Anda di halaman 1dari 17

ISSN 1978-2071 (Print); ISSN 2580-5967 (Online)

Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma 9(1): 60-76, Maret 2020

Mekanisme Escape dan Respon Imun innate terhadap Candida albicans

Putu Oky Ari Tania


Bagian Biomedik Penelitian Biomolekuler
Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya
e-mail: putu.oky@gmail.com

Abstrak

Kandidiasis merupakan infeksi yang disebabkan oleh fungi Candida albicans. Insidensi
kandidiasis cukup tinggi terutama di Indonesia. Dalam mengembangkan patogenitasnya, fungi
ini melakukan beberapa cara sehingga dapat menginvasi dan menghindar (escape) dari sistem
imun. Sistem imun Host harus mampu untuk melakukan respon terhadap antigen yaitu melalui
reseptor, aktivasi jalur transduksi serta peran berbagai sel imun. Candida albicans merupakan
organisme hidup yang berjuang beradaptasi untuk mengembangkan mekanisme escape dari
respon imun. Telah banyak artikel yang menuliskan respon imun terhadap kandidiasis, namun
penulisan ini bertujuan untuk dapat memahami lebih lanjut dan memperbarui informasi
mengenai proses biologikal patogenitas fungi dan mekanisme Candida albicans dalam
menghindari (escape) respon imun, peran masing-masing molekul dan sel imunitas innate,
serta aspek klinis dari infeksi Candida albicans. Kita menghadapi tantangan baru dalam terapi
infeksi fungi, sehingga dengan memahami mekanisme escape dari Candida albicans, dapat
dikembangkan antifungi atau vaksin Candida, sehingga insidensi kandidiasis dapat ditekan.

Kata Kunci: Candida albicans, kandidiasi, respon imun innate

Escape Mechanism and Innate Immunity Response to Candidiasis

Abstract

Candidiasis is an infection caused by fungal Candida albicans. The incidence of candidiasis is


pretty high in Indonesia. Candida albicans develop their pathogenicity by several ways so that it
can invade and escape from the immune system. The host’s immune system must always be
vigilant to recognized antigen through various receptors, activation of the transduction
pathway and activation of various immune cells. But as organisms that struggle to survive,
Candida also develops mechanisms to escape the immune response. There are so many articles
have written the immune response against candidiasis, this review aims to understand more
and updating information about the biological processes of pathogenicity of fungi and the
mechanism of Candida albicans in escaping immune responses, the role of each innate
molecule and immune cell, and clinical aspect to Candida albicans infections. We already facing
the big challenges against therapy of fungal infection, so by understanding the escape
mechanism of Candida albicans, it is possible to developed antifungal or Candida vaccine in the
future, therefore the incidence of candidiasis can be suppressed.

Keywords: Candida albicans, candidiasis, innate immunity

60
Mekanisme Escape dan Respon Imun innate terhadap Candida albicans
Putu Oky Ari Tania

PENDAHULUAN genus ini menyebabkan penyakit mucosal.

Kandidiasis atau kandidosis adalah Menurut Pal (2017), dari 400.000 penyakit

infeksi yang disebabkan oleh jenis fungi kandidiasis yang disebabkan karena

dari genus Candida (Sardi et al, 2013). Candida albicans di seluruh dunia
Terdapat sekitar 600.000 spesies fungi, menyebabkan 46-75% kematian.

namun hanya 0,1% atau 600 spesies fungi Candidida albicans merupakan

yang dapat menyebabkan pathogen di pathogen oportunistik yang merupakan


manusia. Jenis fungi yang paling umum fungi pleomorfik, yaitu mikroorganisme
terdapat pada manusia adalah spesies yang memiliki kemampuan mengubah
Candida, dan fungi yang paling banyak bentuk dan ukuran akibat respon terhadap
dijumpai adalah Candida albicans. Candida lingkungannya, yaitu menjadi bentuk yeast
albicans merupakan fungi polimorfik yang atau hifa/filamen (Soloviev et al, 2011).
berada sebagai komensal pada jaringan Kemampuan C. albicans untuk mengubah
mukosa, selain itu juga terdapat spesies morfologi antara yeast dan bentuk filamen

Candida lain yaitu C. glabrata, C. merupakan kondisi penting bagi


parapsiosis, C. tropicalis, dan C. krusei kemampuan patogenitasnya di permukaan
(Naglik, 2014). mukosa inangnya (Naglik et al, 2014).
Insiden kandidiasis masih sangat Sebagai organisme komensal, C.

tinggi di Dunia dan 70% dari kandidiasis albicans memiliki kemampuan untuk
disebabkan Candida albicans. Candida menghindari (escape) dari perondaan imun
albicans merupakan fungi oportunistik (Surveilance) inangnya. Pada awalnya C.
penyebab sariawan (Kusmammoto, 2004), albicans akan menempel pada sel inang
bahkan menurut Naglik (2014) kandidiasis melalui bentuk yeast yang hidup normal di
menyumbangkan angka morbiditas tinggi permukaan kulit dan mukosa tanpa
dan motilitas dalam jumlah jutaan dari menimbulkan respon imun inangnya.
individu di dunia. Kandidiasis pada vagina Pembentukan hifa dapat melakukan invasi

terjadi pada 75% wanita di usia reproduktif dan infiltrasi pada jaringan dan berperan

setara dengan 39 juta terinfeksi tiap tahun. terhadap patogenitas penyakit. Formasi

Infeksi Candida juga umum bermanifestasi hifa ini dapat membentuk biofilm yang
oral pada infeksi Human berfungsi sebagai perlindungan dari terapi

Immunodeficiencty Virus (HIV) dengan 50% antifungi, escape sel-sel pathogen dari

pasien HIV positif dan 90% pasien AIDS sistem imun dan sebagai sumber infeksi
mengalami kandidiasis oral, selain itu

61
ISSN 1978-2071 (Print); ISSN 2580-5967 (Online)
Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma 9(1): 60-76, Maret 2020

maupun kekambuhan infeksi C. albicans (Li Kemampuan C. albicans untuk


et al, 2019) menginfeksi host yang beragam didukung
oleh faktor virulensi dan sejumlah
PEMBAHASAN karakteristik dengan kisaran yang luas
Virulensi dan patogenitas Candida sehingga dapat mengelabuhi (escape) dari

albicans sistem imun. Fungi C. albicans dapat

Candida albicans bukan hanya menyebabkan 2 tipe utama infeksi pada


pathogen pada individu yang sehat, tetapi manusia yaitu infeksi superfisial seperti
dapat juga menyebabkan kandidiasis kandidiasis oral dan vaginal, dan infeksi
sistemik yang parah pada pasien dengan sistemik yang mengancam nyawa.
imunokompromi (Kiyoura dan Tanai, 2015). Sejumlah karakteristik C. albicans tersebut
Patogen umumnya mengembangkan antara lain (1) perubahan morfologi antara
mekanisme yang memungkinkan terjadi bentuk yeast dan hifa, (2) ekspresi
kolonisasi dan infeksi pada tubuh inang. C. adhesins dan invasins pada permukaan

albicans sangat beradaptasi pada manusia sel, (3) thigmotropism, (4) pembentukan
sebagai organisme komensal (Naglik, biofilm, dan (5) sekresi enzim hidrolitik
2014). Organisme komensal adalah yang diduga merupakan faktor virulensi
mikroorganisme yang tidak menginduksi (Mayer et al, 2013).

kerusakan atau menimbulkan kerusakan Perubahan fenotip atau morfologi


klinis yang tidak nampak setelah infeksi dari fungi ini juga berkontribusi sebagai
primer (Forstythe and Bienenstock, 2010). mekanisme mengindari sistem imun,
C. albicans dapat mengembangkan strategi seperti perubahan warna menjadi putih
efektif dan faktor-faktor utama yang keburaman/ tidak tembus cahaya (opaque)
dibutuhkan untuk melakukan kolonisasi (da Silva-Rocha et al, 2014). Kemampuan
pada jaringan inang, tetapi memiliki polimorfisme mikroorganisme ini yaitu
potensi menyebabkan penyakit pada kemampuan C. albicans tumbuh baik

kondisi lingkungan yang sesuai. Faktor dalam bentuk tunas yeast ovoid atau

virulensi yang terekspresi dan dibutuhkan sebagai sel ellipsoid memanjang dengan

oleh C. albicans dalam menyebabkan sekat-sekat septa (pseudohyphae) atau


penyakit tergantung dari daerah infeksinya hifa-hifa berdinding. Pada kondisi

(seperti mukosal atau sistemik), tahapan lingkungan yang sesuai pH <6, C. albicans

infeksi atau sifat alami respon host (Naglik, tumbuh dominan dalam bentuk yeast,
2014). sementara jika pH > 7, temperatur fisiologi

62
Mekanisme Escape dan Respon Imun innate terhadap Candida albicans
Putu Oky Ari Tania

dan keberadaan CO2 akan terjadi yang memediasi ikatan dengan ligan host
pertumbuhan hifa yang merupakan (E-cadherin dan N-cadherin). Dua molekul
mekanisme komunikasinya. Perubahan C. invasins yang telah diidentifikasi andalag
albicans dari motfologi yeast ke bentuk Als3 yang jga berperan sebagai adhesins,
hifa disebut dengan dimorphism. Pada dan Ssal (Mayer et al, 2013).
kondisi yang tidak menguntungkan seperti Thigmotropism merupakan
kurangnya sumber makanan, mekanisme yang mecetuskan
mikroorganisme ini akan menghasilkan pembentukan hifa dan biofilm pada C.
serum N-asetilglukosamin (Mayer et al, albicans. Kontak dengan permukaan akan
2013). menyebabkan sel yeast Candida berubah
Satu bentuk patogenitas dari C. menjadi hifa. Respons tersebut dapat
albicans adalah kemampuannya untuk menginduksi permukaan yang secara
membentuk klamidospora yaitu sel-sel topografi menyerupai host, akan
yang berwujud reftraktil (berwarna mengarahkan pertumbuhan hifa. Hifa
terang), berdinding tipis dan dibentuk pada dapat merasakan topografi permukaan
hifa terminal (ujung) atau lateral (samping) melalui thigmotropism (Brand, 2012).
dan sesekali pada pseudohifa. Bentukan Faktor virulesi dari C. albicans
klamidospora ini akan berkembang pada dihasilkan juga enzim hidrolitik antara lain
lingkungan dengan oksigen terbatas dan proteinase dan fosfolipase. Diantara
pada suhu yang relatif rendah (Nasution, beberapa faktor tersebut, enzim hidrolitik
2013). ekstraseluler SAPs (secreted aspartyl
Fungi ini memiliki seperangkat proteinases) diduga mejadi salah satu
protein khusus yang membantunya untuk faktor virulensi utama yang berperan pada
melekat pada sel C. albicans atau pertumbuhan candida karena enzim
mikroorganisme yang lain, pada tersebut membuka jalan untuk pelekatan/
permukaan abiotic dan pada sel host. adhere, penetrasi dan untuk invasi ke
Molekul adhesin adalah agglutinin-like jaringan (Deepa et al, 2015).
sequence (ALS) dan Hwpl. Kedua protein Patogenitas Candida albicans pada
ini juga menunjukkan kontribusinya pada Permukaan Mukosa
pembentukan biofilm dengan kerja sebagai Candida memiliki kemampuan
adhesin pelengkap. Dalam mekanisme menginfeksi tiap jaringan pada inang yang
endositosis, C. albicans mengekspresikan mengalami defisiensi imun melalui
protein pada permukaan sel atau invasins imunitas innate ataupun adaptif

63
ISSN 1978-2071 (Print); ISSN 2580-5967 (Online)
Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma 9(1): 60-76, Maret 2020

(Deorukhkar, 2017). Hal yang paling mukosal merupakan formasi unik dimana
penting untuk pertahanan terhadap terjadi kontak konstan dengan C. albicans
pathogen adalah bagaimana inang dapat sehingga merupakan pertahanan garis
membedakan antara mikroba komensal pertama melawan fungi. Potensi infeksi
dan patogenik terutama mikroba pathogen sistemik menjadi fatal jika dapat
yang bersifat oportunistik seperti Candida menembus barier mukosal sehingga
albicans. Secara normal, fungi jenis ini interaksi sel epitel dan C. albicans sangat
tidak menyebabkan kondisi patologis. Jika penting untuk diketahui, termasuk
terjadi perubahan pada lingkungan mengenali apakah C. albicans merupakan
lokalnya seperti perubahan mikrobiota organisme komensal atau patogenik
normal atau pertahanan imun inang yang (Naglik et al, 2011).
kompromi/ toleran, dapat menyebabkan Menurut Nasution (2013), faktor
fungi ini menjadi pathogen. virulensi pada spesies ini juga ditentukan
Keadaan pathogen yang disebabkan dari dinding selnya karena bagian ini secara
fungi ini antara lain pada pasien dengan langsung melakukan kontak dengan sel
imunokompromi dan terjadi pula infeksi inang. Dinding sel C. albicans mengandung
vagina pada wanita usia produktif. substansi derivatif dari mannoprotein yang
Terdapat beberapa faktor virulensi yang bersifat imunosupresif dan menekan
menentukan peran pada infeksi C. albicans, sistem imun inang, yang akibatnya
namun yang paling banyak dipelajari meningkatkan pertahanan C. albicans dari
adalah pembentukan hifa yang mengawali sistem imun. Selanjutnya fungi ini akan
terjadinya invasi, terutama peran sel berada pada tahap adhesi yaitu ekspresi
epitel/ Epithelial Cells (ECs) dalam berbagai antigen pada permukaan sel fungi
permukaan mukosa (Moyes and Naglik, yang dikenali oleh berbagai protein
2011). ekstraseluler pada permukaan sel epitel
Adhesi C. albicans menembus sel epitel inang. Tahapan adhesi ini akan
Pertahanan inang dari kerusakan menyebabkan perubahan bentuk C.
yang diakibatkan C. albicans melalui barier albicans dari blastofor mejadi bentuk
mekanik sebagai pertahanan terhadap klamidospora. Pesudohifa yang dihasilkan
penetrasi Candida ke permukaan epitel, menambah besar virulensinya karena hifa
selain itu sekresi antimikroba terlarut, dan memiliki ukuran lebih besar dari spora,
mekanisme imun baik innate maupun yang akan lebih menyulitkan makrofag
adaptive. Sel epitel pada permukaan untuk memfagositosis. Selain ini

64
Mekanisme Escape dan Respon Imun innate terhadap Candida albicans
Putu Oky Ari Tania

keberadaan multipel bastokonidia pada dan peningkatan ekspresi pompa efflux


filament hifa meningkatkan tingkat obat dan plasticity metabolik. Proein Heat
infeksinya. shock protein (Hsp90) diketahui sebagai
Penetrasi epitel inang melalui hifa pengatur penyebaran biofilm C. albocans,
oleh enzim protease akan memberikan sehingga protein ini penting untuk
kesempatan fungi ini untuk menempel dicermati sebagai protein yang berperan
pada permukaan lebih dalam yaitu mukosa dalam resistensi terhadap obat antifungi
dan berebutan nutrisi dengan mikroba biofilm (Mayer et al, 2013).
komensal lainnya. Mikrofora yang Aspek Klinis Infeksi Candida albicans
terganggu menyebabkan peningkatan Candida albicans dapat
infeksi dari fungi ini. menyebabkan 2 tipe infeksi pada manusia
Pembentukan biofilm yaitu infeksi superfisial seperti kandidiasis
Mekanisme pertahanan C. abicans oral dan vaginal, dan infeksi sistemik.
dapat melalui pembentukan biofilm. Infeksi superfisial seringkali berdampak
Kemampuan fungi ini dalam membentuk pada kulit atau membran mukosa dan
biofilm dapat terjadi melalui tiga langkah dapat diobati secara tuntas dengan obat
penting yaitu adhesi dan kolonisasi sel C. antifungi topikal. Sedangkan infeksi yang
albicans pada permukaan host, invasive atau menunjukkan gejala sistemik
pertumbuhan dan proliferasi sel, seringkali mengancam nyawa.
pembentukan lapisan basal dan Candida albicans adalah salah satu
pembentukan pseudohifa atau hifa dengan mikroorganisme yang paling sering
sekresi matriks ekstraseluler. diidentifikasi sebagai agen infeksi
Pembentukan hifa sebagai kunci nosocomial yang dapat menginvasi di
pertumbuhan struktur 3 dimensi dari setiap sisi pada host dari jaringan dan
biofilm fungi, yang merupakan masalah organ terdalam maupun sisi permukaan
klinis karena terkait dengan resistenssi atau superfisial (Tsui et al, 2016). Pada
terhadap terapi antifungi (Brand, 2012). penelitian (Raz-Pateur et al, 2011), spesies
Biofilm matang akan lebih resisten C. albicans dapat menempel pada
terhadap agen antimikroba dan juga epidermis manusia lebih besar jumlahnya
resisten terhadap komponen sistem imun dibandingkan spesies lain. Sejumlah besar
host, dibandingkan bentuk sel planktonic/ C. albicans berproliferasi di kulit sesudah
yeast. Hal ini dikarenakan arsitektur biofilm infeksi hari pertama pada konsentrasi yang
yang kompleks, terdapat matriks biofilm paling rendah. Fungi ini dapat menempel

65
ISSN 1978-2071 (Print); ISSN 2580-5967 (Online)
Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma 9(1): 60-76, Maret 2020

pada sel epitel bukal atau vaginal dan aktivitas antimikologikal lain yang didapat
pelekatannya berperan penting dalam dari tanaman adalah saponin, alkaloid,
pathogenesis kandidiasis mukokutan. peptide dan protein (Spampinato and
Fungi ini termasuk pathogen utama Leonardi, 2013).
dari infeksi fungi, yang ketika masuk ke Pengenalan sistem imun innate terhadap
peredaran darah dapat menginfeksi banyak Candida albicans
organ dan menghadapi beberapa kondisi Imunitas innate atau bawaan
yang menginduksi sel Candida beradaptasi merupakan lini pertama dari pertahanan
sehingga menyebabkan suatu penyakit. non spesifik terhadap pathogen yaitu C.
Sistemik kandidiasis berhubungan dengan abicans. Respon non spesifik ini akan
2 faktor yaitu kerentanan host dan atau diaktifkan sesegera mungkin saat
peningkatan virulensi fungi selama proses pengenalan mikroba dan merupakan peran
infeksi (Arita et al, 2019). inti dalam mengontrol “fungal burden’,
Pada infeksi superfisial dapat diobati sehingga dapat mencegah penyakit.
dengan sukses menggunakan obat Pengenalan imunitas innate terhadap
antifungi topikal. Infeksi sistemik dapat Candida terjadi melalui pengenalan
diterapi melalui oral atau intravena. bantuk-bentuk molekuler pathogen atau
Formulasi baru antifungi antara lain adalah Pathogen-Associated Molecular Patterns
liposomal amphotericin B, amphotericin B (PAMPs) yang akan dikenali oleh reseptor
lipid complex, amphotericin B colloidal dari inang yang disebut Pattern
dispersion, amphotericin B sampai Recognition Receptors (PRRs) (Naglik,
formulasi lipid nanosphere, itraconazole, 2014). Seperti telah disebutkan bahwa
dan β-cyclodextrin itraconazole, mamupun pada tahap penempelan dengan sel epitel
kombinasi satu atau lebih senyawa inang, pertahanan akan dibentuk melalui
antifungal. regulasi sitokin.
Terapi alternatif yang potensial Imunitas Humoral
termasuk penggunaan bahan aktif yang Pada tahap adhesi, antigen pada
didapat dari sumber produk alami, agen fungi akan dikenali oleh berbagai reseptor
sintetik atau material yang telah sel imun seperti Toll-like Receptors (TLRs),
menunjukkan keaktifan secara in vitro. reseptor C-type lectin Receptors (CLRs).
Selain itu aktivitas antibiofilm ditunjukkan Selain itu pada tahapan ini akan diproduksi
dari terpen dan keefektifan dari carvacrol, sitokin proinflamasi dan kemokin pada
geraniol dan thymol. Senyawadengan berbagai sel termasuk sel epitel (Kiyoura

66
Mekanisme Escape dan Respon Imun innate terhadap Candida albicans
Putu Oky Ari Tania

and Tamai, 2015). Adhesi dan penempelan akan nampak peningkatan baik sitokin anti
fungi akan diikuti oleh pelepasan mediator inflamasi IL-10 dan pro inflamasi IL-6,
adhesi sehingga membantu pengenalan sedangkan pada awal pembentukan
antara molelul antigenik fungi dengan sel biofilm yang merupakan tahapan virulensi
atau molekul imun innate. Protein yang Candida akan terjadi pula peningkatan
berperan sebagai mediator adhesi kadar IL-10. Kadar sitokin IL-6 dan IL-10
dibedakan menjadi protein serum (serum meningkat ketika fase inflamasi pada tahap
albumin dan transferin, fibrinogen, patogenik yang ditunjukkan pada hari ke
fragmen komplemen C3D dan iC3b), 28 setelah infeksi C. albicans pada tikus.
protein matriks ekstraseluler (laminin, Beragam sitokin dan kemokin yang
fibronektin, entacin, vitronektin, kolagen), menghambat fungi ini akan disekresi oleh
mannan adhesins dan protein binding sel epitel, selain itu pada permukaan kulit
lainnya (mannan adhesins, protein juga mengandung berbagai substansi
hidrofobik, fimbriae, plastic-binding seperti asam lemak bebas yang
protein, epithelial binding lectin-like menghambat pertumbuhan dan
protein, agglutinin-lik proteins) (Nasution, pembelahan dari candida. Pada rongga
2013). mulut juga dihasilkan saliva yang berperan
Sitokin memiliki peran besar selain sebagai antimikrobia termasuk lisosim,
sebagai modulator fungsi sel efektor laktoperoksidase histatin, kalprotektin dan
antifungi, juga berperan sebagai pengatur laktoferin (Deorukhkar, 2017). Histatin
pada perkembangan dan diferensiasi adalah protein kaya akan histidin yang
subset sel Thelper (CD4+) (Romani, 2000). disekresi kelenjar parotid dan
Aktivasi sel Thelper menyebabkan produksi submandibular-sublingual saliva pada
kemokin dan sitokin pro-inflamasi seperti manusia, yang merupakan fungisidal paling
IL-1α, IL-1β, dan TNF-α. Sedangkan sitokin poten terhadap C. albicans. Beberapa sel
anti inflamasi IL-10 berperan dalam seperti sel epitel, memproduksi famili β-
pemprosesan antigen oleh Antigen Defensin yang berperan dalam melawan
Presenting Cells (APCs) yaitu sel dendritik. fungi, termasuk β-Defensin 2 dan 3
IL-10 berperan selama fase akhir infeksi merupakan antifungi terhadap C. albicans.
yang mengawali eliminasi dari fungi Peptida antimicrobial lain yang disintesis
tersebut (Seleem et al, 2016). Menurut dan disekreikan oleh sel epitel, netrofil dan
Masfufatun et al (2018) pada fase sel imun adalah LL-37 yang berperan
planktonik yaitu awal infeksi C. albicans

67
ISSN 1978-2071 (Print); ISSN 2580-5967 (Online)
Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma 9(1): 60-76, Maret 2020

sebagai kemoatraktan untuk netrofil dan dari C3 juga memiliki aktivitas antifungi
monosit (Kiyoura and Tamai, 2015). (Naglik, 2014).
Penetrasi C. albicans ke jaringan lain Infeksi dari Candida juga dapat
maupun mukosa akan mengaktifkan mengaktifkan komplemen C5 dan berperan
faktor-faktor dan mediator pada serum utama dalam proses inflamasi, yang dapat
termasuk aktivasi kaskade komplemen membelah menjadi C5a dan C5b. C5a
yang mengawali opsonisasi, fagositosis dan adalah komponen inflamasi kuat dan
kerusakan intraseluler dari fungi ini menginduksi respon inflamasi dan
(Deorukhkar, 2017). Candida mengaktifkan merekrut sekaligus mengaktivasi sel
3 jalur aktivasi komplemen yaitu jalur efektor seperti makrofag, netrofil,
klasik, alternatif dan MBL (Mannose- eosinofil, basofil, sel mast dan sel inflamasi
Binding Lectin). Permukaan sel Candida yang lain. Sedangkan C5b dapat
dilapisi dengan monoprotein dengan meneruskan aktivasi komplemen lainnya
produksi berlebih yang selanjutnya akan dan komplemen terminal sehingga
mengaktifkan jalur MBL, yang berfungsi terbentuk MAC (Membrane Attack
untuk opsonisasi, fagositosis maupun Complex) (Zipfel and Skerka, 2012).
fungsi komplemen lainnya (Naglik, 2014). Imunitas Seluler
Interaksi antara komplemen C3b dan Pertahanan imunitas innate
reseptor komplemen CR3 dibutuhkan terutama yang melibatkan komponen
untuk proses fagositosis sel Candida. seluler utamanya dilakukan melalui proses
Protein pada dinding sel Candida seperti fagositosis. Langkah pertama dari proses
Gpml, Pral, dan Gpd2 dapat berikatan fagositosis ini melibatkan makrofag
dengan dengan komponen komplemen maupun sel polimorfonuklear (PMN) yang
sepert faktor H, FHL-1, C4BP dan mengenali molekul pathogen-associated
plasminogen yang menyebabkan molecular patterns PAMPs pada dinding sel
pembelahan dari C3. Interaksi antara C3b Candida melalui pattern recognition
dan CR3 juga berperan pada receptors (PRRs) yang berlokasi pada
penghambatan pertumbuhan hifa dan membran sel fagosit, endosom, dan
produksi sitokin oleh limfosit. Sedangkan sitoplasma. Pengikatan reseptor tersebut
MBL dapat menghambat pertumbuhan mampu memfagosit dan menghancurkan
Candida dan meningkatkan pelepasan sel fungi dalam fagolisosom melalui
sitokin TNFα dari monosit yang terinfeksi sejumlah mekanisme oksidatif
Candida. Anafilatoksin C3a yang dilepaskan dannonoksidatif, termasuk produksi ROS

68
Mekanisme Escape dan Respon Imun innate terhadap Candida albicans
Putu Oky Ari Tania

dan RNS, ekspresi beberapa peptida oksidatif dapat merusak fungsi melalui
antimikroba dan aktivitas enzim hidrolitik. produksi modifikasi protein, penghancuran
Fungi dan bakteri menginduksi asan nukleat dan peroksidsi lipid (Anshour,
pembentukan neutrophil Extracellular 2015)
Traps (NETs) melalui PMN yang teraktivasi Sel Epitel
yang memenangkap dan membunuh fungi Epitel mukosa dikenali sebagai
dan bakteri secara ekstraseluler (Rudkin et pertahanan pertama setelah kontak awal
al, 2013). oleh serangan patogen. Interaksi antara
Pada fagositosis diperankan oleh epitel dan mikroorganisme menyebabkan
makrofag, neutrofil, dan sel dendritik yang komensalisme atau perusakan barier pada
akan “menelan” C. albicans. Dinding sel permukaan mukosa. Proses infeksi C.
pada fungi ini mengandung mannans, β- albicans meliputi adhesi, invasi dan
glucans dan kitin yang merupakan faktor kerusakan sel. Selama penempelan awal
virulen dan mengaktifkan fagositosis. dari C. albicans pada permukaan epitel,
Fagositosis β-glucans oleh makrofag sejumlah besar adhesion molecules yang
selanjutnya mengaktifkan produksi khusus diperlukan untuk membentuk
Reactive Oxygen Species (ROS). Pada pengikatan dengan inang, seperti protein
percobaan in vitro fagositosis pada fungi Hwp1p, Eap1p, Iff4p, Ssa1p, dan Als (Als1-
mengaktifkan sel dendritik untuk 7p dan Als9p). Adhesi dapat
memproduksi interleukin-12 yang memungkinkan C. albicans untuk
dibutuhkan untuk diferensiasi sel T helper mengembangkan virulensinya. C. albicans
1 (Kiyoura dan Tamai, 2015). memasuki sel epitel inang dapat melalui
Myeloperoksidase (MPO) adalah dua mekanisme termasuk endositosis dan
salah satu protein yang melimpah penetrasi aktif. Endositosis dimediasi
ditemukan pada neutrofil yang memediasi melalui adhesi dengan mendorong aktin sel
aktivitas antimikroba yang efisien dan epitel berkumpul di sekeliling
membantu pada proses awal infamasi. mikroorganisme untuk menghasilkan
MPO dapat mengkatalisasi oksidasi klorida pseudopoda yang bekerja sebagai jaring-
dan ion halide lainnya yang terdapat pada jaring untuk menangkap patogen. selama
hydrogen peroksida sehingga membentuk invasi fungi, Als1 dan Als3 menginduksi
asam hipoklorus dan produk reaktif lainnya endositosis melalui ikatan E-cadherin pada
sebagai antimkroba yang efisien. sel epitel oral (Qin et al, 2016).
Mekanisme yang membentuk radikal

69
ISSN 1978-2071 (Print); ISSN 2580-5967 (Online)
Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma 9(1): 60-76, Maret 2020

Pelepasan mediator inflamasi dari namun tidak membutuhkan aktivasi enzim


sel epitel merupakan langkah penting NADPH oksidase (Small et al, 2018).
untuk membentuk pertahanan termasuk Mekanisme kedua, untuk
merekrut leukosit inflamasi dan pembunuhan C. albicans yang teropsonin
pembentukan peptida pertahanan pada melalui fagosomal, bergantung pada
inang Host Defense Peptides (HDP). reseptor Fc gama, Protein Kinase C (PKC)
Selama kolonisasi dan induksi suatu dan produksi ROS melalui sistem oksidase
penyakit, C. albicans akan menyerang sel NADH. Neutrofil utamanya memfagositosis
epitel sehingga terjadi kerusakan sel epitel candida yang tidak teropsonisasi melalui
dan melepaskan alarmins. Pada mukosa sel TLRs dan CTLs. Jika terjadi fagositosis akan
epitel akan terekspresi sejumlah reseptor mengawali terjadinya pembunuan candida
yang akan mengenali C. albicans termasuk melalui intra dan ekstraseluler melalui
Epidermal Growth Factor Receptor (EGFR), mekanisme oksidatif dan nitrosatif. Granul-
Human Epidermal Growth Factor Receptor granul pada neutrofil mengandung protein
2 (HER2), dan E-cadherin yang mengenali antimikrobial termasuk defensins,
hifa C. albicans dan mengiinisiasi laktoferin, lisosim, myeloperoksidase dan
mekanisme invasi fungi (Verma et al, elastase. Neutrofil memproduksi Reactive
2016). Oxygen Species (ROS) selama oksidatif
Neutrofil burst, yang memerukan ikatan antara
Neutrofil merupakan sel imun enzim NADPH oksidase di sitoplasma dan
efektor yang paling penting dalam membran fagosomal. Pertama, radikal
membunuh fungi. Menurut Gazendam et al superoksida dihasilkan selanjutnya
(2016), terdapat dua mekanisme neutrofil dilepaskan menjadi hydrogen peroksida.
membunuh C. albicans, yaitu keberadaan Berikutnya, myeloperoksidse
opsonin pada fungi tersebut. Mekanisme menggunakan hydrogen peroksidase untuk
pertama, sel fagosit membunuh C. albicans membentuk asam hipoklorus yang
yang tidak teropsonin, bergantung pada merupakan molekul oksidatif yang bereaksi
pengenalan CR3 (Complement Receptors 3) dengan amina untuk membentuk
melalui Syk yaitu spleen tyrosine kinase kloramina sebagai antimikroba. Neutrofil
yang merupakan protein tirosin kinase non mengekspresikan inducible nitric oxide
reseptor yang diekspresikan dihampir synthetase (iNOS) yang membentuk nitric
semua sel hematopoietik. Selain itu melalui oxide (NO) dari arginin dan oksigen. NO ini
sinyal phosphatidylinositol-3-kinase (PI3K) bersifat sangat reaktif.

70
Mekanisme Escape dan Respon Imun innate terhadap Candida albicans
Putu Oky Ari Tania

Mekanisme lain dalam membunuh pada sel Th dan NK. Makrofag M2


Candida adalah pembentukan neutrophil sebaliknya, mendukung persistensi/
extracellular traps (NETs) yang dibentuk kegigihan fungi dalam makrofag sehingga
selama proses kematian sel neutrofil yaitu memungkinkan mekanisme penghindaran
NETosis. Pada proses ini, neutrofil akan imun. Makrofag ini mengekspresikan
‘meledak’ melepaskan jarring-jaring Mannose receptor/ MR (CD306)
kromatin yang terlapisi oleh serin protease, menghasilkan peningkatan fagositosis
peptida antimikrobial (calprotectin) dan Candida (Naglik, 2014).
komponen mikrobisidal (Naglik, 2014). Sel Dendritik
NETs tidak hanya memerangkap pathogen Sel dendritik merupakan salah satu
microbial tetapi juga membunuh pathogen APC yang professional. Proses maturasi sel
tersebut, formasi NETs inimemerlukan dendritik menjadi penghubung antara
keberadaan ROS (Small et al, 2018). imunitas innate dan adaptive. Sel ini
Monosit dan Makrofag memiliki peran utama dalam serangkaian
Makrofag memiliki kemampuan proses diantaranya deteksi pathogen fungi
dalam melakukan proses fagositosis dan melalui PRRs di permukaan, mensekresi
merupakan antigen presenting cells (APCs) sitokin, menelan partikel pathogen melalui
untuk mengaktivasi sel T. selama aktivasi, fagositosis, dan selanjutnya
makrofag berdiferensiasi menjadi dua mempresentasikan antigen ke sel T.
subset yang secara fenotip dan fungsinya Respon imun diinisiasi dengan pengenalan
berbeda, yaitu M1 dan M2. terlibat dalam PAMPs oleh PRRs yang diekspresikan di
perbaikan luka dan pembentukan matriks permukaan sel dendritik. Sebagian besar
ekstraseluler. makrofag M1 menggunakan PRRs untuk pengenalan C. albicans seperti
mekanisme pembunuhan Candida baik TLRs, CLRs, dan FCγR dimiliki oleh sel
melalui oksidatif dan nitrosatif mekanism dendritik. Sub grup CLRs yaitu MR
Makrofag M1 merupakan mikrobisidal dan (Mannose receptor) dan DC-SIGN (Dendritic
proinflamatori, sementara makrofag M2, Cell-Specific Intercellular adhesion
tetapi khususnya melalui sintesis RNS, NO molecule-3-Grabbing Non-integrin) yang
melalui aksi iNOS sehingga dapat dikenal juga dengan CD209, sangat penting
membunuh Candida yang terfagositosis. dalam memediasi pengenalan dan
Makrofag ini juga mensekresikan TNFα dan internalisasi C. albicans oleh sel dendritik.
kemokin CCL9 dan CXCL10 yang C. albicans memasuki sel dendritik melalui
merupakan ligan terhadap reseptor CXCL9 DC-SIGN yang mengakibatkan dihambatnya

71
ISSN 1978-2071 (Print); ISSN 2580-5967 (Online)
Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma 9(1): 60-76, Maret 2020

NADPH oksidatif dan produksi ROS. Dectin- cara pembentukan sitokin GM-CSF, IFNγ
1 dapat mengaktifkan NF-κB di sel dan TNF-α yang mengaktifkan sel-sel imun
dendritik melalui sinyal molekul adaptor seperti PMNs, sel dendritik, makrofag dan
CARD9 (Caspase Recruitment Domain- sel T yang lain. Produksi IFNγ oleh sel NK
containing Protein 9) dan maturasi sel diturunkan oleh C. albicans, sitokin ini
dendritik. Produksi sitokin IL-12 dan TNFα dikenal sebagai modulator penting dalam
dimediasi oleh kerjasama dari dectin-1 dan aktivitas candidacidal oleh PMNs dan
TLRs pada sel dendritik. Selanjtunya makrofag. TNF-α dan GM-CSF memiliki
setelah antigen diinternalisasi oleh sel pengaruh dalam aktivitas antifungi oleh
dendritik akan dibawa ke endosome dan PMNs. Aktivitas antifungal oleh PMNs
lisosom untuk selanjutnya dipresentasi ke melalui peningkatan produksi ROS dan
sel T yang selanjutnya akan mengaktifkan menunda apoptosis PMNs Terdapat
dan terjadi diferensiasi sel T (Qin et al, beberapa reseptor yang bervariasi untuk
2016). mengenali pathogen dan mengimbangi
Sel Natural Killer transduksi sinyal pada sel NK, yaitu VCRs
Penyebutan Natural Killer (sel NK) (Natural Cytotoxicity Reseptors), KIRs
berasal dari kemampuannya untuk (Killer-Cell-Ig-Like Receptors) dan TLRs, juga
membunuh sel tumor. Aktivitas antitumor terdapat reseptor NKp30 yaitu salah satu
sel NK terhadap respon host melawan kelompok NCRs yang berperan untuk
beberapa pathogen diantaranya pengenalan pathogen fungi dan aktivitas
cytomegalovirus (CMV), Epstein-Barr virus antifungi sitotoksik. Polarisasi pada
atau virus hepatitis B dan C, bakteri gram reseptor sel NK selanjutnya diikuti dengan
positif dan negatif, bakteri intraseluler. Sel degranulasi, pelepasan perforin, granzim,
NK akan mengeliminasi sel target dengan granulosin dan molekul efektor lainnya.
molekul sitotoksik seperti perforin, granzim Perforin berperan dalam proses antifungi
B yang tersimpan pada granul-granul, atau secara langsung dengan cara memperforasi
melalui apoptosis. Sel NK bersifat atau melubangi membran sel dan akhirnya
sitotoksik terhadap germinal tubule pada menginduksi lisis sel target (Qin et al,
C. albicans dan selanjutnya mampu untuk 2016).
melakukan fagositosis terhadap fungi
tersebut (Schmidt et al, 2017). KESIMPULAN
Sel NK juga berkontribusi dalam Infeksi C. albicans menyebabkan
respon imun secara tidak langsung dengan beban kesehatan yang cukup besar bagi

72
Mekanisme Escape dan Respon Imun innate terhadap Candida albicans
Putu Oky Ari Tania

manusia, namun terdapat beberapa tepat, dikarenakan tahap akhir infeksi yaitu
kemajuan nyata pada pemahaman pembentukan biofilm dapat berdampak
terhadap interaksi C. albicans dan sistem sistemik yang mengancam nyawa. Infeksi
imun. Peran sistem imun diantaranya sistemik ini dapat terjadi ketika sistem
mengenali, merespon dan akhirnya imun host mengalami kerentanan,
mengeliminasi fungi tersebut. Sistem imun defisiensi sistem imun, ataupun
innate merupakan sistem imun pertahanan peningkatanfaktor virulensi fungi.
awal yang terbagi atas sistem imun Pemberian antifungi saat ini bukan tidak
humoral dan seluler. Patogen fungi dalam menemui kendala, ancaman resistensi
menimbulkan kondisi patologi antifungi menjadi issue yang berkembang
mengembangkan faktor virulensi yang di masyarakat. Untuk itu perlu pemahaman
bahkan dapat menjadi targer dalam yang lebih luas terhadap respon imun
pengembangan vaksin atau anti candida terutama imunitas innate dalam
sehingga dapat mengurangi jumlah pasien pengembangan antifungi generasi
kandidiasis kelak. selanjutnya atau bahkan vaksin anti
Fungi Candida mengekspresikan Candida.
molekul asing (antigen) PAMPs yang
dikenali secara spesifik oleh PRRs yang DAFTAR PUSTAKA
selanjutnya memerlukan kerjasama Arita GS, Meneguello JE, Sakita KM, Faria
dengan sistem imun seluler termasuk sel DR, Pilau EJ et al, 2019. Serial
epitel, neutrophil, makrofag dan monosit, systemic Candida albicans
sel dendritik dan sel Natural Killer untuk infections highlighted by
menjalankan fungsinya dalam proteomics. Frontiers in Cellular
mempertahankan sistem imun dan and Infection Microbiology. 9:1-8
mengeliminasi pathogen fungi. Eliminasi Anshour SM, Kheiralla ZM, Maklad SS,
fungi melalui sistem imun innate antara Ameen MR and Zaki SS, 2015.
lain melibatkan fagositosis, pelepasan Relationship between virulence
mediator sitotoksik, mekanisme stress factors of Candida species with
oksidatif dengan pembentukan ROS, candiduria and myeloperoxidase
maupun produksi antifungi yang lain. concentrations. International
Infeksi Candida albicans baik Journal of Current Microbiology
infeksi superfisial maupun sistemik, and Applied Sciences, 4(1): 108-
memerlukan penanganan yang cepat dan 123

73
ISSN 1978-2071 (Print); ISSN 2580-5967 (Online)
Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma 9(1): 60-76, Maret 2020

Brand A, 2012. Hyphal growth in human transfusion purposes: a role for


fungal pathogens and its role in granule components.
virulence. International Journal of Haemotologica, 101(5): 587-596
Microbiology, 2012:1-9 Kiyoura Y and Tamai R, 2015. Innate
da Silva-Rocha WP, de Brito Lemos VL, immunity to Candida albicans.
Svidizisnki E, Milan EP, and Japanese Dental Science Review,
Chaves GM, 2014. Candida 51: 59-64
species distribution, genotyping Li Y, Shan M, Yan M, Yao H, Wang Y, et al,
and virulence factors of Candida 2019. Anticandidal Activity of
albicans isolated from the oral Kalopanaxsaponin A: Effect on
cavity of kidney transplant Proliferation, Cell Morphology,
recipients of two geographic and Key Virulence Attributes of
regions of Brazil. BMC Oral Candida albicans. Front.
Health, 14(20): 1-9 Microbiol, 10: 1-9
Deepa K, Jeevitha T, and Michael A, 2015. Mayer FL, Wilson D, and Hube B, 2013.
In vitro evaluation of virulence Candida albicans pathogenicity
factors of Candida species mechanism. Virulence, 4(2): 119-
isolated from oral cavity. Journal 128
of Microbiology and Masfufatun, AT Putu Oky, R Loo Hariyanto,
Anthimicrobials, 7(3): 28-32 Baktir A, 2018. Kadar IL-6 dan IL-
Deorukhkar SC, 2017. Immunity to Candida 10 serum pada tahapan inflamasi
infection: An overview. MOJ di Rattus norvegicus yang
Immunology, 5(1): 1-4 terinfeksi Candida albicans. Jurnal
Forstythe P and Bienenstock J, 2010. Kedokteran Brawijaya, 30(1): 19-
Immunomodulation by 23
commensal and probiotic Moyes DL and Naglik JR, 2011. Mucosal
bacteria. Immunological immunity and Candida
Investigations, 39: 429-228 albicansinfection. Clinical and
Gazendam RP, van de Geer A, van Hamme Developmental Immunology,
JL, Tool ATJ, van Rees DJ, Aasrts 2011; 1-9
CEM, et al, 2016. Impaired killing Naglik JR, Richardson JP, Moyes DL, 2014.
of Candida albicans by Candida albicans pathogeneicity
granulocytes mobilized for

74
Mekanisme Escape dan Respon Imun innate terhadap Candida albicans
Putu Oky Ari Tania

and epithelial immunity. PLOS Sardi JCO, Scorzoni L, Bernadi T, Fusco-


Pathogens, 10(8): 1-4. Almeida AM and Mendes
Nasution AI, 2013. Virulence factor and Giannini MJS. Candida Species:
pathogenicity of Candida albicans Current Epidemiology,
in oral candidiasis. World Journal Pathogenicity, Biofilm Formation,
of Dentistry, 4(4): 267-271 Natural Antifungal, Products and
Qin y, Zhang L, Xu Z, Zhang J, Jiang Yuan- New Therapeutic Options. Journal
ying, Cao Y, Yan T, 2016. Innate of Medica Microbiology. 2013;
immune cell response upon 62: 10-24
Candida albicans infection. Schmidt S, Tramsen L, and Lehrnbecher T,
Virulence, 7(5): 512-526 2017. Natural killer celss in
Pal M, 2017. Morbidity and Mortality Due antifungal immunity. Frontiers in
to Fungal Infections. Journal of Immunology, 8, 1623: 1-10
Applied Microbiology and Seleem D, Chen E, Benso B, Pardi V, and
Biochemistry., 1(12):1-3 Murata RM, 2016. In Vitro
Raz-Pasteur A, Ullmann Y, and Berdicevsky Evaluation of Antifungal Activity
I, 2011. The pathogenesis of of Monolaurin against Candida
Candida infections in a human albicans Biofilms. PeerJ. 4: e2148
skin model: scanning electron Small AG, King JR, Rathjen DA, and
microscope observations. ISRN Ferrante A, 2018. The role of
Dermatology, 11;1-6 phagocytes in immunity to
Romani L, 2000. Innate and adaptive Candida albicans. Chapter 5.
immunity in Candida albicans intechOpen.
infections and saprophytism. Soloviev DA, Jawhara S, and Fonzi WA,
Journal of Leukocyte Biology, 68: 2011. Regulation of innate
175-179 immune response to Icandida
Rudkin FM, Bain JM, Walls C, Lewis LE, Gow albicans infections by αϻβ2-Pra1p
NAR, and Erwig LP, 2013. Altered interaction. Infection and
dynamics od Candida albicans Immunity, 79(4): 1546-1558
phagocytosis by macrophages Spampinato C and Leonardi D, 2013.
and PMNs when both phagocytes Candida infections, causes,
subsets are present. mbio, 4(6): targets, and resistance
1-10 mechanisms: traditional and

75
ISSN 1978-2071 (Print); ISSN 2580-5967 (Online)
Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma 9(1): 60-76, Maret 2020

alternative antifungal agents. Candida infections. J. Fungi,


2013:1-13 3(60): 1-15
Tsui C, Kong EF, and Jabra-Rizl MA, 2016. Zipfel PF and Skerka C, 2012. Complement,
Pathogenesis of Candida albicans Candida and Cytokines: The role
biofilm. Pathigens and Disease, of C5a in host response to fungi.
74(4):1-13 Eur. J. Immunol, 42: 822-825
Verma A, Gaffen SL, Swidergall M, 2016.
Innate immunity to mucosal

76

Anda mungkin juga menyukai