Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

KEGAWATDARURATAN VULNUS LACERATUM

Untuk memenuhi tugas matakuliah Keperawatan Kegawatdaruratan


yang dibimbing oleh Ibu Tavip Dwi Wahyuni, S.Kep, Ns., M.Kes.

Disusun Oleh:

Sonia Zalma Ardiansyah


(P17211173018)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI D-IV KEPERAWATAN MALANG
Maret, 2020
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
KEGAWATDARURATAN VULNUS LACERATUM

A. KONSEP DASAR MEDIS


1. Pengertian
Mansjoer (2000) menyatakan Vulnus Laseratum merupakan luka terbuka
yang terdiri dari akibat kekerasan tumpul yang kuat sehingga melampaui
elastisitas kulit atau otot.
Vulnus Laseratum adalah terjadinya gangguan kontinuitas suatu jaringan
sehingga terjadi pemisahan jaringan yang semula normal kemudian luka robek
terjadi akibat kekerasan yang hebat yang memutuskan jaringan.
2. Etiologi
Vulnus Laseratum dapat di sebabkan oleh beberapa hal di antaranya :
a. Alat yang tumpul
b. Jatuh ke benda tajam dan keras
c. Kecelakaan lalu lintas
d. Kecelakaan/luka akibat kuku dan gigitan
3. Manifestasi Klinis
Tanda seseorang terdiagnosa Vulnus Laceratum adalah sebagai berikut:
a. Biasanya luka tidak teratur
b. Jaringan rusak
c. Bengkak
d. Perdarahan
e. Tampak lecet dan memar di sekitar luka
4. Tipe Penyembuhan Luka
Menurut Mansjoer, terdapat 3 macam tipe penyembuhan luka, dimana
pembagian ini dikarakteristikkan dengan jumlah jaringan yang hilang.
a. Primary Intention Healing (penyembuhan luka primer) yaitu
penyembuhan yang terjadi segera setelah diusahakan bertautnya tepi luka
biasanya dengan jahitan.
b. Secondary Intention Healing (penyembuhan luka sekunder) yaitu luka
yang tidak mengalami penyembuhan primer. Tipe ini dikarakteristikkan
oleh adanya luka yang luas dan hilangnya jaringan dalam jumlah besar.
Proses penyembuhan terjadi lebih kompleks dan lebih lama. Luka jenis ini
biasanya tetap terbuka.
c. Tertiary Intention Healing (penyembuhan luka tertier) yaitu luka yang
dibiarkan terbuka selama beberapa hari setelah tindakan debridement.
Setelah diyakini bersih, tepi luka dipertautkan (4-7 hari). Luka ini
merupakan tipe penyembuhan luka yang terakhir.
5. Patofisiologi
Vulnus laceratum terjadi akibat kekerasan benda tumpul, goresan, jatuh,
kecelakaan sehingga kontuinitas jaringan terputus. Pada umumnya respon tubuh
terhadap trauma akan terjadi proses peradangan atau inflamasi. Reaksi peradangan
akan terjadi apabila jaringan terputus. Dalam keadaan ini ada resiko timbulnya
infeksi yang sangat hebat.
Nyeri timbul karena kulit mengalami luka infeksi akibat kerusakan
jaringan. Apabila nyeri terus berlanjut dengan ambang yang tetap tinggi,
kemungkinan besar seseorang akan mengalami gangguan rasa nyaman dan
gangguan istirahat, maka harus segera dilakukan penatalaksanaan yang
dikolaborasikan dengan dokter.
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan diagnostik yang perlu di lakukan terutama jenis darah lengkap,
tujuanya untuk mengetahui tentang infeksi yang terjadi (melalui hasil
leukosit). Pemeriksaannya melalui laboratorium.
b. Laju endap darah (LED) menunjukkan karakteristik infeksi.
c. Gula darah random memberikan petunjuk terhadap penyakit deabetus
mellitus untuk memperkirakan kecepatan penyembuhan luka.
d. CT-Scan, X-ray, dan EKG sesuai kondisi pasien.
7. Penatalaksanaan
Dalam manajemen perawatan luka ada beberapa tahap yang dilakukan yaitu
evaluasi luka, tindakan antiseptik, pembersihan luka, pembalutan, pemberian
antibiotik dan pengangkatan jahitan.
a. Evaluasi luka melputi anamnesis dan pemeriksaan fisik (lokasi dan
eksploraasi)
b. Tindakan antiseptik, prinsipnya untuk membersihkan luka. Untuk
melakukan pencucian atau pembersihan luka biasanya digunakan cairan
atau larutan antiseptik seperti :
 Alkohol, sifatnya bakterisida kuat dan cepat (efektif)
 Larutan Natrium Klorida 0.9%
 Penjahitan luka
Luka bersih yang diyakini tidak mengalami infeksi serta berumur kurang
dari 8 jam boleh dijahit primer sedangkan luka yang terkontaminasi berat dan atau
tidak berbatas sebaiknya dibiarkan sembuh persekundam atau pertertiam.
1) Penutupan luka
Penutupan luka adalah mengupayakan kondisi lingkungan yang baik ada luka
sehingga proses penyembuhan berlangsung optimal
2) Pembalutan
Menutup luka sangat tergantung pada kondisi luka. Pembalutan berfungsi
sebagai pelindung terhadap infeksi, mengupayakan lingkungan yang baik
bagi luka dalam proses penyembuhan, sebagai fiksasi dan efek penekanan
yang mencegah berkumpulnya rembisan darah yang menyebabkan hematom.
3) Pemberian antibiotik
Prinsip pada luka bersih tidak perlu di berikan antibiotik dan pada luka
terkontaminasi atau kotor maka perlu dibrikan antibiotik.
4) Pengangkatan jahitan
Jahitan diangkat bila fungsinya sudah tidak di perlukan lagi. Waktu
pengangkatan jahitan tergantung dari berbagai faktor seperti lokasi
pengangkatan luka, usia, kesehatan luka, sikap penderita dan adanya infeksi
(Ekaputra & Erfandi 2013).

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Identitas Pasien (Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, agama)
b. Keluhan utama saat dilakukan pengkajian
c. Riwayat penyakit sekarang (mekanisme trauma apabila pasien mengalami
trauma)
d. Riwayat penyakit dahulu
e. Pengobatan yang telah dilakukan sebelum ke IGD
f. Riwayat alergi obat
g. Pengukuran tanda-tanda vital
h. Pengkajian ABCD
- Airway
- Breathing
- Circulation
- Disability
i. Pemeriksaan Fisik head to toe (DCAPBTLS)

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b.d agens pencedera fisik
b. Resiko infeksi
3. Intervensi Keperawatan

Standar Luaran Standar Intervensi


Diagnosa
No. Keperawatan Indonesia Keperawatan Indonesia
Keperawatan
(SLKI) (SIKI)
1. Nyeri Akut b.d SLKI SIKI
agens pencedera Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
asuhan keperawatan Observasi
fisik
selama … x … jam, 1. Identifikasi lokasi,
diharapkan tingkat nyeri karakteristik durasi,
menurun dan kontrol frekuensi, kualitas,
nyeri meningkat dengan intensitas nyeri
kriteri hasil : 2. Identifikasi skala nyer
1. Tidak mengeluh 3. Identifikasi respons
nyeri nyeri non verbal
2. Tidak meringis 4. Identifikasi faktor yang
3. Tidak bersikap memperberat dan
protektif memperingan nyeri
4. Tidak gelisah 5. Identifikasi
5. Kesulitan tidur pengetahuan dan
menurun keyakinan tentang
6. Frekuensi nadi nyeri
membaik 6. Monitor efek samping
7. Melaporkan nyeri penggunaan analgetik
terkontrol Terapeutik
8. Kemampuan 1. Berikan teknik
mengenali onset nonfarmakologi untuk
nyeri meningkat mengurangi rasa nyeri
9. Kemampuan 2. Kontrol lingkungan
mengenali yang memperberat rasa
penyebab nyeri nyeri (mis. suhu
meningkat ruangan, pencahayaan,
10. Kemampuan kebisingan)
menggunakan 3. Fasilitasi istirahat dan
teknik non tidur
farmakologis 4. Pertimbangkan jenis
meningkat dan sumber nyeri
dalam pemilihan
strategi meredakan
nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
4. Anjurkan
menggunakan
analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
2. Resiko Infeksi SLKI : SIKI :
Setelah dilakukan 1. Pantau tanda vital
asuhan keperawatan 2. Kaji tanda-tanda infeksi;
selama … x … jam suhu tubuh, nyeri, dan
diharapkan resiko perdarahan
infeksi dapat berkurang. 3. Monitor tanda dan gejala
Dengan kriteria hasil infeksi sistemik dan local
sebagai berikut: 4. Cuci tangan sebelum dan
1. Mengenali tanda dan sesudah setiap melakukan
gejala yang kegiatan perawatan
mengindikasikan pasien.
risiko 5. Ajarkan pasien dan
dalam penyebaran keluarga tentang tanda
infeksi dan gejala infeksi
2. Mengetahui cara 6. Ajarkan pasien dan
mengurangi penularan keluarga bagaimana
infeksi menghindari infeksi.
3. Mengetahui aktivitas 7. Rawat luka (inspeksi
yang dapat kondisi luka)
meningkatkan infeksi 8. Ajarkan pasien merawat
luka.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, M.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien (Terjemahan). Edisi EGC: Jakarta.

Mansjoer,A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 2. Medika Auskulapius FKUI:
Jakarta.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), 
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI),  Edisi 1,
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI),  Edisi
1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Anda mungkin juga menyukai