Anda di halaman 1dari 4

POTENSI SEL SURYA (SOLAR CELL) SEBAGAI ENERGI TERBARUKAN

Energi baru terbarukan merupakan salah satu alternatif baru dalam dunia energi yang
menawarkan jumlah energi yang dapat diambil secara terus-menerus, karena energi tersebut
bersumber dari proses alam yang berkelanjutan. Misalnya, ada yang pernah mendengar sel
photovoltaic (sel surya), fuel cell atau pembangkit listrik tenaga air? Itu merupakan beberapa
contoh energi baru terbarukan. Sel photovoltaic menggunakan proton dalam sinar matahari
yang terpancar dan menyebabkan terjadi beda potensial antara 2 semikonduktor pada sel
surya yang siap untuk dialirkan sebagai energi listrik, fuel cell menggunakan reaksi antara
hidrogen dan oksigen yang menghasilkan energi listrik (karena pasangan ini merupakan sel
galvani, yang menghasilkan listrik secara alami) dan kalor (reaksi eksoterm, kalor dilepas ke
lingkungan), sementara pembangkit listrik tenaga air memanfaatkan air yang mengalir turun
untuk memutar turbin yang tersambung dengan generator yang akan mengubah energi kinetik
putaran menjadi energi listrik. Sayangnya saat ini regulasi pemerintah, harga yang tergolong
mahal jika dibandingkan dengan energi fosil dan proses maintenance yang agak sulit
menjadikan banyak sistem EBT (Energi Baru Terbarukan) yang belum berkembang di
Indonesia.

Energi adalah salah satu tantangan yang kita hadapi pada abad 21 ini. Berdasarkan survey
yang dilakukan oleh Professor Ricards Smalley dari Rice University mengenai masalah
terbesar yang akan dihadapi manusia untuk 50 tahun mendatang, ternyata energi menduduki
peringkat pertama. Cadangan sumber energi fosil di seluruh dunia terhitung sejak 2002 yaitu
40 tahun untuk minyak, 60 tahun untuk gas alam, dan 200 tahun untuk batu bara. Dengan
keadaan semakin menipisnya sumber energi fosil tersebut, di dunia sekarang ini terjadi
pergeseran dari penggunaan sumber energi tak terbahurui menuju sumber energi yang
terbahurui. Dari sekian banyak sumber energi terbahurui seperti angin, biomass dan hydro
power, penggunaan energi melalui solar cell / sel surya merupakan alternatif yang paling
potensial. Hal ini dikarenakan jumlah energi matahari yang sampai ke bumi sangat besar,
sekitar 700 Megawatt setiap menitnya. Bila dikalkulasikan, jumlah ini 10.000 kali lebih besar
dari total konsumsi energi dunia.

Sel surya bekerja menggunakan energi matahari dengan mengkonversi secara langsung
radiasi matahari menjadi listrik. Sel surya yang banyak digunakan sekarang ini adalah Sel
surya berbasis teknologi silikon yang merupakan hasil dari perkembangan pesat teknologi
semikonduktor elektronik. Walaupun sel surya sekarang didominasi oleh bahan silikon,
namun mahalnya biaya produksi silikon membuat biaya konsumsinya lebih mahal daripada
sumber energi fosil. Selain itu kekurangan dari solar cell silikon adalah penggunaan bahan
kimia berbahaya pada proses fabrikasinya.

Energi surya adalah radiasi yang diproduksi oleh reaksi fusi nuklir pada inti matahari.
Matahari mensuplai hampir semua panas dan cahaya yang diterima bumi untu digunakan
makhluk hidup. Energi surya sampai kebumi dalam bentuk paket-paket energi yang disebut
foton.
Dalam kaitannya dengan sel surya, perangkat yang mengkonversi radiasi sinar matahari
menjadi listrik, terdapat dua paramater dalam energi surya yang paling penting : pertama
intensitas radiasi, yaitu jumlah daya matahari yang datang kepada permukaan per luas area,
dan karakteristik spektrum cahaya matahari.

Sel surya atau fotovoltaik adalah perangkat yang mengkonversi radiasi sinar matahari
menjadi energi listrik. Efek fotovoltaik ini ditemukan oleh Becquerel pada tahun 1839,
dimana Becquerel mendeteksi adanya tegangan foto ketika sinar matahari mengenai elektroda
pada larutan elektrolit. Pada tahun 1954 peneliti di Bell Telephone menemukan untuk
pertama kali sel surya silikon berbasis p-n junction dengan efisiensi 6%. Sekarang ini, sel
surya silikon mendominasi pasar sel surya dengan pangsa pasar sekitar 82% dan efisiensi lab
dan komersil berturut-turut yaitu 24,7% dan 15%.
Sebagai negara tropis, limpahan cahaya matahari di Indonesia sangat melimpah. Potensinya
2
energi surya di Indoenesia yaitu sekitar 4,8 kWh/m /hari. Namun berdasarkan data dari
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia, tahun 2005 kapasitas panel surya
yang terpasang di Indonesia baru 8 MW. Nilai ini masih sangat kecil bila dibandingkan
potensi tersebut. Padahal pemanfaatan energi surya misalnya dalam benuk Solar Home
System untuk daerah-daerah terpencil merupakan solusi andal untuk elektrifikasi desa-desa
tersebut. Karena bagaimanapun tingkat elektrifikasi suatu bangsa menentukan derajat
pengetahuan suatu bangsa, karena dengan listrik akan membuka jalan akses kepada
masyrakat global dimana lintas informasi dan ilmu pengetahuan berjalan dengan sangat
cepat. Sebagai gambaran di negara lain, berdasarkan studi yang dilakukan Ketut Astawa,
Eropa telah mencanangkan pengunaan energi terbarukan sekita 25% dari seluruh kebutuhan
energinya pada tahun 2025 Sedangkan Jerman dan Amerika menjalankan program 1juta roof
(instalasi sel surya di atap rumah). Jepang sebagai negara terdepan di dunia dalam hal
memproduksi dan memakai sel surya bahkan telah mengambil pajak keuntungan mulai 2003
lalu dari setiap penggunaan sel surya oleh masyarakatnya, setelah bertahun-tahun sejak tahun
80-an mensubsidi besar-besaran untuk penggunaan sel surya. Bahkan dalam roadmapnya,
dicanangkan bahwa pada tahun 2030 kontribusi sel surya akan sebanyak 10% terhadap total
elektrifikasi, belum juga kontribusi dai energi terbarukan yang lain. China tidak kurang
belasan manufaktur sel surya yang tengah pemproduksi rata-rata 20-50 MW sel surya
pertahunnya, India memiliki tidak kurang 8 manufaktur sel surya yang telah berproduksi
mulai akhir tahun 90-an. Di Asia Tenggara, Thailand telah mengembangkan sel surya dan
memiliki 3 manufaktur dengan kapasitas produksi 15-20 MW pertahun. Negara ini, saat ini
juga mengembangkan sel surya langsung untuk mensuplai listrik air condition (AC) untuk
gedung-gedung pemerintahannnya. Philipina mendapat kesempatan mengembangkan sel
surya, dimana UNI Solar USA, telah memindahkan salah satu cabang manufakturnya dari
Amerika Malaysia satu manufaktur sel suryanya telah memproduksi 15MW per tahun dan
satu manufaktur lainnya tengah dikerjakan untuk produksi sekitar 30MW pertahun.
Pemerintah Indonesia sendiri mencanangkan bahwa pada tahun 2025, energi terbarukan
berkontribusi sekitar 4% terhadap total konsumsi energi lokal dimana 0,02% nya berasal dari
energi surya. Untuk mewujudkan hal tersebut perlu dilakukan investasi baik dalam hal riset
maupun untuk produksi massal melalui misalnya subsidi bagi perusahaan yang berminat
mengembangkan sel surya dan juga konsumen pemakai sel surya. Dalam hal riset untuk sel
surya silikon terutama harus difokuskan pada proses pengolahan pasir silika yang tersedia
banyak di Indonesia menjadi wafer silikon yang bisa digunakan untuk sel surya. Selain itu
riset mengenai jenis sel surya berbasis teknologi murah seperti dye-sensitized solar cell
(DSSC) juga perlu mulai dikaji untuk pengembangannya di Indonesia, karena jenis sel surya
ini tidak memerlukan peralatan yang berteknologi tinggi untuk proses fabrikasinya sehingga
dengan kondisi tersebut para peneliti di Indonesia bisa juga ikut ambil bagian dalam
perkembangan DSSC dunia dan juga untuk kemungkinan produksi massal lokal.
Pendapat saya tentang energy sel surya (solar cell) sebagai energy terbarukan

Dengan makin menipisnya cadangan minyak kita, harus ada kesadaran penuh untuk serius
mengembangkan energi alternatif. Harus ada kemauan politik yang kuat untuk mengakhiri
ketergantungan terhadap energi dari bahan fosil, yang tak bisa dibaharukan lagi.
Sebagai negeri beriklim tropis, Indonesia sebenarnya kaya dengan sumber energi alternatif. Dari
Sabang sampai Merauke, Negara kita ditakdirkan memiliki energi terbarukan, yang sangat melimpah.
Energi terbarukan ini menjadi alternatif penyediaan energi kita, di tengah keterbatasan energi fosil.
Bahan bakar fosil jenis bensin dan solar, setelah dimanfaatkan tidak dapat diperbarui lagi, alias
habis.
Energi terbarukan, meskipun telah dimanfaatkan, masih terus terbarui secara alamiah. Jenis energi
ini senantiasa dapat dipulihkan dengan cepat, melalui proses alami secara berkelanjutan. Selain itu,
ketersediaan energi ini memang sangat berlimpah, tanpa batas.
Dengan teknologi Solar cell, cahaya matahari bisa diubah menjadi energi listrik menggunakan
photovoltaics . Penggunaannya, secara umum dibagi dua, yaitu aktif dan pasif. Aktif, menggunakan
teknologi panel photovoltaic atau panel tenaga surya untuk mengumpulkan energi listrik. Secara
pasif, dengan mengatur arah bangunan, menggunakan material penyerap panas dan desain
bangunan yang secara alami memperlancar sirkulasi udara.

Maka kesimpulannya, keunggulan sistem sel surya itu keandalannya tinggi, biaya operasinya rendah,
ramah lingkungan, berbentuk modul, dan biaya konstruksinya rendah.

Anda mungkin juga menyukai