Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

PERADABAN AWAL ISLAM

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Sejarah Peradaban Islam
Dosen Pengampu: Ahmad Fakhrurozi, M.Hi

Disusun oleh:
1. Mohammad Prima
2. Mardiansah Nugroho
3. Saiful Ulum
4. Maria Ulfa

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU KEISLAMAN
UNIVERSITAS ISLAM RADEN RAHMAT MALANG
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan hidayah-Nya, penulis
dapat menyelesaikan makalah ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Shalawat serta
salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, beserta keluarganya dan para
sahabatnya, dan juga kepada kita semua selaku umatnya yang Insya Allah selalu mengikuti
ajaran sunnahnya.
Makalah ini merupakan hasil observasi penulis dan salah satu persyaratan untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah “Sejarah Peradaban Islam“ dengan judul “Peradaban
Awal Islam” di Universitas Islam Raden Rahmat Malang. Penulisan makalah ini tidak lepas
dari pihak-pihak terkait dalam proses penyusunan hingga selesai. Oleh sebab itu, penulis
ucapkan terima kasih kepada:
1. Allah SWT, Tuhan yang Maha Esa,
2. Ahmad Fakhrurozi, M.Hi, selaku dosen pengampu Sejarah Peradaban Islam,
3. Teman-teman yang selalu mendukung penyelesaian makalah
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini dan jauh
dari kata sempurna, itu dikarenakan keterbatasan yang penulis miliki. Oleh sebab itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca agar makalah ini dapat
menjadi lebih baik lagi. Akhirnya kepada ALLAH-lah penulis pasrahkan semua, karena
kebenaran hanyalah milik-Nya.

Malang, 8 April 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii

DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii

BAB I.........................................................................................................................................1

Latar Belakang........................................................................................................................1

Rumusan Masalah..................................................................................................................1

Tujuan.....................................................................................................................................1

Manfaat...................................................................................................................................1

BAB II........................................................................................................................................3

Islam pada Masa Nabi Muhammad........................................................................................3

Islam pada Masa Khulafaur Rasyidin.....................................................................................5

Berdirinya Dinasti Umayyah................................................................................................10

Berdirinya Dinasti Abbasiyah..............................................................................................13

BAB III.....................................................................................................................................19

Kesimpulan...........................................................................................................................19

Saran.....................................................................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................21

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pendidikan Islam merupakan suatu hal yang paling utama bagi warga suatu negara,
karena maju dan keterbelakangan suatu negara akan ditentukan oleh tinggi dan rendahnya
tingkat pendidikan warga negaranya. Pada masa Nabi, negara Islam meliputi seluruh jazirah
Arab dan pendidikan Islam berpusat di Madinah, setelah Rasulullah wafat kekuasaan
pemerintahan Islam dipegang oleh Khulafaur Rasyidin dan wilayah Islam telah meluas di luar
jazirah Arab. Para khalifah ini menusatkan perhatiannya kepada pendidikan, syiarnya agama,
dan kokohnya negara Islam.
Setelah masa pemerintahan Khulafa Ar-Rasyidin berakhir, maka dilanjutkan oleh
Hasan. Akan tetapi, lemahnya posisi Hasan membuat Umayyah berusaha mendapatkan
kedudukan tersebut. Setelah Umayyah menjadi dinasti, ia mengubah sistem pemerintahan
menjadi Monarki atau Kerajaan. Selanjutnya, dalam periode Dinasti Abbasiyah merupakan
puncak perkembangan pendidikan Islam didunia, selama pemerintahan Dinasti Abbasiyah
banyak bidang pendidikan Agama maupun bidang pendidikan Umum yang muncul beserta
tokoh-tokoh yang berperan dalam perkembangan pendidikan tersebut.

Rumusan Masalah
1. Bagaimana Islam pada masa Nabi Muhammad?
2. Bagaimana peradaban Islam pada masa khulafaur rasyidin?
3. Bagaimanakah sejarah berdirinya dinasti Umayyah?
4. Bagaimana sejarah berdirinya dinasti Abbasiyah?

Tujuan
1. Untuk mengetahui Islam pada masa Nabi Muhammad.
2. Untuk mengetahui peradaban pada masa khulafaur rasyidin.
3. Untuk mengetahui sejarah berdirinya dinasti Umayyah.
4. Untuk mengetahui sejarah berdirinya dinasti Abbasiyah

Manfaat
1. Manfaatnya untuk mahasiswa adalah sebagai panduan atau tuntunan dalam mata
kuliah Sejarah Peradaban Islam.

1
2. Manfaatnya untuk fakultas adalah sebagai tambahan karya tulis untuk memperkaya
materi mengenai peradaban awal Islam pada masa Nabi, Khulafaur Rasyidin, serta
dinasti Umayyah dan Dinasti Abbasiyah.
3. Manfaatnya untuk diri kita sendiri yaitu sebagai ajaran hidup, dengan kita sudah
mengetahui peradaban awal Islam yang diterapkan pada masanya, sehingga dapat
dijadikan perbandingan terhadap proses pendidikan pada masa sekarang.

2
BAB II
PEMBAHASAN

Islam pada Masa Nabi Muhammad


Secara esensial, kehadiran Nabi Muhammad pada masyarakat Arab adalah terjadinya
kristalisasi pengalaman baru pada dimensi ketuhanan yang mempengaruhi segalah aspek
kehidupan masyarakat, termasuk hukum-hukum yang digunakan pada masa itu.
Kota Makkah terletak diperut lembah, yang dikelilingi oleh bukit-bukit dari segala
arah, dari sebelah timur membentang bukit Abu Qubais (Jabal Abu Qubais). Makkah adalah
lembah yang sangat tandus kondisi geografis seperti inilah berpengaruh besar dalam
membentuk sikap dan watak masyarakatnya. Pada umumnya penduduk Makkah
bertempramen buruk dan tidak mampu berpikir secara mendalam. Ditambah dengan sistem
politik di Makkah, yang dilakukan oleh pemuka-pemuka kaum Quraisy untuk
mempertahankan jabatan, kedudukan atau kekuasaan mereka. Sehingga hal itu juga
berpengaruh pada watak dan perilaku mereka yang cenderung lebih agresif, egois, keras
kepala serta tidak mudah bagi mereka untuk dapat menerima pendapat atau keyakinan orang
lain.
Sebelum masa masuknya Islam kebanyakan kaum Arab beribadat dengan cara
melakukan penyembahan berhala dan mereka menjadikan Ka‟bah sebagai pusat peribadatan
mereka, hal tersebut bisa dikatakan sudah cukup lama berlangsung sampai akhirnya Nabi
Muhammad datang dan membawa keyakinan lain yaitu ketauhidan. Tentunya hal tersebut
tidak semerta-merta dapat dengan mudah diterima bahkan ditolak habis-habisan oleh kaum
kafir Quraisy. Banyak alasan bagi mereka untuk menolak keyakinan yang dibawa oleh Nabi
Muhammad tersebut, salah satunya adalah apa yang mereka yakini adalah sesuatu yang telah
lama mengakar dan menjadi keyakinan mereka serta nenek moyang mereka. Sehingga
keyakinan tersebut sudah tertanam kuat dalam keyakinan mereka. Para pemahat serta penjual
atau patung merasa datangnya Islam akan menghalangi mata pencaharian mereka. Karena
tentunya jika Islam menyebar maka mereka akan kehilangan mata pencaharian mereka, yang
mana sangat bergantung pada apa yang diyakini masyarakat pada masa itu. Kemudian kaum
Quraisy juga tidak setuju dengan seruan Nabi Muhammad Saw. tentang persamaan hak
antara hamba sahaya dan bangsawan. Intinya Nabi Muhammad Saw ingin menghapuskan
sistem perbudakan yang telah lama berjalan kaum Quraisy juga menolak ajaran tentang
kebangkitan dan pembalasan hari akhir.

3
Karena reaksi keras dari kaum Quraisy itulah yang tentunya menghambat dakwah
nabi Muhammad Saw. karena tentunya akan beresiko sekali dan bahkan mengancam
keselamatan dan nyawa Nabi sehingga pada akhirnya Nabi harus melakukan sistem dakwah
yag lain. Dakwah Nabi Muhammad Saw. dilakukan dengan dua cara pertama yaitu dengan
cara sembunyi-sembunyi dan terbuka.
Nabi Muhammad meninggalkan rumahnya pada malam 27 Shafar tahun ke-14 dari
kenabian atau 12 September 622 M. Peristiwa hijrah Rasulullah Saw dari Mekkah ke
Madinah merupakan kehendak dan perintah Allah Swt dengan tujuan agar penyebaran agama
islam yang dilakukan oleh Rasulullah Saw menjadi lebih pesat lagi. Selama 13 tahun
Rasulullah berdakwa ajaran Islam di mekkah, Nabi Muhammad telah banyak mengalami
pertentangan dan permusuhan. Namun Madinah merupakan kota yang penduduknya lebih
mudah menerima ajaran Rasulullah dari pada penduduk Mekkah.
Nabi berhasil membentuk sistem yang luar biasa bagus. Masyarakat Madinah merasa
bahwa dirinya itu satu. Maka dari itu, apabilah ada satu yang sakit maka yang lain turut
merasakan. Hal ini lebih khusus lagi pada umat Muslim sendiri, di mana sudah menjadi
kewajiban di setiap Muslim sebagaimana dalam riwayat Nabi seringkali memerintahkannya.
Ada beberapa teradisi yang yang perlu digaris bawahi: (1) silaturahim yang
membudaya, (2) gotongroyong sering diadakan demi kepentingan bersama, dan (3)
kepedulian yang tinggi, mengunjungi orang yang sedang sakit atau yang terkena musibah.
a. Aspek Pemerintahan
Selain menjadi pemimpin agama Islam, Nabi Muhammad juga menjadi pemimpin
pemerintahan. Kalau sekarang beliau selayaknya sebagai presiden. Nabi terkenal dengan
kebijaksanaannya dalam menjalankan roda pemerintahan. Kepentingan umum lebih
dikedepankan dari kepentingan-kepentingan yang lain.
Adapun sistem pemerintahan yang digunakan Nabi yaitu sistem musyawarah dan
demokrasi dan yang terpenting adalah perkara diputuskan dengan seadil-adilnya. Sehingga
Golongan yang berbeda merasa tenang karena tidak ada diskriminasi. Mereka bisa hidup
berdampingan tanpa ada permusushan dengan yang lain. Keberagaman yang ada tidak
menjadi persoalan, justru mengkokohkan solidaritas di antara mereka.
b. Pembangunan Masjid
Masjid di zaman Nabi, selain berfungsi sebagai tempat ibadah, juga sebagi tempat
mempersatukan kaum Muslimin, musyawarah, bahkan menjadi pusat pemerintahan. Nabi
mengadakan perjanjian dengan non-Muslim dengan harapan tidak ada yang merasa
diskriminasi. Dari sinilah kemudian muncul nama Piagam Madinah.

4
c. Kemiliteran
Nabi adalah pemimpin negara tertinggi tentara Muslim. Beliau turut terjun dalam 26
atau 27 peperangan dalam ekspedisi. Bahkan Nabi sendiri yang memimpin beberapa
peperangan yang besar misalnya, perang Badar, perang Uhud, perang Khandaq, perang
Hunayn dan dalam penaklukkan kota Makkah. Adapun peperangan ekspedisi yang lebih kecil
pimpinan diserahkan kepada para komandan yang ditunujuk oleh Nabi.
Di kala itu, peraturan kemiliteran belum dikenal. Akan tetapi moralitas dan
kedisiplinan yang tinggi membuat mereka tertata di bawah satu komando yaitu Nabi. Ketika
ingin menghadapi peperangan Nabi kerapkali mengundang para sahabat (Tokoh-tokoh) untuk
berdiskusi mengenai hal tersebut.
Dalam perkembangannnya pasukan kemiliteran umat Islam makin meningkat. Pada
awalnya pasukan umat Islam hanya berjumlah 313 pejuang. Hingga pada perang terakhir di
Uhud, pasukan umat. Ada beberapa strategi dakwah yang dilakukan oleh Nabi, yaitu sebagai
berikut: (1) membina masyarakat Islam melalui pertalian persaudaraan antara kaum
Muhajirin dengan kaum Anshar, (2) memelihara dan mempertahankan masyarakat Islam, dan
(3) meletakkan dasar-dasar politik ekonomi dan sosial untuk masyarakat Islam.
Dengan diletakannya dasar-dasar yang berkala ini masyarakat dan pemerintahan
Islam dapat mewujudkan nagari “ Baldatun Thayyibatun Warabbun Ghafur “ dan Madinah
disebut “ Madinatul Munawwarah”. Dari sistem yang telah diterapkan Nabi tersebut, hampir
tidak mendapat penolakan dari masyarakat Madinah, karena nilai-nilai yang diletakkan Nabi
bersifat universal, walau pada hakikatnya nilai-nilai tersebut termaktub dalam Islam.
Contohnya berbuat adil, saling menolong, larangan curang dalam berdagang, dan lai-lain.
Perkembangan Islam juga tidak terlepas dari peranan moral Nabi yang begitu mulia
dan sangat bijak dalam memutuskan sebuah perkara. Sehingga tidak sedikit kasus yang telah
diselesaikan. Bahkan ketika ada perselisihan antar suku, Nabi selalu mendapat undangan
untuk memberikan jalan keluar.

Islam pada Masa Khulafaur Rasyidin


Khulafaurrasyidin atau Khulafa Arrasyidin berasal dari dua akar kata, yaitu khalifah
atau khulafa' yang artinya pengganti atau pemimpin dan kata ar-rasyid yaitu orang yang
mendapat petunjuk. Jadi menurut bahasa, Khulafaurrasyidin yaitu orang yang ditunjuk
sebagai pengganti atau pemimpin yang selalu mendapat petunjuk dari Allah SWT.
A. Pola Pendidikan Islam Masa Khalifah Abu Bakar As-Siddiq ra (11-13H/ 632-634
M)

5
Abu Bakar, nama lengkapnya adalah Abdullah bin Abi Quhafa at Tamimi, pada
zaman pra-Islam, dia bernama Abdul Kakbah, kemudian setelah masuk Islam namanya
diganti oleh Rasulullah dengan Abdullah. Ia termasuk sahabat paling dekat dengan
Rasulullah saw. Abu Bakar dilahirkan di Kota Mekah dua tahun sesudah tahun Gajah, kira-
kira tahun 573 M.
Masa awal pemerintahan Abu Bakar diguncang pemberontakan oleh orang-orang
murtad, orang-orang yang mengaku sebagai Nabi yang mempengaruhi orang-orang Islam
yang masih lemah imannya untuk menyimpang dari ajaran Islam. Dengan demikian
dikirimlah pasukan untuk menumpas para pemberontak di Yamamah. Dalam penumpasan ini
banyak umat Islam yang gugur, yang terdiri dari sahabat dekat Rasulullah dan para hafiz Al-
Qur’an, sehingga mengurangi jumlah sahabat yang hafal Al-Qur’an. Oleh karena itu Umar
bin Khattab menyarankan kepada khalifah Abu Bakar untuk mengumpulkan ayat-ayat Al-
Qur’an, kemudian untuk merealisasikan saran tersebut diutuslah Zaid bin Tsabit (sekretaris
Rasulullah) untuk mengumpulkan semua tulisan Al-Qur’an. Pola pendidikan pada masa Abu
Bakar masih seperti pada masa Nabi, baik dari segi materi maupun lembaga pendidikannya.
Dari segi materi pendidikan Islam terdiri dari pendidikan tauhid atau keimanan,
akhlak, ibadah, kesehatan, dan lain sebagainya. Pendidikan keimanan, yaitu menanamkan
bahwa satu-satunya yang wajib disembah adalah Allah. Pendidikan akhlak, seperti adab
masuk rumah orang, sopan santun bertetangga, bergaul dalam masyarakat,dan lain
sebagainya. Pendidikan ibadah seperti pelaksanaan sholat, puasa dan haji. Kesehatan seperti
tentang kebersihan, gerak-gerik dalam sholat merupakan didikan untuk memperkuat jasmani
dan rohani.
Menurut Ahmad Syalabi, lembaga untuk belajar membaca menulis ini disebut dengan
Kuttab. Kuttab merupakan lembaga pendidikan yang dibentuk setelah masjid, selanjutnya
Asama Hasan Fahmi mengatakan bahwa kuttab didirikan oleh orang-orang Arab pada masa
Abu Bakar dan pusat pembelajaran pada masa ini adalah Madinah, sedangkan yang bertindak
sebagai tenaga pendidik adalah para sahabat Rasul yang terdekat. Lembaga pendidikan Islam
adalah masjid, masjid dijadikan sebagai benteng pertahanan rohani, tempat pertemuan dan
lembaga pendidikan Islam, sebagai tempat shalat berjamaah, membaca Al-Qur’an, dan lain
sebagainya.
B. Pola Pendidikan Islam Masa Khalifah Umar bin Khattab r.a. (13-23 H/634-644 M)
Umar bin Khatab r.a., nama lengkapnya adalah Umar bin Khatab bin Nufail
keturunan Abdul Uzza al Quraisy dari suku Adi, salah satu suku yang terpandang dan mulia.
Umar dilahirkan di Mekah, empat tahun sebelum kelahiran Rasulullah saw. Abu Bakar telah

6
menyaksikan persoalan yang timbul di kalangan kaum muslimin setelah Nabi wafat,
berdasarkan hal inilah Abu Bakar menunjuk penggantinya yaitu Umar bin Khattab, yang
tujuannya adalah untuk mencegah supaya tidak terjadi perselisihan dan perpecahan di
kalangan umat Islam, kebijakan Abu Bakar tesebut ternyata diterima masyarakat.
Pada masa khalifah Umar, kondisi politik dalam keadaan stabil, usaha perluasan
wilayah Islam memperoleh hasil yang gemilang. Wilayah Islam pada masa Umar bin Khattab
meliputi Semenanjung Arabia, Palestina, Syiria, Irak, Persia dan Mesir. Dengan meluasnya
wilayah Islam mengakibatkan meluas pula kehidupan dalam segala bidang. Untuk memenuhi
kebutuhan ini diperlukan manusia yang memiliki keterampilan dan keahlian, sehingga dalam
hal ini diperlukan pendidikan.
Pada masa khalifah Umar bin Khattab, sahabat-sahabat yang sangat berpengaruh tidak
diperbolehkan untuk keluar daerah kecuali atas izin dari khalifah dan dalam waktu yang
terbatas. Jadi, Kalau ada diantara umat Islam yang ingin belajar hadist harus pergi ke
Madinah, ini berarti bahwa penyebaran ilmu dan pengetahuan para sahabat dan tempat
pendidikan adalah terpusat di Madinah. Dengan meluasnya wilayah Islam sampai keluar
jazirah Arab, tampaknya khalifah memikirkan pendidikan Islam di daerah-daerah yang baru
ditakhlukan itu.
Untuk itu, Umar bin Khattab memerintahkan para panglima perangnya, apabila
mereka berhasil menguasai satu kota, hendaknya mereka mendirikan masjid sebagai tempat
ibadah dan pendidikan. Berkaitan dengan masalah pendidikan ini, khalifah Umar bin Khattab
merupakan seorang pendidik yang melakukan penyuluhan pendidikan di kota Madinah,
beliau juga menerapkan pendidikan di masjid-masjid dan pasar-pasar serta mengangkat dan
menunjuk guru-guru untuk tiap-tiap daerah yang ditakhlukan itu, mereka bertugas
mengajarkan isi Al-Qur’an dan ajaran Islam lainnya, seperti fikih kepada penduduk yang
baru masuk Islam.
Di antara sahabat-sahabat yang ditunjuk oleh Umar bin Khattab ke daerah adalah
Abdurrahman bin Ma’qal dan Imran bin Al-Hashim. Kedua orang ini ditempatkan di
Basyrah. Abdurrahman bin Ghanam dikirim ke Syiria dan Hasan bin Abi Jabalah dikirim ke
Mesir. Adapun metode yang mereka pakai adalah guru duduk di halaman masjid sedangkan
murid melingkarinya.[ ] Pada masa ini telah terjadi mobilitas penuntut ilmu dari daerah-
daerah yang jauh dari Madinah, sebagai pusat agama Islam. Gairah menuntu ilmu agama
Islam ini yang kemudian mendorong lahirnya sejumlah pembidangan disiplin keagamaan.
Pada masa Khalifah Umar bin Khattab, mata pelajaran yang diberikan adalah
membaca dan menulis Al-Qur’an dan menghafalnya serta belajar pokok-pokok agama Islam.

7
Pendidikan pada masa Umar bin Khattab ini lebih maju dibandingkan dengan sebelumnya.
Pada masa ini tuntutan untuk belajar bahasa Arab juga sudah mulai tampak, orang yang baru
masuk Islam dari daerah yang ditakhlukan harus belajar bahasa Arab, jika ingin belajar dan
memahami pengetahuan Islam. Oleh karena itu, pada masa ini sudah terdapat pengajaran
Bahasa Arab.
C. Pola Pendidikan Islam Masa Khalifah Utsman bin Affan r.a. (23-35 H/644-656 M)
Utsman bin Affan r.a., nama lengkapnya adalah Utsman bin Affan bin Abil Ash bin
Umayyah bin Abdi Syams bin Abdi Manaf dari suku Quraisy. Lahir pada tahun 576 M di
Taif. Ibunya yang bernama Urwah adalah putri Ummu Hakim al Baidha, putri Abdul
Muthalib. Utsman bin Affan r.a. masuk Islam melalui dakwah/ajakan Abu Bakar r.a., dan
menjadi salah satu sahabat terdekat Nabi saw., ia adalah orang kaya dan berasal dari keluarga
yang kaya raya, akan tetapi kehidupannya dijalani dengan sederhana, serta sebagian besar
kekayaannya adalah untuk perjuangan agama Islam.
Utsman memangku jabatan khalifah selama 12 tahun mulai dari usia 70 sampai 82
tahun. Kepemimpinan Ustman sangat berbeda dengan kepemimpinan Umar, hal ini
disebabkan karena ketika Ustman diangkat sebagai khalifah telah berusia 70 tahun serta sifat
lemah lembut yang dimilikinya.
Usman diangkat menjadi khalifah hasil dari pemilihan panitia enam yang ditunjuk
oleh khalifah Umar bin Khattab menjelang beliau akan meninggal. Panitia yang enam
adalah : Ustman, Ali bin Abi Thalib, Thalhah, Zubair bin Awwam, Saad bin Abi Waqash,
dan Abdurrahman bin ‘Auf. Pada masa khalifah Ustman bin Affan, pelaksanaan pendidikan
Islam tidak jauh berbeda dengan masa sebelumnya. Pendidikan di masa ini hanya
melanjutkan apa yang telah ada, namun hanya sedikit terjadi perubahan yang mewarnai
pendidikan Islam.
Para sahabat yang berpengaruh dan dekat dengan Rasulullah yang tidak
diperbolehkan meninggalkan Madinah di masa khalifah Umar, diberikan kelonggaran untuk
keluar dan menetap di daerah-daerah yang mereka sukai. Kebijakan ini sangat besar
pengaruhnya bagi pelaksanaan pendidikan di daerah-daerah. Khalifah Ustman sudah merasa
cukup dengan pendidikan yang sudah berjalan, namun begitu ada satu usaha yang cemerlang
yang telah terjadi di masa ini yang berpengaruh luar biasa bagi pendidikan Islam, yaitu untuk
mengumpulkan tulisan ayat-ayat Al-Qur’an. Penyalinan ini terjadi karena perselisihan dalam
Al-Qur’an.
Bila terjadi petikaian bacaan, maka harus diambil pedoman kepada dialek suku
Quraisy, sebab Al-Qur’an ini diturunkan menurut dialek mereka sesuai dengan lisan Quraisy,

8
karena Al-Qur’an diturunkan dengan lisan Quraisy. Zaid bin Tsabit bukan orang Quraisy
sedangkan ketiganya adalah orang Quraisy. Tugas mendidik dan mengajar umat pada masa
Utsman bin Affan diserahkan pada umat itu sendiri, artinya pemerintah tidak mengangkat
guru-guru, dengan demikian para pendidik sendiri melaksanakan tugasnya hanya dengan
mengharapkan keridhoan Allah.
D. Pola Pendidikan Islam Masa Khalifah Ali bin Abi Thalib r.a. (35-40 H/656-661 M)
Ali bin Abi Thalib r.a., nama lengkapnya adalah Ali bin Abi Thalib bin Abdul
Muthalib bin Abdi Manaf. Dia dilahirkan di Mekah pada tanggal 13 Rajab sekitar tahun 600
M. Ia merupakan anak laki-laki keempat dan terakhir dari Abu Thalib. Abu Thalib adalah
adik dari Abdullah, ayah Nabi Muhammad saw. Dengan demikian, Ali bin Abi Thalib adalah
saudara sepupu Nabi Muhammad saw. Dikatakan, ia masuk Islam pada usia sepuluh tahun.
Setelah dewasa, Ali bin Abi Thalib dinikahkan dengan Fatimah az-Zahra, putri bungsu Nabi
Muhammad saw. Pernikahan ini terjadi dua tahun setelah peristiwa hijrah, atau sekitar tahun
624 M.
Ali adalah khalifah yang keempat setelah Utsman bin Affan. Pada pemerintahannya
sudah diguncang peperangan dengan Aisyah (istri Nabi) beserta Thalhah dan Abdurrahman
bin Zubair karena kesalapahaman dalam menyikapi pembunuhan terhadap Ustman,
peperangan di antara mereka disebut Perang Jamal (unta) karena Aisyah menggunakan
kendaraan unta. Setelah berhasil mengatasi pemberontakan Aisyah, muncul pemberontakan
lain, sehingga masa kekuasaan khalifah Ali tidak pernah mendapatkan ketenangan dan
kedamaian. Muawiyah sebagai gubernur di Damaskus memberontak untuk menggulingkan
kekuasaannya.
Peperangan ini disebut dengan peperangan Shiffin karena terjadi di Shiffin. Ketika
tentara Muawiyah terdesak oleh pasukan Ali, maka Muawiyah segera mengambil siasat untuk
menyatakan tahkim (penyelesaian dengan adil dan damai). Semula Ali menolak, tetapi karena
desakan sebagian tentaranya akhirnya Ali menerimanya, namun tahkim malah menimbulkan
kekacauan, sebab Muawiyah bersifat curang, sebab dengan tahkim Muawiyah berhasil
mengalahkan Ali dan mendirikan pemerintahan tandingan di Damaskus. Sementara itu,
sebagian tentara yang menentang keputusan Ali dengan cara tahkim, meninggalkan Ali dan
membuat kelompok tersendiri yaitu khawarij.
E. Peradaban Pada Masa Khulafaur Rasyidin
Pusat-pusat pendidikan pada masa khulafaur rasyidin antara lain:
a. Mekkah. Guru pertama di Mekkah adalah Muaz bin Jabal yang mengajarkan Al-Qur’an
dan fikih.

9
b. Madinah. Sahabat yang terkenal antara lain : Abu Bakar, Ustman bin Affan, Ali bin Abi
Thalib, dan sahabat-sahabat lainnya.
c. Basrah. Sahabat yang termasyhur antara lain : Abu Musa Al-Asy’ary, dia adalah seorang
ahli fikih dan Al-Qur’an.
d. Kuffah. Sahabat-sahabat yang termasyhur di sini adalah Ali bin Abi Thalib dan Abdullah
bin Mas’ud. Abdullah bin Mas’ud mengajarkan Al-Qur’an, ia adalah ahli tafsir, hadist,
dan fikih.
e. Damsyik (Syam). Setelah Syam (Syiria) menjadi bagian negara Islam dan penduduknya
banyak beragama Islam. Maka khalifah Umar mengirim tiga orang guru ke negara itu.
Yang dikirim itu adalah Mu’az bin Jabal, Ubaidah, dan Abu Darda’. Ketiga sahabat ini
mengajar di Syam pada tempat yang berbeda. Abu Darda’ di Damsyik, Mu’az bin Jabal
di Palestina, dan Ubaidah di Hims.
f. Mesir. Sahabat yang mula-mula mendirikan madrasah dan menjadi guru di Mesir adalah
Abdullah bin Amru bin Ash, ia adalah seorang ahli hadist.

Berdirinya Dinasti Umayyah


A. Masa Pemerintahan Dinasti Umayyah
Kekhalifahan Umayyah atau Dinasti Umayyah adalah kekhalifahan Islam pertama
setelah masa Khulafaur Rasyidin yang didirikan pada tahun 41 H/661 M. Dinasti ini
memerintahselama ± 91 tahun yakni dari tahun 41 H – 132 H/661 M – 750 M. Masa
pemerintahan ini juga bisa dikatakan era tercepat. Pendirinya adalah Mu’awiyah bin Abi
Sufyan atau biasa disebut dengan Mu’awiyah I yang menguasai daerah Andalusia dan Jazirah
Arab. Dinasti Umayyah ini mencapai keberhasilannya dalam bidang penguatan administrasi
pemerintahan dan perluasan wilayah. Adapun beberapa khalifah yang pernah ada pada masa
pemerintahan ini diantaranya:
a. MUAWIYAH bin ABU SUFYAN (41-60 H / 661-679 M).
b. YAZID bin MU’AWIYAH / YAZID I (60-64 H / 680-683 M).
c. MUAWIYAH bin YAZID / MU’AWIYAH II (64 H / 683 M).
d. ABDULLAH bin ZUBAIR / MARWAN I (64-65 H / 683-684 M).
e. ABDULMALIK bin MARWAN (64-86 H / 684-705 M).
f. AL WALID bin ABDUL MALIK (86-98 H / 705-714 M).
g. SULAIMAN bin ABDUL MALIK (96-99 H / 715-717 M).
h. UMAR bin ABDUL MALIK (99-101 H / 717-719 M).
i. YAZID II bin Abdul Malik bin Marwan (101-105 H / 719-723 M).

10
j. HISYAM bin ABDUL MALIK (105-125 H / 723-742 M).
k. AL WALID II bin YAZID bin ABDUL MALIK (125-126 H / 742-743 M).
l. YAZID AN-NAQISH ABU KHALID bin AL-WALID / YAZID III (126 H / 743 M).
m. IBRAHIM bin AL-WALID bin ABDUL MALIK (126-127 H / 743-744 M).
n. MARWAN bin MUHAMMAD AL-HIMAR / MARWAN II (127-132 H / 744-749 M).
Diantara beberapa khalifah diatas ada salah satu khalifah yang sangat alim dan pintar
yaitu Umar bin Abdul Aziz. Dari kepintarannya tersebut beliau berhasil membentuk sebuah
dewan yang kemudian bersama-sama dengannya menjalankan pemerintahan provinsi.
Dengan adanya bentukan tersebut semua keluahan-keluhan resmi ke Damaskus berkurang
dan dapat diselesaikan di Madinah. Sebagai tambahannya juga banyak orang yang
berimigrasi ke Madinah dari Iraq untuk mencari perlindungan dari gubernur mereka yang
kejam yaitu Al-Hajjaj bin Yusuf. Selain itu juga pada saat pemerintahannya, ia berhasil
memulihkan keadaan negaranya dan mengkondisikan negaranyaseperti saat 4 khalifah
pertama (Khulafaur Rsyidin) memerintah.
B. Kemunduran dan Keruntuhan Dinasti Umayyah
Masa kejayaan dinasti Umayyah berakhir pada masa pemerintahan Hisyam bin Abdul
Malik (724 – 743 M). Khalifah Hisyam merupakan khalifah ke-3 setelah Mu’awiyah dan
Abdul Malik. Akan tetapi dinasti ini mengalami kehancurannya itu sendiri yaitu pada tahun
750 M. Dengan kematian Hisyam pada tahun 743 M, dinasti Umayyah memasuki fase
kemunduran. Berikut beberapa khalifah yang menggantikan khalifah Hisyam anatara lain:
1. Al-Walid II (1 tahun 3 bulan)
2. Yazid III (16 bulan)
3. Ibrahim bin al-Walid bin Abdul Malik (3 bulan)
4. Marwan II (5 tahun)
Pada saat pemerintahan khalifah Hisyam, konflik-konflik yang ada bisa dikendalikan.
Akan tetapi dengan adanya keempat penggantinya kecuali Marwan II yang telah menjadi
khalifah terakhir terbukti tidak cakap, atau bisa dikatakan tidak bermoral dan rusak. Seperti
khalifah Yazid I ini pada saat pemerintahannya ia lebih suka berburu, pesta minum,
tenggelam dalam alunan music dan puisi dari pada membaca Al-Qur’an atau mengurus
persoalan negara. Selain itu juga seperti Al-Walid II, apapun yang dilakukannya hanyalah
mabuk-mabukan, foya-foya dan juga senang main wanita.
Dengan adanya pergantian khalifah setiap masanya pasti ada banyak sekali
perubahan-perubahan yang terjadi, baik itu perubahan kearah yang positif atau pun negatif.
Karena setiap khalifah yang memerintah pada masa itu memiliki kepribadian masing-masing

11
yang bisa mempengaruhi terhadap pemeritahan. Akan tetapi selain dari kepribadian dari
masing-masing khalifah, ada beberapa faktor juga yang bisa mempengaruhi terhadap
kemunduran dan kehancuran dinasti Umayyah.
C. Faktor Kemunduran Dinasti Umayyah
Adapun beberapa yang menjadi faktor kemunduran dan kehancuran dinasti Umayyah
diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Figur khalifah lemah (rusaknya moral)
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya karena adanya moral-moral pemimpin
yang rusak itu sendiri (Yazid I maupun Al-Walid II) bisa menyebabkan kemunduran
pemerintahan dinasti Umayyah ini.
2. Tidak adanya ketentuan mekanisme pengangkatan khalifah.
Karena tidak adanya aturan yang tegas dan dan pasti tentang peralihan kekusaan
secara turun temurun menimbulkan gangguan yang serius di tingkat negara. Selain itu juga
prinsip senioritas kesukuan Arab klasik dalam persoalan kepemimpinan menjadi penghalang
terbesar. Oleh karena ketidakjelasan sistem pergantian tersebut menyebabkan persaingan
yang tidak sehat dikalangan keluarga istana.
3. Pemindahan ibu kota dari Madinah ke Damaskus (Suriah) (bekas ibu kota Kerajaan
Bizantium)
Dengan adanya pemindahan tersebut mengakibatkan gaya hidup mewah bangsawan
Bizantium mulai mempengaruhi dan ditiru oleh keluarga dinasti Umayyah.
4. Kekecewaan para ulama terhadap penguasa yang tidak memiliki integritas politik dan
keagamaan
5. Perpecahan di masyarakat (Arab Utara dan Arab Selatan)
Perpecahan dua suku ini antara Arab Utara yang disebut Mudariyah yang menempati
Irak dan Arab Selatan Himyariyah yang berdiam di wilayah Suriah. Di zaman Umayyah
persaingan antar etnis itu mencapai puncaknya karena para khalifah cenderung kepada satu
pihak dan menafikan yang lainnya.
6. Ketidakpuasan sejumlah pemeluk Islam non Arab
Mereka yang merupakan pendatang baru dari kalangan bangsa-bangsa yang
dikalahkan mendapat sebutan “Mawali”, suatu status yang menggambarkan inferioritas di
tengah-tengah kangkuhan orang-orang Arab yang mendapat fasilitas dari penguasa Umayyah.
Mereka bersama-sama Arab mengalami beratnya peperangan dan bahkan atas rata-rata orang
Arab, tetapi harapan mereka untuk mendapatkan tunjangan dan hak-hak bernegara tidak

12
dikabulkan. Seperti tunjangan tahunan yang diberikan kepada Mawali ini jumlahnya jauh
lebih kecil dibandingkan tunjangan yang dibayarkan kepada orang Arab.
7. Latar belakang terbentuknya Daulah Umayyah yang tidak bisa pisah dari konflik
politik
Kaum Syiah dan Khawarij terus berkembang menjadi gerakan oposisi yang kuat dan
sewaktu-waktu dapat mengancam keutuhan kekuasaan Umayyah. Disamping menguatnya
kaum Abbasiyah pada masa akhir-akhir kekuasaan Bani Umayyah yang semula tidak
berambisi untuk merebut kekuasaan, bahkan dapat menggeser kedudukan bani Umayyah
dalam memimpin umat.
8. Munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan al-Abbas ibn Abd. Al-
Muthalib
Gerakan ini mendapat dukungan penuh dari Bani Hasyim dan golongan Syi’ah dan
kaum Mawali yang merasa dikelas duakan oleh pemerintah bani Umayyah.
9. Melemahnya kekuatan militer Suriah
D. Dampak Kehancuran Terhadap Pendidikan Islam
Pada masa pemerintahan dinasti Umayyah tidak sedikit dari para ilmuwan dan
cendekiawan yang pernah memberikan pendidikan kepada anak didiknya. Karena didikan
dan ajaran dari mereka tidak sedikit anak-anak yang berhasil atau bahkan memiliki ilmu yang
bisa dimanfaatkan untuk masa depan mereka. Beberapa ilmuwan dan cendekiawan yang
terkenal pada masa Umayyah tersebut antara lain:
1. Marwan Abd. Malik bin Habib (pakar sejarah)
2. Abu Qosim Al-Zahrawi (ahli kedokteran)
3. Abu Qosim Abbas bin Farhas (ahli kimia)
4. Abu Bakar Muhammad bin Umar (ahli sejarah)
Akan tetapi setelah sepeninggal keempat cendekiawan tersebut tidak ada lagi para
tokoh ilmuwan yang bisa memberikan ilmu dan meneruskannya dalam dunia pendidikan.
Karena alasan tersebut banyak dari masyarakat pada masa Umayyah yang tidak bisa memiliki
pendidikan yang layak atau bahkan kurang dan juga tidak ada lagi sosok atau tokoh yang bisa
menjadi penerus dalam dunia pendidikan seperti mereka.

Berdirinya Dinasti Abbasiyah


A. Masa Pemerintahan Dinasti Abbasiyah
Tampilnya dinasti Abbasiyah ini merupakan pemegang kekhalifahan yang
menggantikan dinasti Umayyah. Adanya pergantian pada masa ini membawa corak baru

13
dalam budaya Islam, terutama dalam bidang pendidikan. Pemindahan ibu kota pemerintahan
dari Damaskus ke Baghdad merupakan awal dari perubahan yang terjadi pada masa
Abbasiyah. Dinasti ini mulai berkuasa pada tahun 132 -656 H / 750 – 1258 M.
Selama dinasti ini berkuasa pola pemerintahan yang diterapkan berbeda dari masa ke
masa sesuai dengan perubahan politik, sosial dan budaya. Disini para sejarawan membagi
pemerintahan dinasti Abbasiyah ini menjadi 5 periode. Alasan mengapa mereka membagi
menjadi 5 periode dikarenakan supaya dalam memahami sejarah pemerintahan dinasti
Abbasiyah ini bisa menjadi lebih mudah dan efektif. Selain itu pembagian periode ini
dikarenakan beberapa faktor seperti faktor keturunan dan faktor kerajaan Abbasiyah yang
sukses. Adapun pembagian kelima periode tersebut antara lain:
1. Periode pertama (132-232 H / 750-847 M)
Periode ini disebut periode pengaruh Persia pertama. Pada periode ini pemerintahan
bani Abbasiyah mencapai masa keemasan. Para khalifah adalah tokoh yang kuat dan
merupakan pusat kekuasaan politik dan agama. Selain itu pada periode ini berhasil
menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam islam dan
lebih menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam dari pada peluasan wilayah.
2. Periode kedua (232-334 H / 847-945 M)
Pada periode ini disebut masa pengaruh Turki pertama.Masa pemerintahannya
dimulai dari khalifah al-Mutawakkil sampai al-Mukhtaqi. Akan tetapi pada masa ini para
khalifah lemah sehingga kekuasaan mudah untuk diambil alihorang-orang Turki. Dari
periode kedua ini ada beberapa faktor yang menjadi penyebab keruntuhan dinasti Abbasiyah
ini antara lain: (a) Para khalifah tidak memiliki kekuatan dankewibawaan, (b) Luasnya daerah
kekuasaan yang harus dikendalikan,sementara komunikasinya lambat, (c) Ketergantungan
terhadap militer sangat tinggi, (d) Kesulitan keuangan karena beban pembiayaan tentara
sangat besar, dan (e) Munculnya beberapa pemberontakan.
3. Periode ketiga (334-447 H / 945-1055 M)
Periode ini berada dibawah kekuasaan Dinasti Buwaihi atau bisa disebut dengan masa
pengaruh Persia kedua.Keadaan lebih buruk dari sebelumnya (aliran Syiah).Pusat
pemerintahan dipindahkan ke Syiraz (tempat Ali bin Buwaihi berkuasa). Dan pada periode
ini ilmu pengetahuan, ekonomi, pertanian, dan perdangangan mengalami kemajuan.
4. Periode keempat (447-590 H / 1055-1194 M)
Periode ini dikuasai oleh Bani Seljuk atau disebut pengaruh Turki kedua. Pada
periode ini keadaan membaik terutama dalam hal kewibawaan bidang agama. Akan tetapi

14
kekuasaan Seljuk melemah karena konflik-konflik internal. Dan kekuasaan khalifah mulai
kuat kembali (Irak).
5. Periode kelima (590-656 H / 1194-1258 M)
Periode ini adalh periode yang bebas dan tidak berada dibawah kekuasaan siapapun.
Tetapi kekuasaannya hanya efektif disekitar kota Baghdad. Pada periode ini kekuasaan
menjadi lebih sempit dan melemahkan politik. Selain itu muncul pimpinan Hulagu Khan
(tentara Mongol) untuk menghancurkan kekuasaan Abbasiyah (10 Februari 1258 M).
Disamping itu ada banyak sekali khalifah yang berperan pada masa dinasti Abbasiyah ini,
diantaranya adalah:
1. Abu al-Abbas Abdullah bin Muhammad as-Saffah (721-754 M), pendiri Abbasiyah
2. Abu Ja’far al-Manshur (750-775 M)
3. Al-Mahdi (775-785 M)
4. Musa Al-Hadi (785-786 M)
5. Harun ar-Rasyid (786-809 M)
6. Al-Amin (809-813 M)
7. Al-Ma’mun (813-833 M)
8. Al-Mu’tasim (833-842 M)
9. Al-Mutawakkil (847-861 M)
10. Al-Muntasir (861-862 M)
11. Al-Musta’in (862-866 M)
12. Al-Mu’tazz (866-869 M)
13. Al-Muhtadi (869-870 M)
14. Al-Mu’tamid (870-892 M)
15. Al-Mu’tadid (892-902 M)
16. Al-Muktafi (902-908 M)
17. Al-Muqtadir (908-932 M)
18. Al-Qahir (932-934 M)
19. Ar-Radi (934-940 M)
20. Al-Muttaqi (940-944 M)
21. Al-Mustakfi (944-946 M)
22. Al-Muti (946-974 M)
23. At-Ta’I (974-991 M)
24. Al-Qadir (991-1031 M)
25. Al-Qa’im (1031-1075 M)
15
26. Al-Muqtadi (1075-1094 M)
27. Al-Mustazhir (1094-1118 M)
28. Al-Mustarsyid (1118-1135 M)
29. Ar-Rasyid (1135-1136 M)
30. Al-Muqtafi (1136-1160 M)
31. Al-Mustanjid (1160-1170 M)
32. Al-Mustadi (1170-1180 M)
33. An-Nasir (1180-1225 M)
34. Az-Zahir (1225-1226 M)
35. Al-Mustansir (1226-1242 M)
36. Al-Musta’sim Billah (1242-1258 M
B. Faktor-faktor Kehancuran Dinasti Abbasiyah
Dalam sejarah Islam jatuhnya dinasti Abbasiyah dianggap berakhirnya zaman
keemasan Islam. Beberapa kejadian seperti adanya serangan militer Hulagu Khan dari
kerajaan Mongol dan Asia Tengah bukanlah satu-satunya penyebab hancurnya dinasti
Abbasiyah. Akan tetapi ada beberapa faktor yang menjadi pemicu hancurnya dinasti
Abbasiyah, antara lain:
1. Faktor Internal
Faktor internal ini adalah faktor yang berasal dari dalam pemerintahan Islam itu sendiri.
Adapun faktor-faktor internal itu diantaranya:
a. Konflik internal keluarga istana
Adanya perebutan kekuasaan diantara anak-anak khalifah ini sebenarnya sudah ada
ketika Harun al Rasyid wafat. Akan tetapi konflik keluarga yang paling berpengaruh dan
membuat kehancuran dan bahkan kehancuran dinasti Abbasiyah adalah konflik antar anak
khalifah pada masa Buwaihi.
b. Tampilnya dominasi militer
Lemahnya khalifah-khalifah Abbasiyah tidak mampu mengimbangi kekuatan militer
yang semakin berkuasa. Selain itu juga bisa memberikan peluang kepada tentara professional
asal Turki untuk mengambil alih pemerintahan.
c. Permasalahan keuangan
Keuangan dinasti Abbasiyah mengalami kemunduran yang bersamaan dengan bidang
politik. Sebelumnya pada periode pertama dinasti ini adalah dinasti yang kaya. Karena
adanya perkembangan peradaban dan kebudayaan yang besar dari periode ini mendorong

16
penguasa hidup mewah-mewah sehingga keadaan keuangan semakin menjadi sulit karena
pengeluarannya lebih besar dibandingkan dengan pemasukan negara.
d. Berdirinya dinasti-dinasti kecil
Karena adanya pemerintahan khalifah yang lemah banyak muncul pemberontakan-
pemberontakan diberbagai daerah yang ingin membentuk dinasti-dinasti kecil yang
melepaskan diri dari bani Abbasiyah.
e. Luasnya wilayah
Luasnya wilayah yang harus dikendalikan merupakan suatu penyebab lambatnya
penyampaian informasi dan komunikasi. Ini semua bukan tidak dapat diatasi, melainkan
suatu syarat untuk menyatukan suatu wilayah yang sangat luas adalah harus ada suatu tingkat
saling percaya yang tinggi di kalangan penguasa-penguasa utama dan para pelaksana
pemerintahan.
f. Fanatisme keagamaan
Adanya fanatisme ini berkaitan dengan persoalan kebangsaan. Munculnya gerakan
Zindik ini menggoda rasa keimanan para khalifah. Konflik yang dilatarbelakangi agama tidak
terbatas antar muslim dan Zindik ataupun Ahlusunnah dan Syi’ah tetapi juga aliran-aliran
dalam islam sehingga Mu’tazilah yang cenderung rasional dituduh sebagai pembuat bid’ah
oleh golongan salaf.
2. Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar pemerintahan kerajaan. Adapun
faktor-faktor tersebut antara lain:
a. Perang salib
Perang salib adalah simbol perang agama yang timbul atas ketidaksenangan
komunitas Kristen terhadap perkembangan Islam di Eropa.
b. Serangan tentara Mongol
Setelah perang salib, perlawanan tentara Mongol ke wilayah kekuasaan Islam, gereja-
gereja Kristen berasosiasi dengan orang Mongol yang sangat anti pada Islam sehingga
Mongol memporak-porandakan kota-kota yang menjadi pusat pendidikan Islam.
C. Dampak Kehancuran Abbasiyah terhadap Pendidikan Islam
Para sejarawan menetapkan bahwa kejatuhan Baghdad di Timur (1258 M) dan
Cordoba di Barat (1236 M) sebagai awal periode kemunduran itu. Selain itu kemunduran
pendidikan dijadikan salah satu tanda adanya kemunduran intelektual. Karena runtuh dan
hancurnya dinasti Abbasiyah ini menjadi penyebab sendi-sendi pendidikan Islam ini juga ikut

17
runtuh dan melemahkan pemikiran Islam. Adapun penyebab runtuhnya sendi pendidikan
islam itu antara lain:
1. Telah berlebihnya filsafat Islam (bersifat sufistik)
2. Sedikitnya kurikulum Islam
3. Tertutupnya pintu ijtihad

18
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Pendidikan pada masa khalifah Abu Bakar tidak jauh berbeda dengan pendidikan
pada masa Rasulullah. Pada masa khalifah Umar bin Khattab, pendidikan sudah lebih
meningkat dimana pada masa khalifah Umar guru-guru sudah diangkat dan digaji untuk
mengajar ke daerah-daerah yang baru ditaklukkan.
Pada masa khalifah Ustman bin Affan, pendidikan diserahkan pada rakyat dan sahabat
tidak hanya terfokus di Madinah saja, tetapi sudah dibolehkan ke daerah-daerah untuk
mengajar. Pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib, pendidikan kurang mendapat perhatian, ini
disebabkan pemerintahan Ali selalu dilanda konflik yang berujung kepada kekacauan.
Muawiyah Ibn Abu Sufyan merupakan kholifah pertama Dinasti Umayah. Ia dikenal
sebagai politikus yang handal dan banyak melakukan kebijakan baru terhadap sistem
pemerintahan islam setelah masa khulafaur rasyidin. Baik kebijakan yang sesuai norma
keislaman seperti memajukan dan mensejahterakan rakyat maupun yang bertentangan dengan
hati nurani rakyat.
Masa kepemimpinan dinasti Umayah selama 91 tahun dengan 14 kholifah. Sisttem
pemerintahan yang menonjol adalah turun temurun. Pusat pendidikan pada masa Dinasti
Umayah antara lain: Kuttab, Masjid, Majlis sastra , perpustakaan, badiah, rumah sakit. Dan
juga pada masa Dinasti ini banyak sekali kemajuan yang dicapai Diantaranya dalam bidang
administrasi pemerintahan, organisasi keuangan, pembagian wilayah, bidang sosial dan
budaya dan juga dorongan yang kuat terhadap dunia pendidikan dengan menyediakan sarana
dan prasarana yang memadai.
Berdirinya Daulah Abbasiyah diawali dengan dua strategi, yaitu: satu dengan sistem
mencari pendukung dan penyebaran ide secara rahasia,ini sudah berlangsung sejak akhir abad
pertengahan hijriah yang dipusatkan di Al Hamimah. Sedangkan strategi kedua dilanjut
dengan terang-terangan dan himbauan di forum-forum resmi untuk mendirikan Daulah
Abbasiyah berlanjut dengan peperangan melawan Daulah Umaiyah.
Sistem pemerintahan bani Abbasiyah meniru cara Umawiyah. Dasar-dasar pemerintah
Abbasiyah diletakkan oleh khalifah kedua, Abu Ja’far Al-Mansyur. Sistem politik Abbasiyah
yang dijalankan antara lain: Para khalifah tetap dari turunan Arab murni, kota Baghdad
sebagai ibu kota negara yang menjadi pusat kegiatan politik, ilmu pengetahuan dipandang

19
sebagai sesuatu yang sangat penting, kebebasan berpikir seperti HAM diakui penuh, dan para
mentri turunan Persia diberi hak penuh dalam menjalankan pemerintahan.

Saran
Kami menghimbau kepada teman-teman seperjuangan untuk mencari lebih luas lagi
tentang “Peradaban Awal Islam” yang belum dapat kami bahas pada makalah ini. Demikian
yang dapat kami uraikan pada makalah ini, mudah-mudahan dapat memberi manfaat bagi
kami dan yang mengkaji makalah ini. Dalam pembuatan makalah ini pasti banyak
kekurangan, untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi
penyempurnaan pada penulisan karya ilmiah mendatang.

20
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Syalaby, Sejarah Kebudayaan Islam, Al-husna Zikra (Jakarta, 2000), h. 266.

Al Abrasi, Athiyya. 1993. Tarbiyah Al Islamiyah, Terjemahan Bustami A. Ghani. Jakarta:


Bulan Bintang

Anwar, Saipul. Dalam PDF Karya ilmiah, Pendidikan Islam Masa Dinasti Umayah

Asama Hasan Fahmi, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, t.th), h.
30.

Badri Yatim, Op. cit., h. 37.

Hanun Asrohah, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Wacana Ilmu, 2001), h. 36.

http://biskandar.blogspot.com/2013/12/pola-pendidikan-islam-periode-dinasti.html?m=1

Karsidjo Djojosuwarno, Life of Omar the Geat, terjemahan (Bandung, 1981), h. 387.

Langgulung, Hasan. 1980. Pendidikan Islam Menghadapi Abad-21. Jakarta: Pustaka Al


Husna

Langgulung, Hasan. 1998. Asas-Asas Pendidikan Islam. Jakarta: Pustaka Husna

Langgulung, Hasan. 2001. Pendidikan Islam Dalam abad Kesatu. Jakarta: Al-Husna Zikra

Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Hidayakarya Agung, 1989), h. 18.

Muhammad Syadid, Konsep Pendidikan Dalam Al-Qur’an, terj. (Jakarta: Penebar Salam,
2001), h. 37

Nizar, Samsul. 2008. Sejarah Pendidikan Islam Menelusuk Jejak Sejarah Pendidikan Era
Rasulullah Sampai Indonesia, Jakarta: kencana

Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama atau IAIN di Jakarta.
1986. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan
Kelembagaan Agama Islam

Salabi, Ahmad. 1972. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Bulan Bintang

Sejarah Pendidikan Islam Prof.Dr.H.Samsul Nizar, M.Ag

21
Sukarno dan Ahmad Supardi, Sejarah dan Filsafat Islam, (Bandung: Angkasa t.th), h. 51.

Sunanto, Musyrifah. 2004. Sejarah Islam Klasik Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam.
Jakarta: Kencana

Yunus, Mahmud. 1989. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Hida Karya Agung

Zuhairini. 1992. Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara

22

Anda mungkin juga menyukai