Anda di halaman 1dari 3

IBUKU LUAR BIASA

Saya adalah anak pertama dari dua bersaudara. Adik saya perempuan yang sekarang masih duduk di

bangku SMK. Ayah seorang wiraswasta dan ibu bekerja sebagai perawat di RS pemerintah. Dulu kami

hidup bahagia. Ada banyak canda dan tawa.Meski kami bukan orang kaya semua kebutuhan dan

keinginan kami anak-anaknya selalu dipenuhi oleh ibu terutama. Dari ibu kami belajar dan tahu banyak

hal. Dari ibu kami belajar membaca,berhitung dan mengenal benda. Ibu punya metode khusus untuk

mengajari kami. Dibuatlah KARTU PINTAR ala ibu. Kertas karton digambari,diwarnai untuk menerangkan

bermacam benda,suku kata ,huruf dan angka. Ibu selalu bisa menemukan cara yang menarik untuk

mengajari kami. Ketika kami beranjak besar ibu masih saja mendampingi kami belajar. Sesibuk apapun

ibu,seletih apapun masih bisa dan mau meluangkan waktu untuk kami. Setiap akan ujian ibu selalu

sudah siap menyodorkan soal-soal latihan kepada kami. Hebatnya itu asli tulisan tangan ibu. Dan ada

lagi kehebatan ibu,ibu bisa memprediksi soal apa saja yang akan diujikan. Ah ibu engkau memang

LUARBIASA.

Kehidupan tidak selalu berjalan mulus seperti harapan kita,adakalanya badai menghampiri kehidupan

kita. Begitupun dengan kami. Kehidupan kami yang dulunya damai,bahagia dan penuh gelak tawa tiba-

tiba berbalik 180⁰. Ayah dan ibu kami berselisih karena kehadiran orang ketiga. Ibu mencoba bertahan

hampir setahun demi kami anak-anaknya. Tapi perpisahan mereka tidak dapat dicegah lagi. Maafkan ibu

sayang sudah mengecewakan kalian,ibu berulang kali menyebutkan itu. Jujur awal saya membenci ibu

karena saya menduga ibulah yang jadi penyebabnya. Setiap kali ibu mendekat saya selalu menolak dan

bersikap kasar. Ibu hanya bisa menatap pilu dan sendu. Sering kali ku lihat ibu menahan tangis. Akupun

acuh saja dan sedikit puas bisa menghukum ibu. Ketika di kemudian hari saya mengetahui kenyataan

bahwa bukan ibu yang bersalah ,saya pun terpukul. Rasa bersalah membebani saya. Ibu maafkan

anakmu. Ibu dengan segudang maaf memeluk dan menerima saya kembali dalam dekapannya. Mas

Yusuf tidak salah jadi tidak perlu minta maaf sama ibu. Ah ibu betapa mulia hatimu,padahal aku sudah

menyakiti hatimu sedemikian rupa. Ibu sering memeluk kami dan membisikkan kata-kata yang

menentramkan hati kami,kalian berdua adalah kesayangan ibu. Kalian harus selalu ingat bahwa kalian

akan selalu ada dihati dan pikiran ibu. Nama kalian akan selalu ibu sebut dalam setiap helaan nafas dan
doa ibu. Kita berjuang sama-sama ya sayang,saling menguatkan satu sama lain. Jujur semuanya terasa

berat diawal bagi kami semua. Kami harus hidup terpisah satu sama lain. Ayah memaksa meminta hak

asuh atas diri saya dan menyerahkan hak asuh adik ke ibu sebagai syarat persetujuan perpisahan

mereka. Dengan berat hati ibu menerimanya. Jadinya saya tinggal di Caruban bersama ayah dan kakek

nenek,adek dititipkan ibu ke nenek Surabaya dan ibu hidup sendiri di Madiun. Jatuh bangun kami

bertiga mencoba bangkit. Entah berapa banyak air mata yang tertumpah. Kami harus bisa berkompromi

dengan situasi dan keadaan kami yang baru. Kami harus ikhlas menerima takdir yang sudah tersurat.

Cobaan itu belum juga pergi dari kehidupan kami,ayah meninggal setelah sakit hampir dua tahun.

Ibupun menjadi orang tua tunggal yang sebenarnya.

Sendirian ibu menjadi tulang punggung bagi kami,praktis tanpa bantuan siapapun. Sebagai anak-

anaknya kami juga berusaha untuk membahagiakan ibu dan tidak menambah beban beliau. Ibu bekerja

keras memenuhi kebutuhan kami. Ibu berusaha keras untuk tidak ada yang berubah di kehidupan kami

seperti yang pernah kami nikmati dulu. Bahkan ibu sanggup meluangkan waktu menemaniku ,datang

berkunjung ke Caruban. Saya tahu pasti berat dan masih terluka hati ibu jika menginjakkan kaki di rumah

kami dulu. Tapi yang ku lihat hanya senyum manis ibu manakala bertemu putra kesayangannya. Ah ibu

engkau memang LUARBIASA.

Ketika akan memilih sekolah mana yang akan saya masuki ketika lulus SMA,ibu berpesan “ mas pilih

sekolah kedinasan saja ya”. Saya pun menjawab “ya bu”. Saya tidak membantah permintaan ibu,demi

kebahagianmu bu ucapku dalam hati. Dan yang saya pilih adalah AKADEMI PERKERETAAPIAN

INDONESIA MADIUN. Alasan awal saya cukup sederhana agar masih dekat dengan ibu dan kakek nenek

saya yang kini hidup berdua saja. Tapi alasan utama saya adalah jaminan masa depan yang lebih pasti

dibandingkan perguruan tinggi umum. Agar bisa diterima saya pun berusaha dengan keras dengan

mencari bimbingan belajar untuk menunjang belajar saya,mengumpulkan buku-buku kumpulan soal-

soal dan yang tidak boleh ketinggalan berdoa. Tidak lupa saya meminta restu kepada ibu. Saya

bersimpuh mencium kaki ibu,membasuh kaki ibu sembari meminta doa restu dari beliau.” Ya sayang

jangan kuatir ibu akan berdoa dan puasa sunnah untuk kesuksesanmu. Insyaallah kamu diterima kuliah

di API sayang”, jawab ibu. Semenjak itu kami tak henti-hentinya bermunajat dalam setiap sholat dan

berpuasa sampai hari pengumuman itu tiba. Alhamdulillah segala usaha dan doa kami diridloi ALLAH

SWT,saya diterima menjadi taruna API. Saat malam pengumuman kami semua menangis haru.

Terimakasih ya ROBB Kau kabulkan doa-doa kami.


Cita-citaku hanyalah membuat ibu tersenyum bangga dan bahagia melihat kami anak-anaknya sukses.

Karena sampai kapanpun kami tidak akan bisa membalas kasih sayang dan pengorbananmu ibu. Untuk

itu besar harapan saya agar bisa menerima beasiswa dari IKATAN ALUMNI AKADEMI PERKERETAAPIAN

INDONESIA. Beasiswa ini akan saya persembahkan untuk ibu hebat yang luarbiasa,ibu yang sudah

melahirkan kami,membesarkan kami dan menyayangi kami. Karena ibu kami adalah IBU YANG LUAR

BIASA. Agar saya bisa melihat senyum dan wajah penuh bahagia sebagai ganti masa-masa dulu yang

penuh duka dan air mata. Ibu aku sangat menyayangimu.

MADIUN,01 MEI 2019

DITULIS OLEH YUSUF MUSTOFA ARIANTO , MTP 1 A

Anda mungkin juga menyukai