Tugas PAPT - Kelompok 5 PDF
Tugas PAPT - Kelompok 5 PDF
Universitas Indonesia
Disusun oleh:
Kelompok 5
Adil Supatra Akbar 1906326756
Avicena Pratikto Raharjo 1906326983
Donny Indradi 1906327166
I Kadek Agus Satria Darma Putra 1906410975
M. Ardhiyan Nugroho 1906411170
M. Harry Fadly Solih 1906327525
Nicholas Carolus Randall Bangun 1906411321
Renaldo Dionisius 1906411542
Tampan Cresna Kurniadinata 1906328105
Thomas Alvin Gea 1906411896
FAKULTAS HUKUM
MAGISTER KENOTARIATAN
DEPOK
SEPTEMBER 2020
TUGAS
LAMPIRAN
RAPAT DIREKSI
Pasal 13
1. Penyelenggaraan Rapat Direksi dapat dilakukan setiap waktu apabila dipandang
perlu oleh seorang atau lebih anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, atau
pemegang saham yang bersama-sama mewakili 1/10 (satu per sepuluh) atau lebih
dari jumlah seluruh saham dengan hak suara.
2. Pemanggilan Rapat Direksi dilakukan oleh anggota Direksi yang berhak bertindak
untuk dan atas nama Direksi menurut ketentuan Pasal 9 Anggaran Dasar ini.
3. Pemanggilan Rapat Direksi dilakukan dengan Surat Tercatat yang disampaikan
paling lambat 3 (tiga) hari sebelum rapat diadakan, dengan tidak memperhitungkan
tanggal panggilan dan tanggal rapat.
4. Panggilan rapat itu harus mencantumkan acara, tanggal, waktu dan tempat rapat.
Page | 1
5. Rapat Direksi diadakan di tempat kedudukan Perseroan atau tempat kegiatan
usaha Perseroan. Apabila semua anggota Direksi hadir atau diwakili, panggilan
terlebih dahulu tersebut tidak disyaratkan dan Rapat Direksi dapat diadakan
dimanapun juga dan berhak mengambil keputusan yang sah dan mengikat.
6. Rapat Direksi dipimpin oleh Direktur Utama, dalam hal Direktur Utama tidak dapat
hadir atau berhalangan yang tidak perlu dibuktikan kepada pihak ketiga, rapat
Direksi dipimpin oleh seorang anggota Direksi yang dipilih oleh dan dari antara
anggota Direksi yang hadir.
7. Seorang anggota Direksi dapat diwakili dalam Rapat Direksi hanya oleh anggota
Direksi lainnya berdasarkan surat kuasa
8. Rapat Direksi adalah sah dan berhak mengambil keputusan yang mengikat apabila
lebih dari ½ (satu per dua) jumlah anggota Direksi hadir atau diwakili dalam rapat.
9. Keputusan Rapat Direksi diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat.
Apabila tidak tercapai maka keputusan diambil dengan pemungutan suara
berdasarkan suara setuju paling sedikit lebih dari ½ (satu per dua) jumlah suara
yang dikeluarkan dalam rapat.
10. Apabila suara yang setuju dan tidak setuju berimbang, ketua rapat yang akan
menentukan.
11. a. Setiap anggota Direksi yang hadir berhak mengeluarkan 1 (satu) suara dan
tambahan 1 (satu) suara untuk setiap anggota Direksi lain yang diwakilinya.
b. Pemungutan suara mengenai diri orang dilakukan dengan surat tertutup tanpa
tanda tangan sedangkan pemungutan suara mengenai hal-hal lain dilakukan
secara lisan kecuali ketua rapat menentukan lain tanpa ada keberatan dari yang
hadir.
c. Suara blanko dan suara yang tidak sah, dianggap tidak ada serta tidak dihitung
dalam menentukan jumlah suara yang dikeluarkan.
12. Direksi dapat juga mengambil keputusan yang sah tanpa mengadakan Rapat
Direksi, dengan ketentuan semua anggota Direksi telah diberitahu secara tertulis
dan semua anggota Direksi memberikan persetujuan mengenai usul yang diajukan
secara tertulis dengan menandatangani persetujuan tersebut.
Keputusan yang diambil dengan cara demikian mempunyai kekuatan yang sama
dengan keputusan yang diambil dengan sah dalam Rapat Direksi.
Page | 2
DEWAN KOMISARIS
Pasal 14
1. Dewan Komisaris terdiri dari seorang atau lebih anggota Dewan Komisaris, dalam
diangkat lebih dari seorang anggota Dewan Komisaris, maka seorang diantaranya
dapat diangkat sebagai Komisaris Utama.
2. Yang boleh diangkat sebagai anggota Dewan Komisaris hanya Warga Negara
Indonesia yang memenuhi persyaratan yang ditentukan peraturan perundang-
undangan.
3. Anggota Dewan Komisaris diangkat oleh RUPS untuk jangka waktu ….. (….) tahun
dengan tidak mengurangi hak RUPS untuk memberhentikan sewaktu-waktu.
4. Seorang anggota Dewan Komisaris dapat diberhentikan pada setiap waktu oleh
RUPS meskipun masa jabatannya belum berakhir. Pemberhentian tersebut berlaku
sejak penutupan rapat tersebut, kecuali jika RUPS menentukan lain.
5. Anggota Dewan Komisaris berhak mengundurkan diri dari jabatannya dengan
memberitahukan secara secara tertulis mengenai maksud maksud tersebut kepada
perseroan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal pengunduran dirinya.
6. Jabatan anggota Dewan Komisaris berakhir apabila :
a. kehilangan kewarganegaraan Indonesia;
b. mengundurkan diri sesuai dengan ketentuan ayat 5;
c. tidak lagi memenuhi persyaratan perundang-undangan dan/atau anggaran
dasar;
d. meninggal dunia;
e. diberhentikan berdasarkan keputusan RUPS.
Page | 3
2. Direksi dan setiap anggota Direksi wajib untuk memberikan penjelasan tentang
segala hal yang ditanyakan Oleh Dewan Komisaris.
3. Dalam hal Dewan Komisaris melakukan tindakan pengurusan perseroan dalam
keadaan tertentu dan untuk jangka waktu tertentu, berlaku ketentuan Pasal 118
ayat (2) UUPT.
4. Dalam hal hanya ada seorang anggota Dewan Komisaris, segala tugas dan
wewenang yang diberikan kepada Komisaris Utama atau anggota Dewan
Komisaris dalam Anggaran Dasar ini berlaku pula baginya.
PEMAPARAN
1. RAPAT DIREKSI
Berdasarkan ketentuan tersebut maka dapat diketahui bahwa direksi merupakan organ
perseroan yang berwenang mewakili perseroan dalam melakukan perbuatan hukum.
Lantas siapakah yang dimaksud dengan Direksi tersebut? Menurut Pasal 92 ayat (3) UU
PT Direksi Perseroan terdiri atas 1 (satu) orang anggota Direksi atau lebih, sedangkan
Menurut Pasal 11 ayat (1) Anggaran Dasar dalam hal diangkat lebih dari seorang anggota
Direksi, maka seorang diantaranya dapat diangkat sebagai Direktur Utama. Dengan
demikian Direksi adalah manusia/individu (natuurlijk persoon) yang mendudukin
jabatan sebagai Direktur dalam perseroan.
Sehubungan dengan pembahasan bab ini, apa yang dimaksud dengan Rapat Direksi?
UU PT tidak memberikan pengertian khusus tentang hal tersebut, namun frasa rapat
Direksi dapat terlihat dalam beberapa pasal dalam UU PT yaitu: (i) dalam penjelasan
Page | 4
Pasal 97 ayat (5) huruf d, (ii) dalam Pasal 100 ayat (1) huruf a, dan (iii) dalam penjelasan
Pasal 100 ayat (1) huruf a. Selengkapnya komentar terhadap pasal-pasal tersebut akan
diuraikan sebagai berikut:
Pasal 97 ayat (5) huruf d UU PT mengatur bahwa anggota direksi tidak dapat
dimintakan pertanggungjawaban secara pribadi atas kerugian yang dialami perseroan
APABILA anggota direksi telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau
berlanjutnya kerugian perseroan.
Menurut penjelasan pasal 97 ayat (5) huruf d, yang dimaksud dengan tindakan
pencegahan timbul atau berlanjutnya kerugian perseroan antara lain adalah langkah-
langkah untuk memperoleh informasi mengenai tindakan pengurusan yang dapat
mengakibatkan kerugian, antara lain melalui forum rapat Direksi.
Dengan demikian maka rapat Direksi adalah rapat yang dilakukan oleh anggota Direksi
antara lain untuk mengevaluasi tindakan yang akan diambil oleh Direksi dan/atau
Perseroan.
(ii) Rapat Direksi Dalam Pasal 100 Ayat (1) Huruf a dan Penjelasan Pasal 100 Ayat (1)
huruf a
Pasal 100 ayat (1) huruf a antara lain menyebutkan bahwa Direksi wajib membuat
risalah Rapat Direksi, sedangkan penjelasan pasal tersebut menyebutkan bahwa risalah
Rapat Direksi memuat segala sesuatu yang dibicarakan dan diputuskan dalam setiap
rapat.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa rapat Direksi
adalah rapat yang dilakukan oleh anggota Direksi sehubungan dengan pengurusan
Perseroan yang wajib dituangkan dalam suatu risalah rapat yang memuat segala
sesuatu yang dibicarakan dan diputuskan dalam rapat Direksi tersebut.
Page | 5
UU PT tidak mengatur secara khusus tentang teknis/mekanisme Rapat Direksi,
namun karena hukum perusahaan bersumber dari hukum perikatan, hal mana
dipertegas dalam Pasal 4 UU PT yang antara lain menyebutkan “Terhadap
Perseroan berlaku Undang-undang dan anggaran dasar”, maka teknis/mekanisme
rapat Direksi dapat ditentukan sendiri oleh para pihak (pendiri perusahaan/founder)
dalam anggaran dasar Perseroan. Teknis/mekanisme rapat Direksi dalam anggaran
dasar ini diatur dalam pasal 13 yang pada intinya dapat uraian sebagai berikut:
3. Tata cara Dilakukan dengan surat tercatat paling lambat 3 (tiga) hari
Pemanggilan sebelum rapat diadakan. Namun, apabila dalam satu
waktu seluruh anggota Direksi hadir atau diwakili, maka
saat itu juga rapat Direksi dapat dilaksanakan tanpa
melakukan pemanggilan.
Page | 6
4. Tempat rapat Rapat diadakan di:
1. Tempat kedudukan Perseroan; atau
2. Tempat kegiatan usaha Perseroan; atau
3. Tempat dimanapun sepanjang SELURUH ANGGOTA
DIREKSI HADIR atau diwakili.
Contoh:
Jumlah anggota Direksi 5 (lima) orang. Yang hadir dalam
rapat 3 (tiga) anggota Direksi, maka rapat Direksi ini sah
dan berhak mengambil keputusan. Kemudian 2 (dua) dari
Page | 7
peserta rapat menyetujui keputusan rapat, sedangkan 1
(satu) peserta lainnya tidak setuju, maka 2 (dua) surara
yang setuju tersebut sah sebagai hasil keputusan rapat
Direksi.
Page | 8
● Mengupayakan tercapainya target-target Perusahaan dalam aspek keuangan,
aspek operasional dan aspek administrasi yang telah disetujui dan ditetapkan
dalam RUPS, menetapkan sasaran kinerja serta evaluasi kinerja Perusahaan
melalui mekanisme organisasi termasuk rencana strategis Perusahaan.
● Menetapkan persetujuan proyek, memantau dan melakukan koreksi terhadap
pelaksanaannya.
● Menetapkan struktur organisasi dan penetapan pejabat Perusahaan sampai
jenjang tertentu.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa keputusan yang diambil dalam rapat
direksi merupakan bagian dari kewenangan Direksi yang tidak terbatas dan tidak
bersyarat, sehingga dapat disesuaikan dan bersifat opsional, kecuali ditentukan lain
dari peraturan perundang-undangan berdasarkan anggaran dasar dan Keputusan
RUPS yang tidak saling bertentangan sesuai dengan pasal 98 ayat 3 juncto Pasal 98 ayat
4 UUPT. Mengenai tata cara pemanggilan rapat Direksi, pimpinan rapat, kuorum voting
dan kuorum kehadiran pun dapat disesuaikan dan bersifat opsional sebagaimana
ditentukan dalam anggaran dasar ini.
2. DEWAN KOMISARIS
Dewan Komisaris Perseroan terdiri atas 1 (satu) orang anggota Dewan Komisaris atau
lebih. Pasal 108 ayat (4) UUPT menentukan bahwa Dewan Komisaris yang terdiri atas
lebih dari 1 (satu) orang anggota merupakan majelis dan setiap anggota Dewan
Komisaris tidak dapat bertindak sendiri-sendiri, melainkan bersifat kolektif
berdasarkan keputusan Dewan Komisaris. Dalam Pasal 110 ayat (1) UUPT menentukan
bahwa yang dapat diangkat menjadi anggota Dewan Komisaris adalah orang
Page | 9
perseorangan yang cakap melakukan perbuatan hukum, kecuali dalam waktu 5 (lima)
tahun sebelum pengangkatannya pernah:
1. dinyatakan pailit;
2. menjadi anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang dinyatakan
bersalah menyebabkan suatu Perseroan dinyatakan pailit; atau
3. dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara
dan/atau yang berkaitan dengan sektor keuangan.
Dalam anggaran dasar yang boleh diangkat sebagai anggota Dewan Komisaris
hanya Warga Negara Indonesia yang memenuhi persyaratan yang ditentukan
peraturan perundang-undangan. Namun, perlu diketahui pada Pasal 5 ayat (1) Perpres
No 20 tahun 2018 menentukan bahwa Tenaga Kerja Asing dilarang menduduki jabatan
yang mengurusi personalia dan/atau jabatan tertentu. Jabatan tertentu tersebut
diterapkan oleh Menteri. Jadi pada prinsipnya tidak terdapat larangan bagi orang asing
untuk menduduki jabatan sebagai anggota Dewan Komisaris sepanjang diatur dalam
anggaran dasar perseroan terbatas dan tidak dilarang oleh peraturan perundang-
undangan.
Anggota Dewan Komisaris diangkat oleh RUPS. Untuk pertama kali
pengangkatan anggota Dewan Komisaris dilakukan oleh pendiri dalam akta pendirian
Perseroan. Kewenangan RUPS untuk mengangkat anggota Dewan Komisaris tidak
dapat dilimpahkan kepada organ Perseroan lainnya atau pihak lain.Dalam Pasal 111
ayat (3) UUPT menentukan bahwa Anggota Dewan Komisaris diangkat untuk jangka
waktu tertentu dan dapat diangkat kembali.
Anggota Dewan Komisaris dapat diberhentikan pada setiap waktu oleh RUPS
meskipun masa jabatannya belum berakhir, misalnya jangka waktu pengangkatan
Dewan Komisaris yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar Perseroan adalah 5 (lima)
tahun. Maka anggota Dewan Komisaris yang bersangkutan dapat diberhentikan dalam
tahun ke-3 (ketiga) setelah ia menjabat, yang mana dapat dilakukan dengan alasan
yang bersangkutan tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai anggota Dewan
Komisaris yang ditetapkan dalam UUPT, seperti melakukan tindakan yang merugikan
Perseroan. Pemberhentian anggota Dewan Komisaris berlaku sejak:
Page | 10
1. ditutupnya RUPS;
2. tanggal keputusan diluar RUPS;
3. tanggal lain yang ditetapkan di dalam keputusan RUPS.
4. tanggal lain yang ditetapkan di dalam keputusan diluar RUPS.
Otoritas Jasa Keuangan mengharuskan setiap emiten atau perusahan publik untuk
memiliki komisaris independen paling sedikit 1 (satu) orang dalam hal dewan
komisaris terdiri dari 2 (dua) orang sedangkan apabila dewan komisaris lebih dari 2
(dua) orang maka jumlah komisaris independen minimal 30% (tiga puluh persen) dari
jumlah dewan komisaris. Latar belakang pertimbangan jumlah anggota dewan
komisaris tersebut karena pada perseroan publik diperlukan pengawasan yang lebih
besar.
Adapun, anggota dewan komisaris tidak dapat dimintai pertanggung jawaban atas
kerugian apabila dapat membuktikan:
Page | 11
1. telah melakukan pengawasan dengan itikad baik dan kehatian-kehatian untuk
kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan ;
2. tidak mempunyai kepentingan pribadi baik langsung maupun tidak langsung
atas tindakan pengurusan direksi yang mengakibatkan kerugian; dan
3. telah memberikan nasihat kepada direksi untuk mencegah timbul atau
berlajutnya kerugian tersebut.
selajutanya, berdasarkan ketentuan pada pasal 116 UUPT, dalam menjalankan tugas
dan fungsinya, dewan komisaris wajib untuk :
1. membuat risalah rapat dewan komisaris dan menyimpan salinannya;
2. melaporkan kepada perseroan mengenai kepemilikan sahamnya dan/ atau
keluarganya pada perseroan tersebut dan perseroan lain; dan
3. memberikan laporan tentang tugas pengawasan yang telah dilakukan selama
tahun buku yang baru lampau kepada RUPS.
JAWABAN SOAL
1. Apa perbedaan tempat kedudukan dan alamat PT pada Pasal 5 ayat 1 UUPT?
Berdasarkan Pasal 17 ayat 1 kedudukan perseroan (domisili) yaitu wilayah kota atau
kabupaten tempat perusahaan berada sekaligus merupakan kantor pusat perseroan,
selanjutnya Alamat Perusahaan adalah tempat kedudukan perusahaan yang harus
disebutkan antara lain dalam surat-menyurat dan melalui alamat tersebut perseroan
dapat dihubungi dimana bila terjadi perubahan alamat maka masuk dalam bagian
perubahan anggaran dasar yang hanya membutuhkan pemberitahuan kepada Menteri
sebagaimana pada pasal 21 ayat 3 juncto Pasal 23 ayat 2 UUPT.
Page | 12
Sebagai konsekuensi dari hal ini adalah perubahan alamat yang dilakukan oleh
perseroan yang masih berada dalam satu wilayah kota atau kabupaten tidak
memerlukan perubahan domisili dalam anggaran dasarnya. Sebaliknya, apabila
perubahan alamat tersebut menjadi berada di luar wilayah kota/kabupaten yang
dicantumkan dalam anggaran dasar, maka hal ini akan mewajibkan perseroan untuk
melakukan perubahan domisili, sebagaimana diatur dalam Pasal 21 ayat 2 dan Pasal 23
ayat 1 UUPT
Berdasarkan ketentuan Pasal 21 UUPT, perubahan anggaran dasar terbagi menjadi dua
kelompok yaitu perubahan anggaran dasar yang harus mendapat persetujuan Menteri
dan perubahan anggaran dasar yang cukup diberitahukan kepada Menteri. Perubahan
anggaran dasar yang merubah tempat kedudukan sesuai dengan Pasal 21 ayat (1) dan
ayat (2) huruf a harus mendapat persetujuan Menteri dan perubahan tersebut harus
dinyatakan dalam akta notaris berbahasa Indonesia. Dalam Pasal 23 ayat (1) UUPT
dinyatakan bahwa perubahan anggaran dasar terkait dengan tempat kedudukan
tersebut mulai berlaku, sejak diterbitkannya keputusan menteri mengenai persetujuan
perubahan anggaran dasar.
Dengan perubahan alamat suatu perusahaan maka terdapat beberapa kewajiban yang
harus dipenuhi oleh suatu perusahaan di antaranya adalah:
Page | 13
- Lampiran I Permendag 46/2009 (SP SIUP); dan melampirkan
- Lampiran II (Dokumen Permendag 46/2009 persyaratan permohonan SIUP Baru,
pendaftaran ulang, pembukaan Kantor Cabang/Perwakilan, perubahan,
pengganti yang hilang atau rusak, dan contoh surat pernyataan).
Kemudian Paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak diterima SP-SIUP, Pejabat
Penerbit SIUP menerbitkan SIUP perubahan dengan menggunakan formulir
sebagaimana tercantum dalam Lampiran III (Formulir SIUP Kecil/Menengah /Besar)
(Pasal 14).
Bahwa berdasarkan Peraturan Dirjen Pajak No. Per-62/PJ/2010 jo. Per-41/PJ/2009 jo.
Per-44/Pj/2008 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak
(WP) dan/atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP), Perubahan Data dan
Pemindahan Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak ("PerDirjen Pajak 62/2010").
Perubahan alamat tempat tinggal atau tempat kedudukan atau tempat usaha keluar
wilayah kerja KPP tempat Wajib Pajak Terdaftar tidak termasuk dari definisi Perubahan
Data WP atau PKP (Pasal 1 Butir 15 PerDirjen Pajak), selanjutnya untuk permohonan
perubahan data untuk WP pindah dan/atau PKP pindah disampaikan ke
KPP/KP4/KP2KP tempat WP terdaftar untuk memberitahukan dan memohon
perubahan data (Pasal 1 Butir 19 PerDirjen Pajak). Pemindahan WP atau PKP diartikan
sebagai memindahkan administrasi perpajakan Wajib Pajak dan/atau PKP dari tata
usaha KPP lama ke tata usaha KPP baru, karena alasan pindah tempat tinggal atau
Page | 14
tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha (Pasal 1 Butir 16 PerDirjen Pajak
62/2010).
Bahwa mengenai perubahan alamat wajib pajak (perseroan) tidak terikat kepada
domisili perusahaan sebagaimana ditentukan di dalam Anggaran Dasar, dalam hal
wajib pajak (perseroan) melakukan perpindahan alamat yang menjadi perhatian adalah
mengenai wilayah Kantor Pelayanan Pajak ("KPP"). Apabila perubahan alamat
mengakibatkan perubahan KPP maka wajib pajak yang bersangkutan harus
mengajukan permohonan perpindahan KPP kepada KPP lama dan KPP baru dan
mengenai tata cara pelaporan dan pemindahan tersebut diatur dalam Pasal 5 dan Pasal
6 PerDirjen Pajak 62/2010.
Bahwa mengenai SKDP, sampai dengan saat ini tidak ada peraturan khusus yang
mengatur mengenai hal ini, untuk wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta peraturan
yang bisa dijadikan dasar mengenai hal ini terdapat dalam Peraturan Daerah DKI No. 1
Tahun 2006 tentang Retribusi Daerah ("Perda DKI 1/2006"), walaupun tidak secara tegas
menyatakan SKD, namun SKD dapat digolongkan pada perizinan yang berhubungan
dengan Retribusi daerah, peraturan lainnya adalah Keputusan Gubernur Kepala Daerah
Khusus Ibukota Jakarta Nomor 506 Tahun 1989 tentang Pedoman Penyelenggaraan
Pelayanan Masyarakat di Kantor Lurah DKI Jakarta ("KepGub 505/1989").
Berbeda yang telah dijelaskan diatas bahwa pada dasarnya kedudukan perusahaan
adalah suatu domisili perusahaan. Berbeda dengan hal tersebut bahwa walaupun SKDP
(Surat Keterangan Domisili Perusahaan) disebutkan sebagai surat keterangan Domisili,
pada kenyataannya adalah suatu surat keterangan yang dikeluarkan oleh kelurahan
mengenai alamat suatu perusahaan.
Page | 15
Sedangkan Surat Keterangan Domisili ("SKD"), yang berhubungan dengan kewajiban
perpajakan digunakan dalam kaitannya dengan Perjanjian Penghindaran Pajak
Berganda ("P3B"). SKD digunakan untuk membuktikan bahwa Wajib Pajak tertentu
adalah subjek pajak dalam negeri (residence) dari suatu Negara tertentu yang
menandatangani P3B. Dengan demikian, SKD tersebut harus diterbitkan oleh Negara di
mana seseorang atau badan terdaftar sebagai Wajib Pajak dalam negeri. Sementara itu,
negara lain yang merupakan negara sumber penghasilan akan mengenakan tarif
sesuai P3B jika orang atau badan tersebut dapat menunjukkan SKD dari negara mitra
P3B-nya. SKD bagi Wajib Pajak Dalam Negeri diatur dengan Peraturan Dirjen Pajak
Nomor PER-35/PJ/2010 tentang Surat Keterangan Domisili Bagi Subjek Pajak Dalam
Negeri Indonesia Dalam Rangka Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda.
Daftar Perusahaan adalah daftar catatan resmi yang diadakan menurut atau
berdasarkan ketentuan Undang-undang ini dan atau peraturan-peraturan
pelaksanaannya, dan memuat hal-hal yang wajib didaftarkan oleh setiap perusahaan
serta disahkan oleh pejabat yang berwenang dari kantor pendaftaran perusahaan (Pasal
1 huruf a UU No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan).
Setiap perusahaan yang melakukan perubahan terhadap data yang didaftarkan wajib
melaporkan perubahan data kepada KPP Kabupaten/Kota/Kotamadya setempat
dengan mengisi formulir pendaftaran sebagaimana tercantum dalam Lampiran II.A
sampai dengan II.F Peraturan Menteri ini dan melampirkan dokumen sebagaimana
tercantum dalam Lampiran VI Peraturan Menteri ini.
1). Kewajiban melaporkan perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh:
Page | 16
a. PT paling lambat 3 (tiga) bulan sejak tanggal persetujuan perubahan atau bukti
penerimaan pemberitahuan perubahan dari Menteri yang tugas dan tanggung
jawabnya di bidang peraturan perundang-undangan; atau
b. Koperasi, CV, Firma, perorangan, dan BUL paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung
sejak tanggal perubahan (Pasal 10 Permen 37/2007 ayat [1] dan ayat [2])
2. Perubahan mengenai klausula pada anggaran dasar pada masa sebelum adanya
pengesahan PT oleh Menteri, apakah dapat dikategorikan sebagai perubahan
anggaran dasar ?
Perubahan pada anggaran dasar sebelum adanya pengesahan oleh menteri tidak
dikategorikan sebagai perubahan anggaran dasar melainkan dianggap sebagai
perbaikan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2017 Tentang Tata Cara Permohonan
Perbaikan Data Badan Hukum Perseroan Terbatas, Yayasan, dan Perkumpulan.
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan dengan cara mengisi
format isian perbaikan data Perseroan Terbatas dengan melampirkan dokumen:
Page | 17
a. surat pernyataan pemohon bahwa pemohon bertanggung jawab sepenuhnya
atas kesalahan pengisian data badan hukum;
c. surat pernyataan pemohon bahwa pemohon bertanggung jawab sepenuhnya
atas pengajuan permohonan perbaikan data badan hukum;
d. salinan akta pengesahan pendirian atau akta perubahan badan hukum; dan
e. salinan surat keputusan dan/atau surat penerimaan pemberitahuan badan
hukum yang akan diperbaiki.
Seluruh teknis dan tata cara perbaikan data perseroan dapat dilakukan secara
elektronik melalui Sistem Administrasi Badan Hukum yang dinaungi Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia.
4. Kapan saham tersebut harus disetor oleh pemegang saham, apakah saham disetor
pada waktu telah mendapat pengesahan dari menteri, berikan penjelasan beli
boleh/tidaknya?
Pasal 2 ayat 2 PP 29/2016: 60 hari sejak pendirian perseroan mendapat pengesahan dari
Menteri Hukum dan HAM.
5. Apa perbedaan modal ditempatkan dan disetor penuh oleh pemegang saham,
bagaimana pembuktian setoran tersebut bagi notaris?
Dalam praktik pendirian PT setelah UU PT, saat ini para pendiri tidak diwajibkan untuk
memperlihatkan bukti penyetoran sejumlah modal ke rekening atas nama PT pada saat
penandatanganan akta pendirian PT kepada Notaris. Karena pada praktiknya para
pendiri sulit membuka rekening sebelum ada bukti persetujuan akta pendirian PT dari
Kementerian Hukum dan HAM, serta domisili, SIUP/Ijin Usaha dan TDP. Dengan
demikian, maka para pendiri maupun calon Direktur dan calon Komisaris PT (jika
orangnya berbeda) cukup membuat surat pernyataan yang menyatakan bahwa dana
tersebut akan disetorkan ke rekening PT. Dana itulah yang digunakan untuk
menjalankan kegiatan usaha yang ditentukan dalam Anggaran Dasar perseroan.
PP No. 7 tahun 2016 pasal 2 menyebutkan bahwa dasar Perseroan terbatas tersebut
paling sedikit 25% harus ditempatkan dan disetor penuh yang dibuktikan dengan bukti
penyetoran yang sah. bukti penyetoran yang sah. bukti penyetoran yang sah wajib
Page | 18
disampaikan secara elektronik kepada menteri dalam waktu paling lama 60 hari
terhitung sejak tanggal akta pendirian perseroan terbatas ditandatangani.
6. Penjualan harga saham dibawah nilai nominal, boleh atau tidak, jelaskan ?
Penjualan harga saham dibawah nilai nominal pada prinsipnya tidak dapat dibenarkan,
hal ini dikarenakan saham memiliki nilai nominal yang merupakan jumlah modal
yang disetor oleh pemegang saham kepada kas perseroan. Dalam hal perseroan
menerbitkan saham kepada pemegang saham, timbul suatu kewajiban bagi orang yang
hendak membeli saham tersebut untuk memasukkan uang kedalam kas perusahaan,
sehingga apabila saham tersebut diterbitkan dan dijual dengan harga dibawah nilai
nominal akan menimbulkan selisih nilai dari uang yang disetorkan kepada kas
perseroan dengan nilai yang dikeluarkan oleh perseroan, kondisi ini disebut dengan
disagio saham.
Dalam hal terjadinya krisis moneter, atau perseroan dalam keadaan tidak sehat dimana
nilai aset lebih kecil dibandingkan dengan kewajiban, maka perseroan dapat menjual
saham dengan harga dibawah nilai nominal untuk menarik investor agar bersedia
untuk memberikan dana tambahan kepada perseroan. Tentu saja keadaan disagio
saham ini harus dilatarbelakangi keadaan yang mendesak dan tidak terlepas dari
keadaan ekonomi maupun aset dan tanggung jawab perseroan.
7. Sejak kapan seseorang dapat disebut sebagai direksi, pemegang saham, komisaris
bandingkan peraturan UU 1/1995 dengan 40/2007?
Seseorang dapat disebut sebagai Direksi dan Komisaris apabila orang tersebut telah
diangkat oleh Para Pemegang Saham melalui mekanisme dan cara penunjukan yang
sah, yaitu dengan melalui Rapat Umum Pemegang Saham sebagaimana ditentukan
dalam Pasal 94 ayat (1) UUPT untuk pengangkatan Direksi dan Pasal 111 ayat (1) untuk
Page | 19
pengangkatan Dewan Komisaris. Pengangkatan Direksi dan Dewan Komisaris juga
harus terlebih dahulu diberitahukan kepada yang bersangkutan dan harus disetujui
oleh mereka yang ditunjuk berdasarkan Rapat Umum Pemegang Saham.
Ultra vires berasal dari bahasa latin yang berarti melebihi kekuasaan atau kewenangan
yang diizinkan oleh hukum. juga merupakan tindakan di luar batas kewenangan yang
tercantum dalam anggaran dasar perseroan berkenaan dengan maksud dan tujuan
perseroan. Menurut doktrin ini, direksi yang menandatangani kontrak dengan pihak
ketiga yang tidak di dalam kerangka maksud dan tujuan perseroan, maka kontrak
tersebut menjadi tidak sah atau batal demi hukum (void). Lebih jauh bahkan apabila
ternyata kontrak yang ditandatangani itu merugikan perseroan, maka perseroan dapat
saja menuntut Direksi tersebut dengan dasar bahwa Direksi melakukan kelalaian atau
kesalahan dalam melaksanakan tugas, kewajiban dan wewenang, sehingga
konsekuensinya kontrak itu menjadi tanggung jawab pribadinya Direksi (vide Pasal 97
ayat [2] dan [3] UUPT).
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5b398cd4c2a98/bentuk-
tanggung-jawab-direksi-atas-tindakan-iultra-vires-i/
Sistem perwakilan kolegial berarti jika anggota Direksi terdiri lebih dari 1 (satu) orang,
maka setiap anggota Direksi berwenang mewakili Perseroan. Namun, untuk
kepentingan Perseroan, anggaran dasar dapat menentukan bahwa Perseroan diwakili
oleh anggota Direksi tertentu.
Dengan kata lain, apabila seorang anggota Direksi Perseroan berfungsi sebagai
pengurus untuk melaksanakan pengurusan sehari-hari, demi hukum ia berhak dan
berwenang mewakili Perseroan dalam kedudukan dan kapasitasnya sebagai kuasa
menurut undang-undang untuk mewakili Perseroan tanpa memerlukan surat kuasa
dari Direktur Utama maupun dari RUPS, kecuali ditentukan lain dalam Anggaran Dasar.
Page | 20
10. Apabila tidak ada yang menerbitkan surat saham, apa yang harus dibuktikan untuk
melindungi kepentingan saham?
Berdasarkan Ketentuan Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Dan Lembaga
Keuangan Nomor Kep- 179/Bl/2008 Tentang Pokok-Pokok Anggaran Dasar Perseroan
Yang Melakukan Penawaran Umum Efek Bersifat Ekuitas Dan Perusahaan Publik,
Bukti Kepemilikan Saham dapat dilakukan dengan:
a. Dalam hal Saham Perseroan tidak masuk dalam Penitipan Kolektif pada
Lembaga Penyelesaian dan Penyimpanan, maka Perseroan wajib memberikan
bukti pemilikan saham berupa surat saham atau surat kolektif saham kepada
pemegang sahamnya.
b. Dalam hal Saham Perseroan masuk dalam Penitipan Kolektif Lembaga
Penyelesaian dan Penyimpanan, maka Perseroan wajib menerbitkan sertifikat
atau konfirmasi tertulis kepada Lembaga Penyelesaian dan Penyimpanan
sebagai tanda bukti pencatatan dalam buku daftar pemegang saham Perseroan.
Apabila perseroan dengan sengaja tidak menerbitkan bukti kepemilikan saham, para
pemegang saham dapat membuktikan kepemilikan sahamnya dengan Anggaran Dasar
Perseroan beserta perubahannya, serta Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM
yang menyatakan pengesahan atas perseroan tersebut beserta lampiran-lampirannya.
Bukti kepemilikan saham berdasarkan Surat Keputusan Menteri yang diterbitkan
melalui Sistem Administrasi Badan Hukum ini menjadi bukti yang sah mengingat
berdasarkan ketentuan Pasal 5 ayat (1) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik yang menyatakan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.
11. Apa yang boleh dilakukan sebelum sah sebagai Badan Hukum dan apa yang boleh
dilakukan setelah menjadi Badan Hukum?
Mengacu pada pasal 13 ayat (1) UUPT “perbuatan yang dilakukan calon pendiri untuk
kepentingan Perseroan yang belum didirikan, mengikat Perseroan setelah Perseroan
menjadi badan hukum apabila RUPS pertama Perseroan tegas menyatakan menerima
Page | 21
atau mengambil alih semua hak dan kewajiban yang dari perbuatan hukum yang
dilakukan oleh calon pendiri atau kuasanya” dan pasal 14 ayat (1) UUPT “perbuatan
hukum atas nama perseroan yang belum memperoleh status badan hukum, hanya
boleh dilakukan oleh semua anggota direksi bersama-sama pendiri serta semua
anggota dewan komisaris perseroan, dan mereka semua bertanggung jawab secara
renteng atas perbuatan hukum tersebut”.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada umumnya Perseroan Terbatas sebelum sah
sebagai badan hukum dapat melakukan perbuatan hukum apapun selayaknya
Perseroan Terbatas sebagai badan hukum, hanya saja proses-proses dalam melakukan
perbuatan hukumnya saja yang berbeda yaitu perbuatan hukum hanya boleh dilakukan
oleh semua anggota Direksi bersama-sama dengan pendiri serta semua anggota Dewan
Komisaris dan semua bertanggung jawab secara tanggung renteng atas perbuatan
hukum tersebut. Adapun batasan perbuatan hukum yang dapat dilakukan menurut
penjelasan pasal 14 ayat (1) UUPT adalah perbuatan hukum baik yang menyebutkan
perseroan sebagai pihak dalam perbuatan hukum maupun menyebutkan perseoran
sebagai pihak yang berkepentingan dalam perbuatan hukum.
Page | 22