DISUSUN OLEH :
NIM : PO.71.24.3.18.019
Tk : II A
a. Alat :
2. Tensimeter
3. Stetoskop.
4. Lampu sorot
6. Kateter nelaton
7. Handuk bersih.
8. Infus set
9. Spuit 5 cc
10. Larutan antiseptic.
b. Bahan :
1. Informed consent.
c. Obat-obatan esensial:
1. Analgesik (tramadol)
2. Oksitosin 20 IU
4. Misoprostol
Langkah Kerja:
1. Bersihkan semua gumpalan darah atau selaput yang mungkin masih berada di dalam
mulut uterus atau didalam uterus. (jangan lupa melakukan vulva hygiene) kemudian
mengosongkan kandung kencing dengan menggunakan kateter.
a) Penolong berdiri di depan vulva, oleskan antiseptic pada sarung tangan kanan
c) Kepalkan tangan
d) Tekankan tangan yang ada dalam vagina (forniks anterior) denganh mantap pada
bagian bawah uterus (kranio anterior)
g) Lakukan kompresi dengan jalan mendekatkan telapak tangan kiri dengan kepalan
tangan pada forniks anterior/tekankan/mendekatkan tangan pada perut dan kepala tangan
yang ada dalam vagina bersamaan.
3. Jika anda merasa uterus sudah mulai berkontraksi, maka dengan perlahan tariklah tangan
keluar, jika uterus berkontraksi teruskan pemantauan.
4. Jika uterus tidak berkontraksi setelah 5 menit, mintalah bantuan keluarga untuk melakukan
kompresi bimanual eksterna sementara anda member injeksi metergin 0,2 mg IM dan
memulai infuse IV (RL dengan 20 IU oxytosin/500 cc terbuka lebar atau 60 tetes/menit)
5. Jika uterus tetap tidak berkontraksi, lanjutkan kembali KBI segera setelah anda
memberikan injeksi metergin dan memulai infuse IV
6. Jika uterus belum juga mulai berkontraksi setelah 5-7 menit, segera siapkan perujukan
dengan IV tetap terpasang dengan laju 500cc/jam......
Ada beberapa macam pengertian dari kompresi bimanual,antara lain sebagai berikut:
Kompresi bimanual adalah suatu tindakan untuk mengontrol dengan segera homorrage
postpartum.dinamakan demikian karena secara literature melibatkatkan kompresi uterus
diantara dua tangan.(varney,2004)
Menekan rahim diantara kedua tangan dengan maksud merangsang rahim untuk berkontraksi
dan mengurangi perdarahan (depkes RI,1996-1997)
Peralatan
- Cairan infuse
- Peralatan infuse
- Jarum infuse
- Plester
- Kateter urin
Periksa apakah kandung kencing penuh.jika kandung kencing penuh,mintalah ibu untuk
buang air kecil.bila tidak berhasil,pasanglah kateter
Cara I
- Kemudian keduatangan menarik rahim keluar dari rongga panggul, sedangkan tangan
kanan memeras bagian bawah rahim.
Cara II
- Letakansatu tangan pada dinding perut dan usahakan sedapat mungkin bagian
belakang uterus,
- Letakan tangan dan lain dalam keadaan terkepal pada bagian depan kurpus uteri,
- Kemudian rapatkan kedua tangan untuk menekan pembuluh darah ke dinding uterus
dengan jalan menjepit uterus diantara kedua tangan tersebut.
Berikan 10 unit oksitoksin (syntocinon) secara IM atau melalui infuse jika mungkin,
kemudian berikan ergometrin 0,2 mg (methergin) IM, kecuali jika ibu menderita hipertensi
berat. Dapat juga diberikan 0,5 mg syntometrin IM jika ibu tidak menderita hipertensi. Jika
perdarahan berkurang atau berhenti mintalah ibu menyusui bayi.
Jika hal ini tidak berhasil menghentikan perdarahan dan uterus tetap tidak berkontraksi
walaupun telah di rangsang dengan mengusap-usap perut pasanglah infuse.
Peralatan yang di perlukan untuk dapat melakukan kompresi aorta abdominalis tidak ada,
kecuali sedapat mungkin teknik yang benar, sehingga aorta benar-benar tertutup untuk
sementara waktu sehingga perdarahan karena otonia uteri dapat di kurangi.
1. Tekanlah aorta abdominalis diatas uterus dengan kuat dan dapat dibantu dengan tangan
kiri selama 5 s/d 7 menit.
2. Lepaskan tekanan sekitar 30 sampai 60 detik sehingga bagian lainnya tidak terlalu
banyak kekurangan darah.
Berikan tekanan kebawah dengan tekanan tangan diletakan diatas pers abdominalis aorta
melalui dinding abdomenTitik kompresi tepat diatas umbilikus dan agak kekiri
Denyut aorta dapat diraba dengan mudah melalui dinding abdomen anterior segera pada
periode pascapartumDengan tangan yang lain palpasi denyut nadi femoral untuk memeriksa
keadekuatan kompresiJika denyut nadi teraba selama kompresi tekanan yang dikeluarkan
kepalan tangan tidak adekuat.
Jika denyut nadi femoral tidak teraba tekanan yang dikeluarakan kepalan tangan adekuat.
Pertahanan kompresi sampai darah terkontrolJika pendarahan berlanjut walaupun kompresi
telah dilakukanLakukan ligasi uteria dan ligasi ateri uteriBila tidak berhasil, histerektomi
adalah langkah terakhirLigasi arteria uterine dan arteri uteroovarium:
Buka abdomen. Tarik uterus untukmembuka bagian bawah ligamentum latum uteri
Buat jahitan sedekat mungkin dengan uterus karena biasanya ureter berada hanya 1
cmdisamping ateria uterinaUlangi posisi tersebut pada sisi sebelahnyaJika arteri robek,pasang
klem dan ikat tempat perdarahanIkat arteri uteroovarium tepat dibawah titik pertemuan
ligamentum suspensorium ovarii denganterusUlangi prosedur tersebut pada sisi
sebelahnyaPantau adanya perdarahan berkelanjutan atau pembentukan hematomaTutup
abdomen
Histerektomi:
Tinjau kembali Indikasi. Tinjau kembali prinsip perawatan umum,prinsip perawatan operasi
dan pasang infus IVBerikan dosis tunggal antibiotik profilaksisJika terdapat hemoragi yang
tidak dapat terkontrol etelah pelahiran per vagina, pikirkan bahwa kecepatan tindakan adalah
hal yang sangat penting.Jika pelahiran dilakukan melalui seksio sesaria, pasang klem pada
area perdarahan di sepanjang insisi uterus
Penggunaan kondom kateter pada penanganan
perdarahan post partum.
Pendahuluan
Pendarahan pasca persalinan (Postpartum Hemorrhage = PPH) sampai saat ini masih
merupakan penyebab utama mordibitas dan mortalitas baik di Negara maju maupun di
Negara berkembang
Kelahiran bayi adalah suatu proses normal, tetapi adakalanya ditemui kejadian
morbiditas dan mortalitas maternal yang berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi pada
kala ketiga persalinan. Kematian maternal adalah suatu tragedi dan merupakan kerugian besar
bagi masyarakat dan suatu bangsa. Sekitar setengah juta wanita mati tiap tahun akibat proses
kelahiran bayi dan kehamilan. Sekitar seperempat di antara mereka mengalami komplikasi
yang terjadi pada kala ketiga persalinan. Di Inggris risiko kematian maternal
akibat postpartum hemorrhage adalah satu per 100.000 kelahiran, sedangkan di negara
berkembang adalah satu per 1000 kelahiran. Di Malaysia dari tahun 1995-1996 menunjukkan
bahwa postpartum hemorrhage sebagai penyebab utama dari kematian maternal. Kala ketiga
persalinan digambarkan sebagai suatu proses berlanjut yang mulai dengan lahirnya janin dan
berakhir dengan lahirnya plasenta. Umumnya sekitar 5 sampai 10 beberapa menit, tetapi tidak
sampai melebihi dari 30 menit.
Penanganan ada dua bagian, yaitu suportif dengan perbaikan keadaan umum,
penambahan cairan, darah serta komponen-komponennya. Yang kedua adalah penanganan
kausatif, yaitu melakukan identifikasi penyebab perdarahan dan usaha untuk
menghentikannya. Ada beberapa cara untuk menghentikan perdarahan yaitu, pertama:
pemberian uterotonika dengan oksitosin, metil ergometrin atau prostaglandin. Kedua:
hemostasis secara mekanis dengan manual atau digital plasenta, kuret sisa plasenta, kompresi
manual ataupun packing. Ketiga: dengan cara pembedahan, yaitu penjahitan laserasi, ligasi
pembuluh darah ataupun dilakukan histerektomi.
PATOFISIOLOGI PPH
Perdarahan postpartum / Postpartum Hemorrhage ( PPH ) terjadi karena adanya
perdarahan yang banyak yang pada umumnya berasal dari tempat implantasi plasenta atau
adanya laserasi jalan lahir. Penyebab PPH terbanyak adalah atonia uteri, kelainan imlantasi
plasenta dan laserasi jalan lahir. Pada PPH yang penting adalah menentukan etiologinya dan
memberikan penanganan yang sesuai. Walaupun pengetahuan tentang penyebab perdarahan
pasca persalinan telah banyak diketahui dan darah sudah banyak tersedia tetapi kematian
yang disebabkan oleh PPH ini masih menduduki tempat yang tinggi baik di Negara maju
maupun di Negara-negara berkembang.
PPH dapat terjadi langsung yang disebut PPH primer / dini dan dapat pula terjadi
setelah 24 jam kemudian yang disebut PPH sekunder / lambat. Definisi PPH tergantung dari
jenis persalinan yang terjadi. Pada persalinan pervaginam, PPH didefinisikan sebagai
terjadinya perdarahan > 500 cc, sedangkan pada seksio sesarea sebanyak 1000 cc. PPH
seringkali tidak dilaporkan, karena penilaian jumlah perdarahan cenderung under-estimated,
terutama bila keadaan ibu pasca salin dalam keadaan baik. Karena sukar untuk menilai berapa
banyak insidens PPH yang sebenarnya, American College of Obstetricians and Gynecologist
yaitu menetapkan kriteria penurunan > 10% dari kadar hematokrit sebelum dan sesudah
persalinan. secara garis besar PPH mengenai 4 – 6% dari seluruh persalinan.
Dengan adanya peningkatan jumlah volume plasma dan sel darah merah yang
meningkat pada wanita hamil ( 30 – 50% ) serta adanya peningkatan cardiac output, maka
dibandingkan wanita tidak hamil, wanita hamil lebih mudah berkompensasi terhadap adanya
perdarahan dengan cara meningkatkan tahanan vaskuler perifer sehingga tekanan darah tidak
menurun dan dapat menjamin kelancaran perfusi organ. Baru setelah kemampuan
peningkatan vaskuler terlampaui maka terjadilah penurunan tekanan darah, cardiac output
dan perfusi organ sehingga menimbulkan gejala klinis dari PPH.
FAKTOR PREDISPOSISI
PERDARAHAN DARI TEMPAT IMPLANTASI PLASENTA
KONTRAKSI HIPOTONIK = ATONIA UTERI
Obat-obat anastesi
Uterus overdistensi – janin besar, hamil multiple, hidramnion
Persalinan lama
Persalinan terlalu cepat
Setelah induksi / akselerasi persalinan
Multi-Paritas
Riwayat HPP
TERTINGGALNYA JARINGAN PLASENTA
Adanya sisa kotiledon atau adanya lobus suksenturiata
Kelainan implantasi – akreta, inkreta, perkreta
PERDARAHAN JALAN LAHIR
Episiotomi yang lebar atau meluas ( ekstensi )
Laserasi perineum, vagina, atau serviks
Ruptura uteri
GANGGUAN KOAGULASI
Atonia uteri merupakan penyebab PPH yang terbanyak. Walau tanpa ada faktor
predisposisi, atonia uteri dapat terjadi pula pada setiap persalinan, sehingga perlu selalu
dilakukan observasi dan monitor kontraksi uterus pasca persalinan. Diagnosis atonia uteri
dapat dibedakan secara cepat dari laserasi jalan lahir berdasarkan kontraksi uterusnya, bila
kontraksi baik perdarahan banyak maka kemungkinan besar ada laserasi jalan lahir, sedang
bila kontraksi kurang baik maka atonia uteri. Atonia uteri dapat pula bersamaan laserasi jalan
yang merupakan penyebabnya, sehingga pemeriksaan jalan lahir, yaitu vagina, serviks dan
uterus harus dikerjakan pada setiap PPH.
PENANGANAN PPH
Tujuan utama penanganan PPH adalah (1) mengembalikan volume darah dan
mempertahankan oksigenasi (2) menghentikan perdarahan dengan menangani penyebab PPH.
Idealnya stabilisasi dilakukan lebih dulu sebelum tindakan definitif dikerjakan, tetapi hal ini
kadang-kadang tidak mungkin dikerjakan sendiri-sendiri melainkan seringkali dikerjakan
perbaikan keadaan umum ( resusitasi ) sambil dilakukan tindakan untuk menghentikan
perdarahan tersebut.
Pada saat awal resusitasi cairan juga diambil sample darahnya untuk diperiksakan
laboratorium sederhana dahulu, yaitu paling tidak kadar Hemoglobin, Hematokrit, Lekosit,
Trombosit, Faal Pembeku Darah atau dikerjakan pemeriksaan Waktu Pembekuan Darah dan
Waktu Perdarahan secara langsung. Oleh karena penyebab PPH terbanyak adalah karena
atonia uteri, maka langkah pertama dari penanganannya adalah dengan pemijatan uterus,
kompresi bimanual, tampon utero-vaginal, sementara obat uterotonika tetap diberikan. Bila
penanganan dengan non operatif ini tidak berhasil baru dilakukan penanganan secara operatif
secara laparotomi pemakaian metode B-Lynch, pengikatan Arteri Uterina, Ovarika atau
Hipogastrika ( Iliaka Interna ). Bila dengan cara ini juga belum berhasil menghentikan
perdarahan, dilakukan Histerektomi.
Pada tahun 2003 Sayeba Akhter dkk mengajukan alternatif baru dengan pemasangan
kondom yang diikatkan pada kateter. Dari penelitiannya disebutkan angka keberhasilannya
100% ( 23 berhasil dari 23 PPH ), kondom dilepas 24 – 48 jam kemudian dan tidak
didapatkan komplikasi yang berat. Indikasi pemasangan kondom sebagai tampon tersebut
adalah untuk PPH dengan penyebab Atonia Uteri. Cara ini kemudian disebut dengan Metode
Sayeba. Metode ini digunakan sebagai alternatif penanganan HPP terutama sambil menunggu
perbaikan keadaan umum, atau rujukan.
Cara pemasangan tampon kondom menurut Metode Sayeba adalah secara aseptik
kondom yang telah diikatkan pada kateter dimasukkan kedalam cavum uteri. Kondom diisi
dengan cairan garam fisiologis sebanyak 250-500 cc sesuai kebutuhan. Dilakukan observasi
perdarahan dan pengisian kondom dihentikan ketika perdarahan sudah berkurang. Untuk
menjaga kondom agar tetap di cavum uteri, dipasang tampon kasa gulung di vagina. Bila
perdarahan berlanjut tampon kassa akan basah dan darah keluar dari introitus vagina.
Kontraktilitas uterus dijaga dengan pemberian drip oksitosin paling tidak sampai dengan 6
jam kemudian. Diberikan antibiotika tripel, Amoksisilin, Metronidazol dan Gentamisin.
Kondom kateter dilepas 24 – 48 jam kemudian, pada kasus dengan perdarahan berat kondom
dapat dipertahankan lebih lama.
No LANGKAH KERJA
a. Persiapan Alat
1. Meja resusitasi
2. Lampu sorot
3. Sarung tangan steril / DTT
4. APD
5. Sungkup dan balon resusitasi dalam tempat
6. Penghisap lendir (De Lee) dalam kom
7. Ember pakaian kotor
8. Stetoskop
9. Jam dengan detik
10. Kain bedong 3 buah
11. Oksigen
12. Bengkok / nierbekken
b. PERSIAPAN PETUGAS, RUANGAN & PASIEN
PETUGAS :
1. Petugas mencuci tangan dengan sabun di bawah aliran air yang mengalir
2. Mengeringkan tangan dengan handuk bersih
3. Memakai sarung tangan
RUANGAN :
1. Ruangan tertutup
2. Ruangan dalam keadaan terang
PASIEN :
1. Pasien mengetahui dan meyetujui tindakan yang akan dilakukan
2. Pasien diposisikan senyaman mungkin
c. LANGKAH KERJA
1. Memperkenalkan diri kepada klien
2. Menjelaskan maksud dan tujuan dari rindakan yang dilakukan
3. Merespon terhadap reaksi klien
4. Menjaga privasi
5. Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti
6. Tetap berkomunikasi selama melakukan tindakan
Lakukan Penilaian segera
1. Meninjau riwayat anterpartum : apakah bayi cukup bulan ?
2. Meninjau riwayat intrapartum : apakah bayi bernafas atau menangis ? apakah air
ketuban jernih ? apakah tonus otot baik ?
3. Persetujuan tindakan medik
Sapa ayah / wali pasien, sebutkan bahwa anda petugas yang diberi wewenang
untuk menjelaskan tindakan pada bayi.
4. Jelaskan diagnosis, penatalaksanaan dan komplikasi asfiksia neonatal
5. Jelaskan bahwa tindakan klinik juga mengandung resiko
6. Pastikan ayah / wali pasien memahami berbagai aspek tersebut diatas
7. Buat persetujuan tindakan medik, simpan dalam catatan medik
8. Memindahkan bayi dari atas perut ibu ke meja resusitasi
Langkah awal resusiatasi
1. Jaga kehangatan bayi
2. Atur posisi bayi kepala setengah ekstensi
3. Isap lendir di mulut bayi lalu hidung bayi
4. Keringkan dan lakukan rangsangan taktil
5. Atur posisi kembali kepala bayi setengah ekstensi
6. Menilai bayi (bernafas spontan, frekunsi jantung), bila bayi tidak bernafas
spontan, mengap-mengap
7. Beri oksigen aliran bebas disekitar nagian kepala bayi
8. Pasang alat ventilasi
9. Menguji alat ventilasi
10. Lakukan ventilasi percobaan (2x) pasang sungkup menutupi mulut, hidung dan
dagu (tekanan 30 cm air) lihat apakah dada bayi mengembang
11. Bila berhasil (dada bayi mengembang), lanjutkan dengan ventilasi (udara 30 cm
air) ke dalam jalan nafas bayi sebanyak 20 x dalam 30 detik
Lakukan penilaian :
1. Lakukan penilaian Denyut Jantung dan Pernafasan
2. Bila bayi bernafas normal, hentikan ventilasi secara bertahap dan pantau bayi
dengan seksama
3. Bila bayi belum bernafas, lanjutkan tindakan ventilasi (pastikan sungkup
melekat dengan benar), lakukan ventilasi sebanyak 20 x dalam 30 detik
4. Nilai keberhasilan tindakan setiap 30 detik dan tentukan keberhasilan atay
kegagalan tindakan tersebut.
5. Pertimbangkan untuk melanjutkan resusitasi atau merujuk bayi ke fasilitas
rujukan
6. Bereskan semua peralatan dan cuci tangan di air mengalir
PEMANTAUAN DAN DUKUNGAN
1. Melakukan pemantauan pasca resusitasi selama 2 jam
2. Menjaga bayi tetap hangat dan kering
3. Bila pernafasan, frekuensi jantung bayi normal berikan bayi kepada ibunya
4. Bila kondisi bayi memburuk, rujuk segera