Anda di halaman 1dari 22

KEPERAWATAN HIV-AIDS

KONSEP VCT DAN KONSELING BAGI ODHA SERTA PERILAKU BERESIKO

Dosen Pembimbing :

Maria Ulfa Azhar, S.Kep., Ns., M.Kep

Oleh :

Kelompok 3

Triyasni Listia Harun 70300118003

Eka Nur Latifah 70300118012

Nadia Hamrawati Hamzah 70300118019

Yusni Pratiwi 70300118026

Nurhalizah 70300118033

PROGRAM STUDI STRATA-1 KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN & ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh,

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang
telah melimpahkan nikmat, taufik, serta hidayah-Nya yang sangat besar
sehingga kami pada akhirnya bisa menyelesaikan makalah yang berjudul
‘KONSEP VCT DAN KONSELING BAGI ODHA SERTA PERILAKU
BERESIKO’ pada mata kuliah KEPERAWATAN HIV-AIDS
Rasa terima kasih juga kami ucapkan kepada dosen pembimbing yang
selalu memberikan dukungan serta bimbingannya sehingga makalah ini dapat
disusun dengan baik. Semoga makalah yang telah kami susun ini turut
memperkaya khazanah serta bisa menambah pengetahuan dan pengalaman
para pembaca.
Selayaknya kalimat yang menyatakan bahwa tidak ada sesuatu yang
sempurna. Maka dari itu kami mengharapkan saran serta masukan dari para
pembaca sekalian demi penyusunan makalah yang lebih baik lagi.

Wassalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh,

Samata,16 Juni 2020

Kelompok 3

2 | Konsep Vct Dan Konseling Bagi Odha Serta Perilaku Beresiko


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................... 2

DAFTAR ISI ..................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 4

A. LATAR BELAKANG ............................................................................... 4

B. RUMUSAN MASALAH ........................................................................... 5

C. TUJUAN ................................................................................................ 6

BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................... 7

A. VOLUNTARY COUNSELING AND TESTING (VCT) ................................ 7

1. Pengertian Voluntary Counseling and Testing (VCT) ............................... 7

2. Tujuan Voluntary Counseling and Testing (VCT) ..................................... 8

3. Sasaran Voluntary Counseling and Testing (VCT) ................................... 9

4. Prinsip Voluntary Counseling and Testing (VCT) ................................... 10

5. Model Pelayanan Voluntary Counseling and Testing (VCT).................... 12

6. Langkah-Langkah Voluntary Counseling and Testing (VCT)................... 15

B. PERILAKU BERESIKO......................................................................... 18

BAB III PENUTUP.......................................................................................... 19

A. KESIMPULAN ...................................................................................... 19

B. SARAN ................................................................................................ 19

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 20

3 | Konsep Vct Dan Konseling Bagi Odha Serta Perilaku Beresiko


BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
HIV/AIDS sudah lama menjadi isu yang menyita perhatian berbagai
kalangan, utamanya pada sektor kesehatan. Pada tahun 2018 ada 37,9 juta
(32,7 juta-44 juta) orang yang hidup dengan HIV. 36,2 juta (31,3 juta-42,0
juta) orang dewasa, dan 1,7 juta (1,3 juta-2,2 juta) anak-anak usia dibawah
15 tahun. 79% (66-92%) dari semua orang yang hidup dengan HIV
Mengetahui status HIV mereka dan sekitar 8,1 juta orang tidak tahu bahwa
mereka hidup dengan HIV. Pada tahun 2018, sekitar 770.000 (570.000-1,1
juta) orang mennggal dunia akibat penyakit AIDS di seluruh dunia. Kematian
terkait AIDS telah menurun sebesar 33% sejak 2010. (UNAIDS, 2019)
Di Indonesia, Infeksi HIV telah menjadi masalah kesehatan yang
memerlukan perhatian, dan pertambahan penderitanya kian meroket. Kasus
HIV/AIDS di Indonesia sudah berlangsung bertahun-tahun karena masih
terdapat faktor-faktor yang memudahkan penularannya. Hubungan seks yang
tidak aman, penyalahgunaan NAPZA suntik, dan transfusi darah merupakan
beberapa cara penularan infeksi penyakit HIV. (Pratiwi & Rochmaniah, 2016)
Laporan Kementrian Kesehatan tentang perkembangan HIV/AIDS jumlah
kasus HIV di Indonesia sebanyak 32.711 orang dan penderita AIDS 5.494
orang. Dengan rasio laki-laki : perempuan adalah 1:1, dengan persentase
faktor resiko tertinggi adalah hubungan seks beresiko pada heteroseksual
(81,3%), Lelaki Seks Lelaki (LSL) (5,1%), dari ibu positif HIV ke anak (3,5%)
dan pengguna jarum suntik pada penasun (3,3%). (Kementrian Kesehatan,
2015)
Di Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2017 tercatat ada 333 orang
yang terdiagnosa HIV. Data statistic menunjukkan bahwa pada tahun 2017 di
Provinsi Sulawesi Selatan terdapat 2.551 orang hidup dengan HIV/AIDS dan
390 kasus yang meninggal dunia dengan case rate 26.50%. (Sriwahyuni &
Lindriani, 2020) Kota Makassar termasuk Kbupaten/Kota dengan kasus HIV
tertinggi di Sulawesi Selatan dengan jumlah kasus sebanyak 6428 (82%)
dengan peningkatan jumlah kasus rata-rata 25-30 kasus baru setiap
tahunnya. (Naim, 2017)

4 | Konsep Vct Dan Konseling Bagi Odha Serta Perilaku Beresiko


Upaya pemerintah Indonesia dalam menanggapi peningkatan epidemic
HIV/AIDS pada populasi beresiko dan adanya gejala perluasan pada
populasi tertentu. Program konseling dan tes HIV atau VCT dianggap
sebagai jalan bagi masyarakat untuk memperoleh akses kesemua layanan
HIV/AIDS, penemuan kasus secara dini, dalam pencegahan HIV.
Pengobatan ARV dan peberian VCT statis maupun mobile VCT, merupakan
upaya yang dilakukan untuk mendeteksi secara dini kasus HIV/AIDS. Akan
tetapi pada pelaksanaannya minat masyarakat untuk melakukan VCT masih
Rendah, sehingga menyebabkan terhambatnya upaya pecegahan dan
pengendalian HIV/AIDS. (Oktaviani & Asnindari, 2018)
Pengetahuan tentang adanya VCT masih sangat rendah yaitu 6,2%. Tiga
provinsi dengan persentase tinggi yaiu provinsi Papua Barat (24,2%), Papua
(19,6%), dan DI Yogyakarta (16,7%). Provinsi denga persentase rendah
adalah provinsi Lampung (1,8%), Jambi (3,0%), Sulawesi Barat dan
Kalimantan Selatan (masing-masing 3,1%). Pengetahuan tentang adanya
VCT tertinggi pada kelompok Umur 15-24 Tahun Yaitu 7,6%. Pengetahuan
lebih tinggi pada laki-laki yang berstatus belum kawin, tinggal diperkotaan,
berpendidikan lebih tinggi, bekerja sebagai pegawai, juga pada yang masih
sekolah, dan pada penduduk dengan status ekonomi lebih tinggi.
(Pangaribuan, 2017)
Pemanfaatan klinik VCT di Provinsi Sulawesi Selatan sebanyak 5.704
kunjungan atau 2,8% dari kunjungan klinik VCT Secara Nasional. Menurut
data dari salah satu Rumah sakit yang ada di Makassar yakni RS Labuang
Baji yang diambil dari Januari-Oktober 2018 pasien ODHA yang rutin
melakukan pemeriksaan VCT sebanyak 2.587 dan dilihat kunjungan rumah
sakit untuk pasien HIV semakin meningkat. (Kandacong, et al., 2019)
Karena pengetahuan masyarakat tentang Voulentary Counseling and
Testing (VCT) masih kurang, maka dari itu materi tentang VCT penting untuk
dibahas. Untuk mengetahui hal-hal yang terkait dengan VCT dan manfaat
yang diperoleh dari konseling ini.
B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah dari makalah ini, antara lain:
1. Apa yang dimaksud Voluntary Counseling and Testing (VCT)?
2. Apa saja tujuan dari Voluntary Counseling and Testing (VCT)?

5 | Konsep Vct Dan Konseling Bagi Odha Serta Perilaku Beresiko


3. Siapa saja yang termasuk sasaran Voluntary Counseling and Testing
(VCT)?
4. Apa saja yang termasuk prinsip Voluntary Counseling and Testing (VCT)?
5. Bagaimana model pelayanan Voluntary Counseling and Testing (VCT)?
6. Bagaimana langkah-langkah pelaksanaan Voluntary Counseling and
Testing (VCT)?
7. Apa saja yang termasuk perilaku beresiko HIV/AIDS?
C. TUJUAN
Adapun Tujuan dari makalah ini, antara lain:
a. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud Voluntary Counseling and
Testing (VCT)
2. Untuk mengetahui apa saja tujuan dari Voluntary Counseling and
Testing (VCT)
3. Untuk mengetahui siapa saja yang termasuk sasaran Voluntary
Counseling and Testing (VCT)
4. Untuk mengetahui apa saja yang termasuk prinsip Voluntary
Counseling and Testing (VCT)
5. Untuk mengetahui bagaimana model pelayanan Voluntary Counseling
and Testing (VCT)
6. Untuk mengetahui bagaimana langkah-langkah pelaksanaan Voluntary
Counseling and Testing (VCT)
7. Untuk mengetahui apa saja yang termasuk perilaku beresiko HIV/AIDS
b. Tujuan Umum
1. Bagi pembaca
Sebagai bahan referensi atau sumber ilmu baru yang dapat menjadi
pengetahuan dan bahan pembelajaran.
2. Bagi penulis
Sebagai bahan pelajaran baru yang dapat didiskusikan bersama
diruang kuliah dan sebagai bahan pembelajaran untuk melaksanakan
praktik di lapangan.
3. Bagi masyarakat
Sebagai sumber acuan dan sumber informasi sehingga bisa menjadi
lebih informative dan efektif.

6 | Konsep Vct Dan Konseling Bagi Odha Serta Perilaku Beresiko


BAB II
PEMBAHASAN

A. VOLUNTARY COUNSELING AND TESTING (VCT)


1. Pengertian Voluntary Counseling and Testing (VCT)
Voluntary Counseling and Testing adalah kepanjangan dari VCT yang
merupakan kegiatan sukarela untuk melakukan tes darah HIV yang
didahului konseling. Ada tiga unsur pokok VCT, yaitu sukarela, konseling
dan tes darah. VCT bisa dilaksanakan setelah klien mendapat penjelasan
yang cukup tentang HIV/AIDS dan bersedia menandatangan surat
persetujuan (informed consent). (Hidayah, 2016)
VCT adalah suatu pembinaan dua arah atau dialog yang berlangsung
tak terputus antara konselor dan kliennya dengan tujuan untuk
pencegahan HIV dan AIDS, mengurangi kegelisahan, meningkatkan
persepsi dan pengetahuan mereka tentang faktor-faktor penyebab
seseorang terinfeksi HIV, dan upaya untuk pengembangan perubahan
prilaku. Pelayanan tersebut secara dini mengarahkan mereka menuju ke
program pelayanan dukungan termasuk akses terapi antiretroviral, serta
membantu mengurangi stigma dalam masyarakat. (Umam & Yulia Irvani
Dewi, 2015)
Konseling dan tes HIV atau Voluntary Counseling and Testing HIV
(VCT) adalah kegiatan konseling yang menyediakan layanan Psikologis,
informasi dan pengetahuan HIV / AIDS, mencegah penularan HIV,
mempromosikan perubahan perilaku yang bertanggung jawab,
pengobatan Anti Retro Viral (ARV) dan memastikan berbagai masalah
terkait dengan HIV / AIDS yang bertujuan untuk perubahan perilaku ke
arah perilaku lebih sehat dan aman. (Novita, 2017)
Konseling dan tes HIV merupakan komponen kunci dalam program
HIV, konseling dan tes HIV juga memberi kesempatan orang untuk
menilai risiko terinfeksi HIV , mendapatkan informasi tentang penularan
HIV dan untuk menentukan cara pencegahan penularan HIV dimasa
depan. (Novita, 2017)
VCT merupakan tes HIV yang dilakukan atas inisiasi dari klien di klinik
VCT, yang didahului oleh konseling pra testing atau pemberian informasi
HIV sebelum tes. Selanjutnya pelaksanaan tes HIV dengan persetujuan
klien, dan konseling pasca testing berupa penyampaian hasil dan

7 | Konsep Vct Dan Konseling Bagi Odha Serta Perilaku Beresiko


pemberian nformasi HIV dan akses rujukan selanjutnya apabila hasilnya
positif. VCT dilakukan secara sukarela dan konfidensial.Pelayanan VCT
dapat dikembangkan diberbagai layanan terkait yang dibutuhkan
misalnya layanan IMS, layanan TB, layanan PDP, program penjangkauan
dan setting lainya. Layanan VCT dapat diimplementasikan dalam
berbagai setting dan sangat tergantung pada kondisi dan situasi daerah
setempat, kebutuhan masyarakat dan profil klien, seperti individual atau
pasangan, perempuan atau laki-laki, dewasa atau anak muda. (Hidayah,
2016)
2. Tujuan Voluntary Counseling and Testing (VCT)
Dalam (Hidayah, 2016) Tujuan dilakukannya VCT antara lain:
a) Menyediakan dukungan psikologis misalnya dukungan yang berkaitan
dengan kesejahteraan emosi, psikologik, sosial dan spiritual
sesesorang yang mengidap virus HIV atau virus lainya.
b) Mencegah penularan HIV dengan menyediakan informasi tentang
perilaku beresiko (seperti seks aman atau penggunaan jarum suntik
bersama) dan membantu orang dalam mengembangkan keterampilan
pribadi yang diperlukan untuk perubahan perilaku dan negosiasi
praktik lebih aman.
c) Memastikan pengobatan yang efektif sedini mungkin, termasuk
alternative pemecahan berbagai masalah.
Metode pencegahan transmisi HIV salah satunya adalah dengan
metode konseling dan tes HIV melalui program VCT (Voluntary
Counseling and Testing). Program Voluntary Counseling and Testing
(VCT) atau konseling dan pemeriksaan HIV secara sukarela adalah
proses konseling yang berlangsung sebelum, selama, dan sesudah
seseorang menjalani pemeriksaan darah untuk mengetahui apakah ia
telah terinfeksi HIV. VCT bertujuan agar seseorang mengetahui kondisi
kesehatan klien sejak dini, serta dapat mengantisipasi kemungkinan
terburuk terhadap dirinya apabila hasil pemeriksaan positif. Selain itu,
VCT juga dapat dimanfaatkan untuk mendapatkan informasi mengenai
HIV atau membantu seseorang mencari pelayanan dan bantuan yang
sesuai. (Magfirah & Anita, 2016)

8 | Konsep Vct Dan Konseling Bagi Odha Serta Perilaku Beresiko


Penguatan Agama Melalui Nasihat dan Bimbingan Konseling Islam

Artinya: “ Hai manusia, Sesungguhnya telah datang kepadamu


pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang
berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang
beriman”. (QS. Yunus:57)
Kandungan surat Yunus ayat 57 menjelaskan tentang kandungan Al-
Quran mengenai pelajaran, obat, petunjuk bagi para pemeluknya serta
akan mendatangkan rahmat berupa karunia dan kasih sayang, mengarah
pada bentuk dan proses konseling. Namun secara implisit ayat tersebut
diketahui mengandung konsep tentang model pelaksanaan bimbingan
dan konseling Islam. Pada proses bimbingan dan konseling Islam yang
diberikan oleh seorang konselor kepada klien tentunya memiliki ragam
bentuk seperti memberikan pengajaran, petunjuk terhadap masalah yang
dihadapi klien, dan membantu klien mengobati segala bentuk persoalan
yang klien hadapi. (Rukiah, 2019)
Bimbingan dan Konseling Islam difokuskan pada pemberian bantuan
kepada klien dalam meghadapi dan kesulitan dari dalam diri, karena
apabila kesulitan tertentu berlangsung secara terus menerus dan tidak
mendapat penyelesaian, terancamlah kebahagian hidup dan akan timbul
gangguan-gangguan mental. (Rukiah, 2019)
3. Sasaran Voluntary Counseling and Testing (VCT)
Konseling ditujukan untuk merek Yang sudah terinfeksi HIV dan
keluarganya, mereka yang akan dites HIV, mereka yang mencari
pertolongan karena melaukan tindakan berisiko di masa lalu, dan
merencakan masa depannya, mereka yang tidak mencari pertolongan
tetapi berisiko tinggi. (Indriyani, 2012)
Dalam (Indriyani, 2012) Sasaran konseling dalam VCT adalah:
1. Memberikan kesempatan klien mengenali dan mengekspresikan
perasaan mereka
2. Memberi informasi tentang narasumber atau lembaga, baik
pemerintah maupun LSM yang dapat membantu kesulitan dalam
berbagai aspek

9 | Konsep Vct Dan Konseling Bagi Odha Serta Perilaku Beresiko


3. Membantu klien menghubungi narasumber atau lembaga yang
dimaksud
4. Membantu klien memperoleh dukungan dari jaringan social, keluarga
dan teman
5. Membantu klien mengatasi kesedihan dan kehilangan
6. Memberikan advokasi pada klien untuk mencegah penyebaran
infeksi
7. Meningatkan klien atas hak hukumnya
8. Membantu klien memelihara kendali atas hidupnya
9. Membantu klien menemukan arti hidupnya
4. Prinsip Voluntary Counseling and Testing (VCT)
Ada beberapa prinsip yang harus dipatuhi dalam pelayanan VCT
dalam (Hidayah, 2016), yakni VCT harus dilakukan dengan :
1. Sukarela, tanpa paksaan,
2. Kerahasiaan terjamin: proses dan hasil tes rahasia dalam arti hanya
diketahui dokter/konselor dan klien,
3. Harus dengan konseling,
4. VCT tidak boleh dilakukan tanpa adanya konseling atau dilakukan
secara diam-diam, dan harus ada persetujuan dari pasien dalam
bentuk penandatanganan lembar persetujuan (informed consent).
Prinsip-prinsip dalam konseling harus berkenaan dengan sasaran
pelayanan, masalah individu, tujuan dan proses penanganan masalah,
program pelayanan, dan pelaksanaan pelayanan. Sedangkan prinsip
dasar dalam Voluntary Counseling And Testing dalam (Retnaningsih,
2016) ada 4, yaitu :

1) Rahasia, Hasil pemeriksaan hanya boleh diketahui oleh yang


bersangkutan dan konselor yang menanganinya. Boleh dibukakan
statusnya kepada orang lain, dengan melalui persetujuan dari yang
bersangkutan atau yang bersangkutan menyampaikan sendiri.
2) Sukarela, Untuk tes HIV sifatnya sukarela (voluntary), tidak ada
paksaan dari konselor. Konselor hanya mengajaknya secara
persuasive, terutama bagi klien yang memiliki risiko tinggi untuk
terpapar HIV.

10 | Konsep Vct Dan Konseling Bagi Odha Serta Perilaku Beresiko


3) Konseling, Mempelajari pengalaman pengalaman hidup klien,
dalam mengatasi permasalahan yang dapat menimbulkan stres
atau depresi pada dirinya. Mempelajari latar belakang perilaku
berisiko klien termasuk diantaranya kemungkinan-kemungkinan
melukai diri sendiri atau melukai orang lain, seandainya hasilnya
positif. Menilai pemahaman klien mengenai HIV/AIDS, konseling,
keuntungan-keuntungannya melakukan VCT, dll.
4) Persetujuan, Klien harus mengisi formulir persetujuan untuk
melakukan tes (inform concent), yang kemudian akan
ditandatangani oleh klien dan konselor. Namun selain prinsip dasar
tersebut prinsip-prinsip yang lainnya adalah empati, mendengarkan,
memberikan informasi yang tepat, dan alih tangan.
Prinsip layanan konseling bagi penderita HIV dalam (Febriani, 2017)
adalah sukarela, yang terdiri dari:
a. Sukarela dalam melaksanakan testing HIV
Pemeriksaaan HIV hanya dilaksanakan atas dasar kerelaan klien,
tanpa paksaan, dan tanpa tekanan. Keputusan untuk dilakukan
testing terletak ditangan klien. Kecuali testing HIV pada donor darah
di unit transfusi dan transplantasi jaringan, organ tubuh dan sel.
Testing dalam VCT bersifat sukarela sehingga tidak
direkomendasikan untuk testing wajib pada pasangan yang akan
menikah, pekerja seksual, IDU, rekrutmen pegawai/ tenaga kerja
Indonesia, dan asuransi kesehatan.
b. Saling mempercayai dan terjaminnya konfidensialitas
Layanan harus bersifat profesional, menghargai hak dan martabat
semua klien. Semua informasi yang disampaikan klien harus dijaga
kerahasiaannya oleh konselor dan petugas kesehatan, tidak
diperkenankan didiskusikan diluar kontesk kunjungan klien. Semua
informasi tertulis harus disimpan dalam tempat yang tidak dapat
dijangkau oleh mereka yang tidak berhak. Untuk penanganan kasus
klien selanjutnya dengan seizin klien, informasi kasus dari diri klien
dapat diketahui.
c. Mempertahaknkan hubungan relasi konselor-klien yang efektif
Konselor mendukung klien kembali mengambil hasil testing dan
mengikuti pertemuan konseling pasca testing untuk mengurangi

11 | Konsep Vct Dan Konseling Bagi Odha Serta Perilaku Beresiko


perilaku berisiko. Dalam VCT dibicarakan juga respon dan perasaan
klien dalam menerima hasil testing dan tahapan penerimaan hasil
testing positif.
d. Testing merupakan komponen dari VCT
WHO dan Departemen Kesehatan RI telah memberikan pedoman
yang digunakan untuk melakukan testing HIV. Penerimaan hasil
testing senantiasa diikuti oleh konseling pasca testing oleh konselor
yang sama atau konselor lainnya yang disetujui oleh klien.
Ada beberapa alasan yang mendasar pentingnya pemberian
konseling terhadap HIV. Pertama, diagnosis HIV mempunyai banyak
implikasi dan dampak negatif terhadap aspek psikologis, sosial, fisik, dan
spritual. Kedua, HIV adalah penyakit yang mengancam kehidupan dan
terapinya seumur hidup. Ketiga, konseling HIV dapat mencegah
penularan yang luas dalam masyarakat. Keempat, pengidap HIV sering
dikucilkan dalam masyarakat dan dipersepsi sebagai kelompok orang
yang tidak baik. (Febriani, 2017)
Perbedaan yang signifikan antara konseling HIV dengan konseling
umum adalah konseling HIV berfokus kepada membantu klien agar tes
HIV, CD4/ Viral Load, layanan konseling prates dan pasca tes, menilai
perilaku berisiko terinfeksi HIV (menularkan atau tertular), menggali
sejarah perilaku seks dan kesehatan klien, memfasilitas perubahan
perilaku, meningkatkan konfidensi (isu stigma dan diskriminasi), sasaran
kelompok-kelompok khusus (pecandu napza, penjaja seks, homoseks,
lesbian, waria). (Febriani, 2017)
5. Model Pelayanan Voluntary Counseling and Testing (VCT)
Pelayanan VCT dapat dikembangkan diberbagai layanan terkait yang
dibutuhkan, misalnya klinik IMS, klinik TB, ART, dan sebagainya. Lokasi
layanan VCT hendaknya perlu petunjuk atau tanda yang jelas hingga
mudah diakses dan mudah diketahui oleh klien VCT. Nama klinik cukup
mudah dimengerti sesuai dengan etika dan budaya setempat dimana
pemberian nama tidak mengundang stigma dan diskriminasi. Layanan
VCT dapat diimplementasikan dalam berbagai setting, dan sangat
bergantung pada kondisi dan situasi daerah setempat, kebutuhan
masyarakat dan profil klien, seperti individual atau pasangan,
perempuan atau laki-laki, dewasa atau anak muda. (Hidayah, 2016)

12 | Konsep Vct Dan Konseling Bagi Odha Serta Perilaku Beresiko


Model layanan Voluntary Counseling and Testing dalam (Hidayah,
2016) terdiri dari:
1. Mobile VCT (penjangkauan dan keliling)
Layanan Konseling dan Testing HIV Sukarela model penjangkauan
dan keliling (mobile VCT) dapat dilaksanakan oleh LSM atau layanan
kesehatan yang langsung mengunjungi sasaran kelompok
masyarakat yang memiliki perilaku berisiko atau berisiko tertular HIV
di wilayah tertentu. Layanan ini diawali dengan survey atau penelitian
atas kelompok masyarakat di wilayah tersebut dan survey tentang
layanan kesehatan dan layanan dukungan lainnya di daerah
setempat. (Hidayah, 2016)

2. Statis VCT (Klinik VCT tetap)


Pusat Konseling dan Testing HIV Sukarela terintegrasi dalam sarana
kesehatan dan sarana kesehatan lainnya, artinya bertempat dan
menjadi bagian dari layanan kesehatan yang telah ada. Sarana
kesehatan dan sarana kesehatan lainnya harus memiliki kemampuan
memenuhi kebutuhan masyarakat akan konseling dan testing HIV,
layanan pencegahan, perawatan, dukungan dan pengobatan terkait
dengan HIV dan AIDS. Contoh pengembangan pelayanan VCT di
sarana kesehatan dan sarana kesehatan lainnya seperti pelayanan
VCT di sarana kesehatan seperti rumah sakit, Pelayanan VCT di

13 | Konsep Vct Dan Konseling Bagi Odha Serta Perilaku Beresiko


sarana kesehatan lainnya: Pusat Kesehatan Masyarakat, Keluarga
Berencana (KB), Klinik KIA untuk Pencegahan Penularan Ibu-Anak
(Prevention of mother to child transmission = PMTCT), Infeksi
Menular Seksual ( Sexually transmitted infections = STI), Terapi
Tuberkulosa, LSM adalah Layanan ini dapat dikelola oleh
Pemerintah dan masyarakat. (Hidayah, 2016)

Model layanan VCT dalam (Hidayanti, 2012) dilakukan dalam lima


pendekatan yaitu :
a. Layanan mandiri
Layanan mandiri ini menawarkan VCT jauh dari layanan fasilitas
kesehatan. Biasanya dikelola oleh LSM lokal atau interlokal, dan
menjadikan VCT dan kewaspadaan publik menjadi tulang
punggungnya. Keuntungannya : keluluasaan jam buka, terpisah
dari layanan medik, berhubungan dengan masyarakat, dukungan
kelompok pasca tes. Kerugiaan : pendanaan tergantung
pendonor, berpotensi membuat stigma karena layanan di buka di
tempat umum/publik, petugas yang mudah jenuh.

14 | Konsep Vct Dan Konseling Bagi Odha Serta Perilaku Beresiko


b. Layanan terintegrasi dengan pelayanan kesehatan
Layanan ini terintegrasi dalam pelayanan kesehatan yang telah
ada misalnya di puskesmas atau di rumah sakit. Konseling
dilakukan oleh konselor terlatih atau staf puskesmas yang telah
mendapakan pelatihan konseling HIV/AIDS. Keuntungan layanan
ini biaya rendah, mudah ditingkatkan, stigma lebih kecil, ada
hubungan dengan intervensi medik, akses untuk perempuan/ dan
kawula muda. Kerugian peningkatan beben kerja, syarat ruangan,
akses terbatas untuk pasangan, dan kualitas konseling buruk.
c. Sektor swasta
Layanan ini dibuka oleh dokter swasta yang membuka praktek
umum. Tes HIV seringkali dilakukan tanpa adanya pelayanan
konseling pra tes, atau persetujuan tertulis dan kendali mutu yang
tak memadai dalam prosedur tes HIV. Keuntungannya dokter
swasta dapat memberikan terapi lanjutan bagi odha. Keuntungan :
akses terbatas karena biaya mahal dan kurang terjamin
kerahasiaannya.
d. Tes di rumah
Model ini dilakukan dengan melakukan tes sendiri di rumah. Model
ini telah berkembang di Amerika. Namun kelemahannya karena
tidak ada konseling prapost tes kecenderungan risiko bunuh diri
tinggi.
e. Layanan VCT melalui jangkauan masyarakat
Model ini dilakukan dengan diadakannya unit VCT keliling untuk
menjangkau masyarakat yang jarang mengunjungi fasilitas
kesehatan seperti masyarakat pedesaan atau tempat khusus yang
sengaja dikunjungi seperi pesantren dan sekolah bahkan
menjangkau kelompok marginal seperti gelandangan, penjaja
seks, IDU.
6. Langkah-Langkah Voluntary Counseling and Testing (VCT)
VCT atau Konseling dan Tes Sukarela (KTS) juga merupakan proses
konseling pra testing, konseling post testing, dan testing HIV secara
sukarela yang bersifat confidential (rahasia) dan secar alebih dini
membantu orang mengetahui status HIV. Dimana tes HIV dilakukan

15 | Konsep Vct Dan Konseling Bagi Odha Serta Perilaku Beresiko


setelah klien terlebih dahulu memahami dan menandatangani informed
consent. (Prewesti, 2018)
Tahapan konseling dan tes HIV sukarela dapat diuraikan sebagai
berikut :
1. Konseling Pra Tes HIV
Pada tahap pre testing dilakukan pemberian informasi tentang HIV dan
AIDS, cara penularan, cara pencegahan dan periode jendela.
Kemudian konselor melakukan penilaian klinis. Pada saat ini klien
harus jujur menceritakan kegiatan yang berisiko HIV/AIDS seperti
aktivitas seksual terakhir, menggunakan narkoba suntik, pernah
menerima produk darah atau organ, dan sebagainya. Konseling pra
testing memberikan pengetahuan tentang manfaat testing,
pengambilan keputusan untuk testing, dan perencanaan atas isu HIV
yang dihadapi. (Prewesti, 2018)
2. Tes HIV (Pengambilan dan Pemeriksaan Darah)
Setelah tahap pre konseling, klien akan melakukan tes HIV. Pada saat
melakukan tes, darah akan diambil secukupnya dan pemeriksaan
darah ini bisa memakan waktu antara setengah jam sampai satu
minggu tergantung metode tes darahnya. Dalam tes HIV, diagnosis
didasarkan pada antibody HIV yang ditemukan dalam darah. Tes
antibody HIV dapat dilakukan dengan tes ELISA, Western Blot ataupun
Rapid. (Prewesti, 2018)
3. Konseling Pasca Tes HIV
Setelah klien mengambil hasil tesnya, maka klien akan menjalani
tahapan post konseling. Apabila hasil tes adalah negative (tidak reaktif)
klien belum tentu tidak memiliki HIV karena bisa saja klien masih
dalam periode jendela, yaitu periode dimana orang yang bersangkutan
sudah tertular HIV tapi antibodinya belum membentuk system
kekebalan terhadap HIV. Kewaspadaan akan periode jendela itu
tergantung pada penilaian risiko pada pre konseling. Apabila klien
mempunyai faktor risiko terkena HIV maka dianjurkan untuk
melakukan tes kembali tiga bulan setelahnya selain itu, bersama
dengan klien, konselor akan membantu merencanakan program
perubahan perilaku. Apabila pemeriksaan pertama hasil tesnya positif
(reaktif) maka dilakukan pemeriksaan kedua dan ketiga dengan

16 | Konsep Vct Dan Konseling Bagi Odha Serta Perilaku Beresiko


ketentuan beda. Sensifitas dan spesifisitas pada reagen yang
digunakan. Apabila tetap reaktif klien bebas mendiskusikan
perasaannya dengan konselor. Konselor juga akan menginformasikan
fasilitas untuk tindak lanjut dan dukungan. Misalnya, jika klien
membutuhkan terapi ARV ataupun dukungan dari kelompok sebaya.
Selain itu, konselor juga akan memberikan informasi tentang cara
hidup sehat dan bagaimana agar tidak menularkannya ke orang lain.
(Prewesti, 2018)

Sumber : (Indah, 2018)

17 | Konsep Vct Dan Konseling Bagi Odha Serta Perilaku Beresiko


B. PERILAKU BERESIKO
Dalam (Yayasan Spiritia, 2015) perilaku-perilaku yang mempunyai resiko
penularan HIV/AIDS, antara lain :
1) Penggunaan Jarum Suntik bergantian untuk menyuntik narkoba
bersama dengan seseorang yang terinveksi HIV.
Bila kita memakai jarum suntik bergantian ada kemungkinan yang
sangatt tinggi bahwa darah orang lain akan dimasukkan pada aliran
darah kita, virus hepatitis juga dapat tertular dengan penggunaan jarum
suntik bergantian.
2) Hubungan Seks Tanpa Kondom
Hubungan seks anal (melalui dubur) paling beresiko. Lapisan dubur
adalah sangat tipis. Lapisan tersebut sangat mudah dirusak saat
berhubungan seks. Kerusakan tersebut memudahkan HIV masuk
Ketubuh.
3) Hubungan seks Vagina
Lapisan kulit vagina lebih kuat dibandingkan lapisan dubur, tetapi tetap
rentan terhadap infeksi. Juga lapisan ini dapat dirusak oleh kegiatan
seks, hanya dibutuhkan luka yang tidak kasat mata. Resiko penularan
meningkat bila adanya adanya radang atu infeksi pada vagina.
Pasangan yang dimasukan paling beresiko. Namun tetap ada risiko
pada pasangan yang memasukkan pada seks anal atau vagina ada
kemungkinan HIV dapat memasuki penis melalui luka terbuka, melalaui
lapisan yang lembab pada lubang penis, atau melalui sel diselaput
mukosa pada kulup atau kepala penis.

18 | Konsep Vct Dan Konseling Bagi Odha Serta Perilaku Beresiko


BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Voluntary Counseling and Testing adalah kepanjangan dari VCT yang
merupakan kegiatan sukarela untuk melakukan tes darah HIV yang
didahului konseling. Ada tiga unsur pokok VCT, yaitu sukarela, konseling
dan tes darah. VCT bisa dilaksanakan setelah klien mendapat penjelasan
yang cukup tentang HIV/AIDS dan bersedia menandatangan surat
persetujuan (informed consent).
2. Tujuan dilakukannya VCT antara lain Menyediakan dukungan psikologis,
Mencegah penularan HIV dengan menyediakan informasi tentang
perilaku beresiko, Memastikan pengobatan yang efektif sedini mungkin.
3. Konseling ditujukan untuk mereka Yang sudah terinfeksi HIV dan
keluarganya, mereka yang akan dites HIV, mereka yang mencari
pertolongan karena melaukan tindakan berisiko di masa lalu, dan
merencakan masa depannya, mereka yang tidak mencari pertolongan
tetapi berisiko tinggi.
4. Adapun Prinsip VCT antara lain Sukarela, tanpa paksaan, Kerahasiaan
terjamin, Harus dengan konseling, Vct tidak boleh dilakukan tanpa
adanya konseling.
5. Model pelaksanaan VCT ada 2 yakni : Model Statis VCT (Klinik VCT
tetap) Mobile VCT (penjangkauan dan keliling)
6. Ada 3 tahapan atau langkah yang dilakukan pada VCT yakni Konseling
Pra Tes HIV, Tes HIV (Pengambilan dan Pemeriksaan Darah), Konseling
Pasca Tes HIV.
B. SARAN
Dengan adanya makalah ini, diharapkan agar nantinya memberi manfaat
bagi para pembaca dan tujuan dari penulisan makalah ini dapat terpenuhi,
terutama pemahaman yang berhubungan dengan Voluntary Counseling and
Testing (VCT) dan perilaku berisiko. Oleh karena itu penulis berharap kepada
semua pembaca untuk memberikan tanggapan yang sifatnya membangun.

19 | Konsep Vct Dan Konseling Bagi Odha Serta Perilaku Beresiko


DAFTAR PUSTAKA

Febriani, L., 2017. Pelaksanaan Layanan Voluntary Counseling and Testing


(VCT) Dalam Membantu Penderita HIV di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Tampan
Kota Pekanbaru. [Online]
Available at: http://repository.uin-suska.ac.id/19782/7/7.%20BAB%20II.pdf

Hidayah, L. N., 2016. Faktor yang Berhubungan Dengan Praktik Voluntary


Counseling and Testing (VCT) Pada Ibu Rumah Tangga. [Online]
Available at: https://lib.unnes.ac.id/28306/1/6411412042.pdf

Hidayanti, E., 2012. Dimensi Psiko-Spiritual Dalam Praktik Konseling Bagi


Penderita HIV/AIDS di Klinik Voluntary Counseling Test (VCT) Rumah Sakit
Panti Wiloso Citarum Semarang. [Online]
Available at: http://eprints.walisongo.ac.id/3990/1/Ema_Hidayanti-
HIV_Konseling.pdf

Indah, I. S., 2018. Situasi Umum HIV/AIDS dan Tes HIV, Jakarta: Pusat Data
dan Informasi 2018.

Indriyani, A., 2012. Gambaran dan Faktoryang Berhubungan Dengan Partisipasi


VCT (Voluntary Counseling and Testing HIV) Pada Warga Binaan
Pemasyarakatan di Rumah Tahanan Negara Kelas IIA Pondok Bambu Tahun
2012. [Online]
Available at: http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20355058-S-Ayu%20Indriyani.pdf

Kandacong, R. K., Samsualam & Batara, A. S., 2019. Analisis Pemanfaatan


Pelayanan VCT (Voluntary Counseling and Testing) HIV/AIDS di RSUD
Labuang Baji Kota Makassar. Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis, Volume 14,
pp. 262-266.

Kementrian Kesehatan, 2015. Infeksi Menular Seksual Pedoman Praktis


Diagnosis dan Tatalaksana. Jakarta: Direktorat Jendral Penyehatan
Lingkungan.

Magfirah & Anita, 2016. Pengaruh Vct Hiv/Aids Terhadap Perubahan Sikap
Seksual Pada Kalangan Transgender Di Banda Aceh. Idea Nursing Jurnal,
Volume VII No.2, pp. 71-74.

Naim, N., 2017. Studi Tingkat Pengetahuan Pemanfaatan Layanan PITC


(Provider Initiated Testing and Counseling) Pada Pasien di Puskesmas
Panabungan Kota Makassar. Media Analisis Kesehatan , Volume VIII No.2,
pp. 1-6.

Novita, R., 2017. Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Pemanfaatan


Layanan Voluntary Counseling and Testing (VCT) Pada Komunitas Lelaki

20 | Konsep Vct Dan Konseling Bagi Odha Serta Perilaku Beresiko


Seks Lelaki (LSL) Di Kota Bukittinggi Tahun 2017. [Online]
Available at:
http://repo.stikesperintis.ac.id/282/1/37%20%20RINA%20NOVITA.pdf

Oktaviani, R. & Asnindari, L. N., 2018. Gambaran dan Faktoryang Berhubungan


Dengan Partisipasi VCT (Voluntary Counseling and Testing HIV) Pada Warga
Binaan Pemasyarakatan di Rumah Tahanan Negara Kelas IIA Pondok Bambu
Tahun 2012.

Pangaribuan, S., 2017. Pengaruh Stigma dan Diskriminasi ODHA terhadap


Pemanfaatan VCT di Distrik Sorong Timur Kota Sorong. Global HealtH
Science, 2(1), pp. 1-5.

Pratiwi, W. & Rochmaniah, A. A., 2016. Hubungan antara Persepsi Orang


dengan HIV/AIDS (ODHA) tentang Layanan Voluntary Counseling and Testing
dengan perilaku Pencegahan Penularan HIV/AIDS di Klinik Intan Puskesmas
Gunung Sari. pp. 1-7.

Prewesti, N. A., 2018. Analisa Faktor Pemanfaatan Voluntary Counseling and


Testing (VCT) Oleh Lelaki Suka Dengan Lelaki (LSL) Dengan Pendekatan
Teori Health Belief Model (HBM) Di Wilayah Surabaya. [Online]
Available at: http://repository.unair.ac.id/83828/4/FKP%20N%2053-
19%20Pra%20a.pdf

Retnaningsih, D. A. P., 2016. Voluntary Counseling and Testing Untuk Orang


Beresiko HIV/AIDS. Al-Blagh Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Volume 1 No.1,
pp. 116-128.

Rukiah, S., 2019. Bimbingan dan Konseling Islam dalam Surah Yunus Ayat 57.
In: Bengkulu: s.n.

Sriwahyuni & Lindriani, 2020. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang


HIV/AIDS Pada Kelmpk Tinggi Terhadap Kemauan Mengikuti Program
Voluntary Counseling and Testing (VCT) di Wilayah Kota Palopo Sulawesi
Selatan. Jurnal Keperawatan Muhammadiyah, 5(1), pp. 69-76.

Umam, H. & Yulia Irvani Dewi, V. E., 2015. Identifikasi Karakteristik Orang Risiko
Tinggi Hiv Dan Aids Tentang Program Pelayanan Voluntary Counseling And
Testing (Vct). Volume 2 No.1, pp. 853-862.

UNAIDS, 2019. Global HIV & AIDS Statistic. [Online]


Available at: http://www.unaids.org/en/resources/fact-
sheet&VED=2ahUKEwix1JidwoXqAhUP9nMBHcwOAvgQFJADegQIAhAB&us
g=AOvVaw19I70YI3-pfMospC4SgzMy

Yayasan Spiritia, 2015. Lembaran Informasi Tentang HIV dan AIDS untuk Orang
Yang Hidup dengan HIV. Jakarta: Australian Aid.

21 | Konsep Vct Dan Konseling Bagi Odha Serta Perilaku Beresiko


LAMPIRAN PERAN DALAM PENGERJAAN TUGAS

Triyasni Listia Harun : Searching literature

Eka Nur Latifah : Searching literature dan Penggabungan Materi

Nadia Hamrawati Hamzah : Searching literature

Yusni Pratiwi : Searching literature dan Mengetik Materi

Nurhalizah : Searching literature dan Mengetik Materi

22 | Konsep Vct Dan Konseling Bagi Odha Serta Perilaku Beresiko

Anda mungkin juga menyukai