Anda di halaman 1dari 54

USULAN PENELITIAN

HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN SIKAP IBU DALAM


PEMBERIAN
ASUPAN ZINK UNTUK MENCEGAH STUNTING
DI WILAYAH KERJA UPTD PAYANGAN

KADEK DEWI PURNAMA SARI

FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI
DENPASAR
2020

ii
USULAN PENELITIAN
HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN SIKAP IBU DALAM
PEMBERIAN
ASUPAN ZINK UNTUK MENCEGAH STUNTING
DI WILAYAH KERJA UPTD PAYANGAN

KADEK DEWI PURNAMA SARI


16C11745

FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI
DENPASAR
2020

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat rahmat-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan proposal yang
berjudul “Hubungan Pengetahuan dengan Sikap Ibu dalam Pemberian
Asupan Zink dalam Mencegah Stunting di Wilayah Kerja UPTD
Puskesmas Payangan”.

Dalam penyusunan proposal ini, penulis banyak mendapat


bimbingan, pengarahan dan bantuan dari semua pihak sehingga proposal
ini bisa diselesaikan tepat pada waktunya. Untuk itu penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak I Gede Putu Darma Suyasa, S.Kp., M.Ng., Ph.D. selaku Rektor
Institut Teknologi dan Kesehatan Bali yang telah memberikan izin dan
kesempatan kepada penulis menyelesaikan proposal ini;
2. Ibu dr. Made Arisani selaku kepala UPTD Puskesmas Payangan yang
telah memberikan izin dan kesempatan kepada penulis untuk
melakukan penelitian;
3. Ibu Ns. Ni Luh Putu Dina Susanti S.Kep., M.Kep. selaku Wakil Rektor
(Warek) I Institut Teknologi dan Kesehatan Bali yang telah
memberikan izin dan kesempatan kepada penulis menyelesaikan
proposal ini;
4. Bapak Ns. I Ketut Alit Adianta, S.Kep., MNS. selaku Wakil Rektor
(Warek) II Institut Teknologi dan Kesehatan Bali yang telah
memberikan izin dan kesempatan kepada penulis menyelesaikan
proposal ini.
5. Bapak Ns. I Kadek Nuryanto, S.Kep., MNS. selaku Dekan Fakultas
Kesehatan yang memberikan dukungan kepada penulis;
6. Ibu Ns. A.A.A. Yuliati Darmini, S.Kep., MNS. selaku Ketua Program
Studi Sarjana Keperawatan yang memberikan dukungan moral dan
perhatian kepada penulis sekaligus pembimbing I yang telah banyak

iv
memberikan bimbingan dalam menyelesaikan proposal ini;
7. Bapak I Putu Gede Sutrisna, S.Pd., M.Pd. selaku pembimbing II yang
telah banyak memberikan bimbingan dalam menyelesaikan proposal
ini;
8. Ibu Ni Wayan Sukma Antari, S.Si., M.Si. selaku PA kelas B tingkat IV
Program Studi Sarjana Keperawatan ITEKES Bali yang telah
memberikan motivasi dalam menyusun proposal ini;
9. Seluruh keluarga terutama Bapak dan Ibu yang banyak memberikan
dukungan serta dorongan moral dan materiil hingga selesainya
proposal ini;
10. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang
menyadari dalam penyusunan proposal ini.

Penulis menyadari dalam penyusunan proposal ini masih belum


sempurna, untuk itu dengan hati terbuka, penulis menerima kritik dan
saran yang sifatnya konstruktif untuk kesempurnaan proposal ini.

Denpasar, 8 Januari 2020

Penulis

v
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN SAMPUL DEPAN ............................................................................ i
HALAMAN SAMPUL DALAM .......................................................................... ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv
DAFTAR ISI ........................................................................................................ vi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... viii
DAFTAR TABEL................................................................................................. ix
DAFTAR LAMPIRAN ..........................................................................................x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah ...............................................................................................6
C. Tujuan Penelitian .................................................................................................6
D. Manfaat Penelitian...............................................................................................6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Nutrisi Pada Balita .................................................................................8
B. Konsep Status Gizi ..............................................................................................9
C. Konsep Asupan zink ..........................................................................................12
D. Konsep Pengetahuan .........................................................................................16
E. Konsep Sikap .....................................................................................................20
F. Konsep Stunting .................................................................................................20
G. Hubungan Asupan Zink dengan Stunting ..........................................................26
BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN VARIABEL
A. Kerangka Konsep ..............................................................................................28
B. Hipotetsis ...........................................................................................................29
C. Variabel Penelitian ............................................................................................29
BAB IV METODE PENELITIAN

vi
A. Desain Penelitian ...............................................................................................32
B. Tempat dan Waktu Penelitian ...........................................................................32
C. Populasi, Sampel, Sampling ..............................................................................33
D. Metode Pengumpulan Data ..............................................................................35
E. Analisa Data ......................................................................................................38
F. Etika Penelitian ..................................................................................................42
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

vii
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 3.1 Kerangka Konsep .............................................................................28

viii
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 2.1 Klasifikasi Status Gizi pada Anak .........................................................9
Tabel 2.2 Makanan yang Mengandung Sumber Zink ............................................14
Tabel 2.3 Penentu Bioavailabilitas Zink dalam Makanan ......................................14
Tabel 2.4 Angka Kecekupan Zink Sehari-hari .......................................................15
Tabel 3.2 Definisi Operasional ..............................................................................30
Tabel 4.1 Pedoman untuk menginterpretasikan hubungan atau koefisien .............42

ix
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Jadwal Penelitian


Lampiran 2. Instrumen Penelitian
Lampiran 3. Lembar Permohonan Menjadi Responden
Lampiran 4. Lembar Persetujuan Menjadi Responden

x
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masa balita merupakan masa keemasan (golden age) yang
mempengaruhi dan menentukan masa depan seseorang. Pada masa ini status
gizi perlu diperhatikan untuk mencegah terjadinya masalah gizi ganda yaitu
gizi lebih dan gizi kurang. Kekurangan zat gizi pada masa balita dapat
menyebabkan rendahnya pertumbuhan tinggi badan yang sering disebut
dengan stunting. Stunting merupakan gangguan pertumbuhan linier yang
disebabkan adanya malnutrisi asupan zat gizi kronis yang ditunjukkan
dengan nilai z-score tinggi badan menurut umur (TB/U) kurang dari -2SD
menurut (WHO Child Growth Standart Median).
Secara global, prevalensi balita stunting yang dikumpulkan World
Health Organization (WHO). Indonesia termasuk ke dalam negara ketiga
dengan prevalensi tertinggi di regional Asia Tenggara/South-East Asia
Regional (SEAR). Rata-rata prevalensi balita stunting di Indonesia tahun
2005-2017 adalah 36,4%. Prevalensi balita pendek di Indonesia cenderung
statis. Kemenkes tahun 2007 menunjukkan prevalensi balita pendek di
Indonesia sebesar 36,8%. Pada tahun 2010, angka stunting sebesar 35,6%.
Namun prevalensi balita pendek pada tahun 2013 mencapai 37,2%. Pada
tahun 2018 angka stunting terjadi sebesar 30,8% (Kemenkes, 2018).
Menurut WHO, prevalensi balita pendek menjadi masalah kesehatan
masyarakat jika prevalensinya 20% atau lebih. Hal ini menunjukkan kasus
stunting masih menjadi masalah di Indonesia.
Global Nutrition Report tahun 2014 menunjukkan Indonesia
termasuk dalam 17 negara, yang mempunyai tiga masalah gizi yaitu
stunting, wasting dan over weight pada balita (Depkes RI, 2017). Prevalensi
stunting Balita di Bali pada tahun 2016 sebanyak 19,7% (PSG, 2016). Pada
tahun 2017 kejadian stunting sebesar 19,1% (PSG, 2017), dan pada tahun
2018 stunting kembali mengalami peningkatan sebesar 21,7/%. Salah satu

1
2

Kabupaten di Bali yang memiliki jumlah stunting yang tinggi adalah


Kabupaten Gianyar. Kasus stuntingdi Gianyar meningkat dari tahun 2016
sebanyak 13,6% menjadi 22,5% pada tahun 2017 (PSG, 2017), tahun 2018
angka stunting masih berada diatastarger WHO yaitu sebesar 21,9%
(Riskesdas, 2018). Berdasarkan data dari TNP2K (2017), menyatakan
Kecamatan Payangan Kabupaten Gianyar merupakan salah satu Kecamatan
yang menjadi prioritas penanganan stunting pada tahun 2018. Berdasarkan
hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti jumlah stunting di
Kecamatan Payangan sebanyak 66 balita. Masalah tersebut juga merupakan
masalah gizi akut-kronis yang memerlukan adanya penanganan secara
bersama.
Kementerian kesehatan menemukan bahwa sebagaian besar ibu
hamil dan anak berusia di bawah dua tahun (baduta) tidak memiliki akses
yang memadai terhadap layanan dasar, sementara tumbuh kembang anak
sangat tergantung pada akses terhadap intervensi gizi spesifik dan sensitif,
terutama selama 1.000 HPK (Kemenkes, 2017). Kekurangan gizi pada anak
berdampak secara akut dan kronis. Dampak jangka pendek dari stunting
yaitu terganggunya perkembangan otak, kecerdasan, gangguan
pertumbuhan fisik, dan gangguan metabolisme dalam tubuh. Sedangkan
dampak jangka panjang akibat stunting yaitu menurunnya kemampuan
kognitif dan prestasi belajar serta menurunnya kekebalan tubuh sehingga
anak mudah sakit. Selain itu, stunting juga beresiko tinggi terjadi penyakit
diabetes, kegemukan, penyakit jantung, kanker, stroke dan disabilitas pada
usia tua. Balita/Baduta (bayi dibawah usia dua tahun) yang mengalami
stunting akan memiliki tingkat kecerdasan tidak maksimal, menjadikan
anak menjadi lebih rentan terhadap penyakit dan di masa depan dapat
beresiko pada menurunnya tingkat produktivitas (Depkes, 2017).
Kekurangan zat gizi mikro baik vitamin maupun mineral masih
menjadi masalah kesehatan anak di Indonesia.Salah satu zat gizi yang
berpengaruh terhadap pertumbuhan balita terganggu adalah kurangnya
pemberian makanan tambahan khusunya asupan zink. Menurut data dari
3

Kemnkes 2018 proporsi balita yang mendapatkan makanan tambahan


khusunya asupan zink adalah 41% dan yang tidak mendapakan makanan
tambahan sebesar 59%, yang artinya masih kurangnya pemberian makanan
tambahan sedangkan program dari pemerintah dalam pemberian makanan
tambahan adalah 58,3% yang mendapatkan makanan tambahan dan 41,7%
tidak mendapatkan makanan tambahan, yang mana masih terdapat
kesenjangan antara data dengan fenomena lingkungan.
Asupan zink sangat penting bagi evolusi dan tumbuh kembang anak.
Zink merupakan zat mikro mineral esensial dan zat gizi yang berperan
penting pada pertumbuhan sel, pembelahan sel, metabolisme tubuh,
pertumbuhan imunitas dan perkembangan (Adriani, 2014). Zink berperan
dalam kekebalan tubuh yaitu fungsi sel T dan dalam pembentukan antibodi
oleh sel B, karena zink berperan dalam reaksi-reaksi yang luas, kekurangan
zink akan berpengaruh banyak terhadap jaringan tubuh terutama pada saat
pertumbuhan. Asupan zink secara bermakna mempunyai respon yang positif
terhadap kenaikan berat badan dan tinggi badan, serta mampu
meningkatkan pertumbuhan linier pada balita.
Cakupan balita mengkonsumsi asupan zink sesuai dengan
kelompok umur menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi adalah
umur 1˗˗3 tahun sebesar 8.3 mg/hari dan umur 5˗˗6 tahun 10 mg/hari. Untuk
mencukupi asupan zink dapat ditemukan dalam makanan hewani (daging,
tiram, kepiting dan telur) dan makanan nabati seperti biji-bijian, kacang
polong dan sayuran serta ASI dan susu formula yang banyak mengandung
zink.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Anindita Putri (2012)


dengan judul “Hubungan tingkat pendidikan ibu, pendapatan keluarga,
kecukupan protein & zink dengan stunting (pendek) pada balita usia 6-35
bulan di Kecamatan Tembalang Kota Semarang” mengatakan bahwa
sebanyak 63,6% balita memiliki tingkat kecukupan zink yang kurang dan
sisanya sebanyak 36,4% memiliki tingkat kecukupan zink yang baik, yang
4

artinya ada hubungan tingkat kecukupan zink dengan stunting pada balita.
Hasil penelitan ini menjukkan bahwa balita yang mendapatkan kecukupan
asupanzink masih rendah dan hal inilah yang menyebabkan rendahnya
sistem imunitas tubuh sehingga balita sangat mudah terserang berbagai
penyakit dan terganggunya sistem pertumbuhan pada anak.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian dilakukan oleh
Prananingrum Ratih (2016) dengan judul “Efektifitas suplementasi zink
dalam peningkatan tinggi badan dan skor Z TB/U pada balita stunting”
mengatakan bahwa suplementasi zink efektif dalam meningkatkan tinggi
badan pada balita stunting. Namun hasil berbeda ditunjukkan oleh
penelitian yang dilakukan oleh Juliyanti Wike dengan judul “Hubungan
pengetahuan ibu, asupan protein dan asupan zink dengan stunting (pendek)
pada balita usia 12˗˗36 bulan” mengatakan bahwa tidak ada hubungan
asupan zink dengan stunting pada balita usia 12-36 bulan.
Dampak jika defisiensi zink ini tidak berikan pada balita akan
berdampak pada kegagalan dalam pertumbuhan, terganggunya sistem
kekebalan tubuh sehingga anak lebih rentan terhadap penyakit atau terkena
infeksi seperti diare serta keterlambatan kematangan fungsi seksual.
Kekurangan zink kronis dapat mengganggu pusat sistem saraf dan fungsi
otak serta metabolisme anak. Defisiensi zink dapat terjadi pada saat anak
kekurangan gizi dan makanan yang dikonsumsi berkualitas rendah, atau
mempunyai tingkat kesediaan zink yang terbatas. Defisiensi zink bagi bayi
dan anak berhubungan dengan pola pemberian makanan, gangguan
penyerapan, genetik, dan gangguan metabolisme (Andriani, 2014).
Ibu memegang peranan penting dalam mengatasi masalah gizi,
terutama dalam hal asupan gizi anak, mulai dari penyiapan makanan,
pemilihan bahan makanan. Salah satu penyebab terjadinya gangguan gizi
adalah kurangnya pengetahuan ibu tentang gizi atau kemampuan untuk
menerapkan informasi tentang gizi dalam kehidupan sehari-hari.
Pengetahuan dan sikap ibu tentang gizi merupakan faktor yang
mempengaruhi konsumsi pangan dan status gizi balita.
5

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti


melalui wawancara dengan 6 orang ibu yang memiliki balita di Wilayah
Kerja UPTD Puskesmas Payangan didapatkan data sebanyak 3 orang ibu
yang kurang memahami pentingnya asupan zink dan 3 orang ibu tidak
mengetahui bahan makanan yang memiliki kandungan zink yang tinggi.
Berdasarkan data tersebut seharusnya ibu mengetahui pentingnya
mengkonsumsi zink dan mengetahui bahan makanan yang mengandung
banyak zink namun pada kenyataannya masih banyak ibu yang belum
mengetahui pentingnya asupan zink.
Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang “Hubungan Pengetahuan dengan Sikap Ibu dalam
Pemberian Asupan Zink untuk Mencegah Stunting di Wilayah Kerja UPTD
Puskesmas Payangan”. Penelitian ini akan dilakukan di Puskesmas
Payangan karena berdasarkan data dari Kemenkes 2018 masih tinggi angka
balita yang tidak mendapatkan makanan tambahan khususnya asupan zink
sedangkan program dari pemerintah menyatakan yang harus mendapatkan
makanan tambahan sebesar 58,3%, dan dari hasil wawancara yang
dilakukan di wilayah Kerja UPTD Puskesmas Payangan didapat 5 orang ibu
tidak mengetahui pentingnya pemberian asupan zink. Di samping itu
Kecamatan Payangan masih menjadi prioritas penanggulangan stunting,
karena Kecamatan Payangan belum melakukan evaluasi secara optimal
pada tahun 2019.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah pada penelitian ini
adalah Adakah hubungan pengetahuan dengan sikap ibu dalam pemberian
asupan zink untuk mencegah stunting di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas
Payangan?
6

A. Tujuan
1. Tujuan umum
Tujuan umum pada penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan
pengetahuan dengan sikap ibu dengan pemberian asupan zink dalam
mencegah stunting di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Payangan.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi pengetahuan ibu dalam pemberian asupan zink
untuk mencegah stunting di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas
Payangan;
b. Mengidentifikasi sikap ibu dalam pemberian asupan zink untuk
mencegah stunting di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Payangan;
c. Menganalisis ada atau tidak hubungan pengetahuan dan sikap ibu
dalam pemberian asupan zink untuk mencegah stunting di Wilayah
Kerja UPTD Puskesmas Payangan.
B. Manfaat
1. Manfaat Teoretis
Untuk mengembangkan dan menambah wawasan mengenai pentingnya
mengkonsumsi asupan zink untuk pencegahan stunting.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Puskesmas
1) Dapat memberikan informasi tentang pentingnya
mengkonsumsi asupan zink untuk mencegah stunting di Wilayah
Kerja UPTD Puskesmas Payangan.
1) Sebagai acuan dan evaluasi untuk intervensi yang lebih baik lagi
dalam meningkatkan status gizi melalui program-program
lainnya.
b. Bagi Masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi khusunya
pada ibu mengenai faktor yang mempengaruhi tingkat asupan
makan pada balita dan diharapkan dapat menambah pengetahuan
7

sehingga asupan makan balita menjadi lebih baik dan status gizi
balita menjadi optimal.
c. Bagi institusi pendidikan
1) Dapat menjadikan bahan kajian pengembangan penelitian
tentang asupan zink untuk mencegah stunting.
2) Dapat menjadi referensi dan bahan pembelajaran tentang asupan
zink untuk mencegah stunting.
d. Bagi peneliti selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data dasar, data
pendukung dan perbandingan untuk penelitian lebih lanjut
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Nutrisi pada Balita


Nutrisi atau gizi merupakan makanan dan zat gizi dalam
makanan yang berguna bagi kesehatan, zat gizi atau nutrien adalah zat-
zat makanan yang terkandung dalam suatu bahan pangan yang dapat
dimanfaatkan oleh tubuh Purwitadari dan Dwi (dalam Fitri dan Wiji,
2019).
Gizi (nutriture/nutrition) merupakan keseimbangan antara zat
gizi yang masuk kedalam tubuh dari makanan dengan zat gizi yang
dibutuhkan oleh tubuh untuk keperluan proses metabolisme. Adapun zat
gizi (nutrient) adalah zat yang ada dalam makanan dan diperlukan tubuh
untuk melakukan proses metabolisme (pencernaan, penyerapan
makanan dalam usus halus, trasportasi oleh darah, pertumbuhan,
pemeliharaan jaringan tubuh, proses biologis, penyembuhan dan
kekebalan tubuh (Paramashanti, 2019).
Menurut (Paramashanti, 2019) gizi dapat dikelompokkan
berdasarkan fungsinya dan berdasarkan jumlahnya, berikut
penjabarannya:
1. Zat gizi berdasarkan sumbernya dibagi menjadi dua yaitu:
a. Nabati, yaitu sumber zat gizi yang berasal dari tumbuh
tumbuhan
b. Hewani, yaitu sumber zat gizi yang berasal dari hewani.
2. Zat gizi berdasarkan fungsinya sebagai berikut:
a. Sumber tenaga bagi tubuh, antara lain karbohidrat, lemak,
dan protein
b. Pembangun dan penjaga tubuh, antara lain protein, lemak,
mineral, dan vitamin

6
7

c. Pengatur proses kerja didalam tubuh, antara lain protein,


mineral, vitamin, dan air
3. Zat gizi berdasarkan jumlah yang dibutuhkan oleh tubuh terbagi
menjadi dua yaitu:
a. Zat gizi makro adalah zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh
dalam jumlah besar dengan satuan gram, seperti karbohidrat,
lemak, dan protein
b. Zat gizi mikro adalah zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh
dalam jumlah kecil atau sedikit dengan satuan milligram,
seperti mineral dan vitamin
B. Status Gizi
Status gizi adalah keadaan fisik seseorang, atau kelompok
orang, yang ditentukan dengan salah satu, atau beragam kombinasi dari
ukuran gizi tertentu Soekriman (dalam Paramashanti, 2019). Status gizi
merupakan keadaan keseimbangan antara asupan dan kebutuhan zat gizi
yang diperlukan tubuh untuk tumbuh kembang terutama anak balita,
aktivitas, pemeliharaan kesehatan, penyembuhan bagi meraka yang
menderita sakit dari proses biologis lainnya di dalam tubuh (Depkes RI,
2008).
1. Klasifikasi status gizi
Menurut Depkes RI (dalam Paramashanti 2019) kategori dan
ambang batas status gizi anak adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1 Klasifikasi status gizi pada anak
Indeks Kategori Ambang batas
status gizi (z-score)
Berat badan menurut Gizi baik <-3 SD
umur (BB/U) 0-60 bulan Gizi kurang -3 sampai dengan <-2 SD
Gizi baik -2 SD sampai dengan 2 SD
Gizi lebih >2SD

Panjang badan menurut Sangat <-3 SD


umur (PB/U) atau tinggi pendek -3 SD sampai dengan <-2
badan menurut umur Pendek SD
8

(TB/U) anak umur 0-60 Normal -2 SD sampai dengan 2 SD


bulan Tinggi >2 SD

Berat badan menurut Sangat kurus <-3 SD


panjang badan (BB/PB) Kurus -3 SD sampai dengan <-2
atau berat badan menurut Normal SD
tinggi badan (BB/TB) Gemuk -2 SD amapai dengan 2 SD
anak umur 0-60 bulan >2 SD

Indeks masa tubuh Sangat kurus <-3 SD


menurut umur (IMT/U) Kurus -3 SD sampai dengan -2 SD
anak umur 0-60 bulan Normal -2 SD sampai dengan 2 SD
Gemuk >2 SD

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi balita


ada dua faktor yang mempengaruhi status gizi balita menurut
(Paramashanti, 2019) sebagai berikut:
1. Faktor eksternal
Faktor eksternal, atau faktor yang berasal dari luar diri kita, atau
balita atau luar orang tua balita, yang mempengaruhi status gizi
antara lain:
a. Pemberian ASI
Bayi harus diberikan makanan cair dan yang paling tepat dari
makanan cair adalah ASI tanpa tambahan cairan lain. ASI
diberikan secara eksklusif selama 6 bulan.
b. Pemberian makanan tambahan
Makanan tambahan di luar ASI salah satu faktor eksternal
yang mempengaruhi pengukuran status balita. Pemberian
makanan di luar ASI seperti susu formula, madu, air teh,
ataupun makanan padat lainnya baru dapat diberikam setelah
bayi berusia 6 bulan keatas.
2. Faktor internal
9

Faktor internal atau faktor yang berasal dari dalam diri balita
atau orang tua balita, yang dapat mempengaruhi status gizi balita
diantaranya adalah:
a. Usia
Faktor usia sejatinya akan mempengaruhi kemampuan atau
pengalaman yang dimiliki orang tua dalam pemberian zat
gizi pada balita.
b. Kondisi fisik
Kondisi fisik adalah faktor internal yang sangat penting
untuk mendapatkan status gizi yang baik dan memadai.
Kondisi fisik yang selalu berada dalam kondisi baik dan
memadai adalah salah satu hal yang sangat menentukan dari
seberapa jauh seseorang bisa menjalani hidupnya dengan
berkualitas, termasuk balita.
c. Infeksi
Infeksi serta demam adalah hal yang dapat menyebabkan
menurunnya nafsu makan, bahkan dapat menimbulkan
kesulitan menelan, serta mencerna makanan. Jika orang tua
kurang cermat dalam menjaga daya tahan tubuh balita dan
mengawasi balita dalam berbagai asupan gizi yang diberikan
ke dalam tubuh balita tidak maksimal maka kemungkinan
balita beresiko terkena infeksi.
3. Kebutuhan gizi pada balita
Kebutuhan gizi yang harus dipenuhi pada masa balita
diantaranya energi dan protein.Kebutuhan energi sehari anak untuk
tahun pertama kurang lebih 100-120 kkal/kg BB. Untuk tiap 3 bulan
pertumbuhan umur, kebutuhan energi turun kurang lebih 10 kkal/BB
dan kemudian meningkat lagi menjadi 100 kkal selama tahun
pertama untuk menutupi kebutuhan yang berhubungan dengan
kecepatan pertumbuhan (Fitri dan Wiji, 2019).
10

Kecukupan gizi balita pada usia 6-24 bulan adalah hal yang
sangat penting. Pada fase ini, perkembangan dan pertumbuhan anak
adalah hal yang utama, hal inilah yang membuat semua kebutuhan
gizi anak harus terpenuhi. Anak pada usia ini juga harus
diperkenalkan pada makanan pendamping ASI (MPASI). Salah satu
MPASI yang diperlukan untuk pertumbuhan balita adalah asupan
zink yang cukup (Paramashanti, 2019).
C. Asupan Zink
1. Definisi zink
Zink merupakan zat gizi mikro mineral yang keberadaannya
mutlak dibutuhkan tubuh dalam jumlah kecil untuk memelihara
kehidupan yang optimal. Zink memiliki peranan penting dalam
proses pertumbuhan, fungsi kognitif, pematangan seks, fungsi
kekebalan (Adriani, 2014).
Zink tersebar di semual sel, jaringan dan organ tubuh. Zink
dibutuhkan untuk pertumbuhan, fungsi otak, pembentukan protein
tubuh, penyembuhan luka, pembentukan sel darah, persepsi rasa,
dan mempengaruhi respon tingkah laku serta emosi anak
(Paramashanti, (2019).
Tubuh mengandung 2 – 2,5 gram zink tersebar dihampir
semua sel. Hampir semua sel yang dalam tubuh manusia
mengandung zink umumnya ada di otak, yang mana zink mengikat
protein dan sebagaian besar lagi berada dalam hati, pankreas, ginjal,
otot, dan tulang.
2. Peranan zink (Nurlinda, 2013) antara lain:
a. Zink berperan dalam sistem kerja lebih dari 10 macam enzim
b. Berperan dalam sintesis Dinukleosida Adenosin (DNA) dan
Ribonukleosida Adenosin (RNA), dan protein
c. Seng berfungsi pada kompleks enzim yang penting untuk
pertumbuhan, mineralisasi tulang, dan metabolisme energi.
11

3. Fungsi zink
Zink memiliki berbgaia macam fungsi. Zink sangat
dibutuhkan dalam aktivitas lebih dari 90 macam enzim yang
berhubungan dalam metabolism karbohidrat dan energi,
degradasi/sintesis protein, sintesis ama nukleat, biosintesis heme,
transport CO2. Beberapa fungsi zink antara lain:
a. Zink diperlukan dalam pemkembangan reproduksi pria dan
spermkatogenesis, terutama perubahan testoteron menjadi
dehirotosteron yang aktif
b. Zink diperlukan dalam detofikasi alcohol dan metabolism
vitamin A
c. Zink diperlukan dalam sintesis protein pengikat retinol dalam
hati
4. Sumber zink
Adriani, (2014) menyatakan bahwa sumber zink terdapat
pada berbagai jenis bahan pangan. Tiram mengandung zink dalam
jumlah terbesar per takaran sajinya. Namun dalam kehidupan sehari-
hari, daging dan unggas memenuhi mayoritas yang memiliki
kandungan zink dan lebih sering dikonsumsi oleh masyarakat.
Sumber zink yang lain dan bisa didapatkan dengan mudah antara lain
kacang-kacangan, biji-bijian, gandum, makanan laut, dan produk
susu.
Menurut Dapertemen Pertanian dan Gizi, makanan yang
mempunyai sumber zink seperti tabel berikut:
Tabel 2.2 Makanan yang mengandung sumber zink

Jenis makanan Kadar zink (mg/kgbasah)


Daging sapi 10-43
Daging ayam 7-16
Ikan laut 4
Susu 3,5
Keju 40
Beras 13
Kelapa 5
12

Kentang 3
Zink tersedia secara luas dalam makanan, tetapi bioavailabilitas zink
dari beragam makanan sangat bervariasi. Penentu bioavailabilitas
zink dalam makanan dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.3 Penentu bioavailabilitas zink dalam makanan
Absorbs yang diperkirakan Jenis diet
Rendah (<15%) 1. Diet tinggi padi-padian/sereal
yang tidak dihaluskan
2. Rasio moral fitat : Zn>15
3. Kalsium >1 g/hari
Sedang (15-35%) 1. Makanan campuran yang
mengandung protein hewani
atau ikan
2. Rasio moral fitat : Zn <10
Tinggi (35-55%) 1. Makanan yang dihaluskan,
rendah serat sereal
2. Rasio moral fitat: Zn <5
3. Protein makanan yang
terutama dari hewani

5. Angka kecukupan zink


National Academic Institute of Medicine (dalam Nurlinda,
2013) menyatakan zink untuk anak 1-2 tahun adalah 3 mg/hari.
Sedangkan WNPG (2004) AKG zink untuk anak 1-2 mg/hari adalah
8,2 mg/hari. Memenuhi kebutuhan zink maka dibutuhkan
pengaturan diet yang adekuat, selain itu juga harus diperhitungkan
biovailabilitas bahan makanan yang mengandung zink. Berdasarkan
Widya-Karya Nasioanl Pangan dan Gizi (dalam Adriani, 2014)
angka kecekupan zink sehari-hari antara lain:
Tabel 2.4 Angka kecukupan zink sehari-hari.

Golongan umur Angka kecukupan zink (mg/hari)


0-6 bulan 1,2
7-11 bulan 7,9
1-3 tahun 8,3
4-6 tahun 10,3
7-9 tahun 11,3
13

6. Defisiensi zink
Defisiensi zink dapat terjadi pada saat kurang gizi dan
makanan dikonsumsi berkualitas rendah, atau mempunyai tingkat
ketersedian zink yang terbatas. Defisiensi zink pada bayi dan anak-
anak berhubungan dengan pola pemberian makanan, gangguan
penyerapan menurut Adriani, (2014). Menurut Nurlinda (2013)
akibat dari defisiensi zink ini antara lain:
a. Mengahambat pembelahan sel, pertumbuhan dan perbaikan
jaringan. Defisiensi zink ini menyebabkan terganggunya
pertumbuhan anak sehingga akan beresiko anak mengalami
stunting.
b. Fungsi pencernaan terganggu karena gangguan fungsi pankreas,
gangguan pembentukan kilomikron, dan kerusakan permukaan
saluran cerna.
c. Mengganggu metabolisme vitamin A, sering terlihat gejala mirip
kekurangan vitamin A
d. Kekurangan zink akan berakibat fatal, terutama pada
pembentukan stuktur otak, fungsi otak dan menganggu respon
tingkah laku dan emosi.
Berikut tanda dan gelaja yang mungkin dialami oleh anak:
a. Kekebalan tubuh yang lemah
Zink sangat penting untuk menjaga sistem kekebalan tubuh bagi
anak, zink penting untuk transkripsi gen, apoptosis, yang
bertanggujawab untuk membunuh bakteri berbahaya di tubuh,
pertumbuhan set T dan fungsi perlindungan lainnya dari
membrane sel
b. Kinerja neuropsikologis buruk
Seseorang yang memiliki kadar zink yang rendah kemungkin
besar akan mengalami gangguan motorik dan kinerja
neuropsikologis yang buruk. Untuk mengalami pertumbuhan
14

fungsi neurologis yang baik, anak harus menyeimbangkan


konsumsi zink yang nutrisi lainnya
c. Menipiskan rambut
D. Pengetahuan
1. Definisi pengetahuan
Menurut Notoatmojo (dalam Lestari, 2015) pengetahuan
merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan
pengindraan terhadap objek tertentu.Sebagaian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui mata, telinga, merupakan proses melihat
dan mendengar. Selain itu mata dan telinga, yaitu proses melihat dan
mendengar.
Menurut Wawan dan Dewi (2014) menjelaskan bahwa
pengetahuan adalah hal yang diketahui oleh orang atau responden
terkait dengan sehat dan sakit atau kesehatan, misalnya tentang
penyakit (penyebab, cara pencegahan), gizi, sanitasi, pelayanan
kesehatan, kesehatan lingkungan, keluarga dan sebagainya.
Menurut Soekanto (dalam Lestari 2015) pengetahuan
(knowledge) merupakan kemampuan seseorang tentang seseuatu.
Kemampuan untuk mengatahui adalah kemampuan untuk mengenal
atau mengingat kembali suatu objek, ide, prosedur, prinsip dan teori
yang pernah ditemukan dengan pengalaman tanpa manipulasi.
Berdasarkan definisi menurut para ahli dapat di simpulkan
bahwa pengetahuan merupakan suatu informasi atau proses
mengingat dan memahami kembali objek yang telah dipelajari
melalui panca indra dengan baik.
2. Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai
enam tingkatan menurut (Lestari, 2015) sebagai berikut:
a. Tahu (know)
Tahu merupakan suatu yang dipelajari sebelumnya. Yang
termasuk pengetahuan tingkat ini antara lainmengiat kembali
15

(recall) sesuatu yang spesifik dari suatu bahan yang diterima


atau dipelajari.
b. Memahami (comprehension)
Merupakan kemampuan untuk menjelaskan tentang objek yang
diketahui dan mengintrepasikan materi tersebut secara benar.
c. Aplikasi (application)
Merupakan kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada suatu kondisi atau situasi yang nyata.
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah kemampuan untuk menunjukkan materi atau
suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi
masihdidalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya
yaitu satu sama lain.
e. Sintesis (synthesis)
Sintesis merujuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan
atau menghubungakan bagian-bagian didalam satu bentuk
keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah
kemampuan untuk menyususn formulasi baru dari formulasi-
formulasi yang ada.
e. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek atau materi.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan
Faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut (Lestari, 2015)
sebagai berikut:
a. Tingkat pendidikan, yakni upaya untuk memberikan
pengetahuan sehingga terjadi perubahan perilaku positif yang
meningkat
b. Informasi, seseorang yang mendapatkan informasi yang lebih
banyak akan menambah pengetahuan yang lebih luas
16

c. Pengalaman, yakni seseuatu yang pernah dilakukan seseorang


akan menambah pengetahuan tentang sesuatu yang bersifat
informal
d. Budaya, tingkah laku manusia dalam memenuhi kebutuhan yang
meliputi sikap dan kepercayaan
e. Sosial ekonomi, yakni kemampuan seseorang memenuhi
kebutuhan hidupnya.
4. Pengukuran pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan cara
wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang
akan diukur dari subjek penelitian kedalam pengetahuan yang ingin
kita ketahui atau yang ingin kita ukur dapat kita sesuaikan dengan
tingkat pengetahuan (Wawan, 2010).
Menurut Sugiyono, (2016), Pada umumnya mencari jawaban
atas kejadian/fenomena yang menyangkut berapa banyak, berapa
sering, berapa lama, dan sebagainya, maka biasanya menggunakan
metode wawancara dan angket.
a. Wawancara tertutup dan wawancara terbuka, dengan
menggunakan instrumen (alat pengukur/pengumpul data)
kuesioner. Wawancara tertutup adalah wawancara dengan
jawaban responden atas pertanyaan yang diajukan telah
tersedia dalam opsi jawaban, responden tinggal memilih
jawaban yang dianggap mereka paling benar atau paling tepat.
Sedangkan wawancara terbuka, yaitu pertanyaan–pertanyaan
yang diajukan bersifat terbuka, dan responden boleh menjawab
sesuai dengan pendapat atau pengetahuan responden sendiri.
b. Angket tertutup atau terbuka. Seperti halnya wawancara, angket
juga dalam bentuk tertutup dan terbuka. Instrumen atau alat
ukurnya seperti wawancara, hanya jawaban responden
disampaikan lewat tulisan. Metode pengukuran melalui angket
17

ini sering disebut “self administered” atau metode mengisi


sendiri.
Penelitian ini menggunkan skala ukur untuk pengetahuan
yaitu menggunakan skala Guttman dengan cara pengukuran
menggunakan kuesioner. Dengan menggunakan penilaian baik,
cukup, dan kurang. Maka makin tinggi skor makin baik tingkat
pengetahuan dan makin rendah skor makan makin buruk tingkat
pengetahuan, menurut Arikunto (dalam wawan, 2010) pengetahuan
seseorang dapat diketahui dan di interprestasikan dengan skala yang
bersifat kualitatif, yaitu: :
1. Baik, jika menjawab pertanyaan dengan benar sebanyak >76-
100%
2. Cukup, jika menjawab pertanyaan dengan benar sebanyak 56-
75%
3. Kurang, jika menjawab pertanyaan dengan benar <56%
E. Sikap
1. Definisi sikap
Sikap merupakan suatu kekecendrungan untuk konsisten
memberikan tanggapan menyenangkan atau tidak menyenangkan
terhadap suatu objek. Sikap itu melibatkan pikiran, perasaan,
perhatian, dan gejala kejiwaan yang lain menurut Notoatmodjo,
(dalam Lestari, 2015). Sikap adalah suatu proses penilaian yang
dilakukan seseorang terhadap suatu objek atau situasi yang disertai
adanya perasaan tertentu dan memberikan dasar kepada orang
tersebut untuk membuat respon atau berperilaku dalam cara yang
tertentu yang dipilihnya (Lestari, 2015). Sikap seseorang
dipengaruhi oleh pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang
dianggap penting, pengaruh kebudayaan, media masa, lembaga
pendidikan dan lembaga agama, serta faktor emosional (Lestari,
2015).
18

2. Sikap terdiri dari beberapa tingkatan antara lain menurut (Lestari,


2015) :
a. menerima (receiving)
menerima diartikan bahwa seseorang (subjek) mau dan
memperhatikan stimulus yang diberikan (objek)
b. merespon (responding)
memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan
menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari
sikap
c. mengahargai (valuing)
menghargai subjek atau seseorang memberikan nilai yang positif
terhadap objek atau stimulasi, dalam arti membahasnya dengan
orain lain
d. Bertanggung jawab (responsible)
Sikap yang paling tinggi tingkatnya adalah bertanggung jawab
terhadap apa yang telah diyakininya.
3. Hasil pengukuran
Menurut (Nasir dkk, 2018), pengukuran sikap dapat dilakukan
dengan menggunakan bebrapa metode yaotu sebagai berikut :
a. Wawancara
Metode wawancara untuk pengukuran sikap sama dengan
pengukuran pengetahuan, bedanya pada substansi
pertanyaannya saja. Jika pada pengukuran pengetahuan
pertanyaannyamenggali jawaban yang diketahui oleh responden,
sedangkan pengukuran sikap pertanyaannya menggali pendapat
atau penilaian responden terhadap objek,
b. Angket
Demikian pengukuran sikap menggunakan metode angket, juga
menggali pendapat atau penilaian responden terhadap objek
kesehatan melalui pertanyaan dan jawaban tertulis.
19

Pada penelitian ini hasil pengukuran berupa kategori sikap, yaitu


mendukung (baik, cukup, dan kurang).Skala sikap dinyatakan dalam
bentuk pernyataan untuk dinilai oleh responden. Penyataan-
pernyataan yang diajukan dalam skala Likert baik pernyataan positif
maupun negatif dinilai oleh subejk dengan skala yang terdiri dari 5
poin yaitu:sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju, sangat tidak
setuju (Swarjana, 2015).
F. Stunting
1. Pengertian Stuning
Stunting sering disebut kerdil atau pendek merupakan gagal
tumbuh pada anak berusia dibawahlima tahun (balita) akibat
kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang terutama pada periode
1.000 hari pertama kehidupan (HPK), kekurangan gizi kronis sudah
terjadi saat bayi dalam kandungan dan pada masa awal bayi lahir.
Kondisi stunting baru akan terlihat saat bayi berusia 2 tahun
(TNP2K, 2017).
Kriteria balita pendek (stunted) dan sangat pendek (severely
stunted) adalah balita dengan panjang badan (PB/U) atau tinggi
badan (TB/U) menurut umurnya dibandingkan dengan standar baku
WHO-MGRS (Muticenter Growth Reference Study), 2006. Hal ini
sejalan dengan definisi stunting menurut Kemenkes yang
menyatakan balita dengan stunted apabila z-score kurang dari -2SD
(standar devisiasi) dan serely stunted apabila kurang dari -3SD
(Kemenkes RI, 2012).
Berdasarkan definisi stunting menurut para ahli maka dapat
disimpulkan bahwa stunting merupakan gangguan pertumbuhan
pada anak yang disebabkan oleh kekurangan asupan nutrisi dalam
waktu yang lama, stunting sering terjadi pada saat bayi masih
didalam kandungan dikarenakan asupan nutrisi ibu tidak baik.
2. Penyebab stunting
20

Stunting disebabkan oleh faktor multi dimensi dan tidak


hanya disebabkan oleh faktor gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil
dan balita. Menurut Kemenkes& Bank Dunia (2017), menyatakan
penyebab stunting sebagai berikut:
a. Praktek pengasuhan yang kurang baik
b. Masih terbatasnya layanan kesehatan termasuk layanan ANC-
Ante Natal Care (pelayanan kesehatan untuk ibu selama masa
kehamilan) post natal care dan pembelajaran dini yang
berkualitas
c. Masih kurangnya akses rumah tangga/keluarga ke makanan
bergizi
d. Kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi.
Menurut Kemenkes RI, (2012) terdapat 2 faktor resiko penyebab
stunting antara lain:
a. Asupan makanan
Manusia membutuhkan makanan untuk kelangsungan hidupnya.
Makanan merupakan sumber energi untuk menunjang semua
kegiatan atau aktivitas manusia. Seseorang tidak dapat
menghasilkan energi yang melebihi dari apa yang diperoleh dari
makanan kecuali menggunakanan energi dalam tubuh.
b. Penyakit infeksi
Rendahnya sanitasi dan kebersihan lingkungan memicu
gangguan saluran pencernaan, yang menbuat energi untuk
perumbuhan teralihkan kepada perlawanan tubuh menghadapi
infeksi.
c. Pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkuangan
Keadaan sanitasi lingkungan yang kurang baik memungkinkan
terjadinya berbagai jenis penyakit antara lain diare, kecacingan,
dan infeksi saluran pencernaan. Apabila anak menderiata infeksi
saluran pencernaan, penyerapan zat-zat gizi akan terganggu
yang menyababkanterjadinya kekurangan zat gizi. Seseorang
21

yang kekurangan zat gizi akan mudah terserang penyakit dan


mengalami gangguan pertumbuhan (Anandita, 2012).
3. Dampak stunting
Menurut Depkes (2017) terdapat dua dampak buruk yang
diakibatkan oleh stunting yaitu:
1. Dampak Jangka Pendek
a. Peningkatan kejadian kesakitan dan kematian
b. Perkembangan kognitif, motorik, dan verbal pada anak tidak
optimal
c. Peningkatan biaya kesehatan.
2. Dampak Jangka Panjang
a. Postur tubuh yang tidak optimal saat dewasa (lebih pendek
dibandingkan pada umumnya)
b. Meningkatnya resiko obesitas dan penyakit lainnya
c. Menurunnya kesehatan reproduksi
d. Kapasitas belajar dan performa yang kurang optimal saat
masa sekolah
e. Produktivitas dan kapasitas kerja yang tidak optimal.
4. Pencegahan Stunting
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39 Tahun
2016 tentang Pedoman Penyelenggaraan Program Indonesia Sehat
dengan Pendekatan Keluarga, upaya yang dilakukan untuk
menurunkan prevalensi stunting di antaranya sebagai berikut:
1. Ibu Hamil dan Bersalin
a. Intervensi pada 1.000 hari pertama kehidupan
b. Mengupayakan jaminan mutu ante natal care (ANC)
terpadu
c. Meningkatkan persalinan di fasilitas kesehatan
d. Menyelenggarakan program pemberian makanan tinggi
kalori, protein, dan mikronutrien (TKPM)
e. Deteksi dini penyakit (menular dan tidak menular)
22

f. Pemberantasan kecacingan
g. Meningkatkan transformasi Kartu Menuju Sehat (KMS) ke
dalam Buku KIA
h. Menyelenggarakan konseling Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
dan ASI eksklusif
i. Penyuluhan dan pelayanan KB
2. Balita
a. Pemantauan pertumbuhan balita
b. Menyelenggarakan kegiatan Pemberian Makanan Tambahan
(PMT) untuk balita, mikronutrien dan makronutrien
c. Menyelenggarakan stimulasi dini perkembangan anak
d. Memberikan pelayanan kesehatan yang optimal
3. Anak Usia Sekolah
a. Melakukan revitalisasi Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)
b. Menguatkan kelembagaan Tim Pembina UKS
c. Menyelenggarakan Program Gizi Anak Sekolah (PROGAS)
d. Memberlakukan sekolah sebagai kawasan bebas rokok dan
narkoba
4. Remaja
a. Meningkatkan penyuluhan untuk perilaku hidup bersih dan
sehat (PHBS), pola gizi seimbang, tidak merokok, dan
mengonsumsi narkoba.
b. Pendidikan kesehatan reproduksi
5. Dewasa Muda
a. Penyuluhan dan pelayanan keluarga berencana (KB)
b. Deteksi dini penyakit (menular dan tidak menular)
c. Meningkatkan penyuluhan untuk PHBS, dan pola gizi
seimbang
6. intervensi yang dilakukan pemerintah
Sejak akhir tahun 2017, Kementerian PPN/Bappenas
telah meluncurkan “Intervensi Pencegahan Stunting
23

Terintegrasi” sebagai upaya komprehensif dengan pendekatan


multi sektor. Upaya ini mencakup intervensi multi sektor yang
cukup luas mulai dari akses makanan, layanan kesehatan dasar
termasuk akses air bersih dan sanitasi, serta pola pengasuhan.
Hal ini menegaskan kembali bahwa permasalahan stunting
bukanlah semata-mata masalah sektor kesehatan tetapi
melibatkan faktor-faktor lain di luar kesehatan. Terdapat dua
intervensi antara lain:
a. intevensi gizi spesifik
intervensi gizi spesifik lebih ditunjukkan pada upaya
menangani penyebab langsung masalah gizi (asupan makan
dan penyakit infeksi) dan berada dalam lingkup kebijakan
kesehatan. Melalui intervensi spesifik, sekitar 15% kematian
anak balita dapat dikurangi bila intervensi berbasis bukti
tersebut dapat ditingkatkan hingga cakupannya mencapai
90%.
b. Intervensi gizi sensitif
Intervensi gizi sensitif ditunjukkan untuk mengatasi
terjadinya masalah gizi (ketahanan pangan, akses pelayanan
kesehatan, kesehatan lingkungan, serta pola asuh) dan terkait
dengan kebijakan yang lebih luas tidak terbatas bidang
kesehatan saja tetapi pertanian, pendidikan, hygiene air dan
sanitasi, perlindungan sosial, dan pemberdayaan perempuan.
G. Hubungan pemberian asupan zinc dengan stunting
Hubungan pemberian asupan zink erat kaitannya dengan
stunting menyatakan pemberian sumplemen zink dapat meningkatkan
konsentrasi plasma insulin-like Growth Factor I (IGF I) sehingga
memicu kecepatan pertumbuhan. insulin-like Growth Factor I mediator
hormone pertumbuhan yang berperan sebagai suatu growth promoting
faktor dalam proses pertumbuhan. Zink berpengaruh terhadap
pertumbuhan, karena zink tergolong dalam nutrien tipe 2 yang mana
24

nutrient tipe 2 merupakan bahan pokok konsumsi sel dan sangat penting
untuk fungsi jaringan menurut King (dalam jurnal Prananingrum, 2016).
Zink memiliki beberapa fungsi dalam metabolisme sel, lebih dari 100
enzim membutuhkan zink untuk fungsi atau pengaturan. Keberadaan
zink yang banyak pada jaringan tulang meyatakan bahwa ion tersebut
berperan dalam perkembangan sistem skeletal menurut Adriani, (2014).
Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan
Prananingrum (2016) dengan judul “Efektifitas Sumplementasi Zink
dalam Peningkatan Tinggi Badan dan Skor Z TB/U Pada Balita
Stunting”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas
suplementasi zink dalam peningkatan tinggi badan dan skor Z TB/U
pada balita stunting. Penelitian ini menggunakan desain eksperimen
dengan randomized pretest design. Sebanyak 18 balita stunting yang
diberikan suplemen zink 4 mg 3xseminggu selama 12 minggu.Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa sumplementasi zink efektif dalam
meningkatkan tinggi badan dan skor Z TB/U balita stunting.
BAB III
KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DAN VARIABEL PENELITIAN

Bab ini akan dibahas mengenai kerangka konsep, hipotesis, variabel


penelitian serta defiinisi operasional. Kerangka konsep dibuat berdasarkan literatur
serta dari teori yang sudah ada.
A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah abstraksi dari suatu realitas agar dapat
dikomunikasikan dan membentuk suatu teori yang menjelaskan keterkaitan
antar variabel (baik variabel yang diteliti maupun yang tidak diteliti), kerangka
konsep akan membantu peneliti menghubungkan hasil penemuannya dengan
teori (Nursalam, 2015). Berikut arah korelasi pada penelitian ini.
Gambar 3.1 Hubungan Pengetahuan dengan Sikap Ibu dalam Pemberian
Asupan Zink untuk Mencegah Stunting Di Wilayah Kerja UPTD
Puskesmas Payangan

Pengetahuan ibu dalam Sikap ibu dalam pemberian


pemberian asupan zink asupan zink

Faktor-faktor yang mempengaruhi


pengetahuan ibu: tingkat pendidikan,
Faktor yang mempengaruhi sikap
informasi, pengalaman, budaya, sosial budaya
yaitu pengalaman pribadi, pengaruh
orang lain yang dianggap penting,
Keterangan : lembaga agama dan pendidikan,
media masa serta faktor emosional
: Variabel yang tidak diteliti
: Variabel yang diteliti
: Alur pikir

Pemberian asupan zink memiliki peran yang sangat penting dalam


pencegahan stunting. Pemberian asupan zink meliputi jenis makanan yang
mengandung zink, dan frekuensi makanan yang mengandung zink sehari-hari,

17
18

sehingga dalam pemberian asupan zink diperlukan pengetahuan dan sikap ibu
dalam memberikan asupan yang mengandung zink. Faktor yang mempengaruhi
pengetahuan, yaitu pendidikan, informasi, pengalaman, sosial ekonomi dan sosial
budaya. Sikap seseorang dipengaruhi oleh pikiran, perasaan, perhatian, gejala
kejiwaan, pegalaman pribadi, serta pengaruh orang lain yang dianggap penting.
Pada penelitian ini yang diteliti yaitu hubungan pengetahuan dengan sikap ibu
dalam pemberian asupan zink untuk mencegah stunting di Wilayah Kerja UPTD
Puskesmas Payangan.
B. Hipotesis
Hipotesis merupakan hasil yang diharapkan atau hasil yang
diantipasikan dari sebuah partisipasi. Hipotesis juga dapat diartikan jawaban
sementara dari rumusan masalah penelitian yang kebenarannya masih perlu
diuji melalui uji hipotesis dan uji statistik (Swarjana, 2015). Hipotesis pada
penelitian ini adalah Hipotesis alternatif (Ha) pada penelitian ini adalah terdapat
hubungan pengetahuan dengan sikap ibu dalam pemberian asupan zink untuk
mencegah stunting di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Payangan.
C. Variabel Penelitian
1. Variabel penelitian
Variabel penelitian merupakan bagian dari individu atau objek yang dapat
diukur. Terdapat 2 variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Variabel independen ( bebas)
Variabel yang menyebabkan adanya suatu perubahan terhadap
variabel lain, akibat perubahan yang ditimbulkannya. Dalam penelitian
ini variabel independennya adalah pengetahun dengan sikap ibu dalam
pemberian asupan zink untuk mencegah stunting.

b. Variabel dependent (terikat)


Variabel yang dipengaruhi oleh variabel lainnya dan variabel
yang mengalami perubahan sebagai akibat dari variabel independen.
Variabel independent pada penelitian ini adalah pemberian asupan zink.
2. Definisi operasional
19

Definisi operasional merupakan definisi terhadap variabel


berdasarkan konsep teori namun bersifat operasional, agar variabel tersebut
dapat diukur atau bahkan dapat diuji baik oleh peneliti maupun peneliti lain
(Swarjana, 2015). Berikut definisi operasional pada penelitian ini.
Tabel 3.2 Definisi Operasional Hubungan Pengetahuan dengan Sikap Ibu
dalam Pemberian Asupan Zink untuk Mencegah Stunting di
Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Payangan.

Variabel Definisi Cara dan alat Hasil Skala


opersional pengumpulan data

Pengetahua Segala sesuatu Lembar kuesioner Hasil pengukuran Interval


n ibu dalam yang diketahui dengan menggunaka berupa skor dengan
memberika dan dipahami ibu n skala Gutman yang rentang 0-10 yang
n asupan dalam pemberian terdiri dari 10 mana semakin
zink untuk asupan zink pertanyaan dimana tinggi skor maka
mencegah terhadap balita responden memilih semakin baik
stunting untuk mencegah alternatif jawaban benar pengetahuan ibu
stunting. dan salah. dan sebalikanya
semakin rendah
skor maka
pengetahuan ibu
semakin buruk.
20

Variabel Definisi Cara dan alat Hasil Skala


opersional pengumpulan data
Sikap ibu Suatu respon Lembar kuesioner Hasil pengukuran Interval
dalam tertutup ibu dengan menggunaka berupa skor dengan
memberika terhadap n skala Likert yang rentang 10-50 yang
n asupan pemberian asupan terdiri dari 5 mana semakin
zink untuk zink pada balita pertanyaan dimana tinggi skor maka
mencegah untuk mencegah responden memilih semakin baik sikap
stunting stunting. alternatif jawaban ibu dan sebalikanya
sangat setuju, setuju, semakin rendah
ragu-ragu, tidak setuju skor maka sikap ibu
dan sangat tidak setuju. semakin buruk.
BAB IV
METODE PENELITIAN

Bab ini akan dibahas mengenai desain, tempat dan, waktu penelitian serta
definisi operasional. Kerangka konsep dibuat berdasarkan literatur serta dariteori yang
sudah ada.
A. Desain Penelitian
Desain penelitian ini memberikan kerangka kerja untuk mengumpulkan
serta menganalisis data. Pemilihan desain akan memberikan berbagai dimensi
dalam proses penelitian, termasuk menghubungkan adanya sebab akibat dari
variabel-variabel penelitian (Swarjana, 2015).
Penelitian ini menggunakan desain analitik korelasi dengan pendekatan
cross sectional. Penelitian cross sectional adalah jenis penelitian yang mendesain
pengumpulan datanya dilakukan pada satu titik waktu (at one point in time) dimana
fenomena yang diteliti adalah selama satu periode pengumpulan data (Swarjana,
2018). Desain penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan
dan sikap ibu dengan pemberian asupan zink dalam mencegah stunting di Wilayah
Kerja UPTD Puskesmas Payangan.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Payangan yang termasuk Wilayah kerja
UPTD Puskesmas Payangan.
2. Pengumpulan Data
Pengumpulan data akan dilaksanakan pada bulan Februari-Maret 2020 dan
POA terlampir.

21
22

C. Populasi-Sampel-Sampling
1. Populasi
Populasi merupakan kumpulan dari individu atau objek atau fenomena
yang secara potensial dapat diukur sebagai bagian dari penelitian Mazhindu and
Scott, (dalam Swarjana, 2015). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu
yang memiliki balita di Wilayah kerja UPTD Puskesmas Payangan. Adapun
jumlah balita yang terdapat di Kecamatan Payangan yaitu sebanyak 3.322
balita.
2. Sampel
Sampel merupakan kumpulan individu-individu atau objek-objek yang
dapat diukur yang mewakili populasi (Swarjana, 2015).
a. Besaran sampel
Menurut (Sugiyono, 2016) besaran sampel ini dapat ditentukan dengan
rumus:
S= λ2.N.P.Q
d2.(N-1) + λ2..P.Q
S = (1,96)2.3.322.0,5.0,5
0,052(3.322-1) + 0,5.0,5
S = 3,1904488
8,3025
S = 0,384
S = 384 responden
Keterangan :
λ2 dengan dk = 1, taraf kesalahan bisa 1%, 5%, 10%
P = Q = 0,5
d = 0,05
s = jumlah sampel
23

b. Kriteria sampel
Menurut (Nursalam, 2015) kriteria sampel dalam penelitian dibedakan
menjadi 2 yaitu :
1) Kriteria inklusi
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian darisuatu
populasi target yang terjangkau dan akan diteliti. Kriteria inklusi pada
penelitian ini yaitu :
a) Ibu yang bisa membaca dan menulis
2) Kriteria Ekslusi
Kriteria eksklusi adalah menghilangkan/mengeluarkan subjek yang
memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab antara lain:
a) Ibu yang tidak bersedia menjadi responden
3. Sampling
Sampling merupakan proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat
mewakili populasi. Teknik sampling merupakan cara-cara yang ditempuh
dalam pengambilan sampel, agar memperoleh sampel yang benar-benar sesuai
dengan keseluruhan subjek penelitian (Nurmasalam, 2017). Besar sampel
keseluruhan adalah 384 responden.
Cara pengambilan sampel pada penelitian ini mengunakan non
probability sampling yaitu teknik pengambilan sampel dengan mengutamakan
ciri atau kriteria tertentu (Swarjana, 2015). Dalam penelitian ini akan
menggunakan consecutive sampling yaitu, teknik pengambilan sampel
dilakukan penelitian berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan (Swarjana,
2015). Pengambilan sampel yang akan dilakukan oleh peneliti yaitu di Wilayah
Kerja UPTD Puskesmas Payangan dengan menggunakan kuesioner yang akan
diberikan kepada responden yang datang ke puskesmas tersebut.
24

D. Pengumpulan Data
1. Metode pengumpulan data
Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
kuesioner. Kuesioner pada penelitian ini menggunakantipe self-completed
questionnaire, yang mana responden mengisi sendirikuesioner yang diberikan
oleh peneliti (Swarjana, 2015). Kuesioner merupakan pendekatan kepada
subjek dan proses pengumpulan karakteristik subjek yang dibutuhkan oleh
peneliti (Swarjana, 2017). Tujuan kuesioner diberikan pada penelitian ini
adalah mengidentifikasi pemberian asupan zink, pengetahuan dengan sikap ibu
untuk mencegah stunting.
2. Alat pengumpulan data
a. Data demografis responden
Kuesioner ini berisikian tentang identitas responden, yaitu identitas
ibu yang meliputi inisial nama, umur, usia anak, dan pekerjaanibu serta usia
balita.
b. Lembar kuesioner
Kuesioner pengetahuan mengacu pada pemberian asupanzink
untuk mencegah stunting. Kuesioner sikap pada penelitian ini mengacu
pada sikap ibu dalam pemberian asupan zink. Kuesioner yang digunakan
dalam penelitian ini merupakan kuesioner yang telah dimodifikasi dan
dikembangkan lagi oleh peneliti.
Kuesioner pengetahuan menggunakan skala Guttman dimana
untuk menjawab pernyataan positif jawaban benar akan bernilai (1) dan
setiap pertanyaan salah bernilai (0), sedangkan untuk pernyataan negatif
setiap jawaban salah bernilai (1) dan setiap jawaban benar bernilai (0).
Sikap ibu diukur mengunakan skala Likert dimana responden akan diberi 5
alternatif untuk pertanyaan positif yaitu sangat setuju (SS) bernilai 5,
setuju (S) bernilai 4, ragu-ragu (RR) bernilai 3, tidak setuju (TS) bernilai 2
dan sangat tidak setuju (STS) bernilai 1 dan 5 alternatif untuk pertanyaan
25

negatif yaitu sangat setuju (SS) bernilai 1, setuju (S) bernilai 2, ragu-ragu
(RR) bernilai 3, tidak setuju (TS) bernilai 4 dan sangat tidak setuju (STS)
bernilai 5.
c. Uji validitas
Uji validitas merupakan derajat dimana instrument mengukur apa
yang seharusnya diukur, yang dapat dikategorikan menjadi logika (face
validity), content validity, criterion, and construct validity Thomas
(dalamSwarjana, 2005). Uji validitas dilakukan untuk menguji suatu
kuesioner dianggap valid, maka perlu dilakukan uji coba dan analisa. Pada
penelitian ini kuesioner yang digunakan adalah kuesioner yang telah di
modifikasi dari peneliti lain sebagai acuan teori. Uji validitas bertujuan
untuk mengetahui alat ukur yang digunakan sudah valid atau tidak. Peneliti
akan menguji alat yang diukur yang digunakan sebelum melakukan
penelitian. Uji validitas kuesioner ini akan dilakukan di ITEKES Bali
menggunakan uji validitas face validity. Uji face validity ini akan dilakukan
oleh dua orang dosen expert. Jika pertanyaan dalam kuesioner dianggal
relevan, masuk akal serta dengan alasan yang logis, tidak menimbulkan
ambigu maka kuesioner dapat dinyatakan valid.
3. Tahap pengumpulan data
a. Tahap persiapan
Pada tahap persiapan yang perlu diperhatikan adalah hal-hal sebagai
berikut:
1. Peneliti menyusun proposal yang telah disetujui oleh kedua
pembimbing;
2. Sebelum penelitian dilakukan peneliti telah mendapat izin dari Institut
Teknologi dan Kesehatan Bali;
3. Peneliti mengurus surat Ethical Clearane di Komisi Etik Fakultas
Kedokteran Univesitas Udayana;
26

4. Peneliti kemudian mengajukan surat izin ke Badan Penanaman Modal


Provinsi Bali;
5. Setelah surat izin dari penanaman modal dan perijinan Provinsi Bali
keluar. Peneliti akan menyerahkansurat izin rekomendasi tersebut
kepada kepala UPTD Puskesmas Payangan;
6. Setelah peneliti mendapat izin melakukan penelitian di Wilayah Kerja
UPTD Puskesmas Payangan;
7. Peneliti akan menyiapkan lembar persetujuan akan menjadi responden
(informed consent);
8. Peneliti akan mempersiapkan alat-alat yang akan digunakan berupa
kuesioner dan alat tulis lainnya.
b. Tahap pelaksanaan
1. Setelah izin penelitian diperoleh, peneliti berkoordinasi dengan kepala
UPTD Puskesmas Payangan;
2. Peneliti memilih responden sesuai kriteria inklusi. Menjelaskan
maksud, tujuan dan manfaat penelitian kepada responden;
3. Peneliti memberikan surat persetujuan (inform consent)kepada ibu yang
menjadi responden;
4. Responden yang bersedia dan memenuhi syarat menandatangani inform
consent dan responden bersedia berpartisipasi dalam pengisian
kuesioner;
5. Pengumpulan data dilakukan di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas
Payangan menggunakan kuesioner;
6. Peneliti menjelaskan tata cara pengisian kuesioner dan memberikan
kuesioner kepada calon responden. Peneliti mendampingi responden
selama responden menjawab pertanyaan kuesioner. Selain responden,
orang lain atau siapapun tidak boleh ikut memberikan sumbangan
jawaban kepada responden demi menghasilkan jawaban yang benar;
27

7. Setelah semua pertanyaan kuesioner terjawab, lembar kuesioner


dikumpulkan kembali dan peneliti melakukan pengecekan isi lembar
kuesioner yang sudah dijawab. Jika ada kuesioner yang belum terjawab
maka peneliti menyerahkan kembali kepada responden untuk mengisi
kuesioner secara lengkap;
8. Terakhir peneliti mengucapkan terimakasih kepada siswa sebagai
responden atas ketersediaan dan partisipasinya dalam penelitian ini;
9. Setelah sampel tercukupi dan data-data telah terkumpul, kemudian
dilakukan pengolahan data dan analisa data.
E. Analisa Data
Analisa data merupakan tahap yang paling penting dalam penelitian.
Analisa data merupakan pengelompokan data berdasarkan variabel dan jenis
responden, mentabulasi data berdasarkan variabel dari seluruh responden,
menyajikan data tiap variabel yang diteliti, melakukan perhitungan untuk
menjawab semua rumusan masalah, dan melakukan perhitungan untuk menguji
hipotesis yang telah diajukan (Eva dkk, 2010).
1. Teknik pengolahan data
Metode pengolahan yang akan dilakukan dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
a. Editing
Editing merupakan untuk memeriksa kembali kebenaran data yang
diperoleh atau dikumpulkan. Peneliti melakukan pemeriksaan antara lain
kesesuaian jawaban dan kelengkapan pengisian. Pada saat proses editing
jawaban dan kelengkapan pengisian sudah sesuai.
b. Coding
Coding merupakan pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang
terdiri dari beberapa kategori.
28

c. Tabulating
Tabulating atau penyusunan data yang mempermudah dalam analisa data
secara statistik. Tabuling dapat dilakukan dengan cara manual atau
menggunakan software atau program yang telah diinstal atau dapat
diunduh dari situs website dan setelah diinstal pada komputer.
d. Entry
Entry data adalah tahap yang mana jawaban dalam bentuk kode yang
dibuat oleh peneliti dimasukkan kedalam program software. Peneliti
memasukkan data-data yang telah diisi dengan lengkap kedalam suatu
tabel menggunakan program SPSS 20 for windows.
e. Cleaning
Cleaning atau pembersihan data yang merupakan kegiatan pengecekan
kembali data yang sudah dimasukkan apakah adanya kesalahan atau tidak.
Sebelum pengolahan data, peneliti harus memerika kembali data yang
sudah dientry apakah ada data yang tidak tepat masuk ke dalam program
komputer. Peneliti akan memeriksa apakah sudah benar kode yang
dimasukkan dan melihat apa ada missing data, agar dapat dilanjutkan
dengan analisa data.
2. Teknik Analisa Data
a. Analisa Univariat
Analisa univariat adalah data yang terkait dengan pengukuran satu
variabel pada waktu tertentu (Swarjana, 2015).Analisis yang digunakan
adalah descriptive statistic yang bertujuan untuk mencari distribusi
frekuensi dan proporsi. Beberapa perhitungan descriptive statistic meliputi
nilai terbesar (maksimum), nilai terkecil (minimum), range (perbedaan nilai
terbesar dan nilai terkecil dari frekuensi distribusi), dan central tendency
yang mencakup tiga perhitungan yaitu mean (nilai rata-rata), median (nilai
tengah), modus (nilai yang paling sering muncul) (Swarjana, 2015). Data
29

yang didapatkan tidak berdistribusi normal sehingga menggunakan nilai


median, maksimum, dan minimum.Variabel pada penelitian ini adalah:
1) Pengetahuan ibu
Data variabel pengetahuan ibu menggunakan skala Guttman.
Semua pertanyaan dalam kuesioner sebanyak 10 pertanyaan.
Pertanyaan positif jika dijawab benar (1) dan salah (0). Pertanyaan
negatif jika dijawab benar (0) dan salah (1). Hasil jawaban responden
yang telah diberikan bobot itu dijumlahkan dan dibagikan dengan skor
tertinggi dikalikan 100%. Hasil presentase selanjutkan ditafsirkan
dengan skala kulitatif yaitu:
a. baik apabila memperoleh 76-100%
b. cukup apabila 56-75%
c. kurang apabila <55%
2) Sikap ibu
Data variabel sikap ibu dalam pemberian asupan zink
menggunakan skala Likert. Semua pertanyaan dalam kuesioner
berjumlah 10. Apabila pertanyaan postif dijawab sangat setuju (SS)
bernilai 5, setuju (S) bernilai 4, ragu-ragu (RR) bernilai 3, tidak setuju
(TS) bernilai 2 dan sangat tidak setuju (STS) bernilai 1, apabila
pertanyaan negatif dijawab sangat setuju (SS) bernilai 1, setuju (S)
bernilai 2, ragu-ragu (RR) bernilai 3, tidak setuju (TS) bernilai 4 dan
sangat tidak setuju (STS) bernilai 5. Rentang skor pada kuesioner sikap
ibu yaitu:
a. baik apabila memperoleh skor 28-40
b. Cukup apabila 14-27
c. Kurang apabila 1-13
b. Analiasa Bivariat
Pada penelitian ini menggunakan analisa data bivariat, data yang
dianalisa adalah hubungan pengetahuan ibu dalam pemberian asupan zink
30

untuk mencegah terjadinya stunting dan hubungan sikap ibu dalam


pemberian asupan zink untuk mencegah terjadinya stunting. Variabel
independent pada penelitian ini adalah pengetahuan dan sikap ibu, dan
variabel dependent pada penelitian ini adalah pemberian asupan zink. Skala
yang digunakan pada penelitian ini adalah skala interval yang bersifat
numerik.
Sebelum melakukan uji korelasi, data akan di uji normalitas
terlebih dahulu pada variabel pengetahuan dengan sikap ibu. Uji
normalitasakan digunakan adalah uji Kolmogorov Smirnov karena jumlah
sampel lebih dari 50. Setelah uji normalitas dilakukan, jika data
berdistribusi normal maka uji korelasi yang akan digunakan adalah Pearson
Correlation dan jika data tidak berdistribusi normal maka uji korenalsi yang
akan digunakan adalah uji Spearmen rho. Selanjutnya data akan diolah
menggunakan program Microsft Excel dan dianalisis dengan program
Statistic Program or Social Science (SPSS version 20).
1) Menurut Swarjana (2015), nilai signifikansi hipotesis yaitu:
a. Apabila nilai signifikan <(a) (0,05), maka hipotesis diterima
(terdapat korelasi yang bermakna antara 2 variabel yang diuji)
b. Apabila nilai signifikan >(a) (0,05), maka hipotesis ditolak (tidak
terdapat korelasi yang bermakna antara 2 variabel yang diuji)
2) Arah korelasi
Menurut Sugiyono (2016) sifat korelasi dapat dibedakan menjadi:
a. sifat hubungan positif (+) berarti X mengalami kenaikan maka
variabel Y juga akan mengalami kenaikan atau sebaliknya jika
variabel X mengalami penurunan maka variabel Y juga akan
mengalami penurunan.
b. Sifat hubungan negatif (-) berarti jika variabel X mengalami
kenaikan maka variabel Y mengalami penurunan atau sebaliknya
31

jika variabel X mengalami penurunan maka variabel Y mengalami


kenaikan.
3) Kekuatan Korelasi
Tabel 4.1 Pedoman untuk menginterpretasikan hubungan atau
koefisien (Sugiyono, 2016).
Interval Koefisien Tingkat Hubungan
0,00 – 0,199 Sangat rendah
0,20 – 0,399 Rendah
0,30 – 0,599 Sedang
0,60 – 0,799 Kuat
0,80 – 1,000 Sangat kuat

F. Etika penelitian
Etika penelitian merupakan hal yang sangat penting dalam penelitian.
Mengingat penelitian keperawatan harus berhubungan langsung dengan manusia,
sehingga etika penelitian harus diperhatikan. Beberapa etika penelitian yang harus
diperhatikan diantaranya:
1. Informed consent
Informed consent berarti partisipan punya informasi yang adekuat tentang
penelitian, mampu memahami informasi, bebas menentukan pilihan.Pada saat
penelitian, peneliti memberikan informed consent kepada responden yang
dianggap sesuai dengan kriteria inklusi pada penelitian ini.
2. Anonymity (tanpa nama)
Peneliti memberikan jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara
yang tidak memberikan atau mencantumkan nama responden. Nama responden
cukup ditulis dengan inisial.
3. Confidentiality (Kerahasiaan)
Peneliti menjelaskan kepada responden tidak akan membocorkan datayang
didapat dari responden. Data akan disimpan selama 5 tahun, setelah itu akan
dimusnahkan.
4. Protection from discomfort (Perlindungan keamanan dan kenyamanan)
32

Peneliti melindungi pasien dari ketidaknyamanan baik fisik maupun psikologi.


5. Benefience (Keuntungan)
Sebuah prinsip untuk memberikan manfaat kepada orang lain, bukan untuk
nmemrugikan orang lain
33

DAFTAR PUSTAKA

Andriani, M. (2014). Gizi dan kesehatan balita peranan mikro zinc pada pertumbuhan
balita. Jakarta. Perpustakaan nasional:katalog dalam terbitan.

Anindita, P. (2012). Hubungan tingkat pendidikan ibu, pendapatan keluarga,


kecukupan protein & zinc dengan stunting (pendek) pada balita usia 6-35
bulan di kecamatan kota semarang. Diperoleh pada tanggal 04 November
2019, dari http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.(2018). Riset Kesehatan Dasar


2018.Jakarta : Kementerian Kesehatan RI. Diperoleh tanggal 3 November
2019.darihttp://labdata.litbang.depkes.go.id/menu-progresspuldata/progress-
puldata-rkd-2018

Depkes. (2017). Pusat data dan informasi kementrian kesehatan Indonesia. diperoleh
pada tanggal 03 November 2019. Dari
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/situasibalitap
endek-2016.pdf

Eva, dkk. (2010) Buku saku metodelogi penelitian. Jakarta. CV Trans Info Media.

Fitri Imelda, NWR. (2019). Buku ajar gizi reproduksi dan bukti. Yogyakarta. Katalog
Dalam Terbit

Julianti, W. (2014). Hubungan pengetahuan ibu, asupan protein, asupan zink dengan
stunting (pendek) pada balita usia 12-36 bulan. Jurnal media kesehatan,
7(2), 198-204. Diperoleh pada tanggal 02 November 2019 dari
http://jurnal.poltekkeskemenkesbengkulu.ac.id/index.php/jmk/artikel/view/246
/118

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. (2017). Buku


Saku Desa dalam Penanganan Stunting. Jakarta : Kementerian Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. Diperoleh pada tanggal
04 November 2019 dari
http://siha.depkes.go.id/portal/files_upload/Buku_Saku_Stunting_Desa.pdf .

Kementerian Kesehatan Repubik Indonesia. (2016). Buku saku pemantauan status gizi
tahun 2016. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI.
34

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.(2017). Buku saku pemantauan status gizi


tahun 2017. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI.

Lestari, T. (2015). Kumpulan teori untuk kajian pustaka penelitian kesehatan.


Yogyakarta. Nuha Medika

Nasir, ABD, Muhith.A & Ideputri, M.E. (2018). Buku ajar metodelogi penelitian
kesehatan. Jogyakarta. Nuha medika

Nurlinda, Andi. (2013). Gizi dalam siklus daur kehidupan seri baduta (untuk anak 1-2
tahun). Jogyakarta. Katalog dalam terbita (KDT).

Nursalam. (2015). Metodologi penelitian keperawatan pendekatan Praktis (Edisi4).


Jakarta : Salemba Medika

Paramashanti, Astria B. (2019). Gizi bagi ibu hamil & anak.Yogyakarta. PT. Pustaka
baru

Praningrum, R., & Kusudaryanti, D.P.D. (2016). Efektivitas sumplementasi Zn dalam


peningkatan tinggi badan dan skor z tb/u pada balita stunting. Profesi
(Profesional Islam) : Media publikasi penelitian, 14(1). Diperoleh pada
tanggal 10 November 2019 dari
http://www.ejournal.stikespku.ac.id/index.php/mpp/article/view/130

Sugiyono. (2016). Metodelogi penelitian kuantitatif, kualitatif dan R&D. Bandung:


alfabeta.

Swarjana, I.K. (2015). Metodologi penelitian kesehatan (edisi revisi). Yogyakarta : CV


Andi Offset.

Tim Nasional Penanggulangan dan Pencegahan Kemiskinan (TNP2K). (2017). 100


Kabupaten/Kota untuk Intervensi Anak Kerdil (Stunting) Volume 2.
Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia. Diperolehpada tanggal 05
November 2019, dari
http://www.tnp2k.go.id/images/uploads/downloads/Binder_Volume21.pdf .

Tim Nasional Penanggulangan dan Pencegahan Kemiskinan (TNP2K). (2018). 160


Kabupaten/Kota prioritas dengan masing-masing 10 Desa untuk
penanganan stunting. Kementerian koordinator bidang pembangunan
35

kebudayaan. diperoleh pada tanggal 08 november 2019, dari


https://cegahstunting.id/wpcontent/uploads/2018/04/8.160kabkotaprioritas-
desa-2019_FINAL_rev.4-2.pdf

Wawan, A & M, D. (2015). Metedologi penelitian kesehatan (edisi revisi). Yogyakarta:


CV. Andi Offeset.

World Health Organization (WHO). (2018). Reducing stunting In children. World


Health Organization. Diperoleh pada tanggal 09 November 2019, dari
http://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/260202/9789241513647eng.p
df;jsessionid=E54728E3F6A9C3AE59CFB29E0150587F?sequence=1

Anda mungkin juga menyukai