Anda di halaman 1dari 5

Politik Kesehatan Dunia

Sebagaimana kita tahu hingga saat ini jika kita berbicara tentang kesehatan dunia, maka
yang muncul dalam benak pertama kali adalah World Health Organization (WHO). WHO
merupakan lembaga kesehatan yang bisa di anggap representasi dari seluruh
permasalahan kesehatan dunia. WHO beperan dalam mengkoordinasikan permasalahan
kesehatan yang muncul di seluruh dunia.
WHO yang bertujuan untuk mencapai taraf kesehatan terbaik sebagaimana yang
tercantum di konstitusi WHO yaitu “attainment by all peoples of the highest possible level of
health” yang disepakati tahun 1946. Dua tahun kemudian pada tanggal 7 April 1948
bertempat di New York diselenggarakan general assemblypertama kali yang menandai pula
berdirinya WHO. Sejak itu tanggal 7 April diperingati sebagai hari kesehatan dunia
atau World health day.
Untuk mencapai tujuan taraf kesehatan tertinggi setiap orang, WHO
membutuhkan definisi pasti sehat yang bisa dijadikan acuan oleh anggota nya. WHO
mendefinisikan sehat sebagai “complete physical, mental and social well being and not merely the
absence of disease or infirmity”. Jika kita amati definisi ini terlalu ideal bagi kita, sehingga
apabila kita merujuk pada definisi ini hampir dipastikan tidak ada manusia sehat di dunia
ini. Namun adakah definisi yang lebih baik ? belum ada, silakan jika anda mau mencoba
mencari definisi alternatif mengenai sehat (health).
Sebelum WHO berdiri, dengan latar belakang banyaknya tentara AS yang mati di
jerman akibat malaria mempelopori berdirinya office of malaria control in war areas (OMCWA)
yang resmi berdiri tahun 1942. Pasca perang dunia OMCWA ini berganti nama menjadi
center for disease control (CDC). Pada awalnya CDC dipimpin oleh militer karena dulunya
OMCWA bekerja di daerah perang, seiring berjalannya waktu komando pun beralih ke
sipil.
Pada waktu yang hampir bersamaan, 11 Desember 1946 berdiri pula UNICEF
yang bertujuan mengkoordinasi dana bantuan unutk anak terlantar pasca perang dunia.
Namun, beberapa tahun kemudian peran UNICEF overlap dengan WHO yang mengurusi
anak-anak. Dengan kekuatan finansial UNICEF yang lebih kuat yaitu dua kalinya
kekuatan finansial WHO, mengakibatkan kebijakan UNICEF selalu lebih unggul
dibandingkan dengan WHO.
Perang dingin antara uni soviet (US) dan amerika serikat (AS) yang
memperebutkan pengaruh ideology dan politik global antara kedua kubu juga
berdampak pada Kesehatan global. Karena konflik yang berkepanjangan US memilih
menarik diri dari PBB dan juga WHO, akibatnya AS mendominasi percaturan politik dunia
melalui agenda-agenda utamanya, salah satunya adalah eradikasi malaria global.
Saat pemilihan General director WHO, seorang ahli malaria dari brazil turut meramaikan
bursa calon yang menawarkan program pemusnahan (eradikasi) malaria secara global.
Hal ini didukung oleh AS, AS optimis hal ini bisa terjadi dengan adanya DDT
(dichlorodiphenyltrichloroethane). Mendapat dukungan AS, ia pun melenggang mulus
menjadi general director WHO.
Kebijakan global malaria eradication programme (1955) yang dipelopori AS ini
memiliki hidden agenda untuk membangun kekuatan baru melalui politik balas budi. Saat
itu malaria menjadi wabah di Negara-negara tropis yang kebanyakan adalah Negara
non-blok, jika program pemberantasan malaria berhasil makan Negara-negara tropis ini
akan berterimakasih kepada AS dan bisa menjadi sekutu baru yang mendukung
kebijakan AS.
Selain alasan politik, pemberantasan malaria yang dominan di Negara tropis
mampu meningkatkan produktivitas suatu Negara yang berdampak geliat ekonomi yang
semakin bergairah, geliat ekonomi ini merupakan sasaran empuk bagi AS untuk
memasarkan produk nya.
Kebijakan global ini juga berdampak di Indonesia, pada tahun 1959 presiden
soekarno mengeluarkan kebijakan malaria eradication command atau komando
pemberantasan malaria (KOPEM). KOPEM ini lahir pada tanggal 12 November, yang
diperingati sebagai hari kesehatan nasional. KOPEM ini merupakan cikal bakal dari
lembaga kemenekes. Program awal KOPEM adalah penyemprotan di daerah kalasan
(prambanan). Meskipun kita tahu hingga saat ini malaria masih belum musnah dari
muka bumi, dengan kata lain program ini mengalami kegagalan.
Lalu, apakah US tinggal diam melihat semua ini? tidak. Pada tahun 1966 US
melalui ahli virologi nya mengajukan pemberantasan global (eradikasi) smallpox.
Eradikasi smallpox menjadi tandingan yang cukup ampuh bagi eradikasi malaria
mengingat angka pesakitan smallpox cukup tinggi, disamping itu sudah ada vaksin
untuk smallpox sebagaimana malaria memiliki DDT. Tapi jika kita amati
pemberantasan smallpox dengan vaksin lebih rasional dari pada membunuh semua
nyamuk anopheles di seluruh dunia bukan?
Hingga saat ini, smallpox menjadi satu-satunya penyakit yang bisa di eradikasi.
Namun program eradikasi smallpox ini mengharuskan US bekerja sama dengan AS,
apakah mungkin untuk eradikasi tetapi ada wilayah yang tidak di jamah (AS) oleh US ?
karena terpaksa dua kubu ini bekerja sama. Spesimen terakhir dari kasus ini akan
disimpan oleh US dan AS, sayang US runtuh tahun 90an sehingga spesimennya tidak
terlacak, semoga tidak digunakan untuk senjata biologis.
Program eradikasi ini menjadi trend pada masa-masa itu, dengan pembiayaan
yang besar-besaran tentunya. Muncul pula beberapa program untuk mengeradikasi
penyakit lain seperti polio dan kusta, yang bernasib sama seperti malaria. Karena
program eradikasi ini dinilai tidak efektif, akhirnya muncul pemikiran baru bahwa
paradigma dunia harus berubah dalam mengatasi permasalahan kesehatan dunia.
Pada tahun 1978, di Kazakhstan (US) berkumpullah para ahli kesehatan dunia. Pada
konferensi di almaty, pertemuan tersebut mendeklarasikan kesepakatan yang di kenal
sebagai alma ata declaration. AS yang merasa terpukul karena maneuver dari US mengutus
paman dari JFK untuk mengawal jalannya siding yang dipimpin oleh dr. Mahler dari
Denmark agar keputusan sesuai dengan agenda politik AS.
Hasil dari konferensi alma ata adalah health for all in the year 2000, dengan harapan
pada tahun 2000 strategi akses pelayanan primer untuk meningkatkan kesehatan
masyarakat tercapai dengan berbagai perbaikan di berbagai fasilitas pelayanan.
Kebijakan ini berdampak pula ke Indonesia, yaitu terbentuknya puskesmas (pusat
kesehatan masyarakat).
Tujuan konferensi ini tidak bisa dirasakan pada tahun 2000. Kebijakan yang
cenderung sosialis ini dianggap melenceng oleh AS, yang mendorong AS untuk membuat
konferensi tandingan setahun setelahnya. Konferensi tandingan ini turut berkontribusi
dalam kegagalan konferensi alma ata. Konferensi tandingan ini dikenal sebagai
konferensi Bellagio (1979).
Bellagio conference didukung oleh world bank, USAID, UNICEF, Rockefeller, dan ford
foundation. Konferensi ini ada karena menganggap keputusan yang diambil WHO
membutuhkan pendanaan yang sangat banyak (irrasional). Mereka mengajukan
program yang lebih hemat biaya yang bersifat program selektif bukan komprehensif.
Hasil dari konferensi ini bisa diamati pada program revolusi anak tahun 1982 oleh
UNICEF yang dikenal dengan GOBI-FFF yang meliputi growth monitoring (G), oral rehydration
therapy (O), breast feeding (B), immunization (I),female education (F), family spacing (F), and food
supplements(F).
Dampak adanya program GOBI-FFF ini di Indonesia menjelma menjadi pos
pelayanan terpadu (Posyandu). Program posyandu ini bisa lebih dirasakan manfaatnya
sebagai ujung tombak pelayanan masyarakat dibandingkan dengan puskesmas. Salah
satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan program ini adalah kucuran dana yang
besar dibandingkan dengan program komprehensif.
Pada tahun 1982 dana WHO dibekukan oleh WHA karena tidak efisien dalam
penggunaan anggaran. WHO semakin tak berkutik dengan maneuver AS pada tahun
1985 yang memutuskan tidak mneyumbang lagi ke WHO karena tidak setuju dengan
dua kebijakan yang diambil WHO.
Pertama, Kebijakan obat-obat esensial yang membatasi gerak industri farmasi
dalam menjual obat-obatan ke pasar. Kebijakan ini jelas merugikan AS yang memiliki
industri farmasi raksasa. Kedua, kebijakan mengenai susu pengganti ASI,yaitu larangan
untuk memasarkan susu formula untuk bayi kurang dari 6 bulan. Padahal bayi di Negara
berkembang merupakan pasar menggiurkan bagi AS dalam memasarkan produk susu
formula nya.
World bank mulai berperan pada tahun 80an. Krisis global yang melanda membuat
banyak permintaan pinjaman ke world bank. Syarat peminjaman uang ini dikenal
sebagai the Washington consensus, yang mewajibkan peminjam melaksanakan beberapa
kebijakan(swastanisasi salah satunya). Apa kaitannya dengan sektor kesehatan?
peminjaman dana untuk menjalankan sektor kesehatan dari berbagai Negara lebih
cenderung ke world bankkarena dana yang lebih besar dibandingkan ke WHO.
Pada tahun 2000 lahirlah MDGs yang diepolpori oleh PBB, namun pada poin 4, 5
,6, dan 7 mengenai kesehatan. Sementara itu pada tahun ini sebenarnya merupakan
goal dari deklarasi alma ata, namun saat itu berbagai pihak melupakan begitu saja tanpa
ada Itikad unutk melakukan evaluasi. Perlu diketahui peluncuran MDGs pada 7
september 2001 ini tidak didukung oleh AS.
Namun tragedy WTC pada 11 september 2001 merubah kebijakan AS, AS
berbalik mendukung MDGs, karena menganggap markas teroris berada di Negara
miskin. Berbagai masalah kesehatan seperti di afrika menjadi sasaran empuk untuk
sarang teroris, AS ingin mencegah hal ini terjadi dengan mendukung MDGs khususnya
dalam menangani AIDS. Tahun depan MDGs ini akan berakhir yang akan dilanjutkan
oleh program baru, yang salah satu pemimpin nya adalah presiden SBY.
Pada tahun 2005 WHO mendorong anggota nya untuk memberlakukan universal
health coverage, tak terkecuali Indonesia yang menerbitkan UU SJSN dan semakin gencar
untuk mengimplementasikan kebijakan jaminan sosial nasional. Per 1 Januari 2014
resmi sudah Indonesia menyelenggarakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Pemain lain muncul yang juga mempengaruhi sektor kesehatan, yaitu Bill and
Malinda gates foundation. Dana lembaga ini lebih besar dari total dana world bank dan WHO.
Arah gerak dari lembaga gates ini lebih ke ranah pemanfaatan teknologi untuk
menyelesaikan permasalahan kesehatan. Salah satunya pada tahun 2007, Bill gates
mendukung program eradikasi malaria, meskipun sebelumnya pernah gagal. Bill gates
optimis akan ditemukan vaksin malaria melalui tekonologi yang sudah maju saat ini.
Karena Bill gates yang mendukung dan gelontoran dana nya pun besar, WHO pun ikut
mendkung program ini (lagi) dengan mengganti kata eradikasi dengan terminasi
malaria. Lagi-lagi WHO harus ikut terbawa arus dalam percaturan kesehatan global.
Pada tahun 2011 muncul pemikiran baru mengenai non-communicable diseases yang masih
belum menjadi prioritas dunia, misalnya di MDGs tidak menyinggung mengenai NCD ini.
Selain itu ada pula konferensi tingkat tinggi di Rio de janeiro mengenai world conference on
social determination of health dengan agenda membahas kebijakan yang menekankan aspek
sosial.
Bisa kita amati bahwa posisi WHO semakin melemah dalam pecaturan kesehatan
internasional. Terlebih setelah munculnya berbagai organisasi seperti UNAIDS, GAVI,
UNFPA, BRICS, dan sebagainya yang juga berdampak pada sektor kesehatan baik secara
langsung maupun tidak langsung turut melemahkan peran WHO.
Beberapa outcome yang bisa diperkirakan saat ini yaitu WHO akan semakin
melemah, WHO akan semakin kuat dengan melakukan reformasi organisasi, dan atau
menjadi kekuatan penyeimbang diantara berbagai kekuatan baru dalam dunia
kesehatan.
(Sumber: bahan ajar kuliah dr. Yodi Mahendradhata, M. Sc., Ph. D)

Anda mungkin juga menyukai