Anda di halaman 1dari 20

BAB IV

MAKNA AL-HIKMAH
DALAM ANALISIS SEMANTIK AMIN AL-KHULLY

Sebagaimana metode Amin Al-Khully yang telah dipaparkan dalam bab


sebelumnya, maka dalam bab ini akan dijelaskan makna hikmah dalam analisis
metode Amin Al-Khully. Untuk mengawali pencarian makna hikmah menggunakan
metode Amin Al-Khully, penulis mengawalinya dengan menelusuri perkembangan
makana hikmah melalui makna dasar yang terdapat dari beberapa kamus. Hal ini
merupakan kajian khusus dari Dirāsah Mā Hawla Al-Qur‟ān.

Hikmah )‫ ( حكمة‬merupakan bentuk masdar sima’i dari fi’il madhi ‫( حكم‬ha, ka,
dan ma) dari akar kata inilah ‫ حكم‬- ‫( يحكم‬hakama – yahkumu )yang memiliki arti
menghukumi.1 Dalam ensiklopedia al-Qur’an kata hakama berkisar maknanya pada
menghalangi, seperti hukum yang berfungsi menghalangi terjadinya penganiayaan.
Dalam bahasa Arab kendali bagi hewan dinamakan dengan ‫( حكمة‬hakamah ) karena
dengan kendali tersebut bisa menghalangi hewan mengarah kearah yang tidak
diinginkan atau liyar. Sedangkan hikmah (‫ )حكمة‬adalah sesuatu yang apabila
digunakan atau apabila diperhatikan akan menghalangi terjadinya madharat atau
kesulitan, dengan kata lain akan mendatangkan kemaslahatan dan kemudahan.2

Lafadz hakama mempunyai banyak arti dalam beberapa kamus. Hakama


dalam kamus munawwir berarti memimpin, memerintahkan, menetapkan,
memutuskan, kembali, dan mencegah. Adapun kata turynannya yaitu hikmah
memiliki arti Bijaksana, ilmu pengetahuan, filsafat, kenabian, keadilan, pribahasa dan
al-Qur’an.3 Dalam mu‟jam li alfādzi al-Qur‟an lafadz hakama (‫ )حكم‬sama dengan

1
Ishom El-Saha dan Saiful hadi, Sketsa Al-Qur‟an (tt: Lista Fariska Putra, 2005) cet 1, h.
229,
2
Sahabudin , ed. Ensiklopedia al-Qur‟an: kajian kosakata, (Jakarta: Lentera Hati, 2007,) h.
272 .
3
Ahmad Warson Munawwir, al-Munawwir kamus Arab Indonesia (Surabaya: Pustaka
Progressif, 1997) h. 286-287
mana‟a (‫ )منع‬yang mempunyai arti mencegah. 4 Ibnu Atsiir berpendapat bahwa lafadz
hakama masih berhubungan dengan asmaul husna al-hakamu (‫ )الحكم‬dan al-hakīmu
)‫ (الحكيم‬yang keduanya bermakna al-hākim )‫( (الحاكم‬faīl (‫ )فعيل‬yang bermakna fāil
(‫ ))فاعل‬yang sama artinya denga al-Qādhi (‫ )القاضى‬yaitu yang Maha memutuskan.
Selain makna ‫القاضى‬, hakama juga berarti mana‟a yang berarti mencegah. Sedangkan
hakuma (bentuk lazimnya) berarti ucapan yang bermanfaat, adapun hikmah
merupakan bentuk turunannya berarti adil dan juga mengetahui sebaik-baik sesuatu
dengan sebaik-baik ilmu.

Ada dua hal yang telah disepakati oleh berbagai madzhab semantik dalam
spektrum ilmu bahasa kontemporer. Dua hal tersebut adalah perbedaan makna dasar
(Grundbedeutung) dan makna rasional (relational bedeuteung). Yang dimaksud
dengan makna dasar adalah kandungan kontekstual dari kosa kata yang akan melekat
pada kata tersebut, walaupun kata tersebut dipisahkan dari konteks pembicaraan
kalimat.5 Mengenai makna dasar ini, Aisyah Bintu Syathi juga berpendapat apabila
ada lafadz yang memiliki kemungkinan makna lebih dari satu maka hanya satu
makna saja yang ditetapkan, di mana dengan makna tersebut suatu lafadz sudah dapat
dimengerti dan dipahami walau berdiri sendiri (tidak harus disambung dengan kata
lain).6 Sedangkan makna rasional adalah makna konotatif yang sangat bergantung
pada konteks sekaligus relasi dengan kosakata lainnya dalam kalimat.

Kata hikmah disebut sebanyak 20 kali dalam 19 ayat yang tersebar pada 12
Surat dalam Al-Qur’an, dalam metode kedua Amin Al-Khully mengarahkan pada An-
Naqdu Ad-dākhil yaitu penelitian pada teks sastra itu sendiri. Dalam metode yang
kedua ini Amin Al-Khully pada perkembangan makna bahasa secara berurutan,
makna yang yang lebih dahulu didahulukan dari pada makna yang datang kemudian.

4
Abi al-Qosim al-Husain, Mu‟jam Mufradat al-fadzi al-Qur‟an, (Beirut: Dar al-Kutub al-
ilmiyah, 1971) h. 141.
5
Nur kholis stiawan, Al-Qur‟an kitab sastra terbesar, ( Yogyakarta: Alsaq Prees 2006) h. 166
6
Aisyah Abdurrahman, al-Tafsīr al-bayān li al-Qur‟ān Al-Karīm, (Bandung : Mizan, 1996)
cet 1, h. 57
‫ُوِتَ َخْي ًرا َكثِ ًريا َوَما يَ َّذ َّك ُر إََِّّل أُولُو‬
ِ ‫اْلِ ْك َم َة فَ َق ْد أ‬
ْ ‫ت‬ ِْ ‫ي ْؤِِت‬
َ ‫اْل ْك َم َة َم ْن يَ َشاءُ َوَم ْن يُ ْؤ‬ ُ
ِ ْ‫ْااَل‬
‫اا‬َ

Artinya:

“Dia memberikan Hikmah7 kepada siapa yang ia hendaki. Barang


siapa diberi hikmah, sesungguhnya dia telah diberi
kebaikan yang banyak. Dan tidak ada yang dapat mengambil
pelajaran kecuali orang-orang yang mempunyai akal sehat.”8( QS.
Al-Baqarah(2): 269).

Ayat ini dijelaskan oleh Allah SWT sebelum ayat yang menerangkan tentang
dua jalan, yaitu jalan Allah dan jalan setan. Oleh sebab itu hikmah dalam ayat ini
dipahami dengan pengetahuan tentang baik dan buruk, serta kemampuan menerapkan
yang baik dan menghindar dari yang buruk. Barang siapa yang dianugrahi
pengetahuan tentang kedua jalan tersebut kemudian ia mampu memilih dan
melaksanakannya serta mampu pula menghindar dari yang buruk maka ia telah
dianugrahi hikmah.9
Hikmah pada ayat ini diartikan oleh al-Maraghi sebagai ilmu yang
bermanfaat, yang membekas di dalam hati yang bersangkutan. Sehingga, ilmu
tersebut mengarahkan kehendak empunya untuk mengamalkan apa yang telah
dianjurkan, dimana hal ini akan membawa kebahagiaan di dunia dan akhirat.10
Penafsiran al-Maraghi pada hikmah yang pertama ditafsirkan dengan ilmu
pengetahuan yang bermanfaat. Menurut Abdullah bin Abbas sebagaimana yang
dikutin al-Maraghi hikmah dalam ayat ini adalah pengetahuan tentang al-Qur’an, atau
mengetahui apa yang terkandung di dalamnya yakni hidayah, hukum dan rahasia-
rahasianya.11

7
Hikmah ialah kemampuan untuk memahami rahasia-rahasia syariat agama.
8
Op.Cit h. 56-57.
9
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: pesan, kes an dan keseharian al-Qur‟an, (Jakarta:
Lentera Hati, 2002)Vol 1, h 704
10
Ahmad Mushthafa Al-Maraghi ,Tafsīr al-Marāghi, trje. K Anshori Umar Sitanggal, dkk
(Semarang: Taha Putra, 1993) Juz 3, h. 71
11
Ibid. h. 73
Pada hikmah yang kedua al-Maraghi menafsirkan dengan taufiq (pertolongan
Allah), orang yang mendapatkan hikmah tersebut akan mengerti ilmu yang
bermanfaat, ia juga akan dituntun oleh Allah untuk meggunakan akalnya secara sehat
dan diarahkan ke jalan yang benar.12

Sebagimana yang dikatakan oleh Quraish Shihab bahwa ayat ini masih
berkaitan dengan ayat sebelumnya yang menerangkan tentang kebaikan dan
keburukan, maka pada ayat ini Allah memberikan pengetahuan (ilmu) dengan
menggunakan kata hikmah. Di mana salah satu fungsi dari ilmu adalah untuk
membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Namun tanpa adanya
pertolongan (Taufiq) dari Allah swt seorang berilmu tidak akan bias menggunakan
ilmu yang ia miliki, oleh sebab itu pada lafadz hikmah yang kedua diartikan oleh al-
Maraghi sebagai pertolongan dari Allah swt.

Mengenai lafadz ‫ اتى – يؤتي‬Amin Al-Khulli menafsirkan lafadz al-ītā (masdar


dari lafadz ‫ )اتى – يؤتي‬dalam masalah penunaian zakat sebagaimana yang dikutip oleh
Muhammad Aminullah adalah pemberian yang tulus, segera, dan ringan bagi jiwa
pemberinya. Hal ini merupakan penunaian mulia dari seorang yang mencerminkan
kesegeraan dan konsisten sehingga di dalamnya mengandung makna ringan tangan
dan ketulusan yang dirasakan daam memnunaikan kewajiban memberi tersebut, al-
Qur’an mengungkapkan hal-hal tersebut menggunakan lafadz al-ītā. Adapun spirit
alQur’an dari pelaksanaan tindakan yang merupakan perwujudan dari berbagai
keutamaannya dan mengandung unsur perbaikan di dalamnya adalah mengeluarkan
pemberian yang efektif, penuh kerelaan, dapat diterima, dan dilakukan dengan
senang.13

Analisis bahasa yang Amin Al-Khully lakukan menghantarkannya pada


kesimpulan bahwa ketika Allah memerintahkan pemilik harta untuk memberikan
sesuatu dari harta mereka, atau menyebutkan tindakan mereka dalam pemberian

12
Ibid. h. 74
13
Muhammad Aminulah hermeneutic dan linguistic perspektif metode tafsir sastra Amin al-
Khully (Bima: Institut Agama Islam Muhamadiyah Ranggo, 2016 )Vol IX h.340-341.
harta, maka dalam hal ini Allah menggunakan kata al-ītā. Karena sebagaimana yang
telah disebutkan di atas bahwa lafad al-ītā berarti sebuah pemberian untuk maksud
tertentu, efektif, dilakukan dengan ringan tangan dan segera. 14

‫ِ ْك َمةٌ َالِ َةٌ فَ َما ُ ْ ِن اللُّن ُذ ُر‬

Artinya:

“(Itulah) suatu Hikmah yang sempurna, tetapi peringatan-peringatan


itu tidak berguna (bagi mereka).” (QS. Al-Qamar (54): 5).

Dalam ayat ini hikmah diartikan sebagai ilmu amaliah dan ilmu ilmiah, yang
di maksud ilmu ini adalah sesuatu yang bila digunakan atau diperhatikan akan
menghalangi terjadinya madharat atau kesulitan yang lebih besar atau sebaliknya
mendatangkan kemaslahatan dan kemudahan yang lebih besar. Makna ini ditarik dari
makna dasar hikmah yaitu hakamah yang berarti kendali bagi hewan , karena ia
menghalangi hewan mengarah ke arah yang tidak diinginkan atau liar. Memilih
perbuatan yang terbaik dan sesuai adalah perwujudan dari hikmah.15 Kemudian pada
ayat 39 QS. Al-Isrā’

ِ ِ ِْ ‫ك ِمن‬ ِ ِ‫ذَل‬
‫وما‬
ً ُ‫َّم َمل‬ ِ َ ‫اْل ْك َمة َوََّل ََْت َع ْل َم َع اللَّه إِ ََلًا‬
َ ‫آخَر فَتُلْ َقى ِف َج َهل‬ َ ‫ك ِمَّا أ َْو َ ى إِلَْي‬
َ َ ‫ك َرُّن‬ َ
‫ورا‬
ً ُ ‫َم ْد‬
Artinya:

“Itulah sebagian Hikmah yang diwahyukan Tuhan kepadamu


(Muhammad). Dan janganlah engkau mengadakan tuhan yang lain di
samping Allah, nanti engkau dilemparkan ke dalam neraka dalam
keadaan tercela dan dijauhkan (dari rahmat Allah).”16(QS. Al-
Isra’(17): 39).

14
Ibid. h. 342
15
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: pesan, kesan dan keseharian al-Qur‟an, (Jakarta:
Lentera Hati, 2002)Vol 13, h. 232
16
Ibid. h. 389
Hikmah dalam ayat ini ditafsirkan oleh al-Maraghi dengan mengenal Tuhan
yang maha hak (Allah) dan mengenal kebaikan untuk mengamalkannya. 17
Sedangkan Quraish Shihab berpendapat bahwa hikmah dalam ayat ini adalah
tuntunan dan aturan-aturan Allah yang diwahyukan kepada nabi Muhammad melalui
malaikat Jibril.18

Dalam ayat ini, hikmah diiringi oleh huruf jar yang berupa (‫ )من‬min yang
berfaidah li liab‟idh19 (bagian dari sesuatu). Sebelum ayat ini, mulai dari ayat 22
Allah menerangkan beberapa aturan baik berupa anjuran berupa akhlaq mulia kepada
orangtua ataupun beberapa larangan yang harus dijauhi, itu artinya hikmah dalam
ayat ini lebih mengarah pada hukum-hukum Allah yang merupakan prinsip-prinsip
normativ yang mengatur kehidupan manusia. Aturan-aturan inilah yang kemudian
bisa mengendalikan kehidupan manusia agar lebih terarah.
Masih sejalan dengan makna dasar hikmah yaitu kendali, dalam Surat
Luqmān Quraish Shihabpun mengaitkan hikmah dalam surat ini dengan makna dasar
hikmah.

‫َولَ َق ْد آَ ْي لَا لُ ْق َما َن ا ْْلِ ْك َم َة أ َِن ا ْش ُك ْر لِلَِّه َوَم ْن يَ ْش ُك ْر فَِإََّّنَا يَ ْش ُك ُر لِلَ ْف ِس ِه َوَم ْن َك َفَر فَِإ َّن‬
َِ ‫اللَّه َغ ِِن‬
‫َحيد‬ ٌّ َ

Artinya:

“Dan sungguh, telah kami berikan Hikmah kepada lukman, yaitu, :


Bresyukur kepada Allah! Dan barang siapa bersyukur (kepada Allah),
maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri, dan barang
siapa tidak bersyukur (kufur), maka sesungguhnya Allah mahakaya,
maha terpuji.”20(QS. Luqman (31): 12).

17
Ahmad Mushthafa Al-Maraghi ,Tafsīr al-Marāghi, trje. K Anshori Umar Sitanggal, dkk
(Semarang: Taha Putra, 1993) Juz 15, h.55
18
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: pesan, kesan dan keseharian al-Qur‟an, (Jakarta:
Lentera Hati, 2002) Vol 7, h. 91
19
M. Sholahuddin Shofwan, Mabadi An-Nahwiyah (Pengantar memahami Al-Ajurumiyah),
(Jombang: Darul Hikmah, 2007) h. 17
20
Ibid. h. 581
Ayat ini menguraikan tentang salah seorang yang dianugrahi hikmah oleh
Allah swt yaitu Luqman21. Dalam ayat ini Quraish Shihab menafsirkan kata hikmah
dengan mengetahui yang paling utama dari sesuatu, baik pengetahuan maupun
perbuatan, hikmah di sini adalah ilmu amaliah dan ilmu ilmiah. Selain itu Quraish
Shihab juga mengaitkan kata hikmah kepada makna dasar (kendali) di mana kendali
akan menghalangi hewan untuk menjadi liar. Begitu juga hikmah adalah sesuatu yang
bila digunakan akan menghalangi terjadinya madharat (bahaya) dan kesulitan. 22
Hikmah dalam ayat ini ditafsirkan oleh al-Maraghi kebijaksanaan dan
kecerdikan.23 Banyak kata-kata bijak24 yang berasal dari Luqman, salah satunya pada
ayat selanjutnya berupa nasihat Luqman yang diberikan kepada putranya tentang
larangan syirik kepada Allah.
Dua penafsiran tersebut memiliki kaitan yang sangat erat. Penafsiran yang
pertama hikmah diartikan dengan ilmu pengetahuan (ilmu Amaliah dan ilmu Ilmiah),
sedangkan yang kedua adalah kebijaksanaan dan kecerdikan. Jika orang yang berilmu
melakukan segala hal dengan ilmunya baik dalam ucapan maupun berbuatan maka ia
akan menjadi bijaksana dan cerdik dalam mengahadapi segala sesuatu. Karena amal
yang tepat adalah amal yang didukung oleh ilmu.

21
Luqman adalah seorang tukang kayu dari Mesir yang berkulit hitam dan biasa hidup serba
sederhana.
22
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: pesan, kesan dan keseharian al-Qur‟an, (Jakarta:
Lentera Hati, 2002) Vol 10, h. 291
23
Ahmad Mushthafa Al-Maraghi ,Tafsir al-Maraghi, trje. K Anshori Umar Sitanggal, dkk
(Semarang: Taha Putra, 1993) Juz 21, h. 145
24
Beberapa kata-kata bijak Luqman yang diberikan kepada putranya.
1. Hai anakku, sesungguhnya dunia itu adalah laut yang dalam, dan sesungguhnya
banyak manusia yang tenggelam ke dalamnya. Maka jadikanlah prahumu di Dunia
bertawakal kepada Allah swt, muatanya iman dan layarnya bertawakal kepada
Allah.barangkali saja kamu tidak selamat namun aku yakin kamu dapat selamat.
2. Barang siapa yang dapat menasihati dirinya sendiri, niscaya ia akan dapat
pemeliharaan dari Allah swt. Dan barang siapa yang dapat menyadarkan orang lain
akan dirinya sendiri, niscaya Allah akan menambah kemuliaan baginya karena hal
tersebut. Hina dalam rangka taat kepada Allah lebih baik daripada membanggakan
diri dalam kemaksiatan.
3. Hai anakku, janganlah engkau bersifat terlalu manis karena engkau akan ditelan, dan
janganlah engkau bersifat terlalu pahit karena engkau akan dimuntahkan.
4. Hai anakku, jika engkau ingin menjadikan seseorang sebagai teman, maka buatlah
dia marah sebelum itu, maka apabila ia bersikap pemaaf terhadapmu maka
jadikanlah ia temanmu, jika ia tidak memaafkanmu maka berhati-hatilah terhadap
dirinya. ( Ahmad mushthafa al-Maragi, ibid.)
Menurut pendapat Ibnu ‘Asyūr sebagaimana yang dikutip Quraish Shihab
bahwa wawu pada awalan ayat ini merupakan wawu athaf yang ma‟thuf alaihnya
25
adalah pada ayat 6 wawu ini berfungsi mengubungkan kisah an-Nadhr Ibnu
Harits26 dan kisah Luqman atas dasar kesamaan keduanya dalam daya tarik keajaiban
dan keanehannya. Yaitu keanehan dalam kesesatan dan yang kedua keanehan dalam
mendapat hidayah dan hikmah.27
Hikmah pada empat ayat ini masih berhubungan dengan makna dasar hikmah
yaitu lafadz hakama yang berarti kendali atau kekang. Pada ayat pertama, kedua dan
keempat hikmah berarti Ilmu Amaliah, sedangkan pada ayat kedua berarti aturan atau
prinsip kehidupan manusia.

ِ ِ
َ َّ‫اْلِ ْك َم ِة َوالْ َم ْو ِعظَِة ا ْْلَ َسلَ ِة َو َجاد َْلُ ْم ِالَِِّت ه َي أَ ْ َس ُن إِ َّن َر‬
‫ك ُه َو أ َْعلَ ُم‬ ْ ِ‫ك‬ َ ِّ‫ْادعُ إِ ََل َسِ ِيل َر‬
‫ين‬ ِ ِ ِِ ِ ِ
َ ‫َ ْن َ َّل َع ْن َس يله َو ُه َو أ َْعلَ ُم الْ ُم ْهتَد‬
Artinya:

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan Hikmah 28dan


pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara
yang baik sesungguhnya Tuhanmu, dialah yang lebih mengetahui
siapa yang sesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui
siapa yang mendapat petunjuk.”29(QS. An-Nahl (16): 125).
Menurut Quraish Syihab ayat ini menjelaskan tiga cara dalam berdakwah,
yaitu hikmah, mau‟idzah, dan jidal. Adapun hikmah yang dimaksud dengan ayat ini
adalah berdialog dengan kata-kata bijak sesuai dengan tingkat kepandaian mereka,
metode ini diarahkan untuk para cendekiawan yang memiliki pengetahuan yang

‫يل َّن ِم ِم َو ْني ِم ِمع ْن ٍمم َو َوي َّن ِم َو َوا ُي ُي ًو ا ُي َول ِم َو لَو ُي ْنم َوع َو ااٌب ُيم ِم ٌب‬
‫ين‬ 25
‫اا َوم ْنن َوي ْن َو ِم لَو ْن َو ْنال َوح ِم ي ِم‬
‫ي ِمليُي ِم َّنل ع ْنَون َو ِم ِم‬ ‫َو ِممنَو النَّن ِم‬
Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak
berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan
menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. mereka itu akan memperoleh azab yang
menghinakan.
26
an-Nadhr Ibnu Harits adalah seorang penyair Arab yang ditugaskan oleh petinggi Quraish
untuk memepengaruhi masyarakat agar membenci Nabi Muhammad saw.
27
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: pesan, kesan dan keseharian al-Qur‟an, (Jakarta:
Lentera Hati, 2002) Vol 10, h. 291
28
Perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dan yang batil.
29
Ibid. h. 383
tinggi, sedangkan menurut Thabathaba’i sebagaimana yang dikutip oleh Quraish
Shihab dalam tafsirnya, ia mengatakan bahwa hikmah adalah argumen yang
menghasilkan kebenaran yang tidak diragukan, tidak mengandung kelemahan juga
tidak mengandung kekaburan. Quraish Shihab merujuk pada pendapat al-Biqa’I yang
mengatakan bahwa orang yang memiliki hikmah disebut dengan hākim, dalam
berdakwah seorang pendakwah harus yakin sepenuhnya tentang pengetahuan dan
tindakan yang diambilnya sehingga ia tampil dengan penuh percaya diri, tidak
berbicara dengan ragu atau kira-kira, dan tidak pula melakukan sesuatu dengan coba-
coba.30
Al-hikmah Sebagai metode dakwah diartikan dengan bijaksana, akal budi
yang mulia, dada yang lapang, hati yang bersih, dan menarik perhatian orang kepada
agama atau Tuhan. Sedangkan menurut Zamakhsyari sebagaimana dikutip oleh
Muhammad Munir dalam bukunya bahwa al-hikmah adalah perkataan yang pasti dan
benar, ia adalah dalil yang menjelaskan kebenaran dan menghilangkan keraguan atau
kesamaran.31
Pada Tafsir al-Maraghi kata hikmah tidak ditafsirkan secara rinci, namun
dalam ayat ini dijelaskan bahwa perintah Allah swt kepada nabi Muhammad saw
untuk mengikuti nabi Ibrahim.
Hai Rasul, serulah orang-orang yang kamu diutus kepada mereka dengan
cara menyeru mereka kepada Syari’at yang telah digariskan Allah swt
bagi makhluk-Nya, melalui wahyu yang diberikan kepadamu, dan
memberi mereka pelajaran dan peringatan yang diletakan di dalam kitab-
Nya sebagai hujjah atas mereka, seraya selalu diingatkan kepada mereka,
seperti diulang-ulang di dalam surat ini. Bantahlah mereka dengan
bantahan yang lebih baik daripada bantahan lainnya, seperti member
maaf kepada mereka jika mereka mengotori kehormatanmu, serta
bersikaplah lemah lembut terhadap mereka dengan menyampaikan kata-
kata yang baik.32

30
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: pesan, kesan dan keseharian al-Qur‟an, (Jakarta:
Lentera Hati, 2002)Vol 6, h. 774-775
31
M.Munir, metode dakwah, (Jakarta: kencana, 2009) h. 10
32
Ahmad Mushthafa Al-Maraghi ,Tafsir al-Maraghi, trje. K Anshori Umar Sitanggal, dkk
(Semarang: Taha Putra, 1993) Juz 14, h.291-292.
Pada penafsiran di atas huruf jar (‫ )ا‬Ba berfaidah (berfungsi) sebagi alat
bantu (Isti‟anah)33 . Itu artinya dalam berdakwah Rasulullal menggunakan tiga alat
bantu berupa hikmah, mau‟idzah dan Jiddal. Hikmah dalam ayat ini sebagaimana
yang ditafsirkan oleh al-Maraghi sebagai wahyu. Sedangkan wahyu merupakan
petunjuk atau tuntunan yang diberikan Allah swt kepada para Nabi. Adapun wahyu
dalam ayat ini sebagaimana hikmah yang diartikan oleh Quraihs Shihab sebagai sifat
yang bijaksana, akal budi yang mulia, dada yang lapang, hati yang bersih, dan
menarik perhatian orang kepada agama atau Tuhan, agar tujuan dakwah dapat
diterima dengan baik Masyarakat.
Fi‟il amr dalam ayat ini memiliki zaman mustaqbal, karena ayat ini
merupakan perintah Allah kepada nabi Muhammad saw untuk mengikuti nabi
Ibrahim, itu artinya dakwah pada masa Nabi Ibrahim belum sempurna
kesuksesannya oleh karena itu Allah memerintahkan Nabi Muhammad untuk
mensukseskan dakwah nabi Ibrahim dengan cara mengikuti metode yang Nabi
Ibrahim tempuh dalam berdakwah.

‫ك َوا ْْلِ ْك َم َة َو َعلَّ َمهُ ِِمَّا يَ َشاءُ َولَ ْوََّل َدفْ ُع اللَِّه‬
َ ْ‫وت َوآَاهُ اللَّهُ الْ ُمل‬
َ ُ‫ود َجال‬
ِ ِ
ُ ‫وه ْم ِِإ ْذن اللَّه َوقَتَ َل َد ُاو‬
ُ ‫فَ َهَزُم‬
ِ َ‫اللَّاا ع هم ِ ع ٍ لََفس َد ِت ْااَر ول‬
َ ‫ك َّن اللَّ َه ذُو فَ ْ ٍل َعلَى الْ َعالَ ِم‬ َُ ْ َ ْ َ ْ ُ َ َْ َ

Artinya:

“Maka mereka mengalahkannya dengan izin Allah, dan Dawud


membunuh jalut. Kemudian Allah memberinya (Daud) kerajaan, dan
Hikmah, dan mengajarinya apa yang Dia hendaki. Dan kalau Allah
tidak melindungi sebagian manusia dengan sebagian yang lain, niscaya
rusaklah bumi ini. Tetapi Allah mempunyai karunia (yang dilimpahkan-
Nya) atas seluruh alam”.34 (QS. Al-Baqarah (2): 251).

33
M. Sholahuddin Shofwan, Mabadi An-Nahwiyah (Pengantar memahami Al-Ajurumiyah),
(Jombang: Darul Hikmah, 2007) h. 28
34
Ibid. h. 51-52
Ayat ini menceritakan peperangan antara tentara Thalut dan tentara Jalut, dan
keberhasilan Nabi Daud membunuh Jalut. kemudian setelah kemenangan itu Allah
memberikan kerajaan dan hikmah kepada Nabi Daud.
Hikmah pada ayat ini diartikan oleh Rasyid ridha lebih mengarahkan kepada
kitab Zabur yang dianugrahkan kepada Nabi Daud sebagaimana dalam akhir ayat 163
dari surat An-Nisa. Dengan diberikannya kitab Zabur pada Daud itu menunjukan
bahwa Daud adalah seorang Nabi.35 Namun al-Maraghi mengartikannya dengan
kenabian yang kepadanya diturunkan sebuah kitab yaitu Zabur, dimana setelah itu
Allah mengajarkannya tentang pembuatan baju besi, berbicara denagan burung-
burung, ilmu-ilmu agama serta bagaimana cara menyelesaikan pertentangan. 36
Sebagaimana firman Allah dalam QS. Shād ayat 20
ِ َ ِ‫اا‬
‫اا‬ ْ ‫اْلِ ْك َمةَ َوفَ ْ َل‬
ْ ُ‫َو َش َد ْد َا ُملْ َكهُ َوآََ ْي لَاه‬
Artinya :
“dan kami kuatkan kreajaannya, serta kami berikan kepadanya
hikmah dan kebijaksanaan dlam menyelesaikan perselisihan “

Pada ayat ini masih mengisahkan tentang Nabi Daud yang patuh dan taatnya
kepada Allah sehingga Allah menundukan gunung-gunung bersamanya, menguatkan
kerajaannya dan menganugrahkan kepadanya hikmah. Sedangkan hikmah di sini
diartikan bijaksana oleh Quraish Shihab, dan diartikan kenabian oleh sebagian para
ulama.
Pada dua ayat diatas kata hikmah di sandingkan dengan kata mulk yang berarti
kerajaan itu artinya hikmah yang disandingkan dengan kata mulk lebih mengarah
pada kebijaksaan dalam mengurusi kepemimpinan, dalam hal ini menyelesaikan
perselisihan sebagai mana yang Allah ajarkan kepada Nabi Daud.
Selain kata mulk,ada 13 kata hikmah yang terdapat pada ayat yang
menjelaskan tentang para nabi dan rasul, diantarana sebagai berikut.

35
Muhammad Rasyid bin Ali Ridha, Tafsir Al-Manar, (Bairut: Dār alfikr, 2007) cet 1, Juz 2,
h. 698
36
Ahmad Mushthafa Al-Maraghi ,Tafsir al-Maraghi, trje. K Anshori Umar Sitanggal, dkk
(Semarang: Taha Putra, 1993) Juz 2 h. 418
‫اْلِ ْك َم ِة َوِاَُ ِّ َ لَ ُك ْم َ ْع َ الَّ ِذي ََتْتَلِ ُفو َن فِ ِيه‬
ْ ِ ‫ات قَ َال قَ ْد ِجْئتُ ُك ْم‬
ِ َ‫ولَ َّما جاء ِعيسى ِالْ يِّل‬
َ َ ََ َ
‫َطيعُون‬ ِ ‫فَا َُّقوا اللَّه وأ‬
ََ
Artinya:

“Dan ketika Isa datang membawa keterangan, dia berkata, “


sungguh, Aku datang kepadamu dengan membawa Hikmah37 dan
untuk menjelaskan kepadamu sebagian dari apa yangkamu
perselisihkan, maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah
kepadaku.”38(QS. Az-Zukhruf (43): 63).

Pada ayat ini al-Maraghi menafsirkan Al-Hikmah dengan Syari'at-syari’at


yang rapi tidak bisa ditolak dan dihilangkan. 39 Sedangkan Quraish Shihab
mengartikan hikmah dengan ilmu Amaliah dan ilmu ilmiah antara lain tercantum
dalam kitab taurat dan injil.40

Hikmah dalam ayat ini diiringi dengan huruf jar berupa Ba (‫)ا‬. Huruf ini jika
masuk pada kalimat isim maka mempunyai faidah Isti‟anah41 (sebagai alat bantu).
Hikmah dalam ayat ini merupakan sebuah alat bantu berupa syariat dan ilmu yang
terdapat dalam kitab Taurat dan Injil yang digunakan oleh Nabi Isa untuk meluruskan
perdebatan yang terjadi pada kaumnya.42

37
Kenabian, Injil dan Hukum.
38
Ibid. h. 710
39
Ahmad Mushthafa Al-Maraghi ,Tafsīr al-Marāghi, trje. K Anshori Umar Sitanggal, dkk
(Semarang: Taha Putra, 1993) Juz 25, h.176
40
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: pesan, kesan dan keseharian al-Qur‟an, (Jakarta:
Lentera Hati, 2002) Vol 12, h. 272
41
M. Sholahuddin Shofwan, Mabadi An-Nahwiyah (Pengantar memahami Al-Ajurumiyah),
(Jombang: Darul Hikmah, 2007) h. 28
42
Ayat ini masih berkaitan dengan asbāb an-Nuzūl surat Al-Anbiya‟ ayat 98 -101 tentang
perdebatan tokoh Quraisy mengenai sesuatu yang disembah selain Allah ikut masuk dalam neraka
jahanam bersama orang-orang yang menyambahnya. Mereka berpendapat bahwa Isa, ‘Uzair dan
orang-orang lain yang disembah selain mereka berdua dianggap tuhan-tuhan selain Allah oleh orang-
orang yang sesat sesudah wafat mereka. Semantara itu, mengenai yang dikatakan orang tentang Isa as,
bahwa dia pun termasuk yang disembah selain Allah swt. Maka turunlah ayat 57-66 dari Surat Az-
Zukhruf.( Ahmad Mushthafa Al-Maraghi ,Tafsīr al-Marāghi, trje. K Anshori Umar Sitanggal, dkk
(Semarang: Taha Putra, 1993) Juz 25, h.177-178)
‫ول ُم َ ِّد ٌق لِ َما‬ٌ ‫اا َوِ ْك َم ٍة ُّتَّ َجاءَ ُك ْم َر ُس‬
ٍ َ‫اق اللَِّيِّ َ لَما آَ ْيتُ ُكم ِمن كِت‬
ْ ْ َ َ َ‫َخ َذ اللَّهُ ِميث‬ َ ‫َوإِ ْذ أ‬
ِ ِ ِ
َ ‫َم َع ُك ْم لَتُ ْؤملُ َّن ِه َولَتَ لْ ُ ُرَّهُ قَ َال أَأَقْ َرْرُُْت َوأ‬
ْ ِ‫َخ ْذ ُُْت َعلَى ذَل ُك ْم إ‬
‫ص ِري قَالُوا أَقْ َرْرَا قَ َال فَا ْش َه ُدوا‬

‫َّاه ِدين‬
ِ ‫وأََا مع ُكم ِمن الش‬
َ ْ ََ َ

Artinya:

“Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil perjanjian dari para nabi,


“manakala Aku memberikan kitab dan hikmah kepadamu lalu dating
kepada kamu seorang Rasul yang membenarkan apa yang ada pada
kamu, niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman kepada dan
menolongnya.”43( QS. Ali Imran (3): 81)

Hikmah diartikan dalam ayat ini sebagain ajaran-ajaran agama yang telah
diwahyukan kepada para Nabi yang tidak terdapat pada kitab-kitab suci. Ayat ini
menjelaskan mengenai sikap para Rasul terhadap satu Rasul dengan Rasul yang
lain.44 Sedangkan dalam tafsir al-manar Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha tidak
memfokuskan penafsiran pada lafadz hikmah melainkan lebih fokus pada masalah
perjanjiannya.
Pada ayat ini kata hikmah tidak ditafsirkan, al-Maraghi sependapat dengan
Quraish Shihab tentang sikap seorang Rasul terhadap Rasul-Rasul sesudahnya. Yaitu
beriman dan menolong Rasul-Rasul sesudahnya meskipun mereka telah diberi kitab
dan hikmah.45
Pada ayat ini hikmah berupa isim Nakirah, dimana isim tersebut menunjukan
arti umum. kata nabi dalam ayat inipun berupa jama’. Itu artinya keumuman di sini
adalah untuk para Nabi. Adapun hikmah yang dimaksud dalam ayat ini sebagaimana
yang ditafsirkan oleh Quraish Shihab yaitu ajaran-ajaran agama yang diwahyukan
kepada para Nabi.

43
Para nabi berjanji kepada Allah swt. Bilamana dating seorang Rasul bernama Muhammad
mereka akan beriman kepadanya dan menolongnya. Perjanjian para Nabi ini mengikat pula umatnya.
Al-Qur’an dan terjemahnya (Surabaya: pustaka agung harapan, 2006) h. 75
44
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: pesan, kesan dan keseharian al-Qur‟an, (Jakarta:
Lentera Hati, 2002)Vol 2, h.164
45
Ahmad Mushthafa Al-Maraghi ,Tafsīr al-Marāghi, trje. K Anshori Umar Sitanggal, dkk
(Semarang: Taha Putra, 1993) Juz 3, h. 356
‫وه َّن‬ ِ ٍ ِ ٍ ِ ‫وإِذَا طَلَّ ْقتم اللِّساء فَ لَ ْن أَجلَه َّن فَأَم ِس ُك‬
ُ ‫وه َّن َ ْع ُروف َوََّل ُتُْس ُك‬ ُ ُ ‫وه َّن َ ْع ُروف أ َْو َسِّر‬ ُ ْ ُ َ َ َ َ َ ُُ َ
‫ت اللَِّه‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
َ ‫ك فَ َق ْد ظَلَ َم َ ْف َسهُ َوََّل َتَّخ ُذوا آيَات اللَّه ُه ُزًوا َواذْ ُك ُروا ْع َم‬ َ ‫ِ َر ًارا لتَ ْعتَ ُدوا َوَم ْن يَ ْف َع ْل ذَل‬
َّ ‫اْلِ ْك َم ِة يَعِظُ ُك ْم ِِه َوا َُّقوا اللَّ َه َو ْاعلَ ُموا أ‬
‫َن اللَّ َه ِ ُك ِّل‬ ِ َ‫َعلَْي ُكم وما أَْزَل َعلَْي ُكم ِمن الْ ِكت‬
ْ ‫اا َو‬ َ ْ َ ََ ْ
‫َشي ٍء َعلِيم‬
ْ

Artinya:

“Dan apabila kamu menceraikan istri-istri (kamu), lalu sampai (akhir)


idahnya,46maka tahanlah mereka dengan cara yang baik, atau ceraikanlah
mereka dengan cara yang baik (pula). Dan janganlah kamu tahan mereka
dengan maksud jahat untuk menzalimi mereka. Barang siapa melakukan
demikian, maka mereka telah menzalimi dirinya sendiri. Dan janganlah
kamu jadikan ayat-ayat Allah sebagai bahan ejekan. Ingatlah nikmat Allah
kepada kamu, dan apa yang telah di turunkan Allah kepada kamu yaitu
Kitab (Al-Qur‟an) dan hikmah (Sunnah), untuk memberi pengajaran
kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah
mengetahui segala sesuatu”.47( QS. Al-Baqarah (2): 231).

Kata hikmah dalam ayat ini disebut setelah perintah mengingat nikmat,
menurut Quraish Shihab nikmat dalam al-Qur’an biasanya dipahami dalam arti
petunjuk keagamaan, karena petunjuk-petunjuk itulah yang merupakan nikmat-Nya
yang paling utama. Adapun petunjuk-petunjuk keagamaan beraneka ragam dan
sumbernya adalah al-Qur’an dan As-sunnah, oleh karena itu setelah menyebut kata
nikmat dalam pengertian di atas, ayat ini dilanjutkan dengan peringatan mengingat
apa yang telah diturunkan Allah yaitu al-Qur’an dan al-hikmah (as-Sunnah) sebagai

46
Idah ialah masa menunggu (tidah boleh menikah) bagi perempuan kerena perceraian atau
kematian suaminya.
47
Al-Qur’an dan terjemahnya (Surabaya: pustaka agung harapan, 2006) h. 46.
Ayat ini turun untuk menghentikan perlakuan buruk pada wanita dalam masalah thalaq pada
zaman Arab Jahiliyah. Pada masa itu thalaq tidak ada batasannya. seorang pria bebas menjatuhkan
thalaq kepada istrinya kapapun, dan berapa kalipun ia inginkan. Asbāb an-Nuzūl ayat ini diriwayatkan
oleh imam Tirmidzi dan Hakim dari Ibnu Jarir dari Jalur riwayat al-‘Aufiy dari Ibnu Abbas, ia berkata
: ada seorang laki-laki yang men-thalaq istrinya kemudian merujuknya kembali sebelum habis masa
‘iddahnya, kemudian ia men-thalaq-nya lagi dan mengulangi-mengulanginya lagi. Dalam riwayat As-
Shundusi ayat ini turun berkenaan dengan seorang laki-laki dari kalangan Anshor yang biasa dipanggil
Tsabit bin Yasar. ia men-thalaq istrinya, dua atau tiga hari sebelum masa iddahnya habis. kemudian ia
merujuknya kembali dan men-thalaq-nya lagi kemudian turunlah ayat 231 dari surat al-Baqarah ini.
(Muhammad Rasyid bin Ali Ridha, Tafsir al-Manār, (Softwere maktabah syamilah) juz 2, h. 314)
sumber petunjuk.48 Sedangkan Muhammad Abduh dan Al-Maraghi mengartikan
hikmah pada ayat ini adalah rahasia-rahasia yang terkandung dalam kitab.49
Melihat redaksi ayat tersebut kata hikmah jatuh setelah huruf jar min, di mana
salah satu faidah min adalah li Tab‟idh (menerangkan bagian dari sesuatu).
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Quraish Shihab bahwa Al-Qur’an dan al-
hikmah adalah salah satu dari berjuta nikmat yang telah Allah turunkan kepada
manusia. Adapun hikmah yang dimaksud adalah memahami al-Qur’an yang
diajarkan nabi melalui sunah-sunahnya.

َ ‫ت طَائَِفةٌ ِملْ ُه ْم أَ ْن يُ ِ لُّن‬


‫وك َوَما يُ ِ لُّنو َن إََِّّل أَْ ُف َس ُه ْم َوَما‬ ِ
َ ‫َولَ ْوََّل فَ ْ ُل اللَّه َعلَْي‬
ْ ‫ك َوَر َْحَتُهُ ََلَ َّم‬
‫ك َما ََلْ َ ُك ْن َ ْعلَ ُم َوَكا َن فَ ْ ُل اللَِّه‬ ِ َ ‫ك ِمن َشي ٍء وأَْزَل اللَّه علَي‬
َ ‫اْلِ ْك َمةَ َو َعلَّ َم‬
ْ ‫اا َو‬ َ َ‫ك الْكت‬ ْ َ ُ َ َ ْ ْ َ َ‫يَ ُ ُّنرو‬
‫يما‬ ِ َ ‫علَي‬
ً ‫ك َعظ‬ َْ
Artinya:

“Dan kalau bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepadamu


(Muhammad), tentulah segolongan dari mereka berkeinginan keras untuk
menyesatkanmu. Tetapi mereka hanya menyesatkan dirinya sendiri, dan
tidak membahayakanmu sedikitpun. Dan (juga karena) Allah telah
menurunkan Kitab (Al-Qur‟an) dan Hikmah (Sunnah) kepadamu, dan telah
mengajarkan kepadamu apa yang belum engkau ketahui. Karunia Allah
yang dilimpahkan kepadamu itu sangat besar.” 50(QS. An-Nisa’ (4): 113).

Ayat sebelumnya (an-Nisa 105-112) Allah menjelaskan tentang ancaman dan


nasehat. Kemudian dalam ayat ini Allah menjelaskan nikmat yang dicurahkan kepada
Nabi Muhammad SAW yang berkaitan dengan kasus yang melatarbelakangi turunnya
ayat-ayat sebelumnya (ayat 105-114)51 bukan saja untuk mengingatkan betapa

48
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: pesan, kesan dan keseharian al-Qur‟an, (Jakarta:
Lentera hati, 2002) vol 1, h.606
49
Muhammad Rasyid bin Ali Ridha, Tafsīr Al-Manār, (softwere maktabah syamillah) Juz 2,
h. 317
50
Ibid. h. 126
51
Ayat ini turun berkaitan dengan kasus pencurian yang terjadi pada Fir’ah bin Zaid (paman
Qatadah) di mana gudang penyimpanan makanan dan senjatanya dicuri oleh salah satu orang dari
Bani Ubairik yaitu Basyir bin Mubasyir, namun dia malah menuduh Labib bin Sahl seorang yang
terkenal muslim jujur dan hartawan. Kemudian Qatadah menghadap Rasulullah dan menceritakan
kejadian tersebut, Bani Ubairik mendengar hal tersebut dan berkumpulah keluarga mereka dan orang
besarnya rahmat Allah kepada Nabi Muhammad, tetapi juga untuk semua manusia
terutama bagi mereka yang ragu, bahwa Allah swt memelihara Nabi Muhammad dari
kesalahan.
Ayat tersebut dipahami bahwa seorang nabi mengetahui tentang maksud dan
rahasia-rahasia yang ada di dalam kitab-kitab Allah SWT.52 Sedangkan dalam tafsir
al-misbah hikmah diartikan sebagai kemampuan pemahaman dan pengamalan agar
dapat diteladani oleh umatnya.53
Tidak jauh berbeda dengan kedua tafsir di atas, al-Maraghi menafsirkan kata
hikmah dengan pemahaman terhadap maksud dan rahasia agama, serta segi
kecocokannya dengan fitrah dan kesesuaiannya dengan sunah-sunah kemasyarakatan
dan maslahat manusia di setiap masa dan tempat.54
Kata hikmah dalam ayat ini berupa isim ma’rifah yang menunjukan arti khusus,
maksudnya adalah hikmah yang terdapat pada ayat ini merupakan pengetahuan dan
pemahaman tentang agama yang terdapat pada kitābullah yang hanya diberikan
kepada nabi Muhammad. Karena konteks ayat ini adalah berkaitan dengan kasus
pencurian yang terjadi pada zaman Rasulullah saw.

ِ ْ ‫رَّلا وا ع‬
َ ِ‫اا َوا ْْلِ ْك َم َة َويَُزِّكي ِه ْم إ‬ ِ
‫َّك‬ َ ِ ‫ث في ِه ْم َر ُسوًَّل ِمْل ُه ْم يَْت لُو َعلَْي ِه ْم آيَا‬
َ َ‫ك َويُ َعلِّ ُم ُه ُم الْكت‬ َْ َ َ َ
‫كيم‬ ِ ‫أَْت الْع ِزيز ا ْْل‬
َ ُ َ َ

sekampung untk menghadap Rasulullah dan mengatakan bahwa Qatadah bin Nu’man dan pamannya
telah menuduh pencuri kepada seorang muslim yang jujur dan lurus tanpa bukti apapun. Kemudia
rasulullah menegur Qatadah dengan bersabda : engkau menuduh pencuri kepada seorang muslin yang
jujur dan lurus tanpa bukti apapun? Kemudian turun ayat 105 dari surat an-nisā’ untuk menegur nabi
yang telah membela Bani Ubairik. Kemudian turun lagi ayat 106- 114 berkenaan dengan ucapan Nabi
terhadap Qatadah (Abi al-Hasan Ali bin ahmad al-wahidi an-naisaburi, Asbāb An-nuzūl, (tarim: Dār al-
Kutub al-Islamiyah,2010) h. 174.).
52
Muhammad Rasyid bin Ali Ridha, Tafsīr Al-Manār, (Bairut: dar alfikr, 2007) cet 1, Juz 5,
h. 1592
53
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: pesan, kesan dan keseharian al-Qur‟an, (Jakarta:
Lentera Hati, 2002) Vol 2, h.711
54
Ahmad Mushthafa Al-Maraghi ,Tafsīr al-Marāghi, trje. K Anshori Umar Sitanggal, dkk
(Semarang: Taha Putra, 1993) Juz 5, h. 253
Artinya:

“Ya Tuhan kami, utuslah ditengah mereka seorang rasul dari


kalangan mereka sendiri, yang akan membacakan kepada mereka
ayat-ayat-Mu dan mengajarkan hikmah kepada mereka, dan
menyucikan mereka. Sungguh, engkaulah yang maha perkasa, maha
bijaksana.”55( QS. Al-Baqarah (2): 129).

Menurut Muhammad Abduh yang dimaksud al-hikmah dalam ayat tersebut


adalah sunnah. Namun dalam QS. Al-baqarah: 151, Muhammad Abduh mengatakan
ada sebagian ulama (ulama ushuliyyin dan ulama muhaddisin) yang menafsirakan
hikmah dengan sunah.56 Sebagian ulama yang lain mengatakan bahwa hikmah berarti
ilmu yang bermanfaat, yang dengannya diketahui beberapa rahasia persyariatan
hukum dan mendorong untuk mengamalkan ilmu tersebut. Namun ada juga yang
menafsirkan dengan Sunnah57
Ayat di atas merupakan do’a lanjutan yang dipanjatkan oleh Nabi Ibrahim dan
putranya, setelah meminta do’a untuk diri mereka sendiri kemudian memanjatkan
do’a untuk anak cucu mereka. Dalam ayat ini al-hikmah diartikan sebagai sunah,
kebijaksanaan dan kemahiran melaksanakan hal yang mendatangkan manfaat serta
menampik madharat.58
Al-Maraghi mengartikan kata hikmah dengan pengetahuan yang disertai
dengan berbagai rahasia dan manfaat hukum, sehingga dapat mendorong seseorang
untuk mengamalkannya sesuai dengan petunjuk.59
Surat al-Baqarah ayat 151 ditafsirkan oleh al-Marahgi dengan mengaitkan arti
hikmah pada penjelasan mengenai al-Qur’an yang dilakukan oleh Nabi Muhammad
saw baik penjelasan global ataupun tentang mufradat suatu ayat, baik dengan ucapan

55
Al-Qur’an dan terjemahnya (Surabaya: Pustaka Agung Harapan, 20 06) h. 24
56
Muhammad Rasyid bin Ali Ridha, Tafsīr Al-Manār, (softwere maktabah syamillah) Juz 1,
h.388-389
57
Muhammad Rasyid bin Ali Ridha, Tafsīr Al-Manār, (Bairut: Dār al-Fikr, 2007) Juz 2, h.24
58
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: pesan, kesan dan keseharian al-Qur‟an, (Jakarta:
Lentera Hati, 2002) vol 1, h. 391
59
Ahmad Mushthafa Al-Maraghi ,Tafsīr al-Marāghi, terj. K Anshori Umar Sitanggal, dkk
(Semarang: Taha Putra, 1993) Juz 2, h. 29.
ataupun tidakan, baik di dalam rumah atau hadapan para sahabat, dalam keadaan
perang atau damai, Safar ataupun mukim, dengan mayoritas atau minoritas sahabat.60
Pendapat Imam Syafi’i yang dikutip oleh Quraish Shihab mengatakan bahwa
tidak ada selain al-Qur’an yang diajarkan nabi kecuali as-Sunnah,61 Kata Hikmah
yang di artikan dengan sunah adalah kata hikmah yang jatuh setelah lafadz „Allama –
Yu‟allimu ( ‫ ع م‬- ‫ ) يع م‬yang berarti mengajarkan.
Semua kata hikmah yang jatuh setelah fi’il ‫ ع م‬- ‫„( يع م‬Allama – Yu‟allimu)
diiringi dengan kata al-Kitab yang biasanya diartikan dengan al-Qur’an (Kitabullah),
berupa isim Ma‟rifat dan ayat-ayat tersebut berkaitan dengan Nabi atau Rasul baik
Nabi Muhammad, Nabi Isa ataupun Nabi-Nabi yang lain. Adapun kata ‫ ع م‬- ‫يع م‬
(„Allama – Yu‟allimu) berarti mengajarkan, sebagaimana pendapat Imam Syafi’I yang
dikutip oleh Quraih Syihab di atas bahwasanya tidak ada yang diajarkan para nabi
selain al-Kitāb (kitabullah) kecuali adalah As-Sunnah. Oleh sebab itu kata hikmah
yang jatuh setelah lafadz ‫ ع م‬- ‫„( يع م‬Allama – Yu‟allimu) lebih mengarah kepada As-
Sunnah. Jika melihat penafsiran al-Maraghipun penafsiran tersebut adalah pengertian
dari hadis atau As-Sunah (segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad
saw).

ِ ِ َّ ِ ِ ِْ ‫ات اللَِّه َو‬


ِ ‫واذْ ُكر َن ما ي تْ لَى ِِف يوِ ُك َّن ِمن آي‬
ً ‫اْل ْك َمة إ َّن الل َه َكا َن لَ ي ًفا َخ‬
 ‫ريا‬ َ ْ ُُ ُ َ ْ

Artinya:

“Dan ingatlah apa yang dibacakan dirumahmu dari ayat-ayat Allah


dan Hikmah (Sunnah Nabimu). Sungguh, Allah maha lembut, maha
mengetahui.”62(QS. Al-Ahzab (33): 34).

Menurut Quraisy Shihab hikmah dalam ayat ini masih menjadi perdebatan para
ulama. Ada yang mengatakan as-Sunah, ada yang memahaminya dengan arti umum
yaitu ilmu ‘Amaliah dan ilmu Ilmiah. dan ada juga yang memahaminya dengan arti

60
Ibid. h.30
61
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: pesan, kesan dan keseharian al-Qur‟an, (Jakarta:
Lentera Hati, 2002) vol 14, h.46
62
Ibid. h. 597
yang lebih sempit lagi yaitu pesan-pesan dan hukum-hukum agama yang secara
khusus terdapat dalam al-Qur’an.63
Al-Maraghi mengartikan hikmah dalam ayat ini adalah syariat-syariat yang
diturunkan kepada nabi yang dibacakan di dalam rumahnya dan tidak tercantum di
dalam al-Qur’an.64
Melihat redaksi ayat hikmah dalam ayat tersebut adalah hikmah yang
dibacakan oleh Nabi kepada para istrinya di dalam rumahnya. jika kita kembali lagi
pada pendapat imam Syafi'i yang mengatakan bahwa tidak ada yang diajarkan Nabi
selain al-Qur’an dan sunah, maka kata hikmah dalam ayat ini lebih dekat dengan arti
as-Sunah.

Hikmah terambil dari kata dasar ha-ka-ma yang memiliki beberapa makna
dasar, diantaranya adalah menghukumi, menetapkan, memutuskan, kembali dan
mencegah. adapun bintu syathi berpendapat bahwa jika ada suatu lafad yang memiliki
makna lebih dari satu, maka hanya satu makna saja yang dijadikan sebagai acuan
utama.

Lafadz ha-ka-ma yang tercantum dalam Al-Qur’an dengan fi’il madhi hanya
terdapat dalam satu surat yaitu surat ghāfir pada ayat 48.

ِ ِ‫الْع‬ ِ ِ َّ
 ‫اد‬َ َْ َ ‫استَ ْكَ ُروا إِ َّا ُكلٌّ ف َيها إِ َّن اللَّ َه قَ ْد َ َك َم‬
ْ ‫ين‬
َ ‫قَ َال الذ‬
Artinya:
“Orang-orang yang menyombongkan diri menjawab: "Sesungguhnya
kita semua sama-sama dalam neraka Karena Sesungguhnya Allah Telah
menetapkan Keputusan antara hamba-hamba-(Nya)". (QS. Ghāfir(40):
48)
Al-Zamakhsyari dalam tafsirnya al-kasyaf dan al-qathan 65 mengartikan kata
hakama dalam ayat tersebut dengan qadhā yang artinya memutuskan. Dalam ayat
lainpun seperti dalam QS. al-Baqarah ayat 213, QS. An-nisa ayat 141, QS. Az-Zumar
63
Ibid. vol. 10, h. 470
64
Ahmad Mushthafa Al-Maraghi ,Tafsīr al-Marāghi, trje. K Anshori Umar Sitanggal, dkk
(Semarang: Taha Putra, 1993) Juz 22, h.8
65
Abu Al-Qashim Mahmud ibn ‘Umar ibn Ahmad Al-Zamakhsyary Al-Kassyaf (
shofwere maktabah syamilah) lihat juga Muhammad ibn muhammad ibn Musthafa al-Ma’ādi
irsyādu al-aqly as-salīm ilamazāyā al-kitāb al-karīm (shofwere maktabah syamilah).
ayat 46, QS. Āli ‘Imrān ayat 55, lafadz hakama (selain bentuk madhi) diartikan
dengan memutuskan. Selain memutuskan hakama juga diarikan dengan mengadili
dan menetakan hokum seperti dalam QS. An-Nisa’ ayat 58, 105, QS. as-Shaffat ayat
154, QS al-baqarah ayat 113 dan QS Āli ‘Imran ayat 23.

Salah satu Sama‟ al-husna adalah al-hakīm yang mempunyai arti maha
Bijaksana. Dikatakan bijaksana karena Allah mengetahui sesuatu yang paling mulia
dengan ilmu yang paling mulia. Dalam Al-Qur’an kata hakīm disebut sebanyak 90
kali66 dan sering di sandingkan dengan kata al-„azīz dan al-„alīm.

Hasil penelitian dari tiga mufasir yakni Muhammad abduh dalam tafsir al-
manar, al-Marahgi dalam tafsir al-maraghi dan Quraish Shihab dalam tafsirnya Al-
Misbah mendapatkan 19 penafsiran tentang kata hikmah yaitu pengetahuan tentang
baik dan buruk, ilmupengetahuan yang bermanfaat, pengetahuan tentang Al-Qur’an,
pertolongan Allah swt, ilmu amaliyah dan ilmu ilmiyah, kebijaksanaan, aturan-aturan
dan prinsip kehidupan manusia, kata-kata bijak, argument yang menghasilkan
kebenaran, perkataan yang pasti dan benar, Kitabullah, kenabian, kebijaksaan dalam
kepemimpinan, syari’at-syari’at, ajaran-ajaran agama, As-sunah, rahasia yang
terkandung dalam kitab, kemampuan pemahaman dan mengamalan rahasia-rahasia
dalam kitab-kitab Allah swt, dan pemahaman terhadap maksud dan rahasia agama.
dari 19 penafsiran tersebut menghasilkan satu penafsiran yang paling dominan yakni
al-hikmah yang berarti ilmu.

Menarik kesimpulan dari penjelasan tersebut, bahwa al-hikmah terambil dari


kata hakama yang memiliki arti memutuskan, dan hikmah itu sendiri berarti ilmu
/pengetahuan . Dua arti ini saling berkaitan. karena seseorang bisa memutuskan
benar tidaknya suatu masalah ia harus tahu terlebih dahulu duduk permasalah
tersebut, dan jika suadah mengetahuinya maka ia kan dapat mengambil keputusan
denagan bijaksana.

66
Al-Mu‟jam lialfadzi al- Qur‟an al-Karīm ibid. hal 214-215

Anda mungkin juga menyukai