sunoto, 1979 ; dalam Asnil dkk, 1982).
b. Penyebaran Diare Menurut Ternpat
Penyebaran diare di suatu ternpat dengan tempat lainnya berbeda.
Perbedaan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi kejadian diare itu diataranya keadaan geografis, kebiasaan
penduduk, kepadatan penduduk dan pelayanan kesehatan. (Depkes'RI,
1990).
Secara teoritis diketahui bahwa penularan diare dipengaruhi oleh
sanitasi dan hygiene perorangan, namun adanya perbedaan insiden di suatu
tempat juga dipengaruhi oleh spesifikasi tempat tersebut. Misalnya tempat
pemukiman kumuh dengan jumlah penduduk yang padat akan lebih mudah
terjadi penularan secara cepat bila dibandingkan dengan pemukiman lain
yang tidak padat.
c. Penyebaran Diare Menurut Waktu
Penyebaran diare dapat berada dalam frekwensi dan waktu tertentu.
Variasi kajadian diare rnenurnt waktu berbeda antara daerah satu dengan
yang lainnya. WHO pemah mengadakan penelitian dimana diketahui bahwa
insiden diare dipengaruhi oleh iklim (WHO, 1985).
Sedangkan menurut Winardi Bambang (1982) diperkirakan sekitar 10
% dari kunjungan ke Rumah Sakit, Balai Pengobatan, Puskesmas,
berdasarkan laporan dari seluruh Indonesia adalah penderita penyaklit diare
serta terlihat pula adanya variasi musim hujan (September - Januari).
2. Cara penularan :
Infeksi oleh agen penyebab terjadi bila makan makanan / air minum yang
terkontaminasi tinja / muntahan penderita diare. Penularan langsung juga dapat
terjadi bila tangan tercemar dipergunakan untuk menyuap makanan.
Faktor yang meningkatkan penyebaran kuman penyebab diare:
a. Tidak memadainya penyediaan air bersih
b. Air tercemar oleh tinja
c. Pembuangan tinja yang tidak hygienis
d. Kebersihan perorangan dan lingkungan jelek
e. Penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak semestinya
f. Penghentian ASI yang terlalu dini
F.    Jenis-jenis Diare :
1. Diare akut
Diare akut bercampur air (termasuk kolera) adalah diare yang berlangsung
selama beberapa jam/hari: bahaya utamanya adalah dehidrasi, juga penurunan
berat badan jika tidak diberikan makan/minum.
Diare akut bercampur darah (disentri) dapat menyebabkan kerusakan usus
halus (intestinum), sepsis (infeksi bakteri dalam darah) dan malnutrisi (kurang
gizi), dan komplikasi lain termasuk dehidrasi.
2. Diare dengan malnutrisi berat (marasmus atau kwashiorkor)
Berdampak pada infeksi sistemik (menyeluruh) berat, dehidrasi, gagal
jantung, serta defisiensi (kekurangan) vitamin dan mineral
3. Diare Persisten
Diare persisten (berlangsung selama 14 hari atau lebih lama) dapat
menyebabkan malnutrisi (kurang gizi) dan infeksi serius di luar usus halus,
dehidrasi juga bisa terjadi.
4. Disentri adalah diare disertai darah dengan ataupun tanpa lender
5. Kholera adalah diare dimana tinjanya terdapat bakteri Cholera.
G.  Cara pencegahan & Perawatan Diare
1. Pencegahan diare
Hasil penelitian terakhir menunjukkan bahwa cara pencegahan yang benar dan
efektif yang dapat dilakukan adalah:
a. Memberikan ASI
ASI adalah makanan paling baik untuk bayi. Komponen zat makanan
tersedia dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap
secara optimal oleh bayi. ASI saja sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan
sampai umur 4-6 bulan. Tidak ada makanan lain yang dibutuhkan selama
masa ini. ASI steril, berbeda dengan sumber susu lain: susu formula atau
cairan lain disiapkan dengan air atau bahan-bahan yang terkontaminasi dalam
botol yang kotor. Pemberian ASI saja, tanpa cairan atau makanan lain dan
tanpa menggunakan botol, menghindarkan anak dari bahaya bakteri dan
organism lain yang akan menyebabkan diare. Keadaan seperti ini disebut
disusui secara penuh.
b. Memperbaiki makanan pendamping ASI
Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara bertahap
mulai dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Masa tersebut merupakan
masa yang berbahaya bagi bayi sebab perilaku pemberian makanan
pendamping ASI dapat menyebabkan meningkatnya risiko terjadinya diare
ataupun penyakit lain yang dapat menyebabkan kematian. Perilaku
pemberian makanan pendamping ASI yang baik meliputi perhatian terhadap
kapan, apa dan bagaimana makanan pendamping ASI diberikan.
c. Menggunakan air bersih yang cukup
Sebagian besar kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui
jalur fecal oral. Mereka dapat ditularkan dengan memasukkan ke dalam
mulut, cairan atau benda yang tercemar dengan tinja, misalnya air minum,
jari-jari tangan, makanan yang disiapkan dalam panci yang dicuci dengan air
tercemar.
Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air yang benar-benar
bersihmempunyai risiko menderita diare lebih kecil dibanding dengan
masyarakat yang tidak mendapatkan air bersih. Masyarakat dapat mengurangi
risiko terhadap serangan diare yaitu dengan menggunakan air bersih dan
melindungi air tersebut dari kontaminasi muali dari sumbernya sampai
penyimpanan di rumah.
d. Mencuci tangan
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang
penting dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan.mencuci tangan
dengan sabun, terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja
anak, sebelum menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makan anak, dan
sebelum makan mempunyai dampak dalam kejadian diare.
e. Menggunakan jamban
Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya
penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan risiko
terhadap penyakit diare. Keluarga yang tidak mempunyai jamban harus
membuat dan keluarga harus buang air di jamban. Yang harus diperhatikan
oleh keluarga dalam hal ini adalah:
 Keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi dengan baik dan
dapat dipakai oleh seluruh anggota keluarga.
 Bersihkan jamban secara teratur.
 Bila tidak ada jamban, jangan biarkan anak-anak pergi ke tempat buang
air sendiri, buang air besar hendaknya jauh dari rumah, jalan setapak,
dan tempat anak-anak bermain serta lebih kurang 10 meter dari sumber
air, hindari buang air besar tanpa alas kaki.
f. Membuang tinja bayi yang benar
Banyak orang beranggapan bahwa tinja bayi itu tidak berbahaya. Hal
ini tidak benar karena tinja bayi dapat pula menularkan penyakit pada anak-
anak dan orangtuanya. Tinja bayi harus dibuang secara bersih dan benar.
g. Memberikan imunisasi campak
Diare sering timbul menyertai campak sehingga pemberian imunisasi
campak juga dapat mencegah diare. Oleh karena itu beri anak imunisasi
campak segera setelah berumur 9 bulan.
2. Perawatan penderita diare:
a. Meningkatkan pemberian cairan rumah tangga (kuah sayur, air tajin, larutan
gula garam, bila ada berikan oralit)
b. Meneruskan pemberian makanan yang lunak dan tidak merangsang serta
makanan ekstra sesudah diare.
c. Membawa penderita diare ke sarana kesehatan bila dalam 3 hari tidak
membaik atau :
 Buang air besar makin sering dan banyak sekali.
 Muntah terus menerus.
 Rasa haus yang nyata.
 Tidak dapat minum atau makan.
 Demam tinggi.
 Ada darah dalam tinja
3. Pengobatan
Upaya pertolongan bagi penderita diare meliputi tiga dasar pengobatan,
diantaranya :
a. Pemberian cairan
Cairan yang diberikan bagi penderita diare, yaitu cairan rehidrasi oral
dan dan cairan parenteral. Cairan rehidrasi oral terdiri dari formula lengkap
yaitu formula yang mengandung NaCl, NaHCO3, KCL, dan glukosa. Serta
formula sederhana yaitu formula yang hanya mengandung NaCl, dan sukrosa
atau karbohidrat lain, misalnya larutan gula garam, larutan air tajin garam,
larutan tepung beras garam, dan sebagainya,cairan ini diberikan untuk
pengobatan pertama di rumah pada semua anak dengan diare akut, baik
sebelum ada dehidrasi maupun setelah ada dehidrasi ringan.
Sedangkan cairan parenteral terdiri dari: DG aa (1 bagian larutan
Darrow + 1 bagian glukosa 5%), RL g (1 bagian Ringer laktat + 1 bagian
glukosa 5 %), RL (Ringer Laktat), 3 @ (1 bagian NaCl 0,9% + 1 bagian
glukaosa 5% + 1 bagian Na laktat 1/6 mol/l), DG 1:2 (1 bagian larutan
Darrow + 2 bagian glukosa 5%), RLg 1:3 (1 bagian Ringer laktat + 3 bagian
glukosa 5-10%), Cairan 4:1 (4 bagian glukosa 5-10% + 1 bagian NaHCO3 1
½ % atau 4 bagian glokosa 5-10% + 1 bagian NaCl 0,9%).
Cairan tersebut di atas diberikan melalui 3 jalan yaitu : Peroral (untuk
dehidrasi ringan, sedang dan tanpa dehidrasi dan bila anak mau minum serta
kesadaran baik). Intragastrik (untuk dehidrasi ringan, sedang atau tanpa
dehidrasi, tetapi anak tidak mau minum atau kesadaran menurun). Intavena
(untuk dehidrasi berat).
b. Dietetik (pemberian makanan)
Dengan memberikan susu (ASI dan atau susu formula yang
mengandung laktosa rendah dan asam lemak tidak jenuh, misalnya LLM,
Almiron), makanan setengah padat (bubur susu) atau makanan padat (nasi
tim) bila anak tidak mau minum susu, dan atau makanan dengan gizi tinggi
yang cukup agar stamina tubuh berangsur kuat.
c. Obat-obatan
Prinsip pengobatan diare adalah menggantikan cairan yang hilang
melalui tinja dengan atau tanpa muntah, dengan cairan yang mengandung
elektrolit dan glukosa atau karbohidrat lain. Yang tergolong obat diare, antara
lain: Obat anti sekresi (asetosal dan klorpromazin). Obat anti spasmolitik
(papaverine, ekstrak beladona, opium, loperamid dan sebagainya). Obat
pengeras tinja (koalin, pektin, charcoal, tabonal, dan sebagainya). Dan
antibiotika. (Ilmu kesehatan anak,1985).
BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Secara umum berdasarkan beberapa definisi diare dapat disebutkan bahwa
diare adalah penyakit yang ditandai dengan buang air besar yang sering melebihi
keadaan biasanya dengan konsistensi tinja yang melembek sampai cair dengan atau
tanpa darah dan atau lendir dalam tinja.
Gejala diare atau mencret adalah tinja yang encer dengan frekuensi 4 x atau
lebih dalam sehari, yang kadang disertai Muntah, Badan lesu atau lemah, Panas,
Tidak nafsu makan, Darah dan lendir dalam kotoran
Faktor yang mempengaruhi Diare:
a. Keadaan lingkungan
b. Perilaku masyarakat
c. Pelayanan masyarakat
d. Gizi
e. Kependudukan
f. Pendidikan
g. Keadaan social ekonomi
Diare dapat ditanggulangi dengan penanganan yang tepat sehingga tidak
sampai menimbulkan kematian terutama pada balita.

B.  SARAN
Petugas kesehatan dapat melakukan penyuluhan untuk memotivasi masyarakat
tentang pentingnya menjaga kesehatan ,terutama dalam hal PHBS untuk mengurangi
kejadian Diare di kalangan masyarakat terutama usia balita.

Anda mungkin juga menyukai