Edisi kedua
Cetakan pertama, Agustus 2012
Cetakan kedua, Januari 2013
Cetakan ketiga, Juni 2014
Cetakan keempat, September 2014
Cetakan kelima, Maret 2015
658.406
1. manajemen perubahan
I. Judul
iii
Daftar Isi
Kegiatan Belajar 2:
Keberhasilan dan Kegagalan dalam Perubahan ................................ 1.34
Latihan …………………………………………............................... 1.60
Rangkuman ………………………………….................................... 1.60
Tes Formatif 2 ……………………………..…….............................. 1.61
Kegiatan Belajar 2:
Tipologi Perubahan Organisasi ......................................................... 2.42
Latihan …………………………………………............................... 2.76
Rangkuman ………………………………….................................... 2.81
Tes Formatif 2 ……………………………..…….............................. 2.82
iv
Kegiatan Belajar 2:
Model dan Implementasi Perubahan Organisasi ............................... 3.47
Latihan …………………………………………............................... 3.70
Rangkuman ………………………………….................................... 3.72
Tes Formatif 2 ……………………………..…….............................. 3.73
Kegiatan Belajar 2:
Kepemimpinan dalam Perubahan Organisasi .................................... 4.40
Latihan …………………………………………............................... 4.66
Rangkuman ………………………………….................................... 4.68
Tes Formatif 2 ……………………………..…….............................. 4.69
v
Kegiatan Belajar 2:
Organisasi Pembelajar ...................................................................... 5.47
Latihan …………………………………………............................... 5.79
Rangkuman ………………………………….................................... 5.80
Tes Formatif 2 ……………………………..…….............................. 5.80
Kegiatan Belajar 2:
Inovasi Organisasi ............................................................................. 6.40
Latihan …………………………………………............................... 6.76
Rangkuman ………………………………….................................... 6.77
Tes Formatif 2 ……………………………..…….............................. 6.78
vi
Pet a Ko m pe ten si
Manajemen Perubahan/EKMA4565/2 sks
PEN D A HU L UA N
hasil perubahan harus dikawal dan dikontrol agar tidak melenceng dari tujuan
awal perubahan yaitu kemajuan dan progres.
Modul 1 yang berisi konsep dasar perubahan dan perubahan organisasi
bermaksud mengantarkan mahasiswa untuk memahami konsep-konsep dasar
perubahan secara umum sebagai dasar agar mahasiswa bisa memahami
konsep perubahan pada konteks yang lebih luas, khususnya perubahan pada
organisasi. Dengan demikian, setelah selesainya mempelajari Modul 1
mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan:
1. pengertian perubahan;
2. perubahan secara makro;
3. perubahan secara mikro;
4. pengalaman- pengalaman perusahaan besar yang mengalami perubahan;
5. keberhasilan dalam perubahan organisasi;
6. kegagalan dalam perubahan organisasi.
EKMA4565/MODUL 1 1.5
Kegiatan Belajar 1
A. PENGERTIAN PERUBAHAN
Perubahan berasal dari kata dasar “ubah” yang berarti (1) menjadi lain
(berbeda) dari semula; (2) bertukar (beralih, berganti) menjadi sesuatu yang
lain (3) berganti. Setelah mendapat imbuhan “pe” dan “an”, kata ubah
menjadi perubahan yang berarti hal (keadaan) berubah; peralihan; pertukaran
(lihat kamus besar Bahasa Indonesia). Sementara itu pengertian perubahan
yang cukup beragam diberikan oleh Webster's Ninth New Collegiate
Dictionary, menurut kamus ini perubahan berarti:
1. to make different in some particular – membuat perbedaan dalam
beberapa bagian.
2. to make radically different – membuat perbedaan secara radikal.
3. to give a different position, course, or direction to – memberikan posisi,
jalan atau arah berbeda.
4. to replace with another – menggantikan sesuatu dengan sesuatu yang
lain.
5. to make a shift from one to another – menggeser dari satu kondisi ke
kondisi lain.
6. to exchange for an equivalent sum or comparable item – bertukar untuk
jumlah yang sepadan atau sesuatu yang bisa diperbandingkan.
7. to undergo a modification of – menjalani modifikasi.
8. to undergo transformation, transition or substitution – menjalani
transformasi, transisi atau pergantian.
terjadi jika keadaan sekarang sama dengan keadaan pada masa lalu atau sama
dengan keadaan yang akan datang.
Sedangkan pada Gambar 1.1b, katakanlah PT. ABC masih tetap dimiliki
oleh pemilik yang sama (tidak ada pergantian pemilik) tetapi kondisi A yang
baru berbeda dengan kondisi A lama karena ada perubahan bentuk, misalnya
PT. ABC yang semula perusahaan tunggal sekarang menjadi perusahaan
holding. Atau, PT. ABC yang semula bergerak di bidang industri manufaktur
sekarang beralih ke industri jasa. IBM boleh jadi merupakan contoh yang
tepat untuk menggambarkan kondisi ini. IBM memodifikasi definisi bisnis
yang digelutinya dari semula menerjemahkan IBM sebagai perusahaan
manufaktur yang menghasilkan produk-produk komputer (mainframe)
sekarang di bawah kepemimpinan Lou Gerstner, Jr. IBM menjadi perusahaan
jasa yang bergerak di bidang jasa informasi (lihat: Louis V. Gerstener, Jr.
dalam bukunya Who says elephants can’t dance?, 2002). Dalam hal ini Lou
Gerstner berpandangan bahwa IBM bukan sekedar perusahaan menghasilkan
perangkat keras komputer tetapi lebih dari itu IBM adalah perusahaan yang
memanfaatkan teknologi komputer sebagai alat informasi. Oleh karenanya
Lou Gerstener secara tegas menyatakan bahwa IBM adalah perusahaan jasa
informasi. Sementara itu dalam kasus Samsumg (lihat Eric Minton, 1999),
bisnis dan definisi bisnis Samsung masih tetap sama tetapi dengan masuknya
Jong-Yong Yun sebagai CEO, cara kerja Samsung berubah. Jong-Yong Yun
memodifikasi operasionalisasi kerja Samsung dengan berlandaskan pada
konsep-konsep yang berkembang pada bidang teknologi industri – sebuah
pola kerja yang tidak dilakukan oleh CEO sebelumnya. Akibatnya pola kerja
Samsung berubah.
Pada Gambar 1.1c, kondisi A masih sama dengan kondisi sebelumnya,
katakanlah pemilik tidak berubah, dan bisnis yang digelutinya juga tidak
berubah. Namun karena PT. ABC seperti pada contoh sebelumnya,
memperbesar skala bisnisnya misalnya dari semula hanya memproduksi
1 juta unit sekarang memproduksi 5 juta unit sehingga jumlah karyawannya
bertambah dan cakupan pemasarannya juga semakin meluas ke wilayah
regional ASEAN dari semula hanya wilayah Indonesia, tidak berlebihan jika
dikatakan PT. ABC mengalami penambahan dan hal itu berarti ada
perubahan. Atau dengan kata lain tetap saja kondisi A berubah menjadi
kondisi A yang baru. Situasi pada Gambar 1.1c sangat mungkin terjadi
sebaliknya yakni terjadi perubahan tetapi bukan karena penambahan
melainkan karena pengurangan (lihat Gambar 1.1d). Ambillah contoh
PT. Garuda Indonesia Airways (GIA). Semula GIA memiliki dan
menjalankan beberapa bisnis misalnya penerbangan, maintenance facilities,
catering, travel bureau, dan perhotelan, namun karena lingkungan internal
1.8 Manajemen Perubahan
Indonesia. Oleh karena itu membahas keduanya akan sangat membantu kita
memahami konteks perubahan secara umum. Untuk itu dan untuk
mempermudah pemahaman kita, bahasan tentang perubahan pada skala
makro akan didahulukan dan diikuti oleh bahasan tentang perubahan
organisasi yang akan disajikan pada sub-bab berikutnya.
Tentang perubahan masyarakat, Alvin Toffler – seorang sosiolog dan
futurologist, melalui trilogi bukunya: Future Shock (1970), The Third Wave
(1980) dan Power Shift (1991) menguraikan terjadinya pergeseran-
pergeseran tata kehidupan manusia yang bersifat struktural dan sering kali
menyebabkan kejutan kultural (cultural shock) bagi siapa saja yang tidak siap
menghadapinya. Dalam salah satu bukunya “The Third Wave – Gelombang
Ketiga” Toffler membagi tahap perkembangan manusia ke dalam tiga
gelombang perubahan yaitu gelombang pertama era pertanian (agrarian era),
gelombang kedua era industri (industrial era) dan gelombang ketiga era pasca
industri atau sering dikenal pula sebagai era informasi (post industrial, atau
information era). Pergeseran dari gelombang satu ke gelombang yang lain
selalu ditandai oleh perubahan atau tepatnya lompatan besar yang
menyebabkan karakteristik pada satu era berbeda dengan karakteristik era
lainnya.
Perubahan-perubahan seperti yang dikatakan Toffler, bermula dari
inovasi-inovasi yang dilakukan oleh sebagian kecil kelompok masyarakat
(Lenski & Lenski, 1987). Sudah hampir pasti inovasi ini kemudian ditiru,
merembet dan dikembangkan kelompok-kelompok masyarakat lain dan
hasilnya adalah inovasi-inovasi baru yang lebih baik. Inovasi yang terus
bergulir ini pada akhirnya, secara gradual, menyebabkan kemajuan pada
sekelompok masyarakat tertentu. Jika di satu sisi ada kelompok masyarakat
lebih maju pasti di sisi lain ada kelompok masyarakat yang tertinggal yaitu
kelompok masyarakat yang tidak inovatif. Secara makro perbedaan dua
kelompok masyarakat ini berakibat pada keberagaman antar kelompok
masyarakat. Bagi kelompok yang lebih maju, inovasi selain mengakibatkan
perubahan dan kemajuan, secara alami juga berakibat pada peningkatan dan
variasi kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu sangat wajar jika kelompok
masyarakat ini terus berusaha untuk memperkuat eksistensinya dan tidak
jarang pula berupaya untuk mendominasi kelompok masyarakat lain
Sementara itu masyarakat yang kurang berkembang tentu tidak tinggal
diam. Mereka juga berusaha untuk mensejajarkan diri dengan kelompok
masyarakat maju agar tetap eksis. Berbagai cara bisa mereka lakukan
EKMA4565/MODUL 1 1.13
Gambar 1.2.
Model Evolusi Sistem Masyarakat Dunia
EKMA4565/MODUL 1 1.15
Perang untuk
menaklukan
semakin meningkat
Bergeser menjadi
pasukan perang Ketidaksetaraan Tingkat inovasi
profesional meningkat melambat
Surplus
ekonomi
bertumbuh
Negara dan
Pergeseran dari kekuasaan Ideologi baru
Produktivitas
hortikultura ke kelas penguasa
meningkat Pembagian kerja
agraria bertumbuh
meningkat
Populasi dan
tenaga
Kerja Perdagangan
Meningkat dan Penemuan tulis
bertumbuh, menulis dan uang
Populasi urban Munculnya kelas
tanah semakin
bertumbuh pedagang
menyempit
Muncul agama
yang universal
Gambar 1.3.
Proses Pergeseran dari Era Hortilutura ke Era Pertanian
Gambar 1.4.
Proses Pergeseran dari Era Pertanian ke Era Industri
pertama kali dikembangkan pada tahun 1946 beratnya mencapai 30 ton dan
besarnya satu ruangan penuh dengan kebutuhan tenaga listrik mencapai
140.000 watt namun hanya memiliki daya memori sebesar 20 ten-digit
numbers. Sekarang fiturnya sangat bertolak belakang seperti langit dan bumi.
Komputer begitu simpel dengan chip kecil yang berdaya memori beribu kali
lipat dari komputer awal. Dampak dari temuan komputer ini mengakibatkan
perubahan luar biasa dalam segala aspek kehidupan manusia sehingga tidak
berlebihan jika dikatakan bahwa komputer merupakan pijakan dan menjadi
quantum leap memasuki era berikutnya.
ingatan tersebut disimpan secara sistematis pada soft file - soft file yang
sewaktu-waktu bisa diakses kembali melalui bantuan personal komputer
yang bisa dibawa ke mana-mana.
g. Sistem keluarga. Bisa dikatakan sistem “keluarga inti” yang berkembang
pada era industri sudah semakin pudar pada era informasi. Keluarga
menjadi beragam terpencar ke mana-mana. Pada era informasi orang
mengatakan bahwa ketemu fisik antar anggota keluarga sudah kurang
berarti jika tidak dibarengi dengan kualitas pertemuan. Dengan kata lain,
anggota keluarga boleh terpencar dan tidak perlu sering-sering ketemu
fisik asal kualitas pertemuan secara maya semakin meningkat.
h. Standarisasi yang berkembang pada era industri dianggap tidak cocok
pada era informasi. One-size-fits-all sudah tergantikan dengan yang
serba cocok pada keadaan.
Tabel 1.1
Perbedaan Karakteristik pada Masing-masing Era
hubungan timbal balik antara individu dengan masyarakat (lihat Gambar 1.5)
dan sekaligus menjadi pelaku perubahan. Penjelasan ini sekaligus
menegaskan bahwa pada era industri perubahan-perubahan masyarakat,
pemicunya adalah inovasi-inovasi individu dalam sebuah organisasi. Dengan
kata lain organisasi memiliki peran penting dalam perubahan masyarakat.
Pola perubahan seperti ini berlanjut pada era sesudahnya – era informasi.
Masyarakat
Organisasi
Individu
Gambar 1.5.
Hubungan resiprokal antara Masyarakat, Organisasi dan Individu
Organisasi yang berasal dari kata “organon“ dan berarti alat bantu (Morgan,
1996) cenderung didefinisikan secara beragam mulai dari definisi yang
paling sederhana sampai pada definisi yang komprehensif. Buku-buku
organisasi yang bersifat elementer atau populer biasanya mendefinisikan
organisasi dengan definisi sederhana. Definisi ini mengatakan bahwa
organisasi adalah sekelompok orang (group of people) yang bekerja sama
dalam rangka mencapai tujuan bersama (common goals) (Schermerhorn, Jr.
2010). Tiga kata kunci dari definisi ini adalah “sekelompok orang”, “bekerja
sama” dan “tujuan bersama”. Tiga kata kunci ini menegaskan bahwa ketika
dua orang atau lebih melakukan kerja sama dengan tujuan agar tujuan mereka
bisa tercapai maka kerja sama tersebut bisa disebut sebagai organisasi.
Mungkin karena definisi ini cukup sederhana dan mudah dipahami, definisi
ini cukup populer di kalangan pembelajar pemula organisasi, yang barangkali
harus disadari adalah masih ada beberapa unsur penting yang seharusnya
menjadi bagian dari esensi dasar organisasi tetapi belum terungkap dalam
definisi di atas. Misalnya apakah kerja sama tersebut bersifat temporer atau
permanen tidak menjadi perhatian definisi di atas. Definisi yang lebih
komprehensif misalnya diberikan oleh Richard Hall (lihat Jaffe, 2001, hal. 5)
sebagai berikut:
Definisi yang relatif sangat panjang tersebut tentu agak sulit dipahami
kalau tidak dielaborasi lebih lanjut. Eleborasi berikut diharapkan bisa
memberi gambaran tentang organisasi sebagaimana dimaksudkan oleh
EKMA4565/MODUL 1 1.27
LAT IH A N
R A NG KU M AN
TES F OR M AT IF 1
5) Perubahan dengan skala mikro adalah perubahan yang terjadi pada ....
A. masyarakat
B. negara
C. individu
D. organisasi
Kegiatan Belajar 2
Keberhasilan dan
Kegagalan dalam Perubahan
selain makanan dan minuman yang ada pada daftar menu McDonald; jika
diberi pilihan Ia akan memilih menu yang super besar; dan setiap jenis
makanan yang ada pada daftar menu harus pernah dicobanya meski hanya
sekali. Setelah sebulan berakhir, hasil uji coba pada dirinya ternyata
menunjukkan berat badan Spurlock bertambah 25 pound atau kurang lebih
11.3 kg dan kolesterol meningkat dari 168 menjadi 230.
Pengalaman Spurlock tersebut kemudian diabadikan dalam film
dokumenter yang diberi judul “Super Size Me” dan diikutkan pada festival
film Sundane tahun 2004. Tujuan Spurlock melakukan semua eksplorasi
tentang kebiasaan orang Amerika makan fast food tidak lain untuk
mengetahui hubungan antara jenis makanan seperti yang ditawarkan
McDonald dengan obesitas. Secara kebetulan, bersamaan dengan dirilisnya
film Super Size Me yang kemudian menjadi satu dari lima film dokumenter
terbesar dalam sejarah Amerika, McDonald menawarkan menu baru untuk
orang dewasa Happy Meal yang terdiri dari salad, air mineral dan
“stepometer”. Penawaran menu baru ini memberi kesan bahwa makanan
yang ditawarkan McDonald memang kurang sehat sehingga McDonald buru-
buru memberi alternatif pilihan.
Isu tentang kesehatan yang terkait dengan fast food merupakan isu
masyarakat luas di seluruh dunia. Isu ini tentu semakin memberi tekanan
terhadap McDonald setelah sebelumnya masyarakat sangat khawatir terhadap
penyakit sapi gila, penyakit mulut dan kuku, epidemik SARS di wilayah Asia
Pasifik, krisis ekonomi dan biaya komoditas yang semakin tinggi. Bagi
Mcdonald, persoalan-persoalan tersebut tentu menjadi ancaman tersendiri
mengingat McDonald sedang menerapkan strategi ekspansi ke seluruh dunia.
Strategi ini diharapkan bisa meningkatkan pertumbuhan di masa mendatang.
Persoalan tersebut bukan sekedar berkontribusi terhadap menurunnya
penjualan tetapi sejak tahun 1996 McDonald mulai kalah bersaing dengan
Wendy dan Burger King. Beberapa upaya telah dilakukan seperti program
“Made for You” tetapi program ini malah membawa bencana karena justru
memperlambat layanan konsumen. Demikian juga para pemegang lisensi
semakin frustrasi karena marginnya terus menurun.
Persoalan-persoalan di atas mendorong McDonald pada tahun 2003
meminta James Cantalupo aktif kembali dan menunjuknya sebagai CEO
setelah sebelumnya sempat pensiun. Dengan tema “back to basic”, Cantalupo
mulai menata kembali McDonald dengan melakukan perubahan-perubahan
organisasi yang difokuskan pada nilai-nilai inti perusahaan – kualitas dan
EKMA4565/MODUL 1 1.37
curian semasa Uni Soviet dulu, Patrick dan Grossman menggunakan web
untuk membangun komunitas pencinta web dan pada akhirnya bisa
mentransformasi IBM”. Sekarang baik di dalam maupun di luar IBM, Patrick
dan Grossman diakui sebagai kontributor penting yang mengubah IBM
menjalankan e-business.
Sekeras apapun upaya Grossman dan Patrick mentransformasi IBM
belum tentu berhasil jika tidak ada dukungan dari atas. Meski pada awalnya
dukungan terhadap pengembangan web agak seret namun berkat kegigihan
mereka berdua akhirnya para petinggi IBM memberi perhatian juga. Lou
Gerstner sendiri ikut mengipasi dari atas. Ia yang sejak semula meyakini
pentingnya network bagi industri komputasi merasa cocok dengan logika
internet. Oleh karenanya Lou Gerstener meminta agar laporan kwartalan dan
laporan tahunan perusahaan di tayangkan di web. Bahkan Ia menandatangani
kesepakatan untuk memberi kata sambutan di dalam web tersebut.
Setelah Lou Gerstener pension dari IBM dan digantikan IBMer Samuel
Palmisano, perhatian Palmisano mulai difokuskan pada teamwork dan
kolaborasi. Salah satu langkah yang dilakukannya sebagai ujud gaya
kepemimpinan yang baru adalah menyesuaikan kompensasi yang diberikan
kepada para eksekutif. Gap antara bonus yang diterima para eksekutif dengan
anggota team mulai dipersempit. Upaya-upaya lain yang dilakukan
Palmisano dalam perubahan adalah mengurangi hiearkhi dan birokrasi
organisasi – dua hal yang dianggap membuat IBM menjadi konservatif.
Selanjutnya Komite Manajemen diganti dengan Manajemen Tim untuk
bidang-bidang yang berhubungan dengan strategi, teknologi dan operasi. Tim
tersebut ditempati oleh orang-orang yang memiliki kompetensi berbeda yang
berasal dari seluruh bagian perusahaan bukan orang-orang yang berada
sekitar pucuk pimpinan. Semua ini bertujuan agar IBM menjadi semakin flat
dan kreatif. Di samping itu Palmisano menyadari bahwa skill untuk memberi
layanan global juga cukup rendah sehingga pada tahun 2002 Ia memutuskan
untuk mengakuisisi perusahaan konsultan PwC Consulting sebagai upaya
untuk membawa IBM agar bisa memberikan layanan maksimal kepada
konsumen.
lapangan untuk menutup workshop. Oleh karena itu bisa dikatakan bahwa
karyawan secara aklamasi menyambut program ini dengan baik karena
pesan-pesan yang disampaikan dalam program ini dirasa sangat tulus dan
tidak manipulatif mengingat desain dari program tersebut dibuat murni oleh
pihak konsultan tanpa campur tangan BA. Melalui program ini, setelah
semua karyawan bisa melakukan interaksi di luar pekerjaan dengan baik,
karyawan pada akhirnya juga diharapkan bisa berinteraksi lebih baik dalam
melayani konsumen.
Menjelang berakhirnya program ini pada bulan Desember 1985, BA
membuat program sejenis tetapi khusus untuk para manajer yang disebut
Managing People First (MPF). Seperti halnya PPF, MPF adalah sebuah
workshop. Bedanya workshop ini diselenggarakan di luar kantor sehingga
partisipan yang banyaknya 25 orang manajer harus tinggal di tempat
workshop selama 5 hari selama workshop tersebut berlangsung. Jika program
PPF menekankan pentingnya hubungan interpersonal, MPF menekankan di
antaranya arti penting kepemimpinan, trust, visi dan umpan balik – isu-isu
yang berhubungan dengan aspek manusia dan budaya di dalam organisasi
yang selama ini cenderung diabaikan di BA. Keberhasilan kedua program ini
dilanjutkan dengan program-program lain “A Day in the Life”, “To Be the
Best”, “Awards for Excellence” dan “Brainwaves”.
Di samping itu BA juga melancarkan program lain yang lebih kasatmata.
Jika program-program di atas sentuhannya di titik beratkan pada mindset baru
perusahaan utamanya bagaimana melayani konsumen lebih baik maka
program ini sentuhannya pada identitas visual. Untuk itu Colin Marshall
mendesain ulang penampilan pesawat BA dan seragam baru crew pesawat
hasil rancangan Roland Klein. Untuk mempromosikan tampilan baru pesawat
BA, Marshall mengubah hanggar pesawat BA di Bandar Udara Heathrow
menjadi sebuah teater. Tamu-tamu kehormatan diundang untuk menyaksikan
tampilan baru tersebut yang dibuat secara dramatis. Selain itu, bukan hanya
tamu kehormatan, para staf secara bergiliran selama 8 minggu berturut-turut
juga diberi kesempatan untuk melihat tampilan baru tersebut.
Penyehatan perusahaan yang diinisiasi oleh Lord King pada tahun 1982
dan dilanjutkan dengan perubahan budaya yang dimulai pada tahun 1983
pada akhirnya mengangkat kembali moral karyawan dan mengubah citra
perusahaan. Sebelum perubahan BA sering diplesetkan menjadi “bloody
awful” mengindikasikan buruknya citra perusahaan sehingga para karyawan
BA, kalau bisa, juga menyembunyikan identitasnya sebagai karyawan BA
1.46 Manajemen Perubahan
1. Kasus McDonald
a. Perubahan organisasi terjadi dalam lingkungan bisnis yang sangat
kompetitif bahkan dalam skala lingkungan internasional.
b. Hal ini bisa diartikan bahwa perubahan tidak harus perusahaan sampai
kalah dalam berkompetisi. Pada saat perusahaan masih berjalan dengan
baik sekalipun perubahan tetap harus dilakukan paling tidak sebagai
persiapan masa depan perusahaan yang lebih baik.
c. Sebagai sebuah sistem, organisasi yang selalu berinteraksi dengan
lingkungan eksternal akan selalu mendapat tekanan eksternal untuk
melakukan perubahan, misalnya untuk menghasilkan produk dan jasa
yang sesuai dengan selera konsumen yang selalu berubah.
d. Sejak awal harus disadari bahwa dalam melakukan perubahan ada
kemungkinan hasilnya tidak seperti yang diharapkan.
e. Secara natural, perubahan tidak selamanya baik bagi perusahaan. Oleh
karenanya kehati-hatian dalam menilai relevansi dan kemungkinan
keberhasilan dalam perubahan menjadi sangat penting dilakukan
sebelum proses perubahannya diimplementasikan.
EKMA4565/MODUL 1 1.47
2. Kasus IBM
a. Perubahan inovatif tidak harus datang dari pimpinan puncak perusahaan.
Inovasi bisa saja datang dari level bawah organisasi.
b. Untuk membuat perubahan bisa berjalan dengan baik membutuhkan
persistensi dari sisi waktu dan tindakan yang melibatkan berbagai pihak.
c. Perubahan sering kali membutuhkan seorang champion – orang yang
berdiri di depan dalam perubahan yang tidak kenal lelah agar pada
akhirnya bisa mendapatkan dukungan seluruh komponen organisasi.
d. Dalam perubahan, jaringan informal organisasi memiliki peran penting
untuk memobilisasi dan mengkomunikasikan perubahan organisasi.
e. Perubahan selalu membutuhkan sumber daya untuk mengawalnya.
f. Perubahan bisa dilakukan secara inremental – bertahap-tahap tetapi bisa
juga bersifat transformational.
g. Tindakan perubahan yang dilakukan secara kecil-kecilan sering kali
membawa pesan simbolis yang bisa mendorong para pemimpin untuk
melakukan perubahan yang lebih besar.
bekerja sama dalam tim (sebagai agen perubahan) dan memimpin upaya
perubahan.
c. Tidak memiliki visi untuk mengarahkan upaya perubahan dan gagal
mengembangkan strategi yang diperlukan dalam mencapainya.
d. Kurang berhasil mengkomunikasikan visi baru dan tak mampu memberi
teladan dalam menunjukkan perilaku baru yang dibutuhkan bagi
perubahan.
e. Tidak mampu mengatasi hambatan bagi terwujudnya visi baru (terutama
disebabkan oleh yang disebut penulis lain sebagai cultural lag).
f. Kurang sistematis merencanakan dan menciptakan beberapa
kemenangan jangka pendek sebagai tanda tercapainya perbaikan kinerja,
atau kurang memberi pengakuan dan penghargaan bagi karyawan yang
terlibat. Mengumumkan kemenangan terlalu cepat, yang bisa berdampak
matinya momentum, berhentinya proses perubahan dan kembalinya
tradisi lama.
g. Tidak mampu menancapkan perubahan pada budaya perusahaan.
transisi serta kita perlu menaruh perhatian yang memadai pada sisi
manusiawi dalam proses perubahan.
LAT IH A N
R A NG KU M AN
TES F OR M AT IF 2
Daftar Pustaka
Baloch, Q.B. & Kareem, N. (2007). The Third Wave (Book Review). Journal
of Managerial Sciences. vol. 1, number 2, pp. 115 – 143
Galpin, T.J. (1996). The Human Side of Change. San Francisco, CA: Jossey-
Bass.
Gerstner, L.V. (2002). Who Says Elephants Can’t Dance? New York, NY:
Harper Business.
Huy, Q.N & Mintzberg, H. (2003). The Rythm of Change, MIT Sloan
Management Review, pp. 79 – 84.
Jick, T.D. & Peiperl, M.A. (2003). Managing Change: Cases and Concept,
2nd edition, McGraw Hill-Irwin.
Jones, G.R. (2001). Organization theory: Text and cases, third edition,
Prentice Hall International Inc.
Kotter, J.P. (1996). Leading Change, Boston, MA: Harvard Business School
Press.
Mcune, J.C. (1991). Who are Those People in Blue Suits? Managament
Review, September, pp. 16 – 19.
Palmer, I., Dunford, R. & Gib. A., (2006), Managing organization change,
Boston, McGraw Hill International Edition.
Reger, R.K., Mullane, J.V., Gustafson, L.T. and DeMarie, S.M. (1995)
Creating Earthquakes to Change Organizational Mindsets. Academy of
Management Executive, 8, 4, pp. 31 -43.
Warrick, D.D. (1995). Best Practices Occur When Leaders Lead, Champion
Change, and Adopt Sound Change Process, Organization Development
Journal, 13 (4), 98.
Wren, D.A. (1994). The Evolution of Management Thought, 4th edition, New
York, NY: John Wiley & Sons, Inc.
Zajac, E.J., Kraatz, M.S. & Bresser, R.K.F. (2000). Modeling the Dynamic of
Strategic Fit: A Normative Approach to Strategic Change, Strategic
Management Journal, 21 (4), pp. 429-454.
Modul 2
melakukannya. Apa yang diduga Ghosal & Barlett bukan sesuatu yang
berlebihan, bahkan bisa dikatakan Ghosal & Barlett terlalu optimistik karena
data lain menunjukkan tingkat kegagalan perubahan jauh lebih tinggi dari
perkiraan tersebut (lihat misalnya Reger, et al., 1994).
Yang menjadi paradoks adalah ketika fakta menunjukkan bahwa tingkat
kegagalan perubahan begitu tinggi para manajer tidak serta merta lantas
menghentikan upayanya untuk melakukan perubahan organisasi. Sebaliknya
upaya para manajer melakukan perubahan seolah-olah tidak terganggu oleh
fakta di atas. Perubahan demi perubahan terus dilakukan para manajer tanpa
memperdulikan risiko yang bakal ditimbulkannya. Ketika satu perubahan
dianggap gagal, para manajer akan mencoba perubahan lainnya sampai betul-
betul berhasil atau sebaliknya gagal total.
Bagi para manajer, boleh jadi perubahan organisasi bukan sekedar
bertujuan untuk memperbaiki kinerja organisasi tetapi lebih merupakan
sebuah tantangan tersendiri untuk menunjukkan kemampuan dirinya sebagai
seorang manajer. Lou Gertsner misalnya, seorang CEO yang sama sekali
tidak memiliki latar belakang teknologi informasi berani mengambil risiko
ketika ditawari untuk memimpin IBM – perusahaan yang basisnya adalah
teknologi yang ketika itu sedang kolaps dan membutuhkan perubahan
mendasar. Bagi Lou Gertsner memimpin IBM boleh jadi merupakan
tantangan yang harus dihadapinya sebagai seorang CEO. Contoh yang sama
juga dialami oleh Tanri Abeng yang berhasil mengangkat PT Bir Bintang
menjadi perusahaan sukses kemudian ditawari Abu Rizal Bakrie untuk
mengelola Bakrie Group yang juga memerlukan perubahan mendasar. Bagi
Tanri Abeng, gaji tentu bukan alasan mengapa dia menerima tawaran Abu
Rizal. Aktualisasi diri sebagai seorang CEO Indonesia tersukses sangat
mungkin sebagai alasan utamanya bahwa dirinya bukan hanya sukses di Bir
Bintang tetapi juga bisa menangani bisnis perusahaan keluarga yang sedang
bermasalah.
Dari uraian-uraian di atas, pertanyaannya adalah ketika perubahan
organisasi membawa konsekuensi kegagalan yang tidak kecil mengapa para
manajer terus melakukannya? Faktor-faktor apa saja yang mendorong para
manajer terus melakukan perubahan organisasi? Jawaban dari pertanyaan ini
bisa ditemui pada Modul 2 khususnya pada Kegiatan Belajar 1 yang akan
menguraikan secara detail alasan mengapa organisasi melakukan perubahan
dan faktor-faktor pendorongnya.
2.4 Manajemen Perubahan
Kegiatan Belajar 1
1. Metafora Organisasi
Tentunya agar para manajer bisa membuat keputusan dan melakukan
tindakan-tindakan yang paradoksal, dan upaya-upaya tersebut berjalan
efektif, yang pertama-tama harus dilakukan seorang manajer adalah
memahami sifat-sifat organisasi lebih baik. Salah satunya dan sering kali
dianggap sebagai cara termudah memahami sifat organisasi adalah dengan
membuat perumpamaan (metafora) tentang organisasi. Yang dimaksud
dengan metafora organisasi adalah menganalogikan organisasi dengan
benda/obyek lain seolah-olah organisasi tersebut mempunyai karakter, sifat
dan perilaku seperti benda/obyek dimaksud (Morgan, 1997). Sebagai contoh,
Keidel (1984) mengatakan bahwa jenis-jenis olahraga tertentu (dalam hal ini
Baseball, Football, and Basketball) bisa menjadi metafora untuk menjalankan
aktivitas organisasi. Keidel lebih lanjut mengatakan:
yang tersedia di luar organisasi yang jumlahnya sangat terbatas. Titik tekan
organisasi dengan demikian adalah bagaimana organisasi mampu memanja,
beradaptasi dan mengatasi masalah lingkungan.
yang ada para investor bisa dengan mudah memindahkan dananya dari satu
pasar modal ke pasar modal yang lain yang lebih memberikan keuntungan
finansial bagi dirinya. Namun jika para pemilik tidak menghendaki langkah
tersebut tetapi menginginkan agar perusahaannya tetap eksis dan terus
berkembang, mereka bisa menggunakan pengaruhnya untuk mengganti para
manajer yang berkinerja buruk. Hal ini bisa diartikan bahwa perubahan, bagi
para manajer, merupakan alat untuk menghindari pemecatan dirinya dan
sekaligus menjadi motivasi untuk meningkatkan kinerja perusahaan agar
sejalan dengan kepentingan para pemilik.
Berdasarkan alasan ekonomi bisa dikatakan bahwa para pemilik
organisasi merupakan tokoh sentral dan motor penggerak utama perubahan
karena sesuai dengan kedudukan dan kepentingannya, mereka bisa
mempengaruhi dan mempunyai legitimasi untuk memerintahkan para
manajer khususnya manajer puncak untuk melakukan perubahan. Di sisi lain
manajer puncak sesuai dengan mandat yang diberikan para pemilik
kepadanya bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan
perubahan. Seperti halnya para pemilik, manajer puncak juga memiliki
kewenangan dalam hal memerintahkan manajer di bawahnya untuk
melakukan hal yang sama – perubahan. Proses ini secara berturut-turut terus
bergulir mulai dari manajemen level atas sampai pada manajemen level
paling bawah. Pihak yang disebut terakhir beserta semua orang yang berada
di dalamnya tinggal melaksanakan apa yang dikatakan dan dimaui manajer di
atasnya. Demikian juga para manajer bisa mengalokasikan sumber-sumber
daya untuk kepentingan tersebut.
Perubahan organisasi yang inisiatifnya datang dari para pemilik dan
prosesnya dimulai dari manajemen level atas sampai level bawah yang baru
saja dikemukakan merupakan proses perubahan yang bersifat top-down yang
mengikuti pola manajemen seperti dikemukakan Henri Fayol. Seperti kita
ketahui bersama, Fayol termasuk tokoh manajemen klasik yang menekankan
pentingnya fungsi-fungsi manajemen seperti perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan dan pengendalian. Fungsi-fungsi ini didesain sedemikian rupa
agar organisasi beraktivitas secara teratur dan para manajer bisa mengelola
manusia/karyawan dan berbagai aktivitas organisasi lebih mudah. Kedudukan
organisasi dengan demikian layaknya sebuah mesin yang nasib dan hidup
matinya sangat tergantung pada para aktor yang menjalankannya.
Alasan kedua mengapa organisasi berubah bisa dilihat dari perspektif
pembelajaran organisasi (Lam, 2000) atau populer disebut sebagai “theory
EKMA4565/MODUL 2 2.15
O” (Beer & Nohria, 2000; Andriuŝčenka, 2007). Memang betul bahwa tujuan
akhir dari eksistensi organisasi adalah untuk memuaskan kepentingan para
pemilik. Namun tidak boleh dilupakan juga bahwa kepentingan para pemilik
hanya bisa terwujud jika proses internal berjalan dengan baik. Artinya
perubahan organisasi tidak secara langsung ditujukan untuk memuaskan
kepentingan para pemilik tetapi lebih ditujukan untuk memperbaiki kinerja
proses organisasi. Agar proses internal bisa berjalan dengan baik, dua syarat
berikut harus dipenuhi: (1) organisasi memiliki kapasitas dan kapabilitas
untuk mencapai tujuan organisasi dan (2) orang-orang yang bekerja di dalam
organisasi mau mengupayakan dan terus belajar dalam rangka memperbaiki
proses aktivitas sehingga organisasi bisa bekerja secara efisien.
Syarat pertama mutlak harus dimiliki organisasi sebab tanpa kapasitas
dan kapabilitas yang cukup mustahil organisasi bisa beroperasi dengan
lancar. Secara operasional kapasitas dan kapabilitas organisasi oleh Bruch &
Ghoshal (2003) dinamakan energi organisasi yaitu kekuatan yang
memungkinkan sebuah organisasi bisa berfungsi dengan baik. Bruch &
Ghoshal (2003) selanjutnya membedakan energi organisasi menggunakan
dua dimensi berbeda: dimensi kualitas dan intensitas energi. Dari sisi
kualitas, organisasi dianggap memiliki energi positif atau sebaliknya energi
negatif. Sedangkan dari sisi intensitasnya, energi organisasi bisa dibedakan
menjadi energi dengan intensitas tinggi dan rendah. Jika kedua dimensi
tersebut dipertemukan maka sebuah organisasi bisa dikelompokkan ke dalam
salah satu dari empat zona seperti tampak pada Gambar 2.1 yaitu: comfort
zone, resignation zone, aggression zone dan passion zone.
2.16 Manajemen Perubahan
Gambar 2.1.
Zona energi organisasi
melainkan karena memang tidak memiliki energi yang cukup untuk itu. Di
sisi lain, organisasi dikatakan masuk pada aggression zone jika terjadi
perselisihan internal antar karyawan. Akibatnya timbul emosi negatif karena
energi dihabiskan untuk bertengkar. Untungnya perselisihan ini menjadi
pendorong organisasi untuk berkompetisi. Manifestasinya muncul dalam
bentuk tingginya aktivitas organisasi dan perhatiannya terhadap sinyal-sinyal
tanda bahaya. Bisa dikatakan semua energi difokuskan untuk mencapai
tujuan organisasi. Terakhir, passion zone menggambarkan organisasi yang
berkembang dengan energi yang sangat kuat dan positif. Situasi ini biasanya
ditandai dengan suasana kerja yang menyenangkan dan membanggakan.
Tidak seperti yang terjadi pada comfort zone, pada passion zone semua
karyawan dengan antusiame yang tinggi mau berbagi dan berpartisipasi
untuk mencapai tujuan organisasi.
Dari penjelasan di atas bisa dikatakan bahwa tidak semua organisasi
memiliki energi yang cukup untuk menggerakkan organisasi dan bisa
mendukung pencapaian tujuan organisasi. Dua energi yang disebut pertama –
comfort zone dan resignation zone merupakan tipikal organisasi yang
energinya tidak cocok dengan kebutuhan organisasi. Sedangkan organisasi
yang masuk pada aggression zone dan passion zone bisa diandalkan untuk
mencapai tujuan organisasi. Oleh karena itu jika menghendaki organisasi bias
terus bertahan hidup dan berkembang, perubahan organisasi perlu dilakukan
bagi organisasi yang masuk kategori comfort zone dan resignation zone.
Organisasi yang masuk pada kategori ini harus diubah menuju pada
organisasi yang masuk pada kategori aggression atau passion zone (lihat
Gambar 2.2). Jelasnya organisasi harus melakukan perubahan yakni energi
yang menghambat aktivitas organisasi harus diubah menjadi energi yang
mampu memperkuat kapasitas dan kapabilitas organisasi sehingga pada
akhirnya tujuan organisasi bisa tercapai. Jika dinyatakan secara sederhana,
energi organisasi bisa menciptakan kombinasi kapabilitas yang bersifat
kognitif, emosional dan berorientasi tindakan yang bisa digunakan untuk
mencapai tujuan organisasi. Jika terjadi sebaliknya maka saatnya organisasi
harus merubah dirinya.
2.18 Manajemen Perubahan
Gambar 2.2.
Pemindahan energi menuju energi produktif
ketersediaan pergeseran
sumber daya preferensi
Gambar 2.3.
Tipologi perubahan lingkungan
SMK yang telah mengadopsi sistem mutu ISO kinerjanya tidak beranjak
lebih baik. Seperti tampak pada Tabel 2.1, Carson et al. (2000) misalnya
menggambarkan trend management fashion yang terjadi sejak tahun 1950-an
sapai dengan tahun 1990-an.
Tabel 2.1.
Perkembangan management Fashion
menguras energi dan hasilnya belum tentu seperti yang diharapkan. Namun
demikian tidak jarang pula karena ada keharusan, misalnya karena peraturan
atau Undang-undang mengharuskannya maka organisasi tidak bisa
menghindar untuk tidak melakukan perubahan. Sebagai contoh, bagi
perusahaan di Indonesia yang bergerak di bidang industri berbahan baku
kayu olahan seperti perusahaan furnitur, hampir tidak mungkin mengekspor
produknya ke Pasar Eropa jika tidak memiliki prasyarat tertentu. Di
antaranya produk-produk tersebut harus dilengkapi dengan sertifikat “eco
label”. Hal ini bisa diartikan bahwa perubahan organisasi, suka atau tidak,
harus dilakukan jika menginginkan produknya bisa dijual di pasar Eropa.
Secara umum tekanan lingkungan yang mengharuskan organisasi
melakukan perubahan bisa dibedakan menjadi dua yaitu: tekanan yang
bersifat formal dan tekanan yang bersifat informal. Tekanan yang bersifat
formal (formal coercion pressures) termasuk di dalamnya peraturan-
peraturan pemerintah yang harus dipatuhi oleh sebuah organisasi/perusahaan.
Persyaratan eco label seperti disebut di atas adalah salah satu contoh
perubahan karena tekanan formal. Contoh lain misalnya perusahaan
diharuskan mengolah limbah, sesuai dengan undang-undang lingkungan, agar
tidak mencemari lingkungan sebelum limbah tersebut dibuang.
Sementara itu, tekanan yang bersifat informal (informal coercive
oressures) tidak disebabkan kekuatan dari luar organisasi melainkan karena
kesadaran organisasi untuk melakukan hal yang lebih baik. Sebagai contoh,
pada dasarnya semua arah tujuan dan keputusan-keputusan organisasi adalah
hak perogratif manajer. Manajerlah yang seharusnya memutuskan semua itu
karena dialah penerima mandate dari pemilik. Namun agar semua elemen
organisasi memiliki sense of belonging tidak jarang dalam proses
pengambilan keputusan para manajer melibatkan unsur karyawan atau serikat
pekerja. Tujuannya agar kinerja organisasi meningkat dan semua pihak
merasa puas.
3. Perubahan Geopolitik
Sejak berakhirnya Perang Dunia Kedua sampai dengan tahun 1970-an
bisa dikatakan bahwa perekonomian dunia dikuasai oleh perusahaan-
perusahaan Amerika. Selama periode tersebut Amerika adalah satu-satunya
negara yang survive secara ekonomi ketika negara-negara pesaing
bertumbangan gara-gara perang. Perusahaan-perusahaan Amerika yang
secara tradisional sudah tergolong kuat dan efisien semakin menunjukkan
EKMA4565/MODUL 2 2.25
dominasinya ketika pesaing mereka Jepang dan Jerman kalah dalam perang.
Ketika itu slogan yang berkembang adalah “big is beautiful” – besar itu
indah. Slogan ini dipahami bahwa hanya perusahaan-perusahaan yang
dikelola secara besar-besaran yang bisa bersaing karena perusahaan besar
cenderung bisa efisien dalam pengelolaan sumber daya. Namun ketika awal
tahun 1970-an terjadi krisis minyak dunia, justru perusahaan-perusahaan
Amerika yang pertama kali berguguran karena perusahaan yang dikelola
dalam skala besar ternyata tidak bisa menanggung biaya tetap yang besar
pula. Sementara perusahaan-perusahaan Jepang yang sebelumnya tidak
dianggap sebagai pesaing mengalami kondisi sebaliknya. Perusahaan-
perusahaan ini tetap bisa bertahan hidup, kompetitif dan bahkan masih
menghasilkan laba meski mereka tidak bisa menghindar dari krisis minyak
dunia.
Dari pengalaman di atas, perusahaan-perusahaan Amerika sejak akhir
tahun 1970-an mulai melakukan perubahan demi perubahan yang bertujuan
agar lebih fleksibel dalam menghadapi perubahan lingkungan yang semakin
dinamis. Berkaitan dengan hal tersebut perusahaan-perusahaan Amerika yang
semula dikelola secara besar-besaran pada akhirnya dipecah-pecah menjadi
perusahaan-perusahaan yang skalanya lebih kecil dan berfokus pada bisnis
tertentu. Semua ini terjadi sekali lagi karena ada perubahan geopolitik yang
dihadapi perusahaan-perusahaan Amerika.
Perubahan organisasi yang disebabkan karena perubahan geopolitik juga
dialami perusahaan-perusahaan penerbangan Amerika paksa serangan World
Trade Center yang dikenal dengan kasus 9/11. Hal yang sama, Exxon Mobile
Indonesia – pengelola gas Arun terpaksa harus hengkang dari bumi Aceh
ketika terjadi kerusakan Aceh beberapa waktu lalu.
4. Penurunan Pasar
Sejauh ini PT. Telkom adalah satu-satunya perusahaan yang
menyediakan jaringan telepon kabel (fixed line) di Indonesia. Kalau ada
pesaing hanyalah Esia yang belakangan juga menawarkan fixed line kepada
masyarakat. Oleh karena itu sangat wajar jika PT. Telkom menguasai pasar
fixed line. Meski penguasaan pasar hampir tidak berubah, pendapatan
PT. Telkom dari fixed line tampak mulai menurun. Penyebabnya karena
masyarakat dalam hal berkomunikasi mulai beralih ke sarana komunikasi
berbasis nir kabel yang lebih fleksibel dan lebih murah. Akibat dari
penurunan pendapatan dari fixed line, PT. Telkom mulai melakukan
2.26 Manajemen Perubahan
perusahaan milik orang Indonesia sekarang sebagian besar saham milik asing
sehingga nama-nama bank tersebut mendapat embel-embel nama asing.
Pengaruh teknologi informasi terhadap kegiatan bisnis di Indonesia
kurang lebih juga sama seperti pengaruh globalisasi seperti disebutkan di
atas. Brick-and-mortar-business untuk sebutan bisnis tradisional sekarang
sudah mulai beralih ke click-and-mortar-business untuk menyebut bisnis
melalui internet. Sekarang perusahaan penerbitan misalnya mulai mendapat
pesaing baru – e-book. Semua ini dimungkinkan sekali lagi karena kemajuan
teknologi. Akibatnya, masyarakat lebih suka membaca berita melalui internet
ketimbang harus berlangganan media cetak
Walhasil globalisasi dan kemajuan teknologi informasi menjadikan peta
bisnis berubah dan perubahannya mengarah pada tingkat persaingan yang
begitu tajam. Oleh karena itu perusahaan yang tidak siap dengan perubahan
tersebut pasti akan tersisih. Sebaliknya, jika perusahaan tersebut mau
merubah dirinya bukan tidak mungkin globalisasi dan kemajuan teknologi
justru member peluang bisnis bagi dirinya.
bahwa organisasi juga membutuhkan stabilitas. Hal ini bisa diartikan bahwa
tekanan untuk berubah dan tekanan untuk stabil sesungguhnya terjadi secara
simultan dan keduanya harus mendapat perhatian demi kinerja organisasi
jangka panjang. Secara umum faktor-faktor yang mendorong perubahan
organisasi dan stabilitas organisasi dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut ini.
Tabel 2.2.
Tekanan untuk berubah vs. tekanan untuk stabil
terus menurun dan mati jika pihak manajemen tidak melakukan tindakan-
tindakan perubahan. Teori ini secara tidak langsung memberi sinyal bahwa
perubahan organisasi perlu dilakukan demi menjaga agar organisasi bisa
tumbuh secara berkelanjutan dan tidak mengalami kemandekan apalagi terus
menurun. Pada situasi berbeda sangat mungkin sebuah organisasi tidak
tumbuh secara alami seperti pada teori siklus hidup organisasi tetapi tumbuh
berlebihan (excessive growth). Situasi seperti ini biasanya terjadi manakala
pasar merespon kehadiran organisasi secara positif tetapi organisasi itu
sendiri justru tidak siap menghadapi respon pasar yang mendadak. Akibatnya
sering kali berdampak pada layanan kepada konsumen yang tidak optimal.
Perusahaan yang pernah mengalami excessive growth salah satunya adalah
Lion Air. Tidak lama setelah Lion Air berdiri dan melayani rute penerbangan
yang memang dibutuhkan masyarakat apalagi harga tiketnya relatif murah,
mendadak Lion Air tumbuh sangat pesat. Dampaknya sering terjadi
keterlambatan penerbangan karena jumlah pesawat dan rute yang dilayani
tidak seimbang. Lion Air kemudian meresponsnya dengan membeli pesawat
baru dalam jumlah yang cukup banyak demi melayani penumpang secara
optimal.
BNI, BTN, BAPINDO, BANK EXIM, BDN dan BBD. Sesuai dengan
namanya, masing-masing perusahaan diorientasikan dan berkonsentrasi pada
kegiatan bisnis tertentu. Oleh karenanya skop kegiatan masing-masing
perusahaan relatif terbatas. BTN misalnya lebih difokuskan pada pelayanan
tabungan masyarakat dan pembiayaan perumahan; Bank exim melayani
kegiatan ekspor - import dan Bapindo melayani kegiatan pembangunan atau
investasi jangka panjang. Namun dengan adanya deregulasi perbankan, bank-
bank swasta mulai bermunculan sehingga persaingan antar bank pada
akhirnya tidak bisa dihindari. Akibatnya, pemerintah membubarkan empat
perusahaan perbankan yang disebut terakhir – BAPINDO, EXIM, BDN dan
BBD karena dianggap tidak efisien dan mendirikan bank baru yaitu Bank
Mandiri. Di samping itu pemerintah juga melonggarkan skop kegiatan
perusahaan perbankan lainnya. BRI misalnya tidak lagi hanya melayani
kegiatan usaha rakyat kecil. Demikian juga BTN tidak hanya melayani
pinjaman untuk perumahan rakyat.
Untuk menginformasikan kepada masyarakat bahwa skop kegiatannya
telah berubah, bank-bank pemerintah mulai berbenah diri dengan mengubah
jati dirinya. BNI yang semula merupakan singkatan dari Bank Nasional
Indonesia sekarang BNI menjadi nama bank tersebut sehingga sekarang
namanya Bank BNI. Bank BNI juga merubah logo, visi, misi, dan nilai-nilai
perusahaan. Semua perubahan tersebut dimaksudkan agar masyarakat
mengenal Bank BNI sebagai perusahaan perbankan yang tidak sama dengan
BNI masa lalu. Hal yang sama juga dilakukan oleh BRI dan BTN. Demikian
juga pendirian Bank Mandiri memiliki tujuan yang sama.
LAT IH A N
R A NG KU M AN
TES F OR M AT IF 1
5) Perubahan organisasi karena alasan ekonomi oleh Beer & Nohria, 2000;
Andriuŝčenka, 2007). diasumsikan keberlangsungan hidup sebuah
organisasi/perusahaan sangat bergantung memiliki latar belakang pada
kepuasan pemegang saham atau pemilik organisasi dan kinerja
organisasi hal yang dimaksud adalah:
A. theory E”
B. Images of Organization
C. hypercompetition theory
D. constructivism
10) Collin and Porras; “Built to Last”. dan para manajer banyak yang
tercengang. Apa yang terjadi Memang betul, bahwa perubahan
organisasi ada yang mengikuti trend pada organisasi seperti ini sebagian
ada yang berhasil Upaya yang dilakukan oleh manajer untuk
menyelamatkan perusahaan adalah mencoba untuk menerapkan ....
A. Visi baru
B. praktik konsep
C. strategi baru
D. values… excessive growth
C. Produk ekspor
D. Import konten
14) Peristiwa World Trade Center 11 September 2006 yang dikenal dengan
kasus 9/11 telah menyebabkan Perubahan organisasi karena perubahan
global yang dialami industri penerbangan Amerika pasca World Trade
Center dan perusahaan Exxon Mobile Indonesia di Aceh saat kerusuhan
beberapa waktu lalu adalah ....
A. Geopolitik
B. Neoliberalism
C. Liberaslimas
D. WTO
Kegiatan Belajar 2
Tabel 2.3.
Karakteristik First-Order dan Second-Order Change
Tabel 2.4.
Tipe Perubahan menurut Nadler & Tushman
Incremental Discontinuous
Antisipatif Fine-tuning Reorientasi
First-oder change Merubah arah, tidak termasuk
Perbaikan merubah identitas diri dan nilai-
Peningkatan nilai organisasi
pengembangan
Reaktif Adaptasi Re-kreasi
Perubahan bersumber dari Second order change
dalam organisasi Merubah secara cepat terhadap
elemen-elemen dasar
organisasi
baik dan (3) pengembangan strategi baru dan teknologi baru sangat
mungkin untuk dilakukan. Berdasarkan argumentasi-argumentasi ini
maka proses perubahan pada second order change atau second order
planned change bisa digambarkan seperti tampak pada Gambar 2.4 yang
dimulai dari: kondisi organisasi yang menurun karena organisasi tidak
mampu memenuhi harapan internal maupun eksternal, dilanjutkan
dengan kesediaan anggota organisasi untuk melakukan perubahan
mendasar (transformative), upaya-upaya untuk melakukan perubahan
terencana dalam rangka menerjemahkan visi dan ide baru ke dalam
program, struktur dan prosedur, dan terakhir masa stabilitas dan
pengembangan organisasi di mana pada tahap ini program perubahan
telah dilaksanakan dan mulai terlembagakan, dipertahankan dan
dikembangkan.
Gambar 2.4.
Siklus Perubahan Second Order Change
3. Apa yang diubah yakni konten dari second order change. Setelah
melakukan telaah terhadap faktor penyebab perubahan second order
change dan bagaimana proses perubahan tersebut berlangsung, kini
giliran kita pahami apa saja yang perlu diubah dalam second order
EKMA4565/MODUL 2 2.53
planned change. Menurut Levy (1986) ada empat hal perlu diperhatikan
berkait dengan konten perubahan yaitu (1) perspektif perubahan, (2)
elemen perubahan, (3) dimensi perubahan dan (4) tingkat visibilitas
perubahan. Secara ringkas keempat hal tersebut dapat dilihat pada
Gambar 2.5 berikut ini.
Gambar 2.5.
Konten Perubahan Second Order Change
yang sedang kita jalani”, strategi apa yang kita gunakan untuk mencapai
misi dan tujuan organisasi, dan apa kebijakan yang kita terapkan
termasuk dalam dimensi ini.
c. Budaya organisasi. Termasuk di dalam dimensi ini adalah keyakinan,
nilai-nilai dan norma organisasi. Di samping itu dimensi ini juga
meliputi tindakan-tindakan yang bersifat simbolik, dan elemen-elemen
lain seperti mitos, ritual, upacara, aransemen fisik dan gaya manajemen.
Semua elemen ini meski bersifat kasatmata namun agak abstrak sehingga
tidak mudah dipahami oleh sebagian besar anggota organisasi.
d. Proses inti organisasi. Dimensi ini meliputi semua aspek kegiatan
organisasi yang bersifat kasatmata dan konkret sehingga mudah
dideteksi, diobservasi dan dipahami oleh anggota organisasi. Bahkan
orang luar organisasi sekalipun bisa dengan mudah mengetahui dimensi
ini. Termasuk di dalam dimensi proses inti organisasi adalah struktur
organisasi, praktik manajemen, proses pengambilan keputusan, sistem
penghargaan dan hukuman dan pola komunikasi organisasi.
Budaya
Budaya
Proses
inti
Decline
Transformation
Transition
Development
Permitting Paradigm:
enabling
precipitating Culture,
Lead to in which are changed
and mission and
triggering core process
event Planned &
managed
change
strategies,
interventions
and
technologies
Gambar 2.7.
Model Perubahan Second Order Planned Change
2.56 Manajemen Perubahan
R ange of s tability
S mooth incremental change
T ime of change
Gambar 2.8.
Smooth incremental change
R ang e of
s tability
T ime of change
Gambar 2.9.
Bumpy incremental change
EKMA4565/MODUL 2 2.57
R ange of s tability
D is continuous change
T ime of change
Gambar 2.10.
Discontinuous change
Gambar 2.11.
SHO berbentuk kurva S
EKMA4565/MODUL 2 2.61
Gambar 2.12.
Siklus Hidup Organisasi
Jumlah tahapan
Sumber Nama masing-masing tahapan
dalam SHO
Dua tahap di- Growing: Courtship, infancy, go-go,
Ichak Adizes (1999) kembangkan adolescence, dan erly prime
menjadi 10 tahap Aging: Late prime, aristocracy, Salem city,
bureaucracy dan death
(1) Strugles for autonomy, (2) Rapid growth,
Down (1967) Tiga tahap
(3) Deceleration
Lippit and Scmidt
Tiga tahap (1) Birth, (2) Youth, (3) Maturity
(1967)
Scott (1971) Tiga tahap (1) Stage 1, (2) Stage 2, (3) Stage 3
Katz and Kahn (1) Primitive system, (2) Stable organization,
Tiga tahap
(1978) (3) Elaborative supporting structure
Lynden (1975) Empat tahap (1) First, (2) Second, (3) Third, (4) Fourth stage
Kimberly (1979) Empat tahap (1) First, (2) Second, (3) Third, (4) Fourth stage
(1) Entrepreneurial, (2) Collectivity, (3)
Quinn and
Empat tahap Formalization and control, (4) Elaboration of
Cameron (1983)
structure
(1) Conception and development, (2)
Kazanjian (1988) Empat tahap
commercialization, (3) Growth, (4) Stability
(1) Creativity, (2) Direction, (3) Delegation,
Greiner (1972) Lima tahap
(4) Coordination, (5) Collaboration
Miller and Freisen (1) Birth, (2) Growth, (3) Maturity, (4) Revival,
Lima tahap
(1984) (5) Decline
(1) Fantasies, (2) Investment, (3) Determination,
(4) Experiments, (5) Predetermined Productivity,
Torbet (1974) Delapan tahap
(6) Openly chosen structure, (7) Foundational
community, (8) Liberating disciplines.
EKMA4565/MODUL 2 2.63
Tabel 2.5 menunjukkan adanya variasi jumlah dan nama tahapan dalam
SHO. Variasi tersebut disebabkan karena masing-masing teoritis
menggunakan pendekatan yang berbeda dalam mendeskripsikan makna dan
tujuan membahas SHO. Sebagai contoh, landasan yang digunakan oleh
Anthony Down untuk menghasilkan 3 tahapan SHO adalah motivasi untuk
tumbuh. Sementara itu Katz and Kahn, meski sama-sama menghasilkan
3 tahapan, dasar yang digunakan berbeda. Modelnya Katz and Khan
didasarkan pada elaborasi struktur organisasi sehingga mereka menyebut
tahap pertama sebagai primitive system stage yang menggambarkan
organisasi dengan struktur yang lebih menekankan pentingnya koordinasi
antar anggota organisasi. Tahap kedua disebut stable organization –
menyiratkan struktur organisasi yang lebih berorientasi pada mekanisme
pengendalian dan tahap ketiga adalah elaboration of structure merupakan
desain struktur yang adaptif terhadap lingkungan (1983).
Tabel 2.6.
Karakteristik perusahaan sedang tumbuh dan
Perusahaan sudah menua
Tabel 2.7.
Keterkaitan antara SHO dengan konfigurasi organisasi
Pertumbuhan
Lahir dan
tahap akhir dan Decline/menurun
pertumbuhan awal
penuaan
Struktur organisasi Informal dan formal
Formal dan
didukung struktur Sangat kompleks
kompleks
organisasi sederhana
Gap budaya Rendah Relatif tinggi Tinggi
Tipe
Craftman / pengrajin Lebih oportunis Lebih oportunis
kewirausahaan
Masa kerja CEO Relatif pendek Relatif panjang Relatif lebih panjang
Orientasi strategi Strategi pertumbuhan Strategi Tidak ada spesifikasi
2.66 Manajemen Perubahan
Pertumbuhan
Lahir dan
tahap akhir dan Decline/menurun
pertumbuhan awal
penuaan
pertumbuhan strategi
Ketidakpastian
Tinggi Biasanya tinggi Biasanya tinggi
lingkungan
Persepsi terhadap
Dianggap
ketidakpastian Dianggap tinggi Dianggap tinggi
rendah
lingkungan
Organizational Cenderung
Medium ke tinggi Rendah
slack menurun
Tabel 2.8.
Tahap pertumbuhan organisasi, fungsi budaya dan mekanisme perubahannya
Pada bagian pertama, yakni saat organisasi lahir dan memasuki tahap
awal pertumbuhan, organisasi yang kegiatannya belum begitu kompleks
biasanya dikelola langsung oleh para pendiri dan atau keluarganya. Bukan
hanya itu, merekalah yang menentukan semua sepak terjang organisasi
termasuk menentukan arah tujuan organisasi. Karena peran para pendiri dan
keluarganya begitu dominan maka budaya yang berkembang pada organisasi
tersebut seperti dikatakan oleh Choueke and Amstrong lebih merupakan
cerminan dari pandangan atau nilai-nilai para pendiri dan atau keluarganya
terhadap kondisi internal dan eksternal organisasi (2000). Sementara para
pekerja yang datang belakangan hanya sekedar mengikuti, mempelajari dan
menyesuaikan diri dengan apa yang dianggap benar oleh para pendiri dan
keluarganya. Mereka (para pekerja) seolah-olah tidak memiliki peran dalam
membangun budaya organisasi. Bagi para pendiri dan keluarganya, budaya
lebih berfungsi sebagai alat untuk mengintegrasikan para pekerja dengan
organisasi, alat perekat di antara anggota organisasi, dan alat untuk
membangun komitmen dalam rangka untuk menunjukkan identitas diri
organisasi. Pada tahap ini jika budaya terpaksa harus diubah, perubahannya
lebih disebabkan karena tuntutan internal dan ditujukan agar terjadi
kovesivitas/integrasi internal yang semakin kokoh bukan karena tekanan
lingkungan eksternal yang sangat kuat. Empat macam mekanisme perubahan
yang bisa digunakan yaitu:
a. Perubahan evolutif yang bersifat natural. Perusahaan kecil yang sedang
beranjak tumbuh biasanya ditandai dengan semakin meningkatnya
aktivitas perusahaan misalnya karena jumlah atau variasi produk yang
dihasilkan bertambah. Oleh karena itu tanpa disadari organisasi juga
EKMA4565/MODUL 2 2.69
hanya untuk mengganti teknologi lama yang sudah usang yang tidak
lagi cocok dengan kondisi sekarang tetapi juga sebagai bagian dari
upaya untuk merubah budaya.
3) Perubahan budaya dengan memaparkan sisi negatif dari mitos yang
selama ini berkembang di dalam organisasi. Ketika perusahaan
sudah mulai mapan dan cenderung mencapai tahap kejenuhan,
perusahaan sesungguhnya telah memiliki ideologi dan mitos yang
menjadi pedoman dalam menjalankan kegiatan perusahaan. Ideologi
dan mitos seperti ini oleh Argyris and Schon (1994) disebut sebagai
espoused theories. Ketika ideologi dan mitos tersebut begitu kuat,
telah mendarah daging dan tersistem ke dalam kehidupan organisasi,
para anggota organisasi tidak lagi memperhatikan sisi negatif
ideologi dan mitos tersebut. Dalam batas-batas tertentu, mitos
tersebut terkadang sudah tidak layak lagi untuk menjadi pedoman
dalam menjalankan kegiatan organisasi. Oleh karena perlu adanya
perubahan mitos untuk menghilangkan atau meminimalisir sisi
negatif dari mitos yang berkembang di dalam organisasi. Perubahan
tersebut bisa dilakukan dengan mengembangkan asumsi atau mitos
lain yang lebih relevan dalam menjalankan kegiatan organisasi
yakni theories in use – praktik yang berjalan yang sengaja didesain
untuk mengganti espoused theories. Meski kadang-kadang berjalan
lambat, perubahan mitos ini diharapkan akan bisa merubah budaya
organisasi berjalan.
4) Perubahan sedikit demi sedikit tetapi konsisten (incrementalism).
Perubahan budaya, dalam batas-batas tertentu, akan memberikan
hasil yang terbaik jika dilakukan sedikit demi sedikit tetapi
konsisten. Cara perubahan seperti ini biasanya dilakukan dengan
memanfaatkan semua kesempatan yang ada dalam upayanya untuk
mempengaruhi semua pihak yang terlibat di dalam perusahaan
sehingga pada akhirnya tujuan perusahaan bisa tercapai. Cara ini
biasanya cukup efektif meski memerlukan waktu lama terutama
untuk menghindari gejolak dibandingkan jika perubahannya
dilakukan sekaligus (radikal).
LAT IH A N
Tabel 2.8.
Tahap pertumbuhan organisasi, fungsi budaya dan mekanisme perubahannya
Desire
State REFREEZING
MOVEMENT
Status
Quo UNFREEZING
Driving Forces
Time
Gambar 2.13.
Model Perubahan Tiga Tahap
Tahap pertama proses perubahan adalah unfreezing. Pada tahap ini pola
perilaku pada kondisi yang sekarang berlangsung (status quo)
EKMA4565/MODUL 2 2.79
1) Menurut Burke (2002), ada lima cara agar model organisasi bisa
digunakan yaitu:
a) Membuat situasi yang sangat kompleks, di mana ratusan atau ribuan
kejadian berbeda, lebih manageable dengan cara mengurangi situasi
yang kompleks tersebut menjadi sejumlah kategori yang lebih
mudah dipahami.
b) Membantu mengidentifikasikan kegiatan-kegiatan organisasi atau
property organisasi yang betul-betul membutuhkan perhatian.
c) Menyoroti kesalingterkaitan berbagai macam property organisasi
seperti antara strategi dan struktur organisasi.
d) Menggunakan bahasa yang sama ketika mendiskusikan karakteristik
organisasi.
e) Menyediakan pedoman tentang urutan tindakan yang harus diambil
dalam situasi perubahan.
2) Lewin membuat model tiga-tahap perubahan yaitu unfreezing –
movement/change – refreezing.
a) Pada tahap unfreezing pola perilaku pada kondisi yang sekarang
berlangsung (status quo) diguncang, sehingga orang merasa kurang
nyaman sebagai upaya awal untuk mengelola resistensi terhadap
perubahan. Proses perubahan lebih ditujukan untuk mengatasi
terjadinya resistensi terhadap perubahan yang secara keseluruhan
dilakukan dengan membuka kelemahan dari sistem yang sedang
digunakan.
b) Pada tahap movement atau change, meliputi proses perubahan
sesungguhnya di mana organisasi.
EKMA4565/MODUL 2 2.81
R A NG KU M AN
1. Tidak ada satupun model perubahan yang paling benar, yang ada
adalah setiap model memiliki kelebihan dan kelemahan tersendiri
karena model hanyalah sebuah penyederhanaan dari kompleksitas
organisasi. Dengan demikian aplikasinya dalam praktik harus
dilakukan secara hati-hati dengan mempertimbangkan kecocokan
2.82 Manajemen Perubahan
TES F OR M AT I F 2
C. akuisitor
D. merger
Daftar Pustaka
Beer, M, & Nohria, N. (ed.) Breaking the Code of Change, Boston: Harvard
Business School Press.
Keidel, R.W. (1984). Baseball, Football and Basketball: Models for business,
Organizational dynamics, pp. 5-17.
Markus, M.L. & Benjamin, R.I. (1997). The Magic Bullet Theory in IT-
Enabled Transformation, Sloan Management Review, 38 (2), pp. 55-68.
Reger, R.K; J.V. Mullane; L.T. Gustafson and S.M. DeMarie. (1994).
Creating earthquake to change organizational mindsets: Executive
summary, The academy of management executive, pp.31-45.
Manajemen Perubahan:
Konsep dan Implementasi
Drs. Achmad Sobirin, MBA., Ph.D.
PEN D A HU L UA N
Tahun 2007 Nissan Grand Livina dinobatkan sebagai Car of The Year.
Keberhasilan ini seolah mengulang kesuksesan Nissan X-Trail yang pada
tahun 2005 juga dinyatakan sebagai No. 1 SUV in Indonesia. Kedua
produk ini, dan sejumlah varian Nissan lainnya lantas melambungkan
kembali nama Nissan dalam pasar otomotif di Indonesia dan dunia meski
10 tahun sebelumnya Nissan hampir saja bangkrut. Keberhasilan ini tidak
lepas dari manajemen perubahan – tepatnya strategi penyehatan
perusahaan (turn around strategy) yang dijalankan Nissan.
Pada tahun 1999 Nissan, salah satu raksasa perusahaan mobil Jepang
berada pada titik nadir setelah sebelumnya perusahaan terus mengalami
kerugian yang puncaknya terjadi pada tahun 1998 saat hutang yang
ditanggung Nissan mencapai Rp200 trilyun. Beruntung, saat Nissan
menghadapi situasi krisis muncul sang dewa penyelamat dari
Perancis ...Renault. Perusahaan mobil Renault setuju untuk membeli
37% saham Nissan dan menggelontorkan dana segar untuk
menyelamatkan Nissan dengan satu kesepakatan kendali perusahaan
berada di tangan Renault. Berdasarkan kesepakatan tersebut Renault
lalu mengutus salah satu eksekutif terbaiknya bernama Carlos Ghosn
untuk menjadi CEO Nissan (sebuah fenomena yang juga amat langka di
Jepang, orang non-Jepang bisa menjadi CEO perusahaan besar Jepang).
Pesan Renault untuk pria keturunan Lebanon ini tegas: segera angkat
koper ke Jepang, selamatkan Nissan dan jangan pernah kembali ke Paris
sebelum engkau berhasil. Begitulah, pada pertengahan tahun 1999, Carlos
3.2 Manajemen Perubahan
Ghosn resmi menjadi CEO Nissan untuk memulai sebuah mission almost
impossible.
Sejak saat itu, Ghosn melakukan serangkaian langkah kunci untuk
merevitalisasi kebesaran Nissan. Yang pertama ia lakukan adalah building
sense of urgency untuk berubah. Pilihan bagi Nissan saat ini memang
cuma dua: berubah atau mati. Dan fakta serta data yang ada memang
mampu membuat segenap pekerja Nissan percaya bahwa kondisi Nissan
sudah berada pada titik nadir, and they have to change to survive.
Langkah berikutnya adalah meluncurkan apa yang ia sebut sebagai
Nissan Recovery Plan. Dalam rencana inilah dipetakan secara detail dan
jelas tindakan kunci apa saja yang perlu dilakukan untuk mentransformasi
Nissan. Dalam recovery plan ini terdapat dua strategi kunci. Yang pertama
adalah segera melakukan revitalisasi produk-produk baru Nissan. Proses
pengembangan produk baru harus dipercepat dan segera ditingkatkan
kapabilitasnya. Di sini Nissan merekrut salah satu desainer mobil top
Jepang, Shiro Nakamura untuk menjadi Chief Design Nissan, dan
keputusan ini ternyata kelak terbukti amat vital untuk merevitalisasi lini
produk Nissan. Strategi yang kedua adalah melakukan efisiensi biaya
secara besar-besaran. Termasuk di dalamnya adalah menutup pabrik-pabrik
yang tidak produktif, mensentralkan proses purchasing secara global agar
lebih efisien, sena juga mengeliminasi pekerjaan-pekerjaan yang non
value-added.
Langkah terakhir yang dilakukan Carlos Ghosn adalah membentuk Tim
Inti yang langsung dikomandani dirinya. Tugas tim ini jelas dan tegas
memastikan bahwa semua yang tercantum dalam recovery plan dapat di-
EKSEKUSI dengan tuntas. Eksekusi atau implementasi menjadi kata
kunci di sini. Dan beruntung, Ghosn ternyata bukan tipikal pemimpin
yang hanya bicara visi tanpa tindakan apa, Ghosn adalah tipikal
eksekutor sejati. Ia selalu fokus pada hasil (result oriented) dan
berorientasi pada bagaimana menuntaskan proses eksekusi. Sikap
semacam ini tak pelak merupakan elemen penting untuk memastikan agar
semua recovery plan itu tak hanya tinggal rencana — namun benar-benar
diimplementasikan sesuai sasaran.
Serangkaian langkah kunci di atas ternyata benar-benar membawa
keajaiban. Pada tahun 2001 Nissan telah kembali meraih keuntungan, dan
terus mengalami pertumbuhan yang mengesankan hingga hari ini.
Melalui tindakan eksekusi yang terukur dan brilian, Ghosn akhirnya bisa
EKMA4565/MODUL 3 3.3
Kegiatan Belajar 1
bahwa agar sebuah organisasi/perusahaan bisa terus tumbuh dari satu fase ke
fase berikutnya tidak bisa dihindarkan perusahaan harus berubah.
Gambar 3.1.
Fase Pertumbuhan Organisasi
3.10 Manajemen Perubahan
Gambar 3.2.
Karakteristik Masing-masing Fase dalam Pertumbuhan
Gambar 3.3.
Perubahan Sistemik
Gambar 3.4.
Perubahan Sistemik menurut Dooley
3.14 Manajemen Perubahan
2. Teleological theory
Runtutan perubahan menurut teori ini adalah berawal dari penentuan visi
yang menggambarkan masa depan organisasi yang ingin dituju dan
penetapan tujuan. Proses berlanjut dengan implementasi untuk mencapai
tujuan, munculnya ketidakpuasan mungkin karena tujuan tidak tercapai dan
mencari solusi dan kembali ke proses awal yakni penetapan tujuan baru.
EKMA4565/MODUL 3 3.15
3. Dialectical theory
Sesuai dengan namanya, teori ini bersifat dialektik yang bersifat
konfrontatif antara tesis dan antitesis sehingga menimbulkan konflik.
Menurut teori ini konflik menjadi bagian penting dalam proses perubahan
karena dari konflik inilah akan menghasilkan sintesis sebagai dasar untuk
penyelesaian masalah.
4. Evolutionary theory
Perubahan menurut teori ini bersifat evolutif yang melibatkan beberapa
entitas dalam organisasi dimulai dari adanya variasi kejadian di dalam
organisasi sehingga memunculkan berbagai macam pilihan (seleksi). Proses
berikutnya adalah menentukan dan mempertahankan pilihan sebagai dasar
untuk mengatasi masalah. Proses perubahan kemudian kembali pada tahap
awal yang memunculkan berbagai macam variasi pilihan.
Gambar 3.5.
Teori Proses Perubahan
3.16 Manajemen Perubahan
Tabel 3.1.
Kapasitas Perubahan Organisasi
harus berubah. Atau dengan kata lain, pandangan di atas hanya cocok untuk
lingkungan bisnis yang stabil seperti yang terjadi pada tahun 1960-an dan
1970-an.
Meski pada tahun 1951 Kurt Lewin sudah memperkenalkan konsep
perubahan yang populer dengan ―tiga tahap perubahan – unfreeze, change,
and refreeze‖, bisa dikatakan bahwa pada periode 1960-an dan 1970-an
istilah manajemen perubahan tidak banyak dijumpai (Marshak, 2005) bukan
karena saat itu tidak ada perubahan organisasi tetapi karena rendahnya
tingkat persaingan dan stabilnya lingkungan bisnis sehingga pola pikir
―supply creates it own demand – apa yang dihasilkan pasti laku dijual‖
menjadi pola pikir para manajer (Adler 2002). Akibatnya para manajer
cenderung lebih memikirkan bagaimana mengembangkan bisnisnya
ketimbang harus memikirkan perubahan organisasi. Oleh karena itu kalaulah
pada waktu itu ada upaya pembenahan terhadap organisasi, pembenahannya
– yang banyak dibantu psikolog di bidang industri dan organisasi sebagai
konsultan, cenderung bersifat minor dan terencana. Di samping itu
perubahannya lebih ditujukan untuk membenahi sumber daya manusia agar
di satu sisi karyawan bisa bekerja lebih efisien dan produktif sejalan dengan
pertumbuhan organisasi dan di sisi lain karyawan mendapatkan kepuasan
dalam bekerja. Ujung-ujungnya organisasi bisa berfungsi secara efektif
karena bisa memenuhi kepentingan dua belah pihak yang kadang-kadang
memiliki kepentingan berbeda. Proses pembenahan organisasi seperti ini
disebut sebagai pengembangan organisasi (organizational development).
Memasuki tahun 1980-an lingkungan bisnis tidak sestabil periode
sebelumnya. Saat itu bahkan banyak industri Amerika mulai berguguran
karena terlambat mengantisipasi terjadinya perubahan lingkungan bisnis.
Akibatnya para manajer yang merasa shock lantas berupaya untuk mengatasi
persoalan yang dihadapinya dengan cara-cara yang tidak konvensional.
Tujuannya hanya satu yakni memulihkan kondisi ekonomi bagi perusahaan
yang dipimpinnya yang sedang terpuruk, bukan sekedar membenahi proses
aktivitas dan sumber daya manusia. Kondisi inilah yang kemudian ditangkap
para konsultan manajemen dengan menawarkan pembenahan organisasi yang
tidak lagi bersifat minor tetapi lebih revolusioner dengan mengedepankan
nilai-nilai ekonomi sebagai hasil akhir pembenahan organisasi ketimbang
sekedar perbaikan proses seperti yang terjadi pada periode-periode
sebelumnya. Pembenahan organisasi seperti ini belakangan dikenal sebagai
manajemen perubahan. Marshak (2005) mengakui bahwa dengan semakin
3.20 Manajemen Perubahan
Tabel 3.2.
Perbedaan antara Pengembangan Organisasi dengan Manajemen Perubahan
Manajemen
Tekanan Nilai-nilai
Pendekatan Metode Perubahan
pada… dominan
merupakan…
Manajemen Hasil/outcome Proses Ekonomi Rekayasa atau
Perubahan dilakukan oleh arahan
elite organisasi
Perkembangan Proses Proses secara Humanisme Pemberian
Organisasi partisipatif fasilitas atau
coaching
Tabel 3.3.
Bahasa dan Nilai-nilai Humanisme dan Psikologi Sosial vs Ekonomi dan Bisnis
Humanisme dan
Dimensi Ekonomi dan Bisnis
Psikologi Sosial
Nilai paling tinggi Pengembangan manusia Pengembalian modal
Alat-alat yang Kesadaran Uang dan sumber daya
digunakan
Image Aktualisasi diri Bottom line
Tempat nilai Inner self Pasar
Icon Pencerahan dan Entrepreneur dan eksekutif
pemberdayaan diri
Tema Individu: Bisnis dan pasar
Kebebasan Strategi bersaing
Martabat Laba rugi
Pemberdayaan Produktivitas
Emosi ROI
Spirit Penggunaan sumber daya
Integrasi menyeluruh yang efisien
Kesejahteraan ekonomi
G. KESIAPAN BERUBAH
1. Keamanan
Perubahan bisa jadi akan meningkatkan permintaan terhadap
produk/jasa. Hal ini bisa diartikan bahwa karyawan merasa lebih aman
karena keterampilan individu mereka tidak dipersoalkan dan atau
organisasi bisa bertahan hidup.
2. Uang
Perubahan boleh jadi akan meningkatkan gaji karyawan.
3. Otoritas
Perubahan bisa menjadi sumber promosi bagi karyawan dan atau
memungkinkan karyawan memiliki kesempatan berkiprah lebih luas
misalnya bisa terlibat dalam pengambilan keputusan.
4. Prestise
Perubahan biasanya diikuti oleh perubahan titel jabatan, tugas baru, atau
hal-hal baru lainnya yang membuat karyawan merasa lebih bangga
terhadap dirinya dan organisasi.
5. Tanggung jawab
Tugas dan tanggung jawab karyawan mungkin akan berubah dan
karyawan merasa mendapat tantangan baru untuk menunjukkan
kemampuannya.
6. Kondisi kerja lebih baik
Lingkungan fisik diharapkan lebih baik dan atau disediakan fasilitas-
fasilitas lain yang lebih baru.
7. Kepuasan diri
Individu karyawan akan merasakan adanya sense of achivement yang
lebih tinggi dan tantangan baru yang lebih segar.
8. Kontak antar individu lebih baik
Perubahan akan memberi kesempatan karyawan bisa berinteraksi dengan
orang-orang penting di dalam organisasi.
9. Membutuhkan waktu dan usaha lebih sedikit
Perubahan bisa meningkatkan efisiensi misalnya dengan
diperkenalkannya teknologi baru.
Gambar 3.6.
Persepsi Karyawan terhadap Proses Perubahan
Fase Penjelasan
Shock dan Karyawan dihadapkan pada situasi yang tidak
Kejutan diharapkan. Situasi ini bisa terjadi secara kebetulan misal
ketika terjadi kerugian besar pada satu unit bisnis tertentu
atau terjadi karena adanya peristiwa yang terencana
seperti pada saat workshop pengembangan diri dan
peningkatan kinerja karyawan. Situasi ini membuat
karyawan sadar bahwa pola kerja mereka sudah tidak
cocok lagi dengan kondisi saat ini sehingga mereka
menganggap bahwa kemampuan diri mereka mulai
berkurang.
Mengingkari dan Karyawan mencoba mengaktifkan nilai-nilai berjalan
Menolak sebagai dukungan untuk menegaskan bahwa perubahan
betul-betul tidak diperlukan. Dari sini mereka yakin
bahwa perubahan memang tidak perlu. Oleh karena itu
mereka merasa bahwa kemampuannya meningkat lagi.
Pemahaman Karyawan mulai menyadari bahwa perubahan itu perlu.
secara Rasional Kesadaran ini mengakibatkan anggapan baru yakni
kemampuan mereka kembali menurun. Karyawan lantas
3.26 Manajemen Perubahan
Fase Penjelasan
mencoba dan memfokuskan diri untuk mencari solusi
jangka pendek sehingga mereka sesungguhnya tidak
menyelesaikan masalah melainkan hanya mengatasi
gejalanya saja. Artinya, mereka tetap belum mau
merubah pola perilakunya.
Menerima secara Pada fase ini yang juga disebut sebagai krisis merupakan
Mendalam fase paling penting. Jika manajemen berhasil
(Emotional menciptakan kemauan karyawan untuk berubah
Acceptance) khususnya terkait dengan perubahan nilai-nilai,
keyakinan dan perilaku, organisasi diyakini mampu
memanfaatkan dan mengoptimalkan potensi karyawan
sesungguhnya. Sebaliknya, kegagalan manajemen bisa
berakibat berhentinya proses perubahan atau paling tidak
derajat intensitas perubahannya mulai menurun.
Mempraktikan Kesediaan karyawan menerima perubahan bisa
dan Pembelajaran menciptakan kemauan karyawan untuk belajar.
Karyawan mulai mencoba perilaku dan proses baru.
Dalam fase ini mereka punya pengalaman gagal dan
berhasil. Pada saat inilah tugas manajer perubahan untuk
menciptakan apa yang disebut small win – sukses kecil
misalnya dengan menawarkan proyek-proyek yang
mudah dikerjakan. Keberhasilan, meski kecil, bisa
meningkatkan tingkat kepercayaan diri karyawan bahwa
mereka betul-betul memiliki kompetensi yang
diperlukan.
Realisasi Karyawan mengumpulkan lebih banyak informasi
dengan cara belajar dan mencoba. Pengetahuan baru
yang mereka peroleh tentunya bisa memberi efek balik
bagi karyawan sehingga mereka tahu perilaku mana yang
efektif untuk situasi apa. Pada akhirnya hal ini akan
membuka pikiran karyawan terhadap pengalaman baru.
Situasi ini juga menjadikan organisasi lebih fleksibel dan
karyawan merasa bahwa tingkat kompetensi mereka
mencapai titik tertinggi dibandingkan dengan periode-
periode sebelumnya.
EKMA4565/MODUL 3 3.27
Fase Penjelasan
Integrasi Karyawan secara totalitas mengintegrasikan pola pikir
dan tindakan baru dan pada akhirnya perilaku baru
menjadi kehidupan rutin sehari-hari.
Pertanyaan Nilai
Sponsorship. Sponsor perubahan tidak harus datang dari pimpinan
yang secara formal bekerja sehari-hari di perusahaan. Namun
sponsor perubahan bisa saja datang dari orang yang visioner,
cheerleader dan pembayar tagihan – orang-orang yang memiliki
kekuatan untuk membantu tim perubahan manakala tim
menghadapi resistensi perubahan. Berikan nilai tertinggi –
perubahan akan lebih mudah – jika sponsorship berasal dari level
eksekutif senior seperti CEO, Kepala unit bisnis yang otonom.
Berikan nilai terendah jika sponsor berasal level bawah
organisasi seperti staff.
Leadership. Hal ini dimaksudkan sebagai pemimpin sehari-hari –
yakni orang yang memiliki wewenang untuk mengundang rapat,
menetapkan tujuan, dan bekerja sampai larut malam. Perubahan
akan berhasil jika kepemimpinan adalah orang pada level
tertinggi, mempunyai ―kepemilikan‖ (bertanggung jawab
langsung terhadap apa yang harus diubah), dan dalam pikirannya
jelas apa yang harus dihasilkan. Kepemimpinan dengan level
rendah, atau kepemimpinan yang tidak memiliki hubungan baik
lintas departemen, atau berasal dari staff kemungkinan berhasil
sangat rendah. Oleh karenanya berilah nilai yang rendah.
Motivasi. Berilah nilai tinggi jika pimpinan senior memiliki sense
of urgency (rasa bahwa organisasi harus segera berubah) dan
menyampaikannya ke seluruh elemen organisasi, dan budaya
yang berkembang di organisasi adalah budaya yang menekankan
perbaikan terus menerus. Sebaliknya berilah skor rendah jika
manajer dan para pekerjanya dibelenggu tradisi lama di mana
mereka telah bekerja katakanlah lebih dari 15 tahun, dan budaya
EKMA4565/MODUL 3 3.29
Pertanyaan Nilai
yang ada adalah budaya konservatif yang tidak mendorong
keberanian mengambil risiko.
Arahan. Apakah senior manajer memiliki keyakinan kuat bahwa
masa depan harus berbeda dengan masa kini? Seberapa jelas
manajemen menggambarkan masa depannya? Apakah manajemen
bisa memobilisasi pihak-pihak terkait – karyawan, komisaris,
konsumen dsb – untuk melakukan tindakan perubahan? berilah
skor tinggi jika jawaban pertanyaan tersebut positif. Namun jika
manajer senior hanya berpikiran perubahan minor sangat mungkin
justru tidak terjadi perubahan sama sekali. Oleh karenanya berilah
skor yang rendah.
Pengukuran. Berilah skor 3 jika pengukuran kinerja yang
didukung oleh manajemen kualitas telah digunakan dan
pengukuran kinerja ini mengekspresikan aspek ekonomi dari
kegiatan bisnis. Berilah skor 2 jika ada pengukuran kinerja tetapi
kompensasi dan sistem imbalan tidak memperkuat sistem
pengukuran kinerja tersebut. Beri skor 1 jika sama sekali tidak
ada pengukuran kinerja.
Konteks organisasi. Bagaimana upaya perubahan dikaitkan
dengan segala sesuatu yang terjadi di organisasi? (misal, apakah
upaya tersebut dikaitkan dengan proses manajemen kualitas?
Apakah upaya tersebut cocok dengan strategi berjalan?) Jika
jawabannya positif beri skor tinggi. Sebaliknya upaya perubahan
akan menjadi di masa datang jika upaya tersebut tidak terkait
secara strategis. Beri skor rendah untuk kondisi ini.
Proses/Fungsi. Perubahan besar hampir pasti membutuhkan
desain ulang proses bisnis yang memotong lintas fungsi seperti
fungsi pembelian atau pemasaran. Jika manajer fungsional sangat
kaku enggan berkorban, perubahan akan sulit dilakukan. Beri skor
lebih tinggi jika kemauan berkorban manajer fungsional semakin
tinggi demi kepentingan organisasi secara keseluruhan.
Benchmark. Apakah perusahaan anda pemimpin dalam industri
atau sebaliknya, beri skor tinggi jika perusahaan anda
menjalankan program berkelanjutan yang secara obyektif
membandingkan kinerja perusahaan dengan kinerja kompetitor
dan secara sistematis menilai perubahan terhadap pasar sasaran.
3.30 Manajemen Perubahan
Pertanyaan Nilai
Sebaliknya beri skor rendah jika pengetahuan anda tentang
kemampuan kompetitor sangat rendah.
Fokus pada Konsumen. Semakin banyak orang terinspirasi oleh
pengetahuan mereka terhadap konsumen semakin tinggi
kemungkinannya organisasi setuju berubah demi melayani
konsumen lebih baik. Beri skor 3 jika setiap orang tahu siapa
konsumen mereka, tahu kebutuhan konsumen dan pernah
melakukan kontak dengan konsumen. Beri skor rendah jika
pengetahuan tentang konsumen hanya dimiliki oleh bagian
pemasaran.
Penghargaan. Perubahan menjadi semakin mudah jika para
manajer dan karyawan diberi penghargaan untuk tindakan yang
berani ambil risiko, mau berinovasi dan mau mencari solusi baru.
Penghargaan berbasis tim akan lebih baik dibandingkan dengan
penghargaan untuk hasil yang dicapai individu. Beri skor rendah
jika perusahaan anda akan memberi penghargaan bagi mereka
yang lebih memilih stabilitas ketimbang perubahan, jika manajer
justru menjadi pahlawan untuk penyusunan anggaran yang tidak
berisiko, dan jika kesalahan akan mendapat hukuman.
Struktur Organisasi. Situasi terbaik terjadi jika organisasi didesain
secara fleksibel. Beri skor rendah jika struktur organisasi sangat
kaku dan tidak mengalami perubahan dalam lima tahun terakhir
atau telah melakukan beberapa reorganisasi tetap selalu gagal;
semua ini menandakan adanya budaya sinisme di dalam
organisasi dan mencoba melawan perubahan.
Komunikasi. Perusahaan lebih siap mengadaptasi perubahan jika
memiliki komunikasi dua arah yang bisa menjangkau semua level
organisasi dan memungkinkan karyawan bisa menggunakannya
dan memahaminya. Sebaliknya jika media komunikasi sangat
sedikit, komunikasi satu arah dan top down, sepertinya perubahan
semakin sulit dilakukan. Beri skor rendah pada situasi kedua.
Hierarki Organisasi. Semakin sedikit hierarki organisasi dan
semakin sedikit golongan/level karyawan semakin tinggi
kemungkinan tingkat keberhasilan perubahan. Sebaliknya jika
manajer dan staff level menengah semakin banyak bukan hanya
akan memperlambat pengambilan keputusan tetapi semakin
EKMA4565/MODUL 3 3.31
Pertanyaan Nilai
banyak orang yang memiliki kekuatan untuk memblok perubahan.
Pengalaman sebelumnya dengan perubahan. Beri skor 3 jika
perusahaan pernah mengimplementasikan perubahan besar dan
berhasil. Beri skor 1 jika perusahaan belum pernah punya
pengalaman tentang perubahan atau gagal melakukan perubahan,
atau perubahan yang dilakukan sebelumnya menimbulkan
kemarahan. Beri skor 2 jika perubahan pada masa lalu hasilnya
meragukan.
Moral. Perubahan akan lebih mudah dilakukan jika karyawan
menikmati kerja dan tanggung jawab individu sangat tinggi.
Sebaliknya tanda ketidaksiapan perubahan terjadi jika spirit team
sangat rendah, tidak ada orang yang mau melakukan upaya ekstra
dan terjadi mistrust. Dua jenis mistrust adalah saling tidak percaya
antara manajemen dan karyawan dan antar karyawan.
Inovasi. Situasi terbaik adalah perusahaan selalu berusaha
melakukan eksperimen, ide-ide baru diimplementasikan dengan
mudah, karyawan bisa bekerja lintas fungsi tanpa hambatan.
Sementara itu, tanda-tanda buruk ditunjukkan oleh banyaknya
aturan yang membelenggu, banyaknya tanda tangan yang harus
diminta sebelum ide-ide baru dicobakan, karyawan hanya boleh
bekerja sesuai dengan alur kerjanya dan tidak didorong untuk
bekerja lintas bidang.
Pengambilan Keputusan. Beri skor tinggi jika keputusan diambil
secara cepat setelah mempertimbangkan banyak masukan, dan
keputusannya apa sangat jelas. Sebaliknya beri skor rendah jika
pengambilan keputusan sangat lambat dan dasar keputusannya
sangat misterius; banyak konflik dalam proses pengambilan
keputusan, dan kebingungan dan saling menyalahkan jika ada
ketidaktepatan dalam keputusan.
Scoring
41 – 51 : Implementasi perubahan diyakini akan berhasil
28 - 40 : Perubahan mungkin bisa dilaksanakan tetapi tampaknya akan
mengalami kesulitan, terutama jika tujuh pertanyaan pertama
nilainya rendah
17 – 27 : Implementasi perubahan sepertinya hampir tidak mungkin
dilaksanakan jika bencana tidak segera diendapkan
3.32 Manajemen Perubahan
selamanya berjalan mulus. Hambatan di sana sini pasti akan dihadapi. Oleh
karena itu pelaku perubahan paling tidak harus memahami dua hal yaitu:
a. Mengapa karyawan resisten terhadap perubahan.
b. Bagaimana mengelola resistensi tersebut.
Tabel 3.4.
Metode Mengelola Resistensi Menurut Kotter & Schlesinger
Kemungkinan
Metode Karakteristik Konteks
Kesulitan
Edukasi dan Menginformasikan Jika resisten karena Mungkin butuh
komunikasi kepada publik alasan ketiadaan informasi waktu lama yang
utama perubahan; atau mis-informasi dalam beberapa
menyediakan informasi kasus bisa menjadi
yang dibutuhkan masalah besar
Partisipasi Melibatkan karyawan Jika resisten karena Bisa memperlambat
dan pelibatan dalam proses adanya rasa proses dan
3.40 Manajemen Perubahan
Kemungkinan
Metode Karakteristik Konteks
Kesulitan
perubahan sebagai terbuang dari proses memunculkan
partisipan aktif perubahan kompromi dalam
pengambilan
keputusan yang
dapat menurunkan
optimalisasi proses
Kemudahan Menyediakan sumber Jika resisten karena Membutuhkan
dan daya baik teknis khawatir dan ketidak- dukungan uang,
dukungan maupun nonteknis pastian waktu dan hubungan
interpersonal di
mana manajer
merasa tidak siap
untuk
menyediakannya
Negosiasi Menawarkan insentif Jika resistor memiliki Bisa merubah dan
dan kepada resistor posisi kuat untuk penurunan kualitas
kesepakatan potensial maupun yang menggerogoti elemen kunci
sesungguhnya perubahan jika perubahan
kepentingan mereka
tidak terakomodasi
Manipulasi Memanfaatkan informasi Jika partisipasi, Pendekatan ini
dan kooptasi secara selektif; mencari fasilitasi dan berisiko terjadinya
dukungan karyawan negosiasi serangan balik jika
kunci dengan memberi membutuhkan waktu cara-cara yang
peran kunci dalam lama dan biaya besar digunakan dianggap
proses perubahan terlalu kasar, tidak
etis atau manajer
dianggap menyuap
agar karyawan patuh
Memberi Mengancam karyawan Jika penerima Hasil yang
ancaman, dengan konsekuensi perubahan tidak diharapkan mungkin
eksplisit yang tidak diharapkan cukup kuat untuk tercapai tetapi
maupun jika mereka tetap resisten, ketika dukungan terhadap
implisit resisten keberlangsungan perubahan bersifat
organisasi dalam semu sehingga
bahaya jika tidak proses perubahan
segera berubah bisa memerlukan
waktu lebih lama
EKMA4565/MODUL 3 3.41
LAT IH A N
R A NG KU M AN
Manajemen
Nilai-nilai
Pendekatan Tekanan pada Metode Perubahan
dominan
merupakan
Manajemen Hasil/outcome Proses dilakukan Ekonomi Rekayasa atau
Perubahan oleh elite organisasi arahan
Perkembangan Prosess Proses secara Humanisme Pemberian
Organisasi partisipatif fasilitas atau
coaching
TES F OR M AT IF 1
10) Menurut Jick & Peiperl (2003), terdapat empat tahap untuk mengelola
resistensi perubahan meliputi:
A. shock, anger, mourning, dan acceptance
B. anger, shock, mourning, dan acceptance
C. mourning, anger, shock, dan acceptance
D. anger, mourning, shock, dan acceptance
Kegiatan Belajar 2
Tabel 3.5.
Model Perubahan Organisasi
EKMA4565/MODUL 3 3.49
Desire
State REFREEZING
MOVEMENT
Status
Quo UNFREEZING
Driving Forces
Time
Gambar 3.7.
Model Perubahan Tiga Tahap
Tahap pertama proses perubahan adalah unfreezing. Pada tahap ini pola
perilaku pada kondisi yang sekarang berlangsung (status quo) diguncang,
sehingga orang merasa kurang nyaman sebagai upaya awal untuk mengelola
resistensi terhadap perubahan. Bergantung pada level perubahan yang
diinginkan, unfreezing pada level individu misalnya dilakukan dengan
mempromosikan atau sebaliknya memecat beberapa orang secara selektif;
pada level struktural mendesain ulang struktur organisasi, misalnya dari
functional menuju process based structure dan mengembangkan model
pelatihan sebagai tindak lanjutnya; atau pada level organisasi menyediakan
database sebagai umpan balik tentang iklim kerja atau iklim organisasi dan
pandangan karyawan terhadap praktik manajemen. Pada level manapun
proses unfreeze dilakukan, tujuan dari intervensi ini adalah untuk
menyadarkan para anggota organisasi akan adanya kebutuhan untuk berubah,
EKMA4565/MODUL 3 3.51
Tabel 3.6.
Aplikasi Model Lewin dalam Perubahan Organisasi British Airways
Level
Unfreezing Movement Refreezing
Perubahan
Individu Mengurangi jumlah Menyepakati konsep Meneruskan komitmen
karyawan dari 59000 “emotional labor” Top management
menjadi 37000. Menetapkan staf Mempromosikan staf
Membentuk top sebagai konsultan dengan nilai-nilai baru
management team baru internal BA
Menyusun program: Membentuk kelompok Mendirikan “Top Flight
“Putting People First” yang didukung rekan Academy”
kerja (peer) Menyusun program
pembelajaran secara
terbuka
Struktur Menggunakan satuan Menerapkan sistem Menyusun sistem
dan sistem tugas yang bersifat insentif profit sharing penilaian kinerja
diagonal untuk (3 minggu gaji pada berbasis perilaku dan
merencanakan tahun 1987) hasil kerja
perubahan Membuka terminal 4 Sistem kompensasi
Mengurangi jenjang Membeli perusahaan berbasis kinerja
hierarki organisasi Chartridge sebagai Meneruskan untuk
Memodifikasi proses pusat pelatihan menggunakan satuan
penyusunan anggaran Membangun SIM baru tugas
yang user-friendly
Organisasi Mendefinisikan ulang Menekankan Membuat seragam baru
bisnis BA, bukan pentingnya sistem Membuat jas/jaket baru
transportasi tapi jasa. komunikasi terbuka Mengembangkan dan
Komitmen dan Menyediakan data menggunakan tim
keterlibatan Top umpan balik tentang awak cabin
Management iklim kerja Meneruskan
Menyelenggarakan penggunaan data
rapat di luar kantor feedback untuk
dalam rangka mengetahui iklim kerja
membentuk team dan praktik manajemen
building
Tahap 4 : Menguji cara dan tujuan alternatif; menetapkan tujuan dan intensi
untuk bertindak.
Tahap 5 : Mentrasformasi intens untuk berubah menjadi upaya perubahan
yang sesungguhnya.
Tahap 3, 4 dan 5 identik dengan tahap movement/change
Tahap 6 : Generalisasi dan stabilisasi perubahan. Tahap ini identik dengan
refreezing
Tahap 7 : Mencapai titik akhir hubungan.
4. Model Sistem
Manajer perubahan tidak hanya butuh sebuah model yang menjelaskan
mengapa terjadi perubahan dan bagaimana perubahan diimplementasikan.
Manajer perubahan juga membutuhkan model yang bisa menjelaskan apa
yang akan diubah. Secara keseluruhan bisa dikatakan bahwa manajer
perubahan membutuhkan model yang dapat menjelaskan perubahan secara
komprehensif termasuk perubahan yang berkaitan dengan pertanyaan
mengapa, bagaimana dan apa yang diubah. Model perubahan seperti ini
disebut sebagai Model Sistem (lihat Gambar 3.7).
3.56 Manajemen Perubahan
Strategi
Structure Resources
Staff
Strategi
Structure Resources
Staff
Gambar 3.8.
Perubahan Model Sistem
EKMA4565/MODUL 3 3.57
Tabel 3.7.
Beberapa Contoh Pendekatan Manajemen Perubahan
Ten Transformation
Ten Keys 12 Action Steps
Commandments Trajectory
1. Definisikan visi 1. Dapatkan dukungan 1. Lakukan analisis 1. Kesadaran
2. Mobilisasi dari kelompok yang akan kebutuhan 2. Pahami masa
3. Katalis disegani perubahan depan
4. Kendali 2. Dapatkan pemimpin 2. Ciptakan visi 3. Bangun agenda
5. Sampaikan untuk menjadi model bersama perubahan
6. Dapatkan dalam perubahan 3. Pisahkan diri dari 4. Sampaikan
partisipasi 3. Gunakan simbol dan masa lalu perubahan
7. Tahan emosi bahasa 4. Ciptakan besar
8. Tahan 4. Definisikan area suasana 5. Kuasai
kekuasaan stabilitas keterdesakan perubahan
9. Latih dan bina 5. Munculkan akan perubahan
10. Komunikasi ketidakpuasan 5. Dukung peran
aktif dengan kondisi saat pemimpin yang
ini kuat
6. Promosikan 6. Buatlah daftar
partisipasi dalam dukungan politik
perubahan 7. Susun rencana
7. Beri penghargaan implementasi
terhadap perilaku 8. Kembangkan
yang mendukung struktur yang
perubahan fleksibel
8. Lepaskan diri dari 9. Komunikasi dan
masa lalu libatkan banyak
9. Kembangkan dan orang
komunikasikan secara 10. Perkuat dan
jelas gambaran masa institusionalis
3.60 Manajemen Perubahan
Tabel 3.8.
Pendekatan Perubahan Menurut John Kotter
Tahapan Tindakan
1. Membangun suasana “perlu Melakukan analisis pasar
segera dilakukan perubahan” Mengidentifikasi masalah yang dihadapi
organisasi dan kesempatan yang terbuka bagi
organisasi
Menggunakan teknik-teknik tertentu sehingga
semua orang memberi perhatian akan
pentingnya perubahan dengan tujuan agar
organisasi mampu menghadapi tantangan
2. Memastikan ada agen-agen Membentuk tim sebagai agen perubahan untuk
perubahan yang disegani untuk membantu mendorong terlaksananya
mengawal perubahan perubahan
Memastikan tim (agen perubahan) memiliki
cukup kekuasaan untuk mencapai perubahan
yang diharapkan
3. Mengembangkan visi Mengembangkan visi yang memungkinkan
orang-orang fokus pada perubahan
4. Mengkomunikasikan visi Bangun perilaku yang didasarkan pada visi
sebagai role model
Gunakan berbagai jalur untuk
mengkomunikasikan visi
5. Memperdayakan staf Hilangkan kebijakan dan struktur organisasi
yang menghambat pencapaian visi
Dorong agar orang-orang mau mengambil
risiko
6. Memastikan bahwa perubahan Keberhasilan segera bisa menumbuhkan
segera mendatangkan hasil kebutuhan akan perubahan
jangka pendek Memberi penghargaan atas keberhasilan bisa
membantu orang untuk berinovasi
7. Mengonsolidasikan keuntungan Meneruskan menghilangkan kebijakan dan
proses organisasi yang menghambat
perubahan
Berilah penghargaan bagi orang yang
melakukan tindakan positif berkait dengan
perubahan
Ciptakan proyek-proyek baru yang masih
berkaitan dengan proyek perubahan
sebelumnya
8. Membumikan perubahan ke Hubungkan perubahan dengan kinerja
dalam budaya organisasi organisasi dan kepemimpinan di dalam
organisasi sehingga tercipta budaya baru
3.64 Manajemen Perubahan
Pada Tabel 3.8 ada delapan langkah yang harus dilalui dalam
menjalankan proses perubahan organisasi. Proses perubahan dimulai dari
langkah pertama menciptakan sense of urgency yakni menciptakan suasana
bahwa perubahan betul-betul mendesak untuk segera dilakukan jika
menghendaki organisasi bisa bertahan hidup dan terus berkembang, dan
diakhiri dengan melembagakan hasil perubahan ke dalam bagian kehidupan
sehari-hari organisasi sehingga tercipta budaya baru. Kedelapan langkah
tersebut kemudian dikemas dalam sebuah pola yang disebut ―see-feel-change
– lihat-rasakan-berubah‖. Artinya, setiap langkah yang harus ditempuh dalam
proses perubahan akan ditempuh dengan pola tersebut sebagai domainnya.
Dengan kemasan seperti ini tanpa harus mengesampingkan alternatif
pola yang lain ―analyze-think-change – analisis-berpikir-berubah‖, Kotter
sesungguhnya mengajak siapa saja yang terlibat dalam perubahan untuk
melihat perubahan dari hati bukan semata-mata dari pikiran dan
memperlakukan perubahan sebagai bagian dari perilaku hidup sehari-hari
mereka bukan sesuatu yang berjarak dari diri mereka. Dengan pola ini Kotter
berharap setiap orang akan termotivasi untuk melakukan perubahan.
Pola seperti tersebut di atas ditawarkan karena Kotter sadar bahwa upaya
untuk melakukan perubahan kadang-kadang penuh dengan kejutan dan
situasinya amburadul (messy) sehingga perlu meminang hati orang yang akan
diajak untuk melakukan perubahan. Demikian juga manajer pelaku
perubahan disarankan untuk tidak tergesa-gesa ingin menyelesaikan
perubahan dengan cepat karena cara tersebut hanya akan menciptakan ilusi
keberhasilan bukan keberhasilan sesungguhnya yang memuaskan. Oleh
karenanya Kotter menyarankan agar kedelapan langkah yang digariskannya
dijalankan secara seksama.
2. Pendekatan Kontingensi
Para teoritisi perubahan yang berbasis pada Theory O – teori organisasi
menganggap bahwa pendekatan manajemen perubahan seperti yang
diuraikan sebelumnya lebih bersifat pragmatis dan ―one best way‖ meski
diakui adanya variasi dan fleksibilitas dalam pelaksanaannya. Yang
dimaksud one best way di sini adalah pendekatan tersebut layaknya menu
masakan atau resep dokter yang harus diikuti apa adanya dan seolah-olah
merupakan cara menjalankan perubahan organisasi yang paling benar.
Asumsi ini ditentang para penganut paham teori kontingensi yang
menganggap tidak ada satu pun pendekatan yang paling benar karena
EKMA4565/MODUL 3 3.65
Skala Perubahan
Kolaboratif
transisi Transformasi
Berkinerja pengembangan karismatik
Gaya Konsultatif rendah (perubahan (perubahan
manajemen (menghindari konstan) inspiarsional}
Perubahan perubahan}
Paksaan
Gambar 3.9.
Pendekatan Perubahan Kontingensi Menurut Dunphy/Stace
3. Pendekatan Proses
Pada dasarnya pendekatan proses memiliki anggapan yang sama dengan
pendekatan kontingensi yaitu perubahan organisasi akan berkembang sesuai
dengan konteks yang melingkupi perubahan tersebut, demikian juga
3.68 Manajemen Perubahan
LAT IH A N
1) Menurut Burke (2002), ada lima cara agar model organisasi bisa
digunakan yaitu:
a) Membuat situasi yang sangat kompleks, di mana ratusan atau ribuan
kejadian berbeda, lebih manageable dengan cara mengurangi situasi
yang kompleks tersebut menjadi sejumlah kategori yang lebih
mudah dipahami.
b) Membantu mengidentifikasikan kegiatan-kegiatan organisasi atau
property organisasi yang betul-betul membutuhkan perhatian.
c) Menyoroti kesalingterkaitan berbagai macam property organisasi
seperti antara strategi dan struktur organisasi.
d) Menggunakan bahasa yang sama ketika mendiskusikan karakteristik
organisasi.
e) Menyediakan pedoman tentang urutan tindakan yang harus diambil
dalam situasi perubahan.
2) Lewin membuat model tiga-tahap perubahan yaitu unfreezing –
movement/change – refreezing.
EKMA4565/MODUL 3 3.71
R A NG KU M AN
1. Tidak ada satu pun model perubahan yang paling benar, yang ada
adalah setiap model memiliki kelebihan dan kelemahan tersendiri
karena model hanyalah sebuah penyederhanaan dari kompleksitas
organisasi. Dengan demikian aplikasinya dalam praktik harus
dilakukan secara hati-hati dengan mempertimbangkan kecocokan
model tersebut dengan situasi yang dihadapi organisasi dan aspek-
aspek organisasi yang perlu diulang.
2. Model perubahan yang ditawarkan Lewin, prinsipnya sederhana
yaitu perubahan dapat dilakukan dengan memperhatikan dua
kekuatan yang saling berlawanan namun keduanya memberi tekanan
kepada organisasi. Kedua faktor tersebut adalah faktor pendorong
perubahan dan faktor penghambat perubahan.
3. Model manajemen perubahan dimaksudkan untuk menyederhanakan
kompleksitas sebuah organisasi menjadi kategorisasi organisasi
yang lebih mudah dipahami sehingga memungkinkan untuk dibuat
desain perubahan, sedangkan pendekatan manajemen perubahan
dimaksudkan untuk menggambarkan bagaimana proses perubahan
organisasi dilakukan.
4. Pendekatan Perubahan Menurut John Kotter meliputi delapan
langkah yaitu:
a. Membangun suasana ―perlu segera dilakukan perubahan‖.
b. Memastikan ada agen-agen perubahan yang disegani untuk
mengawal perubahan.
c. Mengembangkan visi.
d. Mengkomunikasikan visi.
e. Memperdayakan staf.
f. Memastikan bahwa perubahan segera mendatangkan hasil
jangka pendek.
g. Mengkosolidasikan keuntungan.
h. Membumikan perubahan ke dalam budaya organisasi.
EKMA4565/MODUL 3 3.73
TES F OR M AT IF 2
3) Fokus perhatian atau sasaran perubahan dari model adalah unit aktivitas
dan atau level organisasi bukan pada level individu, merupakan sasaran
model perubahan…
A. Lewin‘s three-stage model
B. Model Bechard & Harris
C. Critical Path Model
D. Model Sistem
C. ten commandments
D. 12 action steps
10) Pendekatan yang memiliki kelebihan dalam hal analisis dan pemahaman
akademik tentang keruwetan politik, budaya dan konteks perubahan
lainnya tetapi manajer tidak diberi pedoman bagaimana
menterjemahkannya ke dalam praktik perubahan merupakan kelemahan
dari pendekatan….
A. kontingensi
B. proses
C. ten keys approach
D. transformation trajectories
Daftar Pustaka
Beer, M., Eisenstat, R.A. & Spector, B. (1990). The Critical Path to
Corporate Renewal, Boston, MA: Harvard Business School Press.
Daniel, G.L. & Hollifiled, C.A. (2002). Time of Turmoil: Short – and Long-
term Effects of Organizational Change on Newsroom Employees,
Journalism & Mass Communication Quarterly, 79 (3), pp. 661-680.
3.78 Manajemen Perubahan
Elrod II, P.D. & Tippet, D.D. (2002). The Death Valley of Change, Journal
of Organizational Change Management, 15, 3, pp. 273-291.
Jick, T.D. & Peiperl, M.A., (2003). Managing Change: Cases and Concept,
2nd edition, New York: McGraw-Hill/Irwin.
Kotter, J.P. (1996). Leading Change. Boston: Harvard Business School Press.
Kotter, J.P. & Cohen, D.S. (2002). The Heart of Change, Boston: Harvard
Business School Press.
Kotter, J.P. & Schlesinger, L.A. (1979). Choosing strategies for Change,
Harvard Business Review, March-April, pp. 104-114.
Stace, D.A. & Dunphy, D.C. (1991). Beyond traditional paternalistic and
developmental approaches to organizational change and human
resource strategies, International Journal of Human Resource
management, 2 (3), pp. 263-283.
Stewart, T.A. (1994), Rate Your Readiness to Change, Fortune, 2/7/94, Vol.
129, Issue 3, pp. 106-110.
Van de Ven, A.H. & Poole, M.S. (1995). Explaining Development and
Change in Organizations, Academy of Managemen Review, 20 (3), pp.
510-540.
Implementasi Perubahan:
Faktor Manusia dan Kepemimpinan
Drs. Achmad Sobirin, MBA., Ph.D.
PEN D A HU L UA N
dikaitkan dengan perubahan pada diri manusianya (Beer & Nohria, 2000).
Sementara itu Tom Karp (2006) menyatakan bahwa inti dari perubahan
organisasi adalah manusia dan kepemimpinan yang tidak lain adalah manusia
juga.
Ungkapan-ungkapan di atas membawa kita pada satu kesimpulan bahwa
manusia memiliki peran sentral dalam perubahan organisasi. Meski demikian
kajian tentang manajemen perubahan cenderung lebih menekankan
pentingnya teknik-teknik perubahan ketimbang faktor manusianya (Clegg &
Walsh, 2004). Para pendukung pandangan ini berargumentasi bahwa manusia
dianggap selalu berpikiran rasional sehingga manakala para manajer dengan
alasan yang rasional memutuskan organisasi harus berubah maka orang-
orang yang bekerja di dalamnya pasti akan mendukung perubahan tersebut.
Boleh jadi salah persepsi terhadap manusia inilah yang menyebabkan
tingginya tingkat kegagalan perubahan organisasi karena manusia tidak selalu
berpikiran rasional. Manusia tidak serta merta mau melakukan perubahan
meski mereka tahu bahwa perubahan itu perlu. Oleh karena itu belakangan
faktor manusia dalam perubahan organisasi mulai mendapat perhatian dan
intensitasnya semakin meningkat. Atribut-atribut yang melekat pada diri
seseorang seperti kepribadian, sikap, persepsi, nilai-nilai individu, emosi,
perasaan dan atribut-atribut lain mulai dikaji untuk mengetahui kaitan dan
pengaruhnya terhadap efektivitas perubahan organisasi. Kajian-kajian yang
melibatkan faktor manusia seperti ini sering disebut sebagai manajemen
perubahan dengan perspektif mikro (Bouckenooghe, 2009).
Pada umumnya ketika kita membicarakan manusia di dalam organisasi
manusia biasanya dikonotasikan sebagai karyawan yakni mereka yang
menjadi objek manajemen dan perubahan. Pada modul ini yang dimaksudkan
dengan manusia bukan hanya mereka yang menjadi objek perubahan tetapi
juga mereka yang menjadi subjek perubahan yakni manajer atau pimpinan
organisasi. Jadi, modul ini akan membahas dua hal – manusia dan
kepemimpinan sehingga fokus bahasannya juga akan dibagi menjadi dua.
Kegiatan Belajar 1 membahas faktor manusia (baca karyawan) dalam
perubahan dan Kegiatan Belajar 2 membahas aspek kepemimpinan dalam
perubahan organisasi. Pemilihan kedua topik ini dilandasi oleh penjelasan
Tom Karp (2006) yang mengatakan bahwa berhasil atau tidaknya perubahan
organisasi sangat bergantung pada kedua faktor tersebut. Argumentasi yang
dikemukakan Karp adalah kegagalan demi kegagalan dalam perubahan
organisasi tidak disebabkan karena lemahnya visi perubahan atau tidak
adanya intensi untuk melakukan perubahan tetapi lebih disebabkan karena
EKMA4565/MODUL 4 4.3
Kegiatan Belajar 1
Tidak peduli pada bagian mana atau bagaimana sebuah organisasi akan
diubah – apakah perubahan minor atau perubahan berskala besar; apakah
hanya prosedur kerja atau sistem organisasi yang diubah; apakah perubahan
hanya sebatas pada iklim atau budaya organisasi; apakah perubahannya
terencana atau tidak; apakah perubahannya incremental atau radikal,
semuanya berpangkal dan berujung pada satu titik – manusia. Setiap
perubahan organisasi pasti melibatkan manusia dalam prosesnya, bahkan
manusia bisa disebut sebagai pelaku utama dan faktor kunci keberhasilan
atau kegagalan perubahan. Penyebabnya tidak lain karena manusia itu sendiri
memiliki peran sentral dalam kehidupan organisasi. Berhasil atau tidaknya
perubahan organisasi sangat bergantung pada kemauan manusia untuk
mendukung perubahan. Hal ini bukan berarti jika manusia (baca: karyawan)
tidak mau berubah maka perubahan organisasi tidak perlu terjadi. Jika para
manajer yakin bahwa perubahan organisasi merupakan suatu keharusan,
karena jika tidak berubah justru semua pihak termasuk karyawan akan
mengalami kerugian baik moral maupun material, maka perubahan tetap
harus dilakukan. Hanya saja dalam implementasinya para manajer harus
mempertimbangkan secara serius dampak perubahan tersebut terhadap aspek
kehidupan manusia khususnya karyawan, dan juga keluarganya, yang
biasanya akan merasakan dampak langsung dari perubahan tersebut.
Bagi karyawan, perubahan sesungguhnya seperti dua sisi dari satu mata
uang. Di satu sisi perubahan mampu membebaskan karyawan dari situasi
yang membosankan, memberi peluang karyawan untuk berkembang dan
memperoleh pengalaman baru, memberi kesempatan karyawan memikul
tanggung jawab baru dan bersinar masa depannya. Di sisi lain perubahan juga
bisa memberi ancaman kepada individu karyawan, baik riil maupun sebatas
dugaan. Paling tidak perubahan organisasi menyebabkan karyawan merasa
khawatir akan kehilangan masa depannya, takut akan kehilangan kebanggaan
yang selama ini telah mereka raih dan takut kehidupan sosialnya terganggu.
EKMA4565/MODUL 4 4.5
Akibat terlalu fokus pada aspek formal rasional, pada umumnya manajer
tidak dapat melihat sisi lain yang bersifat nonrasional. Padahal dampak yang
ditimbulkan aspek nonrasional terhadap keberhasilan perubahan organisasi
sering kali justru jauh lebih besar. Kecenderungan seperti inilah yang
ditengarai menjadi penyebab utama kegagalan perubahan organisasi. Aspek
rasional, seperti dikatakan Marshak, sesungguhnya hanya salah satu dari
enam dimensi perubahan organisasi. Kelima dimensi lainnya adalah politik,
inspirasi, emosi, mindset dan psikodinamik. Marshak mengatakan pula, dari
keenam dimensi tersebut hanya rasional atau reason yang bersifat overt
(terbuka) sedangkan selebihnya bersifat hidden (tersembunyi). Keenam
dimensi tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.1 sebagai berikut:
Tabel 4.1.
Enam Dimensi Perubahan Organisasi
Gambar 4.1.
Proses Perubahan Individu
Di sisi lain boleh jadi sebagian karyawan yang lain menganggap bahwa
perubahan merupakan bentuk kesempatan yang tidak boleh disia-siakan.
Respon seperti ini akan mendorong seseorang secara emosional untuk terlibat
dalam perubahan. Atau dengan kata lain, karyawan merespon perubahan
dengan emosi positif. Dengan demikian, emosi apakah positif atau negatif
merupakan bagian integral dari perubahan organisasi yang perlu dikelola,
terutama agar tidak menimbulkan efek negatif terhadap perubahan. Untuk
memahami bahwa emosi sebagai bagian integral dalam perubahan organisasi,
maka beberapa hal mengenai peran emosi dalam organisasi perlu diperjelas:
1. Emosi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses pemaknaan
dalam proses keorganisasian, termasuk perubahan organisasi. Ketika
terjadi perubahan dalam organisasi maka akan terjadi hal-hal di luar
kebiasaan sehingga para anggota merasa terkejut surprise, shock, bahkan
merasa terancam. Emosi merupakan reaksi yang wajar secara psikologis
terhadap kejadian-kejadian tersebut, dan individu akan berusaha
EKMA4565/MODUL 4 4.13
Tabel 4.2.
Perbandingan Paradigma Emosi
Emosi berkaitan dengan interpretasi kejadian- Emosi dan kognisi merupakan dua hal yang
kejadian yang relevan selama proses bertentangan.
perubahan.
Emosi mengarahkan tindakan & motivasi serta Emosi negatif akan berdampak negatif
membantu proses penyesuaian terhadap terhadap organisasi.
dampak perubahan.
Asumsi Mengenai Emosi dan Perubahan: Asumsi Mengenai Emosi dan Perubahan:
Emosi merupakan bagian penting dari Fear and Stress mendominasi proses
pengalaman perubahan itu sendiri. perubahan.
Emosi constitute invidual and social change Emosi akan menghambat perubahan
story (meaning of change). organisasi.
Implikasi Penanganan Emosi Dalam Implikasi Penanganan Emosi Dalam
Organisasi Dan Perubahan: Organisasi Dan Perubahan:
Aktivasi Tinggi
Terstimulasi Riang
Agitasi Kejutan
Tidak
Menyenagkan Menyenagkan
Aktivasi Tinggi Aktivasi Tinggi
Tidak Menyenagkan
Menyenagkan Aktivasi Rendah
Aktivasi Rendah
Kesal Diam
Diam
Tenang
Aktivasi Rendah
Gambar 4.2.
Circumplex model of emotion
Usulan
perubahan
Pembelajaran
Harapan + +
Mobilisasi
Menyenangkan
Hasil
perubahan
Gambar 4.3.
Membangun Kapabilitas Emosi
Kontrak Psikologis
Sobirin (2009) menyatakan bahwa manusia yang berada di dalam
lingkungan internal organisasi dapat dibedakan menjadi tiga kelompok yakni
pemilik organisasi, manajer dan karyawan. Hierarki ketiga kelompok tersebut
dapat dilihat pada Gambar 4.4 sebagai berikut:
4.20 Manajemen Perubahan
Stockholder/pemilik modal
Para manajer
Karyawan
Gambar 4.4.
Komposisi stakeholder yang berada di dalam organisasi
Tabel 4.3.
Kesepakatan lama vs Kesepakatan baru
dan bahkan kedua belah pihak tidak jarang pula harus menanggung dampak
buruk dari pelanggaran kesepakatan tersebut.
Banyak kasus di Indonesia yang menggambarkan situasi seperti
digambarkan di atas, misalnya demonstrasi besar-besaran yang berlangsung
cukup lama, dilakukan oleh karyawan PTDI di Bandung, yang disebabkan
karena perusahaan menciutkan kegiatan usaha sehingga berakibat
dirumahkannya sejumlah karyawan. Penciutan kegiatan usaha atau secara
umum perubahan yang terjadi di organisasi PTDI inilah yang menjadi pemicu
persoalan-persoalan lebih lanjut yang dihadapi PTDI. Yang pasti kedua belah
pihak – karyawan dan PTDI menderita kerugian yang tidak sedikit. Dari
contoh ini bisa ditarik kesimpulan bahwa perubahan organisasi merupakan
faktor penting yang menyebabkan runtuhnya kesepakatan kerja antara
karyawan dengan perusahaan yang berdampak pada kerugian moral dan
material dari kedua belah pihak.
Kesepakatan kerja seperti telah disebutkan di muka bisa dikelompokkan
menjadi dua yaitu: kesepakatan kerja yang bersifat formal dan tertulis dan
kesepakatan kerja yang bersifat informal dan tidak tertulis. Isi dari
kesepakatan kerja yang formal dan tertulis secara umum menyebutkan hak-
hak yang akan mereka terima dan kewajiban yang harus mereka jalankan
yang semuanya terkait dengan hukum ketenagakerjaan. Kesepakatan seperti
ini biasa disebut sebagai legal contract atau labor contract. Sementara itu
kesepakatan kerja yang bersifat informal dan tidak tertulis pada umumnya
merupakan kesepakatan yang menyangkut aspek keprilakuan. Misalnya,
secara informal karyawan diharapkan mau bekerja keras, memiliki komitmen
dan loyal kepada perusahaan, sedangkan perusahaan diharapkan memberi
keamanan kerja bagi karyawan, dan menciptakan suasana kerja yang
kondusif. Kesepakatan kerja yang bersifat keprilakuan seperti ini disebut
sebagai “kontrak psikologis – psychological contract”. Meski kesempatan ini
bersifat informal dan tidak tertulis, kontrak psikologis memiliki dampak yang
cukup besar dalam kehidupan organisasi sehingga mendapat perhatian cukup
serius dari ahli-ahli organisasi.
Secara definitif, Kotter (1973) mengatakan bahwa kontrak psikologis
adalah sebuah kontrak yang bersifat implisit dibuat dua belah pihak – antara
seseorang (seorang karyawan) dengan organisasi tempat kerja, yang
menjelaskan ekspektasi masing-masing pihak tentang apa yang bisa mereka
berikan dan apa akan diterima dalam kaitannya dengan hubungan kerja.
Sementara itu Morrison menyebutkan 5 karakteristik kontrak psikologis.
4.24 Manajemen Perubahan
saja (mediocre) tentu tidak mudah pindah kerja apalagi jika mereka sudah
cukup umur. Kelompok ini tergolong berada pada posisi sulit dan cenderung
memiliki tingkat resistensi paling tinggi terhadap perubahan. oleh karena itu
opsi kedua harus ditempuh yakni tetap bersama dengan organisasi lama
dengan segala konsekuensi yang akan dihadapi. Salah satunya adalah, suka
atau tidak, karyawan harus terus bergerak menyesuaikan diri dengan tuntutan
perubahan jika menginginkan dirinya masih tetap bersama organisasi.
Dengan kata lain, karyawan harus melakukan perubahan individual agar bisa
menerima proses perubahan organisasi. Namun proses perubahan individu
juga bukan hal yang mudah dilakukan. Perubahan individu membutuhkan
masa transisi yang kadang-kadang membutuhkan waktu panjang. Dengan
menggunakan model yang dibangun Elizabeth Kubler-Ross yang dikenal
dengan proses transisi 5 tahap (five stages model), Freeman (1996) misalnya
mengatakan adanya lima tahapan yang akan dialami seseorang ketika mereka
menghadapi perubahan:
1. Mengingkari (denial): Seseorang mengingkari atau tidak mau mengakui
jika kehilangan sesuatu betul-betul tidak bisa dihindarkan.
2. Marah atau gampang marah: seseorang mulai mempertanyakan mengapa
semua ini harus terjadi sehingga perasaan marah tidak terhindarkan.
3. Tawar menawar (bargaining): Orang tersebut mencoba menunda apa
yang sesungguhnya tidak bisa dihindari dengan memohon kepada
otoritas yang lebih tinggi. Permohonan tersebut berupa berjanji untuk
berprilaku tertentu atau mau melakukan pengorbanan jika
permohonannya dikabulkan.
4. Depresi dan mulai bisa menerima keadaan: Periode ketidakberdayaan
yang dialami selama ini pada akhirnya menghasilkan sebuah pengakuan
bahwa kehilangan betul-betul tidak bisa dihindarkan.
5. Bisa menerima keadaan (acceptance): Menunjukkan sikap yang lebih
positif terhadap kehilangan dan Ia mulai mau berajak dari situasi saat ini.
emosi yang dialami karyawan sudah mulai terjadi saat pengumuman merger
dan akuisisi kemudian berulang ketika proses merger dan akuisisi terus
berlanjut. Selengkapnya dilihat pada Gambar 4. 5 sebagai berikut.
Pengumuman
Level Kehilangan
pekrjaan Relokasi
kekhawatiran Kerja dengan
Gaji dan tim baru
prasyarat
Struktur baru
Penunjukkan
Waktu
Gambar 4.5.
Proses transisi selama merger dan akuisisi
Tampak pada Gambar 4.5 bahwa transisi individual tidak terjadi secara
linear melainkan terjadi secara bergelombang. Pada awalnya saat terjadi
pengumuman merger dan akuisisi tingkat kekhawatiran karyawan meninggi
namun setelah itu menurun. Sebelum kekhawatirannya betul-betul menurun
pada titik terendah karyawan dihadapkan pada kekhawatiran baru. Tingkat
kekhawatiran karyawan kembali meninggi ketika merasa bahwa dia akan
menjadi korban merger yakni mereka akan kehilangan pekerjaan. Jika
kenyataan ini tidak terbukti kekhawatiran kembali menurun. Untuk
sementara karyawan akan merasa aman karena masih bisa terus bekerja.
Meski demikian, kekhawatiran karyawan boleh jadi muncul kembali ketika
perusahaan memutuskan untuk merombak struktur organisasi. Perubahan
struktur organisasi akan diinterpretasikan karyawan sebagai perubahan posisi
kerja atau beban kerja yang semakin meningkat tanpa diikuti oleh imbalan
yang lebih besar. Faktor inilah yang menyebabkan karyawan merasa
khawatir. Kekhawatiran akan mereda manakala perusahaan selesai menata
organisasi baru dan ternyata karyawan tidak terkena dampaknya. Proses
seperti ini akan terus berlangsung sesuai dengan berjalannya waktu sampai
karyawan betul-betul merasa aman yakni ketika jalannya organisasi sudah
kembali normal.
EKMA4565/MODUL 4 4.33
LAT IH A N
R A NG KU M AN
TES F OR M AT IF 1
Kegiatan Belajar 2
Kepemimpinan dalam
Perubahan Organisasi
datang pada seminar yang akan kami selenggarakan besok pagi” adalah satu
contoh yang menunjukkan bahwa posisi seseorang di dalam organisasi
identik dengan pemimpin. Kepemimpinan juga digunakan untuk menjelaskan
karakteristik seseorang ”Supervisor kita yang baru tidak memiliki jiwa
kepemimpinan seperti supervisor kita sebelumnya”. Kata jiwa kepemimpinan
seolah-olah menunjukkan bahwa kepemimpinan merupakan sifat seseorang.
Meski kedua contoh di atas berkaitan dengan kepemimpinan, keduanya
belum memberi pemahaman umum tentang pemimpin dan kepemimpinan.
Tidak bisa dipungkiri bahwa mendefinisikan kepemimpinan bukan
pekerjaan mudah karena masing-masing pakar memberi tekanan berbeda
untuk kata yang sama – kepemimpinan. Bass (1990) misalnya
mengidentifikasi beragam definisi kepemimpinan sebagai berikut:
1. Pemimpin sebagai fokus atau titik sentral dari proses kelompok.
Definisi-definisi awal tentang pemimpin dan kepemimpinan
menunjukkan adanya kecenderungan dalam melihat pemimpin sebagai
seseorang yang berada di tengah-tengah kelompok dan menjadi pusat
perubahan, pergerakan dan aktivitas kelompok.
2. Kepemimpinan sebagai kepribadian yang berdampak pada orang lain.
Para teoritis kepribadian cenderung menganggap bahwa seorang
pemimpin adalah orang yang memiliki kepribadian yang berbeda dengan
kepribadian para pengikutnya sehingga ia bisa menggerakkan orang lain.
J. Steven Ott (1996) misalnya mendefinisikan kepemimpinan sebagai
proses hubungan antar pribadi yang di dalamnya seseorang
mempengaruhi sikap, kepercayaan, dan khususnya perilaku orang lain.
3. Kepemimpinan sebagai tindakan yang menyebabkan orang lain patuh.
Pemimpin adalah seorang yang secara sepihak mampu mengendalikan
orang lain untuk memenuhi keinginan Sang Pemimpin.
4. Kepemimpinan sebagai pelaksanaan mempengaruhi. Kepemimpinan
menurut pandangan ini tidak lain adalah proses mempengaruhi aktivitas
kelompok dalam upayanya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
5. Kepemimpinan sebagai sebuah tindakan atau prilaku. Yang dimaksud
dengan prilaku kepemimpinan seperti dikatakan Fiedler (1967) adalah
sebuah tindakan tertentu yang dilakukan seorang pemimpin dalam
mengarahkan dan mengkoordinasikan kerja kelompok. Termasuk dalam
tindakan ini misalnya membuat struktur hubungan kerja, memuji dan
mengkritik anggota kelompok, dan menunjukkan perhatian terhadap
kesejahteraan dan perasaan anggota kelompok. Sementara itu Katz and
4.42 Manajemen Perubahan
tidak menduduki jabatan tertentu bukan berarti dia bukan pemimpin. Menurut
Burns (1978), untuk menjadi pemimpin seseorang harus dapat
mengembangkan motivasi pengikut secara terus menerus dan mengubah
perilaku mereka menjadi responsif.
Manajer Leader
- Mengelola (administers) - Menemukan (innovates)
- Meniru (a copy) - Orisinal (original)
- Mempertahankan - Mengembangkan
- Berfokus pada sistem dan struktur - Berfokus pada orang
- Bergantung pada pengawasan - Membangkitkan kepercayaan
- Berorientasi jangka pendek - Memiliki perspektif jauh ke depan
- Bertanya bagaimana dan kapan - Bertanya apa dan mengapa
- Berorientasi pada hasil akhir - Berorientasi ke masa depan
- Meniru (imitates) - Memulai (originates)
- Menerima status quo - Meneriman tantangan (challenges it)
- Melakukan hal-hal dengan benar - Melakukan hal-hal yang benar
(The manager does things rights) (The leader does righ tthings)
Sumber: Bennis (1994)
4.46 Manajemen Perubahan
Gambar 4.6.
Pola kepemimpinan organisasi
karena itu manajer level bawah dituntut untuk memiliki kemampuan teknis
sekaligus memahami aturan yang berlaku karena merekalah yang secara
langsung berhubungan dengan karyawan nonmanajer. Itulah sebabnya
pimpinan level bawah harus memberi perhatian pada aspek penghargaan dan
hukuman.
Jim Collin dalam bukunya “Good to Great” (2001) juga mengingatkan
akan pentingnya kepemimpinan pada setiap level organisasi jika
menghendaki organisasi tersebut berhasil mencapai tujuannya. Collin
membedakan kepemimpinan ke dalam 5 level yang berbeda. Pada level 1,
individu yang memiliki kapabilitas yang sangat tinggi mampu memberi
kontribusi yang produktif melalui: talenta, pengetahuan, skill dan kebiasaan
kerja yang baik. Pada level 2, kontribusi anggota-anggota tim mampu
memberikan kontribusi terhadap kapabilitas individu untuk mencapai tujuan
kelompok dan kerja sama yang baik di antara anggota kelompok. Pada level
3, manajer yang kompeten mampu mengorganisir manusia dan sumber daya
menuju efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya. Pada level 4, pemimpin menjadi kalisator dalam menciptakan
komitmen menuju tercapainya tujuan organisasi. Pada level 5, para eksekutif
mampu membangun kebesaran organisasi yang bertahan lama melalui
ramuan yang bersifat paradoks yakni bersahaja tapi profesional dan memiliki
komitmen total dalam memajukan kepentingan organisasi. Kepemimpin level
5 inilah yang dianggap sebagai unsur utama dari beberapa unsur lainnya yang
bisa mentransformasi perusahaan dari sekedar perusahaan yang baik menjadi
perusahaan yang luar biasa.
(2000) pemimpin perubahan adalah mereka yang mampu merubah sikap dan
gaya kepemimpinan secara radikal untuk hal-hal berikut ini, dari:
Aktivitas kapabilitas
Seperti yang diharapkan DIRECTOR COACH
Hasil dari Sebagian seperti yang
perubahan diharapkan NAVIGATOR INTERPRETER
Tidak seperti yang
diharapkan CARETAKER NURTURER
Sumber: Palmer, Dunford & Akin (2006), p.24
Gambar 4.7.
Metafora manajemen perubahan
Seperti tampak pada Gambar 4.7 ada dua dimensi yang digunakan untuk
membedakan tipe kepemimpinan yaitu: tujuan perubahan dan hasil yang
diharapkan dari perubahan tersebut. Menurut Palmer et al. perubahan
organisasi dibedakan menjadi dua yaitu perubahan sebagai upaya untuk
mengendalikan aktivitas organisasi (controlling activities) dan perubahan
sebagai upaya untuk membentuk kapabilitas organisasi (shaping
capabilities). Sedangkan hasil yang diharapkan dari perubahan organisasi
dapat dibedakan menjadi tiga yaitu: (1) perubahan menghasilkan outcome
seperti yang diharapkan, (2) perubahan menghasilkan outcome yang
sebagiannya sesuai dengan harap dan sebagiannya lagi tidak sesuai dengan
harapan, dan (3) perubahan tidak menghasilkan outcome seperti yang
diharapkan. Berdasarkan kriteria-kriteria tersebut, tipologi pimpinan yang
cocok untuk mengelola perubahan adalah:
1. Pimpinan sebagai seorang Direktur.
2. Pimpinan sebagai seorang Navigator.
3. Pimpinan sebagai seorang Caretaker.
4. Pimpinan sebagai seorang Coach.
5. Pimpinan sebagai seorang Interpreter.
6. Pimpinan sebagai seorang Nurturer.
7. Kepemimpinan Kharismatik
Istilah karisma sesungguhnya bukan istilah baru. Istilah ini sudah
digunakan oleh Max Weber ketika menjelaskan pentingnya teori birokrasi.
Meski demikian istilah karisma khususnya ketika dikaitkan dengan konsep
kepemimpinan, baru muncul pada tahun 1970-an. Salah satu dasar
pemahaman tentang kepemimpinan kharismatik adalah konsep hubungan
antara pemimpin dengan para pengikutnya, bukan sekedar sifat pemimpin
dan karakteristik pribadi pemimpin. Pemimpin karismatik didefinisikan
sebagai pemimpin yang memberikan efek emosional secara mendalam
kepada para pengikutnya. Pemimpin dipersepsi bukan semata-mata sebagai
bos tetapi lebih sebagai role model dan pahlawan yang memiliki kehidupan
luar biasa ketimbang kehidupan sehari-hari mereka.
Pada umumnya pemimpin karismatik muncul sebagai pemimpin bukan
sengaja ditunjuk secara formal sebagai pemimpin. Kalaulah pemimpin
karismatik ditunjuk secara formal, dia sebelumnya sudah diakui sebagai
pemimpin. Artinya ditunjuk atau tidak ditunjuk secara formal, pemimpin
karismatik dengan sendirinya adalah seorang pemimpin. Penunjukan secara
formal hanyalah tahap akhir untuk mengukuhkan bahwa seorang pemimpin
karismatik diakui secara formal sebagai pemimpin. Pertanyaannya adalah
bagaimana seseorang bisa diakui sebagai pemimpin karismatik? Salah satu
komponen penting pemimpin karismatik adalah para pengikut merasa tidak
cocok dengan kepemimpinan yang sedang berjalan sehingga mereka
berupaya untuk mencari pengganti pemimpin lain sebab kalau tidak mereka
yakin bahwa organisasi akan mengalami krisis berkepanjangan. Selain alasan
krisis kepemimpinan, seorang pemimpin karismatik akan muncul
sepermukaan jika ia menunjukkan kompetensi dan loyalitasnya kepada
kelompok dan tujuan yang mereka hendak capai. Komitmen inilah yang
menjadikan seseorang dianggap memiliki nilai lebih dibandingkan orang lain
dan oleh karenanya dianggap layak sebagai seorang pemimpin.
Karakteristik pemimpin kharismatik. Pemimpin karismatik secara
umum mempunyai beberapa karakteristik seperti tampak pada Tabel 4.5.
Meski beberapa karakteristik ini (misalnya: percaya diri, memiliki energi dan
kemampuan berkomunikasi) juga menjadi karakteristik bentuk
EKMA4565/MODUL 4 4.57
Tabel 4.5.
Karakteristik pemimpin karismatik
I. KEPEMIMPINAN TRANSAKSIONAL-TRANSFORMASIONAL
Gambar 4.8.
Faktor-faktor kepemimpinan transformasional
EKMA4565/MODUL 4 4.61
Tabel 4.6.
Karakteristik Pemimpin Transformasional dan Pemimpin Transaksional
Pemimpin Transformasional
Karisma: memberi visi, misi, menanamkan rasa gangga, mendapatkan rasa
hormat dan kepercayaan dari bawahan.
Inspirasi: mengkomunikasikan ekspektasi tinggi, menggunakan simbol-
simbol untuk memfokuskan upaya, mengekspresikan tujuan penting
dengan cara-cara yang sederhana.
Simulasi intelektual: menghargai kecerdasan, rasionalitas, dan pemecahan
masalah secara hati-hati.
Konsiderasi yang bersifat individual: memberikan perhatian secara
personal, memperlakukan karyawan secara individual, melatih, memberi
bimbingan.
Pemimpin Transaksional
Imbalan kontijen: kontrak pertukaran imbalan atas usaha, menjanjikan
imbalan bagi kinerja yang baik dan menghargai prestasi kerja.
Management by exception (aktif): mengawasi dan mencermati
penyimpangan dari berbagai aturan dan standar, melakukan tindakan
perbaikan.
Management by exception (pasif): melakukan intervensi hanya bila standar
EKMA4565/MODUL 4 4.63
tidak terpenuhi.
Laissez faire: melepaskan tanggung jawab, menghindari pengambilan
keputusan.
Sumber: Bass (1990)
Menurut Tichy & Devanna (1990) ada tiga tahapan yang secara
berurutan seharusnya dilakukan oleh seorang pemimpin transformasional
yaitu:
1. Harus ada pengakuan bahwa perubahan itu perlu.
2. Menciptakan visi baru.
3. Melembagakan perubahan.
3. Institusionalisasi Perubahan
Ketika perubahan sudah menjadi kebutuhan setiap individu di dalam
perusahaan dan visi baru telah ditetapkan, tahapan berikutnya adalah
4.66 Manajemen Perubahan
LAT IH A N
R A NG KU M AN
TES F OR M AT IF 2
Daftar Pustaka
Bass, B.M. (1990). Bass and Stogdill‟s handbook of leadership, 3rd edition,
New York: The Free Press.
Bouckenooghe, 2009).
Collin, J. (2001).
Conger (1990).
Fineman, 2001).
EKMA4565/MODUL 4 4.73
Freeman (1996).
Fridja, (1993)
Handy, C. (1995).
Holbeche, (2006).
Huy (2005).
Johnson, 1988).
Karp, T. (2006).
Kissler (1994).
Kotter (1973).
Kotter, John, P. (1988). The Leadership Factor. New York: The Free Press.
Kouzes, J. M. & Posner, B.Z. (1993). Credibility. San Fransisco, CA: Jossey-
Bass Publisher.
Marshak, 2009).
Morgan, 1996).
Nahavandi, A. (1997). The art and science of leadership, Prentice Hall Inc.
Rousseau (1989).
Rousseau (1990).
Weidman, D. (2000).
Zaleznik (1977). ”Manager and Leader, Are They Different?” The Harvard
Business Review. May-June.
Modul 5
PEN D A HU L UA N
Kegiatan Belajar 1
Pengembangan Organisasi
A. PENGERTIAN PENGEMBANGAN ORGANISASI
Tabel 5.1.
Beberapa Definisi OD
EKMA4565/MODUL 5 5.5
5.6 Manajemen Perubahan
EKMA4565/MODUL 5 5.7
5.8 Manajemen Perubahan
B. KARAKTERISTIK OD
Tabel 5.2.
Karakteristik OD
C. KRITIK TERHADAP OD
Seperti tampak pada Gambar 5.1, dua bentuk umpan balik (feedback
loops) merupakan bagian integral dari model perubahan terencana yang
dibangun Huse. Umpan balik pertama bermula setelah rencana perubahan
mulai dijalankan namun ditengah jalan, setelah dilakukan evaluasi, beberapa
proses perubahan atau secara umum arah perubahan perlu dimodifikasi
karena satu atau beberapa alasan. Sebagai contoh, katakanlah untuk
memperlancar proses OD diputuskan untuk melakukan briefing kepada
semua staf dalam rangka untuk mengkomunikasikan visi para manajer senior.
Namun saat briefing dilaksanakan diketahui bahwa staf yang mengikuti
briefing merasa tidak puas. Pasalnya pada pertemuan tersebut terjadi
komunikasi satu arah di mana pihak manajemen hanya mempresentasikan
pandangan-pandangannya dan apa yang menjadi perhatian mereka tanpa
memberi kesempatan pada staf untuk memberi masukan. Setelah dievaluasi
dan dilakukan diagnosis ulang diputuskan untuk memodifikasi mekanisme
komunikasi dengan memberi kesempatan pada staf untuk menyampaikan isu-
isu yang menjadi perhatian mereka tepati tidak disentuh oleh para manajer
senior. Contoh ini memberi gambaran bahwa arah perubahan tidak berubah
tetapi yang diubah hanyalah gaya komunikasi.
Umpan balik kedua terjadi setelah proses perubahan selesai dijalankan
dan konsultan beralih ke pekerjaan lain pada organisasi berbeda atau
memulai proyek baru pada organisasi yang sama. Di sini siklus OD dimulai
kembali dari awal dengan melakukan scouting untuk memperoleh informasi
5.18 Manajemen Perubahan
Gambar 5.1.
Model Perubahan Terencana Menurut Huse
EKMA4565/MODUL 5 5.19
E. DIAGNOSIS
Model diagnosis
Ada beberapa model diagnosis yang bisa digunakan untuk memetakan
kondisi organisasi dan sekaligus untuk menemukan masalah organisasi.
Model diagnosis juga menjadi dasar untuk menentukan kinerja organisasi.
Beberapa model diagnosis di antaranya adalah: Six-Box Model, the 7-S
Framework, The Star Model, The Congruence Model, dan Burke-Litwin
Model. Beberapa model akan dijelaskan lebih detail.
PURPOSE
What business
are we in?
RELATIONSHIP
STRUCTURE
How do we manage
LEADERSHIP How do we divide up
conflict among people?
Does someone the work?
With technologies?
keep the boxes
in balance?
ENVIRONMENT
2. The 7 S Framework
Model ini dibangun pada tahun 1980 oleh tiga orang konsultan
McKinsey & Company – Robert Waterman, Jr., Tom Peter dan Julien
Phillpips yang menuangkan gagasannya melalui sebuah tulisan ―structure is
not organization‖ dimuat di Business Horizons. Model ini (lihat Gambar 5.3)
didasarkan pada suatu proposisi bahwa: (1) efektivitas organisasi datangnya
5.22 Manajemen Perubahan
dari interaksi berbagai macam faktor, dan (2) perubahan yang berhasil
membutuhkan perhatian terhadap keterkaitan antara berbagai macam variabel
berbeda. Waterman et al. mengelompokkan variabel organisasi ke dalam
7 macam yakni strategi, struktur, system, style (gaya), staff, skill dan share
value atau superorninate goals. Ketujuh variabel tersebut diawali dengan
huruf S sehingga dinamakan 7 S Framework. Tabel 5.3 menjelaskan apa
yang dimaksudkan dengan masing-masing variabel.
Gambar 5.3.
The 7S Framework
EKMA4565/MODUL 5 5.23
Tabel 5.3.
Makna masing-masing variabel pada 7S Framework
Satu set tindakan yang bersifat koheren yang bertujuan agar perusahaan
Strategy dapat mempertahankan daya saing berkelanjutan, meningkatkan posisi
persaingan baik terhadap pelanggan, maupun dalam mengalokasikan
sumber daya.
Struktur organisasi yang menunjukkan kepada siapa seseorang harus
Struktur bertanggung jawab dan bagaimana tugas-tugas organisasi dipisahkan dan
sekaligus diintegrasikan.
Suatu proses dan aliran kerja yang menunjukkan bagaimana kegiatan
Sistem sehari-hari dilakukan (sistem informasi, sistem anggaran modal, proses
manufakturing, sistem quality control, dan sistem pengukuran kinerja
adalah beberapa contohnya).
Bukan sekedar apa yang dianggap penting oleh manajemen, lebih dari itu
Styles bagaimana sesungguhnya manajemen berprilaku nyata tentang apa yang
dianggap penting oleh perusahaan.
Yang dimaksud di sini bukan sekedar kepribadian seseorang ataupun
Staff orang-orang yang terlibat di dalam organisasi melainkan tentang
komposisi demographic dari orang-orang yang terlibat di dalam organisasi.
Shared Nilai-nilai organisasi yang bukan sekedar pernyataan tujuan organisasi,
values tetapi adalah nilai-nilai yang dipahami dan dijiwai oleh sebagian besar
anggota organisasi.
Skill Kapabilitas yang dimiliki organisasi secara keseluruhan, bukan hanya
kemampuan individu per individu.
Gambar 5.4.
The Star Model
5.26 Manajemen Perubahan
Kapabilitas System
Strategi Struktur proses dan penghargaan Praktik SDM
lateral
Jika strategi tidak Jika struktur tidak Jika mekanisme Jika penghargaan Jika sumberdaya
ada, tidak jelas selaras dengan koordinasi tidak tidak mendukung manusia tidak
atau tidak strategi bisa berjalan baik terciptanya tujuan berpartisipasi dan
disepakati tidak diberdayakan
Tidak ada arah Tidak mampu Tidak terjadi Hasil yang keliru Upaya tanpa hasil
yang sama memobilisasi kolaborasi lintas dan boros energi Kepuasan
Tidak ada criteria sumberdaya unit Standard rendah karyawan rendah
untuk mengambil Pelaksanaan tidak Pengambilan Frustasi dan
keputusan efektif, hilang keputusan dan perputaran
kesempatan untuk siklus inovasi karyawan tinggi
bisa bersaing terlalu lama
Sulit berbagi
informasi dan
praktik yang baik
Gambar 5.5.
Dampak Ketidakcocokan Masing-Masing Elemen
Transformation Process
Informal
Inputs Organization Outputs
Individual
Feedback
Gambar 5.7.
Burke-Litwin Model
F. PROSES OD
Sejauh ini telah diuraikan beberapa model yang bisa digunakan sebagai
alat bantu untuk melakukan diagnosis dalam pengembangan organisasi.
Keragaman model di atas seharusnya tidak menjadikan para manajer dan
praktisi OD justru kebingungan dalam memilih model. Sebaliknya
keragaman tersebut diharapkan mempermudah mereka menentukan pilihan
EKMA4565/MODUL 5 5.29
model yang dianggap cocok sesuai dengan situasi yang dihadapi organisasi.
Terlepas dari model yang akan dipilih nantinya, pekerjaan diagnosis tidak
hanya berhenti memilih model tetapi harus dilanjutkan dengan melakukan
proses diagnosis. Diagnosis merupakan sebuah proses siklikal meliputi
pengumpulan data, interpretasi data, identifikasi masalah dan rencana
program yang mungkin bisa dijalankan. Secara umum proses diagnosis dapat
dilihat pada Gambar 5.8 berikut ini.
Diagnosis process
Tentative problem
Areas identified
Client target
No change
Motivated to
At present Work on problem
Gambar 5.8.
Proses diagnosis
G. INTERVENSI OD
Consultant
Values
Efficiency
Efficiency ---- morale
morale
Structural
Change
Consultant process
Role
Process --- expert Performance Desired
Technical
Gap state
Technique
Data
gathering
Behavioral
Diagnosis
Gambar 5.9.
Proses OD dalam Perspektif Berbeda
Praktisi/Konsultan OD
Kinerja
meningkat
Efektivitas organisasi
Gambar 5.10.
Strategi OD
Tabel 5.4.
Berbagai Jenis Intervensi
Jenis intervensi
Individu Tim Intergroup organisasi
Laboratory Team building Intergroup Goal setting
learning Process development Grid OD phase
Career consultation Third party 4,5,6
planning Quality control intervention Survey
Grid OD Role Organization feedback
(Phase 1) negotiation mirror Action research
Behavioral Stress Role analysis Process Likert’s system
management Grid OD phase consultation 4
Biofeedback 2 Grid OD phase Quality of work
MBO Goal setting 3 TQM life TQM
Goal setting Third party
Quality of intervention
work life
Job Job enrichment Job enrichment Grid OD phase
enrichment Team building Goal setting 4,5,6
Stress Quality circle TQM Survey
management Role feedback
Quality of negotiation Action research
Structural
work lif MBO Role analysis Likert’s system
Grid OD phase 4
3 Quality of work
Self managed life TQM
work teams Restructuring
Job design Job design Job design Grid OD phase
Quality control Grid OD phase 4,5,6
Grid OD phase 3 TQM Survey
3 feedback
Action research
Technical
Likert’s system
4
Quality of work
life TQM
Reengineering
organisasi dan bahkan lebih luas daripada itu. Tiga perkembangan khusus
telah menyebabkan perluasan prespektif tersebut:
1. Dengan munculnya gerakan job design pada tahun 1960an dan terutama
dengan munculnya Teori Sistem Sosio-Teknik (socio-technical system
theory), para praktisi OD makin menyadari bahwa mereka tidak bisa lagi
hanya berkonsentrasi pada kerja kelompok ataupun individu dalam
organisasi namun mereka harus juga menimbang-nimbang sistem lain.
Secara bertahap OD mengadopsi prespektif Sistem Terbuka yang
memungkinkannya untuk memandang organisasi secara totalitas dan
dalam pengaruh lingkungan yang melingkupi mereka.
2. Prespektif berskala-organisasi ini telah mendorong para praktisi OD
memperluas prespektif mereka dalam dua cara yang saling berkaitan.
Pertama, mereka mengembangkan minat pada manajemen budaya
organisasi. Mengingat, ketika bekerja dengan kelompok, para konsultan
OD selalu mengakui pentingnya norma-norma dan nilai kelompok, maka
tak heran kalau kemudian mereka makin menaruh minat pada budaya
organisasi pada umumnya. Kedua, mereka juga makin meminati konsep
pembelajaran organisasi. Para praktisi PO selalu menekankan bahwa
intervensi mereka merupakan suatu proses pembelajaran yang sama
pentingnya dengan perubahan. Alhasil, pergeseran minat dari
pembelajaran kelompok kepada pembelajaran organisasi hanyalah
perluasan alami belaka.
3. Makin meningkatnya penggunaan pendekatan berskala-organisasi
terhadap perubahan (contohnya, program perubahan budaya), dibarengi
dengan intensitas pergolakan dalam lingkungan operasi organisasi, telah
menyadarkan perlunya para praktisi OD untuk ikut serta dalam
mentransformasikan organisasi secara keseluruhan dan tidak sekedar
terfokus pada perubahan pada bagian-bagian pokoknya saja.
Seperti dapat kita lihat, OD kini berupaya menjauh dari akarnya, yaitu
Dinamika Kelompok dan Perubahan Terencana dan lebih memilih prespektif
perubahan sistem dan organisasi. Hal ini menciptakan dilema bagi para
pendukung OD. Banyak praktek-praktek OD (contoh: riset tindakan – action
research, t-groups dan sebagainya) telah luas diterima di banyak organisasi
pada awal tahun 1980an. Bahkan sebagian pendekatan yang lebih baru,
seperti job design dan self managed-team, telah menjadi praktek utama di
berbagai organisasi. Pendekatan-pendekatan ini masih cenderung fokus pada
5.42 Manajemen Perubahan
tataran kelompok dan bukan tataran organisasi yang lebih luas. Namun,
pendekatan transformasi pada tataran organisasi yang dipandang penting
untuk mempertahankan relevansi OD pada organisasi, arahnya masih
belumlah jelas, belum berkembang dan tidak diterima semua pihak. Semakin
OD terfokus pada masalah makro, semakin kurang kemampuan OD
merangkul dan melibatkan semua individu yang terkait program
perubahannya dan semakin kurang mampu PO mempromosikan nilai-nilai
dasar humanis dan demokratisnya.
Perkembangan PO di atas, dan juga sejumlah perspektif tentang
organisasi yang lebih baru, telah membuat banyak orang mempertanyakan
bukan hanya aspek tertentu saja dari pendekatan Perubahan Terencana
namun juga kegunaan dan praktek dari pendekatan secara keseluruhan.
Sejumlah penulis mengkritik pendekatan Perubahan Terencana karena terlalu
menekankan pada perubahan inkremental dan terisolasi serta
ketidakmampuannya dalam mengadopsi perubahan radikal dan
transformasional (Dunphy dan Stace, 1993).
Pendekatan perubahan Terencana didasarkan pada asumsi bahwa
kesepakatan umum dapat dicapai, dan bahwa semua pihak terkait dalam
proyek perubahan tertentu memiliki kemauan serta minat untuk
melakukannya. Asumsi ini sepertinya mengabaikan konflik dan politik
organisasi, atau paling tidak menganggap bahwa masalah dapat dengan
mudah diidentifikasi dan diselesaikan. Stace dan Dunphy (1994)
menunjukkan bahwa terdapat spektrum yang luas pada situasi perubahan,
dari fine-tuning hingga transformasi korporat dan juga berbagai cara
mengelola perubahan, dari kolaboratif sampai koersif. Walau Perubahan
Terencana mungkin sesuai bagi sebagian situasi ini, namun jelas tidak
cocok diterapkan dalam situasi di mana diperlukan pendekatan direktif,
seperti pada saat 'crisis yang menuntut perubahan besar-besaran dalam waktu
singkat, di mana tidak dimungkinkan keterlibatan luas ataupun konsultasi.
Memang, Perubahan Terencana tak pernah dimaksudkan untuk dapat
diterapkan di semua situasi perubahan dan jelas tidak pernah dimaksudkan
untuk diterapkan dalam situasi di mana dibutuhkan perubahan cepat, koersif
dan atau besar-besaran. Fokus model Bullock dan Batten (1985),
sebagaimana juga model Lewin, adalah perubahan pada tataran individu
dan kelompok. Namun demikian, para praktisi OD sebagaimana juga para
pakar lainnya dewasa ini semakin mengakui bahwa "Organisasi kini sedang
diciptakan ulang (reinvented); tugas-tugas kerja sedang direkayasa-ulang;
EKMA4565/MODUL 5 5.43
LAT IH A N
baik. Untuk jelasnya dapat Anda lihat Gambar 5.9 sebagai ilustrasi dari
proses intervensi OD.
R A NG KU M AN
TES F OR M AT IF 1
2) Ada enam kritik Greiner terhadap OD, yang terkenal dengan istilah red
flag, salah satu di antaranya adalah OD dianggap lebih ....
A. mengedepankan aspek informal daripada aspek formal organisasi
B. mementingkan tugas daripada proses
C. mendahulukan kepentingan organisasi daripada kepentingan
individu
D. mementingkan diagnosis dibanding dengan perubahan perilaku
Ke g ia ta n B ela ja r 2
Organisasi Pembelajar
yang berbeda dan rule of the game yang berbeda pula. Secara singkat,
setiap bisnis memiliki logic of business dan key success factors sendiri-
sendiri. Sebagai akibat dari diversifikasi usaha tersebut, banyak kelompok-
kelompok perusahaan yang lamban menghadapi perubahan lingkungan,
terlebih lagi menghadapi krisis yang berkepanjangan. Sejak saat itu, seperti
dipaparkan oleh Kenichi Ohmae dalam The End of the Nation State (1995),
para pemimpin puncak mulai menyadari pentingnya inovasi dan
pembelajaran terus-menerus sebagai kunci daya saing perusahaan, terlebih
lagi pada era teknologi informasi, di mana sekat-sekat ideologi, industri,
pasar semakin tak berbatas (borderless). Begitu pula Hamel dan Prahalad
(1994), keduanya berhasil memprovokasi para pemimpin bisnis agar
membaca dengan cerdas kecenderungan masa depan tentang pasar, pesaing,
dan produk masa depan yang boleh jadi berbeda dengan apa yang dilakukan
perusahaan saat ini.
Para pemimpin bisnis semakin menyadari makna inovasi yang terus
menerus yang menjamin daya saing perusahaan (Nonaka dan Takeuchi,
1995) dan perlunya kepemimpinan yang kuat untuk menggerakkan
perubahan, serta tipe kepemimpinan yang lebih berorientasi pada substansi
ketimbang berorientasi pada kebesaran (glorious) dan publisitas (Collins,
2002). Semakin disadari pula bahwa pembelajaran terus-menerus yang
dilakukan perusahaan terhadap pelanggan, pasar, pelaku pasar pada industri
lain, pesaing dan lain-lain adalah sumber atau prasyarat terjadinya inovasi
terus-menerus.
Alasan pembenar yang melatarbelakangi pandangan di atas adalah dalam
ekonomi elektronis, kesuksesan pasar bisa cepat tergerus oleh keunggulan
pengetahuan (knowledge egde) perusahaan pesaing - keunggulan bersaing
yang langsung berdampak pada pemilihan produk dan jasa di pasar oleh
konsumen. Kepemimpinan pasar, ukuran perusahaan, nama yang terkenal
dan struktur kini tidak lagi memberi garansi bagi kelangsungan hidup
perusahaan. Berada di tempat dan waktu yang tepat dengan pengetahuan
yang tepat jauh lebih penting. Kata `tepat" di sini diartikan sebagai
perolehan, penerapan dan manajemen pengetahuan yang pas dengan
tuntutan pasar di saat dan tempat tertentu. Dalam ekonomi berbasis
pengetahuan, perusahaan yang mampu memberikan jawaban pas atas
tuntutan stakeholder dan pelanggan diyakini sebagai perusahaan yang akan
meraih sukses.
EKMA4565/MODUL 5 5.49
Tabel 5.5.
Beberapa definisi LO dan OL
6. Kelenturan penghargaan.
7. Struktur-struktur yang memberikan kemampuan.
8. Pekerja lini depan sebagai penyaring lingkungan.
9. Pembelajaran antar perusahaan.
10. Suasana belajar.
11. Pengembangan diri bagi semua orang
2. Personal Mastery
Bagi Senge, ini merupakan `disiplin untuk terus-menerus memperjelas
dan memperdalam... visi personal, memfokuskan … energi, mengembangkan
kesabaran dan menilai realitas secara obyektif. Hal ini merupakan
landasan penting bagi organisasi pembelajar - fondasi spiritual 'organisasi
pembelajar'.
Organisasi pembelajar memerlukan karyawan yang memiliki kompetensi
yang tinggi agar bisa beradaptasi dengan tuntutan perubahan, khususnya
perubahan teknologi dan perubahan paradigma bisnis dari paradigma yang
berbasis kekuatan fisik (tenaga otot) ke paradigma yang berbasis
pengetahuan (tenaga otak). Selain itu kecepatan perubahan tipe pekerjaan
telah menyebabkan banyak pekerjaan tidak diperlukan lagi oleh organisasi
karena digantikan oleh tipe pekerjaan baru atau digantikan oleh pekerjaan
yang menuntut penggunaan teknologi. Bilamana pekerja tidak mau belajar
hal baru, maka dia akan kehilangan pekerjaan. Selain itu banyak pekerjaan
yang ditambahkan pada satu pekerjaan (job-enlargement) atau job rotation
(mutasi karyawan) agar memudahkan karyawan untuk memahami kegiatan di
unit kerja yang lain demi terwujudnya sinergi. Oleh karena itu karyawan
harus belajar hal-hal baru. Penguasaan pribadi juga merupakan kegiatan
belajar untuk meningkatkan kapasitas pribadi kita untuk menciptakan hasil
yang paling kita inginkan dan menciptakan suatu lingkungan organisasi yang
mendorong semua anggotanya mengembangkan diri mereka sendiri ke arah
sasaran-sasaran dan tujuan-tujuan yang mereka pilih.
Untuk memenuhi persyaratan perubahan dunia kerja ini semua anggota
organisasi harus memiliki kemauan dan kebiasaan untuk meningkatkan
kompetensi dirinya dengan terus belajar. Kompetensi dirinya bukan semata-
mata di bidang pengetahuan, tetapi kemampuan berinteraksi dengan orang
lain, menyelesaikan konflik dan saling mengapresiasi pekerjaan orang lain.
Organisasi lintas fungsi seperti yang telah dibicarakan di atas akan
mempercepat proses pembelajaran individu di dalam organisasi.
3. Mental Model
Mental model (Model mental): hal ini menyangkut pembelajaran
bagaimana cara menggali gambaran internal dunia, untuk membawanya ke
permukaan dan secara tekun menelitinya dengan cermat'.
Respon manusia terhadap situasi yang terjadi di lingkungannya sangat
dipengaruhi oleh asumsi dan kebiasaan yang selama ini berlaku. Di dalam
5.62 Manajemen Perubahan
4. Shared Vision
Shared vision (Membangun visi bersama): ini menyangkut bagaimana
setiap orang berbagi visi bersama tentang masa depan. Kepemimpinan
merupakan kunci dalam menciptakan dan mengkomunikasikan visi tersebut.
Namun, Senge memandang kepemimpinan lebih sebagai yang bertanggung
jawab atas penciptaan struktur dan aktivitas yang berkaitan dengan aktivitas
kehidupan total seseorang. Pemimpin menciptakan visi namun rela
membiarkan visi tersebut dirumuskan ulang oleh orang lain.
Oleh karena organisasi terdiri atas berbagai orang yang berbeda latar
belakang pendidikan, kesukuan, pengalaman serta budayanya, maka akan
sangat sulit bagi organisasi untuk bekerja secara terpadu kalau tidak memiliki
visi yang sama. Selain perbedaan latar belakang karyawan, organisasi juga
EKMA4565/MODUL 5 5.63
memiliki berbagai unit yang pekerjaannya berbeda antara satu unit dengan
unit lainnya. Untuk menggerakkan organisasi pada tujuan yang sama dengan
aktivitas yang terfokus pada pencapaian tujuan bersama diperlukan adanya
visi yang dimiliki oleh semua orang dan semua unit yang ada dalam
organisasi.
5. Team Learning
Team Learning (Pembelajaran tim): tim-tim dan bukan perseorangan,
merupakan kunci sukses organisasi masa depan dan semua individu mesti
belajar bagaimana cara belajar (learn how to learn) dalam konteks tim Kini
semakin banyak organisasi berbasis tim karena rancangan organisasi dibuat
dalam lintas fungsi yang biasanya berbasis tim. Kemampuan organisasi untuk
mensinergikan kegiatan tim ini ditentukan oleh adanya visi bersama dan
kemampuan berpikir sistemik. Namun demikian tanpa adanya kebiasaan
berbagi wawasan sukses dan gagal yang terjadi dalam suatu tim, maka
pembelajaran organisasi akan menjadi sangat lambat, atau bahkan berhenti.
Pembelajaran dalam organisasi akan semakin cepat kalau orang mau berbagi
wawasan dan belajar bersama-sama. Oleh karena itu semangat belajar dalam
tim, cerita sukses atau gagal suatu tim harus disampaikan pada tim yang
lainnya. Berbagi wawasan pengetahuan dalam tim menjadi sangat penting
untuk peningkatan kapasitas organisasi dalam menambah modal
intelektualnya.
Marquardt, 1996 menggambarkan model sistem organisasi pembelajar
secara matematis berupa gambar irisan antara lain: pembelajaran (learning),
organisasi (organization), anggota organisasi (people), pengetahuan
(knowledge), dan teknologi (technology) dengan pembelajaran terletak di
pusat irisan. Model sistem organisasi pembelajar digambarkan seperti pada
Gambar 5.11 berikut.
5.64 Manajemen Perubahan
Gambar 5.11.
Model Sistem Organisasi Pembelajar (Marquardt, 1996)
D. SUBSISTEM PEMBELAJARAN
Gambar 5.12.
Subsistem Pembelajaran
EKMA4565/MODUL 5 5.65
Gambar 5.13.
Subsistem Transformasi Organisasi (Marquardt, 1996)
Gambar 5.14.
Subsistem Pemberdayaan Manusia (Marquardt, 1996)
3. Subsistem Pengetahuan
Marquardt (1996) menyatakan bahwa pengetahuan menjadi lebih penting
untuk organisasi dibanding sumber daya keuangan, menjual posisi, teknologi,
atau aset perusahaan lainnya. Pengetahuan dilihat sebagai sumber daya yang
5.68 Manajemen Perubahan
Gambar 5.15.
Subsistem pengetahuan (Marquardt, 1996)
4. Subsistem Teknologi
Sebagaimana dikemukakan oleh Marquardt (1996), subsistem kelima
dari organisasi pembelajar adalah teknologi, yang terdiri dari teknologi
informasi, pembelajaran berbasis teknologi, dan kinerja sistem dengan
dukungan elektronik atau Electronic Performance Support System (EPSS).
EKMA4565/MODUL 5 5.69
Gambar 5.16.
Subsistem teknologi (Marquardt, 1996)
Conscious
competence
Lokakarya perubahan
Pelatihan ketrampilan Sarana
Survey staff pembelajaran Skill building
Survey pelanggan
Benchmarking Conscious
incompetence
Briefing
Penelitian diagnostic
Awareness
Satuan tugas, review
Unconscious rising
incompetencec
e
Gambar 5.17.
Pengembangan kompetensi dalam perubahan
Secara analogis, hal yang sama kita jalani saat kita belajar mengemudi.
proses pergerakan dari ketidakmampuan bawah sadar (di mana kita tidak
menyadari ketidakmampuan atau apa makna kata itu) pada keadaan
ketidakmampuan-yang-disadari saat pertama kali kita duduk di belakang
kemudi. Begitu kita menyadari, kita langsung paham akan ketidakmampuan
kita, karena itu disebut sebagai proses munculnya kesadaran. Dalam situasi
5.78 Manajemen Perubahan
LAT IH A N
R A NG KU M AN
TES F OR M AT IF 2
C. pembelajaran organisasi
D. organisasi pembelajar
Daftar Pustaka
Argyris, C. dan Schon, D.A. (1978). Organizational Learning: A Theory of
Action Perspective, Reading, Mass: Addison Wesley Publishing
Company.
Bullock, R.J. & Batten, D. (1985). It’s Just a Phase We’re Going Through: A
Review and Synthesis of OD Phase, Group & Organization Studies, 10
(4), pp. 383-412.
Burke, W.W. & Bradford, D.L. (2005). The Crisis in OD. In Bradford, D.L.
& Burke, W.W. (eds.). Reinventing Organization Development:
Addressing the Crisis, Achieving the Potential, San Francisco, CA:
Pfeffer, pp. 7-14.
Dunphy, D.C. & Stace, D.A. (1993). The Strategic Management of Corporate
Change, Human Relations, 46 (8), pp. 905 – 1110.
Greiner, l. & Cummings, T.G. (2006). OD: want More Live than Dead! In
Bradford, D.L. & Burke, W.W. (eds.). Reinventing Organization
Development: Addressing the Crisis, Achieving the Potential, San
Francisco, CA: Pfeffer, pp. 87-112.
Hamel, G. & Prahalad, C.K. (1994). Competing for the Future, Boston,
Mass.: Harvard Business School Press.
Kogut, B. & Zander, U. (1993). Knowledge of the firm and the evolutionary
theory of the multinational corporation, Journal of International
Business Studies. 24 (4); pp. 625-645.
Senge, P.M. (1990), The Fifth Discipline: The Art and Practice of the
Learning Organization, New York, NY: Currency Doubleday.
Stace, D. & Dunphy, D.C. (1994), Beyond the Boundaries: Leading and Re-
creating the Successful Enterprise, McGraw-Hill.
Waterman, R.H., Jr., Peters, T.J., & Phillips, J.R. (1980). Structure is not
Organization, Business Horizons, June, pp. 14-26.
Manajemen Pengetahuan
dan Inovasi Organisasi
Drs. Achmad Sobirin, MBA., Ph.D.
PEN D A HU L UA N
pengetahuan
perubahan
inovasi
Gambar 6.1.
Hubungan resiprokal antara pengetahuan, inovasi dan perubahan
Memang agak sulit untuk melihat sebab akibat dari ketiga hubungan
tersebut. Namun bila kita mencermati simpulan Baloch & Karim (2007) yang
menyatakan bahwa komoditas kunci pada era informasi adalah data, maka
bisa disimpulkan bahwa pengetahuan dewasa ini merupakan faktor kunci
yang menjadi pemicu timbulnya inovasi dan perubahan. Logikanya adalah
data merupakan sumber informasi dan selanjutnya jika informasi tersebut
dipecah-pecah dan digabungkan dengan informasi lain akan menghasilkan
pengetahuan (Bierly III, Kessler & Christensen, 2000). Sesuai dengan
simpulan Baloch & Karim maka bisa diartikan pula bahwa dewasa ini
pengetahuan merupakan komoditas kunci dan menempati peran penting
dalam kehidupan masyarakat. Bahkan dengan dukungan teknologi informasi
yang telah berkembang begitu pesat pengetahuan tidak lagi hanya tersimpan
pada individu-individu tertentu seperti yang terjadi pada era pertanian tetapi
tersimpan dalam bentuk digital yang sewaktu-waktu bisa diakses oleh
siapapun yang membutuhkannya. Dengan demikian ketika produksi
pengetahuan semakin tinggi dan menyebar ke segala penjuru, konsekuensi
logisnya adalah inovasi akan tercipta di mana-mana sehingga perubahan pun
tidak bisa dihindarkan. Dengan dukungan teknologi informasi dan
komunikasi, situasi ini sekali lagi akan terus bergulir dengan intensitas yang
lebih cepat sampai mencapai titik keseimbangan baru yang tidak pernah
berhenti.
Dalam era informasi seperti sekarang ini dengan demikian pengetahuan
menjadi komoditas penting, sumber kekuatan dan daya saing bagi siapapun
EKMA4565/MODUL 6 6.3
Kegiatan Belajar 1
Knowledge Management
Dewasa ini kita hidup dalam era informasi atau era pengetahuan dengan
tata kehidupan yang jauh berbeda dibandingkan dengan tata kehidupan pada
era industri dan lebih-lebih dengan era pertanian. Perubahan pada era
informasi ini membawa berbagai macam implikasi bagi masyarakat dalam
menjalani kehidupannya baik kehidupan sosial, ekonomi, pendidikan dan
aspek kehidupan lainnya. Dalam kehidupan sosial, banyak hal yang
sebelumnya dianggap tidak mungkin sekarang menjadi serba mungkin. Yang
sebelumnya dianggap tabu sekarang menjadi sesuatu yang lumrah. Sebagai
contoh, frase ―mangan ora mangan sing penting ngumpul‖ yang populer pada
masyarakat Jawa sudah dianggap kadaluawarsa pada era informasi. Tinggal
di tempat yang saling berdekatan atau dalam satu kota sudah bukan
keharusan. Mereka boleh tinggal di mana-mana bergantung di mana mereka
mencari penghidupan. Jika mereka ingin bertemu, boleh jadi pertemuan
secara fisik sudah tidak lagi menjadi prioritas; pertemuan cukup dilakukan
dengan SMS, telepon, video call atau media komunikasi lainnya yang lebih
praktis. Masyarakat mulai berpandangan bahwa pertemuan secara fisik atau
kumpul di antara anggota keluarga tidak perlu dilakukan sesering seperti
waktu-waktu sebelumnya. Pertemuan seperti ini bahkan sering dianggap
pemborosan dan menyulitkan banyak pihak, mereka lebih mementingkan
kualitas pertemuan tersebut bukan frekuensinya.
Dalam kehidupan ekonomi, pola kegiatan bisnis juga mengalami banyak
perubahan. Model bisnis telah berubah dari bisnis konvensional (brick-and-
mortar-busniess) beralih menuju bisnis berbasis informasi (click-and-mortar-
business) atau sering disebut e-business atau i-business. Sebelumnya untuk
mengirim uang ke sanak keluarga yang jaraknya ribuan kilometer kita harus
menggunakan bantuan kurir yang penuh risiko atau paling tidak
menggunakan jasa pos yang membutuhkan waktu beberapa hari. Sekarang
prosesnya jauh lebih mudah dan lebih cepat, dan bahkan bisa dilakukan
sambil tiduran di rumah. Dengan bantuan teknologi informasi sekarang kita
tinggal ―klik‖ dan uang sudah terkirim. Hanya dalam hitungan detik si
penerima bisa memanfaatkan uang tersebut. Demikian juga dalam hal
6.6 Manajemen Perubahan
Tabel 6.1.
Perbedaan Istilah Data, Informasi, Pengetahuan dan Kearifan
informasi akan kita peroleh jika kita membaca kata-kata yang ada dalam
buku dan mencoba memahami artinya. Selanjutnya jika informasi yang kita
peroleh tersebut digabungkan dengan informasi-informasi lain maka akan
diperoleh sebuah pengetahuan. Jika pengetahuan digunakan dengan benar
akan tercipta wisdom. Dalam konteks organisasi berbasis pengetahuan
wisdom dimaknai sebagai pencapaian tujuan. Dari contoh sederhana ini
tampak bahwa data, informasi, pengetahuan dan wisdom memiliki hubungan
yang bersifat hirarkhis seperti tampak pada Gambar 6.2.
Konteks
tinggi Wisdom
principle
pengetahuan
pola
Informasi
hubungan
Data
symbols
rendah
Mudah
Sulit
Sumber: Nunamaker, Jr. et al. (2001)
Gambar 6.2.
Hierarkhi data, informasi, pengetahuan dan wisdom
1. Data
Data adalah fakta yang belum diolah dan diterima apa adanya. Orang
sering menyebutnya sebagai ―data mentah‖. Meski penyebutan ini salah
kaprah karena data itu sendiri sifatnya masih mentah, belum terstruktur
(discrete), penyebutan ini mengandung pengertian bahwa data sekedar eksis
dan belum memberikan arti apa-apa di luar keberadaan data tersebut. Sebagai
EKMA4565/MODUL 6 6.11
2. Informasi
Informasi adalah data yang telah diolah, biasanya dengan cara
mengaitkan satu data dengan data lainnya. Hasil dari olah data adalah sebuah
bentuk atau tatanan terstruktur yang mampu memberi makna bagi siapa saja
yang menerima olah data tersebut. Pada contoh sebelumnya angka 5000
tentang kepadatan penduduk kota di Indonesia akan memberikan makna,
yang berarti pula akan memberikan informasi, jika angka tersebut
dikontekstualkan misalnya dikaitkan dengan data lain yaitu kepadatan
penduduk di negara-negara Eropa yang angkanya katakanlah hanya
1000 orang per kilometer persegi. Jika kedua data tersebut dihubungkan
maka diperoleh informasi tentang kepadatan penduduk di dua kota berbeda di
mana kota-kota di Indonesia lima kali lebih padat dibandingkan kota-kota di
Eropa. Pertanyaannya adalah apakah informasi ini berguna? Bisa ya bisa
tidak bergantung bagaimana kita memaknai informasi tersebut. Bagi orang
pemasaran boleh jadi informasi tentang jumlah kepadatan penduduk di dua
6.12 Manajemen Perubahan
3. Knowledge
Di muka telah disebutkan bahwa kumpulan dari fakta akan membentuk
data dan ketika data dirangkai dengan data lain dan diberi makna akan
menghasilkan informasi. Selanjutnya jika informasi tersebut dipilah-pilah dan
digabungkan dengan informasi lain, kemudian dianalisis dan disintesakan
hasilnya adalah sebuah pengetahuan atau knowledge. Sebagai contoh, setelah
memperoleh informasi tentang perbedaan jumlah penduduk kota-kota besar
di Indonesia dan Eropa, seorang pemasar tahu apa makna informasi tersebut
bagi kegiatan pemasaran sehingga Ia mampu menyusun strategi untuk
memasuki pasar Indonesia. Pengetahuan ini akan semakin baik jika pemasar
tersebut memperoleh informasi tambahan misalnya informasi tentang tingkat
pendapatan penduduk Indonesia yang hanya seperempat dari pendataan
penduduk Eropa. Dari gambaran ini knowledge bisa didefinisikan sebagai
pemahaman yang jelas atau pemahaman baru yang diperoleh melalui proses
analisis dan sintesa informasi dan pola hubungan antara informasi-informasi
tersebut (Bierly III, et al., 2000). Definisi ini menyiratkan bahwa hanya
individu yang memiliki pengetahuan, oleh karenanya Alavi & Leidner (2001)
mengatakan pengetahuan adalah olah informasi yang melekat pada pikiran
seseorang. Atau dengan kata lain, pengetahuan merupakan personalized
information (apakah informasi tersebut baru atau lama, khas, berguna atau
akurat, bukan persoalan) yang terkait dengan fakta, prosedur, konsep,
interpretasi, ide, observasi dan judgment atau penilaian. Sementara itu Bierly
III, et al. (2000) menyamakan knowledge dengan level 4 (analisis) dan level
EKMA4565/MODUL 6 6.13
dapat dipandang sebagai aktivitas yang terjadi secara simultan dalam hal
mengetahui dan bertindak. Pada pandangan berikutnya, pengetahuan sebagai
kondisi yang mampu mengakses informasi bisa diartikan bahwa pengetahuan
harus dikelola agar memungkinkan untuk akses dan mendapatkan isi
pengetahuan. Bisa dikatakan bahwa pandangan ini merupakan perluasan dari
pengetahuan sebagai obyek yang menitikberatkan pada aksesibilitas obyek
pengetahuan. Terakhir pengetahuan sebagai kapabilitas berarti pengetahuan
mampu mempengaruhi tindakan untuk waktu-waktu yang akan datang.
Dari berbagai ragam definisi dan perspektif tentang pengetahuan,
akhirnya Verna Allee (1997) menyatakan bahwa prinsip-prinsip pengetahuan
yang harus dipahami bagi siapa saja yang ingin mengembangkan
pengetahuan adalah:
a. Pengetahuan adalah tidak teratur, morat-marit. Hal ini disebabkan karena
pengetahuan dikaitkan dengan apa saja sehingga kita tidak bias hanya
fokus pada satu faktor saja.
b. Pengetahuan bias mengorganisasi diri.
c. Pengetahuan membutuhkan adanya komunitas.
d. Pengetahuan bergerak melalui bahasa.
e. Semakin pengetahuan ditekan lambat laun pengetahuan semakin hilang.
f. Mengendalikan pengetahuan terlalu ketat hanya akan menghabiskan
sumber daya dan energi.
g. Pengetahuan tidak akan bias tumbuh untuk selama, suatu ketika
pengetahuan akan sirna.
h. Tidak satu solusi terbaik karena pengetahuan selalu berubah.
i. Tidak ada satu orang pun yang bias dimintai pertanggungjawaban
terhadap pengetahuan karena pengetahuan merupakan proses sosial.
j. Jika pengetahuan betul-betul mampu mengorganisasi diri maka hal yang
paling penting untuk memajukan pengetahuan adalah dengan
menghilangkan rintangan untuk mengorganisasi diri.
k. Tidak satupun best practice untuk memajukan pengetahuan.
l. Bagaimana pengetahuan didefinisikan akan menentukan bagaimana
pengetahuan tersebut dikelola.
faktor produksi berujud lainnya untuk mengubah bahan baku menjadi produk
jadi. Pada tahun 1982 aset berujud merepresentasikan 62% dari nilai pasar
perusahaan. Prosentase ini menurun 10 tahun kemudian menjadi 38% dan
pada akhir tahun 2000 kontribusi aset berujud hanya berkisar 10 – 15% saja.
Hal ini menunjukkan ketika industrial economy secara bertahap beralih ke
―knowledge-based economy‖ peran aset berujud dalam menciptakan nilai
tambah perusahaan juga terus mengalami penurunan. Peran ini tergantikan
oleh intangible assets (aset tidak berujud) termasuk di dalamnya learning dan
knowledge (Kaplan & Norton, 2001). Sementara itu, Hussi (2004)
menambahkan dalam era informasi selain membutuhkan intangible asset
untuk menciptakan nilai tambah, organisasi membutuhkan pula dan perlu
mengaitkannya dengan dua komponen lain yang juga bersifat intangible dan
melekat pada diri manusia yaitu: modal intelektual (intellectual capital) dan
penciptaan pengetahuan (knowledge creation). Ketiga komponen inilah yang
secara bersama-sama menciptakan nilai tambah perusahaan.
1. Intangible Asset
Ahonen sebagaimana dikutip Hussi (2004) membedakan intangible asset
menjadi dua macam yaitu aset tidak berujud generatif (generative intangible)
dan aset tidak berwujud komersial (commercially exploitated intangible).
Generative intangible adalah aset tidak berujud dalam bentuk kapasitas
perusahaan untuk menghasilkan commercially exploitated intangible.
Termasuk dalam komponen ini adalah human capital, internal structure dan
external structure. Sedangkan commercially exploitated intangible itu sendiri
terdiri dari produksi berbiaya efisien (cost efficient production), Hak
kekayaan intelektual (immaterial property right – IPR), customer capital,
expanding market dan management trust. Perusahaan bisa memperoleh
commercially exploited intangible melalui dua cara: (1) membeli atau
mengakuisisi dari pihak lain atau (2) menciptakan sendiri. Jika ingin
menciptakan sendiri prasyaratnya adalah perusahaan harus memiliki aset
termasuk human capital dan proses untuk menciptakan intangible asset
tersebut. Seperti tampak pada Gambar 6.3, secara keseluruhan tujuan
perusahaan adalah produktivitas jangka panjang dari modal yang
diinvestasikannya. Untuk mencapai tujuan tersebut perusahaan menggunakan
berbagai macam sumber daya baik tangible maupun intangible assets yang
pada gilirannya diharapkan bisa menciptakan nilai pasar yang lebih tinggi
bagi perusahaan. Meski demikian harus disadari pula bahwa semua ini hanya
EKMA4565/MODUL 6 6.17
2. Intellectual Capital
Secara tradisional ketika kita menyebut modal, yang kita maksud adalah
uang atau tepatnya financial capital. Sebutan ini tentu tidak salah karena uang
merupakan sumber daya untuk menggerakkan roda organisasi. Meski
demikian dalam era informasi perusahaan tidak cukup hanya mengandalkan
financial capital. Perusahaan juga membutuhkan intellectual capital untuk
menciptakan market value. Arti penting intellectual capital dapat dipahami
dari ilustrasi berikut ini. Jika sebuah perusahaan software direncanakan untuk
dijual tetapi orang-orang yang bekerja di dalamnya tidak mau pindah ke
pemilik baru boleh jadi calon pembeli enggan membeli perusahaan tersebut.
Bagi calon pembeli tidak ada artinya membeli perusahaan software tersebut
jika para ekspertisnya enggan mengikutinya karena alasan pembeli mau
membeli perusahaan justru karena kemampuan orang-orang tersebut. Dengan
kata lain, alasan utama seseorang mau membeli perusahaan software justru
karena modal ineteletualnya. Contoh ini memberi gambaran akan pentingnya
modal yang tersembunyi yang melekat pada diri karyawan. Modal seperti ini
biasa disebut modal intelektual (intellectual capital). Edvisson & Malone
(1997) mengibaratkan modal intelektual sebagai akar sebuah pohon yang
6.18 Manajemen Perubahan
Gambar 6.4.
Modal intelektual dalam penciptaan nilai tambah
Gambar 6.5.
Value platform model
3. Knowledge Creation
Selain intangible asset dan intellectual capital, penciptaan pengetahuan
(knowledge creation) merupakan komponen penting ketiga yang diharapkan
mampu memberi kontribusi dalam penciptaan nilai tambah organisasi. Kata
kunci dari knowledge creation adalah pengetahuan. Namun Demarest (1997)
sejak awal wanti-wanti agar istilah pengetahuan dipahami dengan benar.
Yang dimaksudkan pengetahuan di sini bukanlah pengetahuan seperti yang
kita kenal pada saat kita membicarakan philosophical atau scientific
knowledge. Di sini pengetahuan lebih dikaitkan dengan kegiatan yang
6.20 Manajemen Perubahan
melalui explicit knowledge yang lebih bersifat obyektif orang bisa memahami
―know-what‖. Secara komprehensif perbedaan kedua jenis pengetahuan
tersebut dapat dilihat pada Tabel 6.2 berikut ini
Tabel 6.2.
Perbedaan antara Tacit dan Explicit Knowledge
Berbasis pada Tabel 6.2 Nonaka, Toyama & Konno (2000) mengajukan
sebuah model dinamis proses penciptaan pengetahuan yang terdiri dari tiga
elemen yaitu (1) knowledge-creating spiral yang biasa disebut sebagai SECI
6.22 Manajemen Perubahan
proses, (2) ba, konteks dalam penciptaan pengetahuan, dan (3) knowledge
assets – proses input, transformasi dan output. Ketiga elemen ini harus saling
berinteraksi satu sama lain sehingga membentuk knowledge spiral yang
ujung-ujungnya terbentuk pengetahuan baru.
SECI Process. Untuk menjelaskan model ini digunakan dua dimensi
yaitu epistimologi dan ontologi. Epistimologi digunakan untuk membedakan
dua jenis pengetahuan – tacit dan explicit knowledge. Meski pengetahuan
dibedakan menjadi dua, keduanya sesungguhnya bersifat komplementer.
Sedangkan dimensi ontologi digunakan untuk menjelaskan spektrum yang
terlibat dalam proses kreasi mulai dari individu, kelompok, organisasi dan
lintas organisasi. Hasil akhir dari gabungan dua dimensi ini adalah sebuah
matriks yang terdiri dari empat kuadran di mana pengetahuan mengalir dan
berpindah dari satu kuadran ke kuadran lainnya berbentuk spiral. Keempat
kuadran ini populer sebagai SECI singkatan dari socialization,
externalization, combination dan internalization. Lihat Gambar 6.6.
Gambar 6.6.
Model Kowledge-Creating Spiral
pencitaan konsep yang diikuti oleh dialog di dalam kelompok atau mereka
secara berkelompok melakukan refleksi dari konsep tersebut. Combination
adalah proses sistematisasi konsep ke dalam knowledge system. Cara
mengkonversi pengetahuan pada tahapan ini biasanya dilakukan dengan
menggabungkan beragam explicit knowledge sehingga membentuk
knowledge system. Di sini masing-masing individu saling bertukar dan
menggabungkan pengetahuan melalui pertukaran dokumen, rapat atau
sekedar percakapan telepon. Selanjutnya untuk memperlancar proses
penggabungan biasanya dibutuhkan alat bantu berupa ICT maupun data base.
Internalization adalah proses mengubah explicit knowledge menjadi tacit
knowledge. Agar explicit knowledge bisa berubah menjadi tacit knowledge,
pengetahuan harus diverbalkan ke dalam dokumen, buku petunjuk maupun
penjelasan lisan. Di sini terjadi proses pembelajaran – learning by doing di
mana pada akhirnya masing-masing individu mampu memperluas dan
mendefinisikan kembali tacit knowledge yang telah dipelajari sebelumnya.
Jika proses ini berhasil berarti masing-masing individu telah mampu
memperbaharui tacit knowledge pada level yang lebih tinggi, dan selanjutnya
proses pembentukan pengetahuan dimulai lagi dari socialization. Proses akan
terus berlanjut tanpa pernah berakhir.
Ba: Konteks dalam Penciptaan Pengetahuan. Penciptaan pengetahuan
tidak bersifat context-free atau bebas dari konteks. Sebaliknya pengetahuan
hanya akan tercipta jika ada konteks yang melingkupinya - ―tidak pernah ada
kreasi jika tidak ada tempat untuk berkreasi‖. Ba yang secara harfiah berarti
tempat atau ruang secara fisik (physical space), didenisikan sebagai shared
context in which knowledge is shared, created and utilized – sebagai konteks
bersama di mana pengetahuan di-share, diciptakan dan digunakan. Jadi ba
merupakan tempat di mana informasi diinterpretasikan sehingga menjadi
pengetahuan. Namun perlu diketahui pula bahwa ba bukan semata-mata
berarti tempat secara fisik. Ba merupakan konsep yang menggabungkan
ruang dan waktu seperti ruang kantor, ruang maya (virtual space) seperti e-
mail, dan ruang mental seperti berbagi ide. Karena menggabungkan ruang
dan waktu, Nonaka et al. (2000) menyatakan bahwa ba sesungguhnya sebuah
konsep yang bersifat interaktif. Pemahaman ini menjadi penting karena
penciptaan pengetahuan itu sendiri merupakan proses yang sangat kompleks
dan dinamis yang melibatkan interaksi antar individu, dan antara individu
dengan lingkungan. Oleh akrenanya ba difungsikan sebagai konteks di mana
masing-masing individu yang terlibat dalam penciptaan pengetahuan saling
berinteraksi dan melalui interaksi ini tercapai proses self-trancendental dalam
penciptaan pengetahuan sebagaimana tampak pada Gambar 6.7 berikut ini.
6.24 Manajemen Perubahan
Gambar 6.7.
Ba sebagai shared context
Gambar 6.8.
Hubungan antara komponen soft dalam membentuk market value
6.26 Manajemen Perubahan
1. Knowledge Management
Dewasa ini knowledge atau pengetahuan sudah menjadi bagian tidak
terpisahkan dari kehidupan sebuah organisasi/perusahaan, lebih-lebih jika
organisasi tersebut adalah organisasi yang secara natural berbasis
pengetahuan. Contoh yang sangat ideal untuk menggambarkan situasi ini bisa
ditemukan pada institusi Perguruan Tinggi (PT). Sebagaimana kita ketahui,
PT adalah organisasi yang menggunakan pengetahuan untuk
mengembangkan dan menghasilkan pengetahuan (Rowley, 2000; Baban,
2007). Dengan demikian tidak berlebihan jika dikatakan bahwa pengetahuan
bagi sebuah PT merupakan input dan sekaligus output. Sementara itu proses
penciptaan dan desiminasinya dilakukan oleh para akademisi yang tidak lain
adalah orang-orang yang berpengetahuan (knowledge worker). Di samping
itu, para akademisi yang sekaligus menjadi tempat menyimpan pengetahuan
dituntut pula untuk terus mendapatkan, menciptakan, mengemas dan
mengaplikasikan pengetahuan baru (Davenport, et al., 1996). Karena itu
pulalah menjadi sangat wajar jika para akademisi memiliki peran penting dan
menjadi penentu bagi kemajuan sebuah PT.
Selain PT, organisasi lain yang memiliki karakteristik hampir sama
dengan PT misalnya perusahaan pengembang perangkat lunak (software).
Seperti halnya PT, perusahaan ini juga membutuhkan pengetahuan secara
intensif dan oleh karena itu knowledge worker menjadi penentu keberhasilan
perusahaan. Dalam perkembangannya bukan hanya organisasi-organisasi
yang secara natural memanfaatkan pengetahuan sebagai daya saing,
organisasi-organisasi lain pun mulai menciptakan pengetahuan untuk tujuan
yang sama. Oleh karena itu pada era pengetahuan seperti sekarang ini sering
dikatakan, organisasi yang bisa bertahan hidup dan meraih sukses hanyalah
organisasi yang menjalankan aktivitasnya berbasis pengetahuan. Meski
pernyataan ini terkesan bombastis, pada kenyataannya peran pengetahuan di
dalam organisasi tidak bisa diabaikan. Semakin hari pengetahuan semakin
menentukan keberhasilan seseorang maupun organisasi/perusahaan karena
hampir semua aspek kehidupan organisasi dan bahkan kehidupan masyarakat
sangat membutuhkan pengetahuan. Dalam konteks inilah mengelola
pengetahuan menjadi sebuah kebutuhan.
Tidak dipungkiri jika pada awalnya pengetahuan hanya tersimpan dan
melekat pada masing-masing individu (Alavi & Leidner, 2001). Pengetahuan
seperti ini disebut sebagai tacit knowledge (Nonaka, 1994; Nonaka &
Takeuchi, 1995) yang manfaatnya hanya dinikmati oleh orang yang
EKMA4565/MODUL 6 6.27
Hasil dari KM
Proses KM digunakan oleh Proses
bisnis
Gambar 6.9.
Dari KM ke Hasil bisnis
6.28 Manajemen Perubahan
Gambar 6.10.
Mazhab dalam KM
tepat pada waktu yang tepat. Menurut McElroy pandangan ini menganggap
bahwa organisasi seolah-olah telah memiliki pengetahuan yang sangat
berharga sehingga tugas seorang manajer lebih pada bagaimana mendapatkan
pengetahuan tersebut, mengkodifikasikannya dan mendistribusikannya
kepada para pekerja sehingga ujung-ujungnya kinerja organisasi meningkat.
Pemahaman terhadap KM seperti ini oleh McElroy disebut sebagai ―supply
side of KM‖. Secara konvensional pengembangan KM cenderung
menggunakan pendekatan ini. Kebalikan dari supply side adalah ―demand
side of KM‖. Tidak seperti pada supply side yang menggunakan asumsi
bahwa organisasi memiliki pengetahuan, para praktisi dengan pendekatan
demand side justru mempertanyakan: jika organisasi harus menunggu
datangnya pengetahuan dari supply side dan hanya sekedar mengelola
pengetahuan lama, apakah organisasi bisa meningkatkan kemampuannya
untuk bersaing dan meningkatkan kinerjanya? Para praktisi yang berorientasi
pada demand side mengakui jika berbagi pengetahuan merupakan hal penting
tetapi apakah kita tidak bisa fokus untuk menghasilkan pengetahuan sendiri
yang lebih baru yang memiliki daya kompetisi yang lebih tinggi? Barangkali
inilah pertanyaan penting dari praktisi pada sisi demand side. Dengan bahasa
lain, para penganut demand side sesungguhnya bukan tidak mengakui adanya
supply side tetapi mereka lebih memprioritaskan untuk menciptakan
pengetahuan yang lebih baru. Bahwa kemudian sumber untuk menciptakan
pengetahuan baru tersebut adalah pengetahuan dari supply side, bagi
penganut demand side tidak menjadi masalah.
McElroy (2000) menyebut supply side of KM sebagai KM generasi
pertama. Sedangkan praktik yang menyeimbangkan antara supply side dan
demand side disebut sebagai KM generasi kedua. KM generasi kedua inilah
yang disebut juga ―The New Knowledge Management‖. McElroy lebih lanjut
mengatakan bahwa dengan New KM pengetahuan akan terus diproduksi dan
proses produksinya mengikuti suatu aturan tertentu serta pola prilaku tertentu
yang bisa diprediksi. Jika berbagai pihak mendukung dan memperkuat
prilaku tersebut maka akselerasi peningkatan produksi pengetahuan akan
semakin tinggi dan konsekuensinya terjadinya proses pembelajaran
organisasi dan inovasi berkelanjutan.
New KM yang dikembangkan oleh McElroy menghasilkan sebuah
model teoritis yang bisa digunakan untuk memotret proses produksi, difusi
dan implementasi pengetahuan. Model ini berupa siklus hidup pengetahuan
6.32 Manajemen Perubahan
(Knowledge Life Cycle = KLC) seperti tampak pada Gambar 6.11 dengan
urutan sebagai berikut:
a. Semua pengetahuan pada dasarnya berasal dari diri dan pikiran
seseorang. Bisa dikatakan bahwa organisasi bisa belajar jika dan hanya
jika orang-orangnya mau belajar. Oleh karena itu tahapan penting dalam
memproduksi pengetahuan baru dan berbagi pengetahuan adalah
pengalaman individu dalam proses pembelajaran.
b. Ketika seseorang telah melakukan pembelajaran dan hasilnya dikaitkan
dengan pengalaman sebelumnya maka muncul suatu situasi di mana ada
hal-hal tertentu yang bisa mereka teruskan dan ada hal-hal lain yang
harus dihentikan. Dengan kata lain, setelah seseorang mengetahui
sesuatu maka ada hal-hal tertentu yang bisa disepakati karena sesuai
dengan pengelaman sebelumnya dan ada hal-hal yang tidak bisa
disepakati karena bertentangan dengan pengalaman sebelumnya. Dalam
hal mereka tidak sepakat hampir pasti muncul keinginan untuk
menyelesaikannya. Sebagai contoh jika seseorang menurut
pengetahuannya yakin bahwa atasan mereka melakukan suatu kesalahan
maka hal pertama yang akan dilakukan adalah memberi tahu atasan akan
kesalahan tersebut. Tetapi sebelum hal itu dilakukan biasanya ia akan
berbagi pengetahuan terlebih dahulu dengan orang lain tentang sesuatu
yang ia ketahui. Jika keduanya saling tertarik untuk mendiskusikan
persoalan tersebut maka mereka akan saling berbagi pengetahuan dan
menciptakan pengetahuan yang peredaran terbatas di kalangan mereka.
Dari sinilah terbentuk community of knowledge di mana pengetahuan
telah berubah menjadi property public meski belum bersistem ke dalam
organisasi.
c. Komunitas yang telah berbagi pengetahuan selanjutnya meneruskan
proses pembentukan pengetahuan yang kadang-kadang diselingi proses
negosiasi agar pengetahuan baru bisa diterima. Hal ini bisa diartikan
bahwa masing-masing anggota komunitas mencoba membawa
pengetahuan kepada forum diskusi yang kemudian dibahas bersama,
dimodifikasi dan diperbaharui. Hasilnya adalah pengetahuan baru yang
kemudian diklaim sebagai pengetahuan milik komunitas tersebut.
Namun jika di antara mereka terjadi ketidaksepakatan terhadap
pengetahuan baru maka terjadi proses negosiasi sampai tercapai
kesepakatan. Hanya saja proses negosiasi ini tidak terjadi pada level
individual tetapi pada level organisasi.
EKMA4565/MODUL 6 6.33
Gambar 6.11.
Siklus Hidup Pengetahuan
LAT IH A N
R A NG KU M AN
TES F OR M AT IF 1
Kegiatan Belajar 2
Inovasi Organisasi
mereka. Pada era ini siklus perubahan bahkan mengalami percepatan, tidak
menentu dan tidak mudah diprediksi kemana arah perubahannya. Dalam
kondisi semacam ini frase ―innovate or evaporate‖ menjadi kosakata setiap
orang. Jika kita ingin bertahan hidup kita harus inovatif; jika tidak, kita
sendiri yang ditelan zaman. Orang Jawa mengatakannya ―iki jaman edan ora
ngedan ora keduman‖ yang bisa diterjemahkan ―kalau kita tidak
kreatif/inovatif kita tidak bisa menjadi bagian dari masyarakat‖. Tentunya
frase ini bukan hanya berlaku bagi manusia sebagai individu tetapi juga
masyarakat dan bahkan berlaku juga bagi organisasi.
Dalam konteks kajian ilmiah inovasi bukanlah kata yang berdiri sendiri;
beberapa kata lain seperti pengetahuan, kreativitas, pembelajaran, ikut
menyertainya. Sebagai contoh, agar bisa inovatif tentunya seseorang harus
berpengetahuan dan berpikiran kreatif. Steiner (2009) misalnya mengatakan
bahwa kreativitas merupakan prasyarat untuk terciptanya inovasi. Sementara
itu menurut Tierney & Farmer (2002) pengalaman kerja sebagai indikator
adanya proses pembelajaran secara praktis dan latar belakang pendidikan
sebagai pertanda seseorang belajar secara konseptual merupakan prediktor
terhadap keyakinan seseorang bahwa dirinya mampu berkreasi (creative self-
efficacy). Artinya orang yang kreatif pada umumnya memiliki pengetahuan
khusus yang mendalam, baik pengetahuan lapangan maupun pengetahuan
akademik. Dari kedua pendapat tersebut bisa disimpulkan bahwa
pengetahuan-kreativitas-inovasi adalah sebuah rangkaian yang tidak
terpisahkan. Ketiganya akan terus berinteraksi dan ketiganya muncul karena
di satu sisi adanya tuntutan hidup yang lebih baik dan di sisi lain terjadinya
tekanan perubahan lingkungan. Oleh karena itu tidak berlebihan jika
perubahan juga menjadi bagian tidak terpisahkan dari rangkaian hubungan
pengetahuan-kreativitas-inovasi.
Seperti halnya pengetahuan (knowledge) yang pada awalnya hanya
menjadi property individual, inovasi juga demikian karena hanya manusia
yang mampu berinovasi. Schumpeter (1934) pada mulanya mengatakan
bahwa inovasi adalah sebuah proses yang dilakukan oleh seorang
entrepreneur. Dalam hal ini yang dimaksudkan dengan entrepreneur adalah
seseorang dalam kedudukannya sebagai individu. Namun pada buku
berikutnya Schumpeter mengatakan lain. Menurutnya lokus tempat inovasi
berproses bergeser dari individu ke perusahaan besar (lihat misalnya:
Doganova & Renault, 2008). Schumpeter berubah pikiran karena
beranggapan hanya organisasi besar yang memiliki sumber daya yang
6.42 Manajemen Perubahan
menerima apa adanya kondisi semacam itu. Namun tidak demikian dengan
Anderson. Merasa tidak puas dengan kondisi tersebut Anderson kemudian
membuat gambar mekanik yang diyakininya bisa mengatasi masalah
tersebut. Dari sinilah Mary Anderson mendapat hak paten pembersih kaca
sebagai hasil invensi yang dia lakukan. Cerita ini memberi gambaran bahwa
inovasi bermula ketika seseorang merasa tidak puas dengan suatu keadaan
dan termotivasi untuk melakukan perubahan. Atau dengan kata lain
seseorang tidak boleh menggunakan logika secara konvensional dan linier
untuk bisa berinovasi. Gangguan yang kita hadapi harus disikapi secara kritis
dan memerlukan imaginasi dan kreativitas. Dari situlah inovasi akan muncul
dan gangguan yang sama tidak akan muncul secara berulang.
Dari cerita di atas tampak bahwa kreativitas, termasuk di dalamnya
imaginasi, selalu datang mendahului terciptanya inovasi. Itulah sebabnya
orang awam sering menyalahartikan seolah-olah inovasi dan kreativitas
adalah satu dan pengertiannya sama. Woodman et al. (1993) secara tegas
membedakan kedua istilah tersebut. Kreativitas merupakan sub set dari
inovasi dan inovasi merupakan sub set dari perubahan organisasi. Meski
inovasi merupakan bagian dari perubahan organisasi akan tetapi tidak semua
perubahan organisasi sama dengan inovasi. Artinya perubahan organisasi
tidak harus inovatif tetapi inovasi hampir selalu berakibat pada perubahan.
Demikian juga, meski hasil dari kreativitas bisa berupa produk, jasa, ide dan
proses baru yang nantinya diimplementasikan melalui inovasi, inovasi tidak
selalu mengandung unsur kreativitas. Boleh jadi inovasi hanya sekedar
mengadaptasi produk dan proses yang sudah ada sebelumnya atau sekedar
mengadopsi apa yang diciptakan orang lain di luar organisasi.
Dari penjelasan Woodman et al. paling tidak ada dua istilah yang
pengertiannya perlu diklarifikasi agar kita memperoleh pemahaman yang
lebih baik. Kedua istilah tersebut adalah kreativitas dan inovasi. Sementara
itu jika kita merujuk pada pandangan Ravichandran (2000) tentang inovasi
maka istilah inovasi itu sendiri perlu diklarifikasi lebih jauh karena istilah ini
memiliki kedekatan dengan istilah adopsi.
A. KREATIVITAS
dalam pengertian apakah sebuah karya dianggap sebagai karya yang kreatif
atau tidak, sangat bergantung pada penilaian sistem sosial terhadap produk
tersebut. Oleh karena itu suatu karya bisa dianggap kreatif bagi sekelompok
masyarakat tetapi belum tentu dianggap karya kreatif bagi kelompok
masyarakat lain.
Kreativitas sesungguhnya tidak hanya berkaitan dengan produk tetapi
dengan karya-karya lainnya. Hal ini misalnya ditegaskan oleh Woodman et
al. (1993) yang mengatakan bahwa kreativitas adalah penciptaan produk,
jasa, ide, proses atau prosedur baru yang berguna dan berharga, dilakukan
oleh individu-individu yang bekerja bersama dalam sebuah kompleksitas
sistem sosial. Sementara itu Lubart & Guignard (2004) mengatakan bahwa
kreativitas merupakan kapasitas untuk menghasilkan sesuatu yang baru dan
asli yang mampu memenuhi kondisi saat ini yang terbatas.
Dari ketiga definisi kreativitas yang disebutkan di muka dan definisi-
definisi lain yang tidak disebutkan di sini tampak bahwa masing-masing
penulis cenderung menggunakan bahasa berbeda untuk menjelaskan esensi
kreativitas. Dibalik perbedaan tersebut, setiap definisi juga mengandung
unsur kesamaan dan unsur kesamaan inilah yang bisa disebut sebagai
karakteristik kreativitas. Pertama, kreativitas meliputi semua bentuk karya
manusia baik karya yang berujud (produk) maupun tidak berujud termasuk
desain, proses dan ide. Kedua, proses kreativitas tidak terjadi secara
kebetulan melainkan merupakan sebuah upaya yang sengaja dilakukan. Hal
ini bisa diartikan bahwa kreativitas akan muncul jika pelakunya memiliki
pengetahuan untuk itu. Pengetahuan tersebut boleh jadi pengetahuan praktis
yang berbasis pada pengalaman masa lalu dan boleh jadi pengetahuan
akademik hasil dari pendidikan formal. Ketiga, kreativitas harus
menghasilkan sesuatu yang baru dan orisinal. Bisa dikatakan bahwa kebaruan
adalah esensi dari kreativitas. Gedung baru berbentuk U sebagai calon
pengganti gedung lama DPR RI seperti dicontohkan di muka bukanlah
produk kreatif karena konsepnya tidak orisinal dan tidak baru sama sekali.
Keempat, tidak dipungkiri bahwa individu merupakan aktor utama pelaku
kreativitas tetapi kreativitas tidak hanya dilakukan secara individual tetapi
bisa juga secara berkelompok dan organisasional. Kelima, karya yang kreatif
harus menunjukkan adanya nilai tambah. Atau dengan kata lain, kreativitas
harus menghasilkan kualitas lebih baik dari kondisi sebelumnya.
6.46 Manajemen Perubahan
B. KOMPONEN KREATIVITAS
frustrasi, dan aspek psikologis lainnya – stress, merasa tidak dihargai dan
munculnya perasaan bahwa karyawan hanya sekedar sebagai alat yang
dimanfaatkan oleh pemilik perusahaan. Ujung-ujungnya daya kompetisi
perusahaan terus menurun.
Amabile sendiri sebagai seorang konsultan yang telah bertahun-tahun
menekuni bidang kreativitas kemudian mengatakan bahwa kreativitas
individual terdiri dari tiga komponen yaitu: (1) expertise, (2) creative-
thinking skill, dan (3) motivation seperti tampak pada Gambar 6.12. berikut
ini.
Gambar 6.12.
Komponen Kreativitas
akuntansi dan pengetahuan lain seperti proses produksi. Tanpa itu semua
mustahil anda bisa kreatif dalam menentukan sistem perhitungan harga
pokok produk yang lebih efisien.
Komponen kedua pembentuk kreativitas adalah keterampilan berpikir
kreatif (creative-thinking skill). Yang dimaksud dengan creative-thinking
skill adalah bagaimana seseorang menyikapi berbagai macam masalah dan
cara penyelesaiannya yakni kapasitas seseorang untuk menggabungkan
berbagai macam ide yang ada menjadi ide baru. Secara psikologis apakah
seseorang berpikir kreatif atau tidak dalam batas-batas tertentu biasanya
dipengaruhi pula oleh kepribadian orang tersebut. Untuk mengatasi masalah
membengkaknya harga pokok produksi selain orang tersebut harus ekspert di
bidangnya tetapi juga harus berpikiran kreatif. Ia misalnya harus memiliki ide
bagaimana proses produksi yang sekarang ada bisa disederhanakan tanpa
mengganggu prosesnya itu sendiri. Proses yang lebih sederhana ini tentu
dengan sendirinya akan mampu mengurangi biaya produksi. Pertanyaannya
adalah apakah orang yang bertanggung jawab terhadap masalah harga pokok
produk tersebut memiliki kepribadian yang sejalan dengan kebutuhan untuk
kreatif? Misalnya apakah Ia bukan tipikal orang yang konformitis yang
cenderung mengiakan orang lain? Kalau jawabannya ―ya‖ maka kreativitas
diyakini akan semakin subur.
Komponen ketiga adalah motivasi. Jika ekspertis dan creative-thinking
skill bisa disebut sebagai bahan baku terciptanya kreativitas, motivasi akan
menentukan apakah kreativitas benar-benar bisa terwujud. Secara definitif
motivasi adalah sebuah proses psikologis yang menyebabkan seseorang
tergerak untuk melakukan tindakan-tindakan sukarela, dan mengarahkan
serta memelihara tindakan tersebut secara terus menerus menuju pada satu
tujuan tertentu. Jika dikaitkan dengan contoh di atas, apakah activity based
accounting bisa terealisir sangat bergantung pada kemauan orang yang
bertanggung jawab terhadap persoalan tersebut. Sangat boleh jadi secara
intrinsic orang tersebut mau mengupayakan agar activity-based accounting
bisa terealisir tetapi jika tidak ada dorongan extrinsic boleh jadi kreativitas
tidak akan pernah terwujud.
Jika penjelasan Amabile tentang komponen pembentuk kreativitas
dibandingkan dengan prasyarat terjadinya kreativitas seperti dikemukakan
Sternberg et al. dapat disimpulkan bahwa keduanya sesungguhnya memiliki
kesamaan seperti tampak pada Tabel 6.2. Kalaulah sedikit ada perbedaan,
Amabile tidak menyebut lingkungan sebagai komponen pembentuk
EKMA4565/MODUL 6 6.49
kreativitas. Perbedaan ini bisa dipahami jika kita menyadari bahwa Amabile
berangkat dari kreativitas individu sebagai titik tolaknya sementara Sternberg
et al. berangkat dari kreativitas organisasi di mana komponen organisasi
bukan hanya individu tetapi juga faktor-faktor organisasi lainnya termasuk
lingkungan organisasi baik internal maupun eksternal.
Tabel 6.2.
Komponen Kreativitas Amabile vs Sternberg et al.
C. TIPOLOGI KREATIVITAS
gagasan baru, dan masalahnya sudah ada sehingga orang yang mau berkreasi
tinggal menterjemahkan masalah tersebut.
Berdasarkan penjelasan tersebut Unsworth menggunakan dua dimensi
yaitu dimensi pertama tipe masalah yang dibedakan menjadi masalah terbuka
dan masalah tertutup, dan dimensi kedua dorongan untuk berkreasi yang
dibedakan menjadi dorongan dari dalam dan dorongan dari luar. Dari dua
dimensi ini dihasilkan empat tipologi kreativitas yaitu: expected creativity,
proactive creativity, reactive creativity dan contributory creativity (lihat
Gambar 6.13).
terbuka
Kreativitas yang Diharapkan Kreativitas Proreaktif
(Expected Creativity) (Proactive creativity)
Tipe Persoalan
tertutup
tinggi tinggi
Adaptasi yang cerdas Kreativitas reaktif
(Intellegent Adaptation) (Reactive creativity)
D. MANAJEMEN KREATIVITAS
E. INOVASI ORGANISASI
Untuk menguji pemahaman kita, perhatikan Gambar 6.3a dan Gambar 6.3b.
Apakah gambar tersebut merupakan bentuk kreativitas, invensi atau inovasi?
Yang pasti kedua gambar tersebut menunjukkan adanya sesuatu yang
baru yang berbeda dari lainnya. Remote control biasanya hanya digunakan
untuk mengendalikan jarak jauh fungsi on-off TV atau AC tidak sekaligus
untuk membuka botol. Demikian juga untuk memotong pizza biasanya tidak
menggunakan gunting waklaupun dengan gunting memotong pizza tampak
lebih mudah dan praktis. Kembali pertanyaannya adalah apakah unsur
kebaruan tersebut sebuah kreativitas, invensi atau inovasi? Atau apakah
kebaruan tersebut mengandung ketiga unsur yang dimaksud? Untuk
menjawab pertanyaan ini, pertama kita perlu merujuk kembali definisi
kreativitas yakni adanya unsur kebaruan. Dari sini kita bisa menyimpulkan
bahwa gagasan untuk menggabungkan fungsi remote control dan pembuka
botol, jika orisinil, adalah gagasan kreatif. Demikian juga gagasan
menggunakan gunting sebagai pemotong pizza. Jadi gambar di atas
memenuhi unsur kreativitas. Kedua, untuk melihat apakah kedua gambar
tersebut juga memenuhi unsur invensi kita memperhatikan definisi invensi
berikut ini.
Gambar 6.15a.
Remote control pembuka botol
6.58 Manajemen Perubahan
Gambar 6.15b.
Gunting pizza
pihak berwenang – Food and Drug Authority (FDA) melakukan review dan
persetujuan jika obat baru tersebut sesuai standar yang berlaku. Fase terakhir
– fase 4 merupakan periode uji coba pasar. Selanjutnya, produksi akan
dilakukan secara massal jika penerimaan pasar menunjukkan sinyal positif
terhadap produk baru tersebut.
Gambar 6.16.
Proses invensi dan inovasi produk Obat
Dari dua contoh di atas diperoleh dua simpulan sementara (1) inovasi
dalam batas-batas tertentu membutuhkan waktu yang lama, biayanya mahal
dan mengandung risiko yang tidak kecil. Oleh karenanya meski inovasi
diyakini menjadi keunggulan bersaing bagi sebuah perusahaan tidak semua
perusahaan mampu melakukan inovasi karena tidak memiliki infrastruktur
yang memadai, dan (2) inovasi pada dasarnya adalah komersialisasi dari
invensi dan invensi merupakan perwujudan kreativitas dalam bentuk konsep
atau formula. Inovasi dengan demikian bisa dirumuskan sebagai berikut:
2. Definisi Inovasi
Inovasi secara harfiah berasal dari bahasa Latin ―innovare‖ yang berarti
me-review, membuat sesuatu menjadi baru atau mengganti yang lama
menjadi baru. Kata innovare itu sendiri berasal dari kata ―novus‖ yang juga
berarti baru (Bhat, 2010). Dengan demikian jika kita melihat kembali esensi
kreativitas dan invensi serta membandingkannya dengan kata inovasi
EKMA4565/MODUL 6 6.61
c. Ravichandran (2000)
―Organizational innovation can be constructed as the actualization of
the creation of a new product, process, method or service by an
organization, through concerted and commited efforts of its members,
and by other resources, exhibiting a perceptual departure from its
antecedent and demonstrating one or more utility values – inovasi
organisasi adalah aktualisasi dari penciptaan produk, jasa, proses atau
metode baru yang dilakukan organisasi melalui upaya bersama dan
komitmen para anggota organisasi, dan penggunaan sumber daya lain
sehingga hasil ciptaan tersebut dianggap telah berubah atau berbeda dari
kondisi sebelumnya dan menunjukkan nilai guna lebih baik.
3. Dimensi Inovasi
Bisa dikatakan bahwa ketiga definisi di atas merupakan representasi dari
definisi-definisi yang bisa ditemukan pada berbagai literatur tentang inovasi.
Terlepas bahwa inovasi didefinisikan secara berbeda, ada satu yang tidak
berbeda dari setiap definisi inovasi yaitu unsur kebaruan. Oleh karenanya
tidak berlebihan jika dikatakan bahwa kebaruan adalah inti dari inovasi.
Sedangkan komponen inti yang kedua adalah nilai manfaat. Setiap inovasi
harus memberi nilai manfaat paling tidak bagi perusahaan yang berinovasi.
Dengan inovasi misalnya perusahaan diharapkan mampu memperbaiki daya
saing baik dalam lingkup pasar domestik maupun pasar global. Berkaitan
dengan kebaruan dalam inovasi, masih ada tiga pertanyaan yang perlu
dielaborasi lebih lanjut yaitu: Apanya yang baru dari sebuah inovasi?
Seberapa baru inovasi tersebut? Jika inovasi dikatakan baru, sesungguhnya
baru bagi siapa? Itulah tiga pertanyaan yang diajukan oleh Johanessen et al.
(2001). Pertanyaan ini pada dasarnya adalah pertanyaan tentang dimensi
inovasi.
Inovasi Produk
Inovasi
Teknis
Inovasi Proses
OI
Inovasi Staff
Table 6.3.
Perbedaan antara Inovasi dan Adopsi
Inovasi Adopsi
Original Hasilnya berupa derivasi
Baru Bukan sesuatu yang baru bersifat umum
Diciptakan Dibeli atau pinjaman
Wujud atau realisasi dari kemampuan organisasi Merupakan perwujudan dari daya beli
Memiliki ketidakpastian yang relative tinggi Mudah diprediksi
Pioneer Pengikut bukan pencetus gagasan
Memiliki unsur inovasi Merupakan bentuk respon
Dukungan dari pimpinan puncak Keputusan manajemen puncak
Upaya yang berbasis komitmen dan Tidak harus memiliki komitmen dan
berkesinambungan keterkaitan
Dapat dilihat oleh pihak eksternal Tidak harus terlihat oleh pihak eksternal
Sumber : Ravichandran (2000)
8. Difusi Inovasi
Meski Ravichandran (2000) mengatakan bahwa adopsi bukanlah inovasi
karena yang melakukan inovasi adalah pihak lain namun tidak bisa
dipungkiri jika sebuah organisasi/perusahaan melakukan inovasi hampir pasti
perusahaan-perusahaan lain pun akan melakukan hal yang kurang lebih sama
atau bahkan lebih baik demi memperbaiki daya kompetisi. Akibatnya tidak
6.66 Manajemen Perubahan
bisa dihindari jika inovasi terus bergulir mulai dari organisasi ke industri ke
regional ke nasional dan global. Dengan penyebaran inovasi seperti ini bukan
hanya perusahaan yang berinovasi yang memperoleh manfaat tetapi pada
umumnya masyarakat juga akan diuntungkan. Pertama, dengan semakin
banyak perusahaan yang berinovasi berarti tidak ada monopoli terhadap
produk atau jasa tertentu. Kedua, standar hidup masyarakat akan meningkat
karena di satu sisi masyarakat bisa memperoleh produk/jasa dengan kulaitas
lebih baik dan di sisi lain harganya tentu lebih murah.
Sebagai contoh, jika anda ingin membuka internet, media yang biasa
anda gunakan (internet browser) adalah internet explorer hasil inovasi
Mirosoft. Namun sekarang anda punya pilihan lain untuk membuka internet
misalnya Mozilla Firefox, Flock, Safari maupun Google Chrome. Mungkin
ke depan anda punya pilihan lain lagi karena inovasi terus berjalan. Proses
penyebaran inovasi seperti ini disebut difusi inovasi. Secara sederhana bisa
dikatakan bahwa difusi inovasi merupakan potensi sebuah inovasi diadopsi
oleh pihak lain sehingga inovasi tersebut menyebar lebih luas (Wolfe, 1994).
Proses penyebarannya itu sendiri membentuk sebuah kurve yang menyerupai
huruf S sehingga sering disebut sebagai S-Curve seperti tampak pada
Gambar 6.17.
Maturation
Jumlah
Adopter
Kumulatif Rapid
expansion
Infancy
Interval waktu
Sumber: Taylor & McAdam (2004)
Gambar 6.17.
Adopsi inovasi berbentuk Kutve – S.
EKMA4565/MODUL 6 6.67
Tabel 6.4.
Komponen Organisasi yang Inovatif
Komponen
Visi, kepemimpinan dan Ada kejelasan tentang tujuan organisasi yang hendak dicapai
kemauan untuk inovasi dan tujuan tersebut juga telah diartikulasikan secara jelas.
Pada saat yang sama pimpinan puncak memiliki komitmen
yang ditunjukkan dengan pengembangan strategic intent.
Struktur organisasi yang tepat Desain organisasi yang tepat sehingga daya kreatif karyawan
mencapai level paling tinggi.
Orang-orang kunci Orang-orang kunci dalam organisasi bertindak sebagai
promotor, penjaga gawang dan peran-peran lain sejenis yang
memfasilitasi dan menggerakkan inovasi organisasi.
Team work yang efektif Tim kerja difungsikan secara tepat dalam memecahkan
berbagai persoalan organisasi. Oleh karenanya memilih dan
membangun tim yang solid menjadi sangat krusial.
Pengembangan diri karyawan Organisasi memiliki komitmen untuk mendidik dan melatih
secara berkelanjutan karyawan dalam rangka memastikan bahwa karyawan
memiliki kompetensi yang dibutuhkan dan memiliki
kemampuan belajar yang efektif.
Komunikasi yang terbuka Menjaga efektivitas komunikasi di dalam organisasi dan
antara organisasi dengan pihak luar. Di dalam organisasi
komunikasi dilakukan secara lateral, ke atas dan ke bawah.
Keterlibatan yang tinggi dalam Seluruh karyawan berpartisipasi dalam kegiatan organisasi
inovasi dalam rangka peningkatan kinerja berkelanjutan (continuous
improvement).
Fokus pada pelanggan Perhatian ditujukan baik pada pelanggan internal dan
eksternal dengan membangun total quality culture.
Iklim yang kreatif Berpandangan positif terhadap ide-ide kreatif yang didukung
oleh sistem penghargaan yang relevan.
Organisasi pembelajar Proses, struktur dan kultur yang mendukung terciptanya
pembelajaran individu, ditunjukkan dengan dibangunnya
knowledge management.
Sumber: Matthews (2002)
Tabel 6.5.
Karakteristik Manajemen Yang Mendukung dan Menghambat Inovasi
1. Proses Inovasi
Professor Roy Rothwell dari Science Policy Research unit (SPRU), the
University of Sussex sebagaimana dikutip Neely and Hii (1998)
mengklasifikasikan proses inovasi menjadi lima generasi yaitu:
a. Generasi Pertama Technology Push.
b. Generasi Kedua Market Pull.
c. Generasi Ketiga Coupling Model.
EKMA4565/MODUL 6 6.71
2. Technology Push
Proses inovasi pada awalnya mengikuti pola yang disebut technology-
push atau linear model seperti tampak pada Gambar 6.6. Model ini banyak
diterapkan pada periode tahun 1950-an dan 1960-an di mana ketika itu
permintaan melebihi kapasitas produksi sehingga kebanyakan perusahaan
berasumsi bahwa semua yang diproduksi pasti bisa terserap oleh pasar –
supply creates its own demand. Dengan demikian pusat perhatian perusahaan
lebih dititikberatkan pada R&D dan manufacturing ketimbang pada aspek
pemasaran. R&D diperlakukan sebagai tempat melalukan inovasi untuk
menghasilkan produk-produk baru. Semakin banyak R&D dilakukan
semakin banyak inovasi dan semakin banyak pula dihasilkan produk baru.
Peran manufacturing adalah memproduksi produk baru secara masal dan
pasar dianggap mampu menyerap semua hasil produksi dibuat perusahaan.
Dengan asumsi seperti ini maka inovasi diinterpretasikan sebagai sebuah
proses yang bermula dari penelitian ilmiah yang dikembangkan pada R&D,
diimplementasikan melalui kegiatan produksi yang hasilnya adalah produk
baru dan dijual ke masyarakat melalui mekanisme pemasaran. Jadi inovasi
pada dasarnya dipahami sebagai proses linear di mana R&D memiliki peran
kunci sebagai input.
Gambar 6.18.
Proses inovasi generasi pertama – technology-push
3. Marketing Pull
Jika pada tahun 1950-an dan 1960-an proses inovasi mengikuti linear
model di mana proses inovasi bersifat inside-out, akhir tahun 1960-an sampai
dengan awal tahun 1970-an terjadi hal sebaliknya yakni proses inovasi
bersifat outside-in atau disebut marketing-pull. Karena tingkat persaingan
pada periode ini sudah mulai menonjol, perusahaan cenderung berusaha
untuk menawarkan produk yang semakin beragam yang memang dibutuhkan
oleh kastemer bukan semata-mata yang dikehendaki perusahaan. Oleh
6.72 Manajemen Perubahan
Gambar 6.19.
Proses inovasi generasi kedua–marketing-pull
4. Coupling Model
Gambar 6.20.
Proses inovasi generasi ketiga–coupling model
kebutuhan pasar. Model ini sering disebut pula sebagai ―a complex net of
communication path‖ karena sifatnya yang kompleks yang menghubungkan
kondisi internal perusahaan, ketersediaan ilmu pengetahuan dan teknologi,
dan kebutuhan pasar. Dari hubungan inilah diperoleh umpan balik yang
menjadi kunci dalam mengembangkan inovasi baru.
5. Integrated Model
Proses inovasi generasi keempat yang disebut integrated model mulai
dikembangkan di Jepang khususnya pada industri otomotif dan elektronik
sejak pertengahan tahun 1980-an sampai dengan tahun 1990-an. Sama seperti
proses inovasi generasi ketiga, integrated model merupakan proses inovasi
yang bersifat kompleks, nonlinear dan mensyaratkan adanya umpan balik.
Bedanya adalah proses inovasi generasi keempat tidak terjadi secara
berurutan (sequential) melainkan proses inovasi yang melibatkan berbagai
fungsi organisasi – marketing, R&D, product development, production
engineering, supplier dan manufacture secara parallel (lihat Gambar 6.21).
Fungsi-fungsi melakukan aktivitas bersama lintas fungsi agar bisa saling
berbagi informasi dalam mengembangkan inovasi baru.
Gambar 6.21.
Proses Inovasi Generasi Keempat – Integrated Model
Generation
and
Mobilization
commercialization experimentation
6.76 Manajemen Perubahan
LAT IH A N
2) Silakan Anda simak materi pada halaman 21-26. Ada beberapa dimensi
yang mendasari inovasi yaitu: unsur kebaruan, seberapa baru agar
sesuatu bisa disebut inovasi, nilai manfaatnya, adopsi dan difusi inovasi.
3) Professor Roy Rothwell mengklasifikasikan proses inovasi menjadi lima
generasi yaitu generasi: Technology Push, Market Pull, Coupling Model,
Integrated Model dan Systems Integration and Networking. Pada proses
inovasi Coupling model bersifat sequential (berurutan) sedangkan proses
inovasi Integrated model tidak terjadi secara berurutan.
R A NG KU M AN
TES F OR M AT IF 2
4) Sesuatu yang baru namun masih berada pada tataran konsep, model,
prototipe atau pengetahuan adalah definisi dari ....
A. invensi
B. kreativitas
C. difusi
D. inovasi
Daftar Pustaka
Baloch, Q.B. & Kareem, N. (2007), The Third Wave (Book Review), Journal
of Managerial Sciences, vol. 1, number 2, pp. 115 – 143.
Bierly III, P.E., Kessler, E.H. & Christensen, E.W. (2000). Organizational
Learning, Knowledge and Wisdom, Journal of Organizational Change
Management, 13, 6, pp. 595-618.
6.82 Manajemen Perubahan
Hick, R.C. Dattero, R. & Galup, S.D. (2006). The Five-tier Knowledge
Management Hierarchy, Journal of Knowledge Management, 10, 1, pp.
19-31.
Kaplan, R.S. & Norton, D.P. (2001). The Strategy Focused Organization:
How Balanced Scorecard Companies Thrive in the New Business
Environment, Boston, MA: Harvard Business School Press.
Nunamaker, Jr. J.F., Romano, Jr. N.C. & Briggs, R.O. (2001). A Framework
for Collaboration and Knowledge Management, Proceedings of the 34th
Hawaii International Conference on System Sciences – 2001.
Parise, S., Cross, R. & Davenport, T.H. (2006). Strategy for Preventing a
Knowledge-Loss Crisis, MIT Sloan Management Review, pp. 31-38.