Anda di halaman 1dari 6

Tugas PPKn Analisa Kinerja Lembaga Negara

Kelompok 6

Kelas 10 MIPA 4

Nama:

 Aubert
 Ezra
 Kennard
 Louis
 V. Darryl
 Winston
Analisis Kinerja Lembaga Legislatif di Media Massa

Sumber berita:

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Mutu Lembaga Legislatif",
https://nasional.kompas.com/read/2017/03/14/18180051/mutu.lembaga.legislatif?page=all.

Jika dilihat dari artikel tersebut kami dapat menyimpulkan bahwa lembaga legislative di
Indonesia tidak berkerja dengan baik. Mereka tidak dapat mengerjakan tugas mereka dengan
baik. Contohnya mereka harusnya membuat undang-undang yang dapat digunakan dalam
jangka panjang. Banyak undang-undang yang baru saja diresmikan, kemudian harus langsung
direvisi karena tidak dapat berjalan baik. Namun itu juga ada sangkutan dengan MK
(Mahkamah Konstitusi) mengapa mereka mengesahkan undang-undang tersebut. Jika
lembaga legislative terus bekerja seperti ini, mereka dapat menyebabkan kerugian yang besar.
Kerugian di bidang dana, waktu, dan pemikiran. Waktu yang harusnya mereka dapat gunakan
untuk melakukan hal yang lain yang lebih produktif mereka gunakan untuk merevisi
kesalahan mereka. Saat mereka tidak membenarkan kesalahan mereka, mereka berusaha
menyelesaikan RUU. Namun dalam 3 tahun mereka hanya menyelesaikan 14 dari 138.

Saat ini banyak anggota DPR dan DPRD yang lebih memfokuskan tugas yang diberi oleh
partai mereka. Salah satunya adalah memengkan calon kepala daerah partai mereka. Tidak
sedikit juga anggota yang tidak hadir rapat dan memberi berbagai alasan. Jika mereka hadir
rapat, saat ini jarang sekali ada anggota yang memberi ide atau gagasan yang cemerlang.
Analisis Kinerja Lembaga Eksekutif (khususnya penenggelaman kapal pencuri ikan) di
Media Massa

Sumber berita:

„Lagi! Menteri Susi Tenggelamkan Kapal Pencuri Ikan „


https://www.youtube.com/watch?v=Xt72SDHfr-k

Berdasarkan paparan berita diatas, menurut kelompok kami, penurunan performa perikanan
Indonesia tidak lepas dari langkah pemerintah yang memberikan izin pendaftaran kapal asing
menjadi kapal berbendera Indonesia sejak 2001. Izin itu kemudian disalahgunakan dengan
menduplikasi satu kapal menjadi beberapa kapal dengan bentuk dan warna yang sama.
 
Padahal di sisi lain, Indonesia telah memberikan perlindungan kepada kapal-kapal asing di
perbatasan. Sebagai contoh, Vietnam setiap tahun memohon izin kepada pemerintah
Indonesia agar memberikan perlindungan bagi sekitar 2.700 kapal Vietnam di Laut Natuna
dari badai monsoon. Setiap Desember, Hanoi mengajukan proposal perlindungan kepada
Jakarta.
 
Menimbang penurunan kinerja perikanan Indonesia, Indonesia pada perkembangannya
menutup usaha penangkapan ikan bagi investasi asing, termasuk melarang kapal asing
menangkap ikan di perairan Indonesia. Tonggak itu dikukuhkan dalam Peraturan Presiden No
44/2016 yang kerap disebut dengan revisi Perpres DNI (Daftar Negatif Investasi).
Sayangnya, kapal asing masih terus mencoba menangkap ikan di perairan Indonesia.

Menurut Ibu Susi Pudjiastuti, selaku Menteri Kelautan dan Perikanan, keputusan
menenggelamkan kapal sebenarnya memudahkan Indonesia untuk keluar dari persoalan lama.
Susi membandingkannya dengan alternatif penegakan hukum yang lain, seperti menyelidiki
dan menangkap oknum birokrat yang membantu kegiatan ilegal kapal asing yang
diperkirakan lebih rumit dan memakan waktu lebih lama. 
 
"Sebetulnya ini way out yang sangat cantik untuk bangsa kita. Menakutkan untuk bangsa lain,
iya. Dan semestinya cara itu, penyelesaian dengan cara ini  (penenggelaman kapal), harus jadi
pola," ujar Susi.

Tindakan yang diambil oleh Ibu Susi, selaku eksekutif bertujuan untuk menyelamatkan aset
bangsa. Walaupun langkah yang diambil cukup keras dan berani, tetapi hingga saat ini,
dinilai sangat positif oleh banyak pihak. Banyak perlawanan dari pihak asing terhadap
langkah ini, semata-mata karena mereka sudah terlena dengan ketidaktegasan sikap dari
pemerintah Indonesia di masa yang lampau.

Oleh karena itu, dapat kita simpulkan, kinerja eksekutif dalam hal ini Kementerian Kelautan
dan Perikanan telah melakukan tugasnya dengan baik.
Analisis Kinerja Lembaga Yudikatif (khususnya dalam pembentukan UU ITE) di Media
Massa

Sumber berita:

Kasus Prita Mulyasari

https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20190207075255-192-367027/kominfo-ungkap-
kasus-prita-mulyasari-jadi-awal-revisi-uu-ite

Tujuan dibuatnya UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ini,
diantaranya adalah:

a.       Mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat


informasi dunia.   

b.      Mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka


meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

c.       Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik.

d.      Membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap orang untuk


memajukan pemikiran dan kemampuan di bidang penggunaan dan
pemanfaatan Teknologi Informasi seoptimal mungkin dan bertanggungjawab.

e.       Memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna


dan penyelenggara Teknologi Informasi.
Ternyata dalam pelaksanaannya UU ITE ini banyak menimbulkan pro dan
kontra. Hal ini disebabkan karena adanya pasal-pasal karet pada UU tersebut.

‚Pasal karet‘ ini akan menjadi beban untuk yudikatif, sebab akan mudah dipolitisir ataupun
digerakan oleh opini masyarakat.

Sebagai contoh adalah kasus Prita Mulyasari, dimana ia menuliskan surat elektronik tentang
ketidakpuasannya saat menjalani pelayanan kesehatan di RS Omni Internasional. Tulisannya
tersebar luas di internet, dari milis ke milis. Atas kejadian itu, pihak rumah sakit merasa
dicemarkan nama baiknya hingga melaporkan ke pihak kepolisian. Pihak RS melayangkan
dua gugatan, pidana dan perdata kepada Prita pada September 2008. Prita pun sempat dijatuhi
vonis hukuman 6 bulan penjara juga denda lebih dari Rp 204 juta oleh Pengadilan Negeri
(PN) Tangerang dan Pengadilan Tinggi Banten. Prita divonis melanggar Pasal 45 ayat (1) jo
Pasal 27 ayat (3) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU
ITE), Pasal 310 Ayat (2) KUHP, atau Pasal 311 Ayat (1) KUHP. Setelah menempuh jalan
panjang, hingga Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung, akhirnya pada 17
September 2012 Prita dinyatakan tidak bersalah dan tidak terbukti melakukan pencemaran
nama baik yang dituduhkan. Dengan putusan ini, vonis yang dijatuhkan oleh PN Tangerang
dan Pengadilan Tinggi Banten gugur.

Dalam kasus ini, terlihat jelas akibat dari pasal karet yang ada. Lembaga peradilan akan sulit
menemukan keadilan yang hakiki, dilain sisi dapat dengan mudah dipolitisir atau dengan
mudah dipengaruhi opini publik.

Lembaga yudikatif dalam hal ini berhasil memberikan keadilan yang hakiki, namun perjalan
yang dilalui tidaklah singkat ( Kasus ini bergulir sampai ke MA)

Dari analisa kami diatas, Lembaga yudikatif sangatlah penting untuk menengakkan keadilan
yang berlaku di masyarakat, terutama pada pasal-pasal yang dianggap “pasal karet” Lembaga
peradilan harus lebih teliti dan cermat menyelidiki setiap saksi ataupun bukti yang ada.

Anda mungkin juga menyukai