ORAL MEDICINE
3. Pre-Cleaning
Pre-cleaning dilakukan dengan cara merendam alat dengan larutan
enzymatik/detergen/klorin 0.5% dengan tujuan untuk membunuh/mengurangi
mikroorganisme pada alat setelah digunakan, melepas noda, darah, lemak dan
cairan tubuh lainnya dari suatu benda sehingga memudahkan untuk
pengelolaan selanjutnya. Untuk meminimalkan pajanan terhadap petugas,
pemilahan alat-alat terkontaminasi dilakukan langsung oleh si pemakai
sebelum melepaskan alat pelindung diri (APD). Proses ini dilakukan selama
kisaran 5-10 menit atau sesuai produk yang digunakan
4. Pembersihan instrumen
Seluruh instrumen yang digunakan dalam proses perawatan harus
dibersihkan/digosok menggunakan sabun dan air. Larutan deterjen harus
disiapkan setiap hari, dan diganti lebih sering jika nampak kotor. Operator harus
selalu menggunakan sarung tangan khusus, celemek, masker dan kacamata
ketika membersihkan instrumen. Gunakan selalu sikat atau sikat gigi yang
berbulu lunak untuk menggosok instrumen dan alat lainnya untuk
menghilangkan seluruh materi organik (darah dan saliva) dan kotoran lainnya.
Hal ini harus dilakukan dibawah permukaan air untuk menghindari terjadi
cipratan. Seluruh permukaan instrumen dan alat harus digosok. Penanganan bagi
alat-alat yang memiliki engsel (misalnya forceps) dan lekukan (misalnya bone
file) harus ditangani secara khusus.
Setelah dibersihkan, seluruh instrumen dan alat harus dibilas menggunakan air
mengalir atau air yang disimpan dalam wadah (diganti secara berkala) untuk
membersihkan seluruh larutan deterjen dan kemudian dikeringkan dengan
handuk bersih.
5. Disinfeksi Tingkat Tinggi
Apabila memungkinkan, instrumen yang bersentuhan dengan tulang atau
jaringan lunak atau telah kontak dengan darah harus disterilisasi. Apabila tidak
tersedia panci tekan atau autoklaf, instrumen dapat didisinfeksi dengan direbus
dalam panci berisi air selama 20 menit setelah dibersihkan dengan menggunakan
air dan sabun. 20 menit dihitung sejak air mulai mendidih. Setelah air dalam
panci mulai mendidih, jangan tambahkan air ataupun instrumen selama proses
disinfeksi berlangsung.
Alkohol dan iodoform tidak dipakai untuk disinfeksi tingkat tinggi (DTT) tetapi
dapat untuk disinfeksi tingkat rendah dengan cara merendam alat tersebut selama
20 menit.
6. Sterilisasi
Instrumen dengan engsel seperti forceps untuk ekstraksi harus terbuka sebelum
diletakkan dalam alat sterilisasi. Instrumen harus diletakkan sehingga uap dapat
berputar mengelilinginya. Apabila menggunakan panci tekan, instrumen
diletakkan pada wadah di atas permukaan air. Pertahankan temperatur sampai
121°C (250°F) dengan tekanan 15 pound selama 20 menit untuk instrumen yang
tidak dibungkus dan 30 menit untuk instrumen yang dibungkus. Mulai
penghitungan waktu ketika uap nampak terlihat dan turunkan panas sampai
batas temperatur tetap menghasilkan uap panas. Pada akhir proses sterilisasi,
biarkan uap keluar lalu buka tutup panci tekan untuk membiarkan instrumen
mendingin secara perlahan.
10
b) Sandaran tangan/arm rest bersih.
c) Tempat duduk bersih.
d) Tempat menaruh kaki/foot rest bersih.
Apabila akan melakukan tindakan :
1) Lapisi dengan plastik (wrapping).
(a) Engsel-engsel di dental unit.
(b) Pegangan lampu.
(c) Meja.
(d) Pegangan kursi.
(e) Sandaran kepala.
2) Desinfeksi permukaan: siapkan larutan klorin 0,05% (desinfektan lainnya),
semprotkan ke semua permukaan, tunggu sampai 10 menit, lap dengan lap basah dan
keringkan dengan lap/ handuk kering.
11
TUTOR GUIDE
SKILL LAB
Tugas Kandidat :
1. Verbalkan kapan operator harus melakukan cuci tangan.
2. Verbalkan dan lakukan cuci tangan dengan benar
a. Menggunakan handsrub
b. Menggunakan air mengalir
12
SKILL LAB 2
ANAMNESIS
Pemeriksaan subyektif atau anamnesis adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk
mengumpulkan informasi yang akurat tentang status kesehatan gigi dan mulut pasien serta
penentuan jenis penyakit yang diderita pasien di rongga mulut.
Prinsip anamnesa yang baik : 5W + 1H : Who, What, When, Where, Why, How
Secara garis besar daftar pertanyaan anamnesis meliputi :
a. Khusus : mengenai keadaan gigi
b. Umum : mengenai riwayat penyakit
Data demografis
Data demografis mengidentifikasi karakter pasien
Riwayat Klinis
Keluhan Utama
Keluhan Utama, merupakan keluhan yang dirasakan pasien, sehingga menjadi alasan pasien
untuk dibawa ke rumah sakit. Merupakan informasi pertama yang diperoleh, berupa gejala
atau masalah yang diutarakan pasien dengan bahasanya sendiri, yang berkaitan dengan
kondisi yang menyebabkan pasien segera datang mencari perawatan.
Gaya pengumpulan riwayat penyakit tergantung pada pribadi masing-masing klinisi, tetapi
perlu diperhatikan bahwa dari awal pemeriksaan sudah harus ditentukan apakah seorang
penderita mempunyai lebih dari satu keluhan. Bila ada lebih dari satu keluhan, masalah
utama harus diatasi terlebih dahulu, kemudian diikuti dengan keluhan lainnya berurutan ke
bawah sesuai dengan tingkat keseriusannya.
Ada beberapa pertanyaan dasar yang harus diajukan untuk memastikan ciri-ciri keluhan :
Lokasi
Kapan pertama kali diketahui
Kapan kehadirannya
Faktor-faktor yang mempercepat
Faktor-faktor yang memperingan
(Lewis:7)
Rasa sakit
Dalam kasus rasa sakit yang perlu diperhatikan adalah sifat, kehebatan, serta kapan
terasanya. Pasien harus ditanya apakah rasa sakit timbul setiap hari, dan bila demikian,
bagaimana rasa sakit berubah dari waktu ke waktu dari bangun di pagi hari sampai
menjelang tidur di malam hari. (Lewis:9)
13
Pembengkakan
Keberadaan dan keparahan pembengkakan yang terus menerus dapat ditentukan oleh klinisi
pada saat pemeriksaan. Dalam sejumlah kondisi, pembengkakan mungkin berlangsung
secara episodik dan tidak ada pada saat pemeriksaan. Dalam keadaan demikian, pasien
harus ditanya untuk menggambarkan besarnya pembengkakan, misalnya apakah ukurannya
sebesar kacang polong, jagung atau biji kenari, waktu terjadinya serta kecepatan
pertumbuhannya. Kesadaran pasien akan pembengkakan tersebut harus dicatat. (Lewis:9)
Ulserasi
Bila pasien mengeluh tentang adanya ulserasi, apakah ulserasi tersebut baru terjadi untuk
pertama kalinya atau apakah sebelumnya sudah pernah timbul. Dalam kasus ulserasi yang
berulang, informasi yang harus didapatkan adalah mengenai lokasi, jumlah, frekuensi, serta
lamanya (durasi luka) (Lewis:9-10).
Berikut daftar Anamnesis untuk pasien dengan lesi ulseratif (N. Chizobam:170):
Riwayat Medis
Riwayat medis menyediakan informasi mengenai kerentanan dan reaksi pasien terhadap
infeksi, hal-hal mengenai perdarahan, obat-obat yang telah diberikan, dan status
emosionalnya. Riwayat medis tidak dimaksudkan sebagai pemeriksaan klinis lengkap,
cukup formulir pemeriksaan secara singkat yang berisi penyakit serius yang sedang dan
pernah diderita, serta pembedahan yang pernah dialami. Jika ditemukan penyakit fisik atau
psikologis yang parah atau penyakit yang masih diragukan yang mungkin mengganggu
diagnosis dan perawatan, lakukan pemeriksaan lebih lanjut dan dikonsultasikan dengan
profesi kesehatan lainnya.
Keadaan medis yang kontraindikasi bagi perawatan saluran akar, irigasi jaringan rongga
mulut, atau penyakit yang mengganggu system imun pasien seperti AIDS. Permasalahan
14
lain yang memerlukan perawatan khusus seperti meningkatnya insidens alergi terhadap
lateks, terapi pengganti glukokortikosteroid, hepatitis, hemostatis tertunda, kondisi jantung
tertentu, dan penggantian sendi.
Memeriksa secara tuntas kesehatan umum pasien baru dan menelaah ulang serta
memperbarui data riwayat kesehatan umum pasien lama merupakan langkah pertama
penegakan diagnosis. Riwayat kesehatan umum yang lengkap bagi pasien baru terdiri atas
data demografis, riwayat medis, riwayat dental, dan keluhan utama.
Dua alasan medis dalam pengambilan riwayat penyakit yang memadai adalah, pertama,
kesadaran akan adanya penyakit sistemik dan yang kedua adalah adanya persiapan untuk
segala kemungkinan keadaan darurat medis yang dapat timbul. Selain faktor-faktor diatas,
pengambilan riwayat medis untuk alasan medikolegal sekarang diwajibkan.
Riwayat Penyakit Sekarang, kronologis dari penyakit yang diderita saat ini mulai awal
hingga dibawa ke rumah sakit secara lengkap meliputi :
a. P = Provokasi atau Paliatif
Apa penyebab gejala? Apa yang dapat mengurangi dan memperberat penyakitnya?
Apa yang dilakukan pada saat gejala mulai dirasakan?, Apa keluhan psikologis yang
dirasakan?
b. Q = Quality and Quantity
Seberapa tingkat keparahan yang dirasakan pasien
c. R = Regio
Pada area mana gejala dirasakan?, Sejauh mana penyebarannya?
d. S = Severity
Tingkat/skala keparahan, hal-hal yang memperberat atau mengurangi keluhan
e. Time
Kapan gejala mulai muncul?, Seberapa sering dirasakan?, Apakah timbul secara
tiba-tiba atau bertahap?, Kambuhan/tidak?, Seberapa lama dirasakan sakitnya?
Riwayat Penyakit yang Lalu, penyakit apa saja yang pernah dialami pasien, baik yang ada
hubungannya dengan penyakit yang diderita sekarang atau tidak ada hubungannya dengan
penyakit yang diderita sekarang, riwayat operasi, dan termasuk riwayat alergi.
Riwayat Kesehatan Keluarga, apakah ada keluarga yang menderita penyakit yang sama?,
Penyebab kematian bila ada anggota keluarga yang meninggal?, Apakah ada jenis penyakit
herediter dalam keluarga? (Lewis:12)
Riwayat Sosial
Dalam konteks riwayat sosial yang relevan pasien harus ditanya mengenai status
perkawinan, pekerjaan sekarang dan dulu, kebiasaan merokok, jumlah alkohol yang
15
diminum, penyalahgunaan obat-obatan serta perawatan sebelumnya yang berhubungan
dengan kegelisahan dan depresi.(Lewis:12)
Riwayat Dental
Merupakan ringkasan dari penyakit dental yang pernah dan sedang diderita. Informasi
dalam riwayat dental mengungkapkan pula penyakit-penyakit gigi yang pernah dialami
oleh pasien pada masa lalu serta petunjuk mengenai masalah psikologis yang mungkin ada
dan menjelaskan sejumlah temuan klinis yang tidak jelas.
Riwayat dental harus mencakup perincian pola pertumbuhan gigi, tipe dan umur gigi palsu
serta kapan dipakainya. Rician tiap setiap ortodonti lepasan atau cekat harus dicatat. Hal ini
sangat membantu dalam memastikan apakah keluhan itu ada hubungannya dengan gigi
sebelumnya. Bagi pasien yang menggunakan protesa, pertanyaan mengenai kebersihan
protesa harus diajukan, termasuk rincian dari cairan yang digunakan untuk membersihkan
dan merendam protesa pada malam hari. Perlu juga diketahui apakah pasien memeriksakan
diri secara teratur atau tidak karena hal ini dapat memberikan perspektif tentang arti
kesehatan mulut bagi dirinya. (Lewis:12-13)
16
TUTOR GUIDE
SKILL LAB
ANAMNESIS
Contoh kasus/pemicu
Seorang perempuan usia 9 tahun datang ke RSGM dengan keluhan sariawan berukuran
kecil dan jumlahnya banyak pada gusi rahang atas dan bawah.
Hasil pemeriksaan klinis :
KU : lemah
E.O :
Suhu : febris
Kelenjar limfe submandibularis : teraba, diameter 1x1x1 cm, lunak, dapat
digerakkan, nyeri, warna kulit di atasnya normal.
I.O :
Gingiva RA dan RB: Ulser multipel bentuk ireguler diameter 1-2mm, bagian tengah
berwarna putih kekuningan dan dikelilingi daerah kemerahan, batas jelas, sakit.
Seluruh margin gingival berwarna kemerahan.
Tugas
Lakukanlah pemeriksaan subyektif / anamnesis pada penderita dengan benar !
17
SKILL LAB 3
Pemeriksaan Klinis
Dokter gigi mempunyai kesempatan yang baik untuk mengamati pasien pada saat
pencatatan riwayat klinis. Dengan cara ini, kelainan-kelainan dapat dilihat dengan jelas,
seperti misalnya pelumpuhan saraf kranial, pembengkakan wajah atau ruam-ruam kulit.
Mengamati frekuensi kedipan yang melebihi normal juga sangat berguna bagi dokter,
karena hal ini dapat mengindikasikan adanya serophthalmia. Apabila pasien jelas-jelas
ketakutan atau menunjukkan tanda-tanda segera akan menangis, ini mungkin menunjukkan
adanya kekacauan psikologis. Tak ada metode pemeriksaan klinis tertentu yang bisa
dianggap lebih benar selama jaringan diperiksa secara cermat. Pemeriksaan dapat dibagi
atas ekstraoral dan intraoral.
a) Inspeksi
b) Palpasi
c) Perkusi dan
d) Auskultasi
Pemeriksaan inspeksi yaitu suatu pemeriksaan yang dilakukan dengan cara melihat secara
rinci dan sistematis keadaan tubuh pasien. Palpasi yaitu suatu pemeriksaan yang dilakukan
dengan cara meraba terhadap keadaan tubuh yang terlihat tidak normal. Perkusi yaitu suatu
pemeriksaan yang dilakukan dengan cara mengetuk guna memperoleh suara hasil ketukan
tersebut terhadap rongga tubuh yang perlu diketahui keadaannya. Sedangkan auskultasi
yaitu suatu pemeriksaan yang dilakukan dengan cara mendengarkan suara-suara dalam
rongga tubuh dengan menggunakan stetoskop.
18
b. Aksila
Cara pengambilan suhu melalui aksila dengan meletakkan ujung termometer
pada ketiak/aksila. Pasien memegang tangan yang lain melalui dada, sehingga posisi
termometer tetap. Bila pasien tidak mampu, pemeriksa yang memegang termometer
tersebut. Temperatur melalui aksila dibaca setelah 5-10 menit. Pengukuran dengan
termometer digital dilakukan selama 30 detik.
c. Rektal
Pemeriksaan secara rektal dengan cara ujung termometer diberi pelumas, masukkan
ke anus sedalam 3-4 cm, baca setelah 3 menit. Pada pemakaian termometer
elektronik, pembacaan suhu setelah 10 menit. Suhu rektal lebih tinggi 0,4-0,5℃
dibandingkan suhu oral.
d. Membran Timpani
Pastikan kanalis auditorius eksternal tidak ada cerumen. Posisi sinar infra merah
ditujukan ke membrane timpani (jika tidak, pengukuran kurang valid). Tunggu 2-3
detik sampai suhu digital muncul. Cara tersebut merupakan pengukuran suhu inti
tubuh, lebih tinggi 0,8℃ dibandingkan suhu oral.
2. Pemeriksaan Nadi
19
Pemeriksaan nadi/arteri karotis:
Perabaan nadi dapat memberikan gambaran tentang aktivitas pompa jantung maupun
keadaan pembuluh itu sendiri. Kadang-kadang nadi lebih jelas jika diraba pada pembuluh
yang lebih besar, misalnya arteri karotis.
Catatan: pada pemeriksaan nadi/arteri karotis kanan dan kiri tidak boleh bersamaan.
C. Hasil pemeriksaan nadi/arteri:
Jumlah frekuensi nadi per menit (Normal pada dewasa: 60-100 kali/menit) Takikardia
bila frekuensi nadi > 100 kali/menit, sedangkan bradikardia bila frekuensi nadi< 60
kali/menit.
Irama nadi: Normal irama teratur.
Perbandingan nadi/arteri kanan dan kiri (Normal: nadi kanan dan kiri sama).
Perbandingan antara frekuensi nadi/arteri dengan frekuensi denyut jantung (Normal:
tidak ada perbedaan).
3. Pemeriksaan Tekanan Darah
20
Pengulangan pengukuran dilakukan beberapa menit setelah pengukuran pertama.
Persiapan pemeriksaan:
Pasien dalam keadaan tenang, posisi tidur.
Operator meminta ijin kepada pasien untuk membuka baju bagian atas.
Prosedur pemeriksaan pernapasan:
Pemeriksaan inspeksi: perhatikan gerakan pernafasan pasien secara menyeluruh
(lakukan inspeksi ini tanpa mempengaruhi psikis penderita). Pada inspirasi,
perhatikan: gerakan iga ke lateral, pelebaran sudut epigastrium, adanya retraksi
dinding dada (supraklavikuler, suprasternal, interkostal, epigastrium), penggunaan
otot-otot pernafasan aksesoria serta penambahan ukuran anteroposterior rongga dada.
Pada ekspirasi, perhatikan: masuknya kembali iga, menyempitnya sudut epigastrium
dan pengurangan diameter anteroposterior rongga dada.
Pemeriksaan palpasi: pemeriksa meletakkan telapak tangan untuk merasakan naik
turunnya gerakan dinding dada.
Pemeriksaan auskultasi: menggunakan membran stetoskop diletakkan pada dinding
dada di luar lokasi bunyi jantung.
Interpretasi pemeriksaan pernapasan:
Frekuensi: Hitung frekuensi pernafasan selama 1 menit dengan inspeksi, palpasi, atau
dengan menggunakan stetoskop. Normalnya frekuensi nafas orang dewasa sekitar 14
– 20 kali per menit dengan pola nafas yang teratur dan tenang.
Irama pernapasan: reguler atau ireguler.
B. KEADAAN UMUM
Keadaan umum pasien dapat di bagi atas ringan, sedang, dan berat. Keadaan umum
pasien seringkali dapat menilai apakah keadaan pasien dalam keadaan darurat medik atau
tidak. Hal-hal yang harus dipehatikan dalam menentukan keadaan umum pasien adalah:
21
habitus piknikus. Keadaan gizi pasien juga harus dinilai, apakah kurang, cukup atau
berlebih. Demgan menilai berat badan dan tinggi badan, maka dapat diukur indeks
Index Masa Tubuh (IMT) = Berat badan (kg)
(Tinggi badan (cm))2
Kesadaran pasien dapat diperiksa secara inspeksi dengan melihat reaksi pasien yang
wajar terhadap stimulus visual, auditor, maupun taktil. Seorang yang sadar dapat tertidur,
tetapi segera terbangun bila dirangsang. Bila perlu, tingkat kesadaran dapat diperiksa
dengan memberikan rangsang nyeri. Macam-macam tingkat kesadaran pasien:
Karnofsky dan Lansky membagi status keadaan umum pasien menjadi 3 kategori yaitu:
22
90 = mampu aktivitas normal, tanda-tanda minimal penyakit
80 = aktivitas normal dengan sedikit kesukaran, beberapa tanda penyakit
70 = mampu menjalankan keperluan sendiri, tidak mampu menjalankan pekerjaan
60 = mampu menjalankan sebagian besar keperluan sendiri, selalu memerlukan bantuan
50 = memerlukan bantuan cukup banyak, juga pertolongan medis
C. Pemeriksaan Ekstraoral
Mendahulukan pemeriksaan ekstraoral merupakan pemeriksaan yang logis dan hal ini
dapat dimulai dengan palpasi pada leher untuk pemeriksaan limpadenopati. Tata caranya
harus dijelaskan pada pasien dan dilakukan dari belakang. Semua nodus submental,
submandibular, aurikular posterior dan servikal harus dipalpasi secara bergantian. Vertebra
servikalis harus dipalpasi dan gerak leher harus diperiksa dalam gerakan lateral dan rotasi.
Kelenjar saliva parotis harus dipalpasi dan segala pembesaran atau pelunakan harus
diperhatikan. Dalam pembesaran parotis yang sejati ada defleksi ke arah luar dari bagian
bawah lobus telinga bagian bawah; pendeteksian yang terbaik adalah dengan melihat
wajah. Condyle mandibula harus dipalpasi dan pasien diminta untuk menggerak-gerakkan
rahang dalam jangkauan penuh, termasuk membuka mulut secara maksimal dan melakukan
gerakan-gerakan lateral. Setiap pembatasan gerak dan nyeri harus dicatat. Otot-otot
lateralis dan masseter harus dipalpasi dan dengan rahang dalam keadaan tertutup dan
dikeraskan oleh pasien, untuk menentukan bagian paling tebal serta ada atau tidaknya rasa
nyeri. Melakukan tekanan pada daerah-daerah yang dikeluhkan sakit oleh pasien akan
sangat membantu, seperti misalnya pada sinus maksilaris atau pada arteri-arteri temporal.
(Lewis :13)
1. Integument
a. Inspeksi:
Warna kulit:
23
b. Palpasi:
A. Tipe Primer
a. Makula : Perubahan warna kulit, tidak teraba, batas jelas, bentuk melingkar kurang
dari 1 cm.
b. Papula : Menonjol, batas jelas, elevasi kulit padat, kurang dari 1 cm, Plaque lebih
dari 1 cm
c. Nodule : Tonjolan padat berbatas jelas, lebih dalam dan lebih jelas daripada papula
ukuran 1-2 cm
24
Tumor : lebih dari 2 cm
d. Vesikula : Penonjolan pada kulit, bentuk bundar, berisi cairan serosa, diameter
kurang dari 1 cm
B. Tipe Sekunder
25
e. Lichenifikasi : Penebalan kulit karena garukan atau tertekan terus
3. Pemeriksaan Bibir
4. Pemeriksaan Wajah
Inspeksi: perhatikan ekspresi wajah pasien, warna dan kondisi wajah pasien, struktur
wajah, sembab atau tidak, ada kelumpuhan otot-otot fasialis atau tidak.
5. Pemeriksaan Leher
a. Bentuk leher simetris atau tidak, ektomorf/kurus ditemukan pada orang dengan gizi
jelek, atau TBC, sedangkan endomorf ditemukan pada pasien obesitas, adakah
peradangan, jaringan parut, perubahan warna dan massa.
b. Kelenjar tiroid, ada pembesaran atau tidak dengan meraba pada suprasternal pada
saat pasien menelan, normalnya tidak teraba kecuali pada orang kurus.
c. Vena jugularis, ada pembesaran atau tidak, dengan cara lakukan penekanan pada
supraklavikula kemudian tekan pada ujung proksimal vena jugularis sambil
melepaskan tekanan pada supraclavikula, ukurlah jarak vertikal permukaan atas
26
kolom darah terhadap bidang horizontal, katakanlah jaraknya a Cm di atas atau di
bawah bidang horizontal. Maka nilai tekanan vena jugularisnya adalah: JVP = 5 - a
Cm, (bila di bawah bidang horizontal). JVP = 5 - a CmHg (bila di atas bidang
horizontal), normalnya JVP = 5 - 2 CmHg.
Palpasi pada leher untuk mengetahui pembesaran kelenjar limfe, kelenjar tiroid
dan posisi trakhea.
Perhatikan posisi trakhea, bila bergeser atau tidak simetris dapat terjadi karena
proses desak ruang atau fibrosis pada paru atau mediastinum.
27
TUTOR GUIDE
SKILL LAB
Domain/Area Kompetensi :
1. Professionalism
2. General physical examination and stomatognatic system
Keterampilan Klinik :
1. Physical Examination
2. Interpretation skills
3. Procedural skills
Tinjauan : Penyakit infeksi dan imunologi
Daftar Alat dan Bahan :
1. Lembar checklist
2. ATK
3. Kaca mulut no.3 dan 4
4. Sonde lurus
5. Sonde bengkok
6. Ekskavator
7. Neirbeken
8. Dappen glass
9. Cotton pellet
10. Cotton roll
11. Kasa
12. Masker
13. Gloves
14. Stetoskop
Contoh kasus/pemicu :
Seorang laki-laki usia 32 tahun datang ke RSGM dengan keluhan utama pembengkakan
yang sangat sakit pada pipi kanan yang timbul sejak 2 hari yang lalu sehingga kesulitan
untuk makan dan menelan. Hasil anamnesis diketahui bahwa pasien merasa badannya
panas, lemah dan lesu sejak 4 hari yang lalu.
Diagnosis sementara: suspect Mumps.
28
Tugas
Lakukan dan verbalkan pemeriksaan klinis EO dan kondisi umum yang diperlukan pada
kasus diatas!
Instruksi:
a. Tutor mengamati dan menilai penampilan peserta berdasarkan lembar penilaian.
b. Tutor memberikan informasi terhadap data yang dibutuhkan setelah peserta melakukan
pemeriksaan fisik sesuai dengan apa yang diperiksa oleh peserta.
c. Tutor menyiapkan peralatan yang dibutuhkan.
29
SKILL LAB 4
Pendahuluan
Kira - kira 20% dari semua kunjungan ke dokter yang memberikan pelayanan primer
berkaitan dengan gangguan rongga mulut dan tenggorokan. Sebagian besar pasien datang
dengan sakit tenggorokan, yang mungkin akut dan berkaitan dengan demam atau kesulitan
menelan. Sakit tenggorokan mungkin disebabkan oleh penyakit setempat atau mungkin
merupakan manifestasi dini suatu penyakit sistemik.
a. Mukosa bukal
b. Bibir
c. Lidah
f. Kelenjar ludah
Rongga mulut terbentang mulai dari permukaan dalam gigi sampai orofaring. Atap mulut
dibentuk oleh palatum durum dan molle. Di bagian posterior palatum molle berakhir pada
uvula. Lidah membentuk dasar mulut. Pada bagian paling posterior dari rongga mulut
terletak tonsil di antara kolumna anterior dan posterior.
30
Mukosa bukal adalah membran mukosa yang berhubungan langsung dengan gingiva dan
membatasi bagian dalam pipi. Bibir berwarna merah karena mengandung banyak papila
dermal vaskular dan mempunyai epidermis yang tipis. Oleh karena itu, meningkatnya
hemoglobin yang mengalami desaturasi, sianosis, terlihat sebagai bibir yang biru. Demikian
halnya dalam lingkungan dingin bibir menjadi biru, yang berkaitan dengan menurunnya
suplai darah dan meningkatnya ekstraksi oksigen. Lidah terletak di dasar mulut dan melekat
pada tulang hioid. Ia merupakan organ utama untuk pengecapan, membantu dalam
berbicara, dan memegang peranan penting dalam mengunyah. Korpus lidah mengandung
otot intrinsik dan ekstrinsik. Lidah dipersarafi oleh nervus hipoglosus, atau saraf otak
keduabelas. Dorsum lidah mempunyai permukaan konveks dengan suatu sulkus median.
Pada bagian posterior sulkus tersebut terdapat foramen sekum, yang menandai daerah asal
kelenjar tiroid. Di belakang foramen sekum ditemukan kelenjar-kelenjar penghasil mukus
dan sekelompok jaringan limfe yang disebut tonsil lingual.
Lidah mempunyai tekstur kasar yang disebabkan adanya papilla, yang terdiri dari: papilla
sirkumvalata, papilla filiformis, dan papilla fungiformis (Gambar 2). Taste bud terletak
pada sisi-sisi papilla sirkumvalata dan fungiformis. Pengecapan diterima dari dua pertiga
anterior lidah oleh nervus korda timpani, cabang nervus fasialis. Pengecapan oleh sepertiga
bagian posterior lidah disensasi oleh nervus glosofaringeus, atau saraf kranial IX. Ada
empat sensasi dasar pengecapan, yaitu pertama, sensasi manis yang dirasakan oleh ujung
lidah; kedua, sensasi asin yang dirasakan oleh tepi lateral lidah; ketiga dan keempat, sensasi
asam dan pahit yang dirasakan oleh bagian posterior lidah dan dihantarkan melalui nervus
glosofaringeus. Apabila lidah diangkat ke atas, suatu perlekatan mukosa, yang disebut
frenulum dapat terlihat di bawah lidah di garis tengah yang menghubungkan lidah dengan
dasar mulut.
Palatum durum adalah suatu struktur tulang berbentuk konkaf. Bagian anteriornya
mempunyai lipatan-lipatan yang menonjol yang disebut rugae. Palatum molle adalah suatu
31
daerah fleksibel muskular di sebelah posterior palatum durum. Tepi posterior berakhir pada
uvula. Uvula membantu menutup nasofaring selama menelan. Gigi terdiri dari beberapa
jaringan: enamel, dentin, pulpa, sementum. Enamel melapisi gigi dan merupakan jaringan
tubuh yang paling banyak mengalami kalsifikasi. Bagian terbesar gigi dibentuk oleh dentin.
Di bawah dentin terdapat pulpa, yang mengandung cabang-cabang nervus trigeminus dan
pembuluh darah. Sementum melapisi gigi dan melekatkannya ke tulang. Dentisi primer,
atau gigi susu terdiri dari 20 gigi yang mengalami erupsi di antara umur 6 dan 30 bulan.
Dentisi primer tiap kuadran rahang terdiri dari 2 gigi seri, satu gigi taring, dan dua
premolar. Gigi-gigi ini kemudian tanggal di antara umur 6 sampai 13 tahun. Dentisi
sekunder, atau gigi permanen, terdiri dari 32 gigi yang mengalami erupsi di antara 6 sampai
22 tahun. Dentisi sekunder tiap kuadran rahang terdiri dari dua gigi seri, satu gigi taring,
dua premolar san tiga molar. Meskipuns sebenarnya bukan merupakan bagian rongga
mulut, kelenjar ludah dianggap bagian dari mulut. Ada tiga kelenjar ludah utama:
1. Kelenjar Parotis, yang terletak di bagian anterior telinga di sisi wajah. Nervus fasial
melalui kelenjar ini. Duktus kelenjar parotis disebut sebagai duktus Stensen dan
masuk ke dalam rongga mulut melalui papilla kecil yang berhadapan dengan gigi
molar pertama atau dua atas.
Di samping kelenjar ludah utama ini, ada ratusan kelenjar ludah yang sangat kecil yang
terletak di seluruh rongga mulut.
32
Faring
Faring dibagi tiga bagian, nasofaring, orofaring dan hipofaring yang dikenal pula sebagai
laringofaring. Nasofaring terletak di atas palatum molle, di bagian posterior rongga hidung.
Pada dinding posteriolateralnya terdapat muara tuba eustakhius. Adenoid adalah tonsil
faringeal dan tergantung pada dinding posterosuperior di dekat muara tuba eustakius.
Orofaring terletak di bawah palatum molle di belakang mulut, dan superior terhadap tulang
hioid. Di bagian posterior dibatasi oleh muskulus konstriktor superior dan vertebra servikal.
Di bawah orofaring adalah daerah yang dikenal sebagai hipofaring. Hipofaring berakhir
pada tempat setinggi kartilago krikoid, dimana berhubungan dengan esofagus melalui
sfingter esofagus atas. (Gambar 4).
Gambar 4. Faring
Alat-alat dan bahan yang diperlukan untuk pemeriksaan rongga mulut adalah sebagai
berikut:
2. Kasa
3. Sarung tangan
4. Kapas lidi
5. Spatula lidah
Persiapan Pasien
Pasien duduk dan pemeriksa duduk atau berdiri langsung di depannya. Wajah pasien harus
mendapat pencahayaan yang cukup. Pemeriksa harus bekerja secara sistematis dari depan
ke belakang sehingga tidak ada daerah yang terlewati. Pemeriksa harus memakai sepasang
sarung tangan sewaktu mempalpasi setiap struktur di dalam mulut. Kalau menemukan lesi,
33
konsistensi dan keadaan nyeri tekan harus diperhatikan. Jika pasien memakai gigi palsu, ia
harus diminta untuk melepaskannya.
Penderita diinstruksikan membuka mulut, perhatikan struktur di dalam cavum oris mulai
dari gigi geligi, palatum, lidah, bukal, dll. Lihat ada tidaknya kelainan berupa,
pembengkakan, hiperemis, massa, atau kelainan kongenital. Lakukan penekanan pada lidah
secara lembut dengan spatula lidah. Perhatikan struktur arkus anterior dan posterior, tonsil,
dinding dorsal faring. Deskripsikan kelainan-kelainan yang tampak. Dengan menggunakan
sarung tangan lakukan palpasi pada daerah mukosa bukal, dasar lidah dan daerah palatum
untuk menilai adanya kelainan-kelainan dalam rongga mulut.
Inspeksi Bibir
Warna bibir harus diperhatikan. Apakah ada lesi pada bibir? Jika ada lesi, palpasi yang
cermat harus dilakukan untuk menentukan tekstur dan konsistensi lesi tersebut.
Pasien harus diminta untuk membuka mulutnya lebar-lebar. Mulut harus disinari dengan
sumber cahaya. Periksalah mukosa pipi untuk melihat lesi atau perubahan warna, dan
rongga pipi diperiksa untuk melihat tanda-tanda asimetri atau daerah injeksi (pembuluh
darah yang berdilatasi, biasanya menunjukkan peradangan). mukosa pipi, gigi dan gusi
mudah diperiksa dengan memakai spatula lidah untuk mendorong pipi menjauhi gusi.
Inspeksi untuk melihat adanya perubahan warna, tanda-tanda trauma, dan keadaan
orifisium duktus parotis. Apakah ada ulserasi pada mukosa pipi? Apakah ada lesi putih
pada mukosa pipi? Lesi putih tak nyeri yang paling sering ditemukan di dalam mulut adalah
liken planus, yang terlihat sebagai erupsi retikularis, atau seperti renda, bilateral pada
mukosa pipi.
34
Gambar 6. Cara Melakukan Inspeksi Mukosa Pipi
Gusi diperiksa apakah membengkak, atau ada tanda-tanda peradangan dan tanda-tanda
perdarahan pada gusi. Gigi harus diperiksa untuk melihat adanya karies dan maloklusi.
Apakah ada perubahan warna pada gigi? Apakah ada gigi yang tanggal?
Orifisium duktus kelenjar parotis dan submandibula harus terlihat. Inspeksi keadaan
papilla. Apakah ada aliran saliva? Ini sebaiknya diperiksa dengan mengeringkan papilla
dengan kapas dan mengamati aliran saliva yang dihasilkan dengan melakukan tekanan
eksternal pada kelenjar itu sendiri. Obstruksi terhadap aliran atau infiltrasi kelenjar akan
menyebabkan pembesaran kelenjar. Palpasi kelenjar parotis dan submandibula, apakah ada
pembesaran? Apakah ada nyeri tekan?
Palatum harus diperiksa untuk melihat adanya ulserasi atau massa. Apakah terdapat
pembengkakan atau tanda-tanda peradangan. Apakah terlihat tanda-tanda perdarahan
ptekiae? Apakah uvula terletak di garis tengah?
Dasar mulut diperiksa dengan meminta pasien mengangkat lidahnya ke atap mulut. Apakah
ada edema pada dasar mulut? Muara duktus Wharton harus diperiksa.
Inspeksi Lidah
Perhatikan permukaan atas dan tepi lidah, bagaimana warnanya? Apakah ada massa?
Apakah lidah tampak lembab? Minyalah pasien untuk mengangkat lidahnya ke atap mulut
sehingga permukaan bawah lidah dapat diperiksa.
Mintalah pasien untuk menjulurkan lidahnya. Apakah lidah tersebut berdeviasi ke satu sisi?
Kelumpuhan nervus hipoglosus atau saraf kranialis keduabelas membuat otot-otot lidah
35
pada sisi yang terkena tidak dapat berkontraksi dengan normal. Oleh karena itu, sisi kontra
lateral “mendorong” lidah ke sisi lesi.
Dasar mulut harus diperiksa dengan palpasi bimanual. Ini dilakukan dengan meletakkan
satu jari di bawah lidah dan jari lain di bawah dagu untuk memeriksa adanya penebalan
atau massa. Sewaktu mempalpasi mulut pasien, pemeriksa harus memegang pipi pasien
seperti diperlihatkan pada gambar 6. ini adalah tindakan pencegahan kalau-kalau pasien
berusaha berbicara atau menggigit jari pemeriksa.
Palpasi Lidah
Setelah melakukan inspeksi lidah engan cermat, pemeriksaan dilanjutkan dengan palpasi
yang seksama. Palpasi lidah dilakukan dengan meminta pasien untuk menjulurkan lidahnya
ke dalam sepotong kasa. Lidah itu kemudian dipegang oleh tangan kiri pemeriksa ketika
sisi-sisi lidah diinspeksi dan dipalpasi dengan tangan kanan (Gambar 8).
36
Dua pertiga anterior dan tepi lateral lidah dapat diperiksa tanpa menimbulkan refleks
muntah. Adalah sangat penting untuk mempalpasi tepi lateral lidah, karena lebih dari 85%
dari semua kanker lidah timbul di daerah ini. Semua lesi putih harus dipalpasi. Apakah ada
tanda-tanda indurasi (pengerasan dan indurasi atau ulserasi sangat mengarah kepada
karsinoma). setelah palpasi lidah, lidah tersebut dikeluarkan dari kasa dan kasanya dibuang.
Pemeriksaan faring terbatas pada inspeksi. Untuk melihat palatum dan orofaring secara
memadai, pemeriksa biasanya harus menekan lidah dengan spatula lidah. Pasien diminta
untuk membuka mulutnya lebar-lebar, menjulurkan lidahnya, dan bernafas perlahan-lahan
melalui mulutnya. Kadang-kadang, membiarkan lidah tetap berada di dasar mulut akan
membuatnya dapat dilihat dengan lebih baik. Pemeriksa memegang spatula lidah dengan
tangan kanannya dan sumber cahaya di tangan kirinya. Spatula lidah harus diletakkan pada
sepertiga tengah lidah. Lidah ditekan dan dibawa ke depan. Pemeriksa harus berhati-hati
agar tidak menekan bibir bawah atau lidah pada gigi dengan spatula lidah. Jika spatula
lidah diletakkan terlalu anterior, bagian posterior lidah akan membentuk gundukan,
sehingga inspeksi faring menjadi sulit, jika diletakkan terlalu posterior, akan timbul refleks
muntah (Gambar 9).
Inspeksi Tonsil
Periksalah ukuran tonsil. Pembesaran tonsil disebabkan oleh infeksi atau tumor. Pada
infeksi tonsil kronis kripta tonsil profunda mungkin mengandung debris seperti keju.
Apakah ada membran di atas tonsil? Membran ini berkaitan dengan tonsilitis akut
mononukleosis infeksiosa difteri.
37
Inspeksi Dinding Posterior Faring
Apakah ada pengeluaran sekret, massa, ulserasi, atau injeksi? Mintalah pasien untuk
mengatakan “aahhh” untuk mengamati elevasi palatum molle.
Klinisi harus menggunakan sarung tangan operasi untuk melakukan pemeriksaan intraoral.
Bila pasien menggunakan gigi palsu, maka gigi palsu ini harus dilepas dan diperiksa apakah
ada bagian yang rusak atau adanya debris. Selanjutnya mintalah pasien untuk
memasangkannya kembali ke dalam mulut. Guna menilai hubungannya dengan daerah
abnormalitas mukosa.
Pemeriksaan intraoral yang sistemik harus dilakukan untuk memastikan bahwa tidak ada
daerah di mulut yang terlewati. Bagian dalam bibir, palatum keras dan lunak, mukosa
bukal, dasar mulut, tepi dasar serta lateral lidah juga diperiksa. Tepi lateral lidah harus
diperiksa dengan jalan ujung lidah dipegang dengan menggunakan sebuah kasa. Jumlah
gigi yang ada harus dicatat seiring dengan evaluasi singkat mengenai distribusi karies atau
restorasi dan adanya kelainan periodontal termasuk goyangnya gigi-gigi. Selama
pemeriksaan, jumlah dan kekentalan saliva dapat ditentukan. Cara penilaian yang sederhana
adalah kaca mulut harus mudah diangkat dari jaringan, ketika ditempatkan pada mukosa
bukal. Bila ada xerostomia, kaca akan lengket pada mukosa. Orifice saluran kelenjar parotis
dan submandibularis harus diidentifikasi. Pada individu yang sehat, palpasi eksternal yang
lembut pada kelenjar saliva utama (mayor) seharusnya menambah aliran saliva jernih dari
saluran kelenjar liur yang bersangkutan. Palpasi bimanual pada kelenjar saliva
submandibularis harus dilakukan untuk menentukan ada atau tidaknya pembesaran atau
nyeri. (Lewis:13-14)
38
SKILL LAB
Domain/Area Kompetensi :
1. Professionalism
2. General physical examination and stomatognatic system
Keterampilan Klinik :
1. Physical Examination
2. Interpretation skills
3. Procedural skills
Tinjauan : Penyakit infeksi dan imunologi
Daftar Alat dan Bahan :
a. Lembar checklist
b. ATK
c. Kaca mulut no.3 dan 4
d. Sonde lurus
e. Sonde bengkok
f. Ekskavator
g. Stik kayu (stik es krim)
h. Neirbeken
i. Dappen glass
j. Cotton pellet
k. Cotton roll
l. Kasa
m. Masker
n. Gloves
o. Headlamp
Contoh kasus/pemicu :
Seorang perempuan 66 tahun datang ke RSGM dengan keluhan utama bercak putih pada
pipi kiri bagian dalam, timbul sejak 2 bulan yang lalu, tidak terasa sakit. Hasil anamnesis
diketahui bahwa pasien mempunyai kebiasaan menginang sejak berusia 17 tahun.
Ditemukan gambaran lesi putih di mukosa labial.
Diagnosis sementara: suspect Leukoplakia tipe homogenous.
39
Tugas
Lakukan dan verbalkan pemeriksaan klinis intra oral yang diperlukan pada kasus diatas!
Instruksi:
d. Tutor mengamati dan menilai penampilan peserta berdasarkan lembar penilaian.
e. Tutor memberikan informasi terhadap data yang dibutuhkan setelah peserta melakukan
pemeriksaan fisik sesuai dengan apa yang diperiksa oleh peserta.
f. Tutor menyiapkan peralatan yang dibutuhkan.
40
SKILL LAB 5
Untuk lesi-lesi jaringan lunak mulut, pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara
lain pemeriksaan radiologi, biopsy (eksisi dan insisi: scalpel, punch, needle, brush,
aspirasi), pemeriksaan sitologi, pemeriksaan mikrobiologi dan pemeriksaan darah
(Bimbaum dan Dunne, 2000).
Pemeriksaan Radiologi
Ada beberapa teknik radiologi yang dapat dilakukan untuk melihat gambaran
rongga mulut, tergantung pada jenis lesi yang ditemukan. Contohnya adalah antero-
posterior view, cephalometric, panaromic, x-ray periapikal, occlusal foto. Untuk lesi
jaringan lunak mulut, jenis pemeriksaan radiologi yang sering diperlukan adalah occlusal
foto. Teknik ini dapat digunakan untuk mengetahui letak dari batu kelenjar liur yang
biasanya ditemukan pada saluran kelenjar liur submandibular. Untuk melihat gambaran
region ini, maka teknik yang paling tepat adalah occlusal foto. Dengan cara ini letak batu
dapat diketahui ada dimana, jauh atau dekat dengan muara duktus kelenjar liur. Letak batu
berpengaruh pada jenis perawatan yang akan dilakukan. Bila dekat dengan permukaan
dapat dilakukan dengan massage untuk mengeluarkan batu. Jika batu terletak di dalam
kelenjar atau jauh dari permukaan tentunya perlu dilakukan tindakan operasi untuk
mengeluarkan batu tersebut.
41
Gambar 1. Benjolan di dasar mulut yang merupakan batu kelenjar liur (Cawson dan Odell,
2008)
Gambar 2. Dengan occlusal foto letak batu kelanjar liur dapat diketahui lokasinya (Neville
dkk, 1999)
Pemeriksaan biopsy
Biopsi eksisi
Biopsi insisi
Biopsi insisi dilakukan untuk lesi yang besar atau bila diduga ada keganasan. Cara
ini memlilki risiko berupa terlepasnya sel ganas. Biopsi insisi tidak dilakukan pada lesi
pigmentasi ataupun vaskular, karena melanoma sangat metastatik dari lesi vaskular akan
42
menimbulkan perdarahan berlebih. Di dalam status pasien sebaiknya dicatat letak lesi,
ukuran, dan bentuknya.
Pada biopsi insisi ini hanya sebagian kecil dari lesi yang diambil beserta jaringan sehat di
dekatnya. Pengambilan lesi dapat dilakukan dengan menggunakan scalpel, menggunakan
alat punch (punch biopsy), menggunakan jarum suntik (needle biopsy), dan biopsy aspirasi.
Gambar 3. Biopsi insisi dilakukan pada lesi yang diduga karsinoma. Insisi meliputi tepi
ulkus dan dasarnya tanpa melibatkan jaringan normal (Mrax dan Stern, 2003).
Punch biopsy
Pada punch biopsy ini instrument operasi digunakan untuk mendorong keluar
sebagian jaringan yang dapat mewakili lesi. Oleh karena specimen yang dihasilkan
seringkali rusak akibat prosedur ini, maka biopsy yang menggunakan scalpel lebih disukai.
Gambar 4. Brush diletakkan dan diputar untuk mendapatkan sel-sel epitel (Marx dan Stern,
2003).
43
Gambar 5. Brush yang kaku dapat masuk ke sel yang lebih dalam hingga membran basalis
(Marx dan Sterm, 2003).
Needle biopsy
Teknik ini telah digunakan untuk biopsy pada lesi fibro-osseous yang letaknya
dalam. Spesimen yang dihasilkan kecil sehingga tidak dapat mewakili lesi yang terkibat
dan dapat rusak akibat prosedur yang digunakan, karena itu tidak banyak digunakan.
Biopsi aspirasi
Biopsi aspirasi digunakan untuk lesi berupa kista dan mengandung cairan. Cara ini
lebih disukai dibanding biopsi insisi pada lesi vaskuler karena adanya risiko terjadi
perdarahan berlebihan. Aspirasi udara yang terjadi di daerah molar rahang atas
menunjukkan bahwa jarum berada di dalam sinus maksilaris. Aspirasi darah menunjukkan
adanya suatu hematoma, hemangioma ataupun pembuluh darah. Aspirasi pus menunjukkan
adanya suatu abses atau kista yang terinfeksi (Birnbaum dan Dunne, 2000).
Media transport
Spesimen yang diambil saat dilakukan biospi diletakkan di dalam botol tertutup
berisi cairan formalin (formol saline) 10% untuk fiksasi. Volume cairan fiksasi yang
digunakan adalah sepuluh kali lebih bnayak dibanding volume spesimen.
Pemeriksaan sitologi adalah suatu pemeriksaan mikrokospik pada sel – sel yang
lepaskan atau dikerok di permukaan lesi. Cara ini merupakan pemeriksaan tambahan untuk
biopsi, bukan pengganti biopsi. Pemeriksaan ini dilakukan bila biopsi tidak dapat
dilaksanakan, pasien menolak biopsi, ada lesi multipel yang harus diperiksa. Permukaan
lesi tidak perlu dikeringkan, kecuali untuk melepaskan jaringan nekrotik. Permukaan lesi
44
dibiarkan agar tetap basah, lalu dikerok dengan tepi plastic instrument yang steril atau
spatel lidah yang basah. Kerokan dilakukan beberapa kali dalam arah yang sama. Slide
spesimen yang sudah diberi label disiapkan, hasil kerokan diletakkan diatas slide, kemudian
disebarkan ke samping menggunakan slide lain. Spesimen difiksasi dengan formalin
(formol saline) 10% dan botol tertutup (Birnbaum dan Dunne, 2000).
Pemeriksaan Mikrobiologi
Dua jenis pemeriksaan mikrobiologi yang sering dilakukan untuk lesi jaringan kunak mulut
adalah oral mycological smear dan oral bacteriological smear.
oral mycological smear dilakukan untuk membuktikan adanya infeksi jamur pada lesi yang
ditemukan. Pemeriksaan ini diawali dengan melakukan swab pada mukosa mulut yang
dicurigai, dengan menggunakan cotton swab. Kemudian dengan cotton swab dan spesimen
yang didapat, dilakukan streaking pada permukaan media Saboraoud Dextrose Agar (SDA)
dalam cawan petri. Setelah itu cawan petri tersebut dimasukkan ke dalam inkubator selama
24 – 48 jam untuk membiakkan jamurnya. Sesuadah 48 jam akan tumbuh koloni jamur
berwarna putih-kekuningan.
Gambar 7. Inkubator yang digunakan untuk membiakkan candida albicans (Rasyad, 1995).
Gambar 8. Koloni Candida yang tumbuh setelah diinkubasi selama 48 jam (Rasyad, 1995).
Langkah selanjutnya adalah melakukan streaking lagi pada petri lain untuk mengekstrasi
Candida albicans. Setelah tumbuh koloni, dilakukan streaking lagi pada agar yang miskin
nutrisi. Dalam agar ini Candida albicans akan membentuk klamidospora. Hasil akhirnya
adalah Candida albicans murni.
45
Gambar 9. Klamidospora terbentuk bila Candida albicans dibiakkan dalam agar com-meal
(Rasyad, 1995).
Gambar 10. Gambaran klinis intra oral infeksi Candida albicans (Lamey dan Lewis, 1991).
Ada beberapa spesies Candida yang dapat ditemukan pada manusia yaitu Candida albicans,
Candida stellatoidea, Candida tropicalis, Candida pseudotropicalls, Candida krusei,
Candida parapsilosis, Candida guilliermondii.
Bahan yang akan diperiksa diambil dari permukaan gigi, kemudian dioleskan di atas slide
spesimen. Kemudian difiksasi di atas nyala api spiritus. Berikutnya dituangi dengan
pewarna carbol fucshin, dibiarkan 10 menit. Lalu dituangkan dengan pewarna methylene
blue, biarkan 10 menit.
46
Gambar 12. Kerusakan jaringan periodontal tahap lanjut pada ANUG (Laskaris, 2000).
Setelah kering, dilihat di bawah mikroskop cahaya untuk mengetahui adanya bakteri:
Contoh Borrelia vincentii dan Bacillus fusiformis.
Gambar 13. Bakteri fusospirochaet yang menyebabkan ANUG (Cawson dan Odell, 2008).
Bila hasilnya positif, maka benar lesi yang dihadapi adalah acute necrotizing ulcerative
gingivostomatitis.
Pemeriksaan Darah
Venepuncture dilakukan untuk melakukan pemeriksaan sel darah merah, sel darah putih
dan trombosit. Biasanya darah dikumpulkan ke dalam tabung EDTA. Untuk pemeriksaan
ESR dan prothrombin time, biasanya darah dikumpulkan ke dalam tabung sitrasi. Darah
diambil dari lengan bagian dalam.
Gambar 14. Tourniquet diletakkan di lengan atas dan daerah venipuncture diolesi alcohol
(Lamey dan Lewis, 1991).
Gambar 15. Jarum dimasukkan ke dalam vena (Lamey dan Lewis, 1991).
47
Gambar 16. Sebelum jarum dicabut, tourniquet segera dilepaskan (Lamey dan
Lewis, 1991).
Untuk pemeriksaan darah lengkap, yang diperiksa adalah: red cell count, hemoglobin,
hematocrit, mean cell volume, mean cell hemoglobin, mean cell hemoglobin concentration,
white cell count dan platelet count (Bimbaum dan Dunne, 2000).
Alat-alat yang perlu disiapkan untuk melakukan pemeriksaan sitologi rongga mulut adalah:
1. Kaca mulut
2. Pinset
3. Spatula kayu/ cement spatle
4. Woodden cotton bud steril
5. Kassa steril (gaas)
6. Kaca Obyek
7. Hair dryer
8. Masker
9. Sarung tangan
10. Bahan fiksasi (alcohol 70%)
11. Pewarna darah rutin
12. bunsen
Metode : Skraping
48
Sebelum dilakukan skrabing maka lesi harus dibersihkan dari debris dan kelebihan
saliva dengan menggunakan kain gaas yang dibasahi larutan garam fisiologis
(steril).
Bahan diambil dengan spatel, skrabing dilakukan pada mukosa mulut dengan
sedikit tekanan dan tidak melukai.
Bahan pada spatel dioleskan merata pada obyek glass (yang telah diberi label)
secara pararel dan digerakkan dengan cara menarik spatula dari ujung atas kaca
slide sampai ujung bawa kaca slide.
49
Setelah fiksasi selesai dilakukan tempatkan pada tabung pengiriman.
Rujukan penderita ke laboratorium Patologi Klinik.
Kepada Yth.
TS dr SpPK. Di Lab. Patologi Klinik, minat serologi.
RSAL Dr Ramelan Sby
Dengan hormat,
Dengan ini kami menghadapkan pasien:
Nama :
Umur :
Alamat :
Pada pemeriksaan klinis didapatkan plak putih pada lidah, pipi, palatum dan
orofaring, dapat dikerok dan sakit.
Mohon dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dibidang sejawat dan mohon sedikit kabar.
Atas bantuan dan kerjasamanya kami sampaikan terimakasih.
BTK,
Wass. Coll.
Drg…………(telp…)
50
Rujukan penderita ke laboratorium Mikrobiologi minat Mikologi
Kepada Yth.
Lab mikrobiologi minat Mikologi
Bersama ini kami kirimkan spesimen hasil dari pasien Tn. X,…..th, Jl…..
Dari pemeriksaan klinis didapatkan plak putih pada lidah, pipi, palatum dan
orofaring, dapat dikerok dan sakit. Diagnosis sementara suspek candidiasis. Mohon
pemeriksaan lebih lanjut di bidang sejawat dan mohon sedikit kabar.
BTK,
Wass. Coll.
51
Kadar CD4 normal :
Kadar CD4 normal di tubuh sekitar 800 sampai 1300/ml darah. Jika terkena HIV maka
kadar CD4 menjadi kurang dari 200/ml. Jika yang terinfeksi bayi, maka darah CD4 nya
kurang dari 750/ml.
Total % A B C
≥ 500/ml ≥ 29 % A1 B1 C1
200-499 14-28% A2 B2 C2
52
4 (AIDS) < 200 ml
Pada stadium ke 3, daya tahan tubuh sudah sangat melemah sehingga biasanya timbul
kanker.
53
TUTOR GUIDE
SKILL LAB 5 A
2. Interpretation skills
3. Procedural skills
2. ATK
4. Sonde lurus
5. Sonde bengkok
6. Ekskavator
7. Nearbeken
8. Dappen glass
9. Cotton pellet
11. Kassa
12. Masker
13. Gloves
14. Ekskavator
16. KOH/Salin
54
20. Hasil Lab
Kasus/Pemicu :
Seorang pasien wanita usai 40 tahun dating ke RSGM dengan keluhan rasa terbakar/panas
pada lidah yang kadang timbul, tidak dapat merasakan makanan dan terkadang sulit
menelan makanan. Dari anamnesis diketahui bahwa pasien seorang pekerja klub malam.
Gejala tersebut didapatkan sejak 1 bulan yang lalu dan tidak sering terjadi. KU: lemah,
letih, lesu. Pemeriksaan klinis: didapatkan terdapat plak putih pada lidah, pipi, palatum dan
orofaring, dapat dikerok dan setelah dikerok meninggalkan kemerahan pada lidah dan sakit.
Oral hygiene buruk dengan gusi kemerahan pada seluruh margin gingiva. Pasien juga
mengalami xerostomia. Diagnosis sementara adalah suspek HIV dengan oral candidiasis.
Tugas
1. Sebutkan dan jelaskan dengan singkat pemeriksaan apa sajakan yang dapat
menunjang diagnosis pada kasus diatas?
2. Buatlah surat rujukan sesuai dengan kasus diatas!
3. Lakukan pemeriksaan penunjang (oral scrabing) untuk menunjang diagnosis kasus
diatas!
4. Bacalah hasil dari pemeriksaan tersebut!
Instruksi:
55
drg. LIDYA SETYAWATI
SIP. 221.41/010/DG/404.3.3/2014
Praktek :
Jl. A. Yani 150 Surabaya
Telp. (031) 5672151
Surabaya,
Tgl……………….
Dengan hormat,
Menghadapkan pasien
Nama : L/P
Umur :
Alamat :
Intra Oral :
Periapikal
Bitewing
Oklusal
Ekstra Oral :
Panoramik
Sefalometrik
Regio :
V IV III II I I II III IV V
8765432112345678
V IV III II I I II III IV V
8765432112345678
………………………………………………………………………………………………
…
………………………………………………………………………………………………
…
56
………………………………………………………………………………………………
…
BTK.
Wass Coll.
drg.
……………………
57
TUTOR GUIDE
SKILL LAB 5 B
2. Interpretation skills
3. Procedural skills
2. ATK
4. Sonde lurus
5. Sonde bengkok
6. Ekskavator
7. Nearbeken
8. Dappen glass
9. Cotton pellet
11. Kassa
12. Masker
13. Gloves
14. Ekskavator
16. KOH/Salin
58
18. Media biak
Kasus/ Pemicu:
Penderita laki-laki usia 45 tahun datang ke RSGM dengan keluhan gigi belakang kanan dan
kiri goyang dan terkadang sakit bila digunakan mengunyah. Pada pemeriksaan klinis
diketahui: RA: Gigi 15, 16 goyang derahat 3. Gigi 24, 25, 26 goyang derajat 2. Gigi 11,
12,13, 14, dan 21, 22, 23 goyang derajat 1. Resesi gingiva dan terdapat karang gigi pada
seluruh gigi, gusi kemerahan. RB: seluruh gigi goyang derjat 2. Keadaan umum (KU):
penderita tampak lemas, letih, dan lesu serta kurus. Saat berbicara tercium bau aseton.
Pasien dicurigai menderita diabetes. Diagnosa sementara: periodontitis marginalis kronis.
Tugas
1. Sebutkan dan jelaskan dengan singkat pemeriksaan apa sajakah yang dapat
menunjang diagnosis pada kasus diatas?
2. Buatlah surat rujukan sesuai dengan kasus diatas!
3. Bacalah hasil dari pemeriksaan tersebut!
4. Tuliskan dan verbalkan diagnosis kasus diatas!
Instruksi
59
SKILL LAB.6
RESEP
Obat bisa masuk ke dalam tubuh dengan berbagai jalan. Setiap rute memiliki kelebihan dan
kekurangan masing-masing. Rute yang paling umum adalah melalui mulut (per oral) karena
sederhana dan mudah dilakukan. Beberapa rute tidak bisa dilakukan oleh setiap orang,
namun harus diberikan oleh tenaga kesehatan tertentu.
1. Diminum (oral)
Banyak obat dapat diberikan secara oral dalam bentuk tablet, cairan (sirup, emulsi),
kapsul, atau tablet kunyah. Rute ini paling sering digunakan karena paling nyaman
dan biasanya yang paling aman dan tidak mahal. Namun, rute ini memiliki
keterbatasan karena jalannya obat biasanya bergerak melalui saluran pencernaan.
Untuk obat diberikan secara oral, penyerapan (absorpsi) bisa terjadi mulai di mulut
dan lambung. Namun, sebagian besar obat biasanya diserap di usus kecil. Obat
melewati dinding usus dan perjalanan ke hati sebelum diangkut melalui aliran darah
ke situs target. Dinding usus dan hati secara kimiawi mengubah (memetabolisme)
banyak obat, mengurangi jumlah obat yang mencapai aliran darah. Akibatnya,
ketika obat yang sama diberikan secara suntikan (intravena), biasanya diberikan
dalam dosis yang lebih kecil untuk menghasilkan efek yang sama.
Ketika obat di berikan secara oral, makanan dan obat-obatan lainnya dalam saluran
pencernaan dapat mempengaruhi seberapa banyak dan seberapa cepat obat ini
diserap. Dengan demikian, beberapa obat harus diminum pada saat perut kosong,
beberapa obat lain harus diberikan dengan makanan. Beberapa obat oral mengiritasi
saluran pencernaan. Misalnya, aspirin dan sebagian besar obat nonsteroidal anti-
inflammatory (NSAID) dapat membahayakan lapisan lambung dan usus kecil untuk
berpotensi menyebabkan atau memperburuk ulser yang sudah ada sebelumnya.
Beberapa obat lain penyerapannya buruk atau tidak teratur dalam saluran
pencernaan atau dihancurkan oleh enzim asam dan pencernaan di dalam perut.
60
ini tidak tertelan. Rute sublingual sangat baik untuk nitrogliserin, yang digunakan
untuk meredakan angina, karena penyerapan yang cepat dan obat segera memasuki
aliran darah tanpa terlebih dahulu melewati dinding usus dan hati. Namun, sebagian
besar obat tidak bisa digunakan dengan cara ini karena obat dapat diserap tidak
lengkap atau tidak teratur.
Beberapa obat diberikan secara rektal sebagai supositoria. Dalam bentuk ini, obat
dicampur dengan zat lilin yang larut atau mencairkan setelah itu dimasukkan ke
dalam rektum. Karena dinding rektum adalah tipis dan kaya pasokan darah, obat ini
mudah diserap. Supositoria diresepkan untuk orang-orang yang tidak bisa
menggunakan obat oral karena mereka mengalami mual, tidak bisa menelan, atau
memiliki pembatasan makan, seperti yang diperlukan sebelum dan setelah operasi
bedah. Obat-obatan yang dapat diberikan secara rektal termasuk asetaminofen atau
parasetamol (untuk demam), diazepam (untuk kejang), dan obat pencahar
(konstipasi). Obat yang membuat perih dalam bentuk supositoria mungkin harus
diberikan melalui suntikan.
Obat yang digunakan untuk mengobati radang telinga dan infeksi dapat diberikan
secara langsung ke telinga. Tetes telinga yang mengandung larutan atau suspensi
biasanya diberikan hanya pada liang telinga luar. Sebelum meneteskan obat tetes
telinga, orang harus benar-benar membersihkan telinga dengan kain lembab dan
61
kering. Kecuali obat yang digunakan untuk waktu yang lama atau digunakan terlalu
banyak, sedikit obat masuk ke aliran darah, sehingga efek samping pada tubuh tidak
ada atau minimal. Obat-obatan yang dapat diberikan melalui rute otic termasuk
hidrokortison (untuk meredakan peradangan), siprofloksasin (untuk mengobati
infeksi), dan benzokain (untuk memati-rasakan telinga).
6. Rute nasal
Untuk pemberian obat melalui rute ini, obat harus diubah menjadi tetesan kecil di
udara (dikabutkan, aerosol) supaya bisa dihirup dan diserap melalui membran
mukosa tipis yang melapisi saluran hidung. Setelah diserap, obat memasuki aliran
darah. Obat yang diberikan dengan rute ini umumnya bekerja dengan cepat.
Beberapa dari obat mengiritasi saluran hidung. Obat-obatan yang dapat diberikan
melalui rute hidung termasuk nikotin (untuk berhenti merokok), kalsitonin
(osteoporosis), sumatriptan (untuk sakit kepala migrain), dan kortikosteroid (untuk
alergi).
7. Rute inhalasi
Obat diberikan dengan inhalasi melalui mulut harus dikabutkan menjadi tetesan
lebih kecil dibanding pada rute hidung, sehingga obat dapat melewati tenggorokan
(trakea) dan ke paru-paru. Seberapa dalam obat bisa ke paru-paru tergantung pada
ukuran tetesan. Tetesan kecil pergi lebih dalam, yang meningkatkan jumlah obat
yang diserap. Di dalam paru-paru, mereka diserap ke dalam aliran darah.
Relatif sedikit obat yang diberikan dengan cara ini karena inhalasi harus dimonitor
untuk memastikan bahwa seseorang menerima jumlah yang tepat dari obat dalam
waktu tertentu. Selain itu, peralatan khusus mungkin diperlukan untuk memberikan
obat dengan rute ini. Biasanya, metode ini digunakan untuk pemberian obat yang
bekerja secara khusus pada paru-paru, seperti obat antiasma aerosol dalam wadah
dosis terukur (disebut inhaler), dan untuk pemberian gas yang digunakan untuk
anestesi umum.
8. Rute nebulisasi
Serupa dengan rute inhalasi, obat yang diberikan dengan nebulisasi (dikabutkan)
harus diubah menjadi aerosol berupa partikel kecil untuk mencapai paru-paru.
Nebulisasi memerlukan penggunaan perangkat khusus, paling sering sistem
nebulizer ultrasonik atau jet. Menggunakan perangkat benar membantu
memaksimalkan jumlah obat dikirim ke paru-paru. Obat-obat yang diberikan
melalaui rute ini misalnya tobramisin (untuk cystic fibrosis), pentamidin
62
(pneumonia Pneumocystis jirovecii), dan albuterol atau salbutamol (untuk serangan
asma).
Efek samping bisa terjadi bila obat disimpan langsung di paru-paru (seperti batuk,
mengi, sesak napas, dan iritasi paru-paru), penyebaran obat ke lingkungan (mungkin
mempengaruhi orang lain), dan kontaminasi dari perangkat yang digunakan untuk
pengabutan (terutama bila perangkat digunakan kembali dan tidak cukup
dibersihkan). Menggunakan perangkat benar membantu mencegah efek samping.
9. Rute kutanea
Obat diterapkan pada kulit biasanya digunakan untuk efek lokal dan dengan
demikian yang paling sering digunakan untuk mengobati gangguan kulit yang
dangkal, seperti psoriasis, eksim, infeksi kulit (virus, bakteri, dan jamur), gatal-
gatal, dan kulit kering. Obat ini dicampur dengan bahan tidak aktif sebagai
pembawa. Tergantung pada konsistensi bahan pembawa, formulasi bisa berupa
salep, krim, losion, larutan, bubuk, atau gel.
63
Suatu obat dapat dibuat atau diproduksi dengan cara yang memperpanjang
penyerapan obat dari tempat suntikan selama berjam-jam, hari, atau lebih lama.
Produk tersebut tidak perlu diberikan sesering produk obat dengan penyerapan yang
lebih cepat.
Untuk rute subkutan, jarum dimasukkan ke dalam jaringan lemak tepat di bawah
kulit. Setelah obat disuntikkan, kemudian bergerak ke pembuluh darah kecil
(kapiler) dan terbawa oleh aliran darah. Atau, obat mencapai aliran darah melalui
pembuluh limfatik. Obat protein yang berukuran besar seperti insulin, biasanya
mencapai aliran darah melalui pembuluh limfatik karena obat ini bergerak perlahan
dari jaringan ke kapiler. Rute subkutan digunakan untuk banyak obat protein karena
obat tersebut akan hancur dalam saluran pencernaan jika mereka diambil secara
oral.
Ketika diberikan secara intravena, obat dikirimkan langsung ke aliran darah dan
cenderung berlaku lebih cepat daripada ketika diberikan oleh rute lain. Akibatnya,
praktisi kesehatan terus memantau orang yang menerima suntikan intravena untuk
tanda-tanda bahwa obat ini bekerja atau menyebabkan efek samping yang tidak
64
diinginkan. Juga, efek dari obat yang diberikan oleh rute ini cenderung bertahan
untuk waktu yang lebih singkat. Oleh karena itu, beberapa obat harus diberikan
melalui infus terus menerus untuk menjaga efeknya konstan.
Untuk rute intratekal, jarum dimasukkan antara dua tulang di tulang punggung
bagian bawah dan ke dalam ruang di sekitar sumsum tulang belakang. Obat ini
kemudian disuntikkan ke kanal tulang belakang. Sejumlah kecil anestesi lokal
sering digunakan untuk memati rasakan tempat suntikan. Rute ini digunakan ketika
obat diperlukan untuk menghasilkan efek yang cepat atau lokal pada otak, sumsum
tulang belakang, atau lapisan jaringan yang menutupi (meninges) -misalnya, untuk
mengobati infeksi dari struktur ini. Anestesi dan analgesik (seperti morfin) kadang-
kadang diberikan dengan cara ini.
65
d. Pil (pilulae) Merupakan bentuk sediaan padat bundar dan kecil mengandung
bahan obat dan dimaksudkan untuk pemakaian oral. Saat ini sudah jarang
ditemukan karena tergusur tablet dan kapsul. Masih banyak ditemukan pada
seduhan jamu.
e. Kapsul (capsule) Merupakan sediaan padat yang terdiri dari obat dalam
cangkang keras atau lunak yang dapat larut. keuntungan/tujuan sediaan kapsul
adalah :
a. Menutupi bau dan rasa yang tidak enak
b. Menghindari kontak langsung dengan udara dan sinar matahari
c. Lebih enak dipandang (memperbaiki penampilan)
d. Dapat untuk 2 sediaan yang tidak tercampur secara fisis (income fisis),
dengan pemisahan antara lain menggunakan kapsul lain yang lebih kecil
kemudian dimasukan bersama serbuk lain ke dalam kapsul yang lebih besar
f. Kaplet (kapsul tablet) Merupakan sedian padat kompak dibuat secara kempa
cetak, bentuknya oval seperti kapsul.
g. Larutan (solutiones) Merupakan sedian cair yang mengandung satu atau
lebih zat kimia yang dapat larut, biasanya dilarutkan dalam air, yang karena
bahan-bahannya,cara peracikan, atau penggunaannya,tidak dimasukan dalam
golongan produk lainnya. Dapat juga dikatakan sedian cair yang mengandung
satu atau lebih zat kimia yang larut, misalnya terdispersi secara molekuler
dalam pelarut yang sesuai atau campuran pelarut yang saling bercampur. Cara
penggunaannya yaitu larutan oral (diminum) dan larutan topikal (kulit).
h. Suspensi (suspensiones) Merupakan sedian cair mengandung partikel padat
tidak larut terdispersi dalam fase cair. macam suspensi antara lain: suspensi
oral (juga termasuk susu/magma),suspensi topikal (penggunaan pada kulit)
suspensi tetes telinga (telinga bagian luar),suspensi optalmik,suspensi sirup
kering.
i. Emulsi (elmusiones) Merupakan sediaan berupa campuran dari dua fase
dalam sistem dispersi, fase cairan yang satu terdispersi sangat halus dan
merata dalam fase cairan lainnya, umumnya distabilkan oleh zat pengemulsi.
j. Galenik Merupakan sediaan yang dibuat dari bahan baku yang berasal dari
hewan atau tumbuhan yang disari.
k. Ekstrak (extractum) Merupakan sediaan yang pekat yang diperoleh dengan
mengekstraksi zat dari simplisisa nabati atau simplisia hewani menggunakan zat
pelarut yang sesuai.kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan
massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian sehingga memenuhi
baku yang ditetapkan.
66
l. Infusa Merupakan sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi simplisia
nabati dengan air pada suhu 90 derajat celcius selama 15 menit.
m. Imunoserum (immunosera) Merupakan sediaan yang mengandung
imunoglobulin khas yang diperoleh dari serum hewan dengan pemurnian.
Berkhasiat menetralkan toksin kuman (bisa ular dan mengikut
kuman/virus/antigen.
n. Salep (unguenta) Merupakan sediaan setengah padat ditujukan untuk
pemakaian topikal pada kulit atau selaput lendir. Salep dapat juga dikatakan
sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan sebagai obat
luar. Bahan obat harus larut atau terdispersi homogen dalam dasar salep yang
cocok.
o. Suppositoria Merupakan sedian padat dalam berbagai bobot dan bentuk,
yang diberikan melalui rektal, vagina atau uretraumumnya meleleh, melunak
atau melarut pada suhu tubuh
p. Obat tetes (guttae) Merupakan sediaan cair berupa larutan emulsi atau
suspensi, dimaksudkan untuk obat dalam atau obat luar. Digunakan dengan
cara meneteskan menggunakan penetes yang menghasilkan tetesan setara
dengan tetesan yang dihasilkan penetes baku yang disebutkan farmakope
indonesia. Sediaan obat tetes dapat berupa antara lain: guttae (obat dalam),
guttae oris (tetes mulut), guttae auriculares (tetes telinga), guttae nasales (tetes
hidung), guttae opthalmicae (tetes mata).
q. Injeksi (injectiones) Merupakan sediaan steril berupa larutan emulsi atau
suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu
sebelum digunakan, yang disuntikan dengan cara merobek jaringan ke dalam
kulit atau melalui kulit atau selaput lendir. Tujuannya agar kerja obat cepat
serta dapat diberikan pada pasien yang tidak dapat menerima pengobatan
melalui mulut. (Bauer, 2008)
Penulisan Resep
67
Prescriptio Terdiri dari:
Nama obat, bentuk obat, dosis, bentuk kemasan, dan jumlah obat.
Signatura
Terdiri dari : Signatura (S), cara pemakaian, Bahan Sediaan Obat (BSO), jumlah obat per
minum, waktu minum
Contoh:
S 3 dd tab. I p.c. p.r.n. demam --> artinya minum 3x per hari, tiap kali minum 1 tablet,
sesudah makan, jika demam.
S 4 dd c. orig II a.c. --> artinya minum 4 x per hari, tiap kali minum 2 sendok bawaan
(sirup), sebelum makan.
Pro
Bentuk umum: nama pasien, umur, berat badan (wajib untuk anak2), alamat (jika obat
mengandung narkotika)
Contoh:
Pro: An. Mike Tyson
Usia: 12 tahun
BB: 20 kg
(alamat tidak wajib dicantumkan kecuali obatnya mengandung narkotika)
Subscriptio
Terdiri atas: tanda tangan atau paraf. Tanda tangan untuk obat yang mengandung narkotika,
dan paraf jika obat-obat lain yang tergolong B (bebas), W (bebas terbatas), G (keras), Psy
(psikotropika)
Keterangan tambahan:
Untuk setiap resep jangan lupa ditutup dengan garis, lalu diberi tanda tangan atau paraf di
sebelahnya, setelah itu dilanjutkan ke resep kedua.
68
Jika obat lebih dari 1 jenis, misal ada 3 jenis obat yang akan dijadikan pulveres, maka obat
ditulis secara terpisah (3 baris). Setelah itu ditulis s. lact q.s bila perlu dan m.f pulv dtd.
No___
Contoh:
R/ Amoksisilin 100 mg
paracetamol 500 mg
m.f pulv dtd No. XV
S. 3 dd Pulv I
----------------------------------(paraf)
Obat-obat jenis ini yang paling sering dan paling sederhana penulisannya.
Contoh kasus:
Nn. Intan, 18 tahun, BB 42 kg, datang ke dokter gigi karena sakit gigi berdenyut disertai
demam.
Berikan terapi untuk pasien:
Antibiotik: amoxicillin, 3 kali sehari 500mg, selama 5 hari, sesudah makan (berarti
jumlahnya 15 butir)
Antipiretik: parasetamol, 3 kali sehari 500mg, selama 3 hari, sesudah makan, bila
demam (berarti jumlahnya 9 butir, dapat dibulatkan menjadi 10 butir).
69
S 3 dd tab I p.c. p.r.n demam
-------------------------------------------------------(paraf)
NB: untuk bentuk sediaan obat, dapat dilihat di buku panduan obat, seperti MIMS atau
ISO.
Contoh Kasus:
Bp. Andi, 32 tahun, datang dengan keluhan bau mulut.
Berikan Terapi untuk pasien: Obat kumur Betadine, dengan bentuk sediaan cairan dan
bentuk kemasannya gelas kaca, dikumur 2 kali sehari
Maka, penulisan resepnya adalah:
R/ Sol Betadine Gargle fls No. I
S 2 dd garg
-------------------------------------------(paraf)
70
Telinga : auric
Mata : oculo
Contoh:
Berikan obat tetes telinga untuk cuci telinga: solusio H2O2 3%, diberikan 2x sehari 10 tetes
pada telinga yg sakit (kanan)
Penulisan resepnya:
R/ Sol H2O2 3% 5cc
S 2dd gtt X auric dex
-------------------------------------(paraf)
Berikan obat Antibiotik topikal gentamycin tetes mata (solusio): 1 tetes tiap jam pada mata
kanan dan kiri
Penulisan resepnya:
R/ Gentamycin eyedrops fls No. I
S omnihora gtt I o.d.s
------------------------------------------------(paraf)
71
S 3dd pulv I p.c
----------------------------------------(paraf)
s. lact q.s. artinya ditambahkan s. lactis secukupnya.
m.f. pulv. dtd. No. XXI: buat dan campurlah dalam bentuk pulveres (puyer), masing2
dengan dosis diatas sebanyak 21 buah.
Jika obatnya lebih dari 1 (misalkan acetosal, luminal, dan codein), ketiga obat tersebut
ditulis terpisah (dibuat 3 baris), setelah itu baru tulis s.lact q.s jika perlu.
Contoh Kasus:
An. Puri, 18bln, BB 12kg, dibawa ke dokter krn demam tinggi sejak 2 hari lalu.
Berikan terapi untuk pasien: antibiotik dan antipiretik per oral dlm bentuk puyer
Amoksisilin, dosis anak 25-50 mg/kg BB/hari, 3x sehari, selama 7 hari, minum sesudah
makan, puyer masukan ke dalam kapsul. Hitungan dosisnya adalah: Dosis 25-50 mg/kg
BB/ hari karena anaknya 12kg maka 300 – 600 mg / hari (contoh diambil yang dosis kecil
saja 300mg/hari) maka per kali minum 100mg, sehingga Butuh 21 buah krn minum 3x
sehari selama 7 hari
Parasetamol, dosis anak 10-15 mg/kg BB/kali, 3x sehari, selama 3 hari, minum sesudah
makan bila demam. Hitungan dosisnya adalah: Dosis 10-15mg/kg BB/kali: 120 –
180mg/kali, sehingga dibutuhkan 9 buah karena 3x sehari selama 3 hari
Maka, cara penulisan resepnya adalah:
R/ Amoksisilin 100mg
s. lact. q.s.
m.f. pulv. dtd. No. XXI da in caps
S 3dd caps I p.c.
---------------------------------------------------(paraf)
R/ Parasetamol 120mg
s. lact. q.s.
m.f. pulv. dtd. No. X
S 3dd pulv I p.c. p.r.n demam
--------------------------------------------------(paraf)
A
a, aa = tiap-tiap
accur. = seksama
add. = tambahkan
ad. us. ext. (ad usum externum) = dalam pemakaian luar
ad.us int. (ad usum internum) = dalam pemakaian dalam
72
ad. us prop. (ad usum propium) = untuk dipakai sendiri
adh. (adhibere) = gunakan
applic. (applicatur) = digunakan
alt.hor. (alternis horis) = tiap jam
apt. (aptus) = cocok
a.c. (ante coenam) = sebelum makan
aur.dext. (a.d.) (auri dextrae) = telinga kanan
aur.lev. (a.l.) (aur laevae) = telinga kiri
aut (aut) = atau
aq bisdest (aqua bidestilata) = air suling 2 kali
aq comm (aqua communis) = air biasa
B
bid. (biduum) = waktu 2 hari
b.in.d (bis in die). = 2 kali sehari
C
cito : segera
c. (cochlear) = sendok makan (15 ml)
c.th (cochlear thea) = sendok teh (5 ml)
c.p (cochlear parfum/pulvis) = sendok bubur (8 ml)
cochleat (cochleatin) = sendok demi sendok
cc = cc / centimeter kubik
c.l.q.s. = jumlah secukupnya
caps.gel.el. = kapsul gelatin dengan tutup
cav = awas
caut (caute) = hati hati
cer (cera) = malam, lilin
col (cola) = menyari
conc (concentratus) = pekat
consp. (consperge) = taburkan
clysm. (clysma) = enema, lavemen
cois.comm. (communis) = biasa
D
d (dosi/dies/dexter) = takaran/hari/kanan
d.c. (durante coenam) = pada waktu makan
d.in.dim (da in dimio) = berikan separonya
d.in.2plo (da in duplo) = berikan 2 kalinya
d.in.3plo (da in triplo) = berikan 3 kalinya
d.d (de die) = sehari
d.s. (da signa) = berikan dan tulis
d.s.s.ven (de sub signo veneni) = berikan tanda racun
73
det (detur) = diberikan
dim (dimidio) = separuhnya
dtd (da tales doses) = berikan sekian takaran
dext. (dexter) = kanan
dil (dilutus) = diencerkan
dim. (dimidius) = separuhnya
div.in.p.aeq (divide in partes aequales) = bagilah dalam bagian yang sama
E
E.D. (expiration date) = tanggal kadaluarsa
e.d (eyes drops) = obat tetes mata
emuls =emulsi
e.m.p = sesuai dengan yang tertulis
ext.ut (externum utendum) = untuk dipakai diluar
F
f (fac, fiat, fiant) = buat. dibuat
filtr. (filtra) = saring
f.l (flores) = bunga
fol (folia) = daun
G
g (gramma) = gram
gtt. (guttae) = tetes
gutt.ad.aur. (guttae ad aures) = tetes telinga
gutta. (guttatim) = tetes demi tetes
H
h. (hora) = jam
h.v (hora vespertina) = malam
h.m (hora matutina) = pagi pagi
haust (haustus) = diminum sekaligus
h.s (hora somni) = pada waktu mau pergi tidur
I
i.c. (inter cibus) = diantara waktu makan
i.d. (idem) = sama
I.A. (intra arterium) = suntikkan melalui pembuluh darah arteri
I.C (intra cutan) = suntikkan melalui lapisan kulit luar
I.M. (intra muscular) = suntikkan melalui bagian punggung (lumbal)
I.V. (intra venous) = suntikkan melalui pem.darah vena
in. = dalam
in.d. = dari hari ke hari
inj.subc. = injeksi dibawah kulit/subkutan
instill (instilla) = teteskan
74
iter (iteratio/iteretur) = diulang
L
liq. (liquid) = cair
lot. (lotus) = dicuci
M
m (mane, misce) = pagi, campur
m.f (misce fac) = campur buat
mixt. (mixtura) = campuran
N
ne iter (N.I) (ne iteretur) = jangan diulang
nedet (n.dt.) (ne detur) = tidak diberikan
O
o.u = kedua mata
o.s. = mata kiri
o.d = mata kanan
o.h (omni hora) = tiap jam
o.1/4.h (omni quarta hora) = tiap 1/4 jam
o.m. (omni mane) = tiap pagi
o.n (omni nocte) = tiap malam
opt. (optimus) = sangat baik
P
p.d.sing. (pro dosi singulari) = untuk dosis tunggal
P.I.M (periculum in mora) = berbahaya bila ditunda
part.dol (parte dolente) = pada bagian yang sakit
p.r.n. (pro re nata) = kadang kadang jika perlu
p.o. (per os) = secara oral
pil (pilula) = pil
pot. (potio) = minuman/larutan
p.c. (post coenam = stelah makan
pulv. (pulvis/pulveratus) = serbuk
Q
q. (quantitas) = banyaknya
q.s. (quantum satis) = secukupnya
R
R., Rp.,Rcp., (recipe) = ambillah
rec. (recens) = baru
reiter = dibuat ulangan baru
S
s. (signa) = tanda
ss. (semis) = separuh
75
sol.,solut (solutio) = larutan
solv. (solve) = larut
statim : penting
sum. (sume) = untuk diminum
sup (super) = atas
T
ter in d. (ter in die) = 3 kali sehari
ter. (tere) = gosok
tct., tinct., tra., () tinctura = tingtur
trit (tritus) = gerus
U
urgent : penting
u.c (usus cognitus) = pemakaian diketahui
u.e (usus externus) = dipakai untuk luar
u.i (usus internus) = dipakai untuk dalam
u.v (usus veterinarius) = pemakaian untuk hewan
V
vesp. (vaspere) = malam
vit.ov. (vittelum ovi) = kuning telur
B. Dosis obat
Dosis obat adalah jumlah obat yang diberikan kepada penderita dalam satuan berat
(gram, milli gram, mikrogram) atau satuan isi (liter, mililiter) atau unit-unit lainnya (unit
internasional). Kecuali bila dinyatakan lain maka yang dimaksud dengan dosis obat
yaitu sejumlah obat yang memberikan efek terapeutik pada penderita dewasa, juga
disebut dosis lazim atau dosis medicinalis atau dosis terapeutik. Bila dosis obat yang
diberikan melebihi dosis terapeutik terutama obat yang tergolong racun ada
kemungkinan terjadi keracunan, dinyatakan sebagai dosis toksik. Dosis toksik ini dapat
sampai mengakibatkan kematian disebut sebagai dosis letal (Anderson, 2008).
C. Macam-macam dosis Obat.
a. Dosis Terapi adalah dosis yang diberikan dalam keadaan biasa dan dapat
menyembuhkan orang sakit.
b. Dosis Maksimum merupakan batas dosis yang relatif masih aman yang diberikan
kepada penderita. Dosis terbesar yang dapat diberikan kepada orang dewasa untuk
pemakaian sekali dan sehari.
c. Dosis Toksik adalah dosis yang diberikan melebihi dosis terapeutik, sehingga
dapat menyebabkan terjadinya keracunan obat
76
d. Dosis Letal (Lethal dose) yaitu dosis atau jumlah obat yang dapat mematikan bila
dikonsumsi. Bila mencapai dosis ini orang yang mengkonsumsi akan mengalami
kelebihan dosis (Over dose)
e. Initial Dose merupakan dosis permulaan yang diberikan pada penderita dengan
konsentrasi/kadar obat dalam darah dapat dicapai lebih awal.
f. Loading Dose adalah dosis obat untuk memulai terapi, sehingga dapat mencapai
konsentrasi terapeutik dalam cairan tubuh yang menghasilkan efek klinis.
g. Maintenance Dose adalah dosis obat yang diperlukan untuk memelihara dan
mempertahankan efek klinik atau konsentrasi terapeutik obat yang sesuai dengan
regimen dosis. Diberikan dalam tiap obat untuk menggantikan jumlah obat yang
dieliminasi dari dosis sebelumnya. Penghitungan dosis pemeliharaan yang tepat
dapat mempertahankan suatu keadaan stabil konsentrasi obat didalam tubuh
(Anderson, 2008).
Berdasarkan umur
Dosis obat yang diberikan kepada penderita dipengaruhi oleh beberapa faktor: faktor
obat, cara pemberian obat tersebut dan penderita. Terutama faktor-faktor penderita
seringkali kompleks sekali, karena perbedaan individual terhadap respons obat tidak selalu
77
dapat diperkirakan. Ada kemungkinan ketiga faktor tersebut di bawah ini didapat sekaligus
(Bauer, 2008).
Faktor obat
a. Sifat fisika: daya larut obat dalam air/lemak, Kristal/amorf, dan sebagainya
b. Sifat kimiawi: asam, basa, garam, ester, garam kompleks, pH, pKa
e. Tolerance
g. Sensitivitas individual
F. Sediaan Obat
Dalam penggunaannya, obat mempunyai berbagai macam bentuk. Semua bentuk
obat mempunyai karakteristik dan tujuan tersendiri. Ada zat yang tidak stabil jika berada
dalam sediaan tablet sehingga harus dalam bentuk kapsul atau ada pula obat yang
dimaksudkan larut dalam usus bukan dalam lambung. Semua diformulasikan khusus
demi tercapainya efek terapi yang diinginkan. Ketikapun bagi kita yang berpraktek di
apotek, maka perlu diperhatikan benar etiket obat yang dibuat. Misalnya tablet dengan
kaplet itu berbeda, atau tablet yang harus dikunyah dulu (seperti obat maag golongan
antasida), seharusnyalah etiket obat memuat instruksi yang singkat namun benar dan
jelas. Jangan sampai pasien menjadi bingung dengan petunjuk etiket obat (Bauer, 2008).
78
TUTOR GUIDE
SKILL LAB 6A
Tujuan : Mampu membuat form resep dan menuliskan resep obat berikut
aturan pakai yang harus diinformasikan pada apoteker dan
penderita sesuai aturan penulisan resep yang berlaku
Domain : 1. Profesionalisme
2. ATK
3. Kertas resep
Kasus/ Pemicu:
Seorang anak laki-laki usia 7 tahun dengan berat badan 12 kg, datang ke RSGM dengan
keluhan bibir atas bengkak dan sakit. Pada pemeriksaan klinis diketahui RA: akar Gigi 51
tampak menonjol keluar dari gingiva hingga menembus mukosa bibir atas. Keadaan umum
(KU): penderita tampak lesu karena beberapa hari tidak nafsu makan. Diagnosa Sementara:
Ulcus Decubitus.
Tugas
79
Drg. Ayu Listia
Jalan
SIP.
INSCRIPT
IO
Surabaya,………………..
S 3 dd 2 cth
(Signature)
SUBSCRIPTIO
= paraf
PRO
Nama penderita :
Umur :
Alamat :
Amoxicillin digunakan karena merupakan antibiotik spectrum luas dengan efek samping
yang kecil. Penderita tidak ada riwayat sering mengkonsumsi amoxicillin dan juga tidak
ada riwayat alergi. Pemilihan obat dalam bentuk syrup karena penderita masih anak-anak
dan bukan bayi. Kandungan obat 5 ml mengandung 125 mg amoxicillin.
Dosis amoxicillin: 20 – 40 mg/kg/BB/hari
Ibuprofen digunakan karena merupakan NSAID yang mempunyai sifat antiinflamasi
namun efek samping pada lambung yang relatif kecil dibanding NSAID yang lain
Kandungan obat 5 ml mengandung 100 mg ibuprofen
Dosis ibuprofen: 5 – 10 mg kg/BB/ setiap kali minum
80
TUTOR GUIDE
SKILL LAB 6 B
Tujuan : Mampu membuat form resep dan menuliskan resep obat berikut
aturan pakai yang harus diinformasikan pada apoteker dan
penderita sesuai aturan penulisan resep yang berlaku
Domain : 1. Profesionalisme
2. ATK
3. Kertas resep
Kasus/ Pemicu:
Penderita laki – laki usia 27 tahun datang ke klinik gigi dengan keluhan sudut bibir pecah-
pecah dan sakit. Dari pemeriksaan anamnesis diketahui bahwa asupan nutrisi penderita
kurang bagus karena habis perjalanan jauh ke gunung. Pada pemeriksaan klinis diketahui:
Tugas
81
Drg. Isidora Karsini
Jalan
SIP. INSCRIPTIO
Surabaya,………………..
R/ Benzocain 4%
Borax qs PRESCRIPTIO
Gliserin ad 25 ml
S 3 dd 1 oles mulut (Signatura)
= paraf
SUBSCRIPTIO
PRO
Nama penderita :
Umur :
Alamat :
82
SKILL LAB 7
Komunikasi
Komunikasi kesehatan adalah usaha yang sistematis untuk mempengaruhi secara positif
perilaku kesehatan individu dan komunitas masyarakat, dengan menggunakan berbagai
prinsip dan metode komunikasi baik interpersonal maupun komunikasi massa. Komunikasi
kesehatan meliputi informasi tentang pencegahan penyakit, promosi kesehatan,
kebijaksanaan pemeliharaan kesehatan, regulasi bisnis dalam bidang kesehatan yang sejauh
mungkin mengubah dan memperbaharui kualitas individu dalam suatu komunitas
masyarakat dengan mempertimbangkan aspek ilmu pengetahuan dan etika. Tujuan pokok
dari komunikasi kesehatan adalah perubahan perilaku kesehatan dalam rangka
83
meningkatkan derajat kesehatan. Prinsip dalam komunikasi yang perlu dipahami adalah
niat (intention), minat (attention), pandangan (perception) dan tekat (retention).
Informasi
Edukasi
84
KOMUNIKASI, INFORMASI, DAN EDUKASI DENTURE STOMATITIS
I. Komunikasi
1. Mengkomunikasikan kepasien bahwa dari hasil pemeriksaan yang telah
dilakukan penyakit yang diderita adalah denture stomatitis.
2. Mengkomunikasikan kepasien bahwa Penyakit yang diderita ini merupakan
suatu infeksi yang disebabkan oleh jamur (candida albicans). Yang terjadi
pada area yang ditutupi oleh basis gigi tiruan atau pemakaian gigi tiruan
yang tidak baik.
3. Mengkomunikasikan kepasien bahwa jamur candida albicans merupakan
flora normal rongga mulut yang dapat menjadi patogen atau penyebab
penyakit.
4. Mengkomunikasikan pasien bahwa faktor yang menunjang terjadinya
penyakit tersebut adalah basis gigi tiruan yang digunakan oleh pasien. Selain
itu adapun faktor-faktor lain yang dapat menunjang terjainya penyakit
tersebut adalah:
a. Hiposaliva
b. Penurunan imunitas
c. Defisiensi nutrisi
d. Memiliki penyakit sistemik tertentu
5. Mengkomunikasikan kepasien proses terjadinya penyakit tersebut: gigi
tiruan yang tiruan yang tidak dilepas saat tidur menyebabkan rongga mulut
menjadi kotor. Akibatnya gigi tiruan tadi melindungi jamur candida albicans
dari aliran saliva. Jamur candida albicans mempunyai potensi untuk adhesi
lebih kuat akan menjadi lebih patogen. Jamur candida albicans akan
mempengaruhi pemukaan epitel dan menyebabkan kerusakan.
II. Informasi
1. Dengan melihat kondisi pasien diinformasikan bahwa penyakit ini dapat
sembuh dengan pemberian obat dan merubah kebiasaan yang dapat
menyebabkan munculnya penyakit ini.
2. Menginformasikan bahwa akan diresepkan obat
3. Menginformasikan bentuk sediaan obat yang diberikan, cara penggunaan
obat, waktu penggunaan obat, dan instruksi setelah pengunaan obat.
4. Memginformasikan kepasien bahwa akan dilakukan pemeriksaan untuk
menunjang diagnosa yaitu pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan ini
bertujuan untuk merlihat ada tidak nya jamur.
III. Edukasi
1. Pembersihan reservoir (basis gigi tiruan dibersihkan, dihaluskan)
2. Perbaikan gigi tiruan (pembuatan gigi tiruan baru, relining atau rebasing)
3. Tidak menggunakan gigi tiruan saat tidur
85
4. Merendam gigi tiruan pada larutan antiseptik
5. Prognosa baik apabila terapi yang dibeikan tepat dan efektif
6. Diinstruksian untuk tetap menjaga rongga mulut
7. Kontrol kembali
86
SKILL LAB 8
KIE
Skenario
Seorang laki-laki berusia 58 tahun, datang ke RSGM dengan keluhan nyeri pada langit-
langitnya. Dari hasil anamnesis pasien pengguna gigi tiruan lengkap sejak 2 tahun yang
lalu, jarang dibersihkan dan tidak pernah dilepas. Pada pemeriksaan klinis ditemukan
eritematus pada palatum yang meluas.
Tugas Mahasiswa
Lakukan dan verbalkan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) pada pasien tersebut!
87