Anda di halaman 1dari 3

Nama : Shahnaz Rayza Lubis

NIM : 1902101020079
Kelompok : 10 PPDH Gelombang 17

Tugas Laboratorium Patologi

Teknik Nekropsi pada Unggas

Nekropsi adalah pemeriksaan bangkai secara sistematis dengan tujuan untuk


ditemukan penyebab kematian, konfirmasi diagnosis, dan terapi yang gagal jika sebelumnya
sudah pernah diobati (Bello et al., 2012). Pemeriksaan bedah bangkai yang ditunjang dengan
informasi mengenai sejarah penyakit, sifat-sifat agen penyebab, umur ayam, dan karakteristik
epidemiologinya maka diagnosis dapat lebih diarahkan ke suatu penyakit yang lebih spesifik
(Wiedosari dan Wahyuwardani, 2015).

Nekropsi dilakukan secara sistematis sesuai prosedur nekropsi pada unggas. Bangkai
yang dinekropsi dipastikan kematiannya tidak lebih dari 1 jam. Unggas yang telah mati lebih
dari beberapa jam tidak direkomendasikan untuk spesimen diagnostik karena proses
dekomposisi alami, maka terjadi perubahan yang membingungkan dengan lesi patologis yang
sebenarnya. Jika spesimen tidak dapat segera dinekropsi, spesimen didinginkan sampai waktu
untuk di nekropsi. Jika memilih untuk eutanasia dan melakukan nekropsi pada unggas yang
sakit, pertama-tama amati pola pernapasan yang tidak normal, postur tubuh yang tidak
normal, bulu yang kusut, atau kotoran hidung dan mata sebelum melakukan eutanasia.
Unggas di eutanasia dengan beberapa metode yaitu; dislokasi serviks (mematahkan leher),
ruang karbon dioksida, atau disuntikkan larutan eutanasia seperti kalium klorida atau
barbiturat dengan dosis tinggi ke pembuluh darah atau langsung ke jantung (Meredith, 2006).

Pada saat melakukan nekropsi, diperhatikan perubahan yang terjadi pada seluruh
bagian tubuh dari unggas tersebut dan selanjutnya dicatat pada protokol seksi sesuai
perubahan-perubahan yang diamati. Pertama-tama diperiksa keadaan umum unggas, status
gizi, kulit, leleran dari lubang tubuh, adanya bentukan abnormal, keadaan mata, pial, daerah
kloaka (kotor, berdarah, luka) secara teliti, diperiksa parasit eksternal pada bulu dan kulit.
Selain itu, diamati warna pial dan cuping telinga, serta diperhatikan kemungkinan adanya
diare, leleran dari paruh, mata, dan kemungkinan adanya kebengkakan dan perubahan warna
facial ( Hambal, 2019).

Teknik prosedur nekropsi pada unggas adalah sebagai berikut; Unggas dicelupkan
dalam air yang telah dicampur dengan disinfektan dahulu untuk menghindari bulu tidak
berterbangan, karena hal tersebut dapat menyebabkan pencemaran. Unggas dibaringkan pada
bagian dorsal dan dibuat suatu irisan pada kulit di bagian medial paha dan abdomen pada
kedua sisi tubuh. Paha ditarik ke bagian lateral dan diteruskan irisan dengan pisau sampai
persendian coxo femoralis. Buat irisan kulit pada bagian medial dari kaki atau paha dan
kemudian diperiksa pada daerah otot dan persendian.
Buat irisan melintang pada kulit daerah abdomen, lalu kulit ditarik ke bagian anterior
dan irisan diteruskan ke daerah thorax sampai mandibula. Irisan pada kulit diteruskan ke
bagian posterior di daerah abdomen. Perhatikan warna, kualitas, dan derajat dehidrasi dari
jaringan subkutan dan otot-otot dada. Buat irisan melintang pada dinding peritoneum, di
daerah ujung sternum/ procesus xyphoideus ke arah lateral. Buat irisan longitudinal di daerah
abdomen melalui linea mediana ke arah posterior sampai daerah kloaka dan buka cavum
abdominalis.

Irisan dibuat longitudinal melalui m. pectoralis pada kedua sisi sternum sepanjang
persendian semua costae mulai dari posterior ke anterior. Pada bagian anterior, irisan kedua
sisi thorax bertemu pada daerah rongga dada, setelah memotong tulang choracoid dan
clavicula yang membuka rongga dada. Periksa kantung udara di daerah abdominalis dan
thorakalis. Periksa juga letak berbagai organ di dalam cavum thorax dan abdominalis.
Saluran pencernaan dikeluarkan dengan memotong oesophagus pada bagian proksimal
proventrikulus, darik seluruh saluran pencernaan ke arah posterior dengan memotong
mesenterium sampai pada daerah kloakaepa serta hepatr, lien dikelurkan dan dilakukan
pemeriksaan.

Irisan dibuat secara longitudinal pada, intestinum proventrikulus, ventrikulustenue,


coecum, colon dan cloaka, kemudian diperiksa kemungkinan adanya lesi dan penyakit.
Saluran reproduksi dikeluarkan dan oviduct di iris secara longitudinal kemudian diperiksa
ovarium yang meliputi stroma dan folikelnya. Ureter dan ren diperiksa pada posisinya. Organ
dikeluarkan untuk dilakukan pemeriksaan yang selanjutnya. Nervus dan plexus ischiadichus
di periksa setelah otot abductor pada bagian medial paha dipisahkan, kemudian dibuat irisan
pada sisi kiri sudut mulut dan diteruskan ke pharynx serta oesophagusdan ingluvies diperiksa
adanya abnormalitas pada organ. Glandula thyroidea dan parathyroidea di daerah trachea
diperiksa.

Irisan dibuat secara longitudinal melalui larynx, trachea, bronkus sampai ke pulmo.
Organ dikeluarkan secara bersamaan setelah pulmo diangkat dari perlekatannya, lalu
diperiksa ukuran, warna, konsistensi bidang irisan dan uji apung pada pulmo. Keadaan
pericardium, ukuran, warna dan apek cordis diperiksa pada jantung. Bagian atas paruh
dipotong secara melintang di daerah dekat mata sehingga cavum nasi dan sinus infraorbitalis
dapat diperiksa adanya cairan. Pemeriksaan pada otak dilakukan dengan cara diris dari
foramen magnum ke arah frontalis, selanjutnya irisan dibuat melintang menghubungkan
kedua sudut mata luar. Perubahan patologis di amati pada tengkorak. Perubahan patologis
yang terjadi kemudian di catat dan diagnosa dikerucutkan.

Daftar Pustaka:

Bello A., Umaru M.A., Baraya Y.S., Adamu Y.A., Jibir M., Garba S., Hena S.A., Raji A.A.,
Saidu B.,Mahmuda A., Abubakar A. A., Umar A., Musa D. 2012. Postmortem
procedure and diagnostic avian pathology. Scientific Journal of Zoology, 1(3): 37- 41.
Hambal M, Efriyendi R, Henni V., Rusli. 2019. Anatomical Pathology And Histopathological
Changes Of Ascaridia Galli In Layer Chicken. Jurnal Medika Veterinaria.13 (2):239-
247

Meredith, F., Davis, and Morishita, T.Y. 2006. Poultry Necropsy Basics. The Poultry Site.

Wiedosari E, Wahyuwardani S. 2015. Studi kasus penyakit ayam pedaging di Kabupaten


Sukabumi dan Bogor. Jurnal Kedokteran Hewan, 9(1): 9-13.

Anda mungkin juga menyukai