Anda di halaman 1dari 17

Asuhan Kegawatdaruratan Maternal Neonatal

DISUSUN OLEH :

Nama : Rani Amelia

NIM : PO.71.24.3.18.019

Tk : II A

DOSEN PEMBIMBING : Setiawati, SST.,M.Kes.

POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG

PRODI DIII KEBIDANAN MUARA ENIM

TAHUN AKADEMIK 2020/2021


PENANGANAN ATONIA UTERI

KOMPRESI BIMANUAL INTERNA (KBI)

Alat, Bahan, dan Obat-obatan esensial:

a.       Alat :

1.      Alas bokong dan alas penutup perut

2.      Tensimeter

3.      Stetoskop.

4.      Lampu sorot

5.      Sarung tangan DTT/steril (4 pasang).

6.      Kateter nelaton

7.      Handuk bersih.

8.      Infus set

9.      Spuit 5 cc

10.  Larutan antiseptic.

11.  Oksigen dan regulator 10,1 U/ml

12.  Albocath 16 atau 18.

b.      Bahan :

1.      Informed consent.

c.       Obat-obatan esensial:

1.      Analgesik (tramadol)
2.      Oksitosin 20 IU

3.      Ergometrin 0,20 mg/ml

4.      Misoprostol

Langkah Kerja:

1. Bersihkan semua gumpalan darah atau selaput yang mungkin masih berada di dalam
mulut uterus atau didalam uterus. (jangan lupa melakukan vulva hygiene) kemudian
mengosongkan kandung kencing dengan menggunakan kateter.

2. Segera memulai kompresi bimanual interna

a) Penolong berdiri di depan vulva, oleskan antiseptic pada sarung tangan kanan

b) Masukkan tangan kanan secara obstetric kedalam vagina

c) Kepalkan tangan

d) Tekankan tangan yang ada dalam vagina (forniks anterior) denganh mantap pada
bagian bawah uterus (kranio anterior)

e) Hati-hatilah dalam menyingkirkan serviks yang menghalangi penekanan

f) Tapak tangan kiri menekan bagian belakang korpus uteri

g) Lakukan kompresi dengan jalan mendekatkan telapak tangan kiri dengan kepalan
tangan pada forniks anterior/tekankan/mendekatkan tangan pada perut dan kepala tangan
yang ada dalam vagina bersamaan.

h) Tangan dengan mantap sampai perdarahan berhenti dan uterus berkontraksi

3. Jika anda merasa uterus sudah mulai berkontraksi, maka dengan perlahan tariklah tangan
keluar, jika uterus berkontraksi teruskan pemantauan.
4. Jika uterus tidak berkontraksi setelah 5 menit, mintalah bantuan keluarga untuk melakukan
kompresi bimanual eksterna sementara anda member injeksi metergin 0,2 mg IM dan
memulai infuse IV (RL dengan 20 IU oxytosin/500 cc terbuka lebar atau 60 tetes/menit)

5. Jika uterus tetap tidak berkontraksi, lanjutkan kembali KBI segera setelah anda
memberikan injeksi metergin dan memulai infuse IV

6. Jika uterus belum juga mulai berkontraksi setelah 5-7 menit, segera siapkan perujukan
dengan IV tetap terpasang dengan laju 500cc/jam......

KOMPRESI BIMANUAL EKSTERNA

Ada beberapa macam pengertian dari kompresi bimanual,antara lain sebagai berikut:

Kompresi bimanual adalah suatu tindakan untuk mengontrol dengan segera homorrage
postpartum.dinamakan demikian karena secara literature melibatkatkan kompresi uterus
diantara dua tangan.(varney,2004)

Menekan rahim diantara kedua tangan dengan maksud merangsang rahim untuk berkontraksi
dan mengurangi perdarahan (depkes RI,1996-1997)

Tindakan darurat yang dilakukan untuk menghentikan perdarahan pasca salin.(depkes


RI,1997)

kompresi bimanual eksterna

Kompresi bimanual eksterna merupakan tindakan yang efektif untuk mengendalikan


perdarahan misalnya akibat atonia uteri. Kompresi bimanual ini diteruskan sampai uterus
dipastikan berkontraksi dan perdarahan dapat dihentikan.ini dapat di uji dengan melepaskan
sesaat tekanan pada uterus dan kemudian mengevaluasi konsistensi uterus dan jumlah
perdarahan. Penolong dapat menganjurkan pada keluarga untuk melakukan kompresi
bimanual eksterna sambil penolong melakukan tahapan selanjutnya untuk penatalaksanaan
atonia uteri.
Dalam melakukan kompresi bimanual eksterna ini, waktu sangat penting, demikian juga
kebersihan. sedapat mungkin ,gantillah sarung tangan atau cucilah tangan sebelum memulai
tindakan ini.

Peralatan

- Sarung tangan steril

- Cairan infuse

- Peralatan infuse

- Jarum infuse

- Plester

- Kateter urin

Prosuder kompresi bimanual eksterna

2. Bila mungkin mintalah bantuan seseorang

Cobalah massage ringan agar uterus berkontraksi

Periksa apakah kandung kencing penuh.jika kandung kencing penuh,mintalah ibu untuk
buang air kecil.bila tidak berhasil,pasanglah kateter

Jika perdarahan tidak berhenti, lakukan kompresi bimanual eksterna.

Ada beberapa cara dalam melakukan kompresi bimanual eksterna yaitu:

Cara I

- Tangan kiri menggenggam rahimdari luar dan dasar rahim,

- Tangan kanan menggenggam rahim bagian bawah,

- Kemudian keduatangan menarik rahim keluar dari rongga panggul, sedangkan tangan
kanan memeras bagian bawah rahim.

Cara II
- Letakansatu tangan pada dinding perut dan usahakan sedapat mungkin bagian
belakang uterus,

- Letakan tangan dan lain dalam keadaan terkepal pada bagian depan kurpus uteri,

- Kemudian rapatkan kedua tangan untuk menekan pembuluh darah ke dinding uterus
dengan jalan menjepit uterus diantara kedua tangan tersebut.

Berikan 10 unit oksitoksin (syntocinon) secara IM atau melalui infuse jika mungkin,
kemudian berikan ergometrin 0,2 mg (methergin) IM, kecuali jika ibu menderita hipertensi
berat. Dapat juga diberikan 0,5 mg syntometrin IM jika ibu tidak menderita hipertensi. Jika
perdarahan berkurang atau berhenti mintalah ibu menyusui bayi.

Jika hal ini tidak berhasil menghentikan perdarahan dan uterus tetap tidak berkontraksi
walaupun telah di rangsang dengan mengusap-usap perut pasanglah infuse.

KOMPRESI BIMANUAL AORTA ABDOMINALIS

Peralatan yang di perlukan untuk dapat melakukan kompresi aorta abdominalis tidak ada,
kecuali sedapat mungkin teknik yang benar, sehingga aorta benar-benar tertutup untuk
sementara waktu sehingga perdarahan karena otonia uteri dapat di kurangi.

Tata cara komperesi aorta abdominalis:

1. Tekanlah aorta abdominalis diatas uterus dengan kuat dan dapat dibantu dengan tangan
kiri selama 5 s/d 7 menit.

2. Lepaskan tekanan sekitar 30 sampai 60 detik sehingga bagian lainnya tidak terlalu
banyak kekurangan darah.

3. tekanan aorta abdominalis untuk mengurangi perdarahan bersifat sementara sehingga


tersedia waktu untuk memasang infus dan memberikan uterotonika secara intravena.

TEKHNIK PENEKANAN AORTA

Berikan tekanan kebawah dengan tekanan tangan diletakan diatas pers abdominalis aorta
melalui dinding abdomenTitik kompresi tepat diatas umbilikus dan agak kekiri
Denyut aorta dapat diraba dengan mudah melalui dinding abdomen anterior segera pada
periode pascapartumDengan tangan yang lain palpasi denyut nadi femoral untuk memeriksa
keadekuatan kompresiJika denyut nadi teraba selama kompresi tekanan yang dikeluarkan
kepalan tangan tidak adekuat.

Jika denyut nadi femoral tidak teraba tekanan yang dikeluarakan kepalan tangan adekuat.
Pertahanan kompresi sampai darah terkontrolJika pendarahan berlanjut walaupun kompresi
telah dilakukanLakukan ligasi uteria dan ligasi ateri uteriBila tidak berhasil, histerektomi
adalah langkah terakhirLigasi arteria uterine dan arteri uteroovarium:

Tinjau kembali IndikasiTinjau kembali prinsip perawatan umum,prinsip perawatan operasi


dan pasang infuse IVBerikan dosis tunggal antibiotik profilaksis

Buka abdomen. Tarik uterus untukmembuka bagian bawah ligamentum latum uteri

Raba denyut arteria uterina di dekat persambungan uterus dan servik

Dengan menggunakan benang catgut kromik 0 pada jarum besar,masukkan jarum


kesekelilingarteri dan melalui 2-3 cm miometrium pada tempat dibuatnya insisi melintang
segmen bawahuterus lalu ikat benang dengan kuat

Buat jahitan sedekat mungkin dengan uterus karena biasanya ureter berada hanya 1
cmdisamping ateria uterinaUlangi posisi tersebut pada sisi sebelahnyaJika arteri robek,pasang
klem dan ikat tempat perdarahanIkat arteri uteroovarium tepat dibawah titik pertemuan
ligamentum suspensorium ovarii denganterusUlangi prosedur tersebut pada sisi
sebelahnyaPantau adanya perdarahan berkelanjutan atau pembentukan hematomaTutup
abdomen

Histerektomi:

Tinjau kembali Indikasi. Tinjau kembali prinsip perawatan umum,prinsip perawatan operasi
dan pasang infus IVBerikan dosis tunggal antibiotik profilaksisJika terdapat hemoragi yang
tidak dapat terkontrol etelah pelahiran per vagina, pikirkan bahwa kecepatan tindakan adalah
hal yang sangat penting.Jika pelahiran dilakukan melalui seksio sesaria, pasang klem pada
area perdarahan di sepanjang insisi uterus
Penggunaan kondom kateter pada penanganan
perdarahan post partum.

Pendahuluan

Pendarahan pasca persalinan (Postpartum Hemorrhage = PPH) sampai saat ini masih
merupakan penyebab utama mordibitas dan mortalitas baik di Negara maju maupun di
Negara berkembang

Kelahiran bayi adalah suatu proses normal, tetapi adakalanya ditemui kejadian
morbiditas dan mortalitas maternal yang berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi pada
kala ketiga persalinan. Kematian maternal adalah suatu tragedi dan merupakan kerugian besar
bagi masyarakat dan suatu bangsa. Sekitar setengah juta wanita mati tiap tahun akibat proses
kelahiran bayi dan kehamilan. Sekitar seperempat di antara mereka mengalami komplikasi
yang terjadi pada kala ketiga persalinan. Di Inggris risiko kematian maternal
akibat postpartum hemorrhage adalah satu per 100.000 kelahiran, sedangkan di negara
berkembang adalah satu per 1000 kelahiran. Di Malaysia dari tahun 1995-1996 menunjukkan
bahwa postpartum hemorrhage sebagai penyebab utama dari kematian maternal. Kala ketiga
persalinan digambarkan sebagai suatu proses berlanjut yang mulai dengan lahirnya janin dan
berakhir dengan lahirnya plasenta. Umumnya sekitar 5 sampai 10 beberapa menit, tetapi tidak
sampai melebihi dari 30 menit.

Angka kematian maternal ( Maternal Mortality Rate = MMR ) di Amerika Serikat


pada tahun 1995 sebanyak 7,1/100.000 kelahiran hidup. Penyebab terbanyak dari MMR
tersebut adalah perdarahan, emboli, hipertensi dalam kehamilan, kardiomiopati serta karena
komplikasi anastesi. Sedang di Amerika Tengah, yaitu di Meksiko dan sekitarnya, MMR
terrendah adalah di Kostarika sebanyak 29/100.000 dan tertinggi di Guatemala yaitu
190/100.000. Penyebab kematian terbanyak juga adalah perdarahan. Sedang di Asia
Tenggara Negara kita masih menduduki angka tertinggi yaitu sebanyak 307/100.000 ( SDKI
tahun 1998-2002 ), penyebab kematian tertinggi juga sama, yaitu perdarahan ( 28% ) disusul
Preeklamsia-eklamsia dan infeksi masing-masing sebanyak 13% dan 10%. Secara
keseluruhan di seluruh dunia ini kematian maternal sebanyak 600.000 pertahun dan yang
disebabkan oleh PPH sebanyak 125.000 wanita pertahun.

Penanganan ada dua bagian, yaitu suportif dengan perbaikan keadaan umum,
penambahan cairan, darah serta komponen-komponennya. Yang kedua adalah penanganan
kausatif, yaitu melakukan identifikasi penyebab perdarahan dan usaha untuk
menghentikannya. Ada beberapa cara untuk menghentikan perdarahan yaitu, pertama:
pemberian uterotonika dengan oksitosin, metil ergometrin atau prostaglandin. Kedua:
hemostasis secara mekanis dengan manual atau digital plasenta, kuret sisa plasenta, kompresi
manual ataupun packing. Ketiga: dengan cara pembedahan, yaitu penjahitan laserasi, ligasi
pembuluh darah ataupun dilakukan histerektomi.

PATOFISIOLOGI PPH
Perdarahan postpartum / Postpartum Hemorrhage ( PPH ) terjadi karena adanya
perdarahan yang banyak yang pada umumnya berasal dari tempat implantasi plasenta atau
adanya laserasi jalan lahir. Penyebab PPH terbanyak adalah atonia uteri, kelainan imlantasi
plasenta dan laserasi jalan lahir. Pada PPH yang penting adalah menentukan etiologinya dan
memberikan penanganan yang sesuai. Walaupun pengetahuan tentang penyebab perdarahan
pasca persalinan telah banyak diketahui dan darah sudah banyak tersedia tetapi kematian
yang disebabkan oleh PPH ini masih menduduki tempat yang tinggi baik di Negara maju
maupun di Negara-negara berkembang.

PPH dapat terjadi langsung yang disebut PPH primer / dini dan dapat pula terjadi
setelah 24 jam kemudian yang disebut PPH sekunder / lambat. Definisi PPH tergantung dari
jenis persalinan yang terjadi. Pada persalinan pervaginam, PPH didefinisikan sebagai
terjadinya perdarahan > 500 cc, sedangkan pada seksio sesarea sebanyak 1000 cc. PPH
seringkali tidak dilaporkan, karena penilaian jumlah perdarahan cenderung under-estimated,
terutama bila keadaan ibu pasca salin dalam keadaan baik. Karena sukar untuk menilai berapa
banyak insidens PPH yang sebenarnya, American College of Obstetricians and Gynecologist
yaitu menetapkan kriteria penurunan > 10% dari kadar hematokrit sebelum dan sesudah
persalinan. secara garis besar PPH mengenai 4 – 6% dari seluruh persalinan.
Dengan adanya peningkatan jumlah volume plasma dan sel darah merah yang
meningkat pada wanita hamil ( 30 – 50% ) serta adanya peningkatan cardiac output, maka
dibandingkan wanita tidak hamil, wanita hamil lebih mudah berkompensasi terhadap adanya
perdarahan dengan cara meningkatkan tahanan vaskuler perifer sehingga tekanan darah tidak
menurun dan dapat menjamin kelancaran perfusi organ. Baru setelah kemampuan
peningkatan vaskuler terlampaui maka terjadilah penurunan tekanan darah, cardiac output
dan perfusi organ sehingga menimbulkan gejala klinis dari PPH.

Mekanisme penghentian perdarahan pasca persalinan berbeda dengan tempat lain


dimana faktor vasospasme dan pembekuan darah sangat penting, pada perdarahan pasca
persalinan penghentian perdarahan pada bekas implantasi plasenta terutama karena adanya
kontraksi dan retraksi miometrium sehingga menyempitkan dan membuntu lumen pembuluh
darah. Adanya sisa plasenta atau bekuan darah dalam jumlah yang banyak dapat mengganggu
efektivitas kontraksi dan retraksi miometrium sehingga dapat menyebabkan perdarahan tidak
berhenti. Kontraksi dan retraksi miometrium yang kurang baik dapat mengakibatkan
perdarahan walaupun sistem pembekuan darahnya normal, sebaliknya walaupun sistem
pembekuan darah abnormal asalkan kontraksi dan retraksi miometrium baik akan
menghentikan perdarahan.

FAKTOR PREDISPOSISI
PERDARAHAN DARI TEMPAT IMPLANTASI PLASENTA
KONTRAKSI HIPOTONIK = ATONIA UTERI
 Obat-obat anastesi
 Uterus overdistensi – janin besar, hamil multiple, hidramnion
 Persalinan lama
 Persalinan terlalu cepat
 Setelah induksi / akselerasi persalinan
 Multi-Paritas
 Riwayat HPP
TERTINGGALNYA JARINGAN PLASENTA
 Adanya sisa kotiledon atau adanya lobus suksenturiata
 Kelainan implantasi – akreta, inkreta, perkreta
PERDARAHAN JALAN LAHIR
 Episiotomi yang lebar atau meluas ( ekstensi )
 Laserasi perineum, vagina, atau serviks
 Ruptura uteri

GANGGUAN KOAGULASI
Atonia uteri merupakan penyebab PPH yang terbanyak. Walau tanpa ada faktor
predisposisi, atonia uteri dapat terjadi pula pada setiap persalinan, sehingga perlu selalu
dilakukan observasi dan monitor kontraksi uterus pasca persalinan. Diagnosis atonia uteri
dapat dibedakan secara cepat dari laserasi jalan lahir berdasarkan kontraksi uterusnya, bila
kontraksi baik perdarahan banyak maka kemungkinan besar ada laserasi jalan lahir, sedang
bila kontraksi kurang baik maka atonia uteri. Atonia uteri dapat pula bersamaan laserasi jalan
yang merupakan penyebabnya, sehingga pemeriksaan jalan lahir, yaitu vagina, serviks dan
uterus harus dikerjakan pada setiap PPH.

PENANGANAN PPH
Tujuan utama penanganan PPH adalah (1) mengembalikan volume darah dan
mempertahankan oksigenasi (2) menghentikan perdarahan dengan menangani penyebab PPH.
Idealnya stabilisasi dilakukan lebih dulu sebelum tindakan definitif dikerjakan, tetapi hal ini
kadang-kadang tidak mungkin dikerjakan sendiri-sendiri melainkan seringkali dikerjakan
perbaikan keadaan umum ( resusitasi ) sambil dilakukan tindakan untuk menghentikan
perdarahan tersebut.

Pada saat awal resusitasi cairan juga diambil sample darahnya untuk diperiksakan
laboratorium sederhana dahulu, yaitu paling tidak kadar Hemoglobin, Hematokrit, Lekosit,
Trombosit, Faal Pembeku Darah atau dikerjakan pemeriksaan Waktu Pembekuan Darah dan
Waktu Perdarahan secara langsung. Oleh karena penyebab PPH terbanyak adalah karena
atonia uteri, maka langkah pertama dari penanganannya adalah dengan pemijatan uterus,
kompresi bimanual, tampon utero-vaginal, sementara obat uterotonika tetap diberikan. Bila
penanganan dengan non operatif ini tidak berhasil baru dilakukan penanganan secara operatif
secara laparotomi pemakaian metode B-Lynch, pengikatan Arteri Uterina, Ovarika atau
Hipogastrika ( Iliaka Interna ). Bila dengan cara ini juga belum berhasil menghentikan
perdarahan, dilakukan Histerektomi.

Pemberian tampon (packing) uterovagina dengan kassa gulung dapat merugikan


karena memerlukan waktu untuk pemasangannya, dapat menyebabkan perdarahan yang
tersembunyi atau bila ada perembesan berarti banyak darah yang sudah terserab di tampon
tersebut sebelumnya dan dapat menyebabkan infeksi. Tetapi dapat pula menguntungkan bila
dengan tampon tersebut perdarahan bisa berhenti sehingga tidak diperlukan tindakan operatif
atau tampon digunakan untuk menurunkan perdarahan sementara sambil menunggu
penanganan operatif. Alternatif dari pemberian tampon selain dengan kassa, juga dipakai
beberapa cara yaitu : dengan menggunakan Sengstaken-Blakemore tube, Rusch urologic
hydrostatic balloon catheter (Folley catheter) atau SOS Bakri tamponade balloon catheter.

Pada tahun 2003 Sayeba Akhter dkk mengajukan alternatif baru dengan pemasangan
kondom yang diikatkan pada kateter. Dari penelitiannya disebutkan angka keberhasilannya
100% ( 23 berhasil dari 23 PPH ), kondom dilepas 24 – 48 jam kemudian dan tidak
didapatkan komplikasi yang berat. Indikasi pemasangan kondom sebagai tampon tersebut
adalah untuk PPH dengan penyebab Atonia Uteri. Cara ini kemudian disebut dengan Metode
Sayeba. Metode ini digunakan sebagai alternatif penanganan HPP terutama sambil menunggu
perbaikan keadaan umum, atau rujukan.

Cara pemasangan tampon kondom menurut Metode Sayeba adalah secara aseptik
kondom yang telah diikatkan pada kateter dimasukkan kedalam cavum uteri. Kondom diisi
dengan cairan garam fisiologis sebanyak 250-500 cc sesuai kebutuhan. Dilakukan observasi
perdarahan dan pengisian kondom dihentikan ketika perdarahan sudah berkurang. Untuk
menjaga kondom agar tetap di cavum uteri, dipasang tampon kasa gulung di vagina. Bila
perdarahan berlanjut tampon kassa akan basah dan darah keluar dari introitus vagina.
Kontraktilitas uterus dijaga dengan pemberian drip oksitosin paling tidak sampai dengan 6
jam kemudian. Diberikan antibiotika tripel, Amoksisilin, Metronidazol dan Gentamisin.
Kondom kateter dilepas 24 – 48 jam kemudian, pada kasus dengan perdarahan berat kondom
dapat dipertahankan lebih lama.

Penanganan Retensio Plasenta (Manual Plasenta)

Prosedur Manual Plasenta


>Pasang set dan cairan infus RL/NaCl 
>Jelaskan pada ibu prosedur dan tujuan tindakan 
>Lakukan anestesia verbal atau analgesia per rektal 
>Siapkan dan jalankan prosedur pencegahan infeksi 
>Pastikan kandung kemih kosong karena kandung kemih yang penuh dapat menggeser letak
uterus. 
>Lakukan bila plasenta tidak lahir setelah 30 menit bayi lahir dan telah disertai manajeman
aktif kala III. 
>Dan atau tidak lengkap keluarnya plasenta dan perdarahan berlanjut. 
>Lakukan persetujuan tindakan medis (informed consent). 
>Berikan sedatif diazepam 10 mg IM/IV. 
>Antibiotika dosis tunggal (profilaksis): Ampisilin 2 g IV + metronidazol 500 mg IV, ATAU
Cefazolin 1 g IV + metronidazol 500 mg IV 
>Cuci tangan dan pasang sarung tangan panjang steril. 
>Jepit tali pusat dengan klem dan tegangkan sejajar dengan lantai. 
>Masukkan tangan dalam posisi obstetri dengan menelusuri bagian bawah tali pusat. 
>Tangan sebelah dalam menyusuri tali pusat hingga masuk ke dalam kavum uteri, sedangkan
tangan di luar menahan fundus uteri, untuk mencegah inversio uteri. Menggunakan lateral jari
tangan, disusuri dan dicari pinggir perlekatan (insersi) plasenta. 
>Tangan obstetri dibuka menjadi seperti memberi salam, lalu jari-jari dirapatkan. 
>Tentukan tempat implantasi plasenta, temukan tepi plasenta yang paling bawah. 
>Gerakkan tangan kanan ke kiri dan kanan sambil bergeser ke arah kranial hingga seluruh
permukaan plasenta dilepaskan. 
>Jika plasenta tidak dapat dilepaskan dari permukaan uterus, kemungkinan plasenta akreta.
Siapkan laparotomi untuk histerektomi supravaginal. 
>Pegang plasenta dan keluarkan tangan bersama plasenta. 
>Pindahkan tangan luar ke suprasimfisis untuk menahan uterus saat plasenta dikeluarkan. 
>Eksplorasi untuk memastikan tidak ada bagian plasenta yang masih melekat pada dinding
uterus.
>Periksa plasenta lengkap atau tidak, bila tidak lengkap, lakukan eksplorasi ke dalam kavum
uteri. 
ASFIKSIA BAYI BARU LAHIR

No LANGKAH KERJA
a. Persiapan Alat
1. Meja resusitasi
2. Lampu sorot
3. Sarung tangan steril / DTT
4. APD
5. Sungkup dan balon resusitasi dalam tempat
6. Penghisap lendir (De Lee) dalam kom
7. Ember pakaian kotor
8. Stetoskop
9. Jam dengan detik
10. Kain bedong 3 buah
11. Oksigen
12. Bengkok / nierbekken
b. PERSIAPAN PETUGAS, RUANGAN & PASIEN
PETUGAS :
1. Petugas mencuci tangan dengan sabun di bawah aliran air yang mengalir
2. Mengeringkan tangan dengan handuk bersih
3. Memakai sarung tangan
RUANGAN :
1. Ruangan tertutup
2. Ruangan dalam keadaan terang
PASIEN :
1. Pasien mengetahui dan meyetujui tindakan yang akan dilakukan
2. Pasien diposisikan senyaman mungkin
c. LANGKAH KERJA
1. Memperkenalkan diri kepada klien
2. Menjelaskan maksud dan tujuan dari rindakan yang dilakukan
3. Merespon terhadap reaksi klien
4. Menjaga privasi
5. Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti
6. Tetap berkomunikasi selama melakukan tindakan
Lakukan Penilaian segera
1. Meninjau riwayat anterpartum : apakah bayi cukup bulan ?
2. Meninjau riwayat intrapartum : apakah bayi bernafas atau menangis ? apakah air
ketuban jernih ? apakah tonus otot baik ?
3. Persetujuan tindakan medik
Sapa ayah / wali pasien, sebutkan bahwa anda petugas yang diberi wewenang
untuk menjelaskan tindakan pada bayi.
4. Jelaskan diagnosis, penatalaksanaan dan komplikasi asfiksia neonatal
5. Jelaskan bahwa tindakan klinik juga mengandung resiko
6. Pastikan ayah / wali pasien memahami berbagai aspek tersebut diatas
7. Buat persetujuan tindakan medik, simpan dalam catatan medik
8. Memindahkan bayi dari atas perut ibu ke meja resusitasi
Langkah awal resusiatasi
1. Jaga kehangatan bayi
2. Atur posisi bayi kepala setengah ekstensi
3. Isap lendir di mulut bayi lalu hidung bayi
4. Keringkan dan lakukan rangsangan taktil
5. Atur posisi kembali kepala bayi setengah ekstensi
6. Menilai bayi (bernafas spontan, frekunsi jantung), bila bayi tidak bernafas
spontan, mengap-mengap
7. Beri oksigen aliran bebas disekitar nagian kepala bayi
8. Pasang alat ventilasi
9. Menguji alat ventilasi
10. Lakukan ventilasi percobaan (2x) pasang sungkup menutupi mulut, hidung dan
dagu (tekanan 30 cm air) lihat apakah dada bayi mengembang
11. Bila berhasil (dada bayi mengembang), lanjutkan dengan ventilasi (udara 30 cm
air) ke dalam jalan nafas bayi sebanyak 20 x dalam 30 detik
Lakukan penilaian :
1. Lakukan penilaian Denyut Jantung dan Pernafasan
2. Bila bayi bernafas normal, hentikan ventilasi secara bertahap dan pantau bayi
dengan seksama
3. Bila bayi belum bernafas, lanjutkan tindakan ventilasi (pastikan sungkup
melekat dengan benar), lakukan ventilasi sebanyak 20 x dalam 30 detik
4. Nilai keberhasilan tindakan setiap 30 detik dan tentukan keberhasilan atay
kegagalan tindakan tersebut.
5. Pertimbangkan untuk melanjutkan resusitasi atau merujuk bayi ke fasilitas
rujukan
6. Bereskan semua peralatan dan cuci tangan di air mengalir
PEMANTAUAN DAN DUKUNGAN
1. Melakukan pemantauan pasca resusitasi selama 2 jam
2. Menjaga bayi tetap hangat dan kering
3. Bila pernafasan, frekuensi jantung bayi normal berikan bayi kepada ibunya
4. Bila kondisi bayi memburuk, rujuk segera

Anda mungkin juga menyukai