Anda di halaman 1dari 87

Modul Skill Lab

ORAL MEDICINE

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


INSTITUTE ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA
KEDIRI
2020/2021
SKILL LAB 1

PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI


Upaya Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
Dalam menjalankan profesinya tenaga pelayanan kesehatan gigi dan mulut tidak
lepas dari kemungkinan untuk berkontak secara langsung atau tidak langsung dengan
mikroorganisme dalam rongga mulut (termasuk saliva dan darah) pasien. Sebagai
hasil pemajanan yang berulangkali terhadap mikroorganisme yang ada dalam rongga
mulut, insidensi terjangkit penyakit infeksi lebih tinggi pada praktik kedokteran gigi.
Mengabaikan prosedur Pencegahan dan Pengendalian Infeksi yang efektif dapat
mengakibatkan orang lain, termasuk keluarga tenaga pelayanan kesehatan gigi dan
mulut dan pasien lain, menghadapi resiko terkena penyakit infeksi.

Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Terhadap Pasien


Tata Laksana Penanganan Pasien:
1. Lakukan kebersihan tangan (5 momen dan 6 langkah).
2. Pakai Alat Pelindung Diri (sarung tangan, masker).
3. Berkumur antiseptik sebelum diperiksa.
4. Pemberian antiseptik pada daerah operasi untuk tindakan invasif.
5. Penggunaan suction sekali pakai yang berdaya hisap tinggi.
6. Penggunaan gelas kumur disposable (sekali pakai).
7. Jumlah alat diagnosa set yang tersedia minimal 1/2 jumlah rata-rata jumlah
kunjungan pasien per hari.
8. Perjelas area yang dikhususkan bagi bahan dan alat yang telah disterilkan dari
bahan dan alat yang belum dibersihkan.
9. Buat SOP untuk pemrosesan instrumen: mulai dari penerimaan instrumen
terkontaminasi, pembersihan, disinfeksi dan sterilisasi dan penyimpanan.
10. Siapkan alat dan bahan yang diperlukan untuk perawatan sebelum memulai
suatu perawatan.
11. Penempatan posisi pasien dengan benar sehingga memudahkan kerja operator
dan mencegah timbulnya kecelakaan kerja.
12. Dianjurkan pemakaian isolator karet (rubberdam) untuk mencegah terjadinya
percikan dari mulut pasien dan mereduksi kontak yang tidak perlu antara
tangan dan mukosa pasien.

Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Terhadap Tenaga Pelayanan Kesehatan


Gigi
Karena status infeksi pasien terkadang tidak diketahui, untuk mencegah
infeksi silang baik pada pasien atau tenaga pelayanan kesehatan gigi, penting untuk
beranggapan bahwa setiap darah dan cairan tubuh pasien berpotensi berpenyakit
infeksi dan dapat menular, maka penting untuk dilakukan Kewaspadaan Standar.
a. Kewaspadaan Standar
1) Kebersihan Tangan
Kebersihan tangan merupakan hal yang paling penting dan merupakan pilar
untuk Pencegahan dan Pengendalian Infeksi. Tenaga pelayanan kesehatan
gigi dan mulut harus melakukan kebersihan tangan dengan menggunakan
sabun dan air mengalir jika tangan terlihat kotor (termasuk keadaan terkena
serbuk/powder dari sarung tangan), terkontaminasi cairan tubuh, kontak
langsung dengan individu pasien, setelah kontak dengan permukaan dalam
ruang praktik termasuk peralatan, gigi palsu, cetakan gips. Lamanya
mencuci tangan 40-60 detik. Jika tangan tidak tampak kotor lakukan
kebersihan tangan dengan cara gosok tangan dengan handrub/cairan
berbasis alkohol, lamanya 20-30 detik. Metode dan tata cara mencuci
tangan dalam “hand hygiene” tergantung pada beberapa tipe dan prosedur,
tingkat keparahan dari kontaminasi dan persistensi melekatnya antimikroba
yang digunakan pada kulit. Untuk pelaksanaan rutin dalam praktik dokter
gigi dan prosedur non bedah, mencuci tangan dan antiseptik dapat dicapai
dengan menggunakan sabun detergen antimikroba yang standar. Untuk
prosedur pembedahan, sabun antimikroba (bedah) yang mengandung
chlorhexidin gluconate 4% harus digunakan. Sebagai alternatif pengganti
bagi yang sensitif terhadap chlorhexidine gluconate, dapat menggunakan
iodophor (Depkes, 2005).

Hal-hal yang harus diperhatikan mengenai kebersihan tangan:


1) Sebelum kebersihan tangan, cincin, jam dan seluruh perhiasan yang
ada di pergelangan tangan harus dilepas.
2) Kuku harus tetap pendek dan bersih.
3) Jangan menggunakan pewarna kuku atau kuku palsu karena dapat
menjadi tempat bakteri terjebak dan menyulitkan terlihatnya kotoran di
dalam kuku.
4) Selalu gunakan air mengalir, apabila tidak tersedia, maka harus
menggunakan salah satu pilihan sebagai berikut:
 Ember berkeran yang tertutup.
 Ember dan gayung, dimana seseorang menuangkan air sementara
yang lainnya mencuci tangan.
5) Tangan harus dikeringkan dengan menggunakan paper towel atau
membiarkan tangan kering sendiri sebelum menggunakan sarung
tangan (Yee, 2006).
Berikut ini 5 momen mencuci tangan:
1) Sebelum kontak dengan pasien
2) Sebelum tindakan aseptik
3) Setelah terkena cairan tubuh pasien
4) Setelah kontak dengan pasien
5) Setelah kontak dengan lingkungan di sekitar pasien
Semua petugas di rumah sakit dan pengunjung pasien harus memahami 5
saat mencuci tangan ini, sehingga salah satu prinsip pencegahan dan kontrol
infeksi dapat berjalan dengan baik.
Gambar 1. Cara mencuci tangan yang tepat dengan air mengalir
Gambar 2. Cara mencuci tangan dengan menggunakan handrub/cairan
berbasis alcohol

2) Penggunaan Alat Pelindung Diri


Tenaga pelayanan kesehatan gigi dan mulut wajib menggunakan Alat
Pelindung Diri (APD) di bawah ini:
a. Sarung tangan
Tenaga pelayanan kesehatan gigi wajib menggunakan sarung tangan
ketika melakukan perawatan yang memungkinkan berkontak dengan
darah atau cairan tubuh lainnya. Sarung tangan harus diganti tiap
pasien. Lepaskan sarung tangan jika sobek, atau bocor dan lakukan
kebersihan tangan sebelum memakai kembali sarung tangan.
Disarankan untuk tidak mencuci, mendisinfeksi atau mensterilkan
ulang sarung tangan yang telah digunakan.
b. Masker
Tenaga pelayanan kesehatan gigi dan mulut wajib menggunakan
masker pada saat melakukan tindakan untuk mencegah potensi infeksi
akibat kontaminasi aerosol serta percikan saliva dan darah dari pasien
dan sebaliknya. Ganti masker di antara pasien atau jika masker lembab
atau basah dan ternoda selama tindakan ke pasien.
c. Gaun/baju Pelindung
Tenaga pelayanan kesehatan gigi wajib menggunakan gaun/baju
pelindung yang digunakan untuk mencegah kontaminasi pada pakaian
dan melindungi kulit dari kontaminasi darah dan cairan tubuh. Gaun
pelindung ini harus dicuci setiap hari. Gaun pelindung terbuat dari
bahan yang dapat dicuci dan dapat dipakai ulang (kain), tetapi dapat
juga terbuat dari bahan kertas kedap air yang hanya dapat sekali pakai
(disposable).
d. Kacamata Pelindung
Tenaga pelayanan kesehatan gigi wajib menggunakan kacamata
pelindung untuk menghindari kemungkinan infeksi akibat kontaminasi
aerosol dan percikan saliva dan darah. Kacamata ini harus
didekontaminasi dengan air dan sabun kemudian didisinfeksi setiap
kali berganti pasien.

Gambar 3. Alat Pelindung Diri (APD)

PENANGANAN INSTRUMEN DAN ALAT PELAYANAN KEDOKTERAN


GIGI
1. Pembatasan Kontaminasi
a. Peralatan kritis
Peralatan kritis adalah alat yang masuk ke dalam pembuluh darah atau
jaringan mulut. Semua peralatan kritis wajib dilakukan sterilisasi dengan
menggunakan panas. Sebagai contoh peralatan yang dimasukkan dalam
kategori kritis adalah semua instrumen bedah, periodontal scaller, scalpel,
bur diamond, bur tulang, dll.
b. Peralatan semi kritis
Peralatan semi kritis adalah alat yang masuk ke dalam rongga mulut tetapi
tidak masuk ke dalam jaringan mulut. Semua peralatan semi kritis wajib
dilakukan minimal disinfeksi tingkat tinggi (DTT) atau apabila terdapat alat
yang dapat bertoleransi terhadap panas, maka dapat dilakukan sterilisasi
dengan menggunakan panas. Sebagai contoh peralatan yang dimasukkan
dalam kategori semi kritis adalah instrumen diagnosa, kondensor, sendok
cetak, handpiece dll.
c. Peralatan non kritis
Peralatan non kritis adalah alat yang tidak masuk ke dalam rongga mulut
dan dapat dilakukan dengan menggunakan disinfektan t ingkat rendah.
Sebagai contoh peralatan yang dimasukkan dalam kategori nonkritis adalah
tensimeter, occipital calipers, radiograph cone, glass plate, semen spatel,
dll. Dental unit masuk kedalam katagori semi non kritis tetapi harus
dilakukan disinfeksi karena sering terpapar percikan darah maupun air liur.
2. Penentuan zona
Area pembersihan dan pemrosesan instrumen yang telah digunakan (Zona
Kotor), dan area sterilisasi dan penyimpanan instrumen bersih (Zona bersih),
serta area perawatan pasien (Zona Kerja) harus terpisah satu sama lain. Zona
kotor jangan berdekatan dengan zona bersih dan zona kerja.

3. Pre-Cleaning
Pre-cleaning dilakukan dengan cara merendam alat dengan larutan
enzymatik/detergen/klorin 0.5% dengan tujuan untuk membunuh/mengurangi
mikroorganisme pada alat setelah digunakan, melepas noda, darah, lemak dan
cairan tubuh lainnya dari suatu benda sehingga memudahkan untuk
pengelolaan selanjutnya. Untuk meminimalkan pajanan terhadap petugas,
pemilahan alat-alat terkontaminasi dilakukan langsung oleh si pemakai
sebelum melepaskan alat pelindung diri (APD). Proses ini dilakukan selama
kisaran 5-10 menit atau sesuai produk yang digunakan

4. Pembersihan instrumen
Seluruh instrumen yang digunakan dalam proses perawatan harus
dibersihkan/digosok menggunakan sabun dan air. Larutan deterjen harus
disiapkan setiap hari, dan diganti lebih sering jika nampak kotor. Operator harus
selalu menggunakan sarung tangan khusus, celemek, masker dan kacamata
ketika membersihkan instrumen. Gunakan selalu sikat atau sikat gigi yang
berbulu lunak untuk menggosok instrumen dan alat lainnya untuk
menghilangkan seluruh materi organik (darah dan saliva) dan kotoran lainnya.
Hal ini harus dilakukan dibawah permukaan air untuk menghindari terjadi
cipratan. Seluruh permukaan instrumen dan alat harus digosok. Penanganan bagi
alat-alat yang memiliki engsel (misalnya forceps) dan lekukan (misalnya bone
file) harus ditangani secara khusus.

Setelah dibersihkan, seluruh instrumen dan alat harus dibilas menggunakan air
mengalir atau air yang disimpan dalam wadah (diganti secara berkala) untuk
membersihkan seluruh larutan deterjen dan kemudian dikeringkan dengan
handuk bersih.
5. Disinfeksi Tingkat Tinggi
Apabila memungkinkan, instrumen yang bersentuhan dengan tulang atau
jaringan lunak atau telah kontak dengan darah harus disterilisasi. Apabila tidak
tersedia panci tekan atau autoklaf, instrumen dapat didisinfeksi dengan direbus
dalam panci berisi air selama 20 menit setelah dibersihkan dengan menggunakan
air dan sabun. 20 menit dihitung sejak air mulai mendidih. Setelah air dalam
panci mulai mendidih, jangan tambahkan air ataupun instrumen selama proses
disinfeksi berlangsung.
Alkohol dan iodoform tidak dipakai untuk disinfeksi tingkat tinggi (DTT) tetapi
dapat untuk disinfeksi tingkat rendah dengan cara merendam alat tersebut selama
20 menit.
6. Sterilisasi
Instrumen dengan engsel seperti forceps untuk ekstraksi harus terbuka sebelum
diletakkan dalam alat sterilisasi. Instrumen harus diletakkan sehingga uap dapat
berputar mengelilinginya. Apabila menggunakan panci tekan, instrumen
diletakkan pada wadah di atas permukaan air. Pertahankan temperatur sampai
121°C (250°F) dengan tekanan 15 pound selama 20 menit untuk instrumen yang
tidak dibungkus dan 30 menit untuk instrumen yang dibungkus. Mulai
penghitungan waktu ketika uap nampak terlihat dan turunkan panas sampai
batas temperatur tetap menghasilkan uap panas. Pada akhir proses sterilisasi,
biarkan uap keluar lalu buka tutup panci tekan untuk membiarkan instrumen
mendingin secara perlahan.

Bila menggunakan autoklaf digunakan temperatur 121°C, tekanan 15 psi


(pressure per square inch) selama 30 menit. Metode sterilisasi panas kering
dilakukan dengan menggunakan oven dengan panas yang tinggi, adapun
temperatur dan waktunya adalah sesuai petunjuk pabrik.

Gambar 4. Sterilisasi menggunakan autoklaf


Gambar 5. Sterilisasi menggunakan panci tekan

Gambar 6. Pembungkusan alat setelah dilakukan sterilisasi

7. Penatalaksanaan Dental Unit


Dental unit dan dental chair adalah benda utama yang menjadi perhatian pasien yang
memasuki suatu ruangan pelayanan kedokteran gigi. Jadi alat-alat tersebut harus selalu
dalam keadaan bersih dan siap pakai.

Tempat-tempat yang harus mendapat perhatian pada dental unit:

a) Meja instrument, harus bersih dan diulas dengan alkohol 70%.

b) Handpiece harus bersih dan diberi pelumas sesudah digunakan

c) Three way syringe.


d) Penghisap saliva.
e) Penghisap darah (vacuum tip).
f) Bowl Rinse disiram dengan lisol kemudian disiram dengan air bersih lalu disikat dengan
deterjen dan dibilas kembali
g) Pegangan lampu harus bersih dan diulas dengan alkohol 70%.

Pada dental chair :


a) Sandaran kepala/head rest bersih.

10
b) Sandaran tangan/arm rest bersih.
c) Tempat duduk bersih.
d) Tempat menaruh kaki/foot rest bersih.
Apabila akan melakukan tindakan :
1) Lapisi dengan plastik (wrapping).
(a) Engsel-engsel di dental unit.
(b) Pegangan lampu.
(c) Meja.
(d) Pegangan kursi.
(e) Sandaran kepala.
2) Desinfeksi permukaan: siapkan larutan klorin 0,05% (desinfektan lainnya),
semprotkan ke semua permukaan, tunggu sampai 10 menit, lap dengan lap basah dan
keringkan dengan lap/ handuk kering.

11
TUTOR GUIDE

SKILL LAB

PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI

Tujuan : Mampu melakukan pencegahan dan pengendalian infeksi


Domain/Area Kompetensi :
1. Professionalism
2. General physical examination and stomatognatic system
Keterampilan Klinik :
1. Physical Examination
2. Interpretation skills
3. Procedural skills
Tinjauan : Pengendalian dan Pencegahan Infeksi
Daftar Alat dan Bahan :
1. Masker
2. Gloves
3. Handwash/ handrub
Tugas Tutor :
1.Memastikan kesiapan peralatan yang dibutuhkan
2. Mengamati dan menilai peserta berdasarkan kriteria penilaian yang terdapat
pada lembar penilaian (checklist)

Tugas Kandidat :
1. Verbalkan kapan operator harus melakukan cuci tangan.
2. Verbalkan dan lakukan cuci tangan dengan benar
a. Menggunakan handsrub
b. Menggunakan air mengalir

12
SKILL LAB 2

ANAMNESIS

Pemeriksaan subyektif atau anamnesis adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk
mengumpulkan informasi yang akurat tentang status kesehatan gigi dan mulut pasien serta
penentuan jenis penyakit yang diderita pasien di rongga mulut.
Prinsip anamnesa yang baik : 5W + 1H : Who, What, When, Where, Why, How
Secara garis besar daftar pertanyaan anamnesis meliputi :
a. Khusus : mengenai keadaan gigi
b. Umum : mengenai riwayat penyakit
Data demografis
Data demografis mengidentifikasi karakter pasien
Riwayat Klinis
Keluhan Utama
Keluhan Utama, merupakan keluhan yang dirasakan pasien, sehingga menjadi alasan pasien
untuk dibawa ke rumah sakit. Merupakan informasi pertama yang diperoleh, berupa gejala
atau masalah yang diutarakan pasien dengan bahasanya sendiri, yang berkaitan dengan
kondisi yang menyebabkan pasien segera datang mencari perawatan.
Gaya pengumpulan riwayat penyakit tergantung pada pribadi masing-masing klinisi, tetapi
perlu diperhatikan bahwa dari awal pemeriksaan sudah harus ditentukan apakah seorang
penderita mempunyai lebih dari satu keluhan. Bila ada lebih dari satu keluhan, masalah
utama harus diatasi terlebih dahulu, kemudian diikuti dengan keluhan lainnya berurutan ke
bawah sesuai dengan tingkat keseriusannya.

Ada beberapa pertanyaan dasar yang harus diajukan untuk memastikan ciri-ciri keluhan :
 Lokasi
 Kapan pertama kali diketahui
 Kapan kehadirannya
 Faktor-faktor yang mempercepat
 Faktor-faktor yang memperingan
(Lewis:7)

Rasa sakit
Dalam kasus rasa sakit yang perlu diperhatikan adalah sifat, kehebatan, serta kapan
terasanya. Pasien harus ditanya apakah rasa sakit timbul setiap hari, dan bila demikian,
bagaimana rasa sakit berubah dari waktu ke waktu dari bangun di pagi hari sampai
menjelang tidur di malam hari. (Lewis:9)

13
Pembengkakan
Keberadaan dan keparahan pembengkakan yang terus menerus dapat ditentukan oleh klinisi
pada saat pemeriksaan. Dalam sejumlah kondisi, pembengkakan mungkin berlangsung
secara episodik dan tidak ada pada saat pemeriksaan. Dalam keadaan demikian, pasien
harus ditanya untuk menggambarkan besarnya pembengkakan, misalnya apakah ukurannya
sebesar kacang polong, jagung atau biji kenari, waktu terjadinya serta kecepatan
pertumbuhannya. Kesadaran pasien akan pembengkakan tersebut harus dicatat. (Lewis:9)

Ulserasi
Bila pasien mengeluh tentang adanya ulserasi, apakah ulserasi tersebut baru terjadi untuk
pertama kalinya atau apakah sebelumnya sudah pernah timbul. Dalam kasus ulserasi yang
berulang, informasi yang harus didapatkan adalah mengenai lokasi, jumlah, frekuensi, serta
lamanya (durasi luka) (Lewis:9-10).
Berikut daftar Anamnesis untuk pasien dengan lesi ulseratif (N. Chizobam:170):

 Kapan lesi terjadi ?


 Bagaimana itu bisa terjadi ?
 Apakah ada riwayat trauma?
 Apakah ini pertama kali atau rekuren ?
 Berapa banyak ? single atau multipel?
 Berapa yang lama sembuh sebelum yang baru muncul ?
 Adakah nyeri, sensitive pada makanan pedas, kesulitan makan, atau menelan ?
 Adakah sisi ekstraoral yang terlibat? Kulit, kelamin, kulit kepala, mata ?
 Apakah kamu sedang menggunakan obat atau produk kebersihan gigi ?
 Adakah berhubungan dengan gejala sistemik seperti panas dan lemas ?
 Apakah seseorang di keluarganmu mempunyai masalah yang sama ?
 Apakah kamu mempunyai gangguan gastrointestinal seperti diare dan pendarahan ?
 Adakah nyeri sendi ?

Riwayat Medis
Riwayat medis menyediakan informasi mengenai kerentanan dan reaksi pasien terhadap
infeksi, hal-hal mengenai perdarahan, obat-obat yang telah diberikan, dan status
emosionalnya. Riwayat medis tidak dimaksudkan sebagai pemeriksaan klinis lengkap,
cukup formulir pemeriksaan secara singkat yang berisi penyakit serius yang sedang dan
pernah diderita, serta pembedahan yang pernah dialami. Jika ditemukan penyakit fisik atau
psikologis yang parah atau penyakit yang masih diragukan yang mungkin mengganggu
diagnosis dan perawatan, lakukan pemeriksaan lebih lanjut dan dikonsultasikan dengan
profesi kesehatan lainnya.
Keadaan medis yang kontraindikasi bagi perawatan saluran akar, irigasi jaringan rongga
mulut, atau penyakit yang mengganggu system imun pasien seperti AIDS. Permasalahan

14
lain yang memerlukan perawatan khusus seperti meningkatnya insidens alergi terhadap
lateks, terapi pengganti glukokortikosteroid, hepatitis, hemostatis tertunda, kondisi jantung
tertentu, dan penggantian sendi.
Memeriksa secara tuntas kesehatan umum pasien baru dan menelaah ulang serta
memperbarui data riwayat kesehatan umum pasien lama merupakan langkah pertama
penegakan diagnosis. Riwayat kesehatan umum yang lengkap bagi pasien baru terdiri atas
data demografis, riwayat medis, riwayat dental, dan keluhan utama.
Dua alasan medis dalam pengambilan riwayat penyakit yang memadai adalah, pertama,
kesadaran akan adanya penyakit sistemik dan yang kedua adalah adanya persiapan untuk
segala kemungkinan keadaan darurat medis yang dapat timbul. Selain faktor-faktor diatas,
pengambilan riwayat medis untuk alasan medikolegal sekarang diwajibkan.

Riwayat Penyakit Sekarang, kronologis dari penyakit yang diderita saat ini mulai awal
hingga dibawa ke rumah sakit secara lengkap meliputi :
a. P = Provokasi atau Paliatif
Apa penyebab gejala? Apa yang dapat mengurangi dan memperberat penyakitnya?
Apa yang dilakukan pada saat gejala mulai dirasakan?, Apa keluhan psikologis yang
dirasakan?
b. Q = Quality and Quantity
Seberapa tingkat keparahan yang dirasakan pasien
c. R = Regio
Pada area mana gejala dirasakan?, Sejauh mana penyebarannya?
d. S = Severity
Tingkat/skala keparahan, hal-hal yang memperberat atau mengurangi keluhan
e. Time
Kapan gejala mulai muncul?, Seberapa sering dirasakan?, Apakah timbul secara
tiba-tiba atau bertahap?, Kambuhan/tidak?, Seberapa lama dirasakan sakitnya?

Riwayat Penyakit yang Lalu, penyakit apa saja yang pernah dialami pasien, baik yang ada
hubungannya dengan penyakit yang diderita sekarang atau tidak ada hubungannya dengan
penyakit yang diderita sekarang, riwayat operasi, dan termasuk riwayat alergi.

Riwayat Kesehatan Keluarga, apakah ada keluarga yang menderita penyakit yang sama?,
Penyebab kematian bila ada anggota keluarga yang meninggal?, Apakah ada jenis penyakit
herediter dalam keluarga? (Lewis:12)

Riwayat Sosial
Dalam konteks riwayat sosial yang relevan pasien harus ditanya mengenai status
perkawinan, pekerjaan sekarang dan dulu, kebiasaan merokok, jumlah alkohol yang

15
diminum, penyalahgunaan obat-obatan serta perawatan sebelumnya yang berhubungan
dengan kegelisahan dan depresi.(Lewis:12)

Riwayat Dental
Merupakan ringkasan dari penyakit dental yang pernah dan sedang diderita. Informasi
dalam riwayat dental mengungkapkan pula penyakit-penyakit gigi yang pernah dialami
oleh pasien pada masa lalu serta petunjuk mengenai masalah psikologis yang mungkin ada
dan menjelaskan sejumlah temuan klinis yang tidak jelas.
Riwayat dental harus mencakup perincian pola pertumbuhan gigi, tipe dan umur gigi palsu
serta kapan dipakainya. Rician tiap setiap ortodonti lepasan atau cekat harus dicatat. Hal ini
sangat membantu dalam memastikan apakah keluhan itu ada hubungannya dengan gigi
sebelumnya. Bagi pasien yang menggunakan protesa, pertanyaan mengenai kebersihan
protesa harus diajukan, termasuk rincian dari cairan yang digunakan untuk membersihkan
dan merendam protesa pada malam hari. Perlu juga diketahui apakah pasien memeriksakan
diri secara teratur atau tidak karena hal ini dapat memberikan perspektif tentang arti
kesehatan mulut bagi dirinya. (Lewis:12-13)

16
TUTOR GUIDE

SKILL LAB

ANAMNESIS

Tujuan : Mampu melakukan anamnesis


Domain/Area Kompetensi : 1. Professionalism
2. General physical examination and stomatognatic system
Keterampilan Klinik : History taking/ anamnesis
Tinjauan : Penyakit infeksi dan imunologi
Daftar Alat dan Bahan : 1. Lembar checklist
2. ATK
3. Masker
4. Gloves

Tugas Tutor : 1. Memastikan kesiapan peralatan yang dibutuhkan


2. Mengamati dan menilai peserta berdasarkan kriteria
penilaian yang terdapat pada lembar penilaian (checklist)

Contoh kasus/pemicu
Seorang perempuan usia 9 tahun datang ke RSGM dengan keluhan sariawan berukuran
kecil dan jumlahnya banyak pada gusi rahang atas dan bawah.
Hasil pemeriksaan klinis :
 KU : lemah
 E.O :
 Suhu : febris
 Kelenjar limfe submandibularis : teraba, diameter 1x1x1 cm, lunak, dapat
digerakkan, nyeri, warna kulit di atasnya normal.
 I.O :
 Gingiva RA dan RB: Ulser multipel bentuk ireguler diameter 1-2mm, bagian tengah
berwarna putih kekuningan dan dikelilingi daerah kemerahan, batas jelas, sakit.
Seluruh margin gingival berwarna kemerahan.
Tugas
Lakukanlah pemeriksaan subyektif / anamnesis pada penderita dengan benar !

17
SKILL LAB 3

PEMERIKSAAN KLINIS EKSTRA ORAL

Pemeriksaan Klinis

Dokter gigi mempunyai kesempatan yang baik untuk mengamati pasien pada saat
pencatatan riwayat klinis. Dengan cara ini, kelainan-kelainan dapat dilihat dengan jelas,
seperti misalnya pelumpuhan saraf kranial, pembengkakan wajah atau ruam-ruam kulit.
Mengamati frekuensi kedipan yang melebihi normal juga sangat berguna bagi dokter,
karena hal ini dapat mengindikasikan adanya serophthalmia. Apabila pasien jelas-jelas
ketakutan atau menunjukkan tanda-tanda segera akan menangis, ini mungkin menunjukkan
adanya kekacauan psikologis. Tak ada metode pemeriksaan klinis tertentu yang bisa
dianggap lebih benar selama jaringan diperiksa secara cermat. Pemeriksaan dapat dibagi
atas ekstraoral dan intraoral.

Pemeriksaan Fisik meliputi:

a) Inspeksi

b) Palpasi

c) Perkusi dan

d) Auskultasi

Pemeriksaan inspeksi yaitu suatu pemeriksaan yang dilakukan dengan cara melihat secara
rinci dan sistematis keadaan tubuh pasien. Palpasi yaitu suatu pemeriksaan yang dilakukan
dengan cara meraba terhadap keadaan tubuh yang terlihat tidak normal. Perkusi yaitu suatu
pemeriksaan yang dilakukan dengan cara mengetuk guna memperoleh suara hasil ketukan
tersebut terhadap rongga tubuh yang perlu diketahui keadaannya. Sedangkan auskultasi
yaitu suatu pemeriksaan yang dilakukan dengan cara mendengarkan suara-suara dalam
rongga tubuh dengan menggunakan stetoskop.

A. PEMERIKSAAN TANDA-TANDA VITAL

1. Pemeriksaan Suhu Tubuh


Prosedur Pemeriksaan suhu tubuh :
a. Oral
Pemeriksaan secara oral dengan memasukkan ujung termometer kaca di bawah
bagian depan lidah lalu mulut ditutup selama 3-5 menit, kemudian baca hasilnya.
Letakkan kembali termometer di bawah lidah beberapa menit, baca hasilnya. Bila
suhu masih bertambah, ulangi prosedur sampai temperatur tetap. Sebelum
pemakaian, termometer dikocok agar kolom air raksa berada di bawah 35,5℃. Pada
pemakaian termometer elektronik, pembacaan suhu setelah 10 detik. Suhu oral rata-
rata 37℃ (98,6℉), pada pagi hari suhu dapat mencapai 35,8℃, siang dan sore hari
37,3℃.

18
b. Aksila
Cara pengambilan suhu melalui aksila dengan meletakkan ujung termometer
pada ketiak/aksila. Pasien memegang tangan yang lain melalui dada, sehingga posisi
termometer tetap. Bila pasien tidak mampu, pemeriksa yang memegang termometer
tersebut. Temperatur melalui aksila dibaca setelah 5-10 menit. Pengukuran dengan
termometer digital dilakukan selama 30 detik.
c. Rektal
Pemeriksaan secara rektal dengan cara ujung termometer diberi pelumas, masukkan
ke anus sedalam 3-4 cm, baca setelah 3 menit. Pada pemakaian termometer
elektronik, pembacaan suhu setelah 10 menit. Suhu rektal lebih tinggi 0,4-0,5℃
dibandingkan suhu oral.
d. Membran Timpani
Pastikan kanalis auditorius eksternal tidak ada cerumen. Posisi sinar infra merah
ditujukan ke membrane timpani (jika tidak, pengukuran kurang valid). Tunggu 2-3
detik sampai suhu digital muncul. Cara tersebut merupakan pengukuran suhu inti
tubuh, lebih tinggi 0,8℃ dibandingkan suhu oral.
2. Pemeriksaan Nadi

A. Lokasi untuk merasakan denyut nadi adalah:


a. Karotid: Dibagian medial leher, dibawah angulus mandibularis, hindari
pemeriksaan dua sisi sekaligus pada waktu bersamaan.
b. Brakial: Diatas siku dan medial dari tendo bisep.
c. Radial: Bagian distal dan ventral dari pergelangan tangan.
d. Femoral: Disebelah inferomedial ligamentum inguinalis.
e. Popliteal: Di belakang lutut, sedikit ke lateral dari garis tengah.
f. Tibia posterior: Di belakang dan sedikit ke arah inferior dari maleolus medialis.
g. Pedis dorsalis: Lateral dari tendo m. Extensor hallucis longus.
B. Prosedur Pemeriksaan
Prosedur pemeriksaan nadi/arteri radialis :
 Penderita dapat dalam posisi duduk atau berbaring. Lengan dalam posisi bebas dan
rileks.
 Periksalah denyut arteri radialis di pergelangan tangan dengan cara meletakkan jari
telunjuk dan jari tengah atau 3 jari (jari telunjuk, tengah dan manis) di atas arteri
radialis dan sedikit ditekan sampai teraba pulsasi yang kuat.
 Penilaian nadi/arteri meliputi: frekuensi (jumlah) per menit, irama (teratur atau
tidaknya), pengisian, dan dibandingkan antara arteri radialis kanan dan kiri.
 Bila iramanya teratur dan frekuensi nadinya terlihat normal dapat dilakukan hitungan
selama 15 detik kemudian dikalikan 4, tetapi bila iramanya tidak teratur atau denyut
nadinya terlalu lemah, terlalu pelan atau terlalu cepat, dihitung sampai 60 detik.
 Apabila iramanya tidak teratur (irregular) harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan
auskultasi jantung (cardiac auscultation) pada apeks jantung.

19
Pemeriksaan nadi/arteri karotis:
Perabaan nadi dapat memberikan gambaran tentang aktivitas pompa jantung maupun
keadaan pembuluh itu sendiri. Kadang-kadang nadi lebih jelas jika diraba pada pembuluh
yang lebih besar, misalnya arteri karotis.
Catatan: pada pemeriksaan nadi/arteri karotis kanan dan kiri tidak boleh bersamaan.
C. Hasil pemeriksaan nadi/arteri:
 Jumlah frekuensi nadi per menit (Normal pada dewasa: 60-100 kali/menit) Takikardia
bila frekuensi nadi > 100 kali/menit, sedangkan bradikardia bila frekuensi nadi< 60
kali/menit.
 Irama nadi: Normal irama teratur.
 Perbandingan nadi/arteri kanan dan kiri (Normal: nadi kanan dan kiri sama).
 Perbandingan antara frekuensi nadi/arteri dengan frekuensi denyut jantung (Normal:
tidak ada perbedaan).
3. Pemeriksaan Tekanan Darah

Sebelum melakukan pemeriksaan tekanan darah instruksikan kepada pasien:

 Pasien diusahakan dalam kondisi tenang.


 Pasien diminta untuk tidak merokok atau minum yang mengandung kafein minimal
30 menit sebelum pemeriksaan.
 Istirahat sekitar 5 menit setelah melakukan aktifitas fisik ringan.
Prosedur Pemeriksaan tekanan darah :
 Lengan yang diperiksa harus bebas dari pakaian.
 Pemeriksaan tekanan darah bisa dilakukan dengan posisi pasien berbaring, duduk,
maupun berdiri tergantung dari tujuan pemeriksaan. Hasil pemeriksaan tersebut
dipengaruhi oleh posisi pasien.
 Posisikan lengan sedemikian sehingga arteri brachialis kurang lebih pada level
setinggi jantung.
 Jika pasien duduk, letakkan lengan pada meja sedikit diatas pinggang dan kedua
kaki menapak di lantai.
 Apabila menggunakan tensimeter air raksa, usahakan agar posisi manometer selalu
vertikal, dan pada waktu membaca hasilnya, mata harus berada segaris horisontal
dengan level air raksa.
 Meraba nadi arteri brachialis pastikan bahwa pulsasinya cukup.
 Memasang cuff pada lengan sekitar 3 jari diatas fosaa cubiti.
 Memasang membran stetoskop pada fossa cubiti dan memompa bladder sampai
tekanan sistolik palpatoir ditambah 30 mmHg.
 Melonggarkan kunci pompa perlahan-lahan 2-3 mmHg dan menentukan tekanan
sistolik dan diastolik.
 Melepas manset dan memberitahukan hasil pemeriksaan tekanan darah pada
penderita.

20
 Pengulangan pengukuran dilakukan beberapa menit setelah pengukuran pertama.

4. Pemeriksaan Frekuensi Pernafasan

Persiapan pemeriksaan:
 Pasien dalam keadaan tenang, posisi tidur.
 Operator meminta ijin kepada pasien untuk membuka baju bagian atas.
Prosedur pemeriksaan pernapasan:
 Pemeriksaan inspeksi: perhatikan gerakan pernafasan pasien secara menyeluruh
(lakukan inspeksi ini tanpa mempengaruhi psikis penderita). Pada inspirasi,
perhatikan: gerakan iga ke lateral, pelebaran sudut epigastrium, adanya retraksi
dinding dada (supraklavikuler, suprasternal, interkostal, epigastrium), penggunaan
otot-otot pernafasan aksesoria serta penambahan ukuran anteroposterior rongga dada.
Pada ekspirasi, perhatikan: masuknya kembali iga, menyempitnya sudut epigastrium
dan pengurangan diameter anteroposterior rongga dada.
 Pemeriksaan palpasi: pemeriksa meletakkan telapak tangan untuk merasakan naik
turunnya gerakan dinding dada.
 Pemeriksaan auskultasi: menggunakan membran stetoskop diletakkan pada dinding
dada di luar lokasi bunyi jantung.
Interpretasi pemeriksaan pernapasan:
 Frekuensi: Hitung frekuensi pernafasan selama 1 menit dengan inspeksi, palpasi, atau
dengan menggunakan stetoskop. Normalnya frekuensi nafas orang dewasa sekitar 14
– 20 kali per menit dengan pola nafas yang teratur dan tenang.
 Irama pernapasan: reguler atau ireguler.

B. KEADAAN UMUM

Keadaan umum pasien dapat di bagi atas ringan, sedang, dan berat. Keadaan umum
pasien seringkali dapat menilai apakah keadaan pasien dalam keadaan darurat medik atau
tidak. Hal-hal yang harus dipehatikan dalam menentukan keadaan umum pasien adalah:

1. Status keadaan gizi dan habitus.


Pasien dengan berat badan dan bentuk badan ideal disebut memiliki habitus
atletikus; pasien yang harus memiliki habitus astenikus; dan pasien yang memiliki

21
habitus piknikus. Keadaan gizi pasien juga harus dinilai, apakah kurang, cukup atau
berlebih. Demgan menilai berat badan dan tinggi badan, maka dapat diukur indeks
Index Masa Tubuh (IMT) = Berat badan (kg)
(Tinggi badan (cm))2

<18,5 : menunjukan berat badan kurang


18,5-25 : menunjukan berat badan yang ideal
>25 : menunjukan berat badan lebih
>30 : menunjukan berat badan obesitas
2. Kesadaran.

Kesadaran pasien dapat diperiksa secara inspeksi dengan melihat reaksi pasien yang
wajar terhadap stimulus visual, auditor, maupun taktil. Seorang yang sadar dapat tertidur,
tetapi segera terbangun bila dirangsang. Bila perlu, tingkat kesadaran dapat diperiksa
dengan memberikan rangsang nyeri. Macam-macam tingkat kesadaran pasien:

a. Kompos mentis, yaitu sadar sepenuhnya, baik terhadap dirinya maupun


lingkungannya. Pasien dapat menjawab pertanyaan pemeriksa dengan baik.
b. Apatis, yaitu keadaan dimana pasien tampak segan dan acuh tak acuh terhadap
lingkungannya.
c. Delirium, yaitu penurunan kesadaran disertai kekacauan motorik dan siklus tidur
bangun yang tergangu. Pasien tampak gaduh, gelisah, kacau, disorientasi dan
meronta-ronta.
d. Somnolence (letargia, optundasi, hypersomnia), yaitu keadaan mengantuk yang
dapat pulih penuh bila dirangsang, tetapi bila rangsang berhenti pasien akan tertidur
kembali.
e. Sospor (stupor), yaitu keadaan mengantuk yang dalam, pasien masih dapat
dibangunkan dengan rangsang yang kuat, misalnya rangsang nyeri, tetapi pasien
tidak terbangun sempurna dan dapat memberikan jawaban verbal yang baik.
f. Semikoma (koma ringan), yaitu penurunan kesadaran yang tidak memberikan
respon terhadap ranging verbal, dan tidak dapat dibangunkan sama sekali, tetapi
reflex (kornea pupil) masih baik. Respon terhadap rangsang nyeri tidak adekuat.
g. Koma, yaitu penurunan kesadaran yang sangat dalam, tidak ada gerakan spontan
dan tidak ada respon terhadap rangsang nyeri.
3. Tanda-tanda vital

Karnofsky dan Lansky membagi status keadaan umum pasien menjadi 3 kategori yaitu:

1. skor 0-40 : kategori buruk


2. skor 50-70 : kategori sedang
3. skor 80-100 : kategori baik
Penilaian skor tersebut berupa:
100 = normal, tidak ada keluhan, tidak ada penyakit

22
90 = mampu aktivitas normal, tanda-tanda minimal penyakit
80 = aktivitas normal dengan sedikit kesukaran, beberapa tanda penyakit
70 = mampu menjalankan keperluan sendiri, tidak mampu menjalankan pekerjaan
60 = mampu menjalankan sebagian besar keperluan sendiri, selalu memerlukan bantuan
50 = memerlukan bantuan cukup banyak, juga pertolongan medis

C. Pemeriksaan Ekstraoral

Mendahulukan pemeriksaan ekstraoral merupakan pemeriksaan yang logis dan hal ini
dapat dimulai dengan palpasi pada leher untuk pemeriksaan limpadenopati. Tata caranya
harus dijelaskan pada pasien dan dilakukan dari belakang. Semua nodus submental,
submandibular, aurikular posterior dan servikal harus dipalpasi secara bergantian. Vertebra
servikalis harus dipalpasi dan gerak leher harus diperiksa dalam gerakan lateral dan rotasi.
Kelenjar saliva parotis harus dipalpasi dan segala pembesaran atau pelunakan harus
diperhatikan. Dalam pembesaran parotis yang sejati ada defleksi ke arah luar dari bagian
bawah lobus telinga bagian bawah; pendeteksian yang terbaik adalah dengan melihat
wajah. Condyle mandibula harus dipalpasi dan pasien diminta untuk menggerak-gerakkan
rahang dalam jangkauan penuh, termasuk membuka mulut secara maksimal dan melakukan
gerakan-gerakan lateral. Setiap pembatasan gerak dan nyeri harus dicatat. Otot-otot
lateralis dan masseter harus dipalpasi dan dengan rahang dalam keadaan tertutup dan
dikeraskan oleh pasien, untuk menentukan bagian paling tebal serta ada atau tidaknya rasa
nyeri. Melakukan tekanan pada daerah-daerah yang dikeluhkan sakit oleh pasien akan
sangat membantu, seperti misalnya pada sinus maksilaris atau pada arteri-arteri temporal.
(Lewis :13)

Pemeriksaan ekstra oral: penampilan umum, tonus kulit, asimetris wajah,


pembengkakan, perubahan warna, kemerahan, jaringan parut ekstra oral atau saluran sinus,
kepekaan atau membesarnya nodus limfe servikal atau fasial adalah indikator bagi status
fisik pasien.

C. PEMERIKSAAN INTEGUMENT, RAMBUT DAN KUKU

1. Integument

a. Inspeksi:

 Adakah lesi, warna, jaringan parut, vaskularisasi.

 Warna kulit:

o Coklat, deposit melanin


o Biru, Hipoxia jaringan perifer
o Merah, peningkatan oxihaemoglobin
o Pucat, Anoxia jaringan kulit
o Kuning, peningkatan bilirubin indirek dalam darah

23
b. Palpasi:

Suhu kulit, tekstur halus/kasar, torgor/kelenturan keriput/tegang, oedema derajat


berapa?

 Derajat 0 : Kembali spontan

 Derajat 1 : Kembali dalam 1 detik

 Derajat 2 : Kembali dalam 2 detik

 Derajat 3 : Kembali dalam waktu lebih dari 2 detik

2. Identifikasi luka pada Kulit dan Mukosa

A. Tipe Primer

a. Makula : Perubahan warna kulit, tidak teraba, batas jelas, bentuk melingkar kurang
dari 1 cm.

Patch : bentuk melingkar lebih dari 1 cm

b. Papula : Menonjol, batas jelas, elevasi kulit padat, kurang dari 1 cm, Plaque lebih
dari 1 cm

c. Nodule : Tonjolan padat berbatas jelas, lebih dalam dan lebih jelas daripada papula
ukuran 1-2 cm

24
Tumor : lebih dari 2 cm

d. Vesikula : Penonjolan pada kulit, bentuk bundar, berisi cairan serosa, diameter
kurang dari 1 cm

Bulla : diameter lebih dari 1 cm

e. Pustula : Vesikal / Bulla yang berisi nanah

B. Tipe Sekunder

a. Ulkus : Luka terbuka yang diakibatkan oleh vesikula/bulla yang pecah

b. Krusta : Cairan tubuh yang mengering (serum, darah/nanah)

c. Exsoriasi : Pengelupasan epidermis

d. Scar : Pecahnya jaringan kulit sehingga terbentuk celah retakan

25
e. Lichenifikasi : Penebalan kulit karena garukan atau tertekan terus

B. Kelainan-kelainan pada kulit :

a. Naevus Pigmentosus : Hiperpigmentasi pada kulit dengan batas jelas (tahi


lalat)

b. Hiperpigmentasi : Daerah kulit yang warnanya lebih gelap dari yang


lain (Cloasma Gravidarum)

c. Vitiligo / Hipopigmentasi : Daerah kulit yang kurang berpigmen

d. Tatto : Hiperpigmentasi buatan

e. Haemangioma : Bercak kemerahan pada pembuluh darah, dapat


merupakan tumor jinak atau tahi lalat

f. Angioma / toh : Pembengkakan yang terbentuk oleh proliferasi yang


berlebihan dari pembuluh darah

g. Spider Nevi : Pelebaran pembuluh darah arteriola dengan bentuk


aliran yang khas seperti sarang laba-laba dan bila ditekan hilang

h. Striae : Garis putih pada kulit yang terjadi akibat pelebaran


kulit, dapat ditemui pada ibu hamil

3. Pemeriksaan Bibir

Inspeksi dan palpasi:

Amati bibir, untuk mengetahui kelainan kongenital (labioseisis, palatoseisis, atau


labiopalatoseisis), warna bibir pucat, atau merah, adakah lesi dan massa.

4. Pemeriksaan Wajah

Inspeksi: perhatikan ekspresi wajah pasien, warna dan kondisi wajah pasien, struktur
wajah, sembab atau tidak, ada kelumpuhan otot-otot fasialis atau tidak.

5. Pemeriksaan Leher

Dengan inspeksi dan palpasi amati dan rasakan:

a. Bentuk leher simetris atau tidak, ektomorf/kurus ditemukan pada orang dengan gizi
jelek, atau TBC, sedangkan endomorf ditemukan pada pasien obesitas, adakah
peradangan, jaringan parut, perubahan warna dan massa.

b. Kelenjar tiroid, ada pembesaran atau tidak dengan meraba pada suprasternal pada
saat pasien menelan, normalnya tidak teraba kecuali pada orang kurus.

c. Vena jugularis, ada pembesaran atau tidak, dengan cara lakukan penekanan pada
supraklavikula kemudian tekan pada ujung proksimal vena jugularis sambil
melepaskan tekanan pada supraclavikula, ukurlah jarak vertikal permukaan atas

26
kolom darah terhadap bidang horizontal, katakanlah jaraknya a Cm di atas atau di
bawah bidang horizontal. Maka nilai tekanan vena jugularisnya adalah: JVP = 5 - a
Cm, (bila di bawah bidang horizontal). JVP = 5 - a CmHg (bila di atas bidang
horizontal), normalnya JVP = 5 - 2 CmHg.

Pengukuran langsung tekanan vena melalui pemasangan CVP dengan


memasukkan kateter pada vena, tekanan normal CVP = 5 - 15 CmHg.

Palpasi pada leher untuk mengetahui pembesaran kelenjar limfe, kelenjar tiroid
dan posisi trakhea.

Pembesaran kelenjar limfe leher (Adenopati limfe) menandakan adanya


peradangan pada daerah kepala, orofaring, infeksi TBC, atau syphillis.

Pembesaran tiroid dapat terjadi karena defisiensi yodium.

Perhatikan posisi trakhea, bila bergeser atau tidak simetris dapat terjadi karena
proses desak ruang atau fibrosis pada paru atau mediastinum.

27
TUTOR GUIDE
SKILL LAB

PEMERIKSAAN KLINIS EKSTRA ORAL

Tujuan : Mampu melakukan pemeriksaan klinis ekstra oral

Domain/Area Kompetensi :
1. Professionalism
2. General physical examination and stomatognatic system
Keterampilan Klinik :
1. Physical Examination
2. Interpretation skills
3. Procedural skills
Tinjauan : Penyakit infeksi dan imunologi
Daftar Alat dan Bahan :
1. Lembar checklist
2. ATK
3. Kaca mulut no.3 dan 4
4. Sonde lurus
5. Sonde bengkok
6. Ekskavator
7. Neirbeken
8. Dappen glass
9. Cotton pellet
10. Cotton roll
11. Kasa
12. Masker
13. Gloves
14. Stetoskop

Contoh kasus/pemicu :
Seorang laki-laki usia 32 tahun datang ke RSGM dengan keluhan utama pembengkakan
yang sangat sakit pada pipi kanan yang timbul sejak 2 hari yang lalu sehingga kesulitan
untuk makan dan menelan. Hasil anamnesis diketahui bahwa pasien merasa badannya
panas, lemah dan lesu sejak 4 hari yang lalu.
Diagnosis sementara: suspect Mumps.

28
Tugas
Lakukan dan verbalkan pemeriksaan klinis EO dan kondisi umum yang diperlukan pada
kasus diatas!
Instruksi:
a. Tutor mengamati dan menilai penampilan peserta berdasarkan lembar penilaian.
b. Tutor memberikan informasi terhadap data yang dibutuhkan setelah peserta melakukan
pemeriksaan fisik sesuai dengan apa yang diperiksa oleh peserta.
c. Tutor menyiapkan peralatan yang dibutuhkan.

29
SKILL LAB 4

PEMERIKSAAN KLINIS INTRA ORAL

Pemeriksaan Intra Oral

Pendahuluan

Kira - kira 20% dari semua kunjungan ke dokter yang memberikan pelayanan primer
berkaitan dengan gangguan rongga mulut dan tenggorokan. Sebagian besar pasien datang
dengan sakit tenggorokan, yang mungkin akut dan berkaitan dengan demam atau kesulitan
menelan. Sakit tenggorokan mungkin disebabkan oleh penyakit setempat atau mungkin
merupakan manifestasi dini suatu penyakit sistemik.

Struktur Dalam Rongga Mulut

Rongga mulut terdiri dari:

a. Mukosa bukal

b. Bibir

c. Lidah

d. Palatum durum dan palatum molle

e. Gusi dan gigi

f. Kelenjar ludah

Rongga mulut terbentang mulai dari permukaan dalam gigi sampai orofaring. Atap mulut
dibentuk oleh palatum durum dan molle. Di bagian posterior palatum molle berakhir pada
uvula. Lidah membentuk dasar mulut. Pada bagian paling posterior dari rongga mulut
terletak tonsil di antara kolumna anterior dan posterior.

Gambar 1. Rongga Mulut

30
Mukosa bukal adalah membran mukosa yang berhubungan langsung dengan gingiva dan
membatasi bagian dalam pipi. Bibir berwarna merah karena mengandung banyak papila
dermal vaskular dan mempunyai epidermis yang tipis. Oleh karena itu, meningkatnya
hemoglobin yang mengalami desaturasi, sianosis, terlihat sebagai bibir yang biru. Demikian
halnya dalam lingkungan dingin bibir menjadi biru, yang berkaitan dengan menurunnya
suplai darah dan meningkatnya ekstraksi oksigen. Lidah terletak di dasar mulut dan melekat
pada tulang hioid. Ia merupakan organ utama untuk pengecapan, membantu dalam
berbicara, dan memegang peranan penting dalam mengunyah. Korpus lidah mengandung
otot intrinsik dan ekstrinsik. Lidah dipersarafi oleh nervus hipoglosus, atau saraf otak
keduabelas. Dorsum lidah mempunyai permukaan konveks dengan suatu sulkus median.
Pada bagian posterior sulkus tersebut terdapat foramen sekum, yang menandai daerah asal
kelenjar tiroid. Di belakang foramen sekum ditemukan kelenjar-kelenjar penghasil mukus
dan sekelompok jaringan limfe yang disebut tonsil lingual.

Gambar 2. Struktur Lidah

Lidah mempunyai tekstur kasar yang disebabkan adanya papilla, yang terdiri dari: papilla
sirkumvalata, papilla filiformis, dan papilla fungiformis (Gambar 2). Taste bud terletak
pada sisi-sisi papilla sirkumvalata dan fungiformis. Pengecapan diterima dari dua pertiga
anterior lidah oleh nervus korda timpani, cabang nervus fasialis. Pengecapan oleh sepertiga
bagian posterior lidah disensasi oleh nervus glosofaringeus, atau saraf kranial IX. Ada
empat sensasi dasar pengecapan, yaitu pertama, sensasi manis yang dirasakan oleh ujung
lidah; kedua, sensasi asin yang dirasakan oleh tepi lateral lidah; ketiga dan keempat, sensasi
asam dan pahit yang dirasakan oleh bagian posterior lidah dan dihantarkan melalui nervus
glosofaringeus. Apabila lidah diangkat ke atas, suatu perlekatan mukosa, yang disebut
frenulum dapat terlihat di bawah lidah di garis tengah yang menghubungkan lidah dengan
dasar mulut.

Palatum durum adalah suatu struktur tulang berbentuk konkaf. Bagian anteriornya
mempunyai lipatan-lipatan yang menonjol yang disebut rugae. Palatum molle adalah suatu

31
daerah fleksibel muskular di sebelah posterior palatum durum. Tepi posterior berakhir pada
uvula. Uvula membantu menutup nasofaring selama menelan. Gigi terdiri dari beberapa
jaringan: enamel, dentin, pulpa, sementum. Enamel melapisi gigi dan merupakan jaringan
tubuh yang paling banyak mengalami kalsifikasi. Bagian terbesar gigi dibentuk oleh dentin.
Di bawah dentin terdapat pulpa, yang mengandung cabang-cabang nervus trigeminus dan
pembuluh darah. Sementum melapisi gigi dan melekatkannya ke tulang. Dentisi primer,
atau gigi susu terdiri dari 20 gigi yang mengalami erupsi di antara umur 6 dan 30 bulan.
Dentisi primer tiap kuadran rahang terdiri dari 2 gigi seri, satu gigi taring, dan dua
premolar. Gigi-gigi ini kemudian tanggal di antara umur 6 sampai 13 tahun. Dentisi
sekunder, atau gigi permanen, terdiri dari 32 gigi yang mengalami erupsi di antara 6 sampai
22 tahun. Dentisi sekunder tiap kuadran rahang terdiri dari dua gigi seri, satu gigi taring,
dua premolar san tiga molar. Meskipuns sebenarnya bukan merupakan bagian rongga
mulut, kelenjar ludah dianggap bagian dari mulut. Ada tiga kelenjar ludah utama:

1. Kelenjar Parotis, yang terletak di bagian anterior telinga di sisi wajah. Nervus fasial
melalui kelenjar ini. Duktus kelenjar parotis disebut sebagai duktus Stensen dan
masuk ke dalam rongga mulut melalui papilla kecil yang berhadapan dengan gigi
molar pertama atau dua atas.

2. Kelenjar Submandibula, yang terletak di bawah dan depan angulus mandibula.


Duktus kelenjar submandibula disebut duktus Wharton dan berakhir pada suatu
papilla di kedua sisi frenulum pada dasar lidah.

3. Kelenjar Sublingual, merupakan kelenjar ludah utama yang terkecil, terletak di


dasar mulut di bawah lidah. Ada banyak duktus kelenjar sublingual, sebagian
diantaranya bermuara ke dalam duktus Wharton.

Gambar 3. Kelenjar Mayor

Di samping kelenjar ludah utama ini, ada ratusan kelenjar ludah yang sangat kecil yang
terletak di seluruh rongga mulut.

32
Faring

Faring dibagi tiga bagian, nasofaring, orofaring dan hipofaring yang dikenal pula sebagai
laringofaring. Nasofaring terletak di atas palatum molle, di bagian posterior rongga hidung.
Pada dinding posteriolateralnya terdapat muara tuba eustakhius. Adenoid adalah tonsil
faringeal dan tergantung pada dinding posterosuperior di dekat muara tuba eustakius.
Orofaring terletak di bawah palatum molle di belakang mulut, dan superior terhadap tulang
hioid. Di bagian posterior dibatasi oleh muskulus konstriktor superior dan vertebra servikal.
Di bawah orofaring adalah daerah yang dikenal sebagai hipofaring. Hipofaring berakhir
pada tempat setinggi kartilago krikoid, dimana berhubungan dengan esofagus melalui
sfingter esofagus atas. (Gambar 4).

Gambar 4. Faring

Alat dan Bahan

Alat-alat dan bahan yang diperlukan untuk pemeriksaan rongga mulut adalah sebagai
berikut:

1. Lampu senter kecil

2. Kasa

3. Sarung tangan

4. Kapas lidi

5. Spatula lidah

Persiapan Pasien

Pasien duduk dan pemeriksa duduk atau berdiri langsung di depannya. Wajah pasien harus
mendapat pencahayaan yang cukup. Pemeriksa harus bekerja secara sistematis dari depan
ke belakang sehingga tidak ada daerah yang terlewati. Pemeriksa harus memakai sepasang
sarung tangan sewaktu mempalpasi setiap struktur di dalam mulut. Kalau menemukan lesi,

33
konsistensi dan keadaan nyeri tekan harus diperhatikan. Jika pasien memakai gigi palsu, ia
harus diminta untuk melepaskannya.

Pemeriksaan Struktur Rongga Dalam Mulut

Penderita diinstruksikan membuka mulut, perhatikan struktur di dalam cavum oris mulai
dari gigi geligi, palatum, lidah, bukal, dll. Lihat ada tidaknya kelainan berupa,
pembengkakan, hiperemis, massa, atau kelainan kongenital. Lakukan penekanan pada lidah
secara lembut dengan spatula lidah. Perhatikan struktur arkus anterior dan posterior, tonsil,
dinding dorsal faring. Deskripsikan kelainan-kelainan yang tampak. Dengan menggunakan
sarung tangan lakukan palpasi pada daerah mukosa bukal, dasar lidah dan daerah palatum
untuk menilai adanya kelainan-kelainan dalam rongga mulut.

Inspeksi Bibir

Warna bibir harus diperhatikan. Apakah ada lesi pada bibir? Jika ada lesi, palpasi yang
cermat harus dilakukan untuk menentukan tekstur dan konsistensi lesi tersebut.

Gambar 5. Teknik Inspeksi Struktur Dalam Rongga Mulut

Inspeksi Mukosa Pipi

Pasien harus diminta untuk membuka mulutnya lebar-lebar. Mulut harus disinari dengan
sumber cahaya. Periksalah mukosa pipi untuk melihat lesi atau perubahan warna, dan
rongga pipi diperiksa untuk melihat tanda-tanda asimetri atau daerah injeksi (pembuluh
darah yang berdilatasi, biasanya menunjukkan peradangan). mukosa pipi, gigi dan gusi
mudah diperiksa dengan memakai spatula lidah untuk mendorong pipi menjauhi gusi.
Inspeksi untuk melihat adanya perubahan warna, tanda-tanda trauma, dan keadaan
orifisium duktus parotis. Apakah ada ulserasi pada mukosa pipi? Apakah ada lesi putih
pada mukosa pipi? Lesi putih tak nyeri yang paling sering ditemukan di dalam mulut adalah
liken planus, yang terlihat sebagai erupsi retikularis, atau seperti renda, bilateral pada
mukosa pipi.

34
Gambar 6. Cara Melakukan Inspeksi Mukosa Pipi

Inspeksi Gusi dan Gigi

Gusi diperiksa apakah membengkak, atau ada tanda-tanda peradangan dan tanda-tanda
perdarahan pada gusi. Gigi harus diperiksa untuk melihat adanya karies dan maloklusi.
Apakah ada perubahan warna pada gigi? Apakah ada gigi yang tanggal?

Inspeksi dan Palpasi Kelenjar Ludah

Orifisium duktus kelenjar parotis dan submandibula harus terlihat. Inspeksi keadaan
papilla. Apakah ada aliran saliva? Ini sebaiknya diperiksa dengan mengeringkan papilla
dengan kapas dan mengamati aliran saliva yang dihasilkan dengan melakukan tekanan
eksternal pada kelenjar itu sendiri. Obstruksi terhadap aliran atau infiltrasi kelenjar akan
menyebabkan pembesaran kelenjar. Palpasi kelenjar parotis dan submandibula, apakah ada
pembesaran? Apakah ada nyeri tekan?

Inspeksi Palatum Durum dan Palatum Molle

Palatum harus diperiksa untuk melihat adanya ulserasi atau massa. Apakah terdapat
pembengkakan atau tanda-tanda peradangan. Apakah terlihat tanda-tanda perdarahan
ptekiae? Apakah uvula terletak di garis tengah?

Inspeksi Dasar Mulut

Dasar mulut diperiksa dengan meminta pasien mengangkat lidahnya ke atap mulut. Apakah
ada edema pada dasar mulut? Muara duktus Wharton harus diperiksa.

Inspeksi Lidah

Perhatikan permukaan atas dan tepi lidah, bagaimana warnanya? Apakah ada massa?
Apakah lidah tampak lembab? Minyalah pasien untuk mengangkat lidahnya ke atap mulut
sehingga permukaan bawah lidah dapat diperiksa.

Pemeriksaan Saraf Kranialis XII

Mintalah pasien untuk menjulurkan lidahnya. Apakah lidah tersebut berdeviasi ke satu sisi?
Kelumpuhan nervus hipoglosus atau saraf kranialis keduabelas membuat otot-otot lidah

35
pada sisi yang terkena tidak dapat berkontraksi dengan normal. Oleh karena itu, sisi kontra
lateral “mendorong” lidah ke sisi lesi.

Palpasi Dasar Mulut

Dasar mulut harus diperiksa dengan palpasi bimanual. Ini dilakukan dengan meletakkan
satu jari di bawah lidah dan jari lain di bawah dagu untuk memeriksa adanya penebalan
atau massa. Sewaktu mempalpasi mulut pasien, pemeriksa harus memegang pipi pasien
seperti diperlihatkan pada gambar 6. ini adalah tindakan pencegahan kalau-kalau pasien
berusaha berbicara atau menggigit jari pemeriksa.

Gambar 7. Teknik Palpasi Struktur Dasar Mulut

Palpasi Lidah

Setelah melakukan inspeksi lidah engan cermat, pemeriksaan dilanjutkan dengan palpasi
yang seksama. Palpasi lidah dilakukan dengan meminta pasien untuk menjulurkan lidahnya
ke dalam sepotong kasa. Lidah itu kemudian dipegang oleh tangan kiri pemeriksa ketika
sisi-sisi lidah diinspeksi dan dipalpasi dengan tangan kanan (Gambar 8).

Gambar 8. Cara Mempalpasi Lidah

36
Dua pertiga anterior dan tepi lateral lidah dapat diperiksa tanpa menimbulkan refleks
muntah. Adalah sangat penting untuk mempalpasi tepi lateral lidah, karena lebih dari 85%
dari semua kanker lidah timbul di daerah ini. Semua lesi putih harus dipalpasi. Apakah ada
tanda-tanda indurasi (pengerasan dan indurasi atau ulserasi sangat mengarah kepada
karsinoma). setelah palpasi lidah, lidah tersebut dikeluarkan dari kasa dan kasanya dibuang.

PEMERIKSAAN FARING DAN STRUKTUR DI SEKITARNYA

Pemeriksaan faring terbatas pada inspeksi. Untuk melihat palatum dan orofaring secara
memadai, pemeriksa biasanya harus menekan lidah dengan spatula lidah. Pasien diminta
untuk membuka mulutnya lebar-lebar, menjulurkan lidahnya, dan bernafas perlahan-lahan
melalui mulutnya. Kadang-kadang, membiarkan lidah tetap berada di dasar mulut akan
membuatnya dapat dilihat dengan lebih baik. Pemeriksa memegang spatula lidah dengan
tangan kanannya dan sumber cahaya di tangan kirinya. Spatula lidah harus diletakkan pada
sepertiga tengah lidah. Lidah ditekan dan dibawa ke depan. Pemeriksa harus berhati-hati
agar tidak menekan bibir bawah atau lidah pada gigi dengan spatula lidah. Jika spatula
lidah diletakkan terlalu anterior, bagian posterior lidah akan membentuk gundukan,
sehingga inspeksi faring menjadi sulit, jika diletakkan terlalu posterior, akan timbul refleks
muntah (Gambar 9).

Gambar 9. Cara Melakukan Inspeksi Faring dan Struktur di Sekitarnya

Inspeksi Tonsil

Periksalah ukuran tonsil. Pembesaran tonsil disebabkan oleh infeksi atau tumor. Pada
infeksi tonsil kronis kripta tonsil profunda mungkin mengandung debris seperti keju.
Apakah ada membran di atas tonsil? Membran ini berkaitan dengan tonsilitis akut
mononukleosis infeksiosa difteri.

37
Inspeksi Dinding Posterior Faring

Apakah ada pengeluaran sekret, massa, ulserasi, atau injeksi? Mintalah pasien untuk
mengatakan “aahhh” untuk mengamati elevasi palatum molle.

Klinisi harus menggunakan sarung tangan operasi untuk melakukan pemeriksaan intraoral.
Bila pasien menggunakan gigi palsu, maka gigi palsu ini harus dilepas dan diperiksa apakah
ada bagian yang rusak atau adanya debris. Selanjutnya mintalah pasien untuk
memasangkannya kembali ke dalam mulut. Guna menilai hubungannya dengan daerah
abnormalitas mukosa.

Pemeriksaan intraoral yang sistemik harus dilakukan untuk memastikan bahwa tidak ada
daerah di mulut yang terlewati. Bagian dalam bibir, palatum keras dan lunak, mukosa
bukal, dasar mulut, tepi dasar serta lateral lidah juga diperiksa. Tepi lateral lidah harus
diperiksa dengan jalan ujung lidah dipegang dengan menggunakan sebuah kasa. Jumlah
gigi yang ada harus dicatat seiring dengan evaluasi singkat mengenai distribusi karies atau
restorasi dan adanya kelainan periodontal termasuk goyangnya gigi-gigi. Selama
pemeriksaan, jumlah dan kekentalan saliva dapat ditentukan. Cara penilaian yang sederhana
adalah kaca mulut harus mudah diangkat dari jaringan, ketika ditempatkan pada mukosa
bukal. Bila ada xerostomia, kaca akan lengket pada mukosa. Orifice saluran kelenjar parotis
dan submandibularis harus diidentifikasi. Pada individu yang sehat, palpasi eksternal yang
lembut pada kelenjar saliva utama (mayor) seharusnya menambah aliran saliva jernih dari
saluran kelenjar liur yang bersangkutan. Palpasi bimanual pada kelenjar saliva
submandibularis harus dilakukan untuk menentukan ada atau tidaknya pembesaran atau
nyeri. (Lewis:13-14)

38
SKILL LAB

PEMERIKSAAN KLINIS INTRA ORAL

Tujuan : Mampu melakukan pemeriksaan klinis intra oral

Domain/Area Kompetensi :
1. Professionalism
2. General physical examination and stomatognatic system
Keterampilan Klinik :
1. Physical Examination
2. Interpretation skills
3. Procedural skills
Tinjauan : Penyakit infeksi dan imunologi
Daftar Alat dan Bahan :
a. Lembar checklist
b. ATK
c. Kaca mulut no.3 dan 4
d. Sonde lurus
e. Sonde bengkok
f. Ekskavator
g. Stik kayu (stik es krim)
h. Neirbeken
i. Dappen glass
j. Cotton pellet
k. Cotton roll
l. Kasa
m. Masker
n. Gloves
o. Headlamp

Contoh kasus/pemicu :
Seorang perempuan 66 tahun datang ke RSGM dengan keluhan utama bercak putih pada
pipi kiri bagian dalam, timbul sejak 2 bulan yang lalu, tidak terasa sakit. Hasil anamnesis
diketahui bahwa pasien mempunyai kebiasaan menginang sejak berusia 17 tahun.
Ditemukan gambaran lesi putih di mukosa labial.
Diagnosis sementara: suspect Leukoplakia tipe homogenous.

39
Tugas
Lakukan dan verbalkan pemeriksaan klinis intra oral yang diperlukan pada kasus diatas!
Instruksi:
d. Tutor mengamati dan menilai penampilan peserta berdasarkan lembar penilaian.
e. Tutor memberikan informasi terhadap data yang dibutuhkan setelah peserta melakukan
pemeriksaan fisik sesuai dengan apa yang diperiksa oleh peserta.
f. Tutor menyiapkan peralatan yang dibutuhkan.

40
SKILL LAB 5

PEMERIKSAAN PENUNJANG DAN RUJUKAN

Pemeriksaan penunjang adalah pemeriksaan lanjutan yang dilakukan setelah


pemeriksaan fisik pada penderita. Pemeriksaan penunjang yaitu suatu pemeriksaan medis
yang dilakukan atas indikasi medis tertentu guna memperoleh keterangan – keterangan
yang lebih lengkap. Tujuan Pemeriksaan ini bertujuan (a) Terapeutik yaitu untuk
pengobatan tertentu (b) Diagnostik yaitu untuk membantu menegakan diagnosis tertentu.
Spesimen yang diperoleh dari pasien akan mengalami berbagai macam pemeriksaan
mikroskopik, biokimia, mikrobiologi maupun imunoflouresensi. Dengan semakin
bervariasinya kelainan jaringan lunak mulut, maka diperlukan informasi tambahan dari
pemeriksaan laboratorium untuk menentukan diagnosis lesi. Pemeriksaan laboratorium saja
belum dapat digunakan untuk mengetahui sifat lesi ataupun menentukan diagnosis. Masih
perlu lagi dikumpulkan informasi dari biodata pasien, riwayat kesehatan umumnya, riwayat
lesi yang dikeluhkan, pemeriksaan klinis ekstra oral maupun intra oral. Suatu diagnosa
yang tepat juga akan dapat menghasilkan perawatan yang tepat. Untuk itu dilakukan
pemeriksaan penunjang agar diagnosis dapat ditentukan dengan yakin, sehingga tidak ada
keraguan dalan memberikan perawatan.

Berbagai pemeriksaan penunjang

Untuk lesi-lesi jaringan lunak mulut, pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara
lain pemeriksaan radiologi, biopsy (eksisi dan insisi: scalpel, punch, needle, brush,
aspirasi), pemeriksaan sitologi, pemeriksaan mikrobiologi dan pemeriksaan darah
(Bimbaum dan Dunne, 2000).

Pemeriksaan Radiologi

Ada beberapa teknik radiologi yang dapat dilakukan untuk melihat gambaran
rongga mulut, tergantung pada jenis lesi yang ditemukan. Contohnya adalah antero-
posterior view, cephalometric, panaromic, x-ray periapikal, occlusal foto. Untuk lesi
jaringan lunak mulut, jenis pemeriksaan radiologi yang sering diperlukan adalah occlusal
foto. Teknik ini dapat digunakan untuk mengetahui letak dari batu kelenjar liur yang
biasanya ditemukan pada saluran kelenjar liur submandibular. Untuk melihat gambaran
region ini, maka teknik yang paling tepat adalah occlusal foto. Dengan cara ini letak batu
dapat diketahui ada dimana, jauh atau dekat dengan muara duktus kelenjar liur. Letak batu
berpengaruh pada jenis perawatan yang akan dilakukan. Bila dekat dengan permukaan
dapat dilakukan dengan massage untuk mengeluarkan batu. Jika batu terletak di dalam
kelenjar atau jauh dari permukaan tentunya perlu dilakukan tindakan operasi untuk
mengeluarkan batu tersebut.

41
Gambar 1. Benjolan di dasar mulut yang merupakan batu kelenjar liur (Cawson dan Odell,
2008)

Gambar 2. Dengan occlusal foto letak batu kelanjar liur dapat diketahui lokasinya (Neville
dkk, 1999)

Pemeriksaan biopsy

Biopsi eksisi

Biopsi eksisi adalah pengambilan jaringan yang dilakukan untuk pemeriksaan


histopatologi lebih lanjut. Biopsi dilakukan bila ditemukan lesi yang mencurigakan atau
bila diagnosis tetap belum dapat ditentukan. Biasanya tindakan ini dilakukan pada lesi yang
berdiri sendiri, dan specimen harus cukup besar (lebih dari 1 x 0,5 cm) untuk keperluan
pemeriksaan histopatologi. Cara ini dilakukan bila operator yakin bahwa lesi tersebut jinak.
Ada risiko terlepasnya sel ganas bila diagnosis kerja berupa lesi jinak ternyata salah.
Meskipun demikian, nilai klinis suatu biopsi jauh lebih besar dibandingkan risiko tersebut.
Biopsi eksisis dapat membantu menentukan perawatan yang tepat bial diagnosis lesi jinak
ternyata benar. Untuk specimen tersebut, perlu diperhatikan supaya terhindar dari tekanan,
robekan ataupun terbakar (Birnbaum dan Dunne, 2000).

Biopsi insisi

Biopsi insisi dilakukan untuk lesi yang besar atau bila diduga ada keganasan. Cara
ini memlilki risiko berupa terlepasnya sel ganas. Biopsi insisi tidak dilakukan pada lesi
pigmentasi ataupun vaskular, karena melanoma sangat metastatik dari lesi vaskular akan

42
menimbulkan perdarahan berlebih. Di dalam status pasien sebaiknya dicatat letak lesi,
ukuran, dan bentuknya.

Pada biopsi insisi ini hanya sebagian kecil dari lesi yang diambil beserta jaringan sehat di
dekatnya. Pengambilan lesi dapat dilakukan dengan menggunakan scalpel, menggunakan
alat punch (punch biopsy), menggunakan jarum suntik (needle biopsy), dan biopsy aspirasi.

Gambar 3. Biopsi insisi dilakukan pada lesi yang diduga karsinoma. Insisi meliputi tepi
ulkus dan dasarnya tanpa melibatkan jaringan normal (Mrax dan Stern, 2003).

Punch biopsy

Pada punch biopsy ini instrument operasi digunakan untuk mendorong keluar
sebagian jaringan yang dapat mewakili lesi. Oleh karena specimen yang dihasilkan
seringkali rusak akibat prosedur ini, maka biopsy yang menggunakan scalpel lebih disukai.

Gambar 4. Brush diletakkan dan diputar untuk mendapatkan sel-sel epitel (Marx dan Stern,
2003).

43
Gambar 5. Brush yang kaku dapat masuk ke sel yang lebih dalam hingga membran basalis
(Marx dan Sterm, 2003).

Needle biopsy

Teknik ini telah digunakan untuk biopsy pada lesi fibro-osseous yang letaknya
dalam. Spesimen yang dihasilkan kecil sehingga tidak dapat mewakili lesi yang terkibat
dan dapat rusak akibat prosedur yang digunakan, karena itu tidak banyak digunakan.

Biopsi aspirasi

Biopsi aspirasi digunakan untuk lesi berupa kista dan mengandung cairan. Cara ini
lebih disukai dibanding biopsi insisi pada lesi vaskuler karena adanya risiko terjadi
perdarahan berlebihan. Aspirasi udara yang terjadi di daerah molar rahang atas
menunjukkan bahwa jarum berada di dalam sinus maksilaris. Aspirasi darah menunjukkan
adanya suatu hematoma, hemangioma ataupun pembuluh darah. Aspirasi pus menunjukkan
adanya suatu abses atau kista yang terinfeksi (Birnbaum dan Dunne, 2000).

Gambar 6. Biopsi aspirasi untuk pus (Lamey dan Lewis, 1991)

Media transport

Spesimen yang diambil saat dilakukan biospi diletakkan di dalam botol tertutup
berisi cairan formalin (formol saline) 10% untuk fiksasi. Volume cairan fiksasi yang
digunakan adalah sepuluh kali lebih bnayak dibanding volume spesimen.

Pemeriksaan sitologi (oral cytological smear)

Pemeriksaan sitologi adalah suatu pemeriksaan mikrokospik pada sel – sel yang
lepaskan atau dikerok di permukaan lesi. Cara ini merupakan pemeriksaan tambahan untuk
biopsi, bukan pengganti biopsi. Pemeriksaan ini dilakukan bila biopsi tidak dapat
dilaksanakan, pasien menolak biopsi, ada lesi multipel yang harus diperiksa. Permukaan
lesi tidak perlu dikeringkan, kecuali untuk melepaskan jaringan nekrotik. Permukaan lesi

44
dibiarkan agar tetap basah, lalu dikerok dengan tepi plastic instrument yang steril atau
spatel lidah yang basah. Kerokan dilakukan beberapa kali dalam arah yang sama. Slide
spesimen yang sudah diberi label disiapkan, hasil kerokan diletakkan diatas slide, kemudian
disebarkan ke samping menggunakan slide lain. Spesimen difiksasi dengan formalin
(formol saline) 10% dan botol tertutup (Birnbaum dan Dunne, 2000).

Pemeriksaan Mikrobiologi

Dua jenis pemeriksaan mikrobiologi yang sering dilakukan untuk lesi jaringan kunak mulut
adalah oral mycological smear dan oral bacteriological smear.

Oral Mycological Smear

oral mycological smear dilakukan untuk membuktikan adanya infeksi jamur pada lesi yang
ditemukan. Pemeriksaan ini diawali dengan melakukan swab pada mukosa mulut yang
dicurigai, dengan menggunakan cotton swab. Kemudian dengan cotton swab dan spesimen
yang didapat, dilakukan streaking pada permukaan media Saboraoud Dextrose Agar (SDA)
dalam cawan petri. Setelah itu cawan petri tersebut dimasukkan ke dalam inkubator selama
24 – 48 jam untuk membiakkan jamurnya. Sesuadah 48 jam akan tumbuh koloni jamur
berwarna putih-kekuningan.

Gambar 7. Inkubator yang digunakan untuk membiakkan candida albicans (Rasyad, 1995).

Gambar 8. Koloni Candida yang tumbuh setelah diinkubasi selama 48 jam (Rasyad, 1995).

Langkah selanjutnya adalah melakukan streaking lagi pada petri lain untuk mengekstrasi
Candida albicans. Setelah tumbuh koloni, dilakukan streaking lagi pada agar yang miskin
nutrisi. Dalam agar ini Candida albicans akan membentuk klamidospora. Hasil akhirnya
adalah Candida albicans murni.

45
Gambar 9. Klamidospora terbentuk bila Candida albicans dibiakkan dalam agar com-meal
(Rasyad, 1995).

Gambar 10. Gambaran klinis intra oral infeksi Candida albicans (Lamey dan Lewis, 1991).

Ada beberapa spesies Candida yang dapat ditemukan pada manusia yaitu Candida albicans,
Candida stellatoidea, Candida tropicalis, Candida pseudotropicalls, Candida krusei,
Candida parapsilosis, Candida guilliermondii.

Oral Bacteriological Smear

Bahan yang akan diperiksa diambil dari permukaan gigi, kemudian dioleskan di atas slide
spesimen. Kemudian difiksasi di atas nyala api spiritus. Berikutnya dituangi dengan
pewarna carbol fucshin, dibiarkan 10 menit. Lalu dituangkan dengan pewarna methylene
blue, biarkan 10 menit.

Gambar 11. Gingivitis marginalis ulseromembranosa pada penderita ANUG (Laskaris,


2000).

46
Gambar 12. Kerusakan jaringan periodontal tahap lanjut pada ANUG (Laskaris, 2000).

Setelah kering, dilihat di bawah mikroskop cahaya untuk mengetahui adanya bakteri:
Contoh Borrelia vincentii dan Bacillus fusiformis.

Gambar 13. Bakteri fusospirochaet yang menyebabkan ANUG (Cawson dan Odell, 2008).
Bila hasilnya positif, maka benar lesi yang dihadapi adalah acute necrotizing ulcerative
gingivostomatitis.
Pemeriksaan Darah

Venepuncture dilakukan untuk melakukan pemeriksaan sel darah merah, sel darah putih
dan trombosit. Biasanya darah dikumpulkan ke dalam tabung EDTA. Untuk pemeriksaan
ESR dan prothrombin time, biasanya darah dikumpulkan ke dalam tabung sitrasi. Darah
diambil dari lengan bagian dalam.

Gambar 14. Tourniquet diletakkan di lengan atas dan daerah venipuncture diolesi alcohol
(Lamey dan Lewis, 1991).

Gambar 15. Jarum dimasukkan ke dalam vena (Lamey dan Lewis, 1991).

47
Gambar 16. Sebelum jarum dicabut, tourniquet segera dilepaskan (Lamey dan
Lewis, 1991).

Untuk pemeriksaan darah lengkap, yang diperiksa adalah: red cell count, hemoglobin,
hematocrit, mean cell volume, mean cell hemoglobin, mean cell hemoglobin concentration,
white cell count dan platelet count (Bimbaum dan Dunne, 2000).

PROSEDUR ORAL SCRUBING

Alat-alat yang perlu disiapkan untuk melakukan pemeriksaan sitologi rongga mulut adalah:

1. Kaca mulut
2. Pinset
3. Spatula kayu/ cement spatle
4. Woodden cotton bud steril
5. Kassa steril (gaas)
6. Kaca Obyek
7. Hair dryer
8. Masker
9. Sarung tangan
10. Bahan fiksasi (alcohol 70%)
11. Pewarna darah rutin
12. bunsen

Metode : Skraping

 Sebelum dilakukan skrabing, jelaskan kepada pasien tentang tujuan dilakukannya


pemeriksaan dan tahap-tahapannya secara umum.
 Tulis nama pasien, tanggal, lokasi anatomi dilakukannya skrabing pada label di
ujung atas kaca slide.
 Lakukan skrabing pada dua kaca slide dari setiap lesi karena dengan dua kali smear
akan didapatkan jumlah sel yang adekuat.
 Kumur-kumur dengan larutan garam fisiologis (kumur-kumur dengan PZ).

48
 Sebelum dilakukan skrabing maka lesi harus dibersihkan dari debris dan kelebihan
saliva dengan menggunakan kain gaas yang dibasahi larutan garam fisiologis
(steril).
 Bahan diambil dengan spatel, skrabing dilakukan pada mukosa mulut dengan
sedikit tekanan dan tidak melukai.

 Bahan pada spatel dioleskan merata pada obyek glass (yang telah diberi label)
secara pararel dan digerakkan dengan cara menarik spatula dari ujung atas kaca
slide sampai ujung bawa kaca slide.

 Bahan kerokan/apusan dikeringkan dengan bantuan cahaya lampu.


 Preparat ini siap untuk difiksasi
 Bahan fiksasi diaplikasikan pada apusan. Untuk sitologi, bahan fiksasi yang
digunakan adalah alcohol.

49
 Setelah fiksasi selesai dilakukan tempatkan pada tabung pengiriman.
 Rujukan penderita ke laboratorium Patologi Klinik.

Contoh Surat Rujukan: Surabaya, tgl-bln,th

Kepada Yth.
TS dr SpPK. Di Lab. Patologi Klinik, minat serologi.
RSAL Dr Ramelan Sby

Dengan hormat,
Dengan ini kami menghadapkan pasien:
Nama :
Umur :
Alamat :
Pada pemeriksaan klinis didapatkan plak putih pada lidah, pipi, palatum dan
orofaring, dapat dikerok dan sakit.
Mohon dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dibidang sejawat dan mohon sedikit kabar.
Atas bantuan dan kerjasamanya kami sampaikan terimakasih.
BTK,

Wass. Coll.

Drg…………(telp…)

50
 Rujukan penderita ke laboratorium Mikrobiologi minat Mikologi

Contoh Surat Rujukan : Tempat dan Tanggal

Kepada Yth.
Lab mikrobiologi minat Mikologi

Bersama ini kami kirimkan spesimen hasil dari pasien Tn. X,…..th, Jl…..
Dari pemeriksaan klinis didapatkan plak putih pada lidah, pipi, palatum dan
orofaring, dapat dikerok dan sakit. Diagnosis sementara suspek candidiasis. Mohon
pemeriksaan lebih lanjut di bidang sejawat dan mohon sedikit kabar.

BTK,
Wass. Coll.

CONTOH HASIL LAB PATOLOGI KLINIK


MultiSETTM Physician Report

Hasil Oral Scrabing

51
Kadar CD4 normal :

Kadar CD4 normal di tubuh sekitar 800 sampai 1300/ml darah. Jika terkena HIV maka
kadar CD4 menjadi kurang dari 200/ml. Jika yang terinfeksi bayi, maka darah CD4 nya
kurang dari 750/ml.

Tabel 1. Klasifikasi klinis dan CD4 pasien dewasa.

CD4 Kategori Klinis

Total % A B C

(Asimtomatikk, Infeksi (Simtomatik) (AIDS)


Akut)

≥ 500/ml ≥ 29 % A1 B1 C1

200-499 14-28% A2 B2 C2

< 200 <14% A3 B3 C3

Tabel 8. Kategori imunologi berdasar umur, CD4 dan presentasinya

Kategori imun <12 bln 1-5 thn 6-12 thn

No/mm3 (%) No/mm3 (%) No/mm3 (%)

Kategori 1: tak ≥1500 (≥25%) ≥1.000 (≥25%) ≥500 (≥25%)


ada suppresi

Kategori 2: 750-1499 (15%- 500-999 (15%- 200-499 (15%-


supresi sedang 24%) 24%) 24%)

Kategori 3: <750 (<15%) <500 (<15%) <200 (<15%)


supresi berat

Sumber: modifikasi CDC.1994 Revised classification system for human immunodeficiency


virus infection in children less than 13 years of age.

Kadar CD4 berdasarkan stadium infeksi HIV:

Stadium Sel T Titer viremia

1 Menurun (1) Meningkat (512)

2 Meningkat sedikit (1) Menurun (2)

3 (infeksi oportunistik) Turun drastic Meningkat drastis

52
4 (AIDS) < 200 ml

Pada stadium ke 3, daya tahan tubuh sudah sangat melemah sehingga biasanya timbul
kanker.

53
TUTOR GUIDE

SKILL LAB 5 A

PEMERIKSAAN PENUNJANG DAN RUJUKAN

Tujan : Mampu menulis rujukan dan menginterpretasikan hasil lab

Domain/ Area Kompetensi : 1. Professionalism

2. General physical examination and stomatognatic system

Keterampilan klinik : 1. Physical Examination

2. Interpretation skills

3. Procedural skills

Tinjauan : Penyakit infeksi dan imunologi

Daftar Alat dan Bahan : 1. Lembar checklist

2. ATK

3. Kaca mulut no 3 dan 4

4. Sonde lurus

5. Sonde bengkok

6. Ekskavator

7. Nearbeken

8. Dappen glass

9. Cotton pellet

10. Cotten roll

11. Kassa

12. Masker

13. Gloves

14. Ekskavator

15. Spatula kayu

16. KOH/Salin

17. Pengecatan Gram

18. Media biak

19. Kertas rujukan

54
20. Hasil Lab

Kasus/Pemicu :

Seorang pasien wanita usai 40 tahun dating ke RSGM dengan keluhan rasa terbakar/panas
pada lidah yang kadang timbul, tidak dapat merasakan makanan dan terkadang sulit
menelan makanan. Dari anamnesis diketahui bahwa pasien seorang pekerja klub malam.
Gejala tersebut didapatkan sejak 1 bulan yang lalu dan tidak sering terjadi. KU: lemah,
letih, lesu. Pemeriksaan klinis: didapatkan terdapat plak putih pada lidah, pipi, palatum dan
orofaring, dapat dikerok dan setelah dikerok meninggalkan kemerahan pada lidah dan sakit.
Oral hygiene buruk dengan gusi kemerahan pada seluruh margin gingiva. Pasien juga
mengalami xerostomia. Diagnosis sementara adalah suspek HIV dengan oral candidiasis.

Tugas

1. Sebutkan dan jelaskan dengan singkat pemeriksaan apa sajakan yang dapat
menunjang diagnosis pada kasus diatas?
2. Buatlah surat rujukan sesuai dengan kasus diatas!
3. Lakukan pemeriksaan penunjang (oral scrabing) untuk menunjang diagnosis kasus
diatas!
4. Bacalah hasil dari pemeriksaan tersebut!

Instruksi:

1. Tutor mengamati dan menilai penampilan peserta berdasarkan lembar penilaian


2. Tutor memberikan informasi terhadap data yang dibutuhkan setelah peserta
melakukan pemeriksaan fisik sesuai dengan apa yang diperiksa oleh peserta.
3. Tutor menyiapkan peralatan yang dibutuhkan.

55
drg. LIDYA SETYAWATI
SIP. 221.41/010/DG/404.3.3/2014
Praktek :
Jl. A. Yani 150 Surabaya
Telp. (031) 5672151

Surabaya,
Tgl……………….

Dengan hormat,

Menghadapkan pasien

Nama : L/P

Umur :

Alamat :

Mohon bantuan untuk pembuatan radiograf :

Intra Oral :

 Periapikal
 Bitewing
 Oklusal

Ekstra Oral :

 Panoramik
 Sefalometrik

Regio :
V IV III II I I II III IV V
8765432112345678
V IV III II I I II III IV V
8765432112345678

Keterangan & Diagnosa sementara:

………………………………………………………………………………………………

………………………………………………………………………………………………

56
………………………………………………………………………………………………

Atas bantuan dan kerjasamanya kami ucapkan terima kasih.

BTK.

Wass Coll.

drg.
……………………

57
TUTOR GUIDE

SKILL LAB 5 B

PEMERIKSAAN PENUNJANG DAN RUJUKAN

Tujan : Mampu melakukan pemeriksaan penunjang dan sistem


rujukan

Domain/ Area Kompetensi : 1. Professionalism

2. General physical examination and stomatognatic system

Keterampilan klinik : 1. Physical Examination

2. Interpretation skills

3. Procedural skills

Tinjauan : Penyakit infeksi dan imunologi

Daftar Alat dan Bahan : 1. Lembar checklist

2. ATK

3. Kaca mulut no 3 dan 4

4. Sonde lurus

5. Sonde bengkok

6. Ekskavator

7. Nearbeken

8. Dappen glass

9. Cotton pellet

10. Cotten roll

11. Kassa

12. Masker

13. Gloves

14. Ekskavator

15. Spatula kayu

16. KOH/Salin

17. Pengecatan Gram

58
18. Media biak

19. Kertas rujukan

20. Hasil pemeriksaan lab. Px DM

21. Hasil radiologi

Kasus/ Pemicu:

Penderita laki-laki usia 45 tahun datang ke RSGM dengan keluhan gigi belakang kanan dan
kiri goyang dan terkadang sakit bila digunakan mengunyah. Pada pemeriksaan klinis
diketahui: RA: Gigi 15, 16 goyang derahat 3. Gigi 24, 25, 26 goyang derajat 2. Gigi 11,
12,13, 14, dan 21, 22, 23 goyang derajat 1. Resesi gingiva dan terdapat karang gigi pada
seluruh gigi, gusi kemerahan. RB: seluruh gigi goyang derjat 2. Keadaan umum (KU):
penderita tampak lemas, letih, dan lesu serta kurus. Saat berbicara tercium bau aseton.
Pasien dicurigai menderita diabetes. Diagnosa sementara: periodontitis marginalis kronis.

Tugas

1. Sebutkan dan jelaskan dengan singkat pemeriksaan apa sajakah yang dapat
menunjang diagnosis pada kasus diatas?
2. Buatlah surat rujukan sesuai dengan kasus diatas!
3. Bacalah hasil dari pemeriksaan tersebut!
4. Tuliskan dan verbalkan diagnosis kasus diatas!

Instruksi

1. Tutor mengamati dan menilai penampilan peserta berdasarkan lembar penilaian.


2. Tutor memberikan informasi terhadap data yang dibutuhkan setelah peserta
melakukan pemeriksaan fisik sesuai dengan apa yang diperiksa oleh peserta.
3. Tutor menyiapkan peralatan yang dibutuhkan.

59
SKILL LAB.6
RESEP

Rute Pemberian Obat

Obat bisa masuk ke dalam tubuh dengan berbagai jalan. Setiap rute memiliki kelebihan dan
kekurangan masing-masing. Rute yang paling umum adalah melalui mulut (per oral) karena
sederhana dan mudah dilakukan. Beberapa rute tidak bisa dilakukan oleh setiap orang,
namun harus diberikan oleh tenaga kesehatan tertentu.

Berikut macam-macam rute pemberian obat:

1. Diminum (oral)

Banyak obat dapat diberikan secara oral dalam bentuk tablet, cairan (sirup, emulsi),
kapsul, atau tablet kunyah. Rute ini paling sering digunakan karena paling nyaman
dan biasanya yang paling aman dan tidak mahal. Namun, rute ini memiliki
keterbatasan karena jalannya obat biasanya bergerak melalui saluran pencernaan.
Untuk obat diberikan secara oral, penyerapan (absorpsi) bisa terjadi mulai di mulut
dan lambung. Namun, sebagian besar obat biasanya diserap di usus kecil. Obat
melewati dinding usus dan perjalanan ke hati sebelum diangkut melalui aliran darah
ke situs target. Dinding usus dan hati secara kimiawi mengubah (memetabolisme)
banyak obat, mengurangi jumlah obat yang mencapai aliran darah. Akibatnya,
ketika obat yang sama diberikan secara suntikan (intravena), biasanya diberikan
dalam dosis yang lebih kecil untuk menghasilkan efek yang sama.

Ketika obat di berikan secara oral, makanan dan obat-obatan lainnya dalam saluran
pencernaan dapat mempengaruhi seberapa banyak dan seberapa cepat obat ini
diserap. Dengan demikian, beberapa obat harus diminum pada saat perut kosong,
beberapa obat lain harus diberikan dengan makanan. Beberapa obat oral mengiritasi
saluran pencernaan. Misalnya, aspirin dan sebagian besar obat nonsteroidal anti-
inflammatory (NSAID) dapat membahayakan lapisan lambung dan usus kecil untuk
berpotensi menyebabkan atau memperburuk ulser yang sudah ada sebelumnya.
Beberapa obat lain penyerapannya buruk atau tidak teratur dalam saluran
pencernaan atau dihancurkan oleh enzim asam dan pencernaan di dalam perut.

2. Rute sublingual dan bukal

Beberapa obat pemberiannya dengan cara ditempatkan di bawah lidah (secara


sublingual) atau antara gusi dan gigi (secara bucal) sehingga mereka dapat larut dan
diserap langsung ke dalam pembuluh darah kecil yang terletak di bawah lidah. Obat

60
ini tidak tertelan. Rute sublingual sangat baik untuk nitrogliserin, yang digunakan
untuk meredakan angina, karena penyerapan yang cepat dan obat segera memasuki
aliran darah tanpa terlebih dahulu melewati dinding usus dan hati. Namun, sebagian
besar obat tidak bisa digunakan dengan cara ini karena obat dapat diserap tidak
lengkap atau tidak teratur.

3. Rute dubur (rektal)

Beberapa obat diberikan secara rektal sebagai supositoria. Dalam bentuk ini, obat
dicampur dengan zat lilin yang larut atau mencairkan setelah itu dimasukkan ke
dalam rektum. Karena dinding rektum adalah tipis dan kaya pasokan darah, obat ini
mudah diserap. Supositoria diresepkan untuk orang-orang yang tidak bisa
menggunakan obat oral karena mereka mengalami mual, tidak bisa menelan, atau
memiliki pembatasan makan, seperti yang diperlukan sebelum dan setelah operasi
bedah. Obat-obatan yang dapat diberikan secara rektal termasuk asetaminofen atau
parasetamol (untuk demam), diazepam (untuk kejang), dan obat pencahar
(konstipasi). Obat yang membuat perih dalam bentuk supositoria mungkin harus
diberikan melalui suntikan.

4. Rute okular (mata)

Obat yang digunakan untuk mengobati gangguan mata (seperti glaukoma,


konjungtivitis, dan luka) dapat dicampur dengan zat aktif untuk membuat cairan,
gel, atau salep sehingga mereka dapat diberikan pada mata. Tetes mata cair relatif
mudah digunakan, namun mudah keluar dari mata terlalu cepat untuk diserap
dengan baik. Formulasi gel dan salep menjaga obat kontak dengan permukaan mata,
tetapi mereka mungkin mengaburkan penglihatan. Obat mata yang hampir selalu
digunakan untuk efek lokal. Misalnya, air mata buatan yang digunakan untuk
meredakan mata kering. Obat lain (misalnya, yang digunakan untuk mengobati
glaukoma, seperti asetazolamid dan betaksolol, dan yang digunakan untuk
melebarkan pupil, seperti fenilefrin dan tropikamid) menghasilkan efek lokal
(beraksi langsung pada mata) setelah obat diserap melalui kornea dan konjungtiva.
Beberapa obat ini memasuki aliran darah dan dapat menyebabkan efek samping
yang tidak diinginkan pada bagian tubuh lainnya.

5. Rute telinga (otic)

Obat yang digunakan untuk mengobati radang telinga dan infeksi dapat diberikan
secara langsung ke telinga. Tetes telinga yang mengandung larutan atau suspensi
biasanya diberikan hanya pada liang telinga luar. Sebelum meneteskan obat tetes
telinga, orang harus benar-benar membersihkan telinga dengan kain lembab dan

61
kering. Kecuali obat yang digunakan untuk waktu yang lama atau digunakan terlalu
banyak, sedikit obat masuk ke aliran darah, sehingga efek samping pada tubuh tidak
ada atau minimal. Obat-obatan yang dapat diberikan melalui rute otic termasuk
hidrokortison (untuk meredakan peradangan), siprofloksasin (untuk mengobati
infeksi), dan benzokain (untuk memati-rasakan telinga).

6. Rute nasal

Untuk pemberian obat melalui rute ini, obat harus diubah menjadi tetesan kecil di
udara (dikabutkan, aerosol) supaya bisa dihirup dan diserap melalui membran
mukosa tipis yang melapisi saluran hidung. Setelah diserap, obat memasuki aliran
darah. Obat yang diberikan dengan rute ini umumnya bekerja dengan cepat.
Beberapa dari obat mengiritasi saluran hidung. Obat-obatan yang dapat diberikan
melalui rute hidung termasuk nikotin (untuk berhenti merokok), kalsitonin
(osteoporosis), sumatriptan (untuk sakit kepala migrain), dan kortikosteroid (untuk
alergi).

7. Rute inhalasi

Obat diberikan dengan inhalasi melalui mulut harus dikabutkan menjadi tetesan
lebih kecil dibanding pada rute hidung, sehingga obat dapat melewati tenggorokan
(trakea) dan ke paru-paru. Seberapa dalam obat bisa ke paru-paru tergantung pada
ukuran tetesan. Tetesan kecil pergi lebih dalam, yang meningkatkan jumlah obat
yang diserap. Di dalam paru-paru, mereka diserap ke dalam aliran darah.

Relatif sedikit obat yang diberikan dengan cara ini karena inhalasi harus dimonitor
untuk memastikan bahwa seseorang menerima jumlah yang tepat dari obat dalam
waktu tertentu. Selain itu, peralatan khusus mungkin diperlukan untuk memberikan
obat dengan rute ini. Biasanya, metode ini digunakan untuk pemberian obat yang
bekerja secara khusus pada paru-paru, seperti obat antiasma aerosol dalam wadah
dosis terukur (disebut inhaler), dan untuk pemberian gas yang digunakan untuk
anestesi umum.

8. Rute nebulisasi

Serupa dengan rute inhalasi, obat yang diberikan dengan nebulisasi (dikabutkan)
harus diubah menjadi aerosol berupa partikel kecil untuk mencapai paru-paru.
Nebulisasi memerlukan penggunaan perangkat khusus, paling sering sistem
nebulizer ultrasonik atau jet. Menggunakan perangkat benar membantu
memaksimalkan jumlah obat dikirim ke paru-paru. Obat-obat yang diberikan
melalaui rute ini misalnya tobramisin (untuk cystic fibrosis), pentamidin

62
(pneumonia Pneumocystis jirovecii), dan albuterol atau salbutamol (untuk serangan
asma).

Efek samping bisa terjadi bila obat disimpan langsung di paru-paru (seperti batuk,
mengi, sesak napas, dan iritasi paru-paru), penyebaran obat ke lingkungan (mungkin
mempengaruhi orang lain), dan kontaminasi dari perangkat yang digunakan untuk
pengabutan (terutama bila perangkat digunakan kembali dan tidak cukup
dibersihkan). Menggunakan perangkat benar membantu mencegah efek samping.

9. Rute kutanea

Obat diterapkan pada kulit biasanya digunakan untuk efek lokal dan dengan
demikian yang paling sering digunakan untuk mengobati gangguan kulit yang
dangkal, seperti psoriasis, eksim, infeksi kulit (virus, bakteri, dan jamur), gatal-
gatal, dan kulit kering. Obat ini dicampur dengan bahan tidak aktif sebagai
pembawa. Tergantung pada konsistensi bahan pembawa, formulasi bisa berupa
salep, krim, losion, larutan, bubuk, atau gel.

10. Rute transdermal

Beberapa obat dihantarkan ke seluruh tubuh melalui patch (bentuknya semacam


koyo) pada kulit. Obat ini kadang-kadang dicampur dengan bahan kimia (seperti
alkohol) yang meningkatkan penetrasi melalui kulit ke dalam aliran darah tanpa
injeksi apapun. Melalui patch, obat dapat dihantarkan secara perlahan dan terus
menerus selama berjam-jam atau hari atau bahkan lebih lama. Akibatnya, kadar
obat dalam darah dapat disimpan relatif konstan. Patch sangat berguna untuk obat
yang cepat dieliminasi dari tubuh karena obat tersebut, jika diambil dalam bentuk
lain, harus sering digunakan. Namun, patch dapat mengiritasi kulit beberapa orang.
Selain itu, patch dibatasi oleh seberapa cepat obat dapat menembus kulit. Hanya
obat yang akan diberikan dalam dosis harian yang relatif kecil dapat diberikan
melalui patch. Contoh obat tersebut termasuk nitrogliserin (untuk nyeri dada),
skopolamin (untuk mabuk perjalanan), nikotin (untuk berhenti merokok), klonidin
(untuk tekanan darah tinggi), dan fentanil (untuk menghilangkan rasa sakit)

11. Rute injeksi

Pemberian dengan suntikan (parenteral) meliputi rute berikut:

 Subkutan (di bawah kulit)

 Intramuskular (dalam otot)

 Intravena (dalam pembuluh darah)

 Intratekal (sekitar sumsum tulang belakang)

63
Suatu obat dapat dibuat atau diproduksi dengan cara yang memperpanjang
penyerapan obat dari tempat suntikan selama berjam-jam, hari, atau lebih lama.
Produk tersebut tidak perlu diberikan sesering produk obat dengan penyerapan yang
lebih cepat.

Untuk rute subkutan, jarum dimasukkan ke dalam jaringan lemak tepat di bawah
kulit. Setelah obat disuntikkan, kemudian bergerak ke pembuluh darah kecil
(kapiler) dan terbawa oleh aliran darah. Atau, obat mencapai aliran darah melalui
pembuluh limfatik. Obat protein yang berukuran besar seperti insulin, biasanya
mencapai aliran darah melalui pembuluh limfatik karena obat ini bergerak perlahan
dari jaringan ke kapiler. Rute subkutan digunakan untuk banyak obat protein karena
obat tersebut akan hancur dalam saluran pencernaan jika mereka diambil secara
oral.

Obat-obatan tertentu (seperti progestin yang digunakan untuk pengendalian


kelahiran hormonal) dapat diberikan dengan memasukkan kapsul plastik di bawah
kulit (implantasi). Meskipun rute ini jarang digunakan, keunggulan utamanya adalah
untuk memberikan efek terapi jangka panjang (misalnya, etonogestrel yang
ditanamkan untuk kontrasepsi dapat bertahan hingga 3 tahun).

Rute intramuskular disukai dibanding rute subkutan ketika diperlukan obat


dengan volume yang lebih besar. Karena otot-otot terletak di bawah kulit dan
jaringan lemak, digunakan jarum yang lebih panjang. Obat biasanya disuntikkan ke
dalam otot lengan atas, paha, atau pantat. Seberapa cepat obat ini diserap ke dalam
aliran darah tergantung, sebagian, pada pasokan darah ke otot: Semakin kecil suplai
darah, semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk obat yang akan diserap.

Untuk rute intravena, jarum dimasukkan langsung ke pembuluh darah. Suatu


larutan yang mengandung obat dapat diberikan dalam dosis tunggal atau dengan
infus kontinu. Untuk infus, larutan digerakkan oleh gravitasi (dari kantong plastik
dilipat) atau, lebih umum, dengan pompa infus melalui pipa fleksibel tipis ke tabung
(kateter) dimasukkan ke dalam pembuluh darah, biasanya di lengan bawah.
Pemberian intravena adalah cara terbaik untuk memberikan dosis yang tepat dengan
cepat dan dengan cara yang terkendali dengan baik ke seluruh tubuh. Hal ini juga
digunakan untuk larutan yang membuat iritasi, yang akan menyebabkan nyeri dan
kerusakan jaringan jika diberikan melalui suntikan subkutan atau intramuskular.
Suntikan intravena dapat lebih sulit untuk dikelola daripada injeksi subkutan atau
intramuskular karena memasukkan jarum atau kateter ke dalam vena mungkin sulit,
terutama jika orang tersebut adalah obesitas.

Ketika diberikan secara intravena, obat dikirimkan langsung ke aliran darah dan
cenderung berlaku lebih cepat daripada ketika diberikan oleh rute lain. Akibatnya,
praktisi kesehatan terus memantau orang yang menerima suntikan intravena untuk
tanda-tanda bahwa obat ini bekerja atau menyebabkan efek samping yang tidak

64
diinginkan. Juga, efek dari obat yang diberikan oleh rute ini cenderung bertahan
untuk waktu yang lebih singkat. Oleh karena itu, beberapa obat harus diberikan
melalui infus terus menerus untuk menjaga efeknya konstan.

Untuk rute intratekal, jarum dimasukkan antara dua tulang di tulang punggung
bagian bawah dan ke dalam ruang di sekitar sumsum tulang belakang. Obat ini
kemudian disuntikkan ke kanal tulang belakang. Sejumlah kecil anestesi lokal
sering digunakan untuk memati rasakan tempat suntikan. Rute ini digunakan ketika
obat diperlukan untuk menghasilkan efek yang cepat atau lokal pada otak, sumsum
tulang belakang, atau lapisan jaringan yang menutupi (meninges) -misalnya, untuk
mengobati infeksi dari struktur ini. Anestesi dan analgesik (seperti morfin) kadang-
kadang diberikan dengan cara ini.

Macam sediaan obat :


a. Pulvis (serbuk) Merupakan campuran kering bahan obat atau zat kimia yang
dihaluskan, ditujukan untuk pemakaian luar.
b. Pulveres
Merupakan serbuk yang dibagi bobot yang kurang lebih sama, dibungkus
menggunakan bahan pengemas yang cocok untuk sekali minum.Contohnya
adalah puyer.
c. Tablet (compressi) Merupakan sediaan padat kompak dibuat secara kempa
cetak dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler kedua permukaan rata atau
cembung mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa bahan
tambahan.
1. Tablet kempa paling banyak digunakan, ukuran dapat bervariasi,
bentuk serta penandaannya tergantung desain cetakan.
2. Tablet cetak Dibuat dengan memberikan tekanan rendah pada massa
lembab dalam lubang cetakan
3. Tablet trikurattablet kempa atau cetak bentuk kecil umumnya
silindris. sudah jarang ditemukan
4. Tablet hipodermik Dibuat dari bahan yang mudah larut atau melarut
sempurna dalam air. Dulu untuk membuat sediaan injeksi
hipodermik, sekarang diberikan secara oral.
5. Tablet sublingual dikehendaki efek cepat (tidak lewat hati).
Digunakan dengan meletakan tablet di bawah lidah.
6. Tablet bukal Digunakan dengan meletakan diantara pipi dan gusi
7. tablet Effervescent Tablet larut dalam air. harus dikemas dalam
wadah tertutup rapat atau kemasan tahan lembab. Pada etiket tertulis
"tidak untuk langsung ditelan"
8. Tablet kunyah Cara penggunaannya dikunyah. Meninggalkan sisa
rasa enak dirongga mulut, mudah ditelan, tidak meninggalkan rasa
pahit atau tidak enak.

65
d. Pil (pilulae) Merupakan bentuk sediaan padat bundar dan kecil mengandung
bahan obat dan dimaksudkan untuk pemakaian oral. Saat ini sudah jarang
ditemukan karena tergusur tablet dan kapsul. Masih banyak ditemukan pada
seduhan jamu.
e. Kapsul (capsule) Merupakan sediaan padat yang terdiri dari obat dalam
cangkang keras atau lunak yang dapat larut. keuntungan/tujuan sediaan kapsul
adalah :
a. Menutupi bau dan rasa yang tidak enak
b. Menghindari kontak langsung dengan udara dan sinar matahari
c. Lebih enak dipandang (memperbaiki penampilan)
d. Dapat untuk 2 sediaan yang tidak tercampur secara fisis (income fisis),
dengan pemisahan antara lain menggunakan kapsul lain yang lebih kecil
kemudian dimasukan bersama serbuk lain ke dalam kapsul yang lebih besar
f. Kaplet (kapsul tablet) Merupakan sedian padat kompak dibuat secara kempa
cetak, bentuknya oval seperti kapsul.
g. Larutan (solutiones) Merupakan sedian cair yang mengandung satu atau
lebih zat kimia yang dapat larut, biasanya dilarutkan dalam air, yang karena
bahan-bahannya,cara peracikan, atau penggunaannya,tidak dimasukan dalam
golongan produk lainnya. Dapat juga dikatakan sedian cair yang mengandung
satu atau lebih zat kimia yang larut, misalnya terdispersi secara molekuler
dalam pelarut yang sesuai atau campuran pelarut yang saling bercampur. Cara
penggunaannya yaitu larutan oral (diminum) dan larutan topikal (kulit).
h. Suspensi (suspensiones) Merupakan sedian cair mengandung partikel padat
tidak larut terdispersi dalam fase cair. macam suspensi antara lain: suspensi
oral (juga termasuk susu/magma),suspensi topikal (penggunaan pada kulit)
suspensi tetes telinga (telinga bagian luar),suspensi optalmik,suspensi sirup
kering.
i. Emulsi (elmusiones) Merupakan sediaan berupa campuran dari dua fase
dalam sistem dispersi, fase cairan yang satu terdispersi sangat halus dan
merata dalam fase cairan lainnya, umumnya distabilkan oleh zat pengemulsi.
j. Galenik Merupakan sediaan yang dibuat dari bahan baku yang berasal dari
hewan atau tumbuhan yang disari.
k. Ekstrak (extractum) Merupakan sediaan yang pekat yang diperoleh dengan
mengekstraksi zat dari simplisisa nabati atau simplisia hewani menggunakan zat
pelarut yang sesuai.kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan
massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian sehingga memenuhi
baku yang ditetapkan.

66
l. Infusa Merupakan sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi simplisia
nabati dengan air pada suhu 90 derajat celcius selama 15 menit.
m. Imunoserum (immunosera) Merupakan sediaan yang mengandung
imunoglobulin khas yang diperoleh dari serum hewan dengan pemurnian.
Berkhasiat menetralkan toksin kuman (bisa ular dan mengikut
kuman/virus/antigen.
n. Salep (unguenta) Merupakan sediaan setengah padat ditujukan untuk
pemakaian topikal pada kulit atau selaput lendir. Salep dapat juga dikatakan
sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan sebagai obat
luar. Bahan obat harus larut atau terdispersi homogen dalam dasar salep yang
cocok.
o. Suppositoria Merupakan sedian padat dalam berbagai bobot dan bentuk,
yang diberikan melalui rektal, vagina atau uretraumumnya meleleh, melunak
atau melarut pada suhu tubuh
p. Obat tetes (guttae) Merupakan sediaan cair berupa larutan emulsi atau
suspensi, dimaksudkan untuk obat dalam atau obat luar. Digunakan dengan
cara meneteskan menggunakan penetes yang menghasilkan tetesan setara
dengan tetesan yang dihasilkan penetes baku yang disebutkan farmakope
indonesia. Sediaan obat tetes dapat berupa antara lain: guttae (obat dalam),
guttae oris (tetes mulut), guttae auriculares (tetes telinga), guttae nasales (tetes
hidung), guttae opthalmicae (tetes mata).
q. Injeksi (injectiones) Merupakan sediaan steril berupa larutan emulsi atau
suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu
sebelum digunakan, yang disuntikan dengan cara merobek jaringan ke dalam
kulit atau melalui kulit atau selaput lendir. Tujuannya agar kerja obat cepat
serta dapat diberikan pada pasien yang tidak dapat menerima pengobatan
melalui mulut. (Bauer, 2008)

Penulisan Resep

Penulisan resep yang lengkap harus terdiri dari:


 Inscriptio
 Presciptio
 Signatura
 Subscriptio
 Pro

Inscriptio Terdiri dari:


nama dokter, alamat, SIP, kota, tanggal, R/ (recipe)

67
Prescriptio Terdiri dari:
Nama obat, bentuk obat, dosis, bentuk kemasan, dan jumlah obat.

Signatura
Terdiri dari : Signatura (S), cara pemakaian, Bahan Sediaan Obat (BSO), jumlah obat per
minum, waktu minum
Contoh:
S 3 dd tab. I p.c. p.r.n. demam --> artinya minum 3x per hari, tiap kali minum 1 tablet,
sesudah makan, jika demam.
S 4 dd c. orig II a.c. --> artinya minum 4 x per hari, tiap kali minum 2 sendok bawaan
(sirup), sebelum makan.

Pro
Bentuk umum: nama pasien, umur, berat badan (wajib untuk anak2), alamat (jika obat
mengandung narkotika)
Contoh:
Pro: An. Mike Tyson
Usia: 12 tahun
BB: 20 kg
(alamat tidak wajib dicantumkan kecuali obatnya mengandung narkotika)

Subscriptio
Terdiri atas: tanda tangan atau paraf. Tanda tangan untuk obat yang mengandung narkotika,
dan paraf jika obat-obat lain yang tergolong B (bebas), W (bebas terbatas), G (keras), Psy
(psikotropika)

Keterangan tambahan:
Untuk setiap resep jangan lupa ditutup dengan garis, lalu diberi tanda tangan atau paraf di
sebelahnya, setelah itu dilanjutkan ke resep kedua.

Untuk racikan atau puyer, dibawahnya diberitahukan cara pembuatan

Contoh Resep puyer:


Amoksisilin 100 mg
s. lact q.s.----------------------------------> artinya ditambahkan s. lactis secukupnya
m.f. pulv dtd. No. XXI------------------> campur dan buatlah pulveres (puyer) masing-
masing dengan
dosis diatas sebanyak 21 buah

68
Jika obat lebih dari 1 jenis, misal ada 3 jenis obat yang akan dijadikan pulveres, maka obat
ditulis secara terpisah (3 baris). Setelah itu ditulis s. lact q.s bila perlu dan m.f pulv dtd.
No___

Contoh:
R/ Amoksisilin 100 mg
paracetamol 500 mg
m.f pulv dtd No. XV
S. 3 dd Pulv I
----------------------------------(paraf)

Contoh Resep non puyer:


Parasetamol tab 500 mg No. X
Cream Ketokonazol 2% 10g tube No. I
Keterangan: bentuk obat boleh ditulis sebelum atau sesudah nama obat

Cara Menulis Resep dengan sediaan Tablet / Kapsul / Pil


Tiga jenis obat padat ini cara penulisan resepnya mirip. Yang membedakan adalah bentuk
sediaan obatnya.
 Kapsul : ditulis caps
 Tablet : ditulis tab
 Pil : ditulis pil

Obat-obat jenis ini yang paling sering dan paling sederhana penulisannya.

Contoh kasus:
Nn. Intan, 18 tahun, BB 42 kg, datang ke dokter gigi karena sakit gigi berdenyut disertai
demam.
Berikan terapi untuk pasien:
 Antibiotik: amoxicillin, 3 kali sehari 500mg, selama 5 hari, sesudah makan (berarti
jumlahnya 15 butir)

 Antipiretik: parasetamol, 3 kali sehari 500mg, selama 3 hari, sesudah makan, bila
demam (berarti jumlahnya 9 butir, dapat dibulatkan menjadi 10 butir).

Maka, penulisan resepnya adalah:


R/ Amoxcillin caps 500 mg No. XV
S 3 dd caps I p.c.
------------------------------------------------------(paraf)
R/ Parasetamol tabs 500 mg No. X

69
S 3 dd tab I p.c. p.r.n demam
-------------------------------------------------------(paraf)
NB: untuk bentuk sediaan obat, dapat dilihat di buku panduan obat, seperti MIMS atau
ISO.

Cara menulis resep dengan sediaan syrup


Syrup merupakan sediaan obat yang mengandung banyak gula, sehingga sering menjadi
bentuk obat pilihan utama untuk anak-anak.
Biasanya bentuk kemasannya dalam flask (fls)
Takaran minumnya biasanya sesuai dengan ukuran sendok asli / bawaannya (ditulis: c.org.)
Biasa sering ada istilah forte: artinya dosis yg tingginya. Contoh amoksisilin sirup ada yang
125mg/5cc atau ada juga yg 250mg/5cc. Berarti 250mg/5cc ini bisa disingkat menjadi
amoksisilin sirup forte.
Contoh Kasus:
An. Puri, 18bln, BB 12kg, dibawa ke dokter krn demam tinggi sejak 2 hari lalu.
Berikan terapi untuk pasien: antibiotik sirup Amoksisilin, dosis anak 25-50 mg/kg BB/hari,
3 kali sehari, selama 7 hari, minum sesudah makan,
Maka, penulisan resepnya adalah:

R/ Amoksisilin syr 125mg/5cc Fls No. II


S 3dd c.orig I p.c.
---------------------------------------------------------(paraf)

Cara menulis resep dengan sediaan Obat Kumur


Penulisan obat kumur juga tidak sulit, tetapi yang perlu diingat adalah bentuk sediaannya
dan bentuk kemasannya.

Contoh Kasus:
Bp. Andi, 32 tahun, datang dengan keluhan bau mulut.
Berikan Terapi untuk pasien: Obat kumur Betadine, dengan bentuk sediaan cairan dan
bentuk kemasannya gelas kaca, dikumur 2 kali sehari
Maka, penulisan resepnya adalah:
R/ Sol Betadine Gargle fls No. I
S 2 dd garg
-------------------------------------------(paraf)

Cara Menulis resep obat tetes


Obat tetes untuk mata dan telinga tidak terlalu berbeda. Pada bagian cara pemakaiannya
saja yang perlu dibedakan:

70
Telinga : auric
Mata : oculo
Contoh:
Berikan obat tetes telinga untuk cuci telinga: solusio H2O2 3%, diberikan 2x sehari 10 tetes
pada telinga yg sakit (kanan)
Penulisan resepnya:
R/ Sol H2O2 3% 5cc
S 2dd gtt X auric dex
-------------------------------------(paraf)

Berikan obat Antibiotik topikal gentamycin tetes mata (solusio): 1 tetes tiap jam pada mata
kanan dan kiri
Penulisan resepnya:
R/ Gentamycin eyedrops fls No. I
S omnihora gtt I o.d.s
------------------------------------------------(paraf)

Cara menulis resep obat topikal


Obat topikal ini perhitungan dan penulisannya agak berbeda karena bentuknya yang salep
atau krim atau sejenisnya (obat luar). Untuk perhitungannya menggunakan cara 9%, yang
membagi regio-regio tubuh jadi 9%.
Contoh menulis resep untuk terapi topical: Tinea kruris: Ketokonazol krim 2% (pilihan
kemasan ada tube yg 5g dan 10g), 2x sehari (pagi dan malam) selama 3 hari, oleskan pada
bagian yg sakit.
Penulisan resepnya:
R/ cream ketokonazol 2% tube 10g No. I
S u.e. 2dd applic part dol m.et.v
---------------------------------------------------(paraf)
u.e (usus externum) artinya untuk obat luar
applic part dol artinya oleskan pada daerah yang sakit
m.et.v (mane et vespere) artinya pagi dan malam

Cara menulis resep dengan sediaan pulveres (puyer)


Penulisan resep untuk puyer sedikit berbeda, karena disini dokter meminta farmasi untuk
membuatkan obat racik
Contoh:
R/ amoksisilin 100mg
s. lact q.s.
m.f. pulv. dtd. no. XXI

71
S 3dd pulv I p.c
----------------------------------------(paraf)
s. lact q.s. artinya ditambahkan s. lactis secukupnya.
m.f. pulv. dtd. No. XXI: buat dan campurlah dalam bentuk pulveres (puyer), masing2
dengan dosis diatas sebanyak 21 buah.
Jika obatnya lebih dari 1 (misalkan acetosal, luminal, dan codein), ketiga obat tersebut
ditulis terpisah (dibuat 3 baris), setelah itu baru tulis s.lact q.s jika perlu.

Contoh Kasus:
An. Puri, 18bln, BB 12kg, dibawa ke dokter krn demam tinggi sejak 2 hari lalu.
Berikan terapi untuk pasien: antibiotik dan antipiretik per oral dlm bentuk puyer
Amoksisilin, dosis anak 25-50 mg/kg BB/hari, 3x sehari, selama 7 hari, minum sesudah
makan, puyer masukan ke dalam kapsul. Hitungan dosisnya adalah: Dosis 25-50 mg/kg
BB/ hari karena anaknya 12kg maka 300 – 600 mg / hari (contoh diambil yang dosis kecil
saja 300mg/hari) maka per kali minum 100mg, sehingga Butuh 21 buah krn minum 3x
sehari selama 7 hari
Parasetamol, dosis anak 10-15 mg/kg BB/kali, 3x sehari, selama 3 hari, minum sesudah
makan bila demam. Hitungan dosisnya adalah: Dosis 10-15mg/kg BB/kali: 120 –
180mg/kali, sehingga dibutuhkan 9 buah karena 3x sehari selama 3 hari
Maka, cara penulisan resepnya adalah:
R/ Amoksisilin 100mg
s. lact. q.s.
m.f. pulv. dtd. No. XXI da in caps
S 3dd caps I p.c.
---------------------------------------------------(paraf)
R/ Parasetamol 120mg
s. lact. q.s.
m.f. pulv. dtd. No. X
S 3dd pulv I p.c. p.r.n demam
--------------------------------------------------(paraf)

Daftar Singkatan dalam Farmasi

A
a, aa = tiap-tiap
accur. = seksama
add. = tambahkan
ad. us. ext. (ad usum externum) = dalam pemakaian luar
ad.us int. (ad usum internum) = dalam pemakaian dalam

72
ad. us prop. (ad usum propium) = untuk dipakai sendiri
adh. (adhibere) = gunakan
applic. (applicatur) = digunakan
alt.hor. (alternis horis) = tiap jam
apt. (aptus) = cocok
a.c. (ante coenam) = sebelum makan
aur.dext. (a.d.) (auri dextrae) = telinga kanan
aur.lev. (a.l.) (aur laevae) = telinga kiri
aut (aut) = atau
aq bisdest (aqua bidestilata) = air suling 2 kali
aq comm (aqua communis) = air biasa
B
bid. (biduum) = waktu 2 hari
b.in.d (bis in die). = 2 kali sehari
C
cito : segera
c. (cochlear) = sendok makan (15 ml)
c.th (cochlear thea) = sendok teh (5 ml)
c.p (cochlear parfum/pulvis) = sendok bubur (8 ml)
cochleat (cochleatin) = sendok demi sendok
cc = cc / centimeter kubik
c.l.q.s. = jumlah secukupnya
caps.gel.el. = kapsul gelatin dengan tutup
cav = awas
caut (caute) = hati hati
cer (cera) = malam, lilin
col (cola) = menyari
conc (concentratus) = pekat
consp. (consperge) = taburkan
clysm. (clysma) = enema, lavemen
cois.comm. (communis) = biasa
D
d (dosi/dies/dexter) = takaran/hari/kanan
d.c. (durante coenam) = pada waktu makan
d.in.dim (da in dimio) = berikan separonya
d.in.2plo (da in duplo) = berikan 2 kalinya
d.in.3plo (da in triplo) = berikan 3 kalinya
d.d (de die) = sehari
d.s. (da signa) = berikan dan tulis
d.s.s.ven (de sub signo veneni) = berikan tanda racun

73
det (detur) = diberikan
dim (dimidio) = separuhnya
dtd (da tales doses) = berikan sekian takaran
dext. (dexter) = kanan
dil (dilutus) = diencerkan
dim. (dimidius) = separuhnya
div.in.p.aeq (divide in partes aequales) = bagilah dalam bagian yang sama
E
E.D. (expiration date) = tanggal kadaluarsa
e.d (eyes drops) = obat tetes mata
emuls =emulsi
e.m.p = sesuai dengan yang tertulis
ext.ut (externum utendum) = untuk dipakai diluar
F
f (fac, fiat, fiant) = buat. dibuat
filtr. (filtra) = saring
f.l (flores) = bunga
fol (folia) = daun
G
g (gramma) = gram
gtt. (guttae) = tetes
gutt.ad.aur. (guttae ad aures) = tetes telinga
gutta. (guttatim) = tetes demi tetes
H
h. (hora) = jam
h.v (hora vespertina) = malam
h.m (hora matutina) = pagi pagi
haust (haustus) = diminum sekaligus
h.s (hora somni) = pada waktu mau pergi tidur
I
i.c. (inter cibus) = diantara waktu makan
i.d. (idem) = sama
I.A. (intra arterium) = suntikkan melalui pembuluh darah arteri
I.C (intra cutan) = suntikkan melalui lapisan kulit luar
I.M. (intra muscular) = suntikkan melalui bagian punggung (lumbal)
I.V. (intra venous) = suntikkan melalui pem.darah vena
in. = dalam
in.d. = dari hari ke hari
inj.subc. = injeksi dibawah kulit/subkutan
instill (instilla) = teteskan

74
iter (iteratio/iteretur) = diulang
L
liq. (liquid) = cair
lot. (lotus) = dicuci
M
m (mane, misce) = pagi, campur
m.f (misce fac) = campur buat
mixt. (mixtura) = campuran
N
ne iter (N.I) (ne iteretur) = jangan diulang
nedet (n.dt.) (ne detur) = tidak diberikan
O
o.u = kedua mata
o.s. = mata kiri
o.d = mata kanan
o.h (omni hora) = tiap jam
o.1/4.h (omni quarta hora) = tiap 1/4 jam
o.m. (omni mane) = tiap pagi
o.n (omni nocte) = tiap malam
opt. (optimus) = sangat baik
P
p.d.sing. (pro dosi singulari) = untuk dosis tunggal
P.I.M (periculum in mora) = berbahaya bila ditunda
part.dol (parte dolente) = pada bagian yang sakit
p.r.n. (pro re nata) = kadang kadang jika perlu
p.o. (per os) = secara oral
pil (pilula) = pil
pot. (potio) = minuman/larutan
p.c. (post coenam = stelah makan
pulv. (pulvis/pulveratus) = serbuk
Q
q. (quantitas) = banyaknya
q.s. (quantum satis) = secukupnya
R
R., Rp.,Rcp., (recipe) = ambillah
rec. (recens) = baru
reiter = dibuat ulangan baru
S
s. (signa) = tanda
ss. (semis) = separuh

75
sol.,solut (solutio) = larutan
solv. (solve) = larut
statim : penting
sum. (sume) = untuk diminum
sup (super) = atas
T
ter in d. (ter in die) = 3 kali sehari
ter. (tere) = gosok
tct., tinct., tra., () tinctura = tingtur
trit (tritus) = gerus
U
urgent : penting
u.c (usus cognitus) = pemakaian diketahui
u.e (usus externus) = dipakai untuk luar
u.i (usus internus) = dipakai untuk dalam
u.v (usus veterinarius) = pemakaian untuk hewan
V
vesp. (vaspere) = malam
vit.ov. (vittelum ovi) = kuning telur

B. Dosis obat
Dosis obat adalah jumlah obat yang diberikan kepada penderita dalam satuan berat
(gram, milli gram, mikrogram) atau satuan isi (liter, mililiter) atau unit-unit lainnya (unit
internasional). Kecuali bila dinyatakan lain maka yang dimaksud dengan dosis obat
yaitu sejumlah obat yang memberikan efek terapeutik pada penderita dewasa, juga
disebut dosis lazim atau dosis medicinalis atau dosis terapeutik. Bila dosis obat yang
diberikan melebihi dosis terapeutik terutama obat yang tergolong racun ada
kemungkinan terjadi keracunan, dinyatakan sebagai dosis toksik. Dosis toksik ini dapat
sampai mengakibatkan kematian disebut sebagai dosis letal (Anderson, 2008).
C. Macam-macam dosis Obat.
a. Dosis Terapi adalah dosis yang diberikan dalam keadaan biasa dan dapat
menyembuhkan orang sakit.
b. Dosis Maksimum merupakan batas dosis yang relatif masih aman yang diberikan
kepada penderita. Dosis terbesar yang dapat diberikan kepada orang dewasa untuk
pemakaian sekali dan sehari.
c. Dosis Toksik adalah dosis yang diberikan melebihi dosis terapeutik, sehingga
dapat menyebabkan terjadinya keracunan obat

76
d. Dosis Letal (Lethal dose) yaitu dosis atau jumlah obat yang dapat mematikan bila
dikonsumsi. Bila mencapai dosis ini orang yang mengkonsumsi akan mengalami
kelebihan dosis (Over dose)
e. Initial Dose merupakan dosis permulaan yang diberikan pada penderita dengan
konsentrasi/kadar obat dalam darah dapat dicapai lebih awal.
f. Loading Dose adalah dosis obat untuk memulai terapi, sehingga dapat mencapai
konsentrasi terapeutik dalam cairan tubuh yang menghasilkan efek klinis.
g. Maintenance Dose adalah dosis obat yang diperlukan untuk memelihara dan
mempertahankan efek klinik atau konsentrasi terapeutik obat yang sesuai dengan
regimen dosis. Diberikan dalam tiap obat untuk menggantikan jumlah obat yang
dieliminasi dari dosis sebelumnya. Penghitungan dosis pemeliharaan yang tepat
dapat mempertahankan suatu keadaan stabil konsentrasi obat didalam tubuh
(Anderson, 2008).

D. Cara penghitungan Dosis Obat

Berdasarkan umur

a. Rumus young (untuk anak usia dibawah 8 tahun)

Keterangan : n adalah umur dalam tahun.

b. Rumus dilling (untuk anak Besar-sama dengan 8 tahun)

Keterangan : n adalah umur dalam tahun.

c. Rumus Fried (untuk bayi)

Keterangan : n adalah umur dalam bulan (Anderson, 2008).

E. Faktor-faktor yang mempengaruhi dosis obat

Dosis obat yang diberikan kepada penderita dipengaruhi oleh beberapa faktor: faktor
obat, cara pemberian obat tersebut dan penderita. Terutama faktor-faktor penderita
seringkali kompleks sekali, karena perbedaan individual terhadap respons obat tidak selalu

77
dapat diperkirakan. Ada kemungkinan ketiga faktor tersebut di bawah ini didapat sekaligus
(Bauer, 2008).

Faktor obat

a. Sifat fisika: daya larut obat dalam air/lemak, Kristal/amorf, dan sebagainya

b. Sifat kimiawi: asam, basa, garam, ester, garam kompleks, pH, pKa

c. Toksisitas: dosis obat berbanding terbalik dengan toksisitasnya

faktor penderita/karakteristik penderita

a. Umur: neonatus, bayi, anak, dewasa, geriatric

b. Berat badan: biarpun sama-sama dewasa berat badan dapat berbeda

c. Jenis kelamin: terutama untuk obat golongan hormone

d. Ras: “slow & fast acetylators”

e. Tolerance

f. Obesitas: untuk obat-obat tertentu faktor ini harus dierhitungkan

g. Sensitivitas individual

h. Keadaan pato-fisiologi: kelainan pada saluran cerna mempengaruhi absorpsi obat;


penyakit hati mempengaruhi metabolism obat; kelainan pada ginjal mempengaruhi
eksreksi obat.

F. Sediaan Obat
Dalam penggunaannya, obat mempunyai berbagai macam bentuk. Semua bentuk
obat mempunyai karakteristik dan tujuan tersendiri. Ada zat yang tidak stabil jika berada
dalam sediaan tablet sehingga harus dalam bentuk kapsul atau ada pula obat yang
dimaksudkan larut dalam usus bukan dalam lambung. Semua diformulasikan khusus
demi tercapainya efek terapi yang diinginkan. Ketikapun bagi kita yang berpraktek di
apotek, maka perlu diperhatikan benar etiket obat yang dibuat. Misalnya tablet dengan
kaplet itu berbeda, atau tablet yang harus dikunyah dulu (seperti obat maag golongan
antasida), seharusnyalah etiket obat memuat instruksi yang singkat namun benar dan
jelas. Jangan sampai pasien menjadi bingung dengan petunjuk etiket obat (Bauer, 2008).

78
TUTOR GUIDE

SKILL LAB 6A

PEMBUATAN RESEP OBAT ANAK

Tujuan : Mampu membuat form resep dan menuliskan resep obat berikut
aturan pakai yang harus diinformasikan pada apoteker dan
penderita sesuai aturan penulisan resep yang berlaku

Domain : 1. Profesionalisme

2. Penguasaan Ilmu Pengetahuan Kedokteran dan Kedokteran


gigi

Ketrampilan Klnik : 1. Procedural skills

Tunjauan : Penyakit infeksi dan imunologi

Daftar Alat dan Bahan : 1. Lembar checklist

2. ATK

3. Kertas resep

Kasus/ Pemicu:
Seorang anak laki-laki usia 7 tahun dengan berat badan 12 kg, datang ke RSGM dengan
keluhan bibir atas bengkak dan sakit. Pada pemeriksaan klinis diketahui RA: akar Gigi 51
tampak menonjol keluar dari gingiva hingga menembus mukosa bibir atas. Keadaan umum
(KU): penderita tampak lesu karena beberapa hari tidak nafsu makan. Diagnosa Sementara:
Ulcus Decubitus.

Tugas

1. Buat form resep obat sesuai aturan yang diperbolehkan.


2. Tulislah obat yang diperlukan untuk mengobati penderita tersebut.
3. Tulislah aturan pakai penggunaan obat tersebut.

Tugas Dosen Pembimbing

1. Memastikan kesiapan peralatan yang dibutuhkan.


2. Mengamati dan menilai peserta berdasarkan kriteria penilaian yang terdapat pada lembar
penilaian (check list).

79
Drg. Ayu Listia
Jalan
SIP.

INSCRIPT
IO
Surabaya,………………..

R/ Amoksisilin syr. fl. No. I


PRESCRIPTIO

S 3 dd 2 cth
(Signature)
SUBSCRIPTIO
= paraf

R/ Ibuprofen syr.fl. No.I


S3 dd 2 cth
(signature) SUBSCRIPTI
= paraf O

PRO
Nama penderita :
Umur :
Alamat :

Amoxicillin digunakan karena merupakan antibiotik spectrum luas dengan efek samping
yang kecil. Penderita tidak ada riwayat sering mengkonsumsi amoxicillin dan juga tidak
ada riwayat alergi. Pemilihan obat dalam bentuk syrup karena penderita masih anak-anak
dan bukan bayi. Kandungan obat 5 ml mengandung 125 mg amoxicillin.
Dosis amoxicillin: 20 – 40 mg/kg/BB/hari
Ibuprofen digunakan karena merupakan NSAID yang mempunyai sifat antiinflamasi
namun efek samping pada lambung yang relatif kecil dibanding NSAID yang lain
Kandungan obat 5 ml mengandung 100 mg ibuprofen
Dosis ibuprofen: 5 – 10 mg kg/BB/ setiap kali minum

80
TUTOR GUIDE

SKILL LAB 6 B

PEMBUATAN RESEP UNTUK DEWASA

Tujuan : Mampu membuat form resep dan menuliskan resep obat berikut
aturan pakai yang harus diinformasikan pada apoteker dan
penderita sesuai aturan penulisan resep yang berlaku

Domain : 1. Profesionalisme

2. Penguasaan Ilmu Pengetahuan Kedokteran dan


Kedokteran Gigi

Ketrampilan Klnik : 1. Procedural skills

Tunjauan : Penyakit infeksi dan imunologi

Daftar Alat dan Bahan : 1. Lembar checklist

2. ATK

3. Kertas resep

Kasus/ Pemicu:

Penderita laki – laki usia 27 tahun datang ke klinik gigi dengan keluhan sudut bibir pecah-
pecah dan sakit. Dari pemeriksaan anamnesis diketahui bahwa asupan nutrisi penderita
kurang bagus karena habis perjalanan jauh ke gunung. Pada pemeriksaan klinis diketahui:

Mukosa bibir: sudut mulut pecah-pecah dan kering


Keadaan Umum (KU): baik
Diagnosa Sementara: angular cheilitis

Tugas

1. Buatlah form resep sesuai aturan yang diperbolehkan.


2. Tulislah obat yang diperlukan untuk mengobati penderita tersebut.
3. Tulislah aturan pakai penggunaan obat tersebut.

Tugas Dosen Pembimbing

1. Memastikan kesiapan perlatan yang dibutuhkan


2. Mengamati dan menilai peserta berdasarkan kriteria yang terdapat pada lembar
penilaian (check lis

81
Drg. Isidora Karsini
Jalan
SIP. INSCRIPTIO

Surabaya,………………..

R/ Benzocain 4%
Borax qs PRESCRIPTIO
Gliserin ad 25 ml
S 3 dd 1 oles mulut (Signatura)

= paraf
SUBSCRIPTIO

R/ Vit B kompleks no. XII


S 1 dd 1 (Signatura)
= paraf
SUBSCRIPTIO

PRO
Nama penderita :
Umur :
Alamat :

82
SKILL LAB 7

KOMUNIKASI, INFORMASI, dan EDUKASI

Menurut Notoatmodjo (2007), penyampaian materi pada program KIE dapat


dilakukan melalui beberapa metode dan media. Media yang digunakan sangat bervariasi,
mulai dari yang tradisional yaitu mulut (lisan), bunyi-bunyian (kentongan) , tulisan (cetak),
sampai dengan elektronik yang modern yaitu televisi dan internet. UU No. 36 tahun 2009,
penyuluhan kesehatan diselenggarakan guna meningkatkan pengetahuan, kesadaran,
kemauan, dan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat dan aktif berperan serta dalam
upaya kesehatan. penyuluhan kesehatan diselenggarakan untuk mengubah perilaku
seseorang atau kelompok masyarakat agar hidup sehat melalui Komunikasi, Informasi, dan
Edukasi (KIE). Promosi dapat dilakukan dengan pendekatan Komunikasi, Informasi, dan
Edukasi (KIE) berbagai kategori kelompok sasaran. Setiap jenis kelompok sasaran
masyarakat cara KIE yang berbeda satu sama lain. Kedalaman tujuan KIE pun berbeda-
beda, mulai dari KIE yang hanya mengubah pengetahuan sampai pada pengubahan sikap
mental dan keterampilan. Untuk mengubah pengetahuan, KIE dapat dilakukan dengan
komunikasi yang bersifat informative saja. Sedangkan untuk mengubah sikap mental dan
keterampilan, KIE harus dilakukan dengan komunikasi yang terus-menerus, terencana, dan
dilaksanakan secara sistematis

Komunikasi

Komunikasi adalah proses pengoperasian rangsangan (stimulus) dalam bentuk lambang


atau simbol bahasa atau gerak (non verbal), untuk mempengaruhi perilaku orang lain.
Komunikasi dapat diartikan sebagai pengalihan suatu pesan dari satu sumber kepada
penerima agar dapat dipahami. Adapun fungsi komunikasi itu sendiri yakni:

1. Untuk menyampaikan pesan (informasi) atau menyebarluaskan informasi kepada


orang lain.
2. Untuk menyampaikan pesan (informasi) atau menyebarluaskan informasi yang
bersifat mendidik orang lain
3. Untuk memberikan instruksi kepada penerima pesan
4. Untuk mempengaruhi dan mengubah sikap penerima pesan

Komunikasi kesehatan adalah usaha yang sistematis untuk mempengaruhi secara positif
perilaku kesehatan individu dan komunitas masyarakat, dengan menggunakan berbagai
prinsip dan metode komunikasi baik interpersonal maupun komunikasi massa. Komunikasi
kesehatan meliputi informasi tentang pencegahan penyakit, promosi kesehatan,
kebijaksanaan pemeliharaan kesehatan, regulasi bisnis dalam bidang kesehatan yang sejauh
mungkin mengubah dan memperbaharui kualitas individu dalam suatu komunitas
masyarakat dengan mempertimbangkan aspek ilmu pengetahuan dan etika. Tujuan pokok
dari komunikasi kesehatan adalah perubahan perilaku kesehatan dalam rangka

83
meningkatkan derajat kesehatan. Prinsip dalam komunikasi yang perlu dipahami adalah
niat (intention), minat (attention), pandangan (perception) dan tekat (retention).

Informasi

Informasi adalah pesan yang disampaikan seorang komunikator kepada komunikan.


Proses informasi meliputi empat tahap, yakni: tahap sensasi, persepsi, memori dan berfikir.
Tahap sensasi, merupakan tahap yang paling awal dalam penerimaan informasi melalui alat
indra. Selanjutnya individu mempersepsikan objek, peristiwa ataupun hubungan-hubungan
yang diperoleh kemudian mengumpulkan atau menafsirkan informasi tersebut. Sensasi
yang telah dipersepsikan direkam oleh memori. Dengan memori informasi direkam,
disimpan dan digunakan kembali jika diperlukan. Tahap terakhir adalah berfikir. Berfikir
dilakukan untuk memahami realitas dalam rangka mengambil keputusan, memecah
persoalan dan menghasilkan pengetahuan baru. Proses pengelolaan informasi ini akan dapat
menimbulkan akan perubahan sikap dan tindakan individu. Informasi dapat digunakan
untuk membujuk dan mempengaruhi perilaku manusia atau untuk mengubah perilaku
manusia sesuai yang diinginkan pemberi informasi.

Tujuan informasi, meliputi:

1. Memperoleh informasi kesehatan


2. Mempunyai pengetahuan dan kemauan untuk memelihara, meningkatkan dan
melindungi kesehatannya
3. Mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat

Edukasi

Edukasi adalah proses perubahan perilaku kearah yang positif. Pendidikan


kesehatan merupakan kompetensi yang dituntut dari tenaga kesehatan kerena merupakan
salah satu peranan yang harus dilaksanakan dalam setiap memberikan pelayanan kesehatan.
Dalam rangka pembinaan dan peningkatan perilaku kesehatan masyarakat, tampaknya
pendekatan edukasi (pendidikan kesehatan) lebih tepat dibandingkan dengan pendekatan
koersi.

84
KOMUNIKASI, INFORMASI, DAN EDUKASI DENTURE STOMATITIS

I. Komunikasi
1. Mengkomunikasikan kepasien bahwa dari hasil pemeriksaan yang telah
dilakukan penyakit yang diderita adalah denture stomatitis.
2. Mengkomunikasikan kepasien bahwa Penyakit yang diderita ini merupakan
suatu infeksi yang disebabkan oleh jamur (candida albicans). Yang terjadi
pada area yang ditutupi oleh basis gigi tiruan atau pemakaian gigi tiruan
yang tidak baik.
3. Mengkomunikasikan kepasien bahwa jamur candida albicans merupakan
flora normal rongga mulut yang dapat menjadi patogen atau penyebab
penyakit.
4. Mengkomunikasikan pasien bahwa faktor yang menunjang terjadinya
penyakit tersebut adalah basis gigi tiruan yang digunakan oleh pasien. Selain
itu adapun faktor-faktor lain yang dapat menunjang terjainya penyakit
tersebut adalah:
a. Hiposaliva
b. Penurunan imunitas
c. Defisiensi nutrisi
d. Memiliki penyakit sistemik tertentu
5. Mengkomunikasikan kepasien proses terjadinya penyakit tersebut: gigi
tiruan yang tiruan yang tidak dilepas saat tidur menyebabkan rongga mulut
menjadi kotor. Akibatnya gigi tiruan tadi melindungi jamur candida albicans
dari aliran saliva. Jamur candida albicans mempunyai potensi untuk adhesi
lebih kuat akan menjadi lebih patogen. Jamur candida albicans akan
mempengaruhi pemukaan epitel dan menyebabkan kerusakan.
II. Informasi
1. Dengan melihat kondisi pasien diinformasikan bahwa penyakit ini dapat
sembuh dengan pemberian obat dan merubah kebiasaan yang dapat
menyebabkan munculnya penyakit ini.
2. Menginformasikan bahwa akan diresepkan obat
3. Menginformasikan bentuk sediaan obat yang diberikan, cara penggunaan
obat, waktu penggunaan obat, dan instruksi setelah pengunaan obat.
4. Memginformasikan kepasien bahwa akan dilakukan pemeriksaan untuk
menunjang diagnosa yaitu pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan ini
bertujuan untuk merlihat ada tidak nya jamur.

III. Edukasi
1. Pembersihan reservoir (basis gigi tiruan dibersihkan, dihaluskan)
2. Perbaikan gigi tiruan (pembuatan gigi tiruan baru, relining atau rebasing)
3. Tidak menggunakan gigi tiruan saat tidur

85
4. Merendam gigi tiruan pada larutan antiseptik
5. Prognosa baik apabila terapi yang dibeikan tepat dan efektif
6. Diinstruksian untuk tetap menjaga rongga mulut
7. Kontrol kembali

86
SKILL LAB 8

KIE

Skenario

Seorang laki-laki berusia 58 tahun, datang ke RSGM dengan keluhan nyeri pada langit-
langitnya. Dari hasil anamnesis pasien pengguna gigi tiruan lengkap sejak 2 tahun yang
lalu, jarang dibersihkan dan tidak pernah dilepas. Pada pemeriksaan klinis ditemukan
eritematus pada palatum yang meluas.

Tugas Mahasiswa

Lakukan dan verbalkan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) pada pasien tersebut!

87

Anda mungkin juga menyukai